Anda di halaman 1dari 23

Nightmare

Gangguan Mimpi Buruk


MMPD : dr. Radiatul Indatil
Dosen Pengampu : DR.dr.Sonny T. Lisal, Sp.KJ

PRODI SP-1 KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
Definisi
Gangguan mimpi buruk didefinisikan sebagai kejadian berulang dari mimpi
buruk yang menyebabkan tekanan atau gangguan signifikan secara klinis
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya, yang tidak
disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya penyalahgunaan obat-
obatan) dan tidak cukup dapat dijelaskan disebabkan oleh gangguan
mental dan medis yang ada bersamaan*

Revisi kelima dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders [DSM-5], American Psychiatric Association [APA], 2013
Revisi International Classification of Sleep Disorders [ICSD‐3], American Academy of Sleep Medicine [AASM]
Definisi Mimpi Buruk
oleh ICSD‐3 (AASM, 2014) dan DSM‐5 (APA, 2013)

• Mimpi “yang berkepanjangan dan sangat disforik” yang “biasanya melibatkan upaya untuk
menghindari ancaman terhadap kelangsungan hidup, keamanan, atau integritas fisik”.
• Mimpi buruk biasanya terjadi selama tidur REM (Nielsen, 2000; APA 2013)
• Menunjukkan gejala fisik seperti berkeringat dan sesak napas serta peningkatan indeks
gerakan kaki periodik selama Tidur REM (Germain & Nielsen, 2003).
• Emosi yang paling umum adalah ketakutan, meskipun kemarahan, rasa malu dan
kesedihan juga dapat muncul (Köthe & Pietrowsky, 2001; Robert & Zadra, 2014, Phelps et
al., 2018).
• Gejala fisiologis dan emosi ini dapat terjadi selama episode mimpi, saat terbangun dari
mimpi yang mengganggu, atau saat mengingat pengalaman mimpi di kemudian hari.

Gieselmann, Annika, Malik Ait Aoudia, Michelle Carr, Anne Germain, Robert Gorzka, Brigitte Holzinger, Birgit Kleim,
et al. 2019. “Aetiology and Treatment of Nightmare Disorder: State of the Art and Future Perspectives.” Journal
of Sleep Research 28 (4): 1–17. https://doi.org/10.1111/jsr.12820.
Perbedaan Mimpi Buruk Pasca Trauma
Dan Mimpi Buruk Idiopatik.

• Mimpi buruk pasca trauma merupakan replikasi langsung dari peristiwa


traumatis atau mengandung emosi terkait trauma atau konten yang secara
simbolis terkait dengan trauma tersebut.
Manifestasinya adalah penurunan gairah yang lebih berat, terbangun di
malam hari, agresi yang lebih kuat, dan ketidakberdayaan yang lebih tinggi
dibandingkan mimpi buruk idiopatik (Wittmann & De Dassel, 2015).

• Mimpi buruk idiopatik menggambarkan cerita yang lebih imajinatif dan tidak
mencerminkan peristiwa traumatis.

Gieselmann, Annika, Malik Ait Aoudia, Michelle Carr, Anne Germain, Robert Gorzka, Brigitte Holzinger, Birgit Kleim,
et al. 2019. “Aetiology and Treatment of Nightmare Disorder: State of the Art and Future Perspectives.” Journal
of Sleep Research 28 (4): 1–17. https://doi.org/10.1111/jsr.12820.
Definisi Mimpi Buruk DSM‐5 (APA, 2013)
• Terbangun pada malam hari bukanlah kriteria diagnostik yang diperlukan untuk
gangguan mimpi buruk dan tidak ada kriteria frekuensi terjadinya mimpi buruk

DSM-5 menunjukkan
1. Gangguan mimpi buruk ringan rata-rata kurang dari satu episode per minggu,
2. Gangguan sedang sebagai satu atau lebih episode per minggu, tetapi kurang
dari setiap malam, dan gangguan parah sebagai episode malam hari.
3. Episode akut berdurasi 1 bulan atau kurang, episode subakut berdurasi minimal
1 bulan tetapi kurang dari 6 bulan, dan mimpi buruk kronis yang berlangsung
selama 6 bulan atau lebih (APA, 2013).

Gieselmann, Annika, Malik Ait Aoudia, Michelle Carr, Anne Germain, Robert Gorzka, Brigitte Holzinger, Birgit Kleim,
et al. 2019. “Aetiology and Treatment of Nightmare Disorder: State of the Art and Future Perspectives.” Journal
of Sleep Research 28 (4): 1–17. https://doi.org/10.1111/jsr.12820.
Epidemiologi
Secara keseluruhan, 3,5%–8,3% dari populasi orang dewasa secara
umum*, 6,7%–11,3% anak-anak** dan 15,6% – 66,7% pasien
psikiatri dewasa (gangguan kecemasan dan PTSD, melaporkan
mimpi buruk yang berulang. Dari semua temuan epidemiologi, mimpi
buruk lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria***

* Li, Zhang, Li, & Wing, 2010; Munezawa et al., 2011; Sandman et al., 2013; Schredl, 2010
** Wiechers et al., 2011
*** Li et al., 2010; Munezawa et al., 2011; Sandman et al., 2013; Schredl, 2010; Swart et al., 2013; Wiechers et al. ., 2011
Dampak Gangguan Mimpi Buruk
• Kelelahan saat bangun tidur,
• Kantuk di siang hari,
• Kekurangan energi,
• Mudah marah,
• Kesulitan berkonsentrasi,
• Kekhawatiran tentang cukup tidur (lancee & schrijnemaekers, 2013),
• Peningkatan tekanan mental, kecemasan, depresi (blagrove, farmer, & williams, 2004 ;
levin & fireman, 2002),
• Kinerja akademik yang buruk (wiechers et al., 2011) dan
• Fungsi kepribadian maladaptif (köthe & pietrowsky, 2001; van schagen, lancee, swart,
spoormaker, & van den bout, 2017).
• Risiko percobaan bunuh diri (Sjöström, Hetta, & Waerna, 2009),

Gieselmann, Annika, Malik Ait Aoudia, Michelle Carr, Anne Germain, Robert Gorzka, Brigitte Holzinger, Birgit Kleim, et al. 2019.
“Aetiology and Treatment of Nightmare Disorder: State of the Art and Future Perspectives.” Journal of Sleep Research 28 (4):
1–17. https://doi.org/10.1111/jsr.12820.
Assessment Of Nightmares And
Nightmare Disorder
Instrumen penilaian :
- frekuensi mimpi buruk Nightmare Frequency Questionnaire (NFQ, krakow, schrader et al.,
2002), Mannheim Dream Questionnaire (madre, schredl, berres, klingauf, schellhaas, &
göritz, 2010).
- Psikometrik seperti Nightmare Distress Questionnaire (NDQ, belicki, 1992) menilai
kekhawatiran umum tentang mimpi buruk, termasuk dampaknya terhadap kualitas tidur atau
keyakinan dan persepsi di siang hari (böckermann, gieselmann, & pietrowsky, 2014).
Subskala sleep-50 menilai tekanan mimpi buruk dengan mengacu pada kriteria DSM-IV
(lancee, spoormaker, & van den bout, 2010a).

Gieselmann, Annika, Malik Ait Aoudia, Michelle Carr, Anne Germain, Robert Gorzka, Brigitte Holzinger, Birgit Kleim,
et al. 2019. “Aetiology and Treatment of Nightmare Disorder: State of the Art and Future Perspectives.” Journal
of Sleep Research 28 (4): 1–17. https://doi.org/10.1111/jsr.12820.
Hipotesa Tentang Nightmare
Teori neurokognitif Solms (2000) : Mimpi tidak terutama dihasilkan oleh batang otak
yang mengontrol tidur REM, melainkan oleh mekanisme otak depan yang kompleks
dan independen dari kondisi tidur REM. Atas dasar temuan neuropsikologis dari studi
klinis-anatomi bahwa “sistem dopamin mesokortikal-mesolimbik memainkan peran
kausal dalam pembangkitan mimpi” (Solms, 2000, hal. 847). Lesi pada jalur ini
menghambat mimpi tetapi tidak mempengaruhi frekuensi, durasi dan kepadatan REM
(Solms, 2000).

Solms (1995, p. 61) memahami temuannya sebagai “konfirmasi teori klasik tentang
mimpi yang diperkenalkan oleh Freud hampir seratus tahun yang lalu, yang
menurutnya, mimpi memberikan fungsi perlindungan tidur, pengetahuan tentang pikiran
bawah sadar (Freud, 1900/2005).

Gieselmann, Annika, Malik Ait Aoudia, Michelle Carr, Anne Germain, Robert Gorzka, Brigitte Holzinger, Birgit Kleim, et al. 2019.
“Aetiology and Treatment of Nightmare Disorder: State of the Art and Future Perspectives.” Journal of Sleep Research 28 (4):
1–17. https://doi.org/10.1111/jsr.12820.
Faktor yang Mempengaruhi Hiperarausal

Peningkatan hyperarousal yang terakumulasi pada siang hari dan


bertahan pada malam hari. Peningkatan hiperarousal dibahas sebagai
faktor patofisiologi utama pada PTSD dan gangguan insomnia.

(a) Pengalaman traumatis dan kesulitan masa kanak-kanak,


(b) Kerentanan sifat,
(c) Faktor kognitif maladaptif dan
(d) Faktor fisiologis

Gieselmann, Annika, Malik Ait Aoudia, Michelle Carr, Anne Germain, Robert Gorzka, Brigitte Holzinger, Birgit Kleim,
et al. 2019. “Aetiology and Treatment of Nightmare Disorder: State of the Art and Future Perspectives.” Journal
of Sleep Research 28 (4): 1–17. https://doi.org/10.1111/jsr.12820.
1) Pengalaman Traumatis Dan Distress Masa Kanak-kanak

Menurut model AND, terhalangnya rasa takut adalah konsekuensi dari pengalaman
traumatis, masa kanak-kanak sehingga menyebabkan perubahan sirkuit mPFC-
amigdala (meningkatnya persepsi ancaman dan mungkin,mimpi disforik sehingga
mengganggu perkembangan normal regulasi emosi, termasuk ekspresi emosi, dan
dengan demikian memperkuat perkembangan memori rasa takut.

Penderita mimpi buruk memiliki ingatan kuat tentang riwayat penganiayaan masa
kanak-kanak yang parah dikaitkan dengan lebih seringnya gangguan mimpi, tekanan
mimpi buruk yang lebih tinggi, dan peningkatan.

Gieselmann, Annika, Malik Ait Aoudia, Michelle Carr, Anne Germain, Robert Gorzka, Brigitte Holzinger, Birgit Kleim, et al. 2019.
“Aetiology and Treatment of Nightmare Disorder: State of the Art and Future Perspectives.” Journal of Sleep Research 28 (4):
1–17. https://doi.org/10.1111/jsr.12820.
2) Keyakinan Maladaptif
Penghindaran rangsangan internal dan eksternal yang disengaja dikaitkan dengan
adanya mimpi buruk yang berulang (kramer & kinney, 2003)

Penekanan pikiran yang disengaja memperburuk kualitas tidur dan kesehatan


mental, ketika dilakukan selama jangka waktu 1 minggu (kröner‐borowik et al.,
2013) sehingga berkembang menjadi mimpi buruk.

3) Faktor Kerentanan sifat / kepribadian


Prinsip perkembangan model AND dan SAH, yang menganggap bahwa pengalaman
traumatis dan kesulitan masa kanak-kanak meningkatkan sensitivitas rangsangan
emosional yang negatif dan positif sehingga pengarui tekanan dan perkembangan
gangguan mimpi buruk

Gieselmann, Annika, Malik Ait Aoudia, Michelle Carr, Anne Germain, Robert Gorzka, Brigitte Holzinger, Birgit Kleim, et al. 2019.
“Aetiology and Treatment of Nightmare Disorder: State of the Art and Future Perspectives.” Journal of Sleep Research 28 (4):
1–17. https://doi.org/10.1111/jsr.12820.
4) Faktor Fisiologis
Menjelaskan aspek hiperarousal pada gangguan mimpi buruk dan penghambat
hilangnya rasa takut yg menyebabkan beratnya fragmentasi tidur yang dipengaruhi
oleh Obstructive and Central Sleep Apnea (OSA and CSA), misalnya sindrom
resistensi saluran napas atas (UARS) atau sindrom hipoventilasi kompleks terkait
tidur.

Beberapa penelitian menghubungkan gangguan pernapasan saat tidur dan mimpi


buruk dengan terapi tekanan saluran napas positif (PAP)1 dan Moodstabilizer2
(memperbaiki gejala OSA/CSA/UARS dan PTSD, termasuk mimpi buruk.

Temuan ini menunjukkan adanya jalur kemosensorik yang memfasilitasi terjadinya


mimpi buruk

1Bahammam, Al-Shimemeri, Salama, & Sharif, 2013; Krakow et al., 2000


2 Gupta, 2017
Tatalaksana
Pendekatan pengobatan dengan fokus psikodinamik dengan dasar pasien dengan mimpi buruk
pasca trauma sering digambarkan memiliki konten replikasi stereotip (wittmann, schredl, & kramer,
2007) ;

Desensitization And Exposure Therapy


Pendekatan pertama yang digunakan untuk mengobati mimpi buruk secara langsung1. Tekniknya :
pertama, diperkenalkan relaksasi otot. Kemudian dia diminta untuk membayangkan mimpi buruknya,
dilakukan beberapa sesi.

Imagery rehearsal therapy (IRT) direkomendasikan tingkat A untuk gangguan mimpi buruk oleh
Oxford Center for Evidence Based dan AASM.
Pasien diinstruksikan untuk menulis ulang cerita mimpi buruknya saat terjaga. Instruksi awalnya
adalah: “Ubah mimpi buruk sesuai keinginan Anda” (Kellner dkk., 1992)

1 Kellner,
Neidhardt, Krakow, & Pathak, 1992; Miller & Dipalato, 1983)
Gieselmann, Annika, et al. 2019. “Aetiology and Treatment of Nightmare Disorder: State of the Art and Future
Perspectives.” Journal of Sleep Research 28 (4): 1–17. https://doi.org/10.1111/jsr.12820.
Farmakoterapi
Pengobatan farmakologis spesifik untuk mimpi buruk, sebagian besar percobaan menggunakan
prazosin (antagonis adrenoreseptor alfa-1 aktif SSP). AASM merekomendasikan prazosin sebagai
terapi tambahan untuk PTSD, termasuk mimpi buruk. Aurora et al., 2010

Namun, terdapat uji coba multisenter skala besar baru-baru ini yang tidak menghasilkan perbaikan
apa pun (Raskind dkk., 2018)

AASM menurunkan peringkat saran mereka mengenai prazosin dari “direkomendasikan” menjadi
“boleh digunakan” dan menyebutkan obat-obatan lain yang juga “boleh digunakan” (Morgenthaler
dkk., 2018, atas nama AASM).

Gieselmann, Annika, Malik Ait Aoudia, Michelle Carr, Anne Germain, Robert Gorzka, Brigitte Holzinger, Birgit
Kleim, et al. 2019. “Aetiology and Treatment of Nightmare Disorder: State of the Art and Future
Perspectives.” Journal of Sleep Research 28 (4): 1–17. https://doi.org/10.1111/jsr.12820.
Night Terror
Gangguan Teror Malam
MMPD : dr. Radiatul Indatil
Dosen Pengampu : DR.dr.Sonny T. Lisal, Sp.KJ

PRODI SP-1 KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
Teror Malam
Teror malam adalah gangguan tidur umum pada usia prasekolah di mana seorang anak segera terbangun dari
tidurnya dalam keadaan ketakutan. Pada sebagian besar episode ini, anak tersebut tidak akan ingat peristiwa apa
pun yang pernah terjadi.

Teror malam dianggap sebagai parasomnia karena karakteristik perilaku fisik dan verbal yang tidak biasa.
Parasomnia sering kali dapat terjadi pada setiap tahap tidur; Namun, teror malam secara khusus dikaitkan dengan
tahap tidur non-rapid eye motion (REM) di mana orang atau anak berada dalam keadaan transisi antara tidur dan
terjaga.

Ada tiga keadaan utama tidur yang terdiri dari (1) bangun, (2) tidur non-REM, dan (3) tidur REM; dapat dideteksi
dan diukur dengan electroencephalogram (EEG). Keadaan dan tahapan ini dapat saling tumpang tindih, dan pada
masa transisi inilah parasomnia dapat terjadi.

Teror malam dapat menyebabkan penderitaan yang parah, diikuti dengan keadaan panik dan perasaan tidak
berdaya. Sebagian besar episode berlangsung selama 45-90 menit dan paling umum terjadi saat individu melewati
tahap 3 dan 4 tidur gerakan mata non-cepat. Teror malam paling sering terjadi antara usia 4 tahun hingga pubertas.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493222/#__NBK493222_dtls__
Pebedaan Nighmare - Night Terrors

• Teror malam bermanifestasi dengan perasaan bingung, kesadaran yang tidak utuh, dan
kesulitan untuk merasa nyaman,
• Gangguan mimpi buruk ketika terbangun dengan kesadaran sepenuhnya dan segera
mengorientasikan diri, dan mengingat mimpinya dengan jelas.

• Dalam praktiknya, jarang sekali mendiagnosis gangguan mimpi buruk kronis karena
tidak menyadari fakta bahwa mimpi buruk kronis sering kali merupakan gangguan mental
atau gangguan tidur yang independen, atau gangguan yang terjadi bersamaan dengan
kondisi kejiwaan lainnya.*
• Sebaliknya, praktisi sering kali menggolongkan sebagian besar jenis mimpi yang
mengganggu sebagai gejala sekunder dari gangguan mental primer seperti gangguan
kecemasan atau gangguan stres pasca trauma (PTSD) **

* Gieselmann, Böckermann, Sorbi, & Pietrowsky, 2017; Van Schagen, Lancee, De Groot, Spoormaker, & Van Den Bout, 2015
** Belicki, 1992; Blagrove et al., 2004; Gieselmann et al., 2017; Levin & Fireman, 2002; Van Schagen et al., 2015).
Epidemiologi
Teror malam paling sering terlihat antara usia 3 hingga 7 tahun, dan sering kali mereda
pada usia 10 tahun. Tampaknya terdapat prevalensi yang sama antara anak laki-laki
dan perempuan dengan prevalensi sekitar 30% pada anak-anak.

Teror malam dapat terjadi pada orang dewasa namun jarang terjadi. Ini mungkin
merupakan indikasi kelainan neurologis mendasar yang memerlukan pemeriksaan dan
penyelidikan lebih lanjut.

Patofisiologi
Tidak ada alasan yang konsisten untuk menjelaskan teror malam. Tidak ada kelainan
biokimia atau struktural yang ditemukan di otak. Ada dugaan bahwa kadar serotonin
atau prekursornya mungkin terkait. Oleh karena itu, SSRI sering kali diresepkan untuk
teror malam. Ada hubungan yang kuat antara tidur sambil berjalan dan teror malam;
selain itu, ada risiko keluarga yang tinggi.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493222/#__NBK493222_dtls__
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan khusus untuk teror malam selain membuat anak nyaman.

Pemberian obat sangat tidak dianjurkan dan tidak diindikasikan. Penelitian tentang tidur jarang
dilakukan karena prognosis teror malam baik dan dapat sembuh dengan sendirinya;

Namun, ada penelitian berkembang yang melibatkan bangun tidur terjadwal sepanjang malam
dengan a vibration machine untuk membantu meningkatkan kualitas hidup.

Prognosis
Prognosis untuk teror malam baik karena sebagian besar anak dapat mengatasi episode ini pada
usia 10 tahun. Sebaliknya, adanya gangguan pergerakan yang berlebihan dapat menjadi
gangguan yang mengubah kualitas hidup keluarga atau selama masa eksaserbasi. Ada terapi
yang berkembang untuk mendorong kebangkitan terjadwal guna mencegah episode lebih lanjut.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493222/#__NBK493222_dtls__
Terima Kasih
Mohon Bimbingan Dokter

Anda mungkin juga menyukai