Asal Usul Dan Hak Pemeliharaan Anak
Asal Usul Dan Hak Pemeliharaan Anak
Dosen Pengampu:
FAKULTAS SYARIAH
BATUSANGKAR
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa tercurah atas kehadirat Allah SWT. Yang
telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kita, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini sebagai tugas mata kuliah Hukum Perdata Islam di
Indonesia. Sholawat beriringan salam kita limpahkan kepada Baginda Rasul Nabi
Muhammad SAW. Yang telah meninggalkan dua buah pusaka yakni Al-Quran dan
Sunnah sebagai pegangan hidup bagi umat seluruh alam.
Terima kasih kepada dosen pengampu dan rekan-rekan serta semua pihak yang
terlibat dalam pembuatan makalah ini sehingga kami bisa menyelesaikan tepat pada
waktunya. Dalam pembuatan makalah ini kami sudah berusaha sebaik mungkin namun,
kami menyadari masih ada kekurangan-kekurangan yang masih harus diperbaiki.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan. .......................................................................................................... 8
B. Saran...................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas kami menemukan dua rumusan masalah
diantaranya :
1. Bagaiman penjelasan asal usul anak dan pemeliharaan anak?
2. Jelaskan putusan pengadilan tentang pengesahan anak di pengadilan?
C. Tujuan Penulisan
Kami sebagai pemekalah menemukan 2 tujuan penulisan makalah ini yaitu
diantaranya :
1. Untuk mengetahui penjelasan tentang asal usul anak dan pemeliharaan anak.
2. Untuk mengetahui penjelasan putusan pengadilan tentang pengesahan anak di
pengadilan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Anak yang sah adalah “Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang
sah”.
Pasal 100:
2
Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan
ibunya dan keluarga ibunya.
Dalam kompilasi Hukum Islam, anak sah yang dimaksud dalam pasal 99 (a)
adalah.Anak sah dari kedua orang tuanya, seperti yang dijelaskan dalam pasal 53
dalam BABVIII tentang Kawin Hamil, selengkapnya akan dikutip dibawah ini:
Pasal 53:
1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang yang
menghamilinya.
2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat
dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
3. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan
perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Jadi, anak sah dan pernikahan yang sah, yang dimaksud dalam KHI pasal
99 (a)apabila dikaitkan dengan pasal 53 adalah anak sah dari pernikahan kedua
oramgtuanya dan apabila pernikahanya pada saat hamil, maka anak tersebut anak
sah daripria yang menghamilinya.
Pasal 101:
Pasal 102
KHI juga tidak merinci batas minimal dan maksimal usia bayi dalam kandungan
sebagai dasar suami untuk menyangkal sahnya anak yang di lahirkan istrinya.
3
kandungan. Akan tetapi menjelaskan batas waktu untuk mengajukan persoalannya
ke Pengadilan Agama.
Undang- undang Nomor 1 tahun 1974 mengatur tentang asal usul anak
dalam Pasal 42, 43 dan 44. selengkapnya akan dikutip di bawah ini:
Pasal 42:
“Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah.”
Pasal 43:
Pasal 44:
a. “Seorang suami dapat menyangkal sah anak yang dilahirkan oleh istrinya
bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu
akibat dari perzinahan tersebut.”.
b. “Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas
permintaan yang bersangkutan.”
2. Pemeliharaan Anak
Berdasarkan Pasal 1 huruf g KHI, pemeliharaan anak yang biasanya disebut
hadanah merupakan kegiatan mengasuh, memelihara, dan mendidik anak hingga
dewasa atau mampu berdiri sendiri.1 Menurut Pasal 98 ayat 1 KHI, batas usia anak
1
Tim Redaksi Nuansa Aulia,Kompilasi Hukum Islam (Bandung : Nuansa Aulia, 2008) hal. 2
4
yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun2. Menurut bahasa hadanah
berasal dari kata hind yang artinya anggota badan yang terletak dibawah ketiak
hingga bagian badan sekitar pinggul antara pusar hingga pinggang. Ketika burung
itu mengerami telurnya dikatakan hadanah tair baydahu karena dia mengempit
telurnya itu ke dalam dirinya di bawah himpitan sayapnya. Sebutan hadanah
diberikan kepada seorang ibu ketika mendekap atau mengemban anaknya dibawah
ketiak, dada serta pinggulnya. Hal ini menunjukkan anak tersebut berada
dibawah pengasuhan ibu3.
Menurut istilah fiqh, hadanah dan kafalah memiliki maksud yang sama
yaitu dalam arti sederhana adalah pemeliharaan atau pengasuhan. Dalam arti yang
lebih lengkap, hadanah dan kafalah adalah pemeliharaan anak yang masih kecil
setelah terjadinya putus perkawinan4. Menurut para ulama fiqh, pemeliharaan anak
adalah melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun
perempuan atau yang sudah besar tetapi belum mumayyiz, menyediakan sesuatu
yang menjadikan kebaikannya, menjaganya dari sesuatu yang menyakitinya dan
merusaknya, mendidik jasmani, rohani, dan akalnya agar mampu berdiri sendiri
menghadapi hidup dan memikul tanggung jawabnya5.
Pada prinsipnya pengaturan tentang hak pemeliharaan anak baik yang
terdapat dalam literatur fiqh klasik maupun dalam undang-undang perkawinan serta
kompilasi hukum islam cenderung sama untuk berpendapat bahwa hak asuh anak
adalah milik anak atau demi menjaga kepentingan anak. Perbedaannya hanya
terletak pada pengaturan penentuan batas usia mumayiz. Dalam literatur fiqh klasik
seorang anak dikatakan mumayiz apabila sudah menginjak umur 7 tahun untuk laki-
laki dan 9 tahun untuk anak perempuan. Sedangkan kompilasi hukum islam anak
yang mumayiz apabila sudah menginjak usia 12 tahun6.
2
Ibid. Hal.3
3
Dodi Supriyadi, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam (Bandung : Pustaka Al-Fikris, 2009)
hal. 117
4
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang
Perkawinan (Jakarta : Kencana, 2006) hal.327
5
Slamet Abidin, Fikih Munakahat 2 (Bandung : Pustaka Setia, 1991) hal. 171
6
Rohidin, Pemeliharaan Anak Dalam Perspektif Fiqh dan Hukum Positif, jurnal hukum. Vol.12 tahun
2008
5
B. Putusan Pengadilan Tentang Pengesahan Anak di Pengadilan (Tesis Pengadilan
Palu)
Pengesahan anak merupakan salah satu upaya untuk melindungi hak-hak anak,
terutama hak untuk memiliki identitas. Dalam hal ini, pengadilan memiliki peran
penting dalam memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi anak. Pada
penelitian ini, mengkaji putusan-putusan pengadilan tentang pengesahan anak di
Pengadilan Negeri Palu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam putusan-putusan
pengadilan tentang pengesahan anak di Pengadilan Negeri Palu, hakim selalu
berpedoman pada ketentuan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Menurut pasal tersebut, anak yang lahir di luar perkawinan dapat
disahkan oleh orang tua yang bersangkutan atau oleh pengadilan.
6
Dalam putusan ini, hakim mengabulkan permohonan pengesahan anak yang
diajukan oleh seorang ibu. Hakim berpendapat bahwa permohonan tersebut telah
memenuhi syarat formil dan materiil. Hakim juga berpendapat bahwa kepentingan
terbaik bagi anak adalah untuk disahkan oleh orang tuanya.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penetapan asal-usul anak dalam perspektif hukum Islam memiliki arti yang
sangat penting, karena dengan penetapan itulah dapat di ketahui hubungan nasab antara
anak dengan ayahnya. Walaupun pada hakikatnya setiap anak yang lahir berasal dari
sperma seorang laki-laki dan sejatinya harus menjadi ayahnya, namun hukum Islam
memberikan ketentuan lain untuk permasalahan ini.Seorang anak dapat dikatakan sah
memiliki hubungan nasab dengan ayahnya jika terlahir dari perkawinan yang sah.
Sebaliknya anak yang lahir di luar perkawinan yang sah, tidak dapat disebut dengan
anak sah, dan biasanya disebut dengan anak zina atau anak di luar perkawinan yang sah
dan ia hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya. Dengan demikian
membicarakan asal-usul anak sebenarnya membicarakananak yang sah. Dalam Pasal
250 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dijelaskan bahwa anak sah adalah anak yang
dilahirkan dan dibuat selama perkawinan. Jadi, selama dilahirkan dalam suatu ikatan
perkawinan yang sah mempunyai status sebagai anak kandung dengan hak-hak
keperdataan melekat padanya serta berhak untuk memakai nama belakang untuk
menunjukkan keturunan dan asal usulnya.Adapun fiqih Islam menganut pemahaman
yang cukup tegas berkenaan dengananak sah. Walaupun tidak ditemukan definisi yang
jelas dan tegas berkenaan dengananak yang sah, namun berangkat dari definisi ayat-
ayat Al-Qur‟an dan Hadis, dapat diberikan batasan. Anak sah adalah anak yang lahir
oleh sebab dan di dalam perkawinan yang sah.
Pengesahan anak merupakan salah satu upaya untuk melindungi hak-hak anak,
terutama hak untuk memiliki identitas. Dalam hal ini, pengadilan memiliki peran
penting dalam memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi anak. Pada
penelitian ini, mengkaji putusan-putusan pengadilan tentang pengesahan anak di
Pengadilan Negeri Palu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam putusan-putusan
pengadilan tentang pengesahan anak di Pengadilan Negeri Palu, hakim selalu
berpedoman pada ketentuan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Menurut pasal tersebut, anak yang lahir di luar perkawinan dapat
disahkan oleh orang tua yang bersangkutan atau oleh pengadilan.
8
B. Saran
Setelah melalui studi Pustaka, maka selesailah makalah yang telah
pemakalahbuat. Disini pemakalah mengharapkan bagi para pembaca untuk dapat
memberikan respon yang sangat besar kepada makalah kami, apabila terdapat
kesalahan. Agar kami bisa mengerjakan yang lebih baik dari makalah ini. Banyak
kekurangan dalam penulisan atau isi makalah yang kami buat. Sehingga kami perlu
banyak bimbingan dari para pembaca untuk mengetahui lebih mendalam lagi dan akan
dilanjutkan oleh pemakalah selanjutnya.
9
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syarifuddin, 2006, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan. Jakarta Kencana
Dodi Supriyadi, 2009, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam, Bandung Pustaka
Al-Fikris
Ibid
Rohidin, 2008, Pemeliharaan Anak Dalam Perspektif Fiqh dan Hukum Positif, jurnal hukum,
Vol.12
Slamet Abidin, 1991, Fikih Munakahat 2, Bandung Pustaka Setia
Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2008, Kompilasi Hukum Islam, Bandung