Anda di halaman 1dari 14

PAJAK PENGHASILAN

RESUME

Tugas ini dikerjakan untuk memenuhi tugas Dosen Mata Kuliah Pelaporan Korporat

Oleh :

Dwita Ninzi Maiviza

NPM : 51622220013

MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2023
PAJAK PENGHASILAN

1. Pajak Dalam Laporan Keuangan


A. Pajak Penghasilan
Hasil perhitungan pajak penghasilan perusahaan di akhir tahun, disajikan dalam
laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain pada pos Beban/Manfaat
Pajak Penghasilan Kini dan Beban/Manfaat pajak penghasilan Tangguhan.
Pada bagian laba rugi dari laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain,
beban pajak penghasilan (baik kini maupun tangguhan) pertama kali diletakkan
tepat setelah perhitungan lavba sebelum pajak. Bila perusahaan tidak memiliki
operasi yang dihentikan, maka nilai laba sebelum pajak dikurangi beban pajak
penghasilan akan dilaporkan langsung sebagai laba bersih. Namun bila
perusahaan memiliki operasi yang dihentikan, maka nilai laba sebelum oajak
dikurangi beban pajak penghasilan akan dilaporkan terlebih dahulu sebagai laba
taun berjalan dari operasi dilanjutkan. Dalam kasus ini, nilai laba bersih dihitung
dari penjumlahan laba tahun berjalan dari operasi dilanjutkan dan keuntungan
atau kerugian dari operasi dihentikan yang disajikan setelah pajak.

Sedangkan pada bagian komprehensif lain dari laporan laba rugi dan penghasilan
komprehensif lain, setiap komponen penghasilan komprehensif lain dapat
disajikan dalam jumlah neto atau disajikan dalam jumlah bruto. Bila komponen
penghasilan komprehensif lain harus disajikan dalam satu pos tersendiri tepat
sebelum penyajian jumlah laba komprehensif pengakuan pajak penghasilan
tangguhan juga akan memunculkan pos aset pajak tangguhan atau liabilitas pajak
tangguhan yang akan disajikan dalam laporan posisi keuangan. aset pajak
tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan boleh disajikan secara saling hapus
dalam laporan keuangan tersendiri, namun penyajian aset pajak tangguhan dan
liabilitas pajak tangguhan secara saling hapus tersebut tidak diperkenankan dalan
laporan keuangan konsolidasian.

Pajak penghasilan yang dipotong/dipungut oleh pihak lain dikreditkan dalam


penghitungan pajak penghasilan perusahaan di akhir tahun dan angsuran pajak
penghasilan (PPh) 25 yang dibayar oleh perusahaan juga akan disajikan sebagai
aset dalam laporan posisi keuangan pada pos pajak penghasilan dibayar dimuka.
Bila perusahaan mengalami lebih bayar pembayaran pajak dan berhak
memperoleh restutusi, pos piutang mengalami lebih bayar pemabayaran pajak dan
berhak memperoleh restitusi, pos piutang restitusi pajak juga akan disajikan
sebagai aset dalam laporan posisi keuangan. sementara bila perusahaan
melakukan pemotongan pajak penghasilan atau mengalami kurang bayar pajak
yang belum dilunasi akan dilaporkan sebagai liabilitas dalam laporan posisi
keuangan pada pos utang pajak penghasilan (PPh) 29. Adapun nilai kas yang telah
dikeluarkan perusahaan untuk membayar pajak akan disajikan pada bagian arus
kas keluar untuk aktivitas operasi dalam laporan arus kas.
B. Pajak Lainnya
Selain pajak penghasilan, perusahaan sebenarnya juga memiliki transaksi terkait
pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak daerah. Pemenuhan kewajiban
perusahaan untuk melunasi pajak daerah seperti pajak bumi dan bangunan, akan
dilaporkan langsung sebagai beban dalam laporan laba rugi dan penghasilan
komprehensif lain.

Sedangkan terkait PPN, perusahaan akan mencatat PPN masukan yang dapat
dikreditkan dari perolehan barang/jasa kena pajak seolah sebagai prepaid tac
terlebih dahulu. Disisi lain, perusahaan akan mencatat PPN keluaran dari
penyerahan barang/jasa kena pajak seolah sebagai utang pajak terlebih dahulu.
Pada akhir masa pajak, perusahaan akan menutup PPN keluaran pada PPN
masukan dimaksud dan mencatat selisihnya sebagai utang PPN atau piutang PPN.
C. Jurnal Standar Akuntansi Pajak Penghasilan
Pencatatan akuntansi terkait pajak penghasilan sebenarnya dapat dilakukan
menggunakan serangkaian ayat jurnal standar pada ilustrasi 9.2
Pada posisi perusahaan sebagai pemberi kerja, saat mengakui beban maka
perusahaan memiliki kewajiban untuk memotong PPh sesuai ketentuan yang
berlaku atas transaksi yang menjadi objek pajak. Pada posisi sebaliknya, saat
perusahaan mengakui pendapatan maka perusahaan akan dipotong PPh oleh pihak
lain sebagai pemotong atau pemungut PPh sesuai ketentuan yang berlaku. Pajak
yang dipotong atau dipungut pihak lain tersebut terlebih dahulu akan dicatat
sebagai PPh dibayar dimuka dan dapat menjadi kredit pajak di akhir tahun dengan
catatan perusahaan telah menerima/memiliki Bupot PPh sebagai dokumentasi
pemotongan pajak dari pihak lain.
Selain itu, perusahaan juga memiliki kewajiban untuk membayar angsuran PPh 25
setiap bulan yang juga akan dicatat sebagai PPh dibayar dimuka. Pembayaran
angsuran ini didokumentasikan dalam surat setoran pajak. Diakhir tahun,
angsuran PPh 25 yang telah dibayar perusahaan akan menjadi pengurang pajak
terutang saat penghitungan PPh badan.
Pada akhir tahun, perusahaan melakukan dan mendokumentasikan perhitungan
PPh badan terutang dalam surat pemberitahuan (SPT) PPh Badan. Nilai PPh
badan yangterutang dalam SPT akan dicatat sebagai beban pajak penghasilan kini.
Jumlah PPh badan yang terutang kemudian dikurangi dengan total kredit pajak
untuk menghitung nilai pajak yang masih harus dibayar sendiri.
Bilamenggunakan standar akuntansi keuangan untuk entitas tanpa akuntabilitas
publik (SAK ETAP), proses pencatatan akuntansi terkait pajak penghasilan cukup
sampai saat penghitungan PPH Badan akhir tahun, tanpa perlu mencatat
pengakuan pajak tangguhan. Namun, bila mengikuti ketentuan dalam PSAK 46,
maka perusahaan perlu membuat satu jurnal tambahan untuk mencatat pengakuan
pajak tangguhan.
Dalam mencatat pengakuan pajak tangguhan, perusahaan tidak dapat langsung
menghitung beban/mabfaat pajak tangguhan karena nilai beban/ manfaat pajak
tangguhan baru dapat diketahui setelah perusahaan menghitung nilai aset dan
liabilitas pajak tangguhan. Bila nilai liabilitas pajak tangguhan lebih besar dari
aset pajak tangguhan, maka perusahaan akan mengakui dan mencatat selisihnya
sebagai beban pajak penghasilan tangguhan.
Sebaliknya, bilai nilai libailitas pajak tangguhan lebih kecil dari aset pajak
tangguhan, maka perusahaan akan mengakui dan mencatat selisihnya sebagai
manfaat pajak penghasilan tangguhan.
Dalam mencatat pengakuan pajak tangguhan juga perlu diperhatikan bahwa
meskipun aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan dapat disajikan
secara saling hapus dalam laporan keuangan tersendiri, nbamun pengakuan aset
pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan dalam jurnal tetap harus dipisah.
Hal ini disebabkan oleh karena perusahaan harus dapat mengidentifikasi secara
spesifik jumlah aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan yang akan
dipulihkan dan diselesaikan di masa depan.
D. Perbedaan Pengitungan Pajak Secara Komersial dan Fiskal
Penghitungan pajak penghasilan secara komersial didasarkan pada PSAK,
sedangkan penghitungan pajak penghasilan secara fiscal didasarkan pada Undang-
Undang (UU) Pajak penghasilan (UU No 36/2008)

Pajak penghasilan secara akuntansi dihitung dari laba komersial sebelum pajak,
sementara pajak penghasilan fiscal dihitung dari laba fiskal. Selanjutnya, seluruh
perbedaan yang dirangkum dalam koreksi fiskal dimaksud dapat dipisahkan
menjadi perbedaan permanen dan temporer. Perbedaan permanen tidak
menimbulkan konsekuensi tambahan dalam pencatatan akuntansi. Sedangka
perbedaan temporer dapat menimbulkan konsekuensi pencatatan akuntansiu
lanjutan berupa pengakuan aset dana tau liabilitas pajak tangguhan serta beban
atau manfaat pajak penghasilan tangguhan.
Bila merujuk pada UU Pajak Penghasilan yang berlaku di Indonesia, pada
dasarnya terdapat empat sumber perbedaan yang membuat diperlukannya
penyesuain atau koreksi fiskal. Keempat sumber tersebut adalah :
 Penghasilan objek PPh final
 Penghasilan yang bukan objek pajak
 Biaya yang tidak boleh dikurangkan dan
 Penyesuaian atas perbedaan cara pengukuran secara komersial dengan
fiskal.

Dari keempat sumber perbedaan yang membuat diperlukannya koreksi fiskal,


tiga sumber yaitu penghasilan objek PPh final, penghasilan yang bukan objek
pajak, dan biaya yang tidak boleh dikurangkan, merupakan sumber perbedaan
permanen karena hanya diakui sebagai pendapatan atau beban secara
komersial namun tidak diperhitungkan sebagai penghasilan atau biaya secara
fiskal dalam penghitungan pajak penghasilan pada akhir tahun. Hanya
penyesuaian atas perbedaan cara pengukuran secara komersial dengan fiskal
yang merupakan sumber perbedaan temporer.

Dengan kata lain, pencatatan akuntansi untuk pajak tangguhan yang berasal
dari beda temporer hanya akan timbul bila akuntansi maupun fiskal sama-
sama mengakui suatu pendapatan dan beban, namun dengan cara yang
berbeda. Sedangkan bila suatu pendapatan dan beban hanya diakui secara
akukntansi namun tidak secara pajak, atau sebaliknya, maka perbedaan
tersebut merupakan beda permanen yang tidak menimbulkan pencatatan
akuntansi tambahan.

2. Dasar Pengenaan Pajak


Dasar pengenaan pajak secara fiskal adalah total jumlah yang akan dikalikan dengan
tariff pajak terkait untuk memperoleh nilai pajak terutang. Sedangkan DPP secara
akuntansi komersial adalah jumlah nilai buku fiskal dari suatu aset atau liabilitas yang
dpat berbeda dengan jumlah tercatat atau nilai buku komersial dari aset atau liabilitas
tersebut. Dalam penghitungan pajak tangguhan, PSAK 46 membandingkan nilai DPP
dengan jumlah tercatat untuk menghitung nilai beda temporer yang mengakibatkan
timbulnya pajak tangguhan.
A. Aset dan Liabilitas Pajak Tangguhan
Aset pajak tangguhan timbul dari perbedaan temporer dapat dikurangkan.
Sementara liabilitas pajak tangguhan timbul dari perbedaan temporer kena pajak.
Konsep pajak tangguhan yang timbul dari perbedaan temporer diatas dikecualikan
untuk perbedaan temporer yang berasal dari pengakuan awal aset atau liabilitas
dari suatu transaksi yang bukan transaksi kombinasi bisnis dan pada saat transaksi
tidak memengaruhi laba atau rugi baik secara komersial maupun fiskal.
Meskipun pajak tangguhan pada saat awal pengakuan aset dapat muncul ketika
aset diperoleh dari transaksi kombinasi bisnis, namun konsep ini perlu
disesuaikan untuk pengakukan awal goodwill. PSAK 46 mengatur bila pengakuan
awal goodwill menimbulkan perbedaan temporer, maka pengakuan pajak
tangguhan hanya dilakukan untuk aset pajak tangguhan atau bila pengakuan awal
goodwill menimbulkan perbedaan temporer data dikurangkan. Sementara bila
pengakuan awal goodwill menimbulkan perbedaan temporer kena pajak, maka
tidak dilakukan pengakuan untuk liabilitas pajak tangguhan yang muncul.
Peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia saat ini tidak mengakui goodwill
karena penghitungan PPh badan dilakukan berdasarkan laporan keuangan
tersendiri dari masing-masing WP Badan, sementara goodwill muncul dalam
laporan keuangan konsolidasian dari transaksi kombinasi bisnis. Dengan
demikian, bila menggunakan peraturan perpajakan di Indonesia, perbedaan antara
akuntansi komersial dengan fiskal dari goodwill merupakan perbedaan permanen
yang tidak memiliki konsekuensi pajak tangguhan.
B. Penghitungan Aset dan Liabilitas Pajak Tangguhan
1. Pendekatan Penentuan Aset dan Libilitas Pajak Tangguhan
PSAK 46 membandingkan nilai DPP dengan jumlah tercatat untuk
menghitung nilai beda temporer yang mengakibatkan timbulnya pajak
tangguhan. Penentuan pajak tangguhan dengan menggunakan pendekatan
perbandingan antara nilai DPP dan jumlah tercatat diformulasikan pada tabel
berikut :
Bila nilai DPP aset lebih bedar daripada jumlah tercatat aset maka akan timbul
beda temporer dapat dikurangkan, sebaliknya bilai nilai DPP aset lebih kecil
daripada jumlah tercatat aset maka akan timbul beda temporer kena pajak.
Sedangkan bila nilai DPP liabilitas lebih besar daripada jumlah tercatat
liabilitas makan akan timbuk beda temporer kena pajak, sebalijknya bila nilai
DPP liabilitas lebih kecil daripada jumlah tercatat liabilitas maka akan timbul
beda temporer dapat dikurangkan.
Beda temporer dapat dikurangkan yang timbul, setelah dikalikan dengan tariff
pajak yang relevan akan menghasilkan nilai aset pajak tangguhan. Sedangka
beda temporer kena pajak yang timbul, setelah dikalikan dengan gtarif pajak
yang relevan akan menghasilkan nilai liabilitas pajak tangguhan.
Selain menggunakan pendekatan perbandingan DPP dengan jumlah tercatat
diatas, penentuan pajak tangguhan juga dapat dilakukan memnggunkana
pendekatan koreksu fiskal. Proses tersebut menggunakan mekanisme koreksi
positif dan koreksi negatif yang dikenbal sebagai proses rekonsiliasi fiskal.
proses rekonsiliasi fiskal merangkum seluruh perbedaan dalam penentuan laba
komersial dengan laba fiskal,baik perbedaan temporer maupun permanen.
Perbedaan temporer dapat diidentifikasi dengan princip bahwa perbedaan
temporer pada suatu pos berasal hanya dari perbedaan cara
pengakuan/pengukuran antara akuntasi komersial dengan fiskal, sementara
pos itu sendiri tetap diakui baik secara akuntansi komersial maupun fiskal.
Pada pendekatan koreksi fiskal untuk menentukan pajak tangguhan, untuk
setiap perbedaan temporer yang diidentifikasi dari proses rekonsiliasi fiskal,
koreksi positif akan menyebabkan timbulnya aset pajak tangguhan sedangkan
koreksi negatif akan menyebabkan timbulnya liabilitas pajak tangguhan.
2. Ilustrasi Penghitungan Aset Pajak Tangguhan
Sesuai dengan standar akuntansi, perusahaan menghitung beban piutang
taktertagih secara komersial menggunakan metode penyisihan, namun beban
piutang taktertagih secara fiskal dihitung menggunakan metode direct write-
off.,

Perusahaan menghitung beban dan penyisihan piutang tak tertagih


menggunakan persentase penjualan. Dengan demikian, nilai penyisihan
piutang tak tertagih setiap tahunnya akan diakumulasi menjadi jumlah tercatat
penyisihan piutang taktertagih.
3. Ilustrasi Penghitungan Liabilitas Pajak Tangguhan
pada awal tahun 20X1, perusahaan membeli peralatan dengan biaya
perolehansenilai Rp 1.000. Peralatan tersebut memiliki masa manfaat
komersial selama 5 tahun, namun secara pajak dikategorikan dalam kelompok
dengan masa manfaat fiskal selama 4 tahun

C. Aset Pajak Tangguhan Dari Kompensasi Kerugian


Selain dari perbedaan temporer dapat dikurangkan, aset pajak tangguhan juga
dapat berasal dari kompensasi kerugian (akumulasi rugi pajak belum
dikompensasi). Peraturan pajak di Indonesia membolehkan perusahaan sebagai
wajib pajak badanyang mengalami rugi fiskal pada tahun berjalan untuk
melakukan kompensasi atas kerugian tersebut terhadap laba komersial hingga 5
tahun ke depan atau hingga maksimal 10 tahun ke depan bila memenuhi kritria
pajak tertentu. Dengan demikian, sampai dengan nilai kerugian pada tahun
berjalan habis dikompensasikan dalam jangka waktu tertentu di masa depan,
maka perusahaan tidak perlu membayar PPh badan.
PSAK 46 mengatur bahwa pada setiap akhir periode pelaporan, entitas menilai
kembali aset pajak tangguhan yang berasal dari kompensasi kerugian. Perusahaan
mengakui aset pajak tangguhan tidak diakui sebelumnya apabila kemungkinan
besar laba kena [ajak masa depan akan tersedia untuk dipulihkan.
D. Pajak Tangguhan Untuk Aset Yang Dinilai Pada Nilai Wajar
Penilaian aset pada nilai wajar, khususnya aset non keuangan, dilakukan melalui
proses revaluasi. Pengakuan pajak tangguhan dari revaluasi untuk menilai aset
pada nilai wajar bergantung pada apakah DPP aset disesuaikan sehingga
memengaruhi laba kena pajak (rugi pajak) atau tidak.
Bila revaluasi aset dilakukan tanpa menyesuaikan DPP sehingga tidak
memengaruhi laba kena pajak, maka akan terdapat perbedaan temporer yang
dapat menimbulkan liabilitas atau aset pajak tangguhan. Sedangkan bila revaluasi
aset dilakukan dengan menyesuaikan DPP sehingga memengaruhi laba kena
pajak, maka tidak ada perbedaan temporer dan pajak tangguhan yang akan diakui.
Gambaran revaluasi aset yang akan atau tidak akan menyebabkan pengakuan
pajak tangguhan dapat dilihat pada kondisi ketika terjadi kombinasi bisnis atau
ketika perusahaan memilih untuk menggunakan model revaluasi dalam pencatatan
aset tetapnya, termasuk property investasi.
Akuntansi untuk kombinasi bisnis dilakukan menggunakan acquisition method
yang mengharuskan, dengan pengecualian terbatas, aset dan liabilitas
teridentifikasi yang diperoleh dan diambil alih dalam kombinasi bisnis diakui
dengan nilai wajar pada tanggal akuisisi. Bila dalam kondisi ini misalnya, jumlah
tercatat aset disesuaikan ke nilai wajarny tetapi DPP aset tersebut tetap sebesar
harga perolehannya, maka akan timbul perbedaan tenporer yang mengakibatkan
juga munculnya aset atau liabilitas pajak tangguhan.
E. Perubahan Dalam Status Pajak Entitas Atau Para Pemegang Sahamnya
Perubahan dalam status pajak entitas atau para pemegang sahamnya dapat
mengakibatkan baik peningkatan maupun penurunan aset atau liabiloitas pajak
tangguhan. Hal ini mungkin terjadi pada saat pendaftaran instrument ekuitas
entitas di bursa, restrukturisasi ekuitas entitas, atau bila pemegang saham
pengendali pindah ke negara asing.
ISAK 29 mengatur bagaimana entitas mencatat konsekuensi pajak atas perubahan
dalam status pajaknya atau status pajak para pemegang sahamnya. Setelah
dihitung peningkatan atau penurunan pajak kini dan pajak tangguhannya,
konsekuensi perubahan status pajak entitas atau para pemgang sahamnya
dikreditkan langsung atau dibebankan sesuai dengan posnya, dimana konsekuensi
pajak yang tgerkait dengan laporan laba rugi dikreditkan langsung dalam laporan
laba rugi, konseuensi pajak yang terkait dengan ekuitas dikreditkan langsung ke
ekuitas, dan konsekuensi pajak yang terkait dengan penghasilan komprehensif
lain juga dikreditkan langsung ke penghasilan komprehensif lainnya.
Dengan kata lain, jumlah konsekuensi perubahan status pajak entitas atau para
pemegang sahamnya tidak boleh digabungkan pencatatnnya dalam satu line atau
bagian. Jumlah konsekuensi perubahan status pajak entitas atau para pemegang
sahamnya harus dicatat terpisah sesuai dengan bagiannya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA

IAI. (2021). Pelaporan Korporat (Cetakan I). Ikatan Akuntansi Indonesia.


https://web.iaiglobal.or.id/assets/materi/Sertifikasi/CA/modul/pk_19/

Anda mungkin juga menyukai