Anda di halaman 1dari 228

1

Mysterious
Guy

ELhyona

2
3
Kisah ini hanyalah fanfiction (cerita fiksi penggemar).
Penulis hanya meminjam nama Cho Kyuhyun Super Junior
sebagai nama tokoh tanpa memiliki niatan pelanggaran hak.
Cerita yang tertulis mursi sebuah khayalan / fiktif belaka.

4
PROLOG

Dia tersenyum.
Aku tidak tahu harus menggunakan kalimat apa untuk
mendeskripsikan senyumnya.
Kurasa indah saja tidaklah cukup.
Menawan? Memesona? Cantik?
Oh, aku bahkan merasa mual dengan kata yang kugunakan sendiri.
Kendatipun kepalaku tak mau berhenti berkelana mencari kata
lain yang mampu mewakili betapa luar biasa senyum yang ia
ciptakan.
Dan kuharap... suatu hari nanti... aku bisa memiliki senyum itu.
Hanya untuk diriku.
***
Langkah Hyona yang hendak berjalan menuju dapur restoran
terhenti ketika melihat laki-laki yang berpapasan dengannya.
“Tunggu.”
Lelaki itu ikut berhenti, menatap Hyona dengan alis terangkat.
“Ya?”
“Apa kau karyawan baru?”
Laki-laki itu mengangguk, kemudian mengulurkan tangannya.
“Cho Kyungjoon. Dan kau...”
“Shin Hyona.” Hyona menjabat tangan Kyungjoon.

5
“Senang bertemu denganmu, Hyona.”
Hyona tersenyum tipis. Namun sedetik kemudian alisnya
berkerut. “Wajahmu terlihat familier,” gumamnya. Memerhatikan
pria berrahang tegas dengan poni yang sedikit menutupi
keningnya. Mata hitam tajam itu menatap Hyona cukup dalam.
Sudut matanya berkerut sedikit. “Sepertinya aku pernah
melihatmu,” tambah Hyona lagi.
“Benarkah?” tanya Kyungjoon. Menjaga raut wajahnya agar
tetap santai. Mencoba tenang. Berusaha tidak terpengaruh pada
tatapan Hyona yang cukup memberikan efek aneh pada tubuhnya.
“Apa kau baru saja pindah ke desa Wonsin di Gwanak-gu? Di
apartemen mahasiswa milik Sung Hyebin halmeoni1.”
Kyungjoon mengangguk antusias, menghilangkan segala
kekhawatirannya. “Ya. Aku baru saja pindah ke lantai tiga.
Apartemen nomor 302.”
“Wah! Ternyata aku benar.” Alis Hyona kembali ke posisi
semula, dan kini gadis itu tersenyum lebar hingga menyentuh
matanya. “Aku menempati kamar nomor 301. Senang bertemu
denganmu, tetangga baru.”
Untuk sesaat Kyungjoon terpaku melihat pemandangan di
depannya.
Dia tersenyum. Padaku.
***

1
Nenek.

6
BAB SATU

Nasi siap. Moo saengchae2 siap. Telur, galbi3, dan teh sudah. Apa
lagi yang kurang?
Shin Hyona meletakkan telunjuknya di dagu, berpikir, dan
beberapa saat kemudian, ah, kopi. Dengan cekatan Hyona
mengambil cangkir, membuat kopi dan menyusunnya dengan rapi
di antara makanan-makanan lain di meja makan.
Akhirnya, sarapan siap.
Senyum puas menghiasi wajah cantik gadis itu. Tanpa
menunggu waktu lebih lama lagi, Hyona melangkah riang keluar
rumah, menuju pintu 302 dan mengetuknya. “Cho Kyungjoon!”
Gadis itu menunggu dengan sabar. Hanya menunggu tak lebih dari
dua menit hingga pintu itu terbuka, memunculkan sosok lelaki
berparas tampan dengan balutan celana jeans dan kaos abu-abu
gelap. “Pagi, Kyungjoon-aa.”
“Selamat pagi,” balas Kyungjoon.
“Sarapan sudah siap.” Hyona melapor. “Ayo ke tempatku.”
Cho Kyungjoon mendengus pelan. Meski Hyona bisa melihat
sudut bibir lelaki itu berkedut menahan senyum. “Shin Hyona, apa
kau benar-benar akan membuatkan sarapan untukku setiap hari?”

2
Kimchi dari lobak yang diiris-iris.
3
Iga panggang.

7
“Ada yang salah dengan itu?” Hyona mengangkat bahunya.
“Aku tahu kau tidak memiliki apa pun untuk dimakan di dalam
sana. Aku juga tahu kau lapar. Jadi daripada mengajakku berdebat,
lebih baik ayo ke rumahku sekarang dan kita sarapan bersama.”
Kyungjoon tak mampu lagi menahan kedutan di bibirnya
untuk tidak berubah menjadi senyum tipis. “Baiklah.” Lelaki itu
mengikuti Hyona ke apartemennya. Meski sebenarnya tak sedikit
pun ada niatan untuk menolak ajakan Hyona sarapan, yang sudah
menjadi rutinitas mereka selama satu bulan ini, semenjak
Kyungjoon pindah ke apartemen sederhananya yang terletak di
sebelah kamar Hyona, di satu gedung yang sama.
“Wah! Kau memasak semuanya?” tanya Kyungjoon begitu
duduk di kursi biasa ia duduk. Hyona duduk di hadapannya.
“Tentu saja.”
Kyungjoon tak menanggapi. Menghirup aroma kopi yang
mengepul di hadapannya dengan satu tarikan napas dalam. “Ah,
kopiku,” gumamnya dan menyesapnya pelan.
Hyona tersenyum. “Kopi favoritmu.”
“Sangat favorit. Terima kasih.” Terlebih karena buatanmu.
***
Cho Kyungjoon meletakkan dua kantung plastik besar berisi
sampah dan menghela napas panjang. Rasanya Kyungjoon lelah
sekali. Ingin pulang dan bergelung di ranjangnya yang nyaman.
Namun seperti yang pria itu ketahui, dirinya harus menyelesaikan

8
pekerjaannya menutup restoran sebelum melakukan hal yang
diinginkan.
“Kyungjoon-aa,” panggil seorang gadis yang muncul dari
pintu belakang restoran. Kyungjoon menoleh. “Bisa kau bantu
ambil yang ini?”
“Oh, tentu.” Kyungjoon menyahut dan segera menghampiri
Shin Hyona. Mengambil alih satu kantung plastik berisi sampah
yang terasa lebih berat dari dua kantung yang baru saja Kyungjoon
buang. Pria itu membuangnya, kemudian kembali pada Hyona
yang masih berdiri di ambang pintu. “Sudah selesai, kan?” tanya
Kyungjoon.
Shin Hyona mengangguk dua kali. “Sekarang waktunya
pulang. Ayo!” Gadis itu meraih lengan Kyungjoon dan menariknya
masuk ke dalam restoran. Mengganti seragam restoran dengan
pakaian mereka sendiri, mengunci restoran, dan beberapa saat
kemudian keduanya berjalan kaki beriringan untuk pulang.
Keduanya duduk di kursi bus paling belakang. Hyona duduk
di samping jendela dan Kyungjoon duduk di sampingnya. Hyona
sibuk memandangi jalanan malam Seoul yang sedikit lenggang,
sedangkan Kyungjoon memanfaatkan kesempatan itu untuk
memerhatikan wajah Hyona dari samping dalam diam.
Gadis ini sangat cantik. Terlalu cantik untuk dilewatkan
begitu saja. Kyungjoon bahkan merasa siap melakukan apa saja
untuk dapat memiliki gadis ini.

9
Tapi… akan berhasilkah ia?
Atau Shin Hyona justru akan berbalik membencinya setelah
mengetahui segalanya?
“Aku akan turun di rumah sakit.” Perkataan Hyona
membuyarkan lamunan Kyungjoon. Lelaki itu mengalihkan
pandangan ke arah lain dan menormalkan ekspresi tertangkap
basahnya sesegera mungkin.
“Apa kau akan menginap di rumah sakit?” tanya Kyungjoon,
menanggapi.
Hyona menatap Kyungjoon sekilas dan mengangguk. “Aku
sudah berjanji akan menemani eomma4 malam ini.”
Tak lama kemudian bus yang mereka tumpangi sampai di
halte samping rumah sakit. Hyona membenarkan letak tas
selempangnya, bersiap-siap untuk turun.
“Maaf aku belum bisa menemanimu ke rumah sakit,” sesal
Kyungjoon. “Ada beberapa hal yang harus kulakukan malam ini.”
Hyona tersenyum. “Tidak apa-apa. Kau boleh datang jika
punya waktu luang. Hati-hati.”
Kyungjoon memerhatikan Hyona turun dari bus.
Melambaikan tangan pada gadis itu sebelum bus yang ia tumpangi
membawanya menjauh dari rumah sakit. Kyungjoon menghela
napas dalam dan menyandarkan punggungnya di kursi, merasakan
kaku di beberapa bagian tubuhnya.

4
Ibu.

10
Sial. Dirinya tidak terbiasa melakukan jenis-jenis pekerjaan
berat. Kakinya terasa berdenyut. Dan Kyungjoon merasa ingin
menyerah saja jika tidak teringat untuk apa ia melakukan semua
hal gila ini.
Siapa lagi jika bukan Shin Hyona?
Semoga Kyungjoon mampu bertahan sampai akhir dan
berhasil mendapatkan apa yang ia mau.
Kyungjoon hampir saja tertidur di dalam bus, tepat sebelum
melewati gedung Luxurious. Pria itu buru-buru turun sambil
mengumpat pelan. Meratapi nasib kedua kakinya yang tidak akan
selelah ini jika menggunakan mobil.
Dengan langkah setengah hati Kyungjoon memasuki gedung
mewah itu. Masuk ke dalam lift yang kosong, menekan beberapa
kode sebelum lift itu meluncur membawanya ke lantai teratas
gedung itu.
Menuju penthouse miliknya.
***

11
BAB DUA

Begitu bus yang Kyungjoon tumpangi menghilang dari pandangan,


Shin Hyona segera melangkahkan kakinya memasuki rumah sakit.
Menaiki lift ke lantai tiga, berjalan menuju kamar rawat yang
sudah terasa seperti rumah keduanya beberapa waktu terakhir.
“Hyona, kau datang?”
Hyona tersenyum mendengar sambutan dari sang ibu begitu
dirinya masuk. “Eomma belum tidur? Jam berapa ini?”
“Aku hanya merindukan putriku,” jawab Shin Hyemi lembut.
Hyona tak menanggapi. Duduk di kursi yang ada di samping
ranjang dan mengelus tangan ibunya dengan sayang. Eomma harus
sembuh. Eomma harus sembuh.
“Bagaimana harimu, sayang?”
“Tidak ada yang spesial,” jawab Hyona sekenanya. “Hanya
bekerja seperti biasa.”
Hyemi terdiam melihat raut wajah lelah dari putrinya. Sudut
hatinya terasa seperti teriris, tidak tahan melihat putri semata
wayangnya yang seharusnya ia jaga justru bekerja membanting
tulang sendirian untuk hidup mereka berdua. Bahkan untuk
membayar biaya pengobatan Hyemi yang sama sekali tidak sedikit.
Dengan lembut Hyemi mengelus kepala Hyona. “Sayang,
bisakah kau membiarkanku pulang saja?” tanyanya.

12
Sesuai dengan perkiraan, Hyona langsung memberikan
tatapan tajam pada sang ibu. “Bukankah kita sudah berhenti
membicarakannya? Eomma harus tetap di rawat di sini.”
“Tapi biaya rumah sakit ini pasti mahal sekali. Lagi pula jika
di sini, eomma merasa semakin sakit.”
Hyona menggeleng tegas. “Tidak, eomma. Kau harus di rawat
di sini sampai sembuh total. Tenang saja. Eomma hanya perlu
melakukan apa yang perlu eomma lakukan.”
Setelah membiarkan ibunya tidur, Hyona keluar kamar rawat
itu dan duduk dengan kepala menengadah di ruang tunggu.
Rasanya lelah sekali. Tubuhnya terasa hampir remuk, kepalanya
juga terasa seperti akan pecah. Memikirkan hidupnya, kuliahnya
yang terpaksa berhenti, penyakit ibunya, biaya rumah sakit.
Ya Tuhan, Hyona merasa hampir gila menghadapi semua itu,
sendirian. Ia sama sekali tidak memiliki orang lain untuk
bergantung. Satu-satunya yang Hyona miliki hanyalah Cho
Kyungjoon, tetangga barunya yang satu bulan ini telah menjelma
menjadi teman terdekatnya. Makan bersama, bekerja di tempat
yang sama, menonton acara TV bersama, dan pria itu menjadi
orang pertama dan menjadi satu-satunya orang selain ibunya yang
Hyona percaya untuk tempat Hyona berbagi keluh-kesah. Dan
Kyungjoon juga menjadi pendengar terbaik yang pernah Hyona
miliki.

13
Tapi hanya sebatas itu. Meski terkadang Hyona ingin sekali
meminta bantuan, tapi kemudian Hyona sadar bahwa kondisi
Kyungjoon juga hampir sama sepertinya. Pria itu bahkan hidup
sendiri. Hyona sama sekali tidak pernah bertemu satu pun
keluarganya.
Shin Hyona menghela napas sangat panjang. Di mana ‘orang
itu’ di saat Hyona membutuhkan bantuannya seperti ini? Hyona
sangat yakin ‘orang itu’ pasti sangat mudah memberinya
pertolongan. Tapi, apakah ‘orang itu’ sadar jika keberadaannya
sedang dibutuhkan?
“Shin Hyona?”
Hyona membuka matanya dan berdiri. Mencoba memaksakan
seulas senyum pada suster Jang Yeri, suster yang selama ini
merawat ibunya. “Ya?”
“Hyona, aku mendapat titipan dari bagian administrasi.” Jang
Yeri memberikan kertas pada Hyona yang diterima gadis itu
dengan kernyitan di dahi. “Maafkan aku harus mengatakan ini.
Tapi kau harus segera melunasi biaya kemoterapi ibumu dan biaya
perawatan lainnya. Pihak rumah sakit akan menghentikan
pengobatan ibumu jika kau tidak segera membayarnya.”
Oh dear, bisakah Hyona memilih mati saja untuk
menggantikan penyakit ibunya?
***
Sialan! Bunyi apa itu?

14
Kyuhyun meraba nakas yang berada di samping ranjangnya.
Meraih alarm dan melemparkan benda tak berdoa itu ke lantai,
berharap bunyinya bisa hilang dan tidur damainya bisa ia
lanjutkan lagi.
Tapi kenapa bunyinya masih ada? Gangguan sialan di pagi
hari macam apa ini?
Disertai geraman kesal, Kyuhyun memaksa tangannya
bergerak lebih panjang lagi. Menemukan ponsel hitamnyalah
penyebab terganggunya tidur damai Kyuhyun.
“Apa?” bentaknya, tanpa melihat si penelepon sama sekali.
“Cho Kyungjoon?”
Dan suara di seberang sana langsung membangunkan
Kyuhyun, seperti baru saja menyetrum pria itu dengan listrik
tegangan tinggi. Dengan sigap Kyuhyun segera duduk. Berdehem
pelan untuk mengatur nada suaranya yang masih serak sebelum
menjawab, “Ya, Shin Hyona?”
“Apa kau masih tidur? Aku di depan rumahmu?”
Mata Kyuhyun melebar lebih lebar lagi. Sial! Bukankah
semalam Hyona menginap di rumah sakit? Kenapa tiba-tiba sudah
ada di depan ‘rumahnya’ pagi ini?
“Ya, aku baru saja bangun.”
“Bisakah kau membuka pintu? Aku sudah memasak beberapa
makanan untuk kita.”
Sial. Sial. Sial.

15
“Em… Tapi…” Ayo, buatlah alasan yang masuk akal. “Hyona,
aku sedang berada di rumah temanku,” bohongnya.
“Kau semalam menginap di rumah temanmu?”
Kyuhyun mengangguk cepat. “Ya. Aku masih ada di rumah
teman.”
“Yah, sayang sekali. Padahal aku tidak ingin sarapan
sendirian.”
Kyuhyun terdiam mendengar kekecewaan di nada suara
Hyona. Pria itu menelan ludahnya, merasa bersalah. “Aku akan
segera pulang jika kau menginginkannya.”
“Tidak perlu. Nikmati waktumu. Maaf mengganggu tidurmu,
Kyungjoon.”
“Tidak. Jangan. Jangan tutup teleponnya!” perintah Kyuhyun
panik. Lelaki itu segera turun dari ranjang king size super
empuknya. Membuka lemari, meraih celana jeans dan kaos
hitamnya dan berlari ke kamar mandi. “Aku akan berada di situ
dalam tiga puluh menit. Tunggu aku! Aku akan sarapan
bersamamu.”
“Baiklah. Aku menunggumu.”
Dan Kyuhyun merasa lega bisa mendengar rasa senang di
nada suara Hyona.
***

16
“Kau menginap di rumah siapa?” tanya Hyona ketika
Kyungjoon sudah duduk manis di hadapannya dengan secangkir
kopi panas. Favorit pria itu.
Kyungjoon mengangkat bahu. “Hanya seorang teman.”
Tapi jawaban itu membuat Hyona tersadar akan satu hal lain.
“Selama ini aku tidak pernah melihatmu bersama orang lain selain
aku.”
Kyungjoon terpaku sesaat. Berpikir jawaban terbaik yang
bisa ia berikan. “Aku juga tidak pernah melihatmu bersama
temanmu yang lain.”
Hyona merengut. “Itu karena aku tidak punya teman selain
dirimu.”
“Anggap saja aku juga sepertimu.”
Dan Kyungjoon senang Hyona tidak membahasnya lagi.
Mereka sarapan tanpa suara. Diam-diam Kyungjoon
memperhatikan Hyona. Gadis itu tampak tak berselera dengan
makanannya. Hyona melamun, mengaduk nasi dan kare tak
berdosanya hingga tak berbentuk.
“Ada yang mengganggu pikiranmu?” tanya Kyungjoon. Dan
kecurigaan Kyungjoon semakin menjadi karena Hyona tidak
menjawab pertanyaannya. Bahkan tidak sadar bahwa dirinya
sedang diajak bicara.
“Hyona?”
“...”

17
“Shin Hyona!”
Kali ini gadis itu tersentak. “Apa?”
“Apa yang kau lamunkan?”
Hyona terdiam sesaat, menghela napas, kemudian menunduk.
“Bukan apa-apa.”
“Ceritakan padaku,” bujuk Kyungjoon.
Hyona menggeleng.
“Hyona,” panggil lelaki itu, mulai merasa khawatir. “Katakan
padaku apa itu?”
Hyona masih belum bersuara. Namun melihatnya menggigit
bibir, Kyungjoon tahu bahwa Hyona sedang mempertimbangkan
untuk bercerita atau tidak. Dan Kyungjoon sangat berharap bahwa
Hyona akan mengatakan apa pun yang mengganggu pikirannya.
Karena Kyungjoon ingin tahu. Ia ingin mengetahui segala sesuatu
tentang Hyona agar dirinya bisa masuk ke sana.
“Kyungjoon-aa,” ujar gadis itu setelah beberapa saat. “Aku…
akan menjual diri.”
***

18
BAB TIGA

Sudah lebih dari lima belas menit berlalu, tapi Cho Kyuhyun sama
sekali tak bisa menghentikan langkah kakinya yang sibuk berjalan
mondar-mandir di kantor, lantai tertinggi gedung Cho Corporation.
“Kyungjoon-aa, aku… akan menjual diri.”
Tidak. Tolong siapa pun katakan bahwa ini tidak benar.
Sesuatu pasti sedang merasuki Shin Hyona tadi pagi dan
membuatnya mengatakan hal gila seperti itu.
“Aku sudah mendatangi sebuah club di Gangnam semalam.
Dan… aku akan melakukannya mulai hari ini.”
“Sial!” Kyuhyun memukul meja kerjanya dengan keras dan
menggeram. “Sial! Sial! Sial!”
Ia marah. Amat sangat marah ketika mendengar ucapan tidak
masuk akal Hyona tadi pagi. Apa gadis itu gila? Menjual diri? Apa
Hyona benar-benar tahu arti kata itu? Memangnya gadis itu
berpikir apa yang sedang ia jual?
Hyona memang sedang membutuhkan uang untuk membayar
biaya pengobatan ibunya. Kyuhyun tahu itu. Tapi dirinya bukan
‘Cho Kyuhyun’ di depan Shin Hyona. Dia adalah ‘Cho Kyungjoon’,
pria miskin yang tinggal tepat di samping rumah gadis itu. Apa
yang bisa pria miskin sepertinya lakukan untuk membantu Hyona?

19
Kyuhyun bisa memberi Hyona uang, dan itu yang sedang
ingin dia lakukan sekarang. Tapi bagaimana caranya? Setelah satu
bulan mereka sering bersama, Kyuhyun semakin tahu bahwa Shin
Hyona bukan tipe orang yang akan dengan mudah menerima
bantuan orang lain, terutama dari orang yang tidak dikenalnya.
‘Kyungjoon’ saja sudah pernah membelikan AC untuk rumah
Hyona karena gadis itu tak memilikinya, tapi Hyona menolaknya
mentah-mentah dan malah menyuruh petugas memasang benda
sialan itu di kamar Kyungjoon. Sial! Padahal Kyuhyun bisa
membeli benda itu lebih dari seribu buah jika dirinya mau.
Apa yang bisa ia lakukan sekarang? Ayolah, pikirkan sebuah
cara, Cho Kyuhyun? Kau tidak ingin gadis itu dijamah pria-pria
brengsek di luar sana hanya untuk mendapatkan uang, kan? Untuk
apa kau memiliki berpuluh-puluh gedung hotel dan mall di
beberapa belahan dunia jika untuk membantu biaya pengobatan
ibu gadis itu saja kau tidak bisa? Ayolah, pikirkan cara!
Pintu ruangan Kyuhyun terbuka, menampilkan sosok laki-laki
tampan berlesung pipi dengan setelah hitam. “Sajangnim5,
rapatnya akan dimulai sepuluh menit lagi.”
“Hyung6?” panggil Kyuhyun. Sama sekali tak mengindahkan
informasi Siwon barusan.

5
Direktur.
6
Kakak laki-laki, oleh adik laki-laki.

20
Choi Siwon mengangkat alis, terkejut melihat kondisi bosnya
yang cukup berantakan dengan tangan mengepal. Menahan marah.
“Ya?”
Pria itu sudah lebih dari dua tahun bekerja sebagai sekretaris
pribadi Cho Kyuhyun. Melakukan pekerjaan lebih dari sekedar
sekretaris pada umumnya, karena pada saat kuliah mereka sudah
cukup dekat. Dan hubungan mereka kini juga lebih dari sekedar
bos dan sekretaris.
“Ini tentang gadis itu,” gumam Kyuhyun.
“Ya. Ada apa?”
“Bisakah kau melakukan sesuatu untukku?”
***
Benarkah yang ia lakukan sekarang? Ya Tuhan, dosakah
pilihan yang telah Hyona pilih?
Ya, tentu saja. Kau akan berubah menjadi wanita jalang mulai
malam ini. Alam bawah sadar Hyona mulai memaki. Hyona tahu itu.
Ya, ia sadar apa yang dilakukannya tidaklah benar. Tapi apa yang
bisa dilakukan oleh gadis putus kuliah yang hanya bekerja di
taman bermain dan restoran untuk membiayai rumah sakit ibunya?
“Tapi kau tidak harus menjual diri. Kau bisa menjual apa saja,
tapi tidak dengan dirimu.”
Kalimat Kyungjoon tadi pagi kembali menghantui kepala
Hyona. Jika ia bisa, Hyona juga ingin melakukannya. Tapi apa lagi
yang bisa ia jual jika satu-satunya hal yang ia miliki hanyalah

21
dirinya sendiri? Rumah? Bagaimana mungkin ia bisa menjual
sesuatu yang hanya ia sewa?
Hyona mengucapkan kalimat maaf berulang kali dalam hati.
Tapi hanya ini satu-satunya cara mudah yang terlintas di
pikirannya untuk mendapatkan uang. Ia tidak ingin pengobatan
ibunya dihentikan. Ibunya harus sembuh, apa pun yang terjadi.
Dan Hyona lebih baik tidak lagi memiliki harga diri daripada
kehilangan sang ibu.
Maafkan aku eomma. Maafkan aku, Kyungjoon.
Ibunya tidak perlu tahu akan hal ini. Dan Kyungjoon?
Entahlah. Hyona sudah mempersiapkan diri mulai sekarang jika
dirinya akan kehilangan orang itu. Siapa yang akan mau berteman
dengan wanita malam sepertinya? Toh selama ini Hyona juga
terbiasa tidak memiliki teman.
Hyona menatap pantulan dirinya lagi di dalam cermin. Salah
satu kenalan barunya yang juga seorang pelacur telah memberinya
super mini dress yang bisa Hyona kenakan. Tapi hingga detik ini
gadis itu masih duduk di depan cermin ruang ganti. Tak sanggup
bergerak. Meski tekadnya sudah bulat, tapi seluruh tubuhnya
seolah tidak ingin bekerja sama.
Ya Tuhan, apa yang harus ia lakukan?
“Shin Hyona, kau di dalam?”

22
Sebuah suara menyentak Hyona dari lamunannya. Gadis itu
segera membuka pintu ruang ganti, menemukan Jessi Park,
muncikarinya yang kini sedang menatapnya dengan mata berbinar.
“Ya, Jess?”
“Oh, honey, ada orang yang sudah memesanmu,” serunya
riang. Berbanding terbalik dengan Hyona yang seolah nyawanya
baru saja ditarik keluar. Kemudian wanita berdarah asing itu
melanjutkan dengan sedikit berbisik. “Dia sudah membayar sangat
banyak untuk keperawananmu.”
Shin Hyona menelan ludah dengan susah payah. Bukankah ini
yang ia inginkan? Mendapatkan banyak uang dengan mudah? Tapi
kenapa rasanya Hyona seperti dilempar ke neraka? “Ke-
kedengarannya bagus.”
“Oh, ini lebih dari sekedar bagus. Kau adalah gadis virgin yang
kujual dengan harga paling tinggi.”
Hyona mengernyit. Kenapa kedengarannya malah
mengerikan?
“Ah, ini alamatnya.” Jess mengulurkan secarik kertas pada
Hyona yang diterima gadis itu dengan ragu. “Datanglah ke hotel itu.
Dia akan menemuimu di sana. Dan ini,” Jess memberikan sebuah
penutup mata. “Orang itu ingin kau langsung menutup matamu
setelah masuk ke kamar hotel.”
***

23
BAB EMPAT

Kyuhyun membuka pintu kamar hotel di hadapannya perlahan.


Hal pertama yang ia tangkap adalah seorang gadis dengan mata
tertutup kain duduk di pinggir ranjang. Kedua tangan gadis itu
saling meremas di atas pahanya yang terbuka. Oh, sial! Pahanya
hanya tertutup seperempatnya saja karena dress yang ia kenakan
memang seketat dan sekecil itu. Belahan dadanya juga bisa
Kyuhyun lihat dengan jelas.
Shin Hyona dan ide menjual dirinya yang sialan!
Kyuhyun menutup pintu. Bisa ia lihat Hyona sedikit terkejut,
karena Kyuhyun memang sengaja menutupnya dengan sedikit
keras agar gadis itu tahu bahwa dirinya sudah ada di sini.
“Tu-tuan, k-kau sudah datang?”
Kyuhyun tidak menjawab. Pria itu hanya berdiri di depan
Hyona dengan dada bergemuruh. Hati kecilnya merasa tercabik-
cabik melihat apa yang sedang dilakukan Hyona sekarang; menjual
diri. Meski sudut lain dari hatinya merasa lega karena Kyuhyunlah
yang membeli gadis itu malam ini. Tak bisa Kyuhyun bayangkan
bagaimana jika Shin Hyona jatuh ke tangan pria lain. Ia tidak
sanggup membayangkan ada pria asing yang menyentuh Hyona,
apalagi sampai memperlakukan gadis itu layaknya pelacur.

24
Kedua bola mata Kyuhyun memerhatikan Hyona dari ujung
kepala hingga ujung kaki, lalu kembali ke kepala lagi. Rambut
panjang Hyona tergerai indah dengan ujung yang dibuat sedikit
ikal. Matanya tertutup kain, sesuai keinginan Kyuhyun sebagai
pelanggan. Karena ia tak tahu apa yang akan terjadi jika Hyona
sampai tahu siapa Kyuhyun sebenarnya, dan dialah yang membeli
gadis itu malam ini. Bibir Hyona yang biasanya terlihat natural kini
terpoles lipstik merah menyala yang membuat Hyona terlihat
sensual. Belum lagi mini dress hitam setengah paha yang Hyona
kenakan. Dress itu lebih naik lagi dengan posisi duduk Hyona
sekarang. Dan dadanya. Sial! Belahan dada gadis itu terbuka.
Kyuhyun bahkan bisa melihat lebih banyak lagi dengan posisinya
yang berdiri seperti ini.
Kyuhyun menyesali apa yang terjadi pada Hyona sekarang.
Gadis polos yang ‘Kyungjoon’ kenal bertransformasi menjadi
wanita malam yang menggoda. Oh, sebut saja Kyuhyun munafik
jika mengatakan bahwa dirinya tidak tergoda. Ia tergoda, amat
sangat. Melihat gadis favoritnya seperti ini membuat darah
Kyuhyun perlahan mendidih. Sudah cukup lama ia tidak
berkunjung ke pusat tubuh wanita. Dan melihat Shin Hyona seperti
ini, membuat Kyuhyun ingin menelanjangi gadis itu detik ini juga
dan mengangkanginya. Mengambil keperawanannya.
Keperawanannya.
Oh, shit!

25
“Tu-tuan, kau masih di sini?” Hyona bertanya lirih, karena
sedari tadi tak terjadi apa-apa. Tidak tahu apa yang pelanggannya
itu lakukan, bahkan tidak tahu apakah pelanggannya masih di sini
atau tidak. Sedikit merasa khawatir jika pelanggannya akan pergi
begitu saja karena tidak puas bahkan hanya melihat penampilan
Shin Hyona. Jika itu terjadi, ia tidak akan mendapatkan uang.
Namun kekhawatiran Hyona terjawab ketika ranjang tepat di
samping kanan tubuhnya bergoyang. Pria itu sudah duduk.
Sebentar lagi. Ya Tuhan, sebentar lagi. Dan kekhawatiran yang
sebelumnya melanda itu berubah menjadi ketakutan.
Kyuhyun pun melihatnya. Ketegangan yang kentara sekali di
wajah cantik Hyona. Sekali lagi pria itu bersyukur. Entah apa yang
akan terjadi apabila pria lain yang membeli Shin Hyona malam ini.
Sepasang mata Kyuhyun memerhatikan tubuh Hyona, dan
sekali lagi pria itu menelan ludah. Selama ini Hyona selalu
mengenakan pakaian sopan. Kyuhyun sama sekali tidak tahu
bahwa Hyona memiliki tubuh semenggairahkan ini, terutama jika
terbalut dress ketat seperti sekarang. Sial! Entah Kyuhyun harus
memaki atau berterima kasih pada orang yang mendandani gadis
pujaannya hingga seperti ini. Atau justru Hyona yang berinisiatif
sendiri?
Perlahan Hyona memiringkan tubuhnya menghadap Kyuhyun.
Gadis itu ingat ucapan Jess sebelum berangkat ke hotel ini, bahwa
sebesar apa pun rasa benci yang Hyona miliki terhadap apa yang

26
dilakukannya sekarang, ia tetap harus profesional. Setidaknya
demi uang. Demi kesembuhan ibunya, Hyona harus tetap
memperlakukan pelanggannya sebaik mungkin. Atau semua
pengorbanan yang ia lakukan akan sia-sia.
“Ada yang bisa kulakukan untukmu, Tuan?” tanya Hyona hati-
hati. “Boleh aku membuka penutup mataku?”
Hyona mengangkat tangannya ke atas, hendak membuka
penutup mata di kepalanya ketika dengan sigap Kyuhyun menahan
kedua lengannya. Hyona tertegun ketika kulit mereka bersentuhan.
Sedetik gadis itu sempat berinisiatif menangkis tangan
pelanggannya, namun dengan segera Hyona menenangkan diri dan
memilih untuk diam. Membiarkan jantungnya berdebar tak karuan.
“Ah, a-aku tidak boleh me-melepasnya, ya?” gumam Hyona,
menahan rasa gugup yang mendominasi. Tangan Kyuhyun yang
berada di lengannya perlahan turun menuju telapak tangan Hyona.
Menggenggamnya. Dalam hati gadis itu bertanya-tanya, siapa pria
di hadapannya ini yang rela mengeluarkan uang begitu banyak
hanya untuk menghabiskan satu malam dengannya? Jika Hyona
rasakan dari tangannya, pria ini memiliki tangan yang cukup besar
dengan jemari panjang. Tangan itu menggenggam tangan Hyona
dengan begitu pas dan... hangat.
Siapa dia?
Cho Kyuhyun menunduk. Menatap tangan Hyona yang ia
genggam dengan frustrasi. Haruskah ia melakukannya? Haruskah

27
ia melucuti dress sialan itu dan memasuki Hyona sekarang juga?
Sebenarnya mudah saja Kyuhyun melakukan itu. Toh dirinya
pelanggan di sini. Tapi bisakah ia melakukannya di saat sebagian
dari dirinya ingin Hyona pergi dari sini sekarang juga? Bisakah ia
merusak gadis pujaannya dengan merenggut keperawanannya?
“Ha-haruskah aku membuka bajuku sekarang, Tuan?”
Kyuhyun mengangkat wajahnya, menatap Hyona dengan
terkejut. Ingin rasanya ia menguliti siapa pun yang mengajari gadis
polosnya berkata seperti itu.
Hyona melepaskan tangannya yang berada di genggaman
Kyuhyun. Dengan bergetar ia memegang resleting yang ada di
punggungnya, kemudian dengan pikiran, ‘Ini hanya demi eomma,’
gadis itu mulai menurunkan dressnya. Membuat kedua bola mata
Kyuhyun melebar melihat tubuh bagian atas Hyona yang polos.
Sial! Shin Hyona tidak memakai bra. Dan sial! Tubuh bagian atas
Hyona adalah tubuh wanita terbaik dari semua wanita yang
pernah Kyuhyun tiduri. Kulitnya begitu bersih. Dadanya
menggantung indah, terlihat begitu kencang, tidak kecil namun
juga tidak terlalu besar dengan ujung pink kecokelatan yang seolah
berteriak memanggil Kyuhyun untuk mendaratkan lidahnya ke
sana.
Tubuh Shin Hyona kini hanya terbalut celana dalam merah
setelah gadis itu meloloskan dressnya melalui kaki.

28
“Mungkin ini pertama kalinya untukmu. Tapi ingat, sebisa
mungkin kau harus terlihat berpengalaman. Jangan sampai terlihat
pasif atau pelangganmu akan memperlakukanmu dengan
seenaknya. Meskipun dia membayarmu, jangan sampai dia
menyakitimu.”
Hyona teringat lagi ucapan Jess. Ia tidak ingin diperlakukan
kasar oleh pelanggannya. Dan jika Hyona bisa membuat
pelanggannya cepat puas, ia juga bisa lebih cepat keluar dari
kamar hotel ini.
Kyuhyun hanya mampu mematung ketika Hyona meraba
udara dan mendarat di bahunya, kemudian melepaskan jas yang
Kyuhyun kenakan. Tak berhenti di situ saja. Hyona juga mulai
melepas satu per satu kancing kemeja putih milik Kyuhyun. Dan
menjauhkan kemeja itu dari tubuhnya.
“A-aku a-akan melepaskan celanamu, Tuan.” Hyona meraba
sabuk pengaman Kyuhyun. Namun belum sempat membukanya,
Kyuhyun menahan tangan mungil itu dan menggenggamnya lagi.
Dalam hati mengumpat apabila sampai ada pria lain yang melihat
Hyona hampir telanjang seperti ini, dan melakukan apa yang gadis
itu lakukan pada pakaian Kyuhyun.
Kali ini Kyuhyun memberanikan diri membelai wajah cantik
Hyona. Menikmati betapa lembut tekstur pipi Hyona di tangannya.
Kemudian mendekatkan wajah mereka hingga bibir keduanya
menyatu.

29
Ini adalah ciuman terindah yang pernah Kyuhyun dapatkan
seumur hidupnya.
Kyuhyun mulai melumat bibir Hyona perlahan. Menyesap
bibir atas bawahnya dengan lembut, sembari sebelah tangannya
menekan leher Hyona dan sebelah tangannya lagi memeluk
pinggang ramping Hyona. Mata Kyuhyun terpejam, menikmati
bibir Hyona yang begitu lembut. Meski dalam hati Kyuhyun
memaki dirinya sendiri yang hanya bisa menolong Hyona dengan
cara seperti ini. Seandainya Kyuhyun bisa menolong Hyona dengan
cara yang semestinya. Tapi Kyuhyun bisa apa jika Hyona selalu
menolak bantuan ‘Kyungjoon’ mentah-mentah? Mungkin salah
Kyuhyun juga yang harus menyamar sebagai orang miskin. Mana
tega Hyona menerima bantuan darinya?
Tapi Kyuhyun juga tidak sanggup jika harus mengungkapkan
identitas dirinya yang sesungguhnya. Ia tidak mau Hyona
membencinya. Ia tidak ingin Hyona menjauhinya.
Ciuman di bibir mereka semakin intens seiring perubahan
detik menjadi menit. Kyuhyun bahkan sudah menarik tubuh Hyona
agar menempel pada dadanya. Memeluk tubuh bak dewi itu erat,
menikmati payudara Hyona yang kembang-kempis di dada
Kyuhyun seiring dengan detak jantung gadis itu yang tak
terkendali.
Shin Hyona gugup dan takut. Kyuhyun tahu itu. Meski tadi
Hyona mencoba terlihat agresif dengan berinisiatif membuka baju

30
terlebih dahulu, namun gadis itu tak mampu menutupi
ketidakberpengalamannya dengan hanya diam membatu di
pelukan Kyuhyun. Shin Hyona bahkan tidak tahu cara membalas
ciuman dengan benar.
Ciuman itu lepas tak lama kemudian. Kyuhyun memerhatikan
Hyona yang sibuk mengatur napas, kemudian menyeka bibir gadis
itu dengan lembut. Menghapus lipstik merah menyalanya,
membiarkan kesan natural kembali di wajah gadis kesayangannya.
Kyuhyun memerhatikan tubuh Hyona sekali lagi. Kemudian pria
itu memutuskan untuk berdiri, memakai kembali kemeja dan
jasnya sebelum akhirnya keluar dari kamar hotel itu.
Tidak. Ia tidak sanggup merusak gadis yang ia cintai.
***
Shin Hyona sudah benar-benar mempersiapkan diri malam
ini. Gadis itu terdiam, menunggu pria yang mungkin saat ini
sedang melepaskan celananya ketika tiba-tiba saja telinganya
mendengar suara pintu tertutup.
Apa yang terjadi?
“Tu-tuan?” panggil Hyona pelan. Namun hingga beberapa saat
kemudian sama sekali tak ada jawaban. Hyona memberanikan diri
membuka penutup matanya. Dan benar saja. Tak ada orang lain
selain dirinya di kamar hotel mewah itu.
Hyona terdiam, sama sekali tak tahu harus merasa apa. Jujur,
hati kecilnya lega karena keperawanannya masih terjaga. Namun

31
ia juga merasa cemas. Bagaimana jika pelanggannya tadi tidak
puas dengan dirinya?
Gadis itu mendesah lesu. Kemudian matanya menangkap
secarik kertas di sampingnya. Dengan segera Hyona meraih kertas
itu dan terkejut melihat apa yang tertera di sana.
Sebuah cek atas unjuk. Seratus juta won.
***

32
BAB LIMA

Sesampainya di dalam mobil, Kyuhyun langsung memukul


kemudinya beberapa kali, dan menenggelamkan wajahnya di sana.
Sial! Shin Hyona benar-benar sialan, berhasil membuat Kyuhyun
jungkir balik seperti ini. Pria itu kesal. Ia marah mengingat
bagaimana Shin Hyona mencoba menjadi ‘nakal’ dengan melepas
pakaian mereka. Ingin rasanya Kyuhyun berteriak agar gadis itu
sadar bahwa apa yang ia lakukan salah. Tapi Kyuhyun tidak
sanggup. Ia akan lebih tidak mau jika Shin Hyona melihat dirinya,
dan mengetahui siapa Kyuhyun sebenarnya.
Mengapa ia tolol sekali? Mengapa Kyuhyun membiarkan
dirinya terhanyut dan merebut ciuman pertama Hyona? Mengapa
Kyuhyun mengambil keuntungan dengan menempelkan dada
mereka di saat tubuh bagian atas Hyona tak tertutup apa pun?
Mengapa dirinya jahat sekali?
Kyuhyun memukul kemudinya sekali lagi dan berteriak kesal.
Ia marah pada dirinya sendiri yang tak bisa melindungi gadis
kesayangannya dengan benar, dan malah mengambil keuntungan
di saat gadis itu sedang terpojok.
Tapi Kyuhyun bisa apa? Apa yang bisa ia lakukan saat
disodorkan sesuatu yang jelas-jelas tidak bisa Kyuhyun tolak? Ia
laki-laki normal. Bohong besar jika Kyuhyun mengatakan bahwa

33
dirinya tidak terpengaruh. Batang tubuhnya sudah menegang sejak
melihat Shin Hyona dalam balutan dress mini sialan itu, bahkan
hingga detik ini. Hatinya yang ingin melindungi Shin Hyona terus
berperang dengan tubuhnya yang ingin menggagahi gadis itu. Dan
Kyuhyun bersyukur dirinya bisa keluar dari kamar itu, meski kini
kejantanannya meronta ingin dipuaskan.
Dengan terburu-buru Kyuhyun meraih ponsel dan
menghubungi sekretarisnya.
“Hyung, carikan aku wanita sekarang juga. Suruh dia datang
ke kamar hotel yang dulu biasa kugunakan.”
“Sekarang? Bukankah kau sedang bersama gadis itu? Apa dia
tidak bisa memuaskanmu?”
“Aku tidak menyentuhnya.” Sekali lagi Kyuhyun teringat
betapa indahnya tubuh Hyona, betapa hangat dada Hyona yang
menekan dadanya. Namun Kyuhyun segera menggeleng, menepis
pikiran-pikiran kotor yang membuatnya ingin kembali ke kamar
Hyona dan mengangkanginya. “Carikan saja wanita untukku, hyung.
Kau masih ingat bagaimana kriteriaku, kan?”
Cukup lama tidak ada sahutan dari seberang. Hingga akhirnya
sekretaris Kyuhyun bicara lagi. “Aku tidak lupa.”
“Terima kasih, hyung.”
Kyuhyun mematikan sambungan teleponnya dan melajukan
mobilnya dengan kecepatan menggila menuju hotel yang dulu
sering ia gunakan untuk meniduri para wanita sewaan.

34
***
Kyuhyun berguling ke samping ketika pelepasan itu berhasil
ia dapatkan. Ia memejamkan mata, mengatur napasnya yang
terengah-engah. Tubuhnya kali ini terasa rileks. Puas sekali
akhirnya bisa mengeluarkan cairan di tubuhnya setelah lebih dari
satu jam menahan gairah akibat ulah Shin Hyona.
Tak lebih dari tiga detik Kyuhyun sempat menyesal tidak
memuaskan hasratnya dengan tubuh Shin Hyona. Tapi di detik
selanjutnya Kyuhyun kembali merasa senang karena berhasil pergi
di saat-saat seperti tadi. Meski kini dirinya justru terkapar di
kamar hotel lain bersama gadis lain pula.
Seorang wanita yang tidur di samping Kyuhyun berbalik,
memeluk perut Kyuhyun dengan kepala disandarkan di dada
bidang pria itu. “Ah, akhirnya,” desahnya. Mengecup dada Kyuhyun
kemudian tersenyum tipis.
“Aku memerintahkan hyung untuk mencari wanita bayaran.
Kenapa malah kau yang dia suruh kemari?”
Lee Sunhee terkekeh. “Setidaknya kau tidak harus
mengeluarkan sepeser uang pun untuk mengeluarkan spermamu
itu. Kau juga tahu betapa sulitnya menemukan pelacur yang sesuai
dengan tipemu.” Sunhee menaikkan posisi tubuhnya. Memasukkan
wajahnya di ceruk leher Kyuhyun dan menghirup aroma
maskulinnya yang memabukkan. “Aku sudah mengatakan pada

35
Siwon oppa agar langsung menghubungiku kalau kau butuh
sesuatu. Ini sudah lama sekali. Ke mana saja kau selama ini?”
Lee Sunhee adalah teman baik Kyuhyun selama kuliah.
Mereka cukup dekat, sering kali menghilangkan penat bersama di
atas ranjang ketika keduanya sama-sama ingin. Keduanya cukup
populer di kampus. Banyak yang mengira mereka menjalin
hubungan, meski kenyataannya gosip yang beredar tidak ada satu
pun yang benar. Kyuhyun dan Sunhee dekat, namun sama sekali
tidak ada rasa apa pun di antara keduanya. Just friend with benefits.
Dan hubungan itu terus berlanjut sampai saat Kyuhyun
memutuskan untuk menghentikan pergaulan liarnya setelah
bertemu Shin Hyona.
Kyuhyun menoleh ke samping. Bibir keduanya langsung
bertemu ketika mereka berhadapan. “Aku memang sudah
memutuskan untuk tidak meniduri wanita tanpa ikatan lagi,
Sunhee-ya.”
Gadis itu menaikkan alis. “Benar-benar bukan gayamu,”
komentarnya. “Lalu apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba Siwon oppa
meneleponku?”
Ingatan Kyuhyun kembali pada Hyona. “Kau mungkin tidak
akan percaya jika aku mengatakannya.”
“Katakan padaku,” pinta Sunhee.
Kyuhyun terdiam sesaat, sebelum akhirnya memutuskan
untuk berkata, “Aku menyukai seorang gadis.” Namun detik

36
berikutnya Kyuhyun menyesali keputusannya bercerita. Karena
Lee Sunhee menertawakannya. Sial!
Kyuhyun mendengus. Dengan kesal ia melepaskan Sunhee
yang memeluk tubuhnya. “Sudah kuduga reaksimu akan seperti
ini.”
Sunhee duduk. Menutupi tubuh bagian atasnya dengan
selimut sambil berusaha menghentikan tawa. “Kau menyukai
seseorang? Ya7! Ceritakan padaku!” Sunhee menarik lengan
Kyuhyun yang hendak turun dari ranjang, mendudukkan pria itu di
hadapannya. “Aku penasaran gadis seperti apa yang berhasil
menaklukkan hati seorang Cho Kyuhyun.”
“Lupakan. Aku menyesal mengatakannya padamu.”
Sunhee merengut. Ia melepaskan selimut yang menutupi
dadanya kemudian memeluk lengan Kyuhyun manja. “Ayolah!
Ceritakan padaku. Siapa namanya? Apa dia cantik? Sebegitu
hebatkah dia di ranjang sampai-sampai kau memutuskan untuk
tidak menyewa wanita lagi?”
“Tidak. Aku sama sekali belum pernah menyentuhnya,” kata
Kyuhyun.
Sunhee menaikkan alis. “Lalu?”
“Apanya yang ‘lalu’?”
“Apa yang membuatmu menyukainya jika kau tidak tahu
bagaimana dia di ranjang?”

7
Hei!

37
Kyuhyun mengembuskan napas panjang. Sedikit heran
dengan isi kepala temannya yang tidak jauh-jauh dari alat kelamin.
Yah, merasa malu sendiri karena dulu Kyuhyun juga tidak jauh
beda dengan Sunhee. “Aku hanya menyukainya. Aku tidak tahu
alasan apa yang membuatku menyukainya, tapi kupikir aku juga
tidak membutuhkan alasan,” jawab Kyuhyun.
Lee Sunhee menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kurasa kau
mulai gila, Cho.”
Kyuhyun terkekeh. “Kupikir juga begitu.”
“Siapa namanya? Kapan kau akan mengenalkannya padaku?”
Baru saja Kyuhyun hendak membuka mulut, tiba-tiba saja
ponselnya berbunyi. Kyuhyun bisa saja mengabaikannya. Tapi
nada dering khusus yang ia pasang untuk nomor itu membuat
Kyuhyun terkesiap dan buru-buru mengambil ponselnya yang ikut
tergeletak di lantai bersama celana panjangnya.
Pasti gadis itu, pikir Lee Sunhee.
“Shin Hyona?”
Ah, jadi namanya Shin Hyona, pikir Sunhee lagi. Bersandar di
dasbor ranjang sambil memerhatikan Kyuhyun yang kini tengah
bicara di telepon.
“Aku?” Kyuhyun menatap Sunhee, kemudian melanjutkan,
“Aku ada di rumah. Ada apa?”
Sunhee berusaha keras menahan tawanya agar tidak meledak.

38
“Baiklah. Aku akan ke sana sekarang.” Kyuhyun memutus
panggilan teleponnya dan bicara pada Sunhee. “Aku harus pergi
sekarang.”
Sunhee mengangkat bahu. “Yeah, aku tahu.”
Kyuhyun mengambil celana di bawahnya dan
mengenakannya. “Sunhee-ya, apa kau sudah memiliki kekasih?”
“Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?”
Kyuhyun mulai mengenakan kemeja putihnya. “Kau tahu kita
sudah bukan remaja ingusan lagi. Kupikir sudah saatnya kita
memikirkan tentang masa depan.”
Sunhee tertawa pelan. “Apa kau sedang menasihatiku
sekarang karena kau sudah menemukan gadis impianmu?”
“Tidak.” Kyuhyun menggeleng. “Aku hanya memberi saran.
Berhentilah menjadi wanita bebas dan carilah pasangan hidupmu.”
“Kau tahu sendiri aku tidak tertarik dengan hubungan
semacam itu,” balas Sunhee. “Kalau kau memang memaksaku
untuk mencari pasangan, kenapa bukan kau saja yang menjadi
pasanganku? Aku tidak keberatan hidup bersamamu, sajangnim.”
Gadis itu menekan nada suaranya di satu kata terakhir.
Kyuhyun tertawa saja menanggapi ucapan Sunhee. Pria itu
menoleh ke kanan kiri untuk mencari jasnya dan menemukan jas
hitam itu di dekat pintu. Astaga! Betapa liarnya mereka berdua
tadi.

39
“Kau tidak memberi ciuman selamat malam padaku?” tanya
Sunhee ketika Kyuhyun hampir meraih gagang pintu.
Kyuhyun berbalik. Ia berjalan menghampiri Sunhee.
Menunduk, memagut bibir itu dengan intens. “Aku tidak bercanda
dengan ucapanku tadi, Sunhee. Berhentilah bermain-main.”
Kyuhyun mengelus leher Sunhee, turun menyentuh dadanya dan
meremasnya satu kali. “Kau bisa menggaet satu pria di luar sana
dengan tubuhmu yang luar biasa ini.”
“Aku juga tidak bercanda Kyuhyun.” Sunhee menarik kepala
Kyuhyun dan melumat bibirnya dengan bersemangat. “Daripada
menasihatiku, lebih baik kau saja yang menjadi priaku.” Gadis itu
meraih tangan kanan Kyuhyun dan meletakkan telapak tangan itu
di payudaranya. “Kau juga tahu benar bagaimana tubuh luar biasa
ini mampu memuaskanmu.”
Cho Kyuhyun terkekeh. Sekali lagi ia mencium bibir Sunhee
sebelum akhirnya melepaskan gadis itu. “Aku pergi.”
“Hati-hati.”
***
Sesuai dengan permintaan Hyona yang ingin bertemu di
pinggir sungai Han, akhirnya Kyungjoon sampai di sana hampir
satu jam setelah keluar dari hotel. Senyum Kyungjoon terbit
melihat punggung Hyona dari jarak yang cukup dekat. Tanpa
berpikir dua kali, Kyungjoon segera berjalan menghampiri gadis
itu.

40
“Hai,” sapa Kyungjoon. Lelaki itu duduk di tanah di samping
Hyona. “Maaf membuatmu menunggu. Busnya cukup lama.”
Ia berbohong, tentu saja. Mobil ‘Kyuhyun’ bahkan diparkir di
pinggir jalan tidak jauh dari posisi duduk mereka sekarang. Ia juga
mengganti pakaian kantornya di dalam mobil. Dari setelan mahal
menjadi celana jeans dan kaos abu-abu sederhana. Kyungjoon
sudah menghubungi sopirnya, menyuruh pria paruh baya yang
bekerja padanya itu untuk mengambil mobil.
“Tidak apa-apa. Maaf membuatmu harus ke sini malam-
malam. Kau pasti lelah.”
Kyungjoon tersenyum tipis. “Tidak masalah.” Pria itu
memerhatikan penampilan Hyona yang sudah kembali seperti
sedia kala. Celana panjang dengan kaos yang tertutup kardigan.
Lipstik merah sialan itu juga sudah lenyap. Syukurlah. “Ada apa?”
tanya Kyungjoon.
Hyona menghela napas panjang. Gadis itu tak menjawab,
hanya menatap lurus ke arah sungai. “Kyungjoon-aa?” panggil
Hyona.
“Hm?”
Hyona menghela napas lagi, tak menjawab. Beberapa saat
kemudian gadis itu menghadap ke samping, ke arah Kyungjoon.
“Kyungjoon-aa?”
“Ada apa?” tanya pria itu.
“Kyungjoon, apa ada yang salah denganku?”

41
Kyungjoon menaikkan alisnya, tidak mengerti. “Memangnya
apa yang salah?”
Hyona meletakkan telapak tangannya di kedua bahu
Kyungjoon dan menatap mata pria itu. “Coba perhatikan aku.”
Kyungjoon menurutinya. Meski sedetik setelah itu ia harus
membuang jauh-jauh pikirannya yang kembali mengingat Hyona
ketika mereka berada di kamar hotel tadi. Bagaimana gadis itu
membuka pakaiannya sendiri, bagaimana gadis itu membuka
pakaiannya, ciuman mereka. Sial!
“Apakah menurutmu aku tidak menarik?” tanya Hyona.
Kyungjoon menelan ludahnya dengan susah payah. Kau
sangat menarik. Amat sangat. “Mengapa bertanya seperti itu?”
Hyona menghela napas lagi. Kyungjoon baru bisa bernapas
dengan normal ketika gadis itu melepaskan tangan dari bahunya.
Namun rasa penasarannya bertambah melihat Hyona kembali
diam. Gadis itu memerhatikan permukaan sungai Han yang tenang
lagi.
“Hyona?” panggil Kyungjoon. “Ada apa denganmu?” Pria itu
menggigit bibir bagian dalamnya. Meski ia tahu apa yang terjadi
pada Hyona, tapi Cho Kyungjoon yang gadis itu kenal tidak tahu
apa-apa. Jadi ia memberanikan diri untuk bertanya, “Apa kau...
benar-benar melakukannya? Maksudku, menjual diri.” Suara
Kyungjoon memelan di kalimat terakhir.

42
Hyona mengangguk satu kali. Kyungjoon jadi penasaran, apa
pendapat Hyona mengenai ‘dirinya’?
“Lalu, apa yang terjadi? Apa kau diperlakukan dengan baik?”
Hyona mengangkat bahu. Gadis itu merogoh saku celananya
dan memberikan selembar kertas pada Kyungjoon. Kyungjoon
jelas tahu kertas itu, karena ialah yang memberikannya pada
Hyona. Cek, seratus juta won. Kyungjoon hanya berharap dengan
uang itu Hyona mau berhenti berpikir gila untuk menjual diri.
Karena Kyungjoon tidak rela melihat gadis pujaannya seperti itu.
“Apa orang itu membayarmu dengan ini?” tanya Kyungjoon
hati-hati, dan Hyona mengangguk pelan. Kyungjoon tidak lagi
menyahut. Sebenarnya ia ingin berkomentar, atau bertanya seolah
dirinya memang tidak tahu apa-apa. Tapi Kyungjoon tidak tahu
harus bertanya atau berkomentar dengan apa karena jelas dirinya
tahu semua. Lelaki itu takut, jika kalimat yang ia keluarkan justru
membuat Hyona curiga dan penyamarannya terbongkar.
“Tapi, Kyungjoon-aa,” gumam Hyona setelah beberapa saat.
Kyungjoon hanya diam memerhatikannya. “Orang itu tidak
menyentuhku,” lanjutnya gamang.
Karena aku tidak ingin mengotorimu.
“Orang itu hanya menciumku, kemudian pergi begitu saja.
Tanpa mengatakan apa-apa. Tanpa menunjukkan bagaimana
wajahnya.”

43
Karena pasti kau akan marah besar jika tahu bahwa orang itu
adalah aku.
Hyona menunduk menatap cek di tangannya. “Aku jadi tidak
tahu bagaimana caranya mengembalikan ini.”
Kening Kyungjoon langsung berkerut tajam. Tidak suka.
“Kenapa kau ingin mengembalikannya?” tanya pria itu, menjaga
suaranya agar tidak terdengar mencurigakan.
Hyona mengangkat bahu. “Aku bahkan tidak melakukan apa
pun. Bagaimana bisa aku bisa menerima uang sebanyak ini?”
Aku bahkan merasa uang itu sama sekali tidak cukup untuk
membayar ciuman pertamamu.
“Tapi orang itu sudah menciummu,” kata Kyungjoon lagi.
Memutar otak agar apa yang ia ucapkan tidak mencurigakan. “Kau
pernah mengatakan padaku bahwa kau belum pernah berciuman.
Berarti orang itu beruntung karena telah mendapatkan ciuman
pertamamu.”
Hyona terkekeh. Merasa terhibur dengan kalimat
penghiburan yang Kyungjoon katakan. “Benarkah?”
Kyungjoon mengangguk. “Sebaiknya kau gunakan saja uang
itu.” Aku tidak akan menerimanya jika kau kembalikan. “Dan jangan
menjual diri lagi.”
“Aku bahkan belum ‘terjual’,” gumam Hyona. “Aku tidak
pantas menerima uang sebanyak ini hanya untuk sebuah ciuman.
Mungkin ini terdengar gila, kau pasti juga merasa jijik padaku.

44
Meskipun pekerjaan itu memalukan, aku harus tetap profesional,
bukan? Orang itu membayarku untuk tidur dengannya. Tapi tiba-
tiba dia pergi begitu saja. Apa menurutmu aku berhak menerima
uang ini?”
Kyungjoon menahan diri untuk tidak berteriak sekarang juga.
Setan dalam dirinya tertawa, seharusnya tadi ‘Kyuhyun’ memang
lebih baik meniduri Hyona. Tapi lagi-lagi Kyungjoon menepis
pikiran jahat itu.
“Aku jadi berpikir, apa aku memang setidakmenarik itu?”
“Mungkin orang itulah yang gila,” komentar Kyungjoon, kali
ini tak mampu menyembunyikan nada ketusnya. Membuat Hyona
tertawa.
“Kenapa malah kau yang terdengar marah?”
“Karena kau bodoh sekali,” tukas Kyungjoon. Pria itu
memutar tubuhnya menghadap Hyona. “Dengar, kupikir Tuhan
memang sedang berbaik hati padamu. Kau berhasil mendapatkan
uang, kau juga tidak kehilangan hartamu yang paling berharga. Jadi,
berhentilah berpikir untuk mengembalikan uang itu. Berhentilah
berpikir untuk menjual diri lagi. Karena jika—“
Kalimat Kyungjoon terhenti ketika tiba-tiba Hyona
memeluknya. Pria itu tertegun, sejenak lupa caranya bernapas.
“Kau benar-benar temanku yang paling baik, Cho Kyungjoon,”
gumam Hyona di bahu Kyungjoon.
Teman, ya?

45
Lelaki itu berusaha keras untuk tetap tenang. “Kalau memang
aku temanmu yang paling baik, turutilah kata-kataku. Aku tidak
akan keberatan membantu pengobatan eommamu.”
Hyona menggeleng. “Karena kau teman terbaikku, sekarang
coba beri aku saran agar aku bisa mengembalikan ini.”
Kyungjoon memejamkan matanya dan menggeram dalam
hati. Oh Tuhan!
***

46
BAB ENAM

Akhirnya Hyona sampai di kelab malam itu. Tadinya cukup lama


Hyona berdebat dengan dirinya sendiri. Haruskah ia menuruti
perkataan Kyungjoon, atau tetap mempertahankan keinginannya
mengembalikan seratus juta won itu? Hingga Hyona pun kembali
pada keputusan awalnya, bahwa ia akan mengembalikan uang itu.
Toh Hyona juga telah mendapat uangnya sendiri dari Jess, yang
pasti juga berasal dari pria itu. Dan cek seratus juta won ini, Hyona
pikir sedikit berlebihan, padahal pelanggan itu hanya sebatas
menciumnya. Mungkin Hyona akan mempertimbangkan cek itu
jika pelanggannya benar-benar menyentuhnya.
Hyona mengedarkan pandangan ke sana kemari, mencari Jess.
Ia berniat memberikan cek itu pada Jess. Karena Jess pasti
memiliki kontak pelanggan yang semalam menyewanya, dan Jess
bisa menghubungi pria itu agar mengambil uangnya kembali.
Pandangan Hyona sampai pada wanita berambut pirang yang
duduk di meja bar. Dengan segera Hyona menghampiri wanita itu.
“Jess,” sapa Hyona. Ia duduk di kursi tinggi samping Jess.
Wanita berdarah Eropa itu menoleh pada Hyona. “Hallo,
honey!” Jess menempelkan pipinya di kedua pipi Hyona. “Kukira
kau tidak akan datang lagi malam ini.”
“Tentu saja aku datang,” balas Hyona.

47
Jess memerhatikan penampilan Hyona dari atas hingga
bawah. Gadis itu masih menggunakan pakaian sopannya.
Sebenarnya Jess tidak terlalu suka melihat anak buahnya
berkeliaran di club masih menggunakan pakaian tertutup. Ia
dikenal oleh para pelacurnya sebagai muncikari yang tegas. Tapi
dengan anak buahnya yang satu ini, Jess mau tidak mau harus
bersikap lebih lembut. Kemarin, setelah Shin Hyona mengatakan
ingin menjual diri, tiba-tiba seorang pria bertubuh jangkung
dengan lesung pipi yang menawan mendatangi Jess. Mengatakan
bahwa Jess harus bersikap baik pada Hyona, membiarkan Hyona
bekerja tanpa ikatan waktu yang khusus, dan Jess harus
menghubungi pria itu kapan pun Hyona datang.
Tentu saja Jess mendapat setumpuk uang untuk menjalankan
perintahnya. Ia jadi penasaran, siapa pria di balik pria berlesung
pipi yang memerintahkannya seperti itu? Orang yang
memerintahkan Hyona untuk datang ke kamar hotel yang sama,
dan harus menutup mata setibanya ia di sana.
“Bagaimana malam pertamamu kemarin?” tanya Jess.
Penasaran dengan pria yang berani membayar mahal untuk gadis
ini.
Hyona mengangkat bahu. “Tidak ada yang spesial,” jawabnya
asal. “Oh, iya, Jess, apa kau mengenal pria yang menyewaku
semalam?”

48
Jess mengerutkan kening. Bertanya dalam hati, apakah hingga
akhir Shin Hyona tidak mengetahui wajahnya? Karena penutup
mata itu? “Aku hanya tahu sekretarisnya yang pernah kemari.
Kenapa memangnya?”
Hyona mengeluarkan selembar kertas dari saku celana dan
memberikannya pada Jess. “Bisa kau membantuku memberikan
cek ini pada sekretarisnya?”
“Wow!” Jess berdecak melihat nominal yang tertera di sana.
Pria itu pasti benar-benar kaya, batinnya. “Mengapa kau ingin
mengembalikannya? Kurasa orang itu memberimu ini karena puas
dengan pelayananmu.”
Hyona menggeleng. “Percayalah padaku, Jess, aku sama sekali
tidak melayaninya.”
Mata Jess membulat semakin lebar lagi. Gadis itu menegak
alkohol dalam gelasnya, kemudian menatap Hyona tak percaya.
“Maksudmu, orang itu hanya memberimu ini tanpa melakukan apa
pun pada tubuhmu?” tanyanya dengan mengangkat cek di
tangannya.
Hyona menggaruk tengkuknya dengan kikuk. “Sebenarnya,
pria itu menciumku,” akunya malu. Entah mengapa, ingatan
tentang ciuman pertamanya dengan pria yang tak Hyona tahu itu
selalu melintas di pikiran Hyona. Gadis itu bahkan tidak bisa tidur
semalaman.

49
“Oke. Jadi pria itu hanya menciummu dan memberimu uang
sebanyak ini?”
Hyona mengangguk satu kali.
Jess mengangguk-angguk, heran. Mungkin mereka sedang
berhadapan dengan pria kaya yang gila. “Jadi sekarang, apa yang
akan kau lakukan?”
Hyona berpikir sejenak. “Aku akan melakukannya lagi. Yeah,
aku masih butuh uang.”
“Begini, baby,” Jess membenarkan posisi duduknya dan
menatap Hyona lebih lekat. “Jika kau ingin melakukannya lagi, kau
hanya perlu datang ke kamar hotelmu kemarin. ‘Pria itu’ akan
menyewamu lagi,” kata Jess.
Kening Hyona berkerut dalam. Gadis itu tidak tahan untuk
tidak bertanya, “Kenapa?”
Jess hanya mengangkat bahu. “Entahlah. Dan yeah, jangan
lupakan penutup matamu jika kau sudah ada di dalam kamar,”
lanjut Jess. Wanita itu memberikan cek itu ke tangan Shin Hyona
lagi. “Jika kau ingin mengembalikannya, katakan langsung saja
padanya nanti.”
Sesuai dengan perintah Jessi, Hyona pergi menggunakan taksi
menuju hotel bintang lima kemarin. Tak lupa ia membawa lingerie
dan penutup mata yang diberikan Jess untuknya. Sepanjang
perjalanan Hyona memandangi kertas itu dengan saksama.
Pikirannya tak sedikit pun bisa lepas dari pria yang telah

50
mengambil ciuman pertamanya. Pria misterius itu... akan
menyewanya lagi?
Shin Hyona tak tahu apa yang dirasakannya. Ia bahkan tidak
tahu harus merasa apa. Senang? Sedih? Takut? Tidak. Dalam
kepalanya hanya terdapat satu kata tanya yang diputar berulang-
ulang. Kenapa?
Kenapa pria itu menyewanya? Kenapa pria itu
meninggalkannya tanpa melakukan apa-apa? Kenapa pria itu
hanya menciumnya? Kenapa pria itu memberinya uang begitu
banyak? Kenapa pria itu menyewanya lagi? Dan yang paling
membuat Hyona penasaran, kenapa pria itu mengharuskannya
menutup mata? Apa yang tidak boleh Hyona lihat? Sebenarnya
siapa pria misterius itu? Anggota politik kah? Idol kah? Aktor kah?
Siapa dia? Apakah akan terjadi sesuatu yang buruk jika Hyona
melihat wajahnya?
Sepertinya ia harus bertanya nanti.
***
Kyuhyun meletakkan dokumen dari tangannya ke meja ketika
ponselnya berbunyi. Pria itu melepas kacamata yang bertengger di
hidungnya sambil mengangkat panggilan telepon. Dari Choi Siwon.
“Ini aku, hyung. Ada apa?”
“Aku baru saja mendapat telepon dari Jessi Park.”

51
Satu nama itu membuat Kyuhyun langsung menegakkan
punggungnya. Saat ini ia sudah bisa menebak apa yang akan Siwon
katakan selanjutnya.
“Gadismu sedang menuju ke hotel.”
Oh, sial!
***
Pemandangan yang menyambut Kyuhyun ketika membuka
pintu malam ini lebih parah dari kemarin. Jika kemarin Shin Hyona
masih memakai mini dress, yang meskipun menyiksa mata
Kyuhyun, tapi masih lebih baik dari lingerie yang Hyona kenakan
malam ini. Lingerie peignor grown hitam transparan itu membuat
tubuh Hyona yang sudah sangat indah menjadi lebih menggoda
lagi di mata Kyuhyun. Meskipun terdapat jubah panjang, namun itu
sama sekali tidak ada artinya. Tubuh bagian depan Hyona terlihat
jelas, payudaranya menyembul cukup banyak, dan Kyuhyun bisa
melihat celana dalam hitam yang gadis itu gunakan dengan sangat
jelas.
Ya Tuhan, dari mana Shin Hyona mendapat pakaian seperti
itu?
Baiklah. Jujur, Kyuhyun suka melihat Hyona begitu seksi dan
menggoda seperti sekarang. Tapi jika mengingat kembali alasan
yang menyebabkannya tampil seperti ini, rasa sukanya langsung
musnah. Mungkin akan berbeda jika keadaannya juga berbeda.

52
Cho Kyuhyun menutup pintu dan mulai berjalan mendekati
Hyona yang duduk manis di pinggir ranjang. Gadis itu menegakkan
posisi duduknya ketika Kyuhyun mendekat. Tahu jika
pelanggannya sudah datang, meski matanya tertutup.
“Tuan?”
Kyuhyun mengumpat dalam hati. Bisakah Hyona
menghilangkan panggilan sialan itu?
Dengan perlahan Kyuhyun duduk di samping Hyona. Diam.
Tanpa melakukan apa-apa hingga lebih dari satu menit berlalu.
Tiba-tiba Hyona bergumam, “Tuan, ada yang ingin
kukatakan.” Gadis itu mengulurkan kertas pada Kyuhyun. Betapa
Kyuhyun berusaha keras untuk tidak mengumpat saat ini juga.
“Mengapa kau memberiku ini kemarin? Aku bahkan tidak
melakukan kewajibanku.”
Kewajiban keparat!
Kyuhyun menelan makiannya kembali. Dengan sabar ia
meraih tangan Hyona, menutup satu per satu jari Hyona agar cek
itu digenggamnya dengan erat. Sebagai tanda bahwa Kyuhyun
tidak ingin uangnya dikembalikan. Sudah pria itu katakan, nominal
itu bahkan tidak cukup untuk menggantikan ciuman pertama
Hyona yang ia ambil.
“Tuan tidak ingin mengambil ini?” tanya Hyona lirih.
Seandainya Kyuhyun bisa bicara sekarang, pria itu pasti sudah

53
berteriak pada gadis di hadapannya. Tapi tidak. Kyuhyun tidak
ingin identitasnya terbongkar.
“Jika Tuan tidak ingin mengambilnya, kenapa tidak
menyentuhku?”
Kyuhyun memejamkan mata, berusaha tenang. Apa gadis ini
gila? Di saat gadis-gadis di luar sana berusaha keras
mempertahankan keperawanannya, Shin Hyona bertingkah seolah
sedang mengobral harga diri. Ke mana otak gadis ini? Di mana
sosok polos Shin Hyona yang selama ini ia kenal?
“Kau jangan salah paham, Tuan,” gumam Hyona, seolah bisa
membaca pikiran Kyuhyun. “Aku hanya tidak ingin menerima uang
tanpa alasan yang jelas. Aku memang butuh uang, tapi aku tidak
ingin memiliki hutang budi pada siapa pun. Aku juga sudah
mendapat bayaran semalam. Jika kau ingin memberiku bonus,
kupikir seratus juta won terlalu besar. Kemarin aku bahkan tidak
melakukan apa-apa.”
Lalu apa maumu sekarang?
“Boleh aku bertanya sesuatu?” tanya Hyona.
Kyuhyun masih tidak menjawab, membuat Hyona bingung
sendiri harus bagaimana. Apakah dirinya diizinkan bertanya atau
tidak? Gadis itu jadi heran sendiri. Siapa, sih pria ini sampai
bersuara pun tidak ia lakukan? Sebegitu perlukah identitasnya
disembunyikan sampai bicara saja tidak bisa?

54
Tiba-tiba Kyuhyun meraih tangan kiri Hyona yang tidak
menggenggam kertas. Dan gadis itu tersentak sesaat ketika telapak
tangannya dibawa ke sisi wajah pria di sampingnya. Kemudian
pria itu mengangguk.
Hyona sempat tak bereaksi, membeku ketika merasakan
sebuah rahang yang kokoh di telapak tangan kirinya. Rasa
penasaran Hyona semakin membuncah. Siapa orang ini?
Lamunan Hyona terhenti ketika pria itu mencium punggung
tangannya. Dengan jantung yang mulai berdetak lebih cepat,
Hyona kembali mengingat ucapannya sebelum ini.
Ah, pertanyaan.
“Tuan, kenapa kau menyewaku lagi?” tanya Hyona. “Apa kau
juga hanya akan menciumku seperti semalam?”
Tentu saja karena Kyuhyun tidak ingin Hyona ditiduri pria-
pria yang berbeda. Dan untuk pertanyaan yang kedua, Kyuhyun
juga tidak tahu. Ia ingin melindungi Hyona, dan memberinya uang
untuk membantu pengobatan ibunya. Tapi jika Hyona tidak mau
menerima uangnya dengan alasan tidak ingin mempunyai hutang
budi, adakah hal lain yang bisa Kyuhyun lakukan? Selain meniduri
gadis ini, tentu saja.
Hyona menunduk ketika sadar bahwa sia-sia saja dirinya
bertanya. Toh ia tidak mendapat jawaban. Namun kekecewaannya
berubah menjadi ketegangan saat dirasakannya deru napas

55
mendekat, dan detik berikutnya sebuah material lembut menemui
bibir Hyona.
Gadis itu tidak tahu bagaimana dengan bibir pria lain. Tapi
yang bisa ia simpulkan, lelaki misterius ini memiliki bibir yang
hangat. Lumatan demi lumatan lembut yang dilakukannya
membuat dada Hyona bergemuruh, namun juga membuat
tubuhnya rileks di saat yang bersamaan.
Jika berciuman memang semenyenangkan ini, tidak heran
banyak orang yang ketagihan.
Ciuman itu terlepas beberapa saat kemudian. Dan Hyona
tidak tahu harus merasa lega atau kecewa. Gadis itu memaki
dirinya sendiri dalam hati. Sadarlah, Shin Hyona. Kau ini sedang
menjual diri. Kau bahkan tidak tahu wajah pria seratus juta won
yang menciummu. Mengapa kau berpikir menginginkan ciuman itu
lagi?
Tunggu, apakah setelah ini pria misteriusnya akan pergi?
“Tu-tuan, ambillah uangmu jika kau ingin pergi,” lirih Hyona
sambil menyodorkan ceknya kembali.
Kyuhyun melihat cek itu sekilas dan kembali memerhatikan
wajah Hyona yang tertutup matanya. Haruskah? Haruskah ia
melakukannya?
“Tu-tuan?”
Ya Tuhan! Maafkan aku, Shin Hyona.

56
Kyuhyun menarik Hyona, mendekatkan posisi duduk mereka
kemudian memeluk tubuh mungil itu. Melumat kembali bibir
tipisnya yang menggoda, mengelus lehernya yang halus, dan
Kyuhyun bisa merasakan keterkejutan Hyona ketika Kyuhyun
menurunkan lingerie sialannya.
Maafkan aku, Shin Hyona. Maafkan aku.
Kyuhyun memeluk tubuh mungil Hyona. Menyingkirkan
rambut panjang Hyona dari lehernya dan mendaratkan bibirnya ke
sana. Mengecupnya, menghirup aromanya yang begitu wangi
memabukkan. Iblis di dalam diri Kyuhyun seolah bersorak, dirinya
memiliki kesempatan mencicipi leher jenjang yang begitu cantik
milik Shin Hyona. Dan sebentar lagi akan merembet ke bagian
tubuhnya yang lain.
Meski batin Kyuhyun berulang kali mengucapkan maaf ketika
melakukannya.
Lidah Kyuhyun menjelajahi seluruh permukaan leher Hyona,
merembet hingga telinga dan menyesapnya gemas. Tubuh gadis
itu tersentak-sentak kecil, terkejut dengan tiap sentuhan pria
seratus juta wonnya yang begitu tiba-tiba dan tak bisa ia lihat.
Meski demikian, leher Hyona tetap secara refleks bergerak
mengikuti ke mana arah bibir Kyuhyun berlabuh, memberi akses.
Desahan pertama Hyona keluar kala tangan besar yang sedari
tadi mengelus pinggangnya naik, menyentuh dadanya. Hyona
refleks menunduk, ingin melihat apa yang terjadi pada

57
payudaranya meski ia tetap tak bisa melihat apa-apa. Penutup
mata sialan. Dan gadis itu hanya bisa merasakan payudara kirinya
bergerak teratur di bawah telapak tangan besar pria seratus juta
wonnya, sambil menerka-nerka, apa dadanya kini sedang diremas?
Dadanya... Astaga... Rasanya...
Desahan Hyona semakin menjadi-jadi ketika ia merasa
sebuah benda lunak yang basah menyentuh ujung payudara
kanannya, diikuti sensasi dingin saat benda lunak itu memutar.
Dan selanjutnya Hyona merasakan hisapan kuat. Membuat
dadanya refleks membusung dan tangannya bergerak ingin
menyentuh bagian tubuh yang terasa nikmat itu. Namun yang bisa
telapak tangannya raih justru sebuah kepala.
Apakah pria itu sedang menghisap dadanya? Darahnya
semakin berdesir memikirkan apa yang sedang pria itu lakukan
pada tubuhnya. Dan gairahnya semakin naik, menerka kira-kira
apa yang akan pria misterius lakukan selanjutnya, sedangkan yang
bisa Hyona lihat hanya gelap.
Shin Hyona berusaha keras untuk tetap duduk tegak,
sementara tangannya sibuk meremas rambut Kyuhyun. Menekan
kepala pria itu, seolah menyuruhnya melakukan hal lebih pada
payudaranya. Dan Kyuhyun tentu menikmati aktivitasnya.
Mencicipi dada Hyona kini menjadi kegiatan terindah yang pernah
ia lakukan. Payudara gadis itu begitu padat, menggantung indah
dengan ujung pink kecokelatan menggemaskan. Besarnya

58
sempurna, sangat pas di telapak tangan Kyuhyun. Membuatnya tak
bisa berhenti meremas benda mungil itu. Lagi-lagi setan di dalam
diri Kyuhyun bersorak. Satu lagi bagian tubuh Hyona yang berhasil
ia jamah.
Kyuhyun menegakkan tubuhnya ketika merasa puas dengan
sepasang payudara Hyona. Napas gadis itu tersengal-sengal,
membuat dadanya naik turun dan itu membuat Kyuhyun gemas
ingin mencicipinya lagi. Tapi sekarang saatnya beralih pada bagian
yang lebih asyik.
Mata Kyuhyun turun pada celana dalam Hyona yang masih
terpasang sempurna. Sebuah seringai muncul di sudut bibir
Kyuhyun, membayangkan betapa cantik pusat tubuh Hyona dan
apa saja yang bisa ia lakukan di sana. Kyuhyun berdiri di hadapan
Hyona. Menunduk, melumat bibir yang sudah sedikit membengkak
itu dengan menggebu sebelum dirinya berjongkok tepat di depan
tubuh Hyona.
Kyuhyun memegang kaki kanan Hyona. Mengangkatnya,
menciumi ujung-ujung jari kakinya dengan lembut. Meski kini
Kyuhyun sudah diliputi nafsu, pria itu tetap ingin memperlakukan
Hyona layaknya dewi. Menunjukkan betapa Kyuhyun
mengaguminya.
Kyuhyun menciumi setiap inci kedua kaki Hyona yang begitu
mulus. Merambat naik, tak lupa mengikut sertakan lidahnya dalam
penjelajahan itu. Bahkan sesekali Kyuhyun menghisap kuat pada

59
beberapa titik yang membuat Hyona tersentak. Seperti kali ini,
Hyona berusaha merapatkan kakinya ketika Kyuhyun menghisap
paha kanan bagian dalamnya dengan kuat.
Dan akhirnya Kyuhyun sampai di sana. Di pusat tubuh Hyona
yang masih tertutup celana dalam hitam. Seringai itu muncul lagi.
Dengan semangat Kyuhyun semakin melebarkan paha Hyona,
kemudian mengecup titik kenikmatan itu. Dan kali ini Hyona
tersentak cukup hebat. Bisa Kyuhyun rasakan dari usaha kerasnya
merapatkan paha, yang sia-sia karena Kyuhyun menahannya.
Pria itu tahu Hyona terkejut. Mungkin sekarang Hyona sudah
bisa berpikir waras dan menginginkan semuanya berhenti. Tapi
tidak. Kyuhyun tidak bisa berhenti lagi. Untuk itu dengan segera ia
menarik celana dalam Hyona. Dan Kyuhyun harus berusaha keras
untuk tetap tenang melihat vagina Hyona tepat di depan wajahnya.
Masih sangat rapat. Dan bisa Kyuhyun ketahui betapa
terangsangnya Hyona melihat vagina itu sudah basah. Detik itu
Kyuhyun merasa bangga, foreplay yang ia lakukan ternyata
berhasil.
Kyuhyun mendongak, ingin mengetahui bagaimana reaksi
Hyona saat ini. Gadis itu hanya menggigit bibir bawahnya, dengan
dada naik turun. Pasti Shin Hyona merasa takut, pikir Kyuhyun.
Ingin rasanya Kyuhyun berkata agar Hyona lebih tenang, tapi ia
tidak bisa.
Maafkan aku, Shin Hyona.

60
Tanpa menunggu waktu lagi, Kyuhyun segera mendaratkan
bibirnya di klitoris Hyona. Gadis itu memekik. Namun Kyuhyun
tetap melanjutkan aktivitasnya memuja tubuh itu. Hyona yang tak
sanggup menahan tubuhnya lagi ambruk di atas ranjang dengan
kaki menjuntai ke bawah. Kyuhyun menarik tubuh Hyona
mendekat dan mulutnya lebih liar lagi bekerja di vagina Hyona.
Desahan Hyona semakin menjadi-jadi seiring dengan
kenikmatannya yang semakin bertambah. Punggungnya
menghempas ranjang beberapa kali, saat Kyuhyun menghisap
tubuhnya terlalu kuat. Tak cukup sampai di situ, Kyuhyun bahkan
mengikutkan jarinya untuk bekerja. Pria itu membuka lipatan
vagina Hyona, memasukkan jari tengahnya secara perlahan ke
dalam sana. Mengeluar-masukkannya dengan teratur.
Hyona menggigit jarinya sendiri. Berusaha meredam
desahannya yang menggila. Ia malu, tak percaya mulutnya bisa
mengeluarkan suara menjijikkan semacam itu. Tapi desahannya
sama sekali tak mau berhenti. Entah apa yang dilakukan pria
seratus juta won itu pada organnya, tapi Hyona merasakan
kenikmatan luar biasa yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Kepala gadis itu menggeleng ke kanan-kiri, rasanya tak sanggup
menerima kenikmatan yang lebih dari ini. Hingga tiba-tiba
tubuhnya menegang, kepalanya terangkat dari ranjang dan detik
berikutnya pusat tubuh Hyona meledak. Kepala gadis itu kembali

61
terhempas. Napasnya memburu. Dan Hyona belum pernah
merasakan tubuhnya seringan ini.
Apakah dirinya, baru saja mendapat orgasme?
Kyuhyun bangkit. Menjilati sekitar bibirnya sendiri,
membuka pakaiannya sambil memerhatikan Hyona yang terkulai
lemas. Shin Hyona baru saja mendapatkan orgasme pertamanya.
Betapa bangganya Kyuhyun mengetahui bahwa dirinyalah pria
yang pertama kali mengenalkan ini pada Hyona.
Keduanya kini sama-sama telanjang. Kyuhyun meletakkan
tangannya di bawah lutut dan punggung Hyona, kemudian
menaikkan posisi Hyona untuk berbaring di atas bantal. Kyuhyun
segera menindihnya, kemudian menghujani Hyona dengan
ciuman-ciuman yang kini terasa memabukkan bagi gadis itu
sendiri. Bahkan untuk ciuman mereka kali ini, Hyona membalas
Kyuhyun dan mengimbangi lumatan demi lumatan yang Kyuhyun
berikan. Luar biasa senangnya Kyuhyun melihat Hyona
menjulurkan lidah, membiarkan Kyuhyun menghisapnya
sedangkan gadis itu mengerang nikmat.
Sialan! Shin Hyona benar-benar paling bisa membuat
Kyuhyun gila.
Ciuman Kyuhyun berpindah ke leher Hyona yang disambut
gadis itu dengan menjenjangkan lehernya. Turun lagi menuju
payudara Hyona, yang disambut gadis itu dengan membusungkan
dadanya dan menekan kepala Kyuhyun. Namun ketika Kyuhyun

62
mulai memasukkan ujung kejantanannya ke dalam vagina Hyona,
gadis itu meringis. Dan pertama kalinya sejak aktivitas mereka
dimulai, Hyona mengeluarkan suara, “Sakit, Tuan.”
Tahan, sayang. Kumohon tahanlah sebentar.
“Ah! Sakiitt... mpphh—“
Rintihan Hyona teredam dengan ciuman Kyuhyun, meski tak
sepenuhnya hilang. Karena Kyuhyun masih bisa melihat dengan
jelas raut kesakitan Hyona ketika Kyuhyun masih terus berjuang
menyatukan tubuh mereka. Ini benar-benar sulit, namun luar biasa
nikmat bagi Kyuhyun karena vagina Hyona yang sempit seolah
menyedot kejantanannya dengan begitu ketat. Betapa Kyuhyun
ingin langsung menancapkan tubuhnya dengan kasar dan
memompanya dengan keras. Tapi tidak, ia tidak bisa menyiksa
Shin Hyona seperti itu. Meski Hyona kehilangan kesuciannya
karena menjual diri, Kyuhyun tetap ingin memberikan kenangan
indah bagi gadis itu di ‘malam pertama'nya. Kyuhyun tetap ingin
memperlakukan Hyona seperti ratu di ranjang pertama mereka.
Rintihan kesakitan Hyona semakin menjadi-jadi. Gadis itu
melepas ciuman mereka, memiringkan kepalanya ke samping dan
melenguh. Berbeda dengan segala kenikmatan yang Hyona rasa
sejak tadi, pusat tubuhnya kini terasa amat sangat sakit. Vaginanya
terasa seperti disobek dan dilubangi dengan paksa, bahkan
remasan dan lumatan yang dilakukan pria seratus juta won itu di
payudaranya sama sekali tak berpengaruh apa-apa.

63
“Kumohon, Tuaann... Sakit sekaliii—“
Kyuhyun meringis, merasakan kuku Hyona menancap pada
kulit lengannya. Dan itu memberi tanda betapa sakitnya tubuh
bagian bawah Hyona sana.
Tahanlah sedikit lagi, Hyona. Sedikit lagi saja.
Seandainya Kyuhyun bisa mengucapkan secara langsung
kalimat-kalimat penenang itu pada Hyona. Bahwa Kyuhyun akan
menjamin bahwa semua akan baik-baik saja.
Kyuhyun memeluk tubuh Hyona dengan erat. Kemudian
mengentakkan kejantanannya merobek selaput dara Hyona.
Membuat gadis itu menjerit di bahu Kyuhyun, kemudian menangis
tanpa suara.
Kyuhyun mengeratkan pelukannya pada tubuh Hyona yang
bergetar. Meski Hyona harus menangis, Kyuhyun tak mampu
membohongi dirinya sendiri bahwa ia merasa senang luar biasa
sekaligus bangga. Apalagi melihat darah yang mengalir di antara
kelamin mereka.
Astaga, ia sudah masuk. Ia berhasil masuk. Dirinyalah pria
beruntung yang mendapatkan keperawanan Shin Hyona. Ya Tuhan,
rasanya Kyuhyun senang sekali.
Tiba-tiba saja Kyuhyun melepaskan penutup mata Hyona,
melihat langsung mata yang terpejam itu mengeluarkan tetes-tetes
air. Dengan lembut Kyuhyun menyekanya, kemudian mendaratkan
kecupan di sana. Berharap Hyona akan berhenti menangis,

64
sehingga Kyuhyun memiliki kepercayaan diri untuk melanjutkan
aktivitas mereka.
Kyuhyun memeluk Hyona, memasukkan wajahnya di lekukan
gadis itu. Meresapi betapa nikmat vagina Hyona yang terus
berkedut seolah memijit kejantanan Kyuhyun yang tenggelam
sempurna di sana. Sekaligus menahan diri untuk tidak memompa
Hyona detik ini juga.
Tangis Hyona perlahan reda. Gadis itu perlahan membuka
kelopak mata. Dan hal pertama yang masuk ke retina matanya
adalah langit-langit kamar hotel. Kemudian matanya beralih pada
pria misterius yang sedang menindih tubuhnya. Pundak pria itu
lebar. Punggungnya terlihat begitu kokoh. Rambutnya hitam. Dan
ketika Hyona melihat ke bawah, betapa terkejutnya ia melihat
sesuatu menerobos vaginanya. Astaga, jadi benda itu yang
membuat vagina Hyona terasa sesak? Jadi dengan masuknya
benda itu, sekarang Shin Hyona sudah tidak suci lagi?
Hyona ingin menangis lagi memikirkannya. Namun tiba-tiba
gadis itu tersadar sesuatu yang lebih penting; bagaimana paras
pria yang berhasil merenggut virginitasnya?
“Tuan?” Hyona mencoba mendorong dada pria seratus juta
wonnya, ingin melihat wajah orang itu. Namun tiba-tiba sebuah
telapak tangan besar menutupi matanya dan yang terjadi
selanjutnya penutup mata Hyona sudah kembali bertengger di
kepala gadis itu. Hyona yang tidak terima ingin melepas penutup

65
matanya, tapi pria itu menahan tangannya di kedua sisi kepala
Hyona dan menghadiahkan Hyona sebuah ciuman panas. Hingga
Hyona mulai terhanyut dan membalas ciuman Kyuhyun tak kalah
panas. Gairahnya bangkit lagi.
Kyuhyun yang merasa Hyona sudah lebih baik mulai bergerak.
Memundurkan pinggulnya hingga kejantanannya hampir terlepas,
kemudian mengentakkannya dengan keras. Detik itu juga Hyona
melepaskan ciuman mereka dan menjerit.
“Sakit, Tuan. Jangan bergerak,” pintanya sungguh-sungguh.
Namun Kyuhyun tak mengindahkan permohonannya. Pria itu
tetap bergerak, maju mundur dengan pelan.
“Sakiitt... Aah!”
Tahanlah, sayang. Kau akan merasa nikmat sebentar lagi.
Air mata Hyona menetes beberapa bulir lagi. Namun kali ini
tangisnya tidak lama. Karena beberapa saat kemudian, seiring
dengan pergerakan Kyuhyun yang teratur, rasa sakit itu
berangsur-angsur menghilang.
Rintihan kesakitan itu mulai menghilang, digantikan dengan
desahan nikmat. Kyuhyun yang menyadari itu tak segan-segan
menambah ritme goyangannya. Lelaki itu menekuk kedua kaki
Hyona, memompa pusat tubuhnya dengan cepat.
Senyum puas Kyuhyun tersungging melihat Hyona terbaring
pasrah di bawah kuasanya. Tubuh gadis itu tersentak-sentak
seiring dengan dorongan kejantanan Kyuhyun. Mata gadis itu

66
tertutup, tangannya meremas seprei, bibirnya terbuka
mengeluarkan desahan-desahan yang membuat kamar mereka
semakin panas. Kepala Hyona terdongak ke atas, dengan rambut
berantakan dan peluh membasahi sekujur tubuhnya.
Entah sudah berapa kali Cho Kyuhyun melakukan seks. Tapi
baru kali ini ia merasa hebat berhasil memberikan kenikmatan
pada seorang gadis di atas ranjang. Dan seksnya kali ini terasa
lebih hebat dibanding semua yang telah dilakukannya.
Semua hanya karena satu nama. Shin Hyona.
“Tuuaann... Lebiihhh—“
Kyuhyun menyeringai puas. Ia mendekatkan bibirnya pada
telinga Hyona dan berbisik, “Kau suka?” Namun sedetik kemudian
pria itu menyesali perbuatannya. Kyuhyun terlalu terbawa
suasana sehingga lupa apa yang terjadi. Bagaimana jika Hyona
tahu siapa dirinya?
“Yaa. Ini nikmat sekali—“
Semoga Hyona tidak sadar siapa dirinya.
Kyuhyun menyalurkan rasa frustrasinya dengan bergerak
lebih cepat. Sehingga Hyona menegang dan mendapatkan orgasme
keduanya. Ia tidak berhenti, memeluk Hyona dan terus bergerak
memompa pusat tubuh Hyona yang sedang mengeluarkan cairan.
Berharap dengan kenikmatan yang ia berikan bisa membuat
Hyona lupa dengan suaranya.

67
Tubuh Hyona melengkung-lengkung di pelukan Kyuhyun
seiring dengan gesekan pusat tubuh mereka yang tidak Kyuhyun
hentikan. Hyona tidak tahu harus mengekspresikan kenikmatan ini
dengan cara apa lagi. Ia sudah memeluk leher pria seratus juta
wonnya dengan erat. Ia sudah mendesah bahkan hingga menjerit-
jerit penuh nikmat. Tapi rasanya itu tidak cukup. Ini. Terlalu.
Nikmat. Hingga tanpa sadar Hyona pun menancapkan giginya di
bahu kanan Kyuhyun. Menggigitnya gemas ketika orgasme
ketiganya datang lagi, disusul dengan semburan dari kejantanan
Kyuhyun ke dalam vaginanya. Beberapa detik setelah itu Kyuhyun
langsung ambruk menimpa tubuh mungil Hyona. Tanpa melepas
penyatuan tubuh mereka.
Dan satu hal langsung terlintas di kepala Hyona yang masih
merasakan sisa semburan sperma pria seratus juta wonnya, bahwa
dirinya sudah tidak suci lagi.
Ia kotor.
***

68
BAB TUJUH

Cho Kyuhyun sibuk mondar-mandir di koridor apartemen


sederhananya. Hari sudah hampir pagi, tapi Kyuhyun sama sekali
belum tidur. Dirinya bahkan tidak mengantuk sedikit pun.
Bagaimana ia bisa tidur tenang jika pikirannya terus melayang
pada Shin Hyona?
Ke mana perginya gadis itu? Kenapa belum kembali ke
rumahnya? Apa Hyona memutuskan untuk menginap di hotel
tempat mereka bercinta tadi?
Kyuhyun menjambak rambutnya beberapa kali. Merutuki
kebodohannya karena meninggalkan Hyona sendiri di kamar hotel
setelah mereka selesai. Kyuhyun bahkan tidak tahu Hyona tertidur
atau tidak karena matanya yang tertutup. Seharusnya tadi
Kyuhyun tidak pergi begitu saja. Seharusnya ia memastikan bahwa
Shin Hyona baik-baik saja sebelum memutuskan untuk pergi.
Karena pria itu tahu, Hyona pasti merasakan perih pada
selangkangannya setelah malam panjang mereka. Tapi bagaimana
Kyuhyun bisa bertahan lebih lama di sana jika dirinya diliputi
kekhawatiran bahwa Hyona akan memergokinya?
Sekali lagi Kyuhyun mengumpat. Dan sekarang ia merasa
khawatir dengan Hyona. Apa yang Hyona lakukan sekarang?

69
Apakah Hyona menangis karena kegadisannya telah terenggut?
Bagaimana jika Hyona merasa menyesal dan memilih bunuh diri?
Pikiran konyol itu membuat Kyuhyun kalut sendiri. Pria itu
mengeluarkan ponselnya dengan tergesa-gesa dan menekan
tombol hijau pada kontak sopirnya. Berniat menyuruh sopir itu
membawa mobilnya kemari agar Kyuhyun bisa kembali ke hotel.
“Hallo, ahjussi8. Bisakah—“ Ucapan Kyuhyun terhenti ketika
sosok yang ia risaukan tiba-tiba muncul dari ujung tangga.
Kyuhyun terdiam sesaat melihat gadis itu, berjalan dengan langkah
terseok-seok menuju ke arahnya- ke arah pintu rumahnya yang
berada di samping Kyuhyun. “Tidak, ahjussi. Maaf mengganggu
tidurmu.”
Kyuhyun mematikan sambungan teleponnya dan berjalan
cepat menghampiri Hyona.
“Oh, Cho Kyungjoon.” Hyona sempat terkejut melihat
Kyuhyun yang tiba-tiba memegang lengannya. “Kau belum tidur?
Jam berapa ini?”
Kyuhyun tak menanggapi pertanyaan Hyona. Lelaki itu sibuk
meneliti tubuh Hyona dari atas hingga bawah. “Apa kau merasa
sakit? Kenapa memaksakan diri untuk berjalan? Seharusnya kau
meneleponku agar aku bisa menjemputmu.”
Hyona menaikkan alisnya. “Bagaimana kau tahu aku merasa
sakit dan kesulitan berjalan?” tanya gadis itu curiga.

8
Paman.

70
Detik itu Kyuhyun sadar bahwa dirinya telah melakukan
kebodohan. Dan apa katanya tadi? Menjemput Hyona? Cho
Kyuhyun tolol! Kau adalah Cho Kyungjoon sekarang. Apa kau lupa
saat ini kau menjadi pria miskin yang tidak memiliki mobil?
Transportasimu hanya bus umum. Bagaimana bisa kau menjemput
Hyona di jam-jam bus umum sedang tidak beroperasi seperti ini?
Lelaki itu menelan ludahnya gugup. “A-aku melihatmu
kesulitan berjalan dari sana.” Kyuhyun menunjuk tempat di mana
dirinya menunggu Shin Hyona tadi.
Alis Hyona masih terangkat. Berniat menanyakan pertanyaan
selanjutnya mengenai kalimat ‘Seharusnya kau meneleponku agar
aku bisa menjemputmu’. Tapi selangkangan Hyona terasa perih
dan rasanya ia tak sanggup berdiri lagi. Jadi ia melupakan
pertanyaannya dan memilih untuk melanjutkan langkahnya.
Kyuhyun dengan sigap segera memapah Hyona.
“Terima kasih,” ucap Hyona setelah membuka pintu
apartemen kecilnya. Gadis itu tersenyum kecil pada tetangganya
dan melanjutkan, “Tidurlah. Kau terlihat lelah.”
Kyuhyun tidak menjawab. Sejujurnya, ia merasa sangat
khawatir. Biasanya Shin Hyona selalu menceritakan apa yang
terjadi pada ‘Kyungjoon’, tapi malam ini gadis itu tidak berkata
apa-apa. “Hyona, kau baik-baik saja?”

71
“Kenapa kau bertanya seolah-olah aku sedang mengidap
penyakit keras?” gurau Hyona. “Aku tidak apa-apa, Kyungjoon-aa.
Khawatirkan saja kantung matamu itu.”
“Aku mengkhawatirkanmu,” kata Kyuhyun, tak mampu
menahannya lagi.
Hyona sempat tertegun. Namun kemudian gadis itu tertawa
dan menepuk-nepuk bahu Kyuhyun dengan cukup keras. “Lihat.
Aku baik-baik saja, bukan? Aku masih sehat seperti biasa.”
Untuk beberapa detik Kyuhyun tetap diam. Namun kemudian
ia memilih untuk mengalah. “Baiklah, sepertinya kau memang
baik-baik saja.” Lelaki itu mengelus rambut Hyona dan berkata,
“Istirahatlah. Aku akan mengizinkanmu pada sajangnim, jadi besok
kau tidak usah kerja. Jika butuh sesuatu, hubungi aku.”
Kyuhyun memberikan seulas senyum, kemudian berbalik dan
berjalan menuju ‘rumahnya’ sendiri yang berada tepat di samping
Hyona.
Sepeninggalan Kyungjoon, Hyona masih tetap berdiri di
tempatnya. Gadis itu bertanya-tanya dalam hati, Cho Kyungjoon
memang selalu cerewet jika menyangkut tentang dirinya, tapi
mengapa rasanya malam ini lelaki itu berbeda? Kenapa Kyungjoon
tahu bahwa dirinya memang sedang sangat tidak baik-baik saja?
Bahkan sampai menungguinya di depan rumah. Mereka juga
memang dekat, tapi sejak kapan Kyungjoon menjadi begitu ringan

72
melakukan kontak fisik misal mengelus rambutnya seperti tadi?
Biasanya, Kyungjoon bersikap seperti menjaga jarak padanya.
Tiba-tiba saja ingatan Hyoma kembali pada pria seratus juta
wonnya yang juga sempat mengelus rambut Hyona beberapa kali.
Kenapa sentuhan Kyungjoon barusan terasa sama seperti
sentuhan pria seratus juta wonnya?
Hyona menggeleng keras, mencoba menyingkirkan pikiran
aneh yang melintas. Mana mungkin pria seratus juta won itu
adalah Cho Kyungjoon? Omong kosong apa itu?
Setelah berhasil menyingkirkan pemikiran gilanya, Hyona
memutuskan untuk masuk.
***
Setelah beberapa menit menghabiskan waktu di kamar mandi,
akhirnya Hyona bisa berbaring di atas ranjangnya dengan nyaman.
Gadis itu terlentang, memeluk guling di atas tubuhnya dan
memerhatikan langit-langit kamar. Pikiran Hyona terlintas lagi
pada kejadian beberapa jam yang lalu, saat pria misterius itu
menyentuh tubuhnya.
Hyona sadar dirinya kini bukanlah gadis yang sempurna lagi.
Kesuciannya telah hilang. Dan sialnya keperawanan Hyona hilang
karena dijual. Shin Hyona tahu betapa rendah dirinya sekarang. Ia
bahkan sempat berpikir, mau ditaruh di mana wajahnya ketika
bertemu orang-orang? Bertemu rekan-rekan kerjanya, bertemu
sahabat satu-satunya, dan bertemu ibunya. Harga diri Hyona

73
sudah tidak ada. Dan yang membuat Hyona merasa lebih rendah
lagi adalah dirinya jelas menikmati proses hilangnya kesucian itu.
Meski tadi Hyona sempat menangis karena kesakitan, dan ia juga
harus menahan perih di sekitar selangkangannya, tapi tak bisa
Hyona pungkiri bahwa ia menikmati sentuhan itu.
Sepertinya benar kata orang mengenai surga dunia. Kali ini
Hyona tidak heran banyak orang yang ketagihan seks, karena
rasanya memang senikmat itu.
Hyona menggigit bibir bawahnya, teringat setiap detail
sentuhan pria misterius itu. Ciumannya, sentuhan tangannya yang
besar, dorongan tubuhnya yang kuat, pelukannya yang hangat,
juga bisikannya yang menggoda. Astaga! Kenapa Hyona merasa
sesuatu yang aneh di pusat tubuhnya hanya dengan memikirkan
itu?
Hyona jadi teringat cerita teman-teman pelacurnya tentang
malam pertama mereka. Semuanya merasakan sakit, dan Hyona
akui rasanya memang semenyakitkan itu ketika proses penetrasi.
Kebanyakan dari mereka mengatakan menyesal dengan seks
pertama mereka dan ingin melupakannya, bahkan ada beberapa
yang berpikir untuk tidak melakukan seks lagi. Dan untuk yang
satu ini, Hyona tidak merasakannya. Gadis itu memang menyesal
telah kehilangan harga diri dengan cara yang tidak pantas. Tapi
Hyona sama sekali tidak merasa menyesal dengan proses di atas
ranjangnya, bahkan tidak ingin melupakan setiap sentuhan yang

74
pria seratus juta won itu berikan padanya. Hyona tidak tahu ini
benar atau tidak, tapi ia merasa pria itu memperlakukannya
dengan begitu lembut dan hati-hati. Hyona bahkan sempat merasa
bahwa dirinya sedang dipuja. Oleh ciumannya, oleh sentuhannya.
Apalagi ketika Hyona menangis. Pria itu bahkan menyeka air
matanya secara langsung, mengecupi kedua kelopak matanya
dengan lembut. Bagi Hyona yang belum pernah diperlakukan
seperti itu sebelumnya, bohong jika ia mengatakan tidak
terpengaruh. Jantungnya berdebar kala menerima perlakuan
semanis itu.
Pria misterius itu, membuat Hyona merasa seperti tidak
sedang menjual diri.
Hyona bangkit, mengambil cek seratus juta wonnya
kemudian kembali berbaring sambil memerhatikan kertas kecil itu.
“Siapa kau sebenarnya?” tanya Hyona lirih. Seolah kertas
kecil itu mampu menjawab semua rasa ingin tahunya. Hyona
penasaran. Amat sangat penasaran dengan pria yang
memperlakukan dirinya seindah itu.
Senyum tipis muncul di bibir Hyona. “Apa kau adalah
pangeran yang telah memperhatikanku diam-diam?” Senyum tolol
itu terbentuk lebih lebar lagi. “Atau kau adalah malaikat
pelindungku?”
Hyona menutup wajahnya yang merona menggunakan guling.
Membukanya lagi beberapa detik kemudian dan bicara lagi pada

75
cek di tangannya. “Jika aku bisa, rasanya aku ingin menyimpanmu
selamanya.” Tapi gadis itu tidak mungkin bisa melakukannya.
Hyona harus segera menggunakan kertas ini untuk membayar
biaya rumah sakit ibunya.
Gadis itu meletakkan kertas kecilnya di atas dada.
Membayangkan lagi punggung kokoh pria misteriusnya sambil
berdoa dalam hati; semoga Tuhan mau berbaik hati padanya
dengan memberi tahu wajah pria itu melalui mimpi.
***

76
BAB DELAPAN

Shin Hyona membuka pintu rumahnya dan terkejut melihat


Kyungjoon sudah berdiri di depan sana. Berdiri memunggunginya,
memandang jalanan yang ada di bawah. “Cho Kyungjoon?” panggil
Hyona.
Lelaki itu menoleh. Entah ini hanya perasaannya atau tidak,
tapi Hyona merasa Kyungjoon sempat memerhatikan tubuh bagian
bawahnya. Meski tak sampai tiga detik, sebelum pria itu menatap
wajah Hyona dan tersenyum kecil. “Selamat pagi,” sapa Kyungjoon.
Melangkah dan berdiri tepat di hadapan Hyona.
Hyona membalas senyumnya. Kemudian teringat sesuatu.
“Maaf aku tidak menyiapkan sarapan kita pagi ini. Aku sedang
tidak ingin memasak.”
“Lupakan. Aku akan mentraktirmu nanti.” Kyungjoon diam
sesaat, kemudian melanjutkan, “Aku akan menemanimu seharian
ini. Kau akan mencairkan cekmu dan ke rumah sakit, kan?”
Mata Hyona membulat mendengar ucapan Kyungjoon.
“Tunggu! Bagaimana kau tahu aku memiliki cek?”
“Kau yang memberitahuku saat kita di sungai Han kemarin,”
jawab Kyungjoon. Tidak melupakan satu detail penting itu. “Kau
bilang ada pria yang memberimu cek seratus juta won.”

77
Hyona mengangguk. Ya, dia ingat tentang itu. Namun
kemudian Hyona tersadar hal lain lagi. “Tapi bagaimana kau tahu
aku masih memilikinya hari ini? Bukankah saat itu aku
memberitahumu bahwa aku berniat mengembalikannya?”
Sial! Kyungjoon lupa tentang itu. “Mm...” Kyungjoon
bergumam, memutar otak untuk mencari alasan yang masuk akal.
“Karena... mmm... karena aku merasa pria itu tidak akan
menerimanya. Laki-laki tidak akan mengambil kembali apa yang
telah dia berikan. Kau tahu, aku juga laki-laki. Dan aku merasa
seperti itu,” jawab Kyungjoon asal. Berdoa dalam hati semoga
Hyona tidak curiga. “Dan jika kau sudah mengembalikannya, kau
pasti akan bercerita padaku. Iya, kan?”
Hyona mengerutkan kening, merasa aneh dengan alasan
Kyungjoon. Namun ia lebih memilih untuk tidak menghiraukannya.
“Sepertinya kau benar.” Hyona mengunci pintu rumahnya dan
berkata, “Ayo!”
Kyungjoon mengangguk satu kali dan tersenyum tipis.
Mengikuti langkah Hyona dan memerhatikan tubuh gadis itu dari
belakang. Cara berjalan Hyona sudah lebih baik. Kyungjoon lega
melihatnya.
***
“Eomma.” Hyona memeluk sang ibu setelah memasuki kamar
rawatnya. “Bagaimana perasaan eomma hari ini?”

78
Shin Hyemi tersenyum pada putrinya. “Eomma baik, sayang.”
Kemudian mata wanita itu beralih pada seorang laki-laki yang
berdiri di samping pintu. “Siapa dia?”
Hyona menoleh ke belakang. Melambaikan tangannya,
memberi kode agar Kyungjoon mendekat. “Eomma, kenalkan dia
tetangga baruku. Namanya Cho Kyungjoon. Dan Kyungjoon, ini
eommaku.”
“Selamat pagi.” Kyungjoon membungkuk hormat pada ibu
Hyona. Jujur, jantung Kyungjoon berdetak cukup tak karuan
sekarang. Ini pertama kali dirinya bertemu dengan wanita yang
paling berpengaruh dalam hidup Hyona. Dan di awal pertemuan
mereka, Kyungjoon justru merasa bersalah atas apa yang ia
lakukan pada Hyona semalam. Namun ada satu hal yang
Kyungjoon ketahui hari ini, bahwa kecantikan Hyona menurun
dari sang ibu.
“Selamat pagi, nak. Astaga, kau tampan sekali,” puji wanita itu.
Kyungjoon hanya tersenyum kikuk sambil menggaruk leher
bagian belakangnya yang tidak gatal. Sedangkan Hyona memutar
bola matanya dan tertawa. “Eomma, jangan memujinya. Dia bisa
menjadi sangat percaya diri jika dipuji.”
Shin Hyemi hanya tersenyum menanggapi.
Hyona teringat sesuatu. Gadis itu duduk di samping ranjang
Hyemi dan menggenggam tangan wanita yang pucat itu dengan
erat. “Eomma, minggu ini kau bisa menjalani kemoterapi.”

79
Hyemi menatap Hyona dengan kening berkerut. “Kau
mendapatkan uang?” tanyanya dan dibalas anggukan oleh Hyona.
“Dari mana kau mendapat uang, sayang? Eomma tahu biaya untuk
sekali kemoterapi tidaklah sedikit.”
Hyona berusaha keras untuk tidak menangis detik itu juga. Ia
mengeratkan genggamannya pada tangan sang ibu. “Eomma tidak
perlu memikirkannya. Yang penting eomma bisa mendapatkan
pengobatan dan sembuh.”
Mungkin benar kata orang bahwa apa pun yang terjadi pada
sang anak, ibunya pasti merasakan. Semalam, untuk alasan yang
tidak Hyemi ketahui, wanita itu tidak bisa tidur. Pikirannya terus
tertuju pada Hyona. Dan begitu melihat putrinya pagi ini, Hyemi
menyimpulkan bahwa semalam hanyalah kekhawatiran yang tidak
berdasar. Namun ketika mendengar bahwa Hyona mendapat uang
untuk pengobatannya, kekhawatiran Shin Hyemi memuncak lagi.
“Katakan pada eomma, kau mendapat uang dari mana?”
“Ada orang yang memberiku uang, eomma. Tenanglah. Aku
tidak melakukan apa-apa.”
“Shin Hyona, jangan berbohong. Orang macam apa yang
memberimu uang sebanyak itu tanpa melakukan apa-apa?”
Hati Kyungjoon terasa seperti teriris mendengarnya.
Berulang kali dirinya mengucapkan kata maaf dalam hati.

80
Hyona tidak menjawab. Gadis itu menunduk dengan mata
yang mulai berakhir. “Kyungjoon-aa, bisakah kau keluar
sebentar?”
Kyungjoon mengangguk. “Aku akan menunggumu di luar.”
Pria itu membungkuk hormat. Berbalik dan berjalan keluar.
Namun ketika menutup pintu, Kyungjoon sempat melihat
pemandangan yang membuat perasaannya tercabik.
Shin Hyona menangis. Di pelukan ibunya.
Kyungjoon duduk di kursi luar kamar rawat ibu Hyona
dengan perasaan berkecamuk. Separuh dirinya senang karena Shin
Hyemi bisa melakukan kemoterapi dengan uang yang Kyungjoon
berikan. Namun separuh dirinya lagi merasa sedih, karena apa
yang telah ia lakukan semalam. Shin Hyemi pasti kecewa sekali
dengan kenyataan bahwa putrinya menjual diri untuk membiayai
pengobatannya.
Apa yang bisa Kyungjoon lakukan untuk memperbaiki
keadaan? Dia tidak mungkin bisa mengembalikan kesucian Hyona
yang telah ia renggut. Satu-satunya yang terpikir oleh Kyungjoon
adalah membantu biaya rumah sakit Hyemi. Tapi bagaimana ia
bisa membantu dengan penyamarannya yang seperti ini?
Haruskah Kyungjoon berbohong bahwa dirinya baru saja menang
lotre? Tidak. Tidak. Jika seperti itu, Kyungjoon sudah bisa menebak
kira-kira apa yang akan Hyona katakan. Gadis itu pasti akan
menyuruh Kyungjoon menggunakan uangnya untuk membeli

81
perabotan rumah, karena ‘rumah penyamaran’ Kyungjoon hanya
memiliki beberapa barang sederhana, sebatas ranjang, meja, kursi,
dan lemari. Toh Kyungjoon juga jarang di sana. Jadi untuk apa
memenuhi rumah itu dengan perabotan yang tidak akan ia
gunakan?
Tiba-tiba terlintas sebuah ide di kepala Kyungjoon. Pria itu
buru-buru keluar dari rumah sakit, mencari mesin ATM terdekat
dan mengambil uang dari sana. Setelahnya Kyungjoon kembali ke
rumah sakit. Melihat sekeliling, mencari seseorang yang sekiranya
bisa dimintai tolong. Akhirnya Kyungjoon memilih untuk
mendekati seorang anak perempuan berseragam sekolah
menengah yang sedang duduk di ruang tunggu.
“Hai. Bisakah kau membantuku?”
***
“Apa? Sudah dilunasi?”
Shin Hyona terkejut mendengar ucapan petugas administrasi
rumah sakit. Gadis itu baru saja keluar dari kamar rawat ibunya,
meminta maaf karena telah melakukan dosa besar, kemudian
berniat membayarkan uang seratus juta wonnya ketika Hyona
justru dikejutkan dengan kabar bahwa tunggakan rumah sakit
ibunya sudah dilunasi.
“Ya,” sahut petugas itu. “Juga deposit untuk beberapa minggu
ke depan, dan biaya kemoterapi yang akan Nyonya Shin Hyemi
jalankan minggu ini.”

82
Shin Hyona merasa napasnya seolah direnggut secara paksa.
Hanya satu kalimat yang terlintas di kepala gadis itu, “Siapa yang
membayarnya?”
“Beberapa saat yang lalu ada seorang anak perempuan yang
membayarnya. Seluruh formulir juga telah diisi dengan benar.”
“Anak perempuan? Siapa namanya?” tanya Hyona.
Petugas itu menggeleng, tidak tahu. Kemudian ia mengambil
kembali formulir pelunasan biaya rumah sakit yang tadi diberikan
oleh si anak perempuan dan sudah terisi penuh. “Tapi di sini
tertera nama Shin Hyona.”
Hyona menerima kertas itu dan membacanya dengan
saksama. Benar, di sana tertulis nama Shin Hyona yang membayar
semua biayanya. Tapi gadis itu sendiri tahu, dirinya sama sekali
belum melakukan transaksi apa pun.
Hyona terpaku pada kertas itu. Benar. Seluruh biaya rumah
sakit ibunya telah lunas, bahkan deposito untuk beberapa minggu
ke depan. Tapi siapa yang melakukan ini? Siapa orang yang
berbaik hati memberi uang sebanyak itu untuk membayar
pengobatan ibunya? Hyona tidak tahu harus merasa apa. Jika
kondisinya Hyona tahu siapa orang itu, mungkin Hyona akan
sangat bersyukur dan berterima kasih. Tapi menerima uang
sebanyak ini tanpa tahu siapa pemberinya, membuat Hyona tidak
mengerti.

83
Apakah orang itu benar-benar berniat baik ingin membantu
Hyona? Atau orang itu punya niatan tersendiri di balik
kebaikannya?
Tidak. Ia tidak bisa menerima uang itu.
“Maaf,” Hyona mengembalikan formulir itu. “Bisakah aku
menarik kembali uang itu? Aku Shin Hyona. Dan aku tidak merasa
membayar uang itu,” lanjutnya sambil menunjukkan kartu
identitasnya.
Petugas administrasi itu terlihat terkejut. “Maaf. Tapi kami—“
“Ah, atau begini saja.” Tiba-tiba sebuah ide terlintas di kepala
Hyona. “Alihkan saja seluruh uang tadi untuk donasi rumah sakit.
Dan ini,” Hyona mengeluarkan uang seratus juta wonnya dari tas
besar. “Ini untuk biaya pengobatan eommaku, Shin Hyemi.”
***
Kedua bola mata Kyungjoon membulat sempurna mendengar
cerita dari Shin Hyona. Saat ini mereka tengah makan siang di
salah satu kedai jajangmyeon9 pinggir jalan. Dan di sela kegiatan
makannya, Hyona bercerita bahwa gadis itu baru saja menjadi
donatur rumah sakit dengan uangnya yang tiba-tiba jatuh dari
langit.
Kyungjoon tentu sangat terkejut mendengarnya. Uang yang ia
keluarkan ditolak begitu saja oleh Hyona. Kyungjoon sama sekali
tidak berpikir Hyona akan melakukan hal itu.

9
Mie hitam.

84
“Kenapa?” tanyanya, mengungkapkan rasa penasaran
sekaligus kecewanya yang terlihat begitu kental. Namun pria itu
buru-buru memperbaiki ekspresinya dan bertanya dengan lebih
tenang. “Maksudku, kenapa kau tidak terima saja yang itu? Kau
sangat membutuhkannya, bukan? Kenapa kau malah
mengalihkannya untuk kepentingan rumah sakit?”
“Kenapa kau malah bersikap seolah-olah kau yang kehilangan
uang itu?” komentar Hyona sambil mengaduk-aduk
jajangmyeonnya dengan tidak bersemangat.
“Karena jika aku jadi kau, aku akan sangat berterima kasih
pada entah siapa itu,” balas Kyungjoon. Ia meletakkan sumpitnya
dan menegak air minum. Entah mengapa nafsu makan pria itu
lenyap begitu saja. Bahkan rasanya ia ingin muntah.
Hyona ikut meletakkan sumpitnya. Melipat tangannya di atas
meja dan memandang sahabatnya lekat. “Dengar. Kau tahu,
memiliki hutang budi pada orang lain itu sama sekali tidak enak,
Kyungjoon-aa. Aku bahkan tidak tahu siapa orang itu, dan apa
motifnya memberiku uang sebanyak itu? Bagaimana jika dia
memiliki niat jahat padaku? Jika aku menggunakan uang
pemberiannya, aku tidak akan memiliki hak untuk menolak niat
jahatnya karena aku memiliki hutang budi. Kau mengerti
maksudku, kan?”

85
Kyungjoon tidak menjawab. Dalam hati membantah habis-
habisan pemikiran Hyona, bahwa Kyungjoon sama sekali tidak
memiliki niat buruk. Sedikit pun tidak.
Hyona melanjutkan lagi makannya sambil bergumam. “Dan
jika kupikir-pikir, sepertinya orang itu berada di sekitarku. Karena
dia bisa tahu bahwa aku butuh uang untuk membayar biaya rumah
sakit.”
Dan kali ini Kyungjoon sama sekali tidak bersuara. Tidak
ingin Hyona curiga.
***
Sore ini mereka tidak bekerja. Kyungjoon mengizinkan Hyona
kepada manajer restoran karena berpikir gadis itu masih butuh
istirahat. Sedangkan Kyungjoon sendiri izin karena sore ini ia
memiliki jadwal bertemu dengan kolega dari London. Ah,
sebenarnya Kyungjoon bisa saja izin sesuka hatinya untuk tidak
bekerja di restoran. Karena toh ia bekerja di sana tidak dibayar.
Pemilik restoran itu tahu siapa Cho Kyungjoon sebenarnya. Jadi
secara teknis Kyungjoon hanya membantu saja di sana, berpura-
pura kerja hanya agar bisa mendekati Shin Hyona.
Tapi sepertinya izin mereka sore ini tidak ada gunanya.
Karena pertama, Hyona sudah baik-baik saja. Dan kedua, karena
sudah terlanjur izin, Hyona malah menyuruh Kyungjoon
menemaninya di rumah. Jadi otomatis Kyungjoon harus menunda
pertemuan bisnisnya. Karena jika disuruh memilih, Kyungjoon

86
lebih suka berada di sekitar Shin Hyona daripada bekerja. Toh
perusahaannya tidak akan bangkrut hanya karena ia menunda
satu pertemuan.
Mereka duduk di sofa ruang tengah rumah Hyona. Menonton
film barat ditemani kaleng bir di tangan masing-masing juga
beberapa camilan yang tadi sempat mereka beli. Tidak ada yang
bersuara di antara keduanya. Mata mereka masing-masing
menatap layar televisi, meski sebenarnya pikiran kedua orang itu
tidak berada di sana.
Kyungjoon masih memikirkan bagaimana cara menghadapi
sifat keras kepala Shin Hyona yang terus-menerus menolak
bantuannya, bahkan ketika Kyungjoon membayarkan uangnya
secara langsung ke rumah sakit. Bagaimana caranya agar Hyona
menerima bantuannya tanpa berpikir memiliki hutang budi?
Sedangkan kepala Hyona juga sibuk bertanya, mengapa
akhir-akhir ini banyak terjadi hal yang aneh padanya? Ditiduri oleh
pria yang tidak bisa Hyona lihat wajahnya, dan pembayaran biaya
rumah sakit yang entah berasal dari mana.
Siapa pria misterius itu? Siapa yang membayar biaya rumah
sakit ibunya? Apakah mereka orang yang sama? Atau berbeda?
Lalu, apa motifnya?
Mengapa Jessi mengatakan bahwa pria misterius itu akan
membeli seluruh malam Hyona sebagai pelacur? Mengapa pria itu

87
tidak menunjukkan wajahnya? Siapa dia? Apakah Hyona
mengenalnya?
Dan mengapa biaya rumah sakit ibunya sudah terbayar
sendiri bahkan tanpa Hyona mengeluarkan sepeser uang pun?
Siapa yang membayarnya? Mengapa petugas administrasi itu
mengatakan bahwa yang membayarnya adalah anak perempuan?
Siapa anak perempuan itu? Benarkah anak itu yang membayarnya?
Atau siapa orang yang menyuruh anak itu untuk membayarnya?
Dan apa maksud sebenarnya menolong Hyona?
Tiba-tiba saja film yang sedang diputar menunjukkan adegan
tokoh utama yang sedang berciuman panas. Baik Hyona maupun
Kyungjoon tersentak dari lamunannya, dan menoleh ke arah lain
begitu adegan itu masuk ke retina keduanya. Mereka hanya berdua
di sini. Dan Kyungjoon tidak tahu apa yang bisa ia lakukan jika ada
sesuatu yang memicu gairahnya naik. Apalagi jika teringat betapa
menggiurkannya tubuh Shin Hyona.
Sedangkan ingatan Hyona langsung kembali pada seksnya
semalam begitu melihat adegan panas itu. Ketika pria misterius itu
menciumnya, menjamahnya, dan mendorong tubuhnya. Hyona
tahu ini tidak benar, tapi ia merasa tubuhnya ketagihan.
“Kyungjoon-aa,” panggil Hyona ketika adegan panas itu sudah
lenyap dari layar.
Kyungjoon menegak birnya dan bergumam, “Hm?”
“Apa kau pernah bercinta?”

88
Kyungjoon tersendat birnya dan terbatuk-batuk mendengar
pertanyaan Hyona. Apa katanya tadi?
“Dilihat dari reaksimu, sepertinya kau memang pernah
melakukannya,” lirih Hyona. Sama sekali tak menghiraukan mata
Kyungjoon yang membulat padanya.
“Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu? Kau tidak tahu
pertanyaan macam apa itu?” sembur Kyungjoon.
Hyona mendengus. “Aku tahu, itu memalukan. Tidak usah
dijawab. Aku, kan, hanya bertanya.”
Tidak ada yang bicara lagi. Kyungjoon tahu terkadang Hyona
memang terkesan sangat santai, bahkan terlalu santai pada
Kyungjoon. Lelaki itu tidak keberatan, tentu saja. Tapi pertanyaan
Hyona barusan... Astaga! Apa urat malu Hyona sudah putus karena
berani menanyakannya dan mungkin mendengar jawabannya dari
Kyungjoon? Apa gadis itu tidak takut gairah Kyungjoon naik dan
bisa menerkamnya saat ini juga? Meskipun mereka berteman, tapi
Kyungjoon tetaplah pria normal.
Dan Cho Kyungjoon adalah Cho Kyuhyun, pria yang berhasil
merenggut virginitas Shin Hyona semalam.
Diam-diam Kyungjoon melirik ke arah Hyona yang sedang
memakan peperonya dengan kunyahan kasar. Tiba-tiba Kyungjoon
penasaran, kenapa Hyona bisa bertanya seperti itu?
“Jika aku sudah pernah melakukannya atau tidak,
memangnya kenapa?”

89
Hyona mengangkat bahu. “Tidak kenapa-kenapa. Aku hanya
bertanya,” jawabnya.
Kyungjoon tidak memberi tanggapan lagi. Membiarkan
Hyona menebak sendiri.
“Kyungjoon-aa?”
“Aku akan memukulmu jika kau bertanya aneh-aneh lagi,”
tukas Kyungjoon, seolah bisa membaca pikiran Hyona. Dan tawa
yang meledak dari bibir gadis itu mengkonfirmasi pada Kyungjoon
bahwa pikirannya benar.
“Aku hanya penasaran, Kyungjoon-aa. Lagi pula aku tidak
tahu harus bertanya pada siapa lagi selain denganmu. Aku tidak
memiliki appa10, saudara laki-laki, ataupun teman laki-laki selain
dirimu. Kau sudah seperti oppa11 kandungku sendiri, kau tahu?”
Hanya sebatas itukah kau menganggapku?
Kyungjoon menghela napas panjang. “Baiklah. Aku
mengizinkanmu bertanya.”
Senyum Hyona langsung melebar. Ia memutar posisi
duduknya menghadap Kyungjoon dan menatap lelaki itu lekat.
“Kau sudah berapa kali melakukannya?”
“Melakukan apa?”
“Having seks.”

10
Ayah.
11
Kakak laki-laki, oleh adik perempuan. Pacar.

90
Kyungjoon mendengus. Dasar gadis gila. Dan sayangnya ia
tergila-gila pada gadis gila ini. “Aku tidak menghitungnya,” jawab
Kyungjoon jujur, kemudian menegak birnya dengan cepat.
“Wow! Sepertinya sudah banyak sekali,” komentar Hyona.
“Tapi dengan siapa saja? Selama ini aku tidak pernah melihatmu
dekat dengan seorang gadis.”
Karena kau tidak mungkin bertemu mereka. Jika kau bertemu
mereka, kau juga akan bertemu Cho Kyuhyun, bukan Cho Kyungjoon.
“Karena aku tidak menganggap mereka spesial, jadi aku tidak
akan mengenalkan gadis yang pernah kutiduri pada siapapun.”
Hyona mengernyit. “Aku tidak pernah tahu kau tipe pemain
wanita, Cho.”
“Tidak juga.” Kyungjoon membela diri. “Aku tipe orang yang
hanya akan setia pada satu gadis. Dan seumur hidup, aku juga
hanya pernah mencoba serius pada satu orang. Yeah, meskipun
belum sepenuhnya berhasil.”
“Siapa? Apa aku mengenal gadis yang kau sukai?”
Kau.
“Entahlah.” Lelaki itu menolehkan kepalanya ke arah Hyona
dan bertanya, “Sebenarnya apa, sih, yang mau coba kau tanyakan
padaku? Jangan berbelit-belit.”
Hyona menunjukkan senyum tak berdosanya. “Sebenarnya
aku penasaran. Bagaimana kau memperlakukan wanita yang
pernah kau tiduri?”

91
Kyungjoon terdiam, masih menatap Hyona.
“Apa kau memperlakukannya dengan lembut? Atau
sebaliknya?” sambung gadis itu.
“Kenapa kau ingin tahu?”
Karena aku ingin tahu, apakah pria misterius itu menyentuhku
dengan begitu lembut hanya sebatas tindakan normal, ataukah pria
itu memang sengaja memperlakukanku selembut itu, demi aku.
“Aku...” Hyona terlihat ragu sesaat. “Aku hanya ingin
membandingkan dengan seseorang.”
Cho Kyungjoon tertegun. Seketika ingatannya kembali pada
kejadian semalam. Apakah Shin Hyona sedang membandingkan
dirinya dengan ‘dirinya’?
“Aku memperlakukan mereka dengan biasa. Tidak kasar, juga
tidak lembut. Hanya sebatas saling memuaskan,” jawab Kyungjoon,
jujur. “Tapi aku pernah melakukannya satu kali, di mana aku
memperlakukan gadis yang kutiduri seolah-olah aku sedang
meniduri seorang dewi. Begitu lembut, bahkan aku merasa ingin
membunuh diriku sendiri karena sempat membuatnya menangis.
Karena aku tidak ingin menyakitinya. Karena aku ingin
memberinya kenangan indah di malam dia kehilangan hartanya.
Dan yang terpenting, karena aku ingin menunjukkan bahwa aku
mencintainya.”
Baru kali ini Hyona membuktikan ucapan orang, bahwa mata
bisa membuat kita seolah-olah tersedot di dalamnya. Begitulah

92
yang gadis itu rasakan sekarang. Sorot mata Kyungjoon yang
dalam, seolah menarik Hyona untuk masuk. Membuatnya tak bisa
berpaling ke arah lain walau sebenarnya gadis itu ingin.
Hyona sangat yakin gadis yang dimaksud Kyungjoon adalah
gadis lain di luar sana yang sangat pria itu cintai. Bukan dirinya.
Tapi mengapa Hyona merasa jantungnya ingin meledak? Kenapa
ucapan Kyungjoon, seolah menjadi penjelasan atas perlakuan pria
misterius itu semalam?
Kenapa dirinya seperti mendapat jawaban?
***

93
BAB SEMBILAN

Shin Hyona berdiri di depan cermin, memerhatikan


penampilannya sendiri dan tersenyum miris. Dalam hati
mengumpati Jessi Park yang memberinya bekal lingerie jenis baby
doll yang mengenaskan ini. Lingerie putih dengan tali spageti ini
hanya mampu menutupi seperempat pahanya saja. Potongan
bagian dadanya juga terlalu rendah, memperlihatkan hampir
setengah payudaranya yang tidak terlapisi bra, karena lingerie ini
memiliki cup yang mampu menampung benda kembarnya. Terlalu
terbuka, batinnya. Meski Hyona mengagumi bahannya yang terasa
begitu lembut menyentuh kulit.
Dalam hati gadis itu bertanya-tanya, seperti apa reaksi pria
misterius itu jika melihatnya seperti ini?
Malam ini Shin Hyona memutuskan untuk menjual diri lagi,
setelah satu bulan lebih sejak malam ia kehilangan
keperawanannya. Sebenarnya Hyona sudah berjanji pada sang ibu,
bahwa dirinya tidak akan menjual diri lagi. Tapi apa Hyona bisa
tinggal diam saja melihat kondisi ibunya yang semakin lemah dan
ketika dokter mengatakan bahwa ibunya segera membutuhkan
operasi? Tidak. Hyona tidak bisa diam saja tanpa melakukan apa-
apa. Gadis itu harus mengumpulkan uang untuk biaya operasi

94
ibunya yang sangat tidak sedikit. Karena Hyona sudah berjanji, apa
pun akan ia lakukan demi kesembuhan ibunya.
Untuk itu malam ini ia mendatangi Empire club lagi. Mencari
Jessi Park dan mengatakan bahwa Hyona akan melakukannya lagi,
dan wanita berambut pirang itu langsung saja menyuruhnya ke
hotel ini.
Hyona sedikit merasa bersyukur karena nasibnya menjajakan
tubuh tidak seburuk yang dipikirkannya. Hyona kira setiap malam
ia akan disetubuhi laki-laki yang berbeda. Pria tua berperut besar
yang selalu menginginkan gadis-gadis muda. Beberapa kenalan
pelacurnya sering mendapatkan yang seperti itu, yang hanya
mementingkan kepuasan mereka tanpa peduli menyakiti pelacur-
pelacur itu atau tidak. Dan Hyona bersyukur nasibnya tidak
seburuk itu, malah ia kira cukup bagus. Diperlakukan sangat manis
dan diberi bonus seratus juta won.
Astaga! Pria seratus juta wonnya.
Hyona buru-buru mengambil penutup mata dan memakainya
di kepala ketika teringat sosok misterius itu. Siapa tahu pria itu
tiba-tiba datang. Dan Hyona tidak ingin mengecewakannya jika
belum memakai penutup mata.
Sejak satu bulan lebih Hyona kehilangan kesuciannya, selama
itu pula ingatan tentang pria seratus juta won itu tak mau
menyingkir dari kepala Hyona. Bahkan pernah beberapa kali
Hyona memimpikan pria itu dalam tidurnya. Mungkin Hyona akan

95
sangat bersyukur jika Tuhan mau menunjukkan wajah pria itu
padanya lewat mimpi. Tapi sayangnya Hyona tidak seberuntung
itu. Dalam mimpinya, Hyona hanya bisa merasakan sentuhan-
sentuhan yang sama dengan sentuhan sang pria misterius. Tanpa
tahu wajahnya.
Katakanlah Shin Hyona gila. Tapi sentuhan pria itu terasa
seperti candu tersendiri bagi tubuhnya. Membuat Hyona ketagihan.
Dan malam ini ia akan merasakannya lagi.
Astaga, memikirkan pria itu saja sudah membuat dada Hyona
berdegup kencang. Hyona memaki dirinya sendiri dalam hati.
Mengapa ia merasa berdebar seperti ini ketika hendak menjual
diri? Bukankah seharusnya ia merasa marah, jijik, atau sebagainya?
Ada apa dengan dirinya?
“Aish! Kendalikan dirimu, Shin Hyona. Kendalikan pikira—
“ Kalimat Hyona terpotong ketika tiba-tiba sepasang lengan
melingkari perutnya dan sebuah material lembut menyentuh
lehernya. Tubuh Hyona menegang, merasakan dada yang hangat
dan keras menyentuh punggungnya.
***
Kyuhyun memundurkan jok mobilnya dan bersandar dengan
nyaman. Menikmati perjalanannya dari bandara menuju
penthouse-nya, sambil berharap bisa mengistirahatkan matanya
sejenak. Tiga minggu melakukan perjalanan bisnis ke Eropa benar-
benar menguras tenaga juga pikiran. Sempat terlintas di kepala

96
Kyuhyun, mungkin akan sangat menyenangkan membawa Shin
Hyona jalan-jalan ke Eropa. Gadis itu jarang sekali mendapatkan
kesenangan, dan Kyuhyun ingin sekali membahagiakannya. Tapi
kapan ia bisa melakukan itu? Kapan dirinya bisa jujur dan
mengatakan siapa dirinya sebenarnya?
Mata pria itu hampir saja terpejam ketika tiba-tiba suara
ponsel menggagalkan usahanya. Dalam hati Kyuhyun mengumpati
orang yang menelepon Siwon, ponsel Siwon yang berdering di saat
yang tidak tepat, dan pemiliknya yang tidak men-silent ponselnya
agar tidak mengganggu Kyuhyun.
“Hallo, Jess.”
Cacian di hati Kyuhyun terhenti seketika mendengar nama
yang Siwon sebut. Pria itu menoleh ke arah sekretarisnya, detik itu
ia berharap bisa memanjangkan telinganya dan mendengar apa
yang Siwon dengar.
“Baiklah. Terima kasih informasinya.” Choi Siwon mematikan
sambungan. Pria itu menoleh ke arah Kyuhyun sesaat, dan
bergumam dengan ragu. “Sajangnim, Shin Hyona sekarang—“
“Ke hotel itu. Sekarang,” potong Kyuhyun bahkan sebelum
Siwon sempat menyelesaikan ucapannya. Rasa lelah yang mendera
tubuh Kyuhyun tiba-tiba saja lenyap diganti dengan ketegangan.
Pria itu bahkan melupakan keinginannya untuk tidur, melupakan
tubuhnya yang meronta ingin diistirahatkan. Karena apa pun yang
terjadi, Shin Hyona tetap menjadi prioritasnya.

97
Kyuhyun sampai di hotel beberapa menit kemudian. Ia
langsung naik ke lantai 11, menuju kamar 1104 dan membuka
pintunya dengan dada bergemuruh. Kyuhyun tak mampu
membendung perasaannya begitu melihat Shin Hyona berdiri di
depan cermin lemari. Sudah tiga minggu Kyuhyun pergi ke
beberapa Negara, sudah tiga minggu juga ia hampir gila karena
tidak bisa melihat gadis pujaannya. Betapa Kyuhyun sangat
merindukan Hyona. Dan melihat gadis itu tepat di depan matanya,
membuat Kyuhyun tak tahan ingin memeluk tubuh mungilnya.
Menyalurkan kerinduannya yang tak terbendung tiga minggu ini.
Setelah menutup pintunya tanpa suara, Kyuhyun mengambil
langkah panjang menghampiri Hyona dan memeluknya dari
belakang. Menghirup aroma di lehernya, kemudian mengecup
leher itu dengan lembut.
Bahagia bisa melihatmu lagi.
***
Kyuhyun meletakkan tubuh Hyona perlahan di atas ranjang.
Melepas high heels gadis itu, mengecupi kaki jenjangnya dengan
lembut sebelum dirinya berbaring di samping Hyona. Kyuhyun
memiringkan tubuh gadis itu, memeluknya dari belakang dengan
erat. Bibir Kyuhyun mendarat di bahu Hyona yang terbuka,
menjalankan lidahnya menjelajahi daerah itu sambil tangannya
bergerak mengelus perut Hyona. Perlahan naik, dan tubuh Hyona

98
tersentak kecil kala telapak tangan itu sampai di payudaranya.
Meremasnya pelan.
Setan dalam diri Kyuhyun bersorak begitu gembira.
Napas Hyona berubah pendek-pendek. Membiarkan Kyuhyun
menurunkan lingerienya sebatas pinggang hingga telapak tangan
besar itu menyentuh payudaranya tanpa penghalang. Hyona
merintih kecil. Merasakan leher bagian belakang dan bahunya
basah, menikmati godaan tangan Kyuhyun di kedua puncak
payudaranya yang menegang.
Cukup lama Kyuhyun bermain di kedua benda kembar Hyona
dengan tangannya. Beberapa menit kemudian Kyuhyun memutar
tubuh Hyona menghadapnya, dan Kyuhyun langsung meraup
sebelah payudara itu dengan mulutnya.
Hyona mendesah nikmat. Mendekap kepala pria misteriusnya
agar tidak berhenti menghisap dadanya. Meski dalam hati gadis itu
berdoa agar sang ibu mau memaafkannya yang telah menjual diri
lagi. Tapi ia menikmati tiap detik yang berjalan.
Hyona merasa sedikit kecewa ketika mulut pria itu lepas dari
payudaranya. Namun kekecewaan itu segera lenyap merasakan
pria itu berusaha melepas lingerie dan celana dalam yang masih
melekat di tubuh Hyona. Kemudian dirinya dituntun untuk
menungging.
“Tu-tuan, apa yang akan kau lakukan?” tanya Hyona gugup.
Dadanya bergemuruh menanti perlakuan Kyuhyun selanjutnya

99
yang tak bisa ia lihat. Hanya bisa menerka-nerka, dan hingga
hampir satu menit berlalu pun sama sekali tidak ada sentuhan. Apa
yang sedang pria seratus juta wonnya lakukan? Hyona malu
menungging seperti ini.
Gadis itu baru saja memiliki niat untuk berbalik, namun tiba-
tiba sepasang pantatnya disentuh dan diremas dengan kuat. Detik
berikutnya Hyona menjerit ketika lidah yang tadi bekerja dengan
lihai di payudaranya kini menjilat organ intim Hyona dengan
intens. Berulang kali. Membuat tubuh Hyona hampir ambruk jika
tangan pria itu tidak menahannya.
Kyuhyun sendiri sudah lupa daratan. Melihat tubuh polos
Hyona yang begitu menggiurkan dari belakang membuat
kejantanannya semakin menegang. Kyuhyun tidak bisa lagi
menahan diri untuk meremas pantat Hyona yang berisi juga
mencicipi pusat tubuhnya dari belakang. Sesuatu yang Kyuhyun
tahan mati-matian di percintaan pertama mereka dulu.
Lidah Kyuhyun bergerak begitu lincah pada kemaluan Hyona.
Mendengar desahan Hyona yang terdengar lebih merdu dari suara
penyanyi favoritnya. Tak lama kemudian Kyuhyun juga
memasukkan jarinya ke dalam sana. Menekan pinggul Hyona agar
tidak banyak bergerak dan mengocok pusat tubuh gadis itu dengan
kuat, keras dan cepat. Diiringi jeritan nikmat yang keluar dari bibir
Hyona ketika gadis itu mendapatkan orgasme pertamanya.

100
Kyuhyun melepaskan pegangannya dan tubuh Hyona
langsung ambruk ke samping. Kyuhyun tersenyum puas
melihatnya. Lagi-lagi ia merasa hebat, mampu membuat gadis
pujaannya tak berdaya seperti ini. Seandainya penutup mata itu
tidak ada, pasti Kyuhyun bisa melihat betapa sayunya mata Hyona.
Dan itu pasti indah sekali.
Namun Kyuhyun harus menahan diri untuk tidak
melakukannya; membuka penutup mata itu.
Kyuhyun menelentangkan Hyona, menindihnya kemudian
memagut bibir yang sudah membengkak itu dengan mesra. Dan di
sela ciumannya, Kyuhyun mulai mencoba memasukkan
kejantanannya ke dalam tubuh Hyona. Masih sangat sulit, bahkan
rasanya masih sesempit yang pertama. Wajar saja, ini baru kali
kedua Hyona dimasuki dan sudah cukup lama dari jaraknya yang
pertama.
“Aah!” Tubuh Hyona melengkung menabrak dada Kyuhyun
ketika penyatuan itu berhasil di lakukan. “Tunggu, Tuan. Ini masih
sakit.”
Kyuhyun mengangguk. Membiarkan tubuh Hyona
menyesuaikan diri dengan benda asing yang menerobos masuk,
sambil bibirnya menciumi leher Hyona. Menghirup aromanya yang
lembut dan sesekali menghisap beberapa titik di sana.
Meninggalkan satu bekas kecil. Setelah dirasa cukup, Kyuhyun
mulai bergerak.

101
Hyona hanya bisa mendesah dan pasrah. Memeluk leher
Kyuhyun erat, meresapi gerakan Kyuhyun yang semakin detik
semakin bertambah cepat. Kenikmatan yang Hyona damba selama
ini akhirnya ia rasakan lagi. Bahkan tanpa Hyona sadari tubuhnya
juga ikut bergerak berlawanan dengan gerakan Kyuhyun. Pusat
tubuh mereka beradu dengan cepat, diiringi desahan Hyona dan
peluh yang mengucur dari tubuh keduanya.
“Tuaann, akuu—“ Hyona tak sanggup menyelesaikan
kalimatnya karena satu detik setelah itu kenikmatan yang telah
mencapai titik puncaknya itu meledak. Kyuhyun menyusul
beberapa detik kemudian.
Hyona sama sekali tidak keberatan saat pria misterius itu
menindihnya seutuhnya. Sama sekali tidak merasa berat. Justru
Hyona merasakan hangat yang luar biasa yang belum pernah ia
rasakan ketika memeluk laki-laki mana pun. Hyona memeluk
punggung pria itu semakin erat sambil terus meresapi sisa
semburan pria itu di rahimnya.
Shin Hyona bertanya-tanya dalam hati. Kenapa ia tidak
merasa menyesal sedikit pun? Kenapa ia tidak melarang pria itu
menanam benihnya ke dalam tubuh Hyona? Kenapa ia merasa
nyaman ketika pria itu memeluknya? Kenapa ia justru merasa
seperti dilindungi? Dan kenapa ada seberkas rasa kecewa ketika
pria itu mengeluarkan tubuhnya dan memilih berbaring di
samping Hyona? Namun kekecewaan itu tidak berlangsung lama.

102
Karena pria itu menarik Hyona untuk berbaring di pelukannya.
Dan tidur di sana.
***

103
BAB SEPULUH

“Kyungjoon-aa!” Hyona memekik senang melihat Cho Kyungjoon


muncul melalui pintu dapur restoran. Gadis itu bahkan sempat
mengagetkan beberapa rekan kerja mereka yang juga berada di
sana. Tapi Hyona sama sekali tak memedulikannya. Ia buru-buru
meletakkan sayur yang sedang ia potong, mencuci tangan secepat
kilat dan berjalan cepat menghampiri Kyungjoon. Hyona menepuk
lengan Kyungjoon dengan keras. “Yak! Dari mana saja kau?
Rumahmu kosong dan kenapa ponselmu tidak bisa dihubungi?”
cecarnya tanpa ampun. “Aku bahkan sempat mengira kau jatuh
sakit dan pingsan di rumah.”
Kyungjoon menunjukkan cengiran bodohnya, tahu jika
dirinya memang bersalah karena pergi ke luar negeri tanpa
memberi tahu Hyona. Tapi tidak mungkin juga, kan, Kyungjoon
mengaku bahwa ia akan ke luar negeri untuk urusan bisnis?
“Maafkan aku. Aku mengunjungi orang tuaku di Busan. Aku juga
baru sadar kalau ponselku tertinggal di rumah,” bohongnya. Alih-
alih merasa berdosa karena telah membohongi gadis pujaannya,
Kyungjoon justru merasa berbunga-bunga karena gadis itu
mengkhawatirkannya.
“Tapi kau kan bisa menghubungiku dengan ponsel lain atau
telepon umum di sana.” Hyona mengerucutkan bibirnya. Betapa

104
Kyungjoon harus menahan diri untuk tidak melahap bibir itu
sekarang juga. Oh, sial! Lupakan kejadian semalam, Cho Kyuhyun!
“Aku tidak hafal nomor teleponmu,” kata Kyungjoon. “Apa
kau sangat merindukanku?” godanya sambil tersenyum jahil.
Namun senyum jahil itu lebur ketika mendengar jawaban lantang
Hyona.
“Ya. Aku sangat merindukanmu, kau tahu?”
Kyungjoon berusaha menahan jantungnya yang terasa seperti
ingin melompat keluar.
“Aku kesepian sekali selama kau pergi. Aku tidak punya
teman untuk bercerita,” lanjut Hyona.
Teman untuk bercerita? Setan dalam dirinya tertawa. Apa
selama ini pengorbanannya mendekati Hyona hanya menghasilkan
sebuah hubungan pertemanan? Tapi Kyungjoon segera menepis
rasa kecewanya. Paling tidak, Shin Hyona merindukannya. Itu
artinya keberadaannya selama ini cukup berarti.
Kyungjoon melangkah satu langkah ke depan. Mengangkat
lengannya ke atas bahu Hyona, kemudian dengan gerakan pelan
tapi pasti menarik gadis itu ke pelukannya. “Aku juga sangat
merindukanmu, Shin Hyona,” ucapnya tulus, dan jujur.
***
Tubuh Hyona membeku ketika berada dalam dekapan
Kyungjoon. Bukan. Ia bukannya terkejut karena Kyungjoon
memeluknya tiba-tiba. Marah pun bukan, toh mereka pernah

105
berpelukan sebelumnya. Hyona membeku karena merasakan
sesuatu yang seharusnya tidak ia rasakan.
Kenapa pelukan Kyungjoon terasa sama seperti pelukan pria
seratus juta wonnya semalam?
Tidak. Tidak. Apa yang sedang kau pikirkan, Shin Hyona? Pria
misterius itu tidak mungkin...
Tapi kenapa rasanya sama? Cara Kyungjoon memeluknya,
kehangatannya, bahkan... aroma maskulinnya.
Kyungjoon melepaskan pelukannya ketika merasakan tubuh
Hyona menegang. Masih memegang kedua pundak gadis itu,
Kyungjoon menundukkan sedikit wajahnya agar bisa menatap
wajah Hyona dengan lebih jelas. Dan kening Kyungjoon berkerut
melihat Hyona terasa kosong.
“Hyona?”
“Tunggu sebentar,” sahut Hyona dan dalam satu gerakan
cepat mengalungkan tangannya di leher Kyungjoon dan memeluk
pria itu.
Kali ini Kyungjoon yang menegang. Bukan karena saat ini
mereka masih berada di dapur restoran dengan banyak pasang
mata menatap mereka. Bukan juga bergairah karena Hyona
dengan terang-terangan menghirup napas dalam-dalam di
lehernya. Tapi Kyungjoon takut, apakah Hyona curiga bahwa
dirinya...

106
“Tidak. Aku pasti gila,” putus Hyona. Sedetik setelahnya ia
melepaskan pelukannya dan sedikit mendorong tubuh Kyungjoon.
Gadis itu memaksakan seulas senyum dan berkata, “Ayo bekerja.”
Kyungjoon menatap punggung Hyona yang menjauh dengan
perasaan berkecamuk. Apa yang terjadi? Apa yang sebenarnya
Hyona pikirkan sampai membuatnya bertindak seperti tadi? Apa
ada sesuatu yang aneh dari diri Kyungjoon? Astaga. Apa pun itu,
Kyungjoon berharap Hyona tidak sedang menaruh curiga
kepadanya.
Lelaki itu menghela napas. Keluar dari dapur dan berjalan
menuju ruangan pemilik restoran ini. Paling tidak Kyungjoon
harus memberitahu bahwa dirinya sudah kembali dari cuti
palsunya dan siap ‘bekerja’ kembali.
Kyungjoon mengetuk pintu kayu cokelat dengan ukiran klasik
di hadapannya. Ia masuk, disambut senyuman oleh seorang lelaki
yang duduk di balik meja kerja.
“Cho Kyuhyun sajangnim?” sapa pria itu.
Kyuhyun mengernyit. “Jangan memanggilku seperti itu jika
berada di sini.” Ia duduk di sofa yang berada di sudut kiri ruangan
dan menyandarkan punggungnya di sana.
Park Kangjin terkekeh. “Baiklah, baiklah.” Pria itu bangkit
dari kursi kebesarannya dan berjalan menghampiri Kyuhyun.
“Mau kuambilkan minum?”

107
Kyuhyun menggeleng. “Bertindaklah seperti seorang bos dan
duduk saja. Aku hanya ingin memberitahu bahwa aku akan
kembali bekerja.”
Kangjin duduk di hadapan Kyuhyun. “Oh, ya. Jadi bagaimana
perjalananmu? Kau berhasil menggaet investornya?”
“Hm.” Kyuhyun mengangguk. “Aku juga berencana
membangun hotel di London. Jadi sebelumnya aku ingin meminta
izin padamu kalau nanti aku akan sering tidak datang kemari.”
“Kenapa kau harus mendapat izinku? Kau, kan, di sini juga
tidak sedang bekerja.” Kangjin tertawa renyah. Kyuhyun hanya
tersenyum tipis menanggapinya. “Omong-omong, bagaimana gadis
itu?” tanya Kangjin.
Kyuhyun mengangkat alis. “Gadis?”
“Karyawanku. Yang membuatmu sampai melakukan hal gila
dengan berpura-pura bekerja di sini. Kau sudah berhasil
mendapatkannya?”
Kyuhyun tidak menjawab. Pria itu kembali teringat kejadian
beberapa saat yang lalu. Kyuhyun masih penasaran, apa yang ada
di pikiran Hyona saat memeluknya tadi? Apakah dirinya
melakukan sesuatu yang salah? Atau Hyona menyadari bahwa
dirinya adalah pria yang merenggut virginitas gadis itu?
Tanpa menjawab pertanyaan bos palsunya, Kyuhyun bangkit
dari sofa dan bergumam, “Sepertinya aku harus bekerja sekarang.”
***

108
“Kau tampan sekali!”
Kyungjoon hanya tersenyum tipis mendengar pujian dari
pelanggan. Tanpa terpengaruh, lelaki itu tetap menata makanan di
atas meja. Setelah mengucapkan, “Selamat menikmati!” Kyungjoon
segera berbalik pergi. Berniat menuju dapur dan mengantarkan
pesanan meja lain lagi.
Namun ketika berjalan, tiba-tiba tangan Kyungjoon tertarik.
Pria itu berbalik. Dan matanya langsung terbelalak melihat
seorang gadis yang tampak begitu familier. Lee Sunhee.
“Astaga!” Sunhee berteriak. Menutup mulutnya dengan
telapak tangan sambil menatap Kyungjoon dari kaki hingga kepala.
“Apa yang kau lakukan di sini, Cho Kyuhy—“
Kyungjoon segera membungkam mulut Sunhee dengan
tangannya karena suara gadis itu cukup menarik perhatian orang-
orang di sekeliling mereka. Bahkan Shin Hyona. Gadis yang berdiri
di samping salah satu meja pelanggan itu juga memerhatikan
mereka. Sial! Apa yang akan terjadi jika Sunhee benar-benar
menyebut nama aslinya? Betapa Kyungjoon ingin memaki Lee
Sunhee sekarang juga.
“Berhentilah berteriak,” desis Kyungjoon tajam. Pria itu
melepaskan tangannya dari mulut Sunhee. Dan sebelum Sunhee
sempat berulah lagi, Kyungjoon segera menarik gadis itu keluar
dari restoran, dan baru melepaskannya ketika sampai di halaman
parkir.

109
“Aku salah lihat, kan? Ya Tuhan, apa yang terjadi padamu?
Kenapa kau—“ Sunhee menjimpit lengan baju Kyuhyun dengan
jari telunjuk dan ibu jarinya dan mengernyit, seolah baru saja
memegang kuman. “Astaga! Pakaian apa ini? Mana jasmu? Kenapa
kau membawa nampan aneh—“
“Diamlah!” sembur Kyuhyun menghentikan cecaran Sunhee.
“Kau bisa membuat telingaku pecah dengan ocehanmu itu.”
“Dan mataku bisa meledak melihatmu melayani pelanggan di
restoran itu,” balas Sunhee. “Sekarang jelaskan padaku apa yang
sebenarnya terjadi! Cho Corporation tidak bangkrut, kan?”
“Tidak. Sama sekali tidak. Dan bisakah kau pelankan sedikit
suaramu? Orang-orang bisa mengira aku sedang berbuat jahat
padamu.” Dan Kyuhyun juga takut jika mereka menarik perhatian
orang-orang di dalam restoran, terutama Shin Hyona. Astaga, apa
tanggapan Hyona melihatnya bersama Sunhee di dalam tadi?
Jangan sampai Hyona lebih menaruh curiga padanya.
Lee Sunhee menarik dan menghembuskan napas dalam-
dalam. “Ceritakan padaku dari awal,” paksa gadis itu, sama sekali
tidak menyerah. Meski kali ini dengan nada suara yang lebih
tenang.
“Aku masih tetap seorang CEO. Kau tenang saja,
perusahaanku baik-baik saja,” jelas Kyuhyun.
“Lalu kenapa kau menjadi pelayan di restoran itu?”

110
Kyuhyun terdiam sesaat. Mencari alasan yang tidak akan
membuat Sunhee tertawa. “Aku hanya membantu. Aku kenal
dengan pemilik restoran ini.”
Dan sayangnya Lee Sunhee sama sekali bukan gadis yang
mudah percaya. Apalagi dirinya sudah mengenal Kyuhyun cukup
lama. “Kau? Membantu temanmu?” Sunhee melipat tangannya di
depan dada. “Memang imbalan apa yang kau incar dengan
membantu temanmu menjadi pelayan? Dan siapa pemilik restoran
ini? Apa aku juga mengenalnya?”
“Tidak. Kau tidak mengenalnya.” Kyuhyun menarik napas,
jengah. “Dengar, Lee Sunhee. Jangan katakan pada siapa pun
bahwa kau melihatku di sini hari ini. Aku sedang melakukan suatu
misi yang penting, dan aku percaya kau tidak memiliki hak untuk
tahu.”
“Apa ini menyangkut gadis yang kau suka? Yang kau
ceritakan padaku beberapa waktu yang lalu?” tebak Sunhee. “Apa
gadis itu bekerja di sini juga? Siapa namanya?” Sunhee mengingat-
ingat sejenak dan melanjutkan, “Oh, iya, Shin Hyona. Apa gadis
bernama Shin Hyona itu ada di dalam?”
“Demi Tuhan, berhentilah bertanya!” geram Kyuhyun.
Sunhee berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya
dengan heran. “Khas seorang Cho Kyuhyun jika sedang
menyembunyikan sesuatu,” komentarnya. “Sekarang aku yakin
gadis bernama Shin Hyona itu ada di dalam.”

111
Sunhee melenggang pergi, namun Kyuhyun segera menahan
lengannya. “Apa yang akan kau lakukan?”
Sunhee menarik lengannya agar lepas dari cengkeraman
Kyuhyun. “Aku tidak melakukan apa-apa,” sanggahnya, cukup
tersinggung.
“Jangan melakukan hal yang tidak-tidak di dalam! Jangan
membuat Shin Hyona curiga!”
Sunhee mendengus. “Tenanglah.”
***
Belum pernah sekali pun ketika bekerja Hyona merasa aneh
seperti ini. Ia merasa seperti sedang diawasi. Dan kecurigaannya
cukup terbukti karena setiap dirinya menolehkan kepala ke arah
gadis yang duduk di dekat kaca, gadis itu secara terang-terangan
menatapnya.
Siapa gadis itu? Mengapa gadis itu terus mengawasinya? Apa
ada yang salah dengan penampilan Hyona? Apa gadis itu teman
Kyungjoon? Melihat dari interaksi anehnya tadi, sepertinya benar.
Tapi jika dilihat dari penampilan glamornya, apakah benar mereka
benar-benar berteman?
Kecurigaan Hyona semakin menjadi-jadi ketika gadis itu
mengangkat tangan padanya. Dan saat Hyona melirik ke arah
Kyungjoon, mata pria itu melebar. Dengan was-was Hyona
menghampiri gadis itu dan memberikan buku menu.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya Hyona sopan.

112
Lee Sunhee menerima buku menunya meski tidak diliriknya
sama sekali. Mata gadis itu terus terpancang pada paras Shin
Hyona. Dan Sunhee bisa menebak, Kyuhyun pasti ingin memenggal
kepalanya saat ini juga. “Apa namamu Shin Hyona?”
“Ya?” Hyona mengerjap, bingung. “Ya. Saya Shin Hyona.”
Selanjutnya Hyona merasa risi karena gadis di hadapannya
memerhatikan tubuhnya dari bawah ke atas dengan cukup intens.
“Lumayan,” gumam Sunhee. “Sepertinya aku bisa menebak
kenapa Kyuhyun tergila-gila padamu.”
“Maaf?” Hyona bertanya karena tidak begitu mendengarnya
dengan jelas.
Tiba-tiba Sunhee mengulurkan tangannya. “Namaku Lee
Sunhee. Kau harus mengingatku jika kita bertemu lagi nanti.”
Hyona mengerutkan kening heran. Namun gadis itu tetap
menjabat tangan Sunhee.
***

113
BAB SEBELAS

Mereka berjalan berdampingan. Menyusuri trotoar menuju halte


terdekat dengan restoran. “Jadi Lee Sunhee tadi kenalanmu?”
Hyona mengomentari cerita Kyungjoon.
Pria itu mengangguk. “Ya. Hanya kenalan.” Dalam hati
Kyungjoon harus menggumamkan maaf berkali-kali karena telah
mengarang cerita pada Hyona, dengan mengatakan bahwa dirinya
pernah bertemu secara tidak sengaja dengan Lee Sunhee. Juga
mengatakan bahwa tadi Sunhee hanya terkejut bertemu
dengannya lagi. Dan syukurlah Hyona percaya.
“Aku kira gadis itu kekasihmu.”
Kyungjoon menoleh ke arah Hyona dan buru-buru berkata,
“Tidak,” dengan nada suara yang naik satu frekuensi.
Hyona terkekeh. “Aku merasa seperti mendapat peringatan
atau semacamnya saat dia memanggilku tadi.”
“Dia tidak bicara aneh-aneh, kan?” tanya Kyungjoon.
Khawatir, takut, was-was. Dan pria itu menghela napas lega ketika
Hyona menggeleng.
“Tidak. Dia hanya mengajakku berkenalan.”
Kyungjoon tidak menanggapi lagi. Sebenarnya sedikit
khawatir penyamarannya terbongkar jika mereka terlalu banyak

114
bicara tentang dirinya. “Kau akan pulang? Atau ke rumah sakit?”
tanya Kyungjoon, mengalihkan pembicaraan.
Kali ini Hyona yang merasa salah tingkah. Mungkin malam ini
kewarasan sedang menghampirinya, karena Hyona merasa malu
jika mengatakan akan bekerja pada pekerjaan selanjutnya. “Kurasa
aku ingin menginap di rumah sakit,” bohongnya. Dan gadis itu
merasa aneh sendiri. Kenapa juga dirinya harus berbohong pada
Cho Kyungjoon di saat sahabatnya itu mengetahui semua tentang
dirinya?
“Aku akan menemanimu ke rumah sakit.”
Hyona menggeleng. “Tidak perlu. Aku ingin pergi ke suatu
tempat dulu sebelum ke sana.”
Kyungjoon mengerutkan kening, merasa aneh dengan
penolakan Hyona. Dan tumben gadis itu bicara dengan sedikit
tergagap. Apa ia menyembunyikan sesuatu?
“Apa ada sesuatu yang terjadi selama aku pergi?” tanya
Kyungjoon.
Hyona menunduk, menatap jemarinya dengan gelisah.
Haruskah ia mengadu lagi tentang kondisi ibunya yang semakin
parah dan membutuhkan operasi secepatnya? Hyona ingin
bercerita. Biar bagaimanapun beberapa hari ini dirinya merasa
kacau karena menyimpan semuanya sendiri, karena Kyungjoon
tidak ada di sampingnya. Ia butuh teman. Tapi di sisi lain Hyona

115
juga tidak ingin terus-menerus bergantung pada Kyungjoon dan
membuat pria itu khawatir.
“Tidak ada apa-apa.” Hyona memutuskan untuk berbohong.
Mungkin ia akan cerita jika nanti keadaannya membaik. Gadis itu
berpikir, rasanya ia terlalu banyak menceritakan masalah
hidupnya yang sulit pada Kyungjoon, membiarkan lelaki itu ikut
menampung kesedihannya dan memberikan bahu untuk
penghiburan. Tapi rasanya jarang Hyona bercerita tentang sesuatu
yang menyenangkan, atau menyenangkan pria itu. Bisakah Hyona
melakukannya? Sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasih
karena telah menemaninya selama ini.
Mereka sampai di halte bus. Duduk di bangku dan Kyungjoon
langsung memiringkan tubuhnya menghadap Hyona. “Sungguh
tidak ada apa-apa?”
Hyona mengangguk satu kali. “Hm. Masalahku hanya merasa
gila karena kau menghilang tanpa kabar,” candanya.
Kyungjoon sempat tersentak. Namun sebisa mungkin
menjaga mimik wajahnya senormal mungkin, kemudian terkekeh
menanggapi Hyona. “Kapan kau tidak merindukanku?”
“Tidak pernah tidak, Kyungjoon oppa.” Hyona menekan
suaranya pada panggilan ‘oppa’ kemudian tertawa. Sama sekali tak
menyadari wajah Kyungjoon yang berubah lembut, menatapnya
penuh cinta.

116
Kenapa panggilan sederhana itu seolah mampu
menjungkirbalikkan dunia Kyuhyun?
“Oh, busku datang.” Hyona berdiri dari duduknya, membuat
Kyungjoon terpaksa harus menghentikan proses pemujaannya.
“Aku pergi dulu.”
“Hati-hati.”
Kyungjoon melambaikan tangan pada Hyona dan bus yang
ditumpanginya yang berjalan menjauh. Kemudian ia menelepon
sopir agar menjemputnya di sini. Sambil menunggu, pria itu
bertanya dalam hati. Tempat apa yang akan di datangi Shin Hyona
sebelum pergi ke rumah sakit? Kyungjoon mengingat bus yang
Hyona tumpangi yang jelas-jelas tidak melewati halte rumah sakit
maupun halte dekat rumah mereka.
Tiba-tiba saja mata Kyungjoon melebar. Bus yang Hyona
tumpangi melewati hotel tempat mereka bercinta.
***
Desahan itu lolos dengan sempurna ketika Hyona berhasil
mendapatkan pelepasannya. Gadis itu mengatur napas. Menikmati
tubuhnya yang terasa begitu rileks juga menikmati cumbuan pria
misterius di sekitar leher dan tulang belikatnya.
Tidak, batin Hyona dalam hati. Pria misterius yang sedang
menindihnya ini pasti bukan Cho Kyungjoon, tetangganya.
Meskipun aroma maskulin kedua lelaki itu sama, tapi Hyona
berusaha yakin bahwa mereka adalah dua orang yang berbeda.

117
Cho Kyungjoon yang ia kenal adalah sosok yang lembut, baik hati,
dan Hyona bahkan merasa lelaki itu sudah seperti kakak
kandungnya sendiri. Tapi pria yang sedang mengecap lehernya ini,
meski Hyona tak bisa melihatnya, terasa tidak seperti Kyungjoon.
Menguasai Shin Hyona seutuhnya di atas ranjang. Hyona pernah
melihat punggung pria misterius itu. Terlihat kokoh dan keras, tipe
pria yang rajin berolahraga. Dan sepertinya Kyungjoon bukan tipe
seperti itu. Hyona juga tidak tahu bagaimana Cho Kyungjoon jika
berada di atas ranjang. Tapi pria misterius ini, sangat mampu
membuat Hyona melayang. Membuat Hyona ketagihan, bahkan
membuat Hyona beberapa kali memimpikannya.
Pria itu melepaskan penyatuan tubuh mereka dan berbaring
di samping Hyona. Memeluk pinggang Hyona dan
menenggelamkan wajah gadis itu di dadanya.
Betapa Hyona menyukai posisi ini. Lagi-lagi ia merasa seperti
terlindungi.
“Tuan?” panggil Hyona lirih. Menghirup aroma maskulinnya
yang memabukkan sambil meyakinkan dirinya sekali lagi bahwa
apa yang tadi ia rasakan di dapur restoran adalah salah. “Tuan, apa
aku masih tidak boleh melihat wajahmu?”
Hyona bisa merasakan tubuh pria seratus juta wonnya
menegang. Kenapa? Apakah ada yang salah dari pertanyaan Hyona?
Apakah benar-benar akan menjadi suatu masalah jika Hyona
mengetahui wajah pria ini? Mengapa harus serahasia itu?

118
“Aku tahu mungkin keinginanku berlebihan. Seharusnya aku
tetap diam karena kau memang membayarku agar aku
melayanimu dengan mata ditutup. Tapi...” Hyona menggigit bibir
bawahnya, ragu haruskah ia melanjutkannya atau tidak di saat ia
merasa tubuh pria itu semakin menegang. Tapi Hyona ingin tahu.
Jika memang pria seratus juta wonnya tetap tidak ingin
mengungkapkan identitasnya, paling tidak Hyona ingin tahu apa
alasan pria itu melakukannya. “Tapi... aku... aku benar-benar ingin
tahu siapa orang yang telah mengambil... keperawananku.”
Suara Hyona mengecil di satu kata terakhir dan gadis itu
menggigit bibir bawahnya lagi dengan gugup, menanti reaksi
seperti apa yang akan pria itu berikan. Namun hingga beberapa
saat berlalu pun tetap tidak ada reaksi. Hyona menyerah. Ia
membuka mulut, namun belum sempat terucap satu patah kata
pun, tiba-tiba pria itu melepaskan pelukannya dan selanjutnya
Hyona bisa merasakan ranjangnya kosong.
Gadis itu menahan napas. Apakah pria seratus juta wonnya
akan pergi? Meninggalkannya dengan rasa penasaran yang tiada
akhir seperti ini?
Hyona duduk di atas ranjang. Menerka-nerka dengan mata
yang gelap. Apa yang sedang pria itu lakukan? Bersiap-siap untuk
meninggalkannya? Apakah pria itu marah dengan pertanyaannya?
Di tengah kegundahan hati Hyona, tiba-tiba ranjang yang
didudukinya bergerak. Tak selang beberapa detik kedua

119
pundaknya dipegang dari belakang. Pria misteriusnya tidak pergi.
Hyona menerka kembali apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan
gadis itu lagi-lagi merasakan pernapasannya seolah terhenti
merasakan penutup mata yang terpasang di kepalanya tertarik ke
atas. Dan sepasang matanya kini tanpa penghalang lagi.
Perlahan Hyona membuka mata dan mengerjap, merasakan
pria itu duduk tepat di belakangnya. Dada Hyona bergemuruh.
Haruskah ia berbalik sekarang dan menghentikan seluruh rasa
penasarannya detik ini juga? Namun belum sempat Hyona
menoleh, gadis itu merasakan pria itu memberikan sebuah kertas
di telapak tangannya. Hyona menunduk.
‘Aku bisa memberimu segalanya, selain wajahku.’
Hyona menggigit bibir dan menggenggam kertas itu dengan
kencang. Sebuah pertanyaan meluncur begitu saja tanpa mampu ia
tahan. “Kenapa?”
Kertas selanjutnya Hyona terima. ‘Terkadang, ada suatu hal di
dunia ini yang akan lebih baik jika kita tidak mengetahuinya.’
Shin Hyona memejamkan matanya sesaat. Ya Tuhan...
“Aku bahkan juga tidak boleh mendengar suaramu,” bisik
Hyona parau sambil menatap sedih kedua kertas kecil di
tangannya. Mengapa permintaannya menjadi sangat sulit untuk
dikabulkan?

120
Pria itu tidak bereaksi. Hyona harus menekan hatinya sekali
lagi dan kembali bertanya, “Kenapa kau mau melakukan ini?
Kenapa kau membeliku?”
‘Karena aku menginginkanmu.’
Hyona menelan ludahnya dengan susah payah. “Kenapa kau
menginginkanku?”
Butuh jeda sesaat sebelum Hyona menerima kertas
berikutnya. ‘Karena aku ingin melindungimu.’
Ya Tuhan, rasa penasaran Hyona semakin besar. Ingin
rasanya ia memiliki sepasang mata di belakang kepala. Siapa pria
ini?
“Kenapa kau ingin melindungiku? Apa kau mengenalku
sebelumnya?” Kemudian ingatan Hyona kembali pada kejadian di
dapur restoran. Pelukan Kyungjoon. Aroma maskulin Kyungjoon.
“Apa aku mengenalmu?” tanyanya lagi dengan suara lebih pelan.
Cukup lama Hyona menunggu, tapi tidak ada jawaban. Ingin
rasanya Hyona menghentikan semua omong kosong ini. Ia hanya
cukup memutar tubuh, dan semuanya akan selesai. Hyona akan
tahu siapa pria yang berhasil merenggut kesuciannya, juga diam-
diam berhasil mencuri hatinya.
‘Kenapa kau menjual diri lagi? Apa uang yang kuberikan
kurang?’

121
Hyona menahan diri untuk tidak mendengus. Kenapa
pertanyaannya tidak dijawab? Kenapa pria ini mengalihkan
pembicaraan?
“Itu sudah lebih dari cukup, Tuan. Tapi aku memang sedang
butuh uang lebih banyak.” Tiba-tiba Hyona teringat sesuatu. Gadis
itu mengamati tulisan tangan pria misteriusnya dengan lebih
saksama, dan lagi-lagi ia merasa terkejut. Tulisan tangan pria ini
sama dengan tulisan tangan di formulir administrasi rumah sakit
waktu itu. “Tu-tuan, apa kebetulan kau pernah membayar tagihan
rumah sakit ibuku?”
Hyona bisa merasakan tubuh pria di belakangnya menegang,
lagi. Dan itu cukup mengonfirmasi bahwa pria ini memang telah
membayar tagihan rumah sakit ibunya. “Kenapa kau
melakukannya? Kenapa kau baik sekali padaku?” tanya Hyona
tanpa mampu ia tahan. Pria itu bahkan belum sempat menulis apa
pun pada kertas kecil sialannya.
“Kenapa kau memberiku cek itu? Kenapa kau membayar
pengobatan ibuku?” Kelopak mata Hyona rasanya memanas.
“Kenapa kau tahu apa yang kubutuhkan dan kenapa harus kau
yang memenuhinya?” Sebenarnya ada banyak lagi hal yang ingin ia
tanyakan dan ia sampaikan. Tapi rasanya gadis itu tidak sanggup.
Bongkahan pahit itu telah menyabotase tenggorokannya,
menyulitkannya untuk bicara. Dan Hyona tahu jika ia bicara lebih
banyak lagi, air matanya juga akan ikut campur.

122
***
“Kenapa kau tahu apa yang kubutuhkan dan kenapa harus
kau yang memenuhinya?”
Karena aku mencintaimu. Karena aku ingin menjadi orang
pertama yang membantumu saat kau butuh sesuatu. Aku ingin
melindungimu.
Cho Kyuhyun memejamkan mata, menahan rangkaian kata
yang ditahannya mati-matian agar tidak terucap. Pria itu membuka
matanya lagi, menatap kepala Hyona yang menunduk. Sejujurnya
Kyuhyun memang sangat terkejut karena Hyona bisa mengetahui
bahwa dirinyalah yang membayar tagihan rumah sakit itu. Tapi
Kyuhyun tidak ingin bertanya bagaimana Hyona bisa tahu, atau
dirinya akan dicurigai lebih dalam lagi.
Tidak bisakah Hyona menerima apa yang ia berikan tanpa
berkata apa-apa? Toh Kyuhyun juga tidak menuntut apa pun. Dan
sebenarnya apa yang Hyona butuhkan? Apa gadis itu
membutuhkan uang lagi? Seingatnya sebelum Kyuhyun pergi,
Hyona tidak lagi menjual diri. Lalu kenapa tiba-tiba Hyona menjual
diri lagi? Dua hari berturut-turut, kemarin dan hari ini. Apa terjadi
sesuatu? Lalu kenapa tadi Hyona tidak bercerita apa pun pada
‘sahabatnya’?
Setelah cukup lama terdiam, Kyuhyun menggerakkan
tangannya lagi menulis sesuatu di atas kertas.
‘Bisakah kau beritahu aku apa yang kau butuhkan?’

123
Dalam hati Kyuhyun mengutuk dirinya sendiri karena terlalu
sibuk dengan perusahaan akhir-akhir ini hingga waktu
menyamarnya terlalu sedikit dan Hyona menjadi jarang bercerita
padanya.
“Kenapa aku harus memberitahumu apa yang aku butuhkan?”
pertanyaan Hyona membuat Kyuhyun tertegun. Namun dengan
cepat ia berusaha pulih dan menuliskan balasan. Seandainya ia
tidak perlu repot-repot menulis di kertas sialan ini.
‘Aku ingin menolongmu.’
Hyona terdiam sesaat membaca kertasnya. “Kenapa kau ingin
menolongku? Dan bagaimana aku bisa menerima bantuan dari
orang yang tidak pernah aku lihat wajahnya dan tanpa alasan yang
jelas?”
Kyuhyun tidak lagi sanggup menjawab. Frustrasi. Pria itu
melempar sisa kertas dan penanya sembarangan, menutup mata
Hyona dengan telapak tangan, kemudian memagut bibir Hyona
yang bergetar.
Karena aku mencintaimu. Bisakah kau merasakannya?
Kyuhyun kembali membaringkan tubuh Hyona. Masih dengan
telapak tangan menutupi mata Hyona, Kyuhyun menenggelamkan
diri lagi. Membawa gadis itu menjauhi bumi, mendaki surga.
***

124
BAB DUA BELAS

Shin Hyona tidak masuk kerja.


Kening Kyuhyun berkerut dalam mendengar kabar dari
temannya bahwa Shin Hyona tidak datang. Kyuhyun juga bertanya
pada manajer restoran yang sama sekali tidak menerima izin dari
Hyona, dan ini berarti Hyona sengaja bolos kerja. Kyuhyun juga
telah mencoba menghubungi nomor ponselnya, tapi tidak aktif.
Kyuhyun mencari ke rumah tidak ada, di rumah sakit juga tidak.
Ke mana perginya gadis itu? Tidak terjadi sesuatu yang buruk
pada Shin Hyona, kan?
Setelah dua jam mencari, akhirnya Kyuhyun berhasil
menemukan Hyona di pinggir Sungai Han. Duduk di tanah dengan
kedua lutut ditekuk. Kyuhyun segera memarkirkan RS7 putihnya,
turun dan berlari menghampiri Hyona dengan tergesa-gesa.
“Hyona?” panggilnya. Gadis itu mendongak. Detik itu
Kyuhyun merasa seperti dijatuhi batu meteor tepat di atas
kepalanya.
Shin Hyona menangis.
“Kyungjoon-aa?”
Ah, dirinya adalah Cho Kyungjoon sekarang.

125
Lelaki itu berjongkok di hadapan Hyona. Secara naluriah
tangan kanannya terulur, menghapus air mata gadis itu dari
pipinya.
Hyona tertegun. Kenapa sentuhan tangan Kyungjoon terasa
sama ketika pria misterius itu menyeka air matanya?
“Apa yang terjadi padamu?” tanya Kyungjoon lirih. Hatinya
ikut terasa sakit. “Apa yang membuatmu menangis?”
Pertanyaan Kyungjoon cukup efektif mengalihkan perhatian
Hyona, meski tak sedikit pun membuat air mata Hyona berhenti.
Gadis itu menegakkan tubuh, kemudian dengan cepat
menghambur ke dalam pelukan Kyungjoon. Menangis di sana.
Kyungjoon menerima tubuh Hyona. Mendekap tubuh mungil
yang bergetar itu dengan lengan kokohnya, sambil mengelus
kepala Hyona yang bersandar di sana, membuat kaos Kyungjoon
basah. “Menangislah. Aku di sini,” gumamnya.
Lelaki itu memang tidak suka melihat Hyona menangis,
melihat Hyona tersiksa. Tapi ia juga tidak keberatan jika dengan
menangis mungkin akan membuat perasaan gadis itu menjadi
lebih baik. Asalkan dia ada di sini. Memeluknya, menenangkannya.
Cukup lama mereka terdiam. Masih saling memeluk, masih
dengan tangis Hyona, juga dengan elusan tangan Kyungjoon yang
berusaha membuat Hyona lebih baik. Sebenarnya Kyungjoon
penasaran. Gatal sekali lidahnya menahan untuk tidak bertanya
ketika rasa ingin tahunya bahkan sudah mencapai defcon satu. Apa

126
yang sedang terjadi pada Shin Hyona? Apa yang membuat
gadisnya menangis? Atau siapa Joe Schmo12 yang berani-beraninya
membuat Hyona menangis seperti ini? Bisakah Kyungjoon tahu
dan membuat suatu perhitungan?
Ia tidak ingin siapa pun melukai gadis ini.
Tak lama kemudian air mata Hyona mulai mereda, hanya
tersisa isakan kecil menyedihkan. Kyungjoon melepaskan
tangannya dari tubuh Hyona sejenak untuk mengambil sapu
tangan di saku celana jeansnya dan memberikan benda itu pada
Hyona sebelum memeluknya lagi.
“Aku sudah menangis dari tadi dan kau baru mengeluarkan
sapu tanganmu sekarang? Terlambat sekali, Mr. Cho.”
Kyungjoon tersenyum kecil. Senang bisa mendengar Hyona
melontarkan candaan padanya. Bahagia menyaksikan mood Hyona
yang membaik. “Kupikir kepekaanku memang sedikit terlambat,”
balasnya.
Hyona menggeleng. “Terima kasih telah menemaniku. Kau
satu-satunya orang selain eomma yang berhasil melihat wajah
terjelekku dengan air mata.”
“Cukup tersanjung mendengarnya, Nona Shin.” Dan
Kyungjoon bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Meski selama
ini Hyona hanya menganggapnya sebagai sahabat, paling tidak ia
menjadi orang pertama yang ada di saat Hyona membutuhkan

12
Orang idiot.

127
sandaran. “Dan aku akan lebih tersanjung lagi jika kau mau
menceritakan apa yang membuatmu menangis. Jujur, cukup
terkejut melihatmu seperti ini. Seperti bukan dirimu.”
“Kau benar. Aku juga benci saat aku menangis,” gumam
Hyona. Gadis itu melepaskan diri dari pelukan Kyungjoon,
membuat lelaki itu merasa sedikit kecewa. Hyona menyeka sisa air
matanya menggunakan sapu tangan. Kyungjoon mengambil
kembali sapu tangan itu, kemudian menggantikan Hyona
menghapus sisa air mata gadis itu. Hyona tersenyum tipis. “Aku
tidak tahu kau juga bisa menjadi pria romantis,” ledeknya.
“Aku bisa melakukan apa pun yang kau inginkan. Menjadi
romantis hanyalah salah satu dari sekian banyak hal kecil yang
bisa kulakukan untukmu.”
Hyona tersenyum, merasa terhibur dengan kalimat
Kyungjoon. Bersyukur Tuhan memberinya satu teman untuknya
seperti ini. Meski gadis itu sama sekali tidak menyadari maksud
tersirat yang Kyungjoon berikan lewat ucapannya.
“Ceritakan padaku,” kata Kyungjoon.
Hyona tidak menjawab selama beberapa saat, hanya
memandang wajah tampan pria di hadapannya dengan perasaan
berkecamuk. Ia senang memiliki teman sepertinya, teman pertama
yang membantu Hyona menghapus air mata. Ia ingin bercerita,
tapi di sisi lain tidak ingin menangis lagi karena mengeluarkan isi
pikirannya.

128
“Kau tidak akan mampu mengurangi kadar ketampananku
dengan terus memelototiku seperti itu,” canda Kyungjoon begitu
melihat air menggenang di kelopak mata Hyona lagi.
Gadis itu terkekeh. “Kau ingin tahu?”
Kyungjoon mengangguk satu kali dengan pasti. “Semua yang
berhubungan denganmu.”
Hyona terdiam lagi. Namun beberapa detik kemudian gadis
itu bergumam lirih. Sangat lirih, dan hampir saja Kyungjoon tidak
mendengarnya. “Aku merindukan ayahku.”
Kyungjoon tidak menjawab. Selain karena jawaban itu tidak
sekalipun terpikir olehnya, ia merasa Hyona ingin mengatakan
sesuatu lagi.
“Aku ingin bertemu appa. Aku ingin memberitahunya bahwa
eomma sedang sakit.”
Kyungjoon masih tidak bersuara. Namun kali ini ia kembali
menggerakkan sapu tangannya untuk menyeka air mata Hyona
yang keluar lagi.
“Tidak, tidak. Aku tidak boleh menangis lagi,” gumam Hyona
pada dirinya sendiri sambil menengadahkan kepala, menahan air
matanya agar tidak tumpah.
Kyungjoon benci mengatakannya, tapi, “Menangislah. Tidak
apa-apa. Aku masih di sini.”
Dan Hyona melakukannya, menangis lagi di pelukan
Kyungjoon. Menumpahkan seluruh perasaan yang selama

129
bertahun-tahun ia pendam. Hyona tidak pernah seperti ini
sebelumnya. Sejak lahir ia memang tidak pernah sekalipun
bertemu dengan ayahnya, meski Hyona tahu siapa orangnya. Ia
bahkan ragu apakah pria itu tahu bahwa Shin Hyona ada.
Terakhir kali ia merindukan sang ayah adalah ketika dirinya
masih berumur tujuh tahun. Dan sejak saat itu, Hyona lebih
memilih untuk tidak menganggap bahwa pria itu ada. Ia masih bisa
hidup meski hanya dengan sang ibu. Hyona tak lagi percaya
dengan kata ‘ayah’. Ia membencinya. Ia juga benci orang kaya.
Mereka cenderung bertindak sesuka hati mereka tanpa
memikirkan orang lain, terutama orang dari kalangan bawah
seperti Hyona dan ibunya. Ia benci pria itu, yang meninggalkan
ibunya dan membiarkannya berjuang seorang diri membesarkan
Hyona.
Tapi Hyona tidak tahu apa yang membuatnya menjadi
cengeng kali ini. Setelah semua yang terjadi beberapa waktu
terakhir, kuliahnya yang terputus, penyakit ibunya, biaya rumah
sakit, keputusannya menjual diri, pria misteriusnya, semua hal itu
membuat kepalanya seolah hampir meledak. Dan sudut terkecil
dalam hatinya, gadis itu merindukan sosok ayah yang seumur
hidup tidak pernah Hyona rasakan eksistensinya. Meski selama ini
ia mencoba kuat, hati kecilnya meronta. Ia juga butuh kasih sayang.
Ia butuh perlindungan.

130
“Eomma bilang pria itu mencintainya,” kata Hyona di sela isak
tangisnya. Meremas kaos tak bersalah Kyungjoon dengan kencang.
“Tapi jika orang itu mencintai eomma, kenapa dia meninggalkan
kami? Kenapa dia tidak memberikan marganya padaku? Kenapa,
Kyungjoon-aa?”
Kyungjoon memejamkan mata. Sakit luar biasa mendera
hatinya melihat gadisnya yang selalu ceria rapuh seperti ini.
Seandainya bisa, ia ingin menghapus semua kesedihan itu dalam
satu tarikan napas.
“Eomma bahkan menyebutkan namanya dalam tidurnya
akhir-akhir ini. Apa orang itu tidak merindukan eomma? Eomma
bahkan sedang sakit keras. Apa bahkan pria itu tahu?”
Kyungjoon mengeratkan pelukannya pada tubuh mungil
Hyona yang bergetar. Tuhan, beri dia kata-kata yang bisa
diucapkannya pada Hyona. Yang mampu menghapus rasa sakitnya.
“Apa kau tahu siapa appa-mu?” tanya Kyungjoon, pelan dan
hati-hati.
Hyona mengangguk di pelukannya. Kyungjoon ingin bertanya,
siapa? Tapi pria itu mencoba menahan diri. Nanti, ia akan bertanya
ketika Hyona lebih tenang. Sekarang Kyungjoon hanya ingin Hyona
berhenti menangis. Ia tidak sanggup melihatnya lebih lama lagi.
Lebih menyakitkan melihat Hyona menangis daripada ketika
dirinya mendapat kecelakaan lalu lintas sepuluh tahun yang lalu
dan hampir mati.

131
Mulai detik ini Cho Kyuhyun berjanji untuk tidak akan
membuat Shin Hyona menangis karena ulahnya.
Hyona berhasil menghentikan tangis episode keduanya
beberapa menit kemudian dan membiarkan Kyungjoon menyeka
sisa air matanya lagi.
“Terima kasih,” gumam Hyona ketika Kyungjoon selesai
dengan sapu tangan dan air matanya.
“Air matamu terlalu berharga kau keluarkan hanya untuk
pria yang telah menelantarkanmu dan ibumu.”
Hyona tersenyum tipis. “Aku tahu. Aku biasanya juga tidak
pernah memikirkan orang itu. Hanya saja… akhir-akhir ini…
entahlah, cukup banyak hal mengejutkan terjadi di hidupku dan
membuatku frustrasi hingga tiba-tiba saja orang itu terlintas di
kepalaku.”
Kyungjoon memberanikan diri untuk bertanya. “Jika aku
boleh tahu, siapa orang itu?” Dan ketika melihat tubuh Hyona
menegang, Kyungjoon segera menambahkan, “Aku tidak
memaksamu. Tidak usah kau katakan jika kau ti-”
“Kim Daewoo. JM Company,” ujar Hyona dingin, memotong
kalimat Kyungjoon.
Dan bola mata Kyungjoon langsung membulat sedetik
setelahnya. Astaga! Ia tahu orang itu. Kim Daewoo, direktur utama
perusahaan properti nomor satu di Seoul. Salah satu teman baik

132
ayahnya. Dirinya bahkan memanggil pria itu dengan sebutan
‘samchon13’.
Sial! Jadi pria itu adalah ayah biologis Shin Hyona?
“Kau tahu orang itu?” tanya Hyona, mengetahui perubahan
ekspresi Kyungjoon.
Lelaki itu mengangguk. “Aku tahu perusahaannya,” jawabnya,
membatasi apa yang harus dikatakan.
“Aku tahu kau pasti tidak percaya. Aku sendiri juga tidak mau
mempercayainya.” Hyona mengangkat bahu. Kyungjoon buru-buru
menggeleng.
“Tidak. Aku percaya.” Tanpa sadar ingatan akan wajah Kim
Daewoo terlintas di otaknya. Dan Kyungjoon cukup terkejut
menyadari bahwa pria itu dan Hyona memiliki bentuk mata dan
hidung yang sama. Ah, bahkan cara tersenyum kedua orang itu
juga sama. “Maaf aku bertanya. Apa Kim Daewoo dan ibumu…
maksudku… mereka…”
“Memiliki hubungan gelap?” tebak Hyona, menyelesaikan
kalimat Kyungjoon yang langsung disesali pria itu dalam hati.
Seharusnya ia tidak bertanya seperti itu. “Tidak perlu
menunjukkan wajah seperti itu. Aku pasti juga akan bertanya
pertanyaan yang sama jika berada di posisimu.”
“Maaf.”

13
Om.

133
“Aku tidak tahu,” aku Hyona. “Tapi aku percaya eomma bukan
wanita semacam itu.”
Dan Kyungjoon tak mampu menahan senyumnya, merasa
bangga dengan keyakinan dari nada suara Hyona ketika
mengatakan hal itu.
“Sudahlah. Aku tidak ingin memikirkannya lagi.” Hyona
mengusapkan kedua tangannya di wajah, seolah sedang
melakukan trik sulap yang akan menghilangkan jejak bahwa ia
baru saja menangis. Dua kali.
Gadis itu berdiri, membersihkan pantatnya dari pasir-pasir
kecil yang menempel dan merenggangkan tubuh. Kyungjoon
mengikutinya berdiri. “Karena kau sudah berhasil melihat wajah
terjelekku, bagaimana kalau aku memberimu hadiah? Mau
kutraktir?”
Kyungjoon terkekeh. Hatinya merasa lega luar biasa. Shin
Hyonanya telah kembali. “Boleh aku memilih makanan yang paling
mahal?” candanya.
Hyona mengernyit. “Ey, jahatnya.” Namun kemudian gadis itu
mengalungkan lengan kirinya ke leher Kyungjoon yang lebih tinggi
darinya dan menariknya, membuat pria itu kesulitan berjalan.
“Karena hari ini aku sedang baik, baiklah, aku akan mentraktirmu
makanan yang mahal.”
Mereka berjalan beriringan. Kyungjoon sempat tak merasa
keberatan dengan kesulitannya berjalan. Namun ketika melihat ke

134
arah mobilnya yang terparkir di pinggir jalan dan melihat Choi
Siwon berdiri di sana, memperhatikannya, Kyungjoon buru-buru
menyingkirkan lengan Hyona yang melingkar di lehernya. Untuk
sejenak ia merasa malu. Memberi Siwon tatapan Jangan-Lihat-Aku-
Seperti-Itu-Dan-Pergi-Sana-Atau-Aku-Akan-Memecatmu kemudian
meninggalkan tempat itu bersama Hyona dengan berjalan kaki.
Tiba-tiba pikiran Kyungjoon melayang pada Kim Daewoo lagi.
Ia harus mencari tahu sesuatu, nanti.
***
“Apa rencanamu setelah ini?” tanya Kyungjoon begitu mereka
keluar dari kedai tteobokki tempat mereka makan siang. Berjalan
beriringan menuju halte bus.
“Aku akan pergi ke rumah sakit. Ah, aku juga harus
menelepon sajangnim karena aku bolos kerja,” jawab Hyona.
Merutuki kebodohannya karena memutuskan untuk tidak bekerja
hanya karena menangis. Benar-benar bukan dirinya. Tiba-tiba
gadis itu tersadar sesuatu. “Tunggu, Kyungjoon-aa. Apa kau juga
sedang bolos kerja? Hanya untuk mencariku?” Hyona menatap
lelaki yang berjalan di sampingnya dengan mata melebar.
Kyungjoon tertawa pelan. “Tidak. Aku tidak mencarimu,”
bohongnya. “Aku hanya kebetulan lewat dan menemukanmu
duduk mengenaskan di pinggir sungai Han. Dan akhirnya kau yang
membuatku bolos kerja.”

135
“Maaf.” Hyona merengut. Entah apa yang terjadi, tapi ada
salah satu titik di hatinya yang merasa kecewa. Ia kira Cho
Kyungjoon mencarinya. Ini aneh. Hyona bahkan tak mampu
mengusir rasa kecewanya hingga mereka sampai di halte bus.
“Apa kau akan ikut denganku ke rumah sakit?” tanya Hyona,
mengalihkan dirinya sendiri dari perasaan aneh yang tidak
mendasar.
Kyungjoon menghembuskan napas sesal. “Aku ingin, tapi ada
hal yang harus kulakukan. Lain kali aku akan mampir ke sana.”
Dan Hyona semakin merasa aneh dengan dirinya sendiri.
Kenapa rasa kecewanya semakin bertambah dengan penolakan
lelaki itu? Bukankah biasanya ia juga selalu sendirian? Ayolah, ada
apa denganmu, Shin Hyona?
“Baiklah,” gumam gadis itu. Menyadarkan dirinya lagi untuk
tidak bereaksi berlebihan.
“Ibumu baik-baik saja, kan?”
“Untuk saat ini iya. Tapi dokter mengatakan padaku eomma
butuh operasi secepatnya,” akunya jujur.
Kyungjoon memiringkan tubuhnya ke arah Hyona. “Kapan
dokter mengatakan itu?” tanyanya, terkejut. Kenapa ia baru tahu?
Kenapa Hyona tidak memberitahunya? Apakah Hyona juga tidak
akan memberitahu apabila Kyungjoon tidak bertanya?
“Saat kau menghilang.”
“Kenapa kau baru mengatakan padaku sekarang?”

136
Hyona mendengar nada ketidaksukaan dari ucapan
Kyungjoon. Gadis itu menoleh, dan sudut hatinya yang tadi merasa
kecewa lenyap melihat Kyungjoon menatap khawatir padanya.
“Maaf. Aku hanya tidak ingin kau khawatir.”
“Kau justru membuatku semakin khawatir dengan diam saja.”
Jadi ini yang menyebabkan Hyona menjual diri lagi?
Dan setan apa yang merasuki diri Hyona, gadis itu tak mampu
menahan senyum malu-malunya. “Kau mengkhawatirkanku,”
gumamnya, seolah bicara pada dirinya sendiri. Memberitahu sudut
hatinya yang mengesalkan beberapa saat yang lalu bahwa faktanya
Cho Kyungjoon peduli padanya.
“Busmu datang.” Kyungjoon memberitahu, melupakan
amarahnya. “Hati-hati.”
“Kau juga.” Hyona berdiri dengan enggan dan masuk ke
dalam bus dengan langkah yang sangat pelan. Lagi-lagi bawah
sadarnya berbuat ulah, berharap Cho Kyungjoon akan
memanggilnya, atau melarangnya untuk pergi. Tapi sayangnya itu
tidak terjadi bahkan sampai bus yang ditumpanginya melaju.
Shin Hyona duduk di kursi paling belakang dan
memerhatikan jalanan yang tidak terlalu padat. Tiba-tiba saja
kepala Hyona berputar pada kejadian beberapa saat yang lalu.
Ketika Kyungjoon memeluknya, memberinya sapu tangan,
menghapus air matanya, menenangkannya. Dan jantung Hyona
tanpa sadar berdegup lebih kencang. Kenapa ia baru sadar bahwa

137
Cho Kyungjoon memiliki dada yang hangat, lengan yang kokoh,
dan perpaduan yang menjadi sebuah pelukan yang sangat nyaman?
***
Kyuhyun memandang bus yang Hyona tumpangi menjauh
hingga hilang dari jangkauan matanya. Beberapa saat kemudian
Audi RS7 berhenti di depannya dan Kyuhyun melompat masuk ke
dalam.
“Sebuah pertunjukan yang menyenangkan, Cho Kyuhyun.”
Kyuhyun mendelik tajam pada Choi Siwon yang duduk di
balik kemudi. “Kau menghilangkan panggilan ‘sajangnim’mu,”
komentarnya sambil memasang sabuk pengaman.
“Bukankah Anda yang menyuruh saya melakukannya,
sajangnim?” Siwon menekan satu kata terakhirnya diikuti senyum
jahil.
Kyuhyun memutar mata. “Terserah apa katamu, hyung.” Ia
tidak suka digoda. Kemudian teringat hal lain yang lebih penting
daripada sekedar menanggapi godaan jahil sekretarisnya. “Ke JM
Company. Sekarang,” perintahnya.
***

138
BAB TIGA BELAS

“Menangislah. Aku di sini.”


Hyona tak mampu menahan senyum orang-bodoh-nya ketika
ucapan Kyungjoon tadi siang kembali berputar di kepalanya.
“Aku bisa melakukan apa pun yang kau inginkan. Menjadi
romantis hanyalah salah satu dari sekian banyak hal kecil yang bisa
kulakukan untukmu.”
Shin Hyona menutupi wajahnya yang merona dengan kedua
telapak tangannya. Astaga, Cho Kyungjoon! Kenapa hari ini kau
begitu…
“Kenapa kau tertawa?”
Hyona terkesiap ketika Shin Hyemi menginterupsi
lamunannya. Gadis itu menjauhkan telapak tangannya, berusaha
menormalkan kembali rona di wajahnya sambil menggeleng,
“Tidak apa-apa.”
Hyemi mengerutkan sudut matanya, tidak percaya. “Katakan,
apa yang baru saja terlintas di kepalamu dan membuatmu
memerah seperti itu?”
“Bukan apa-apa, eomma.” Hyona tidak mau mengaku. Malu. Ia
tidak pernah merasakan sesuatu seperti ini sebelumnya.
“Apa kau sedang jatuh cinta?” tebak Hyemi dan langsung
mendapat pelototan dari putrinya.

139
“Eomma!” tegur Hyona.
Shin Hyemi terkekeh. “Sepertinya eomma benar,” putusnya
sepihak.
Hyona mengerang. “Tidak. Aku tidak sedang jatuh cinta,
eomma. Percayalah.”
“Benarkah?” Wajah pucat Hyemi terlihat berbinar. Menikmati
momen menggoda putri kesayangannya. Beberapa saat kemudian
ia bertanya lagi, “Bagaimana kabar temanmu? Siapa namanya?
Cho…”
“Cho Kyungjoon,” jawab Hyona. Dan melihat senyum bodoh
putrinya lagi, detik itu Hyemi yakin bahwa pria itulah yang
membuat wajah Hyona memerah hanya dengan memikirkannya.
Satu-satunya pria yang pernah Hyona kenalkan padanya.
“Ya, Cho Kyungjoon. Bagaimana kabarnya?”
Hyona mengangguk. “Dia baik. Tadi kami makan siang
bersama.”
“Benarkah? Lain kali ajaklah dia kemari lagi.”
Hyona mengangguk antusias- terlalu antusias. “Dia
mengatakan akan mampir kapan-kapan.”
“Katakan eomma menunggu kedatangannya.” Dan melihat
Hyona tersenyum khas remaja-ingusan lagi, Hyemi benar-benar
tak mampu untuk tidak berkomentar, “Sayang, apa kau sedang
jatuh cinta pada Cho Kyungjoon?”

140
Hyona tersendak air liurnya sendiri. Gadis itu terbatuk-batuk
sedangkan ibunya hanya terkekeh. Hyona menepuk-nepuk
dadanya sambil menatap Hyemi tajam. Apa ibunya tidak pernah
membaca berita ada orang yang meninggal hanya karena
tersendak?
***
‘Honey, bisa kau datang ke club?’
Hyona mendesah panjang membaca pesan dari Jessi Park di
ponselnya. Gadis itu mengetik balasan bahwa ia sedang tidak ingin
ke club, tapi sebelum ia mengirimnya, pesan dari Jess datang lagi.
‘Kau mendapat paket. Datang dan ambillah.’
Kening Hyona berkerut. Paket? Dari siapa? Dan kenapa di
alamatkan ke club bukannya ke rumah?
Baiklah, mari kita lihat.
Setelah memastikan ibunya tidur dengan nyenyak, Hyona
keluar rumah sakit dan pergi menuju Empire club. Ia tiba sekitar
tiga puluh menit kemudian.
Hyona menemukan Jessi Park duduk di meja bar bersama
seorang pria ditemani botol wine. Mereka bicara terlalu dekat.
Tangan pria asing itu bahkan berada di atas paha Jessi. Hyona
bergidik. Sebenarnya tidak ingin mengganggu, tapi akan sia-sia
dirinya datang kemari jika pergi begitu saja tanpa bertanya paket
apa itu.
“Jess!”

141
Kedua orang itu menoleh ke arah Hyona, terlihat tidak suka
diinterupsi. Tapi kekesalan di wajah Jess langsung lenyap melihat
siapa yang memanggil. Hanya pria itu yang masih terlihat enggan
melepaskan tangannya dari atas paha Jess. Hyona berusaha
menyampaikan maaf lewat matanya, kemudian beralih pada Jess.
“Paket apa?” tanyanya tanpa basa-basi.
“Wait a minute, Jamie,” katanya setelah mengecup bibir pria
itu, kemudian beralih pada Hyona. “Ikut aku.”
Jessi menggiring Hyona ke belakang, ke arah ruang kecil
tempat para pelacur membenahi dandanannya. Hyona menunggu
dengan sabar, melihat Jess mengambil sesuatu dari dalam tas dan
memberikan selembar kertas pada Hyona. Hyona seketika
terbelalak.
Cek. Kali ini satu juta dolar. Astaga, dolar!
Gadis itu menatap Jess tak percaya, bahkan tak mampu
berkata-kata.
Jessi mengangkat bahu. “Yeah, itu untukmu. Betapa
beruntungnya dirimu, honey.”
“Dari siapa?”
“Dari pria yang sama, kurasa.”
Pria misteriusnya?
“Bagaimana caranya kau mendapatkan ini?” tanya Hyona.

142
“Beberapa saat yang lalu orang suruhannya kemari,” kata Jess.
“Kau tahu, Hyona, bahkan orang suruhannya saja sangat tampan.
Hanya sayang aku tidak suka pria Asia.”
Hyona tidak menjawab. Matanya menatap kertas di
tangannya dengan pandangan kosong. Ia bahkan tidak tahu harus
berpikir apa. Ini terlalu… berlebihan. Terlebih lagi Hyona tidak
tahu siapa dia.
“Kau sudah mendapatkan paketmu. Dan aku harus kembali
pada kekasihku. Bye, Hyona.”
Jessi pergi, meninggalkan Hyona yang masih membeku. Apa
lagi ini? Kenapa pria itu memberinya uang lagi? Dan kenapa harus
pada saat yang tepat, di saat dirinya memang butuh banyak uang.
Haruskah Hyona menerimanya? Haruskah Hyona
mengembalikannya? Ya Tuhan…
Sepertinya ia harus memikirkannya dengan tenang di rumah.
Sepertinya ia harus pulang. Gadis itu hampir berbalik pergi, ketika
matanya tertuju pada sebuah benda yang sangat ia kenal di atas
meja.
Ponsel Jessi Park.
Haruskah Hyona melakukannya?
Tanpa pikir panjang, Hyona meraih ponsel itu. Bersyukur
dalam hati mengetahui ponsel itu tidak memiliki kata sandi apa
pun. Membuka kotak pesan, mata Hyona langsung tertuju pada
sebuah pesan dari ‘Asisten si Kaya’.

143
‘Kau harus memberikannya pada Shin Hyona malam ini juga.
Jangan lupa.’
Tidak salah lagi, ini pasti orang suruhan pria misteriusnya.
Hyona buru-buru mencatat nomor itu. Dan pergi tepat
sebelum Jessi masuk lagi untuk mengambil tas dan ponselnya yang
tertinggal.
Ia harus melakukan sesuatu pada nomor ini. Ia harus tahu
siapa pria misterius itu.
***

144
BAB EMPAT BELAS

Keesokan harinyai restoran tutup lebih cepat, bahkan sebelum


matahari sempat terbenam. Entah Hyona harus merasa senang
atau tidak. Sebagian dari dirinya senang karena ia bisa beristirahat
lebih awal. Tapi sebagian hatinya lagi merasa sedih karena sosok
yang ia harapkan ada di sisinya kini tidak ada. Cho Kyungjoon
tidak masuk kerja lagi sore ini. Hyona sampai bertanya-tanya
dalam hati, kenapa bosnya tidak memecat pria itu karena terlalu
sering membolos kerja? Jika Hyona hitung-hitung, jatah libur
Kyungjoon telah habis. Tapi Hyona juga bersyukur akan fakta itu
karena Kyungjoon masih akan tetap bersamanya bekerja di tempat
yang sama.
Tapi omong-omong, di mana Kyungjoon sekarang? Ponsel
lelaki itu tidak bisa dihubungi. Dan Hyona ingin menceritakan
sesuatu. Hyona ingin mendengar saran dari sahabatnya tentang…
orang itu.
Hampir satu jam Shin Hyona duduk di cafe itu tanpa
melakukan apa-apa. Bahkan cappuccino yang dipesannya sudah
hampir dingin. Hanya terdiam, bengong menatap sederet angka
yang tertera di layar ponselnya.
Nomor orang yang berhubungan dengan pria misteriusnya.
Entah itu asisten, orang suruhan, atau kaki tangan. Apa pun itu,

145
Hyona hanya ingin tahu siapa pria misterius yang terus-menerus
menolongnya.
Tapi bagaimana caranya tahu? Haruskah ia menghubungi
nomor ini? Tapi apa yang Hyona katakan setelah menghubunginya?
Apakah Hyona akan mendapatkan apa yang ia mau jika Hyona
mengatakan siapa dirinya?
Tidak. Tidak mungkin. Pria misterius itu melakukan segala
cara agar identitasnya tersembunyi. Orang suruhannya pasti tidak
akan memberitahu jika Hyona bertanya dengan terang-terangan.
Lalu bagaimana caranya?
Terjaganya Hyona semalaman untuk memikirkan hal ini
seakan belum cukup. Dan sore ini lagi-lagi Hyona berpikir keras.
Bagaimana cara mengetahuinya?
Telepon saja dulu. Siapa tahu kau mengenal suaranya. Alam
bawah sadarnya memberi saran masuk akal bagi Hyona. Haruskah
Hyona meneleponnya? Tapi memang benar, pria misterius itu tahu
semua yang Hyona butuhkan, seolah-olah sosok itu ada di
sekitarnya. Entah dia sendiri yang ada di sekitar Hyona, atau orang
suruhannya yang ada di sekitar Hyona.
Ya, telepon saja. Mungkin Hyona memang mengenalnya.
Dengan tangan sedikit gemetar dan jantung yang berdegup
tak karuan, Hyona menekan tombol hijau pada nama “Orang itu”
pada ponselnya. Satu detik, dua detik, tiga detik, dan napas Hyona
tertahan ketika panggilannya terangkat pada dering ke lima.

146
“Hallo.”
Alis Hyona berkerut. Tidak, ia tidak mengenali suara itu.
“Hallo. Siapa ini?”
Tapi... tunggu. Kenapa suaranya terdengar begitu dekat?
Hyona mengangkat kepala. Pandangannya langsung tertuju
pada seorang pria berkemeja denim putih yang duduk di seberang
meja Hyona. Menghadapnya, memegang ponsel di telinga kanan
sambil melihat keluar jendela.
“Hallo?”
Napas Hyona tercekat. Kenapa kata hallo yang ia dengar di
ponsel bertepatan ketika pria yang ada di seberangnya
mengatakan hal yang sama? Dan lagi, kenapa sambungan
teleponnya terputus ketika pria itu menjauhkan ponsel dari
telinganya sambil menggerutu?
Siapa pria itu? Apakah dia...
Tidak. Jangan mengambil keputusan terlalu cepat, Shin Hyona.
Kau harus memastikannya.
Dengan gerakan yang lebih yakin dari yang pertama, gadis itu
menekan tombol hijaunya lagi.
Ponsel pria itu berdering.
Oh dear...
“Hallo? Tolong katakan siapa ini atau berhentilah
mengganggu orang lain.”
Ya Tuhan, apa Kau memang sedang berbaik hati padaku?

147
***
Begitu tahu pria yang duduk di meja seberangnya adalah
pemilik nomor itu, Hyona memutuskan untuk mengikutinya diam-
diam. Pria berlesung pipi itu menaiki Audi RS7. Dan Hyona tahu,
itu bukan jenis mobil dengan harga terjangkau. Dia pasti kaya
sekali.
Hyona menggigiti bibir bawahnya. Duduk di kursi belakang
taksi sambil matanya terus mengawasi RS7 putih yang melaju tak
jauh darinya. Siapa pria itu? Hyona yakin, ia sama sekali tak
pernah melihatnya. Hyona tidak mengenal pria itu.
Apakah pria itu pria misteriusnya? Tapi Jessi bilang bahwa
yang menghubungi wanita itu hanyalah orang suruhan, bukan pria
misteriusnya.
Lalu siapa dia? Siapa pria seratus juta won itu? Pria satu juta
dolar.
Jantung Hyona berdegup tak terkendali. Benarkah yang
dilakukannya sekarang? Mengikuti orang itu?
Separuh dari dirinya merasa tidak yakin. Tapi sebagian yang
lain menginginkan jawaban, dan bagian itu lebih kuat. Shin Hyona
tidak ingin tinggal diam lebih lama. Ia ingin tahu siapa pria
misterius itu. Agar paling tidak Hyona bisa memutuskan apa yang
bisa dilakukannya pada cek satu juta dolar yang baru kemarin ia
terima.

148
“Stop, ahjussi!” seru Hyona begitu melihat RS7 itu berhenti.
Taksi yang Hyona tumpangi berhenti tak jauh di belakangnya.
Mata Hyona terus tertancap pada RS7 itu bagai singa
mengincar mangsa. Hampir tak berkedip. Beberapa saat kemudian
pria berlesung pipi itu keluar, berjalan memasuki gedung.
Shin Hyona turun dari taksi. Berjalan pelan menuju tempat
menghilangnya pria itu, tepat di depan sebuah gedung pencakar
langit. Gadis itu tidak yakin untuk mengikutinya masuk ke dalam,
karena pakaiannya, dan yang pasti gedung itu memiliki keamanan.
Hyona mendongak, menatap tulisan yang terpampang besar di
depan gedung itu.
Cho Corporation.
Hyona memutar nama perusahaan itu berulang kali di
kepalanya. Cho Corporation. Cho Corporation. Cho Corporation.
Apa yang ada di dalam sana yang bisa menjawab pertanyaan
besar di kepala Hyona? Apa pria misterius itu ada di dalam gedung
di hadapannya? Apa pria tadi bekerja di sini? Apa pria
misteriusnya bekerja di sini?
Keingintahuan Hyona semakin memuncak. Gadis itu
mengeluarkan ponselnya, dan mengetikkan kata ‘Cho Corporation’
di mesin pencari. Perusahaan besar Asia yang bergerak di bidang
perhotelan dan mall yang gedungnya sudah tersebar hingga ke
Eropa.

149
Hyona hanya membaca profil perusahaan itu dengan cepat.
Hingga kemudian perhatiannya tertuju pada sebuah judul artikel
terbaru yang memberitahukan bahwa Cho Corporation berhasil
mengakuisisi perusahaan perhotelan di London. Shin Hyona
membuka artikel itu, dan matanya langsung terbelalak melihat
foto yang terpajang di sana.
Pria dengan penampilan luar biasa dengan menggunakan
setelan jas abu-abu mahal.
Bukankah ini… Cho Kyungjoon?
***

150
BAB LIMA BELAS

Shin Hyona berjalan gontai menaiki tangga apartemennya. Ia sibuk


berpikir. Kepalanya berputar tiada henti, berusaha menarik
kesimpulan yang selalu ditolak oleh dirinya sendiri saat itu juga.
Foto dalam artikel itu. Cho Kyungjoon. Cho Corporation.
Nama perusahaan yang sama dengan marga Kyungjoon.
Mungkinkah foto itu benar Cho Kyungjoon?
Tidak. Tidak mungkin. Bahkan di artikel itu sendiri pun
menyebutkan bahwa CEO Cho Corporation bernama Cho Kyuhyun,
bukan Cho Kyungjoon. Mereka jelas-jelas orang yang berbeda. Foto
itu tidak mungkin adalah foto sahabatnya. Tapi… kenapa wajah
mereka begitu mirip? Dan kenapa artikel itu terbit di saat
Kyungjoon sempat menghilang beberapa waktu? Yang pria itu akui
sedang menjenguk orang tuanya di Busan.
Apakah Cho Kyuhyun yang ada di dalam foto itu adalah
saudara kembar Cho Kyungjoon? Apakah sahabatnya memiliki
saudara kembar yang tidak dikenalkan pada Hyona? Tapi Cho
Kyuhyun adalah seorang CEO, sedangkan Cho Kyungjoon sama
seperti Hyona yang hampir tak memiliki sesuatu yang berharga.
Apakah Kyungjoon dan pria dalam foto itu adalah saudara
kembar? Ataukah mereka orang yang sama? Dan, apa yang
menghubungkannya dengan pria misterius itu? Hyona bahkan

151
baru sadar, semua kebutuhannya dipenuhi oleh pria misterius itu
tepat setelah Hyona bercerita pada Kyungjoon. Insiden
pembayaran rumah sakit itu juga terjadi saat dirinya mengajak
Kyungjoon ke rumah sakit. Mungkinkah pria itu sedang…
menyamar?
Hyona menggelengkan kepala dengan tegas. Tidak. Itu pasti
tidak mungkin.
Tapi memikirkan tentang hal ini, membuatnya menyadari
satu hal penting, bahwa selama ini dirinya memang tidak
mengetahui apa-apa tentang Cho Kyungjoon. Selain fakta bahwa
lelaki itu adalah tetangganya, bekerja di restoran yang sama
dengannya, dan menjelma menjadi sahabatnya.
“Shin Hyona!”
Hyona tersentak ketika tiba-tiba namanya diserukan. Gadis
itu mendongak, dan matanya langsung bertabrakan dengan sorot
mata tajam milik Kyungjoon.
Sekali lagi foto itu melintas di kepala Hyona.
Mereka memang mirip. Siapa Cho Kyungjoon sebenarnya?
Lelaki itu mendekat. Dengan langkah panjang yang pasti
berjalan menghampiri Hyona. Dan sebelum gadis itu sempat
bereaksi, Kyungjoon sudah menarik gadis itu masuk ke dalam
pelukannya.
***
Ke mana perginya gadis itu?

152
Kyuhyun melihat jam tangannya sekali lagi, dan mendesah
panjang. Ini sudah hampir jam dua dini hari dan gadis itu belum
pulang juga. Ke mana perginya Shin Hyona? Apa yang
dilakukannya di luar sana?
Kyuhyun sudah berdiri di koridor depan kamar mereka lebih
dari dua jam, tapi Hyona tidak muncul juga. Ponsel gadis itu tidak
aktif. Kyuhyun sudah memerintahkan anak buahnya untuk
memeriksa di rumah sakit, restoran, sungai Han, kelab, bahkan
Golden Hotel miliknya tempat mereka bercinta, tapi Hyona sama
sekali tidak ada.
Kyuhyun tidak bisa berpikir jernih. Ia takut terjadi sesuatu
pada gadis yang dicintainya. Kondisi Hyona beberapa waktu
terakhir benar-benar menyedihkan, mengingat kondisi ibunya,
terutama ketika gadis itu menangis tersedu-sedu karena
merindukan sang ayah.
Ayah Hyona, Kim Daewoo. Astaga, Kyuhyun tidak yakin
apakah dirinya harus mengatakan apa yang baru saja ia dapatkan
setelah menemui Kim Daewoo kemarin pada Hyona. Kyuhyun
takut dengan reaksi gadis itu.
Kyuhyun meletakkan tangannya di kepala dan meremas
rambutnya dengan gusar. Mondar-mandir dengan gelisah, sebelum
matanya berhasil menangkap sosok yang membuatnya kalang
kabut semalaman.

153
“Shin Hyona!” Ia berseru. Gadis itu mengangkat kepala dan
Kyuhyun menemukan suatu keterkejutan di sana.
Kyuhyun berjalan cepat menghampiri Hyona. Mengikis semua
kekhawatirannya, dan dalam satu gerakan cepat memeluk gadis
itu. Memastikan bahwa Shin Hyona nyata, berada dalam
dekapannya, dan dalam keadaan baik-baik saja.
***
Dekapan itu.
Aroma itu.
Kehangatan itu.
Shin Hyona memejamkan mata. Mengingat bagaimana kokoh
lengan pria misterius itu memeluknya. Aromanya yang
memabukkan, bagaimana pria itu memperlakukannya dengan
begitu lembut.
Dan lagi-lagi Hyona merasa sama dengan pelukan Kyungjoon
sekarang.
Hyona juga tidak pernah melupakan sentuhan hangat jemari
pria misterius itu ketika menghapus air matanya. Dan ketika
Kyungjoon menghapus air matanya kemarin… rasanya… Ya
Tuhan…
Benarkah… benarkah pria misterius itu adalah Cho
Kyungjoon?

154
Ingatan Hyona tiba-tiba jatuh ketika malam ia kehilangan
virginitasnya. Ketika pria itu memilikinya secara utuh, pria itu
berbisik dengan sangat lembut di telinga Hyona.
“Kau suka?”
Detik itu juga Hyona sadar, bahwa pria yang berhasil
mendapatkan tubuhnya, pria yang membelinya, pria yang
memberinya cek dua kali, pria yang membayar tagihan rumah
sakit ibunya- ah, Hyona juga ingat betapa Kyungjoon terlihat
marah ketika Hyona mengatakan bahwa dirinya telah
menggunakan uang itu untuk donasi rumah sakit. Astaga! Jadi pria
itu… pria misterius itu… adalah Cho Kyungjoon, sahabatnya sendiri.
Sebulir air mata jatuh dari kelopak mata Hyona.
Lalu, apa hubungan Kyungjoon dengan Cho Corporation?
Siapa pria yang ada di artikel tadi? Benarkah itu gambar
Kyungjoon? Lalu siapa Cho Kyuhyun?
“Hyona, kau menangis?”
Kyungjoon mengendurkan pelukannya agar bisa melihat
wajah Hyona yang kini sudah dipenuhi air mata. Gadis itu
mengumpat dalam hati. Ia bahkan tidak menyadari bahwa air
matanya sudah mengalir deras. Hatinya terasa kaku. Ia begitu
terkejut.
Kenapa Kyungjoon melakukan ini padanya?
“Hyona, ada apa denganmu?” Kyungjoon menangkup wajah
Hyona dan menyeka air matanya dengan ibu jari. Dan lagi-lagi

155
ingatan ketika pria misterius itu menyeka air matanya muncul,
membuatnya menangis lebih deras lagi.
Kenapa Kyungjoon melakukan ini padanya?
Kenapa Kyungjoon membohonginya?
“Hyona, apa yang terjadi? Kau bisa menceritakannya padaku.”
Agar Kyungjoon bisa memberinya uang sesuka kepala pria itu
seolah-oleh sedang membuang recehan?
Perlahan Hyona melepaskan tangan Kyungjoon dari
wajahnya. Ia bisa merasakan keterkejutan pria itu, tapi Hyona
tidak peduli. Dirinya bahkan lebih dari sekedar terkejut.
Ia kesal. Ia marah. Ia… malu.
“Hyona, kau baik-baik saja, kan?”
Hyona masih tak menggubris pertanyaan khawatir
Kyungjoon. Gadis itu mengambil kertas dari saku belakang celana
jeansnya, dan dengan gerakan perlahan memberikannya pada
Kyungjoon.
“A-aku… Kurasa aku tidak membutuhkan ini,” gumamnya
susah payah. Air mata sialan! “A-aku tidak bisa menerimanya.”
Kyungjoon membeku di tempat. Matanya tertancap pada
kertas yang disodorkan Hyona dengan pikiran kosong. Cek yang ia
berikan. Bagaimana bisa… Bagaimana Hyona bisa…
Kyungjoon bahkan masih tak bergerak ketika Hyona meraih
tangannya dan meletakkan kertas itu di telapak tangannya.

156
“Terima kasih atas bantuanmu selama ini. Aku akan
membalasnya suatu saat nanti. Tuan.” Dan Hyona berharap hanya
telinganya yang bisa menangkap satu kata terakhir. Gadis itu buru-
buru berjalan melewati Kyungjoon. Namun belum sempat ia
menggapai pintu kamarnya, pria itu lebih dulu meraih lengannya
dan detik berikutnya mereka kembali berhadapan.
“Bagaimana… bagaimana kau tahu?” bisik Kyuhyun. Amat
sangat terkejut.
Ia rasa kali ini dirinya tidak perlu berpura-pura lagi.
Hyona mendengus pelan. Bukan “ini apa?” atau “apa
maksudmu?”, tapi “bagaimana kau tahu?”
Setitik harapan di sudut hati Hyona yang berharap bahwa
tebakannya salah telah musnah. Pria ini telah mengakuinya sendiri.
“Shin Hyona, jawab aku! Bagaimana kau tahu?” tanya
Kyuhyun dengan nada suara yang meningkat satu frekuensi. Ia
gusar. Hatinya merasa takut luar biasa dengan reaksi yang akan
Hyona berikan. Dan ketakutan itu seakan terjawab ketika dengan
perlahan tapi pasti, Hyona melepaskan tangannya yang
menggenggam lengan gadis itu.
Ketakutan itu berubah menjadi rasa sakit ketika Hyona
menatap tepat ke arah matanya dengan menangis.
“Kenapa kau melakukan ini padaku? Kenapa kau
membohongiku?” tanya Hyona dengan suara lirih, dan tercekat.

157
“Aku bahkan menceritakan semuanya padamu. Kau bahkan sudah
kuanggap seperti kakak kandungku sendiri, Kyungjoon-aa.”
Tiba-tiba sebuah pertanyaan melintas di kepala Hyona. “Ah,
apa Cho Kyungjoon benar-benar namamu?” Dan melihat pria di
hadapannya hanya membeku, Hyona langsung mengasumsikan
bahwa Cho Kyungjoon memang bukan nama pria itu sebenarnya.
Lalu apakah dia Cho Kyuhyun? Pria yang baru dilihatnya
beberapa jam yang lalu di sebuah artikel? CEO Cho Corporation?
Ya Tuhan, rasanya Hyona tak sanggup lagi berdiri. Akhirnya
dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Hyona berbalik dan segera
masuk ke dalam rumahnya. Meninggalkan Cho Kyuhyun yang
masih sangat terkejut di depan pintu.
***
Hyona menumpahkan seluruh air matanya di atas bantal
tempat tidurnya. Mengubur wajahnya dalam-dalam di atas bantal,
berharap bantal itu bersedia menghentikan air matanya yang tak
mau berhenti mengalir. Tapi nyatanya tidak bisa. Tangis Hyona
tidak bisa berhenti. Perasaannya terlalu kacau mengetahui fakta
yang baru saja ia dapatkan.
Cho Kyungjoon adalah pria misteriusnya.
Ya Tuhan, bagaimana bisa orang yang ia cari selama ini
adalah orang yang paling dekat dengannya?
Hyona marah. Ia kesal, kecewa, dan malu. Ia mempercayai
pria itu, sama seperti ia mempercayai ibunya sendiri. Hyona

158
menceritakan semua hal yang terjadi padanya, membiarkan pria
itu menjadi orang yang pertama tahu mengenai ayahnya. Tapi
bagaimana bisa pria itu tega membohonginya? Kenapa pria itu
tega?
Lalu keperawanannya. Apakah ini berarti Kyungjoonlah yang
merenggut kegadisan Hyona? Apakah di depan pria itulah Hyona
telanjang selama ini?
“Kyungjoon-aa, apa kau pernah bercinta?”
“Sebenarnya aku penasaran. Bagaimana kau memperlakukan
wanita yang pernah kau tiduri? Apa kau memperlakukannya
dengan lembut? Atau sebaliknya?”
“Kenapa kau ingin tahu?”
“Aku hanya ingin membandingkan dengan seseorang.”
Astaga, Hyona bahkan membandingkan pria misterius itu
dengan diri pria itu sendiri.
Tangis Hyona semakin menjadi-jadi. Benar-benar menangis,
dengan tangan yang berulang kali memukuli ranjang seolah
ranjang itu bersalah besar padanya. Sama sekali tidak
memperlihatkan seorang wanita terhormat. Ah, bukankah
kehormatan Hyona juga telah dijual? Kepada pria itu?
Hyona mencengkeram bantalnya. Ia malu. Marah karena
hidupnya seperti sedang dipermainkan, terutama oleh sosok yang
selama ini telah Hyona anggap sebagai kakak. Bahkan beberapa

159
hari terakhir, Hyona juga mulai merasakan getaran-getaran aneh
dalam hatinya yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Tapi kenapa, di atas semua rasa percaya yang telah Hyona
curahkan, lelaki itu malah membohonginya. Atau memang seperti
itulah kelakukan orang kaya? Pertama ayahnya, pria yang dengan
tega membuang wanita hamil dan membiarkannya membesarkan
darah daging itu sendiri. Lalu kedua pria itu, yang dengan kurang
ajarnya mempermainkan hidup Hyona seolah-olah dirinya adalah
boneka yang bisa dipermainkan seenaknya. Mempermainkan
hatinya.
Gadis itu membuat janji dalam hati. Mulai detik ini, dirinya
tidak akan pernah mau berhubungan dengan pria kaya. Tidak akan
pernah.
***

160
BAB ENAM BELAS

Shin Hyona keluar dan tidak terkejut melihat Cho Kyungjoon


berdiri di depan pintunya. Berbeda dengan sebelumnya yang
sering menggunakan kaos, kali ini pria itu mengenakan kemeja
denim biru tua dan celana jeans yang terlihat begitu nyaman dan
mahal. Ia bahkan memakai dasi. Hyona mendengus. Sepertinya
pria itu memang sudah tidak berusaha menutup-nutupi
identitasnya lagi.
“Hyona?” panggil Kyuhyun, menatap Hyona penuh harap.
Tapi gadis itu tak peduli. Ia mengunci pintu rumahnya,
kemudian berjalan pergi tanpa mengindahkan keberadaan pria itu.
Tidak sebelum tangannya lagi-lagi ditahan.
“Shin Hyona, komohon, jangan diamkan aku seperti ini.”
Hyona menatap pria itu dengan pandangan tertajam yang ia
miliki. Meski hati kecilnya sendiri memarahi apa yang sedang ia
lakukan. “Lepaskan tanganku, Tuan,” perintahnya sinis.
Kyuhyun menggeleng tegas. “Tidak sebelum kau
mendengarkan penjelasanku.”
“Kau ingin memperjelas bahwa kau telah menipuku?”
“Aku tidak berniat menipumu, Hyona. Sungguh.”

161
“Lalu apa?” cecar Hyona berapi-api. Gadis itu menahan keras
dirinya untuk tidak menangis lagi. Dan pegangan tangan itu di
tangannya... Pria misteriusnya. Cho Kyungjoonnya.
“Aku memiliki alasan kenapa aku melakukan semua ini.
Maafkan aku, aku tidak bermaksud menipu dan membuatmu
terluka.”
Hyona membuka mulut, namun sedetik kemudian
menutupnya lagi. Tiba-tiba ponsel dalam tas selempangnya
berbunyi.
“Lepaskan tanganku.”
Kyuhyun menggeleng lagi. “Aku tahu kau akan pergi begitu
aku melepasnya.”
“Aku harus mengangkat teleponku,” teriak Hyona, marah. Ya,
ia sangat marah sekarang. Ia juga ingin membuktikan bahwa orang
miskin sepertinya juga bisa marah, dan layak marah.
Dengan berat hati Kyuhyun melepaskan tangannya.
Membiarkan Hyona mengangkat panggilan.
Nomor tidak dikenal.
“Hallo?”
“...”
Ya Tuhan, apa lagi ini?
***
Lampu operasi itu masih menyala bahkan setelah beberapa
jam dan Hyona merasa ini menjadi detik-detik paling mencekam

162
dalam hidupnya. Seolah gadis itu sedang menunggu seumur hidup.
Berulang kali Hyona merapalkan doa dalam hati, memohon agar
Tuhan melancarkan operasi yang sedang ibunya jalani di dalam
sana. Juga menyugesti dirinya sendiri bahwa semua akan baik-baik
saja. Setelah ini ibunya akan kembali sehat dan ceria seperti sedia
kala.
Eomma.
“Hyona?”
Hyona mendongak mendengar panggilan dari suara yang
sudah sangat ia kenal. Dan kenapa dirinya harus dibenturkan
keadaan seperti ini di saat ia sedang marah besar pada Kyuhyun?
“Minumlah.” Kyuhyun menyodorkan satu cup teh panas pada
Hyona yang hanya ditatap gadis itu dengan pandangan kosong.
Kyuhyun duduk di samping Hyona. Memberanikan diri meraih
tangan kiri Hyona dan meletakkan cup itu di sana, menuntun
Hyona agar menggenggamnya. “Ibumu pasti baik-baik saja.”
“Terima kasih,” gumam Hyona lirih. Amat sangat lirih, dan
mungkin Kyuhyun tidak akan mendengarnya jika ruang tunggu
operasi rumah sakit ini tidak sesepi sekarang.
“Apa kau lapar?” tanya Kyuhyun. “Kau belum sarapan dan ini
bahkan sudah melebihi jam makan siang.”
Hyona menggeleng pelan. Bagaimana ia bisa makan
sementara ibunya berjuang sendirian di dalam sana? “Aku tidak
ingin meninggalkan eomma.”

163
“Aku bisa menyuruh orang untuk membawakan makanan
kemari.”
Jika semuanya baik-baik saja, jika tiba-tiba rumah sakit tidak
meneleponnya tadi pagi, mungkin saat ini Hyona masih bisa
memutar matanya mendengar kalimat yang baru saja Kyuhyun
lontarkan. Tapi kali ini Hyona menahan diri. Bagaimana bisa ia
memutar mata pada orang yang baru saja mengurus pembayaran
operasi hepatektomi total yang sedang dijalani ibunya? Meski
sebenarnya Hyona masih menyimpan rasa marah.
“Aku tidak lapar,” jawab Hyona akhirnya, masih menyimpan
nada ketus di dalamnya. Lebih memilih untuk tetap berdoa
daripada memikirkan perasaannya yang masih tak karuan.
Kenapa lama sekali?
Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki terburu-
buru. Hyona dan Kyuhyun mengangkat wajah. Dan mata gadis itu
langsung terbelalak melihat sosok yang kini berdiri di hadapan
mereka, dengan napas terengah-engah.
“Cho Kyuhyun, bagaimana keadaan Shin Hyemi?”
“Masih di ruang operasi, samchon.”
Oksigen di sekitar Hyona seolah lenyap saat gadis itu
mendengar percakapan singkat yang dilakukan Kyuhyun dan pria
di hadapannya. Pria yang belum pernah Hyona lihat secara
langsung dengan jarak yang sangat dekat seperti ini seumur hidup.
Kim Daewoo. Ayahnya.

164
***

165
BAB TUJUH BELAS

“Wah, Cho Kyuhyun, tumben sekali kau mengajakku makan malam.”


Kyuhyun tersenyum tipis. “Ada sesuatu yang ingin aku
tanyakan, samchon.”
“Ya. Tanyakan saja.” Kim Daewoo menyesap kopinya pelan.
Dan sebelum Kyuhyun sempat membuka mulut, pria itu bertanya
lagi, “Oh iya, bagaimana kabar orang tuamu?”
“Mereka baik-baik saja,” sahut Kyuhyun cepat -terlalu cepat. Ia
sudah tidak sabar sebenarnya, dan tidak ingin berbasa-basi lama-
lama. Sejak Hyona memberitahunya siapa ayah kandung gadis itu,
Kyuhyun sudah tidak bisa menahan diri untuk mencari tahu hingga
di sinilah dia sekarang; duduk berhadapan dengan Kim Daewoo di
sebuah restoran Italia.
“Samchon, apa kau mengenal gadis bernama Shin Hyona?”
Daewoo menggeleng dengan santai. Menyantap sesuap spageti
dan balas bertanya, “Aku belum pernah mendengar namanya. Siapa?
Kekasihmu?”
Kening Kyuhyun berkerut dalam melihat reaksi Daewoo. Tidak
pernah mendengar namanya? Apa maksud pria itu? “Samchon
sungguh tidak mengenalnya?” tanyanya lagi, merasa ragu dengan
jawaban yang sudah jelas ia terima. Lagi-lagi Daewoo menggeleng.
Dan Kyuhyun bisa melihatnya, dari gerak-geriknya, pria itu jelas

166
tidak berbohong. Sepertinya Daewoo memang tidak mengenal Shin
Hyona.
Kyuhyun menghembuskan napas panjang. Sepertinya ia harus
menanyakan pertanyaan lain. “Kalau wanita bernama Shin Hyemi?”
Dan kali ini Kim Daewoo langsung tersendak makanannya.
Detik itu Kyuhyun sudah tahu jawabannya tanpa pria itu harus
menjawab. Daewoo pasti mengenal ibu Hyona.
“Samchon mengenalnya?”
Daewoo meredakan batuknya dengan beberapa teguk air dan
mengelap mulutnya dengan tisu. Kemudian dengan hati-hati pria itu
bertanya, “Bagaimana kau tahu nama itu?”
“Samchon mengenalnya?” paksa Kyuhyun sekali lagi. Kim
Daewoo mengangguk pelan, meski sedikit ragu.
“Apa kau mengenalnya? Dari mana kau tahu Shin Hyemi?”
Kyuhyun tak menanggapi. Kepalanya mencerna sedikit demi
sedikit informasi yang diterimanya. Kim Daewoo mengenal Shin
Hyemi, tapi tidak tahu putrinya. Apa yang sebenarnya terjadi?
“Cho Kyuhyun?”
“Aku pernah bertemu dengannya.” Kyuhyun menjawab
pertanyaan Daewoo, kemudian menambahkan, “Di rumah sakit.”
Daewoo menunjukkan raut terkejut di wajahnya. Kyuhyun
mengangguk, meyakinkan.
“Kanker hati.”

167
Setelahnya Kyuhyun bisa melihat seolah nyawa Kim Daewoo
baru saja di renggut dari tempatnya. Tangan pria paruh baya di
hadapannya itu gemetar.
“Dan, samchon, gadis yang kusebutkan tadi, Shin Hyona,
adalah putrinya.”
“Apa?” lirih pria itu, hampir tak memunculkan suara.
“Putrimu.”
Kim Daewoo menyandarkan tubuhnya yang kini terasa lebih
lemas dari agar-agar ke sandaran kursi. Pria paruh paya itu
mengatur napasnya yang tiba-tiba saja terasa berat, seolah dirinya
baru saja berlari ribuan meter. Meski yang ia lakukan hanyalah
makan, dan mendengarkan.
“Samchon, kau tidak apa-apa?” tanya Kyuhyun khawatir.
Daewoo segera mengangguk. Pria itu menegak air mineral
dalam gelasnya sampai habis dan menghela napas panjang.
Kemudian bergumam dengan suara yang amat sangat pelan,
“Kenapa Hyemi tidak memberitahuku kalau dia hamil?”
“Apa?” Kyuhyun tidak mendengarnya.
Kim Daewoo menggeleng. Tiba-tiba merasa sulit bahkan untuk
sekedar mengucapkan sepatah dua patah kata lagi. Semua ini
terlalu mengejutkannya.
Dan Kyuhyun masih setia memerhatikan pria itu. Meneliti
setiap reaksi yang diberikannya. Entah apa yang terjadi di masa lalu,
tapi Kyuhyun merasa bahwa Kim Daewoo tidak melakukan hal

168
sekejam itu pada Hyona dan ibunya. Seperti yang pria itu katakan
sendiri, bahwa dirinya tidak tahu gadis bernama Shin Hyona.
Kim Daewoo bahkan tidak menuduh Kyuhyun sedang
berbohong.
Lelaki itu mengambil ponsel dari saku celananya. Membuka
foto Hyona yang ada di galeri ponselnya dan memberikannya pada
Daewoo. “Bukankah dia cantik?” Kemudian Kyuhyun teringat
pertanyaan awal Daewoo yang belum sempat dijawabnya. “Bukan,
dia bukan kekasihku- belum. Aku sedang berusaha untuk
memilikinya.”
***
Ruang tunggu operasi itu cukup hening dengan tiga orang
yang sama sekali tak mengeluarkan suara sejak beberapa waktu
terakhir. Cho Kyuhyun yang masih setia menemani Hyona. Shin
Hyona yang masih tak mau pergi dari sana. Ditambah Kim Daewoo
yang khawatir dengan kondisi wanita yang bagaimanapun pernah
ada di dalam hatinya.
Hyona dan Daewoo sama sekali belum bicara. Hyona terlalu
takut, Daewoo juga tidak tahu harus memulai dari mana. Dan di
atas segalanya, ada hal lain yang lebih penting untuk dilakukan
saat ini; berdoa untuk keselamatan Shin Hyemi.
Beberapa jam mencekam yang terasa seperti seumur hidup
bagi Hyona, akhirnya lampu tanda operasi itu padam. Mata ketiga
orang itu langsung tertuju pada pintu kamar operasi.

169
Ya Tuhan, selamatkan eomma.
Dokter keluar, menundukkan kepala sejenak pada mereka
sebelum berkata, “Maafkan kami. Nyonya Shin mengalami
pendarahan yang parah karena hati baru yang beliau…”
Shin Hyona tidak lagi bisa mendengar apa yang dokter
katakan. Karena dunianya tiba-tiba saja menjadi gelap.
***
Gadis itu tetap tak bersuara. Sejak RS7 Kyuhyun melaju dari
pemakaman menuju rumah, Shin Hyona sama sekali tak
menunjukkan tanda-tanda ingin membuka mulut. Gadis itu juga
hanya menggeleng lemah ketika Kyuhyun menawarinya untuk
tinggal sementara di penthouse. Kyuhyun tidak tega memaksakan
kehendaknya melihat kondisinya yang masih sangat terpukul.
Meski sebenarnya Kyuhyun juga tidak tega membiarkan Hyona
sendirian di rumah dalam keadaan seperti itu.
Hyona bahkan belum makan apa-apa sejak kemarin.
Kyuhyun turun dari mobil dan mengikuti Hyona naik ke
apartemen. “Hyona, ayo kita makan dulu dan aku akan
membiarkanmu istirahat. Shin Hyona!”
“Shin Hyona!”
Tanpa sedikit pun menganggapi panggilan Kyuhyun, Hyona
masuk ke rumahnya dan menutup pintu. Hal pertama yang
hinggap di kepala Hyona ketika berada di dalam rumah adalah
ketika dirinya sedang memijat pundak ibunya di sofa kecil itu.

170
Dua bulir air mata jatuh lagi membasahi pipi Hyona yang
sudah sangat memerah, terlalu banyak menangis.
Eomma…
Gadis itu berjalan dengan gontai ke dalam kamar. Meraih foto
dirinya yang sedang berpelukan dengan sang ibu di nakas samping
ranjang. Memeluknya, dan membiarkan air matanya tumpah lagi.
Eomma… dengan siapa lagi aku harus bertahan hidup?
***

171
BAB DELAPAN BELAS

Sial! Ini sudah tiga hari dan Kyuhyun tidak bisa tinggal diam lagi. Ia
harus mengeluarkan Shin Hyona dari dalam sana sekarang juga,
bagaimanapun caranya.
Cho Kyuhyun turun ke lantai satu, mengetuk kamar 101 yang
juga menjadi tempat tinggal nenek pemilik gedung apartemen
mahasiswa ini. Tidak butuh waktu lebih dari dua menit hingga
pintu cokelat itu dibuka dari dalam. Dengan sedikit memaksa,
akhirnya Kyuhyun berhasil mendapatkan kunci cadangan kamar
Hyona. Tanpa menunggu waktu lagi, Kyuhyun segera masuk ke
sana.
Hal pertama yang Kyuhyun tangkap adalah kondisi ruangan
yang jauh dari kata baik. Tas tangan Hyona tergeletak di lantai. Flat
shoes yang digunakan gadis itu di pemakaman juga dibiarkan
tergeletak begitu saja di depan pintu. Kyuhyun hanya berharap,
semoga kondisi Hyona jauh lebih baik dari kondisi ruang tamunya.
Namun harapannya sirna. Kondisi kamar Hyona lebih parah
lagi dengan baju kotor berserakan di lantai dan dua cup bekas
ramyun. Kamar itu gelap, tirainya tertutup dan ranjangnya benar-
benar berantakan. Namun semua itu sama sekali tidak lebih
penting daripada kondisi seorang gadis yang terbaring lemah di

172
atas ranjang. Dengan wajah pucat, dahi penuh peluh, dan bibir
gemetar.
“Ya Tuhan, Shin Hyona.”
Kyuhyun berjongkok di samping gadis itu. Menempelkan
punggung tangannya di kening Hyona dan mengumpat dalam hati
mengetahui suhu panasnya yang tidak main-main. “Hyona, kau
harus ke rumah sakit sekarang.”
Kyuhyun meletakkan tangannya di leher dan bawah lutut
Hyona, berniat menggendongnya tepat sebelum gadis itu berkata
lirih, “Jangan. Jangan bawa aku ke rumah sakit.”
“Tapi kondisimu seperti ini. Jangan bilang kau hanya makan
dua ramyun itu selama kau mengurung diri di kamar?”
“Kumohon,” lirihan Hyona membuat Kyuhyun menyesal
setengah mati karena sempat membentaknya. Tapi bagaimana
dirinya tidak emosi melihat Hyona seperti ini? Kyuhyun tidak ingin
terjadi sesuatu yang buruk. Apakah keinginannya sulit untuk
dipenuhi?
“Aku tidak ingin ke rumah sakit dan teringat eomma lagi.”
Kyuhyun menghentikan gerakannya detik itu juga. Ia
memerhatikan wajah pucat Hyona, yang kini pelupuk matanya
juga mulai tergenang air. “Baiklah. Aku akan merawatmu di sini.”
Pria itu kembali meletakkan Hyona di tempatnya. Mengambil
ponsel dan menghubungi beberapa nomor.

173
“Dokter Song, ini aku, Kyuhyun. Apa kau sibuk? Aku
membutuhkan bantuanmu sekarang.”
“Ahjumma14, bisa kau buatkan bubur? Siwon hyung akan
mengambilnya tiga puluh menit lagi. Ah, kau juga ikut dengan
Siwon hyung ke sini.”
“Lupakan berkas itu, hyung. Jika kau belum muncul di sini
dalam waktu satu jam dengan buburnya, aku akan memecatmu.
Dan aku tidak sedang bercanda.”
Kyuhyun memasukkan ponselnya ke saku celana dan
bergegas menuju dapur. Kembali beberapa saat kemudian
membawa kompres dan teh panas. Dengan sabar membantu
Hyona minum, kemudian mengompres dahinya dengan sabar.
Siwon dan Han ahjumma muncul lebih cepat dari yang
Kyuhyun perintahkan. Asisten rumah tangga yang mengurus
penthouse Kyuhyun itu membersihkan rumah Hyona, sedangkan
Kyuhyun mulai menyuapi Hyona dengan pelan yang hanya mampu
ditelan gadis itu beberapa sendok saja.
Dokter Song datang tak lama kemudian. Memeriksa kondisi
Hyona, memasanginya infus karena kondisinya yang sangat lemah
dan kekurangan vitamin. Setelah memberi beberapa resep obat
yang langsung dibeli oleh Siwon di apotek, dokter cantik itu segera
pergi.
“Minumlah obatmu,” perintah Kyuhyun pelan.

14
Bibi.

174
Hyona menurut. Gadis itu mengerjap pelan. “Kenapa kau
memerintah banyak sekali orang untuk kemari?”
“Karena kau tidak ingin pergi ke rumah sakit. Dan aku tidak
bisa membiarkanmu seperti ini.” Kyuhyun menyingkirkan anak
rambut Hyona yang menutupi wajahnya dengan lembut.
“Istirahatlah. Kau akan merasa lebih baik setelah bangun.”
Hyona membuka mulutnya hendak mengatakan sesuatu,
namun suara yang muncul di ambang pintu menghentikannya.
“Tuan Cho?”
Kyuhyun menoleh. “Ya, ahjumma?”
“Ada yang bisa saya lakukan lagi?”
Lelaki itu tampak berpikir sejenak, kemudian menggeleng.
“Pulanglah bersama Siwon hyung.”
“Tuan Cho?” lirih Hyona begitu Han ahjumma pergi.
Kyuhyun mengerutkan kening melihatnya. “Aku tidak suka
kau memanggilku seperti itu. Aku merasa kau seperti sedang
memanggil ayahku.”
“Siapa namamu?”
Kening Kyuhyun berkerut lebih dalam lagi.
Hyona tersenyum lemah. “Aku tahu Cho Kyungjoon bukanlah
namamu yang sebenarnya. Dan kau belum memperkenalkan
dirimu yang sesungguhnya padaku.”
Kyuhyun tertular senyum itu. “Kyuhyun. Namaku Cho
Kyuhyun.”

175
***

176
BAB SEMBILAN BELAS

Hari sudah siang. Cho Kyuhyun benar. Hyona merasa lebih baik
setelah bangun tidur. Berbeda dengan sebelumnya, kini Hyona
sudah merasa ingin segera bangkit dari ranjang. Meski tak
dipungkiri badannya memang masih sedikit lemah.
Hyona mencoba berdiri. Setelah menytabilkan kepalanya
yang sempat berputar, Hyona berhasil berdiri tegak. Gadis itu
berjalan pelan keluar kamar sambil membawa infusnya.
Suara ketikan di laptop menyambut Hyona begitu gadis itu
sampai di dapur. Diikuti sapaan hai dari pelakunya yang sedang
duduk santai di meja makan. “Kau butuh sesuatu?”
“Aku hanya haus. Biar aku yang mengambilnya sendiri,” kata
Hyona ketika melihat Kyuhyun hampir bangkit dari kursinya.
“Lanjutkan saja apa yang sedang kau lakukan. Aku akan
mengambil tehku sendiri.”
Kyuhyun menurut. Duduk kembali di kursinya meski
matanya masih dalam mode siaga satu mengekori gerakan lemah
Hyona. “Kau sudah merasa baikan?”
Hyona mengangguk sekali. “Berkatmu. Terima kasih.” Lagi.
“Syukurlah.” Kyuhyun tersenyum tipis. “Apa kau lapar? Aku
akan menghangatkan buburmu lagi jika kau me…”

177
“Diam saja, Cho Kyuhyun,” potong Hyona. “Aku bisa
melakukannya sendiri. Jangan khawatirkan aku.”
Kyuhyun terlihat ragu sejenak. Namun kemudian, “Baiklah.”
Setelah dirasa Hyona cukup aman dengan aktivitas membuat
tehnya, Kyuhyun kembali menyibukkan diri dengan pekerjaannya
yang menanti. Tak selang beberapa waktu, Hyona sudah duduk di
kursi di hadapan Kyuhyun dengan secangkir teh mengepul di
depannya.
Tak ada yang bicara. Kyuhyun yang tidak merasa perlu repot-
repot menyembunyikan identitasnya, tak lagi ragu melakukan
salah satu hal yang biasanya memang ia lakukan; memonitor
kinerja orang-orang di bawahnya. Sedangkan Hyona sibuk dengan
tehnya. Menyesap pelan-pelan, merasakan hangatnya yang turun
melalui kerongkongan menuju perutnya.
Mata gadis itu diam-diam memerhatikan pria di hadapannya.
Cho Kyung— Kyuhyun saat ini tampak begitu tampan dengan
wajah seriusnya. Tiga kancing kemeja denim biru bagian atasnya
terbuka, memperlihatkan sedikit dada bidang yang dimilikinya.
Mengingatkan Hyona kembali pada pria misterius itu, yang saat ini
memang sedang berada di depannya; bekerja.
Apakah memang begini cara lelaki ini bekerja?
“Aku tahu kau sedang memerhatikanku, Shin Hyona,” kata
Kyuhyun tak mengalihkan sedikit pun pandangan dari layar
laptopnya.

178
“Aku tidak memerhatikanmu. Aku melihat laptopmu,” elak
Hyona.
Kyuhyun menyeringai. Dan Hyona baru tahu pria di
hadapannya memiliki senyum mengerikan seperti itu. “Kau
menyukai laptopku? Kau boleh memilikinya setelah ini.”
Shin Hyona memutar bola matanya. Sesederhana itukah?
Hyona juga teringat ketika Kyuhyun dengan seenak mulutnya
menyuruh orang-orangnya kemari. Benar-benar bossy.
“Seingatku aku sedang marah padamu,” gumam Hyona.
“Kenapa kau malah dengan santai duduk di dapurku?”
“Percayalah, aku tidak lupa itu. Tapi memastikan kau baik-
baik saja tentu lebih penting daripada sekedar mengingat
kemarahanmu,” balas Kyuhyun. Lelaki itu mengangkat kepalanya
menghadap Hyona. “Kau boleh melanjutkan kembali sesi marahmu
setelah kau memastikan tubuhmu sehat seperti sedia kala.”
Melanjutkan kembali? Setelah semua hal yang baru saja
mereka lalui dan setelah semua obrolan-obrolan yang telah dan
sedang mereka lewati? Bagaimana mungkin Hyona melanjutkan
kembali acara marahnya pada orang yang telah membantunya
melewati masa sulit beberapa hari terakhir? Hyona bahkan
berpikir, jika Kyuhyun tidak ada, mungkin dirinya akan ditemukan
tak bernyawa di dalam kamar beberapa hari kemudian. Meski tak
dipungkiri, rasa kesal itu memang belum hilang sepenuhnya. Dan
yang lebih mendominasi kali ini adalah malu.

179
“Bagaimana caranya kau bisa masuk ke sini?” tanya Hyona,
penasaran.
“Aku meminta kunci cadangan dari halmeoni.”
Oh. Hyona mengangguk paham. Menyesap tehnya lagi tanpa
bersuara.
“Kau yakin baik-baik saja? Berbaringlah di tempat tidur,” kata
Kyuhyun.
Kalimat Kyuhyun kembali mengingatkan Hyona, bahwa biar
bagaimanapun sosok di hadapannya ini adalah Cho Kyungjoon,
sahabat yang selama ini memang sudah sangat baik dan perhatian
padanya. Kalimat Kyuhyun juga mengingatkan Hyona, pada
getaran-getaran aneh yang sempat dirasakannya pada Kyungjoon
sebelum tahu siapa pria itu sebenarnya. “Aku baik-baik saja,”
lirihnya. Kemudian Hyona juga teringat, bahwa pria di hadapannya
juga menjadi satu-satunya pria yang pernah melihatnya telanjang,
bahkan merasakan setiap inci tubuh Hyona, dan memasukinya.
Wajah gadis itu merona dengan sendirinya.
Sial! Siapa yang menyangka bahwa sosok yang ia rasa sangat
jauh ternyata adalah orang terdekatnya dalam hidup.
Dan tiba-tiba Hyona menjadi ingin tahu. “Cho Kyuhyun?”
“Percayalah. Aku sangat ingin mendengar kau menyebut
namaku sejak lama.”
Hyona menunduk, menyembunyikan rona di pipinya dan
menggigit bibir bawahnya. Malu.

180
“Ada apa?” tanya pria itu.
Hyona baru sadar bahwa Kyuhyun telah mematikan
laptopnya. Lelaki itu memberikan seluruh fokusnya pada Hyona,
membuat fokus gadis itu sendiri hampir pecah.
Tapi tidak, ia harus tahu sekarang juga.
“Kenapa kau melakukannya?” tanya Hyona. Melihat Kyuhyun
mengerutkan alis, ia segera menambahkan, “Menutupi identitasmu.
Kenapa kau melakukannya?”
Kyuhyun terdiam. Ia tahu, cepat atau lambat setelah
identitasnya terbongkar, Hyona pasti akan menanyakan tentang
hal itu. Kyuhyun sudah memiliki jawabannya, tentu saja. Jawaban
yang selama ini tersimpan jauh di dalam lubuk hatinya. Tapi
haruskah ia mengatakan alasan itu sekarang? Di dapur Hyona, di
temani selang infus, di saat kondisi Hyona sedang sakit pasca
kepergian ibunya. Haruskah saat ini?
Tapi melihat mata Hyona yang mencerminkan keingintahuan
yang mendalam tak bisa membuat Kyuhyun mengabaikannya
begitu saja. Lagi pula, sudah cukup lama ia memendam ini
sendirian. Ia harus membaginya, kepada orang yang tepat.
“Karena aku mencintaimu.”
Kyuhyun merasa lega luar biasa setelah tiga suku kata yang
ditahannya selama ini keluar. Pria itu masih menatap Hyona,
memantau reaksinya. Dan Kyuhyun bisa merasakan keterkejutan

181
luar biasa di wajah Hyona. Mata bulat gadis itu semakin membesar,
bibirnya juga membentuk huruf O.
“Apa?” lirih gadis itu. Amat sangat pelan, seolah meyakinkan
bahwa telinganya tidak salah dengar.
“Karena aku mencintaimu, Shin Hyona.”
Oh tidak, ia memang tidak salah dengar.
Hyona menutup mulutnya yang menganga dan berdehem,
mengontrol rasa terkejutnya yang tiada tara. Dari sekian banyak
jawaban yang Hyona perkirakan, cinta sama sekali tidak ada dalam
daftarnya. Dengan gugup Hyona meraih cangkir tehnya,
meneguknya cukup cepat hingga hanya tersisa seperempatnya saja.
Sial. Jatuh cinta? Pria ini, mencintainya? Yang benar saja!
Hyona berusaha mengelak. Pria ini pasti berbohong. Tapi
mengapa di saat yang bersamaan Hyona merasa ada salah satu
sudut dalam hatinya yang merasa senang? Kyungjoonnya yang
manis. Pria misteriusnya yang panas.
Sial!
“Aku tidak mengerti,” gumam Hyona. Mengabaikan alam
bawah sadarnya yang sibuk berteriak. “Apa hubungannya
memalsukan identitas dengan... mencintaiku?” Suara Hyona
mengecil di satu kata terakhir. Wajahnya juga memerah sekali lagi.
“Karena aku ingin selalu ada di dekatmu. Kupikir itulah satu-
satunya cara.”

182
“Tapi kenapa harus berbohong? Kau bisa mendekatiku tanpa
harus mengganti namamu,” cecar Hyona, masih berusaha
mempertahankan wajah datarnya yang terlihat sia-sia.
“Aku sudah pernah melakukannya. Tapi kau tidak
menggubrisku sama sekali,” aku Kyuhyun.
Kening Hyona berkerut dalam. Apa? Kapan? Kenapa dirinya
tidak ingat?
“Kau tidak mungkin mengingatnya.” Kyuhyun menjawab
pertanyaan Hyona yang tak terucapkan. “Kejadiannya sudah lebih
dari satu tahun yang lalu.”
Hyona mengangguk. Ah, pantas saja dirinya lupa. Tapi
kemudian dirinya sadar akan sesuatu. Apakah ini artinya Cho
Kyuhyun sudah menaruh hati padanya sejak satu tahun yang lalu?
Kyuhyun terkekeh mendengar Hyona mengatakan dengan
jelas apa yang ada dalam pikirannya. “Ya. Aku mencintaimu sejak
satu tahun yang lalu. Sampai akhirnya aku menemukan cara yang
efektif untuk mendekatimu.”
“Dengan menyamar?”
Kyuhyun mengangguk dua kali.
“Kau juga yang... emm... di hotel itu... emm... tidur denganku?”
Kyuhyun mengangguk sekali. Kali ini disertai senyum tipis
yang terkesan jahat di mata Hyona.
Oh dear...

183
Hyona meneguk tehnya sampai habis dan merutuki kenapa
minuman ini habis di saat yang tidak tepat.
“Kenapa kau melakukannya?” Hyona buru-buru menggigit
bibir, tak mampu menahan rasa malu yang terpancar jelas dari
nada suaranya.
Kyuhyun mengangkat bahu. “Dan membiarkan kau disentuh
pria-pria asing di luar sana? Membiarkan mereka
memperlakukanmu seperti wanita murahan? Tidak, Hyona.
Terima kasih, tapi aku tidak akan pernah membiarkannya.”
Alam bawah sadar Hyona menganga. Gadis itu teringat
bagaimana lembutnya perlakuan Kyuhyun di malam ia kehilangan
kegadisannya. Dan penjelasan Kyungjoon keesokan harinya.
“Aku pernah melakukannya satu kali, di mana aku
memperlakukan gadis yang kutiduri seolah-olah aku sedang
meniduri seorang dewi. Begitu lembut, bahkan aku merasa ingin
membunuh diriku sendiri karena sempat membuatnya menangis.
Karena aku tidak ingin menyakitinya. Karena aku ingin memberinya
kenangan indah di malam dia kehilangan hartanya. Dan yang
terpenting, karena aku ingin menunjukkan bahwa aku
mencintainya.”
Ya Tuhan...
“Kau tidak perlu malu,” gumam Kyuhyun, seolah mampu
membaca pikiran Hyona. “Aku sudah lama ingin mengatakan ini,
dan baru sekarang aku memiliki kesempatan untuk

184
mengatakannya. Tapi, Hyona, percayalah, seluruh uang yang
kuberikan padamu, semua yang telah kulakukan, itu tidak akan
mampu menggantikan apa yang telah kuambil darimu malam itu.
Kesucianmu.”
Hyona tidak mampu berkata-kata lagi. Gadis itu terpana. Dan
detik itu Hyona merasa bersyukur. Meski bukan di tangan
suaminya, setidaknya keperawanan yang selama ini ia jaga jatuh
pada orang yang mencintainya, dan diam-diam menjaganya.
***
Jam berapa ini?
Hyona mengerjap, berusaha mengumpulkan orientasinya dan
menatap ke arah jendela. Tidak ada cahaya, dan ini berarti sudah
malam. Gadis itu melihat jam, dan memang sudah pukul sembilan
malam. Sial! Berapa jam ia tertidur?
Apa Cho Kyuhyun sudah pulang?
Pertanyaan gadis itu terjawab ketika melihat sosok yang
dicarinya sedang duduk di kursi belajarnya. Di hadapan pria itu
masih terdapat laptop yang menyala. Kertas di tangan kiri,
sedangkan tangan kanan memegang ponsel.
“Jangan. Sejak awal aku tidak terlalu setuju dengan ide
merobohkan hotel itu. Renovasi saja. Perluas, tambahkan beberapa
lantai lagi. Berikan detail mengenai Grand Hotel tanpa
menghilangkan ciri khas utama bangunannya ... Itu akan lebih
efisien dari perspektif pemasaran karena sejak awal hotel itu

185
memang sudah cukup terkenal ... Jangan lupa berikan padaku
desain penthouse yang akan dibangun ... Ya, besok malam, aku
perlu bernegosiasi dengan calon pembeli yang menginginkannya ...
Baiklah ... Kapan? ... Oke, kabari aku secepatnya.”
Kyuhyun mematikan sambungan teleponnya dan menekan
tombol lain sebelum meletakkan kembali benda hitam itu di
telinga. Dia masih tak menyadari Hyona yang sibuk
memerhatikannya dalam diam, dengan mata berbinar-binar.
“Hyung, atur jadwal meeting besok dengan manajer SDM. Kita
perlu mengirim beberapa ekspatriat untuk mengurus hotel di
London ... Ya, besok ... Geser saja, ini lebih mendesak. Kita juga
butuh persiapan untuk melakukannya ... Baiklah. Aku percayakan
padamu.”
Kali ini Kyuhyun meletakkan ponselnya di atas meja.
Mengerutkan kening sejenak ketika melihat layar laptop,
kemudian tersenyum tipis dan mengetikkan sesuatu di sana. Pria
itu menoleh ke samping, berniat memeriksa keadaan Hyona dan
terkejut mendapati gadis itu berbaring miring sambil
memerhatikannya.
“Kau sudah bangun?”
Hyona mengangkat bahu. “Sudah cukup lama untuk
mendengarkan percakapan yang belum pernah kukira akan keluar
dari mulutmu.”

186
Kyuhyun mengangkat bahu. “Terkadang bekerja sebagai
pelayan restoran lebih menyenangkan. Tidak perlu memikirkan
pekerjaan di luar jam kerja.”
“Tapi kau lebih keren seperti ini. Aku heran bagaimana bisa
kau membuang waktumu untuk menyamar di saat pekerjaanmu
sendiri membutuhkan waktu dan perhatian lebih banyak.”
Kyuhyun terkekeh. “Tentu saja aku bisa. Menjadi CEO
sebenarnya adalah pekerjaan yang fleksibel, selama semuanya
masih sesuai dengan rencana dan berada di bawah kendali.” Pria
itu memiringkan posisi tubuhnya agar menghadap Hyona. “Apa
aku mengganggu tidurmu? Maafkan aku.”
“Tidak perlu minta maaf. Aku sudah terlalu lama tidur.” Gadis
itu duduk dan menyandarkan punggungnya di dasbor. Melihat
Kyuhyun memutari ranjang kemudian duduk di hadapannya.
Hyona tidak tahu kenapa dirinya harus menahan napas ketika
Kyuhyun menempelkan punggung tangannya di dahi Hyona.
“Syukurlah suhu badanmu sudah jauh lebih baik.”
Hyona mengangguk dengan sedikit kikuk.
“Aku kira kau akan tidur sampai pagi,” tambah Kyuhyun.
Hyona mendengus pelan. “Aku bukan putri tidur, kau tahu?”
Kyuhyun menyeringai. “Aku suka bagian ‘putri’nya.”
Tiba-tiba saja perut Hyona mengeluarkan bunyi yang
mengerikan. Keduanya sama-sama melihat perut datar itu dengan
mata melebar. Dan Hyona segera menutupinya dengan telapak

187
tangan seolah mampu menghilangkan suara itu dari ingatan
Kyuhyun jika melakukannya. Sial!
Kyuhyun terkekeh. “Kau lapar?” tanyanya.
Hyona memberikan cengiran seperti orang bodoh. Malu.
“Sepertinya begitu.”
“Akan kuambilkan jeonbokjuk15mu sebentar.” Kyuhyun
bangkit. Namun langkahnya terhalang karena Hyona menahan
tangannya.
“Aku tidak ingin bubur,” kata Hyona.
Kyuhyun kembali duduk di pinggir ranjang. “Ada sesuatu
yang kau inginkan?”
Hyona berpikir sejenak. Dan tersenyum setelah beberapa
detik. “Aku ingin donat.” Gadis itu segera merutuki dirinya sendiri
yang tak bisa menyembunyikan kesan manja dari suaranya.
“Karena aku mencintaimu.”
Kenapa kalimat itu tidak mau lenyap dari pikiran Hyona?
“Tapi kau masih sakit. Paling tidak sesuatu yang ada nasinya.”
“Tapi aku ingin donat.” Hyona tak mampu menyembunyikan
raut kecewanya mendengar penolakan Kyuhyun. Astaga. Ada apa
denganmu, Hyona? Kenapa tiba-tiba kau berubah menjadi begitu
manja seperti ini?

15
Bubur abalone.

188
“Baiklah, baiklah,” ujar Kyuhyun setelah menghela napas
panjang. “Akan kubelikan donat. Dan berhentilah memasang wajah
cemberut seperti itu. Oke?”
Senyum Hyona perlahan terbit. “Oke.” Namun senyum itu
lenyap lagi begitu melihat Kyuhyun bangkit dan berjalan keluar
kamarnya. “Kau mau ke mana?” tanya Hyona tanpa mampu ia
tahan.
Kyuhyun berhenti di ambang pintu kamar. Berbalik, menatap
Hyona dengan pandangan apa-kau-bercanda? “Bukankah kau ingin
donat? Aku akan membelikannya.”
Kukira kau akan menyuruh orang-orangmu atau paling tidak
menggunakan jasa delivery tanpa harus meninggalkanku sendirian
di sini.
“Hyona, ada yang salah?” tanya Kyuhyun, khawatir. Sesaat
Kyuhyun berharap memiliki kemampuan membaca pikiran agar
mengetahui apa yang ada dibalik ekspresi di wajah Hyona, yang
dengan sangat mudah berubah hanya dalam satu tarikan napas.
Hyona memilih untuk menggeleng. “Jangan lama-lama,”
bisiknya.
Untuk beberapa saat Kyuhyun masih berdiri di tempatnya,
meneliti perubahan apa lagi yang akan muncul. Namun wajah
cemberut itu tak juga hilang. Ada apa, sih? Bukankah Hyona
menginginkan donat? Tapi Kyuhyun lebih memilih

189
mengabaikannya dan segera mencari apa yang gadis itu inginkan.
Lebih cepat terpenuhi maka lebih baik, pikirnya.
Untuk kedua kali selain menunggu ibunya operasi, Hyona
tidak pernah merasa menunggu selama ini. Padahal Cho Kyuhyun
baru keluar sekitar tiga puluh menit. Tapi Hyona merasa seperti
sudah ditinggalkan selama berhari-hari. Ada apa dengannya?
Kenapa berubah menjadi cengeng seperti ini? Namun kemudian
Hyona menganggap bahwa ini hanyalah efek dari apa yang telah
dilewatinya beberapa hari terakhir.
Kepergian ibunya.
Eomma. Benarkah kau telah pergi?
Kesedihan yang hampir muncul ke permukaan lagi itu
terpotong dengan suara pintu terbuka. Dengan mata berbinar
Hyona segera menatap ke ambang pintu kamar, dan tiga detik
setelahnya sosok yang ia tunggu akhirnya muncul. Membawa
kotak di tangan kanan dan mangkuk di tangan kirinya.
“Pesananmu datang, tuan putri,” ujar Kyuhyun dengan nada
suara yang sedikit dibuat-buat. Pria itu membuka kotak donatnya
tepat di hadapan Hyona. Namun sebelum gadis itu sempat
mencomot satu butir, Kyuhyun dengan cepat menjauhkan
makanan itu.
“Donatku. Aku lapar,” rengek Hyona.
Kyuhyun menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri.
“Kau belum boleh makan ini sebelum menghabiskan minimal

190
setengah jeonbokjukmu.” Kali ini Kyuhyun menyodorkan satu
mangkuk bubur yang dibalas gadis itu dengan kernyitan dahi.
“Sudah kubilang aku tidak ingin bubur.”
“Sudah kubilang juga kau sedang sakit.”
“Tapi aku mau donat.”
“Tidak ada donat sebelum bubur.”
“Kalau begitu aku tidak ingin makan.” Hyona melipat
tangannya di depan dada.
“Haruskah aku menyuapimu?”
Hyona terdiam. Kenapa tawaran itu terdengar sedikit
menggiurkan? Dengan malu-malu Hyona mengintip Kyuhyun dari
balik bulu mata lentiknya. “Kau mau menyuapiku?”
Sudut bibir Kyuhyun berkedut menahan senyum. “Kau mau?”
Dan Kyuhyun merasa seperti baru saja mendapat medali emas
melihat Hyona mengangguk.
“Tapi hanya tiga sendok. Setelah itu berikan donatnya.”
“Oke.” Kyuhyun mulai menyuapi Hyona dengan pelan. Sendok
pertama, kedua, kelima, kedelapan, hingga akhirnya bubur itu
benar-benar habis.
Kenapa tiba-tiba sebuah bubur rasanya menjadi begitu lezat?
“Nah, sekarang kau bisa menghabiskan donatmu.” Kyuhyun
mengambil kotak donatnya dari lantai, meletakkannya di atas
pangkuan Hyona.

191
Hyona menatap Kyuhyun sejenak, beralih pada donat itu
kemudian senyum cantik terbentuk di bibir tipisnya. Negosiator
yang baik. Tidak heran lelaki itu menduduki posisi CEO.
“Aku harap senyum itu muncul karena aku.”
Hyona tidak menjawab. Gadis itu mengangkat bahu,
mencomot donat dengan topping cokelat dan menggigitnya dengan
bersemangat.
Betapa gadis itu tidak tahu bahwa tindakan sederhananya
mampu menjungkirbalikkan hati Kyuhyun. Tak pernah sekali pun
Kyuhyun merasa sebahagia ini merawat orang sakit.
“Hmm! Ini benar-benar enak,” seru Hyona. Tersenyum
dengan noda cokelat di gigi dan sudut bibirnya.
Kyuhyun tertular senyum itu. “Pelan-pelan saja. Kau boleh
memakan semua donat itu sendirian.”
Hyona merasakan sengatan listrik statis ketika Kyuhyun
menyeka cokelat di sudut bibirnya dengan ibu jari lelaki itu. Hyona
membeku. Menatap mata Kyuhyun yang tertuju pada bibirnya dan
mengusapkan ibu jarinya pada bagian itu.
“Karena aku mencintaimu.”
Jika sekali lagi kalimat itu berputar di kepala Hyona, gadis itu
merasa mungkin pertahanan dirinya akan hancur.
Oh, atau bahkan pertahanan dirinya memang sudah tidak ada
sejak pria itu mengatakannya tadi siang.

192
Ibu jari Kyuhyun masih bergerak di permukaan bibir Hyona.
Kyuhyun tahu noda cokelat itu sudah hilang dari sana. Tapi
rasanya Kyuhyun tidak rela menjauhkan tangannya dari material
lembut itu, yang sempat Kyuhyun curi dengan ketika Hyona masih
terlelap tadi. Betapa tersiksanya Kyuhyun selama ini selalu
berhadapan dengan makhluk seindah Hyona.
“Hyona,” panggil Kyuhyun lirih, sarat akan kerinduan.
“Hm?”
“Biarkan aku menciummu. Sekali saja.”
Sengatan listrik itu seolah lebih kuat ketika Kyuhyun dengan
cepat menyatukan bibir mereka. Mata Hyona melebar, sangat
terkejut. Namun kemudian secara refleks terpejam ketika Kyuhyun
mulai menghisap bibir bawahnya. Bumi yang Hyona pijak seolah
berputar, dan gadis itu sendiri cukup terkejut membiarkan
bibirnya berada di dalam kuasa Kyuhyun. Diam-diam
menikmatinya. Dan mendesis pelan.
“Apa yang sudah kau lakukan padaku, Hyona?” bisik Kyuhyun
di sela pagutannya. Hyona ingin balik bertanya, memang apa yang
sudah dilakukannya? Tapi apa yang bisa gadis itu lakukan saat
mulutnya masih disabotase oleh Kyuhyun? Suara apa lagi selain
desisan nikmat yang bisa Hyona keluarkan ketika lidahnya tak bisa
bergerak dalam hisapan kuat Kyuhyun?
Detik demi detik, intensitas ciuman Kyuhyun sama sekali
tidak menurun dan justru semakin dalam dan menggebu. Hyona

193
hampir kehabisan napas dan Kyuhyun sama sekali tidak mau
berhenti. Kyuhyun memperlakukan bibir Hyona seperti candu.
Seperti mata air di gurun pasir yang gersang. Seolah hanya dengan
ciuman itu Kyuhyun bisa hidup. Begitu dalam, kuat, mendamba,
juga penuh cinta.
Kyuhyun baru melepas candunya ketika Hyona memukuli
dadanya pelan, meminta udara, yang langsung gadis itu raup tanpa
ampun menggunakan kedua lubang hidung juga mulutnya yang
masih meninggalkan jejak kenikmatan. Bibir Hyona membengkak,
yang sialnya terlihat begitu seksi di mata Kyuhyun dan
membuatnya ingin melahap material itu lagi. Dan Kyuhyun
melakukannya. Meraup lagi bibir Hyona di detik ke tujuh setelah
ciuman panas pertama mereka terlepas. Hyona bahkan sempat
berpikir mungkin dirinya bisa pingsan kehabisan napas jika
ciuman ini berlangsung dalam kurun waktu yang sama dengan
yang tadi.
Bukankah tadi Kyuhyun mengatakan akan menciumnya satu
kali saja?
Tapi Hyona harus bersyukur karena Kyuhyun melepaskan
bibirnya tak lama kemudian. Itu artinya dirinya tidak perlu
pingsan. Gadis itu meraup napas lagi. Namun lagi-lagi kegiatannya
bernapas dengan tenang harus terganggu karena bibir Kyuhyun
kini malah mendarat di leher kanannya. Mengecupnya,
menjalankan lidahnya menyusuri garis leher Hyona hingga

194
berlabuh pada telinga kirinya kemudian menghisapnya dengan
lembut.
“Apa yang sudah kau lakukan padaku, Hyona?” bisik Kyuhyun
lagi di sela eksplorasinya.
Kali ini Hyona bersyukur karena bibirnya tidak terkunci.
Meski dirinya harus menjawab dengan tersengal-sengal.
“Memangnya apa yang kulakukan? Aku tidak melakukan apa-apa.”
“Karena itulah.” Kyuhyun menghentikan sentuhannya sejenak.
Menyatukan dahi dan ujung hidung mancung mereka dan
bergumam, “Kenapa aku tergila-gila padamu bahkan tanpa kau
melakukan apa-apa?”
Wajah Hyona memerah dan bibir mereka bertemu lagi. Hyona
bahkan sampai menjatuhkan sisa donat itu dari tangannya. Betapa
harus Kyuhyun katakan bahwa ia sangat menggilai bibir tipis Shin
Hyona. Oh, tidak, betapa Kyuhyun sangat menggilai Shin Hyona
dan semua yang ada di dalam diri gadis itu.
“Maafkan aku jika aku melakukan ini sekarang,” lirih
Kyuhyun. Membelai lembut wajah Hyona.
Gadis itu mengerutkan alis. “Kau menganggap ini sebuah
kesalahan?”
Kyuhyun sempat terkejut dengan pertanyaan Hyona. Namun
kemudian ia tersenyum. “Tentu saja tidak. Aku menginginkanmu.”
Perlahan Kyuhyun membaringkan kepala Hyona di atas
bantal. Memerhatikan wajah Hyona yang memerah, bibir bengkak,

195
dan sebagian leher yang basah, sambil tangan Kyuhyun melepas
kemejanya dengan perlahan.
“Kau tahu betapa kau sangat berpengaruh bagiku.” Kyuhyun
menindih Hyona dengan tumpuan pada siku tangan kiri.
Sedangkan tangan kanannya sibuk membelai wajah cantik gadis di
bawahnya. Mencium pipi merona Hyona, dan menempelkan
hidungnya di seluruh permukaan wajahnya, bernapas di sana.
“Kau tahu aku merasa hampir gila saat kau mengatakan akan
menjual diri. Ya Tuhan, kau kira apa yang sedang kau jual?” desah
Kyuhyun frustrasi.
Hyona menelan ludahnya gugup. Mencoba untuk tetap
berkonsentrasi di tengah buaian yang sedang Kyuhyun berikan.
“Maafkan aku.”
“Mungkin aku bisa benar-benar gila jika aku hanya seorang
Cho Kyungjoon.”
Hyona berusaha membuka matanya yang langsung tertutup
lagi satu detik kemudian. “Terima kasih karena telah
menyelamatkanku.”
“Aku sedang menyelamatkan diriku sendiri, kau tahu? Aku
akan membunuh siapa pun yang berani menyentuhmu.”
Hyona tak mampu menahan senyum bodohnya. Masih tetap
dengan mata terpejam menikmati pemujaan Kyuhyun di wajahnya,
Hyona mencoba menggoda pria itu. “Tapi kau menyentuhku.
Haruskah kau dibunuh juga?”

196
“Aku pengecualian, sayang. Karena kau milikku.”
Oh, sejak kapan?
Sejak Cho Kyungjoon muncul di hidupnya? Sejak pria
misterius itu menyentuhnya? Sejak ungkapan cinta Kyuhyun tadi
siang? Atau sejak awal Kyuhyun menaruh hati padanya?
Bibir mereka bertemu lagi. Hyona mengimbangi. Mengelus
kedua sisi wajah Kyuhyun, menyesap bibir atas Kyuhyun kala pria
itu melakukan hal yang sama pada bibir bawahnya, dan
menyambut dengan lidah ketika lidah Kyuhyun bertamu ke dalam
mulutnya.
Jantung Hyona berdegup tak karuan. Perlakuan Kyuhyun
membuat gairah Hyona tumbuh. Dan di saat yang bersamaan
membuat Hyona merasa dicintai. Hyona tahu Kyuhyun juga
bergairah. Tapi pria itu tidak mengedepankan gairahnya,
memperlakukan Hyona begitu lembut seolah sedang memuja
karya seni yang diciptakan hanya untuknya.
“Aku menginginkanmu. Boleh aku menyentuhmu lagi?” tanya
Kyuhyun sebelum memindahkan mulutnya ke telinga kanan Hyona.
Astaga, apakah pendapat Hyona penting sekarang? Apakah
Kyuhyun akan berhenti jika Hyona memintanya? Tapi lagi-lagi
Hyona merasa hatinya berbunga. Kyuhyun bertanya padanya,
meminta izinnya. Dan itu artinya Hyona dihargai.
“Bukankah kau bilang kau sudah mendapatkanku?” titah
Hyona di sela rasa geli dan nikmat di lehernya.

197
Kyuhyun menyeringai. “Kau benar.” Laki-laki itu bergerak
untuk duduk. Membuang selimut yang masih menutupi separuh
tubuh Hyona, dan melucuti piama gadis itu tanpa mengganggu
selang infusnya, hingga tubuh indah Hyona terpampang di depan
Kyuhyun. Lagi-lagi Kyuhyun harus memuji betapa luar biasa tubuh
yang Hyona miliki.
“Kau seperti singa kelaparan. Berhenti melihatku seperti itu,”
cicit Hyona, menutupi kedua dadanya dengan malu. Kyuhyun
dengan lembut menyingkirkan tangan Hyona, kemudian mengelus
bahu, tulang belikat, payudara, hingga perut. Hyona sempat
tersentak kecil ketika tangan besar Kyuhyun menyentuh putingnya,
dan segera menggigit bibir begitu sadar desahannya muncul.
Kyuhyun menyeringai melihatnya. “Kau memiliki tubuh yang
indah, sayang.” Tangan Kyuhyun masih bergerak di atas
permukaan tubuh Hyona, mengelus segala sisinya. Hingga
penjelajahan itu berlabuh pada payudara kiri Hyona. Meremasnya.
Dan betapa luar biasa senangnya setan di dalam diri Kyuhyun bisa
menjamah tubuh Hyona lagi, dan kali ini memiliki kesempatan
melihat bola mata sayunya.
“Kau indah.” Kyuhyun mendaratkan lidahnya di ujung
payudara Hyona yang mengeras, bermain di sana.
Hyona menengadah dengan punggung terangkat. Seluruh
darah mengumpul di dadanya dan kembali Hyona merasa terbang.
Kyuhyun benar-benar memperlakukannya dengan cara yang indah,

198
sama seperti cara yang pria misterius itu lakukan di malam
pertama mereka.
Oh, tentu saja. Keduanya adalah orang yang sama. Dan Hyona
benar-benar bersyukur akan fakta itu. Bahwa selama ini tubuhnya
hanya tersentuh oleh satu pria.
Pria yang mencintainya.
Kyuhyun kembali menyejajarkan wajah mereka begitu
lidahnya puas mendarat di permata kembar Hyona, meski
tangannya masih tetap bergerak aktif di sana. Sama sekali tidak
bisa puas. Merasakan tekstur payudara Hyona yang lembut di
permukaan telapak tangannya.
“Jangan melihatku seperti itu, Kyuhyun,” bisik Hyona susah
payah di antara desahannya. Tapi Kyuhyun tak peduli. Wajahnya
tetap berada tepat di atas wajah Hyona, menikmati pemandangan
luar biasa dan merekamnya di dalam otak. Wajah merona, mata
sayu, mulut terbuka menciptakan nada yang begitu membakar.
Tidak ada yang lebih indah dari gadis di bawahnya.
“Kau cantik.”
“Berhenti melihat wajahku. Aku malu.”
Kyuhyun menyeringai. “Aku selalu menatapmu seperti ini
tiap kali kita bercinta, sayang.”
Detik itu Hyona merasa ada baiknya ia menggunakan
penutup mata di seks mereka sebelumnya. Ya Tuhan, Hyona yakin
wajahnya jelek sekali sekarang. Dan tangan Kyuhyun... dadanya...

199
Astaga, rasanya Hyona bisa langsung mendapat orgasme jika
Kyuhyun tak berhenti memainkan payudaranya seperti itu.
Ia terlalu terbakar.
“Aku suka desahanmu.” Kyuhyun mengecup bibir terbuka
Hyona sekilas. Tangannya perlahan turun, dan Hyona melenguh
nikmat dengan punggung terangkat ketika jari tengah Kyuhyun
masuk ke organ seksualnya.
“Ya, mendesahlah seperti itu, sayang.”
Hyona menggigit bibir bawahnya, berusaha untuk tidak
menuruti permintaan mesum Kyuhyun yang menyebalkan. Tapi
Hyona tidak bisa. Terlalu sulit menutup mulut untuk tidak
mengekspresikan rasa nikmat yang ia terima. Apalagi tatapan
mata Kyuhyun yang tak mau lepas dari wajahnya, melihat Hyona
dengan seringai sialan yang mampu melelehkan es di Kutub Utara.
“Kyuhyuunn—“
“Berikan padaku.”
Hyona melengkung dalam sebuah orgasme dahsyat.
Kepalanya yang terangkat bahkan sempat membentur dahi
Kyuhyun yang disambut pria itu dengan senyum sialannya.
“Kau benar-benar luar biasa, Hyona.” Kyuhyun turun
menggeser tubuhnya ke bawah, menekuk kedua lutut Hyona,
menemukan surganya memanggil di sana. Lelaki itu menunduk,
menghirup pangkal paha Hyona sebelum meninggalkan sebuah
kecupan di daerah terlarangnya. Menimbulkan efek sengatan

200
listrik bagi Hyona yang masih terengah-engah, dan semakin parah
ketika Kyuhyun menghisap klitorisnya dengan kuat.
Hyona merasa orientasinya hilang lagi, bahkan sebelum ia
sempat pulih dari disorientasinya pasca orgasme. Pinggul Hyona
bergerak, tapi Kyuhyun menahannya dengan ketat. Dada Hyona
membusung, menahan nikmat oleh serangan lidah Kyuhyun pada
organ intimnya.
Dan Hyona merasa kesal Kyuhyun menghentikan
penjelajahannya ketika puncak itu hampir Hyona dapatkan lagi.
“Kyuhyun!”
Kyuhyun mendaki tubuhnya lagi. “Kau memanggilku,
sayang?”
Sial! Apa pria ini sedang menggodanya? Dia jelas tahu Hyona
hampir mendapatkannya lagi tadi.
Hyona merengut, tersiksa akan gairah. Dan lebih tersiksa lagi
melihat Kyuhyun senang melihatnya tersiksa. Kau menyebalkan,
Cho Kyuhyun!
“Kenapa kau tidak mengatakan apa-apa setelah
memanggilku?” Kyuhyun berbisik di sudut bibir Hyona. Betapa
gadis itu berusaha keras untuk tidak menggigit bibir pria di
atasnya detik ini juga. Sial! Cho Kyuhyun telah mempengaruhinya
sangat banyak. Oh, pria seratus juta wonnya.

201
“Berhenti menggodaku atau aku tidak akan membiarkanmu
menyentuhku,” ancam Hyona yang berusaha mengeluarkan suara
sedingin mungkin, dan sayangnya gagal total.
Kyuhyun memiringkan kepalanya ke satu sisi. “Benarkah?”
Pria itu menyentuh pusat tubuh Hyona lagi, membuatnya terkesiap.
“Tapi kau benar-benar siap, nona Shin.”
Hyona tidak menjawab. Membiarkan Kyuhyun bermain
dengan klitorisnya lagi. Matanya terpejam, namun beberapa saat
kemudian kembali terbuka, lebar, karena ada sesuatu yang
mendesak masuk. Dengan perlahan mengisinya, memilikinya.
“Suatu kehormatan bisa memilikimu sedalam ini, Shin
Hyona.”
Hyona membelai wajah Kyuhyun saat mereka berciuman.
Melepaskannya beberapa saat kemudian, membiarkan Hyona
menyanyikan nada cintanya yang begitu indah di telinga Kyuhyun.
Pria itu membungkus gadis di bawahnya seperti kepompong.
Bergerak dengan ritme teratur, mengklaim Hyona sebagai
miliknya, dan membawanya menjauh dari bumi. Hingga keduanya
melebur menjadi satu.
Kyuhyun ambruk sepenuhnya menimpa Hyona, namun gadis
itu tidak merasa keberatan sama sekali. Ia justru merasa
terlindungi. Kyungjoonnya, pria misteriusnya— Cho Kyuhyunnya.

202
“Kau baik-baik saja?” tanya Kyuhyun. Wajahnya terangkat
untuk memeriksa Hyona, meski tubuhnya tetap tak beranjak
sedikit pun.
Hyona membuka kelopak matanya. “Setelah apa yang kau
lakukan padaku?”
Kyuhyun terkekeh. Ia beranjak dari tubuh Hyona, dan
terkejut beberapa saat kemudian. “Hyona, infusmu lepas,” seru
Kyuhyun panik.
Hyona menggeleng. “Biarkan saja. Aku juga sudah merasa
cukup sehat.”
Kyuhyun meneliti wajah Hyona. Dia memang tampak lebih
baik, kecuali fakta wajahnya memerah dan penuh peluh dengan
bibir sedikit bengkak akibat serangan yang Kyuhyun lakukan baru
saja. Akhirnya Kyuhyun memutuskan membuang selang itu.
Berbaring di samping Hyona di ranjang sempitnya, dan memeluk
tubuh telanjang gadis di sampingnya dengan sayang.
“Terima kasih telah membiarkanku menyentuhmu.”
Hyona hanya mengangguk pelan sebagai jawaban. Rasa lelah
dan kantuk lebih mendominasi. Akumulasi dari kekenyangan, efek
obat, dan sentuhan Kyuhyun yang cukup menguras tenaga bagi
orang sakit.
Kyuhyun mengecup dahi Hyona. “Aku mencintaimu.”
“Aku tahu,” balas Hyona berbisik. “Sepertinya aku juga.”

203
Kyuhyun memundurkan wajahnya detik itu juga. Menatap
Hyona yang terpejam, kemudian dengan jahat menggoyangkan
tubuh gadis itu. Melarangnya untuk terlelap. “Jangan tidur dulu.
Apa maksudmu?”
Hyona memaksakan kesadarannya. “Begitulah. Kurasa aku
juga mencintaimu.”
“Benarkah? Kau tidak sedang menipuku?” tanya Kyuhyun,
gembira sekaligus was-was.
“Tapi aku masih bingung.”
“Apa yang kau bingungkan?”
“Kau,” jawab Hyona lirih.
Kyuhyun mengulurkan tangan, menyentuh sisi wajah Hyona
dengan lembut. Menyalurkan perasaannya. “Apa lagi yang
membuatmu bingung? Aku sudah mengatakan sebelumnya. Aku
mencintaimu.”
“Itulah yang aku bingungkan.” Hyona memegang pergelangan
tangan Kyuhyun yang menyentuh wajahnya. “Aku masih tidak
mengerti bagaimana perasaanku. Aku belum pernah jatuh cinta
sebelumnya. Tapi kurasa aku sedang merasakan hal itu padamu.”
“Kau tidak perlu memaksakan perasaanmu padaku. Pelan-
pelan saja. Aku bisa menunggu.”
Hyona menggeleng. “Aku juga mencintaimu,” aku Hyona.
Ekspresi terkejut di wajah Kyuhyun masih terlihat begitu jelas.
“Tapi aku tidak tahu. Apakah aku mencintai Cho Kyungjoon yang

204
selalu ada di sampingku, atau aku mencintai pria misterius yang
berhasil meniduriku dan diam-diam membuatku ketagihan dengan
sentuhannya.”
“Itu aku, Hyona. Siapa pun itu, kau mencintai orang yang
sama.” Kali ini Kyuhyun menangkup wajah Hyona dengan kedua
telapak tangannya. Dalam hati pria itu merasa bahagia luar biasa.
Meski Hyona masih merasa bingung, tapi pengakuan gadis itu
sudah cukup untuk menjawab seluruh pengorbanan Kyuhyun
selama ini. Ia mengelus wajah Hyona dengan sayang. “Aku bisa
menemanimu kapan pun kau butuh. Aku bisa menjadi Cho
Kyungjoon lagi jika kau mau. Aku juga bisa memperlakukanmu
seperti yang kau inginkan di kamar hotel waktu itu. Aku akan
melakukan semua yang kau inginkan. Aku bisa menjadi siapa pun
yang kau mau.”
Mata Hyona berkaca-kaca. Namun meski pandangannya
kabur, ia masih bisa melihat keseriusan yang tersirat dari wajah
tampan itu. Hyona bisa merasakan cinta yang Kyuhyun berikan.
Tatapan matanya, sentuhannya, bahkan pengorbanannya selama
ini. “Tapi aku takut.”
“Apa yang kau takutkan?” tanya Kyuhyun. “Kau takut aku
meninggalkanmu? Seperti yang pria itu lakukan pada ibumu?”
Setetes air mata jatuh membasahi wajah Hyona.
“Jangan menangis.” Kyuhyun memeluk tubuh Hyona dengan
hati-hati, tahu bahwa gadisnya masih begitu rapuh. “Bagaimana

205
mungkin aku bisa meninggalkanmu di saat kau menjadi hal nomor
satu yang aku butuhkan?”
Hati Hyona menghangat mendengar pernyataan Kyuhyun. Ia
membalas pelukan Kyuhyun dengan erat, membuat lelaki itu juga
mengeratkan pelukannya dan menempelkan bibirnya di puncak
kepala Hyona. “Kau orang terakhir yang kumiliki di dunia ini.”
Kyuhyun mengangguk. “Kau boleh memanggilku Kyungjoon
lagi jika kau mau.”
“Tidak.” Hyona menggeleng pelan. “Aku akan mencoba
mengenal Cho Kyuhyun.”
“Aku senang mendengarnya.” Kyuhyun menjauhkan
tubuhnya. Menangkap wajah Hyona dan mencium kedua kelopak
mata gadis itu dengan lembut, menghapus air matanya.
Hyona merasa familier. Tentu saja, pria misterius itu juga
pernah mencium kelopak mata Hyona. Hanya saja saat ini, ia bisa
melihat dan menemukan sosok sahabatnyalah pelakunya. Dan
ternyata semua itu berujung hanya pada satu nama; Cho Kyuhyun.
Laki-laki yang mencintainya.
Baiklah. Hyona akan mencoba. Menerima pria ini, berusaha
menghapus traumanya terhadap orang kaya. Menyugesti dirinya
sendiri bahwa tidak semua orang kaya seperti ayahnya. Dan Cho
Kyuhyun adalah salah satu di antara yang baik. Yang mencintainya.
***

206
BAB DUA PULUH

Kyuhyun turun dari RS7 miliknya dan berjalan memasuki restoran.


Mengabaikan tatapan heran beberapa mantan ‘rekan kerjanya’,
sambil terus berjalan menggapai tangga yang menghubungkannya
dengan ruangan pemilik tempat ini.
Namun sebelum sempat mencapai anak tangga pertama,
perhatian Kyuhyun tertarik oleh seorang gadis yang sedang
tersenyum sambil mencatat pesanan pelanggan. Kening Kyuhyun
berkerut. Shin Hyona tidak boleh tersenyum semanis itu pada pria
lain, sekalipun itu hanya untuk pelanggan.
Senyum Hyona berubah menjadi lebih cerah lagi melihat
sosok bersetelan jas biru tua berdiri tak jauh darinya. Begitu
selesai dengan pesanan pelanggan, Hyona berjalan menghampiri
Kyuhyun yang juga tengah menatapnya dengan intens. “Kyuhyun,
apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya. Pria itu tidak mungkin
akan ‘bekerja’ di sini lagi, kan, hanya untuk menemani Shin Hyona?
“Aku akan membuatmu membolos,” jawab pria itu sekenanya.
Hyona mengerutkan dahi. “Tapi jam kerjaku belum habis. Aku
bisa dipecat.”
“Sebenarnya itu niat terselubungku.” Dan melihat Hyona
melotot padanya, Kyuhyun terkekeh dan mengacak rambut gadis

207
itu dengan gemas. “Cepat ganti saja pakaianmu. Sepuluh menit lagi
kita pergi.”
Kyuhyun melenggang begitu saja bahkan sebelum Hyona
sempat berkomentar. Meninggalkan gadis itu terbengong seperti
orang bodoh di tempatnya berdiri.
“Shin Hyona, apa itu tadi Cho Kyungjoon?” tanya salah satu
teman kerjanya, yang entah sejak kapan berdiri di samping Hyona.
Gadis itu menarik napas panjang. “Yeah, seperti yang kau
lihat,” ujarnya. “Bukankah Kyungjoon terlihat sangat berbeda.”
Temannya itu mengangguk. “Aku seperti baru saja melihat
CEO dalam drama.”
Hyona hanya terkekeh pelan menanggapinya. Meninggalkan
temannya yang masih syok untuk melepas seragam restoran.
Beberapa menit kemudian mereka sudah duduk nyaman di dalam
Audi milik Kyuhyun.
“Tumben ajudanmu tidak ikut,” komentar Hyona ketika
Kyuhyun menyalakan mesin.
Pria itu mengangkat alis. “Ajudan?”
“Laki-laki itu. Aku baru tahu menyetir termasuk salah satu
deskripsi pekerjaan seorang sekretaris.”
“Maksudmu Siwon hyung?” Kyuhyun tertawa pelan. “Memang
tidak. Tapi dia yang menginginkan itu sendiri. Sebenarnya dia
sunbaeku di universitas. Jadi aku dekat dengannya lebih dari
sekedar hubungan kerja.”

208
Oh.
“Aku belum sempat berterima kasih padanya karena secara
tidak langsung membantuku membuka identitasmu,” gumam
Hyona. Tentu saja gadis itu sudah menceritakan bagaimana dirinya
bisa tahu. Kyuhyun tidak akan melupakan detail itu untuk tidak ia
tanyakan.
“Dan aku belum memotong gajinya karena berhasil
membuatmu menemukanku.”
Hyona menoleh ke samping dan mengernyit. Jahat sekali
orang ini. “Bukankah seharusnya kau menaikkan gajinya untuk itu?
Kita tidak akan bisa seperti sekarang jika bukan karena dia.”
Kyuhyun terlihat berpikir sejenak. “Sepertinya kau benar.”
Kali ini Hyona yang tertawa pelan.
“Kau akan mengajakku ke mana?”
“Makan malam.”
Hyona melihat jam tangannya. Masih pukul lima sore. “Tapi
ini belum masuk waktu makan malam.”
“Memang. Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu
sebelum hidangan makan malam.”
Beberapa menit kemudian mobil Kyuhyun berhenti di sebuah
restoran Italia yang begitu mewah. Hyona mengernyit. Hanya
melihat bangunannya saja sudah membuatnya kenyang. “Kita akan
makan di sini?”
“Kau boleh memilih makan apa nanti,” jawab Kyuhyun.

209
Hyona mengerutkan alis. Lalu kenapa mereka berhenti di sini?
Kyuhyun memiringkan tubuhnya menghadap Hyona.
Memegang kedua telapak tangan itu dan menatap mata gadisnya
dengan sungguh-sungguh. Apa ini?
“Kau boleh marah padaku, memukulku, atau menciumku
nanti. Tapi sekarang aku ingin kau turun dan masuk ke dalam
sana,” ujar Kyuhyun. Nada serius pria itu membuat jantung Hyona
mulai berdegup kencang. Ada apa ini? Apa yang sebenarnya pria
ini rencanakan?
Namun sebelum Hyona sempat mengutarakan isi hatinya,
Kyuhyun sudah turun. Memutari mobil dan berhenti di sisi pintu
Hyona. Membukanya. “Turunlah.”
Hyona menelan ludahnya. “Kau tidak ikut?”
“Aku akan berada di sini. Menunggumu.”
“Kenapa kau tidak ikut saja?”
Kyuhyun tidak menjawab. Membuat Hyona semakin
bertanya-tanya dengan khawatir. Apa yang sedang Kyuhyun
rencanakan?
“Percayalah. Semua akan baik-baik saja,” kata pria itu,
meyakinkan. “Aku akan tahu jika nanti kau membutuhkanku. Aku
akan berlari menghampirimu.”
Bagaimana caranya?

210
Tapi Hyona lebih memilih untuk tidak bertanya dan menurut.
Entah apa yang Kyuhyun rencanakan padanya, sudut hati Hyona
mengatakan padanya untuk mempercayai lelaku itu.
Hyona memasuki restoran itu dengan langkah pelan. Baru
sadar bahwa restoran itu terlihat begitu sepi. Hyona berusaha
menghalau pikiran buruk. Hingga seluruh yang ada di pikirannya
luntur melihat sosok yang sedang duduk di salah satu meja di
tengah ruangan.
Pria itu. Kim Daewoo.
Ayahnya.
***
Hyona tidak suka ketegangan. Hyona benci segala kondisi
yang membuat tubuhnya seolah kaku tanpa bisa melakukan
sesuatu yang sederhana sekalipun, seperti mengangkat gelas berisi
air mineral yang terlihat begitu menggoda di hadapannya.
Tenggorokannya kering. Tapi tubuhnya tak bisa bergerak. Seolah
jika dirinya melakukan gerakan sekecil apa pun, pria paruh baya
yang duduk di hadapannya akan murka.
Oh dear…
“Maaf membuatmu repot-repot datang kemari,” kata Kim
Daewoo pelan. Untuk pertama kalinya setelah sepuluh menit
berada dalam kabut keheningan.

211
Hyona mengangkat wajah, menatap pria itu sejenak
kemudian menunduk lagi. Memilih untuk melihat meja yang
sepertinya lebih menarik. Dan aman.
“Tapi terima kasih telah meluangkan waktumu yang berharga
hanya untuk menemuiku.”
Kali ini Hyona benar-benar menatap Kim Daewoo dalam
waktu yang cukup lama. “Sa-saya senang bisa bertemu Anda.” Dan
Hyona merasa bongkahan pahit menyabotase tenggorokannya
setelah mengatakan hal itu.
“Kau tahu siapa aku?”
Appa.
“Tentu saja, Kim Daewoo sajangnim.” Hyona meremas
dressnya dengan kuat. Ya Tuhan, apa yang sedang Kyuhyun coba
mainkan padanya?
“Hanya itu?” tanya Daewoo lagi.
Hyona bisa mendengar harapan dan kekecewaan yang
bercampur menjadi satu dalam suara dan wajah pria itu. “Adakah
hal lain yang harus saya ketahui?” Ia tidak tahu mendapat energi
dari mana untuk mengatakannya.
Kim Daewoo berusaha sekuat tenaga untuk tidak tumbang. Ia
tahu Shin Hyona sedang berbohong. Ia tahu Hyona mengetahui
siapa dirinya lebih dari sekedar direktur. Tapi kenapa gadis ini
berusaha membohonginya dan membohongi dirinya sendiri?
“Bagaimana kau tahu gadis itu adalah putriku?”

212
“Shin Hyona yang mengatakannya. Dia telah menghabiskan
lebih dari dua puluh tahun hidupnya dengan merindukan sosokmu.”
“Kau… putriku…” ujar Daewoo, tanpa mampu ia tahan lagi.
Tidak. Jangan menangis, Shin Hyona. Kau tidak boleh
menangis sekarang!
“A-anda sudah tahu?” tanya gadis itu lirih.
Mana Cho Kyuhyun? Dia bilang dia akan berlari kemari jika
Hyona membutuhkannya? Hyona butuh pria itu sekarang, paling
tidak untuk menggenggam tangannya yang gemetar. Terutama
ketika mendengar ucapan Daewoo selanjutnya.
“Aku baru mengetahui kalau Hyemi ternyata hamil. Kenapa
ibumu tidak pernah mengatakannya padaku bahkan sampai dia
pergi?”
Hyona berusaha mengerahkan kekuatan otaknya untuk
berpikir di saat dirinya sedang terguncang seperti ini. “Bagaimana
Anda tidak tahu kalau eomma… hamil?”
Kim Daewoo menggeleng. Frustrasi dengan segala kenangan
masa lalunya yang masih ia ingat dengan jelas. “Kami dulu saling
mencintai sampai aku harus menikah dengan orang lain pilihan
orang tuaku. Dia melepaskanku. Aku sama sekali tidak tahu dia
sudah mengandung saat itu.” Daewoo mengusap wajahnya dengan
telapak tangan, menyamarkan dua bulir air matanya yang baru
saja menetes. “Ya Tuhan, kenapa kau bodoh sekali, Hyemi-ya.”

213
Hyona begitu terpukul mendengar kalimat panjang Daewoo.
Sesuatu yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Astaga, apakah
ini artinya Hyona sudah menghabiskan dua puluh dua tahun
dengan menyalahkan orang yang tidak tahu apa-apa?
“Maafkan aku karena tidak tahu kau lahir. Maafkan aku
karena tidak turut andil membesarkanmu.”
Hyona menggigit bibir bawahnya dengan keras. Jangan
menangis. Jangan menangis.
“Tidak perlu minta maaf,” gumam Hyona pada akhirnya. “Sa-
saya senang sekali akhirnya memiliki kesempatan bertemu Anda.”
Daewoo terpaku sesaat. Dalam beberapa hari terakhir pria itu
menghabiskan waktu dengan rasa bersalah, takut, frustrasi, dan
marah. Tapi satu kalimat sederhana yang Hyona ucapkan secara
ajaib mampu mengangkat semua beban itu dari dada Daewoo.
“Bolehkah aku memegang tanganmu?” tanya pria itu, pelan.
Dengan ragu Hyona mengangkat tangan kanannya dari atas
paha, meletakkannya di atas meja. Dan ketika tangan hangat yang
sudah hampir keriput itu menyentuhnya, air mata Hyona benar-
benar menetes. Gadis itu menggigit bibirnya lebih kuat, menahan
agar bulir-bulir yang telah mengantre di pelupuk matanya tidak
ikut menetes.
“Kau mirip sekali dengan ibumu... dan aku.” Daewoo
menggenggam tangan mungil itu dengan erat dan bergumam
dengan lebih pelan sambil menunduk. “Kenapa kau tega memiliki

214
anak ini sendiri tanpa membaginya padaku? Aku ayahnya, kau
tahu?” bisiknya, seolah-olah Shin Hyemi ada di sana dan
mendengarkannya.
“Biarkan aku merawatmu mulai sekarang,” kata Daewoo
setelah cukup lama terdiam. “Aku tahu ini pasti sulit. Tapi hiduplah
bersamaku mulai sekarang. Aku akan mengenalkanmu pada
saudara-saudaramu.”
Dua bulir air terdorong lagi untuk jatuh. Eomma, aku memiliki
saudara.
“Kumohon, Shin Hyona. Aku ingin menebus kesalahanku.”
Eomma, appa menyebut namaku.
Tapi haruskah ia egois sekarang? Menuruti keinginannya
untuk berkata ‘iya’, memiliki sosok ayah yang selama ini ia
inginkan, tanpa memikirkan bahwa pria itu juga telah memiliki
keluarganya sendiri.
Eomma…
“Saya tidak akan pernah melupakan tawaran Anda. Tapi tidak
perlu khawatir. Saya baik-baik saja.”
Eomma, aku benar, kan? Eomma dulu juga melakukan hal
yang sama, kan?
“Kumohon. Biarkan aku menjadi ayahmu dengan cara yang
benar mulai sekarang. Biarkan aku merawatmu.”

215
Hyona menggeleng pelan. “Percayalah, saya sangat
menghargainya. Tapi jangan rusak keharmonisan keluarga Anda
sekarang dengan kehadiran saya.”
Kim Daewoo tertegun sesaat. “Aku akan bicara baik-baik
dengan mereka. Mereka akan menerimamu.”
Hyona menggeleng. “Saya akan baik-baik saja, percayalah.
Meski tidak dengan tinggal bersama, saya akan tetap menganggap
Anda ayah saya. Seperti yang telah saya lakukan dua puluh dua
tahun hidup saya.”
Setetes air mata jatuh dari mata Daewoo. Namun kali ini
disertai senyum tipis. “Kau sama keras kepalanya dengan ibumu,
nak.”
Nak.
“Aku akan menjagamu mulai sekarang, meski tidak harus
tinggal bersama.”
Hyona mengangguk pelan.
“Dan kita juga harus sering bertemu, untuk menebus dua
puluh dua tahun waktu yang kita lewati secara terpisah.”
Hyona mengangguk lagi. “Ya, ayah.”
***

216
BAB DUA PULUH SATU

Bau harum makanan menyapa hidung Kyuhyun begitu ia


membuka mata. Pria itu turun dari ranjang, memakai celana
pendek yang terlipat di ujung kasur kemudian keluar kamar tanpa
mengenakan baju.
Senyum cerah terbit di wajah Kyuhyun melihat Shin Hyona
bergerak lincah di dapur penthouse-nya. Tanpa menunggu waktu
lagi Kyuhyun menghampiri gadis itu. Memeluknya dari belakang
dan membiarkannya terkejut.
“Astaga!” Hyona menyikut perut Kyuhyun. “Kau
mengagetkanku.”
Tanpa menghiraukan protes gadisnya, Kyuhyun justru
membalik tubuh mungil itu dan memagut bibirnya dengan sedikit
menggebu.
“Mhh!” Hyona berusaha mendorong wajah Kyuhyun menjauh.
“Aku sedang memasak. Jangan ganggu ak— mmphh...”
Kyuhyun menyatukan bibir mereka lagi. Kali ini menahan
tangan Hyona di kedua sisi tubuhnya agar gadis itu tak banyak
protes. Kyuhyun baru merelakan ciuman itu lepas begitu merasa
Hyona mulai kehabisan napas.
“Ah, hidupku,” desah Kyuhyun seolah dirinya baru saja
menegak air di tengah sesi kelaparan panjangnya.

217
Wajah Hyona merona. “Kau benar-benar bau, Cho Kyuhyun,”
protesnya, berusaha menyembunyikan rasa malunya. “Mandilah.
Setelah itu sarapan. Waktumu akan hilang jika kau terus seperti
ini.”
Kyuhyun menggeleng. “Tapi aku sedang ingin membuang-
buang waktu, nona.”
Bibir mereka bertemu lagi. Kali ini dengan lebih menggebu
dan membuat tubuh Hyona terdorong ke belakang. Namun
sebelum punggung mungil itu menabrak kompor, Kyuhyun segera
mengangkat dan meletakkan tubuh Hyona duduk di pinggir
wastafel.
Sambil terus berciuman panas, Kyuhyun dengan tergesa-gesa
membuka kancing kemejanya yang dipakai Hyona.
“Kyuhyun, kompornya,” bisik Hyona susah payah di sela
ciuman mereka.
Kyuhyun hanya mengulurkan sebelah tangannya untuk
mematikan kompor, kemudian kembali pada aktivitasnya melucuti
bra Hyona. Menjalankan jemarinya menyusuri kedua benda
kembar mungil itu dan menggodanya.
Hyona mendesah. Mendongakkan kepala memberi akses
pada penjelajahan Kyuhyun di lehernya, turun hingga
payudaranya. “Kau sudah menyerangku dua kali semalam. Apa
belum cukup?” tanya Hyona susah payah.

218
“Tidak akan pernah cukup, Hyona. Tanyakan pada dirimu
sendiri kenapa kau memberiku efek seperti ini.” Kyuhyun
menghisap ujung payudara Hyona kuat, dan gadis itu harus
menggigit bibir untuk menahan jeritannya.
“Ini di dapur.” Hyona masih berusaha mengembalikan otak
Kyuhyun yang menghilang entah ke mana. Meski tangan gadis itu
tetap menahan kepala Kyuhyun agar tetap memberi dadanya
kenikmatan.
“Aku ingin bercinta denganmu di dapurku.”
“Kau mesum.”
“Kau mencintai pria yang baru saja kau katai mesum.”
Hyona tak mampu lagi menjawab karena mulutnya terkunci
oleh lidah Kyuhyun, sedangkan tangan lelaki itu menurunkan
celana dalamnya dan mulai memainkan organ intim Hyona.
Tubuh gadis itu melengkung.
“Kau sudah sangat siap, nona Shin.”
Hyona mengerang. “Selesaikan ini dengan cepat dan biarkan
aku memasak dengan tenang.”
Kyuhyun menyeringai. “Sesuai perintahmu, tuan putri.” Pria
itu menurunkan celana pendeknya. Membebaskan tubuhnya dari
kurungan menyebalkan dan memasukkannya ke dalam kurungan
favoritnya.
Hyona melenguh. Menikmati proses pergumulan perasaan
mereka yang akan selalu terasa menyenangkan. Gadis itu berharap,

219
semoga desahannya tidak terdengar asisten rumah tangga
Kyuhyun.
Astaga! Ini di dapur. Pria ini benar-benar memiliki libido
lebih banyak daripada akalnya.
***
Kyuhyun muncul lagi di dapur setelah selesai dengan ritual
mandinya. Paginya kali ini terasa luar biasa. Pagi pertama Hyona
berada di penthousenya, dan pagi pertama gadis itu
menyambutnya dengan seks yang luar biasa. Kyuhyun hanya
berharap Hyona bersedia tinggal di sini bersamanya.
“Selamat pagi,” sapa Hyona.
Kyuhyun duduk di konter sarapan dengan senyum miring.
“Bukankah kau sudah mengucapkan selamat pagimu tadi?”
Hyona memutar mata. Berusaha mengabaikan obrolan
mesum dari pria mesum yang sialnya berhasil mendapatkan hati
Hyona. “Aku membuat pancake untukmu.”
“Dan kopiku?”
“Akan siap dalam dua menit, Tuan Cho.”
Satu dari sekian banyak hal yang Kyuhyun sukai dari Hyona,
bahwa gadis itu pintar memasak. Sedangkan Kyuhyun adalah jenis
pria yang sangat suka makan. Kyuhyun menyukai semua yang
tercipta dari tangan Hyona di dapur. Termasuk nasi goreng
kimchinya yang sedikit terlalu asin karena sempat Kyuhyun
ganggu tadi.

220
“Aku tidak akan memaafkanmu karena telah membuat nasi
gorengku seperti ini,” gerutu Hyona.
Kyuhyun hanya terkekeh. Masih tetap menyantap bagiannya
dengan lahap. “Kau sudah mempertimbangkan permintaanku
untuk tinggal di sini?”
Hyona mengangkat bahu. “Aku bisa cepat hamil jika tinggal di
sini.”
“Itulah yang kuinginkan, sayang.”
Hyona mendelik tajam pada Kyuhyun. Tak mau menanggapi.
Bukannya Hyona tidak suka, tapi gadis itu tidak ingin gegabah
mengambil keputusan. Ia tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan, seperti yang terjadi pada orang tuanya dulu.
“Aku akan berangkat kerja sebentar lagi.”
“Kerja ke mana? Belajar saja untuk ujian masuk universitas.
Aku sudah mengatakan pada bosmu bahwa kau keluar,” kata
Kyuhyun santai.
Mata Hyona melebar lebih lebar lagi. Terkejut, kesal, marah.
“Kenapa kau memutuskan kehendakmu seenaknya? Kau harus
mengatakannya padaku sebelum melakukan sesuatu yang itu ada
hubungannya denganku!”
“Aku sedang mengatakannya.”
“Tapi di saat semua sudah kau lakukan. Lalu apa gunanya?”
sembur Hyona. “Aku ingin pekerjaanku kembali.”

221
Kyuhyun menghela napas panjang. “Tapi ayahmu
menginginkannya.”
Amarah Hyona terhenti seketika. Kali ini ia menatap Kyuhyun
dengan alis yang berkerut tajam. “Apa?” lirihnya.
“Ayahmu ingin kau melanjutkan pendidikanmu lagi. Uang
pendaftarannya bahkan sudah diberikan semua padaku, padahal
ujian masuk saja masih dua bulan lagi,” jelas Kyuhyun.
Hyona menarik napas pelan, kemudian menghembuskannya
dengan perlahan. “Jadi ini keinginan appa?”
Kyuhyun mengangguk. “Dia ingin kau menjadi wanita hebat.”
Sudut hati Hyona menghangat mendengarnya. “Benarkah?”
Kyuhyun mengangguk lagi. “Dan aku juga menginginkan hal
yang sama.”
Untuk beberapa saat Hyona terdiam. Namun kemudian ia
mengangguk. “Baiklah.”
Eomma, aku akan berusaha membuat appa bangga. Kau juga
akan bangga padaku, bukan?
***

222
BAB DUA PULUH DUA

Juli 2015
“Bagaimana? Kau sudah menemukan gadis itu?”
“Belum. Jika dalam lima menit gadis itu belum muncul aku
akan pergi dari taman bermain ini. Dan eomma, kumohon berhenti
menjodoh-jodohkan aku dengan anak teman-temanmu.”
“Kalau begitu kenalkan kekasihmu pada eomma secepatnya.
Eomma tidak ingin kau gila kerja seperti appamu dan melupakan
berapa umurmu sekarang, Cho Kyuhyun.”
“Aku baru dua puluh tujuh tahun, eomma.”
“Justru karena kau sudah dua puluh tujuh tahun, berhentilah
menjadi selibat16!”
“Baiklah, baiklah. Aku akan menunggu lima menit lagi.”
Kyuhyun menutup sambungan teleponnya dan mendengus.
Melihat jam tangan, dan mendengus sekali lagi jika teringat betapa
kejam ibunya memindahkan jadwal Kyuhyun seenaknya hanya
untuk kencan buta. Yang benar saja! Dia ini CEO, bukan anak
kuliahan yang butuh perhatian ekstra dari sang ibu.
Dengan malas Kyuhyun memeriksa foto gadis yang dikirimkan
ibunya. Song Taeyeon. Ah, sudah berapa kali Kyuhyun melihat

16
Terus membujang.

223
namanya kemudian melupakannya lagi dengan mudah. Ini benar-
benar menyebalkan.
Cho Kyuhyun menyandarkan punggungnya di bangku panjang
taman bermain itu, memerhatikan seseorang menggunakan kostum
boneka pororo di tubuhnya sedang menghibur seorang anak kecil
yang menangis. Kyuhyun masih memasang wajah tidak tertarik,
hingga tiba-tiba orang itu melepaskan kostum dari kepalanya dan
kembali menghibur si anak kecil.
Cantik. Satu kata itu terlintas begitu saja di kepala Kyuhyun
ketika melihatnya. Dan melihat keringat sebesar biji jagung di
dahinya, gadis itu pasti kepanasan di dalam boneka itu. Kasihan
sekali.
Kyuhyun tidak tahu apa yang terjadi, apa yang merasuki
dirinya atau apa yang salah dari bagian otaknya. Tapi yang pria itu
sadari selanjutnya adalah dirinya diam-diam mengikuti dan
memerhatikan gadis itu. Bekerja siang hari di taman bermain, sore
hari di sebuah restoran, kemudian pulang di apartemen mahasiswa
kecilnya.
Dari dalam mobil, Cho Kyuhyun mengeluarkan ponsel dan
menekan speed dial nomor empat.
“Hyung, aku ingin kau memeriksa identitas seseorang.”
Kemudian menekan speed dial nomor satu setelah panggilan
pertama berakhir.

224
“Jangan marah-marah dulu… Aku tidak sengaja
meninggalkannya di taman bermain tadi… Baiklah, aku akan minta
maaf padanya nanti… Begini, mulai saat ini eomma berhentilah
menjodoh-jodohkanku. Kurasa aku telah menemukan gadis yang
kusukai… Tidak masalah jika aku tertarik bukan dengan orang kaya,
kan?”
***
“Shin Hyona, layani meja nomor tujuh.”
Hyona menurut dan berjalan menuju meja yang dimaksud,
dengan seorang laki-laki bersetelan rapi duduk di sana.
“Silahkan menunya, tuan.”
Kyuhyun meraih buku menu dari tangan Hyona, sebenarnya
tidak terlalu tertarik untuk makan. Ia lebih tertarik pada gadis
Pororo di hadapannya yang kini juga sedang menatapnya sambil
tersenyum. Namun lama kelamaan senyum itu berganti menjadi
kenyitan dahi, merasa aneh karena sang pelanggan malah sibuk
memperhatikannya.
“Ada yang bisa saya bantu untuk pesanan Anda, Tuan?” tanya
Hyona lagi.
“Boleh aku mengetahui namamu, nona?” tanya Kyuhyun tak
bisa ia tahan lagi. Meski sebenarnya ia sudah tahu identitas gadis ini
berkat bantuan dari bawahannya, tapi ia menginginkan gadis ini
menyebutkan nama sendiri padanya.

225
Dan Kyuhyun tidak tahu apa yang aneh dari dirinya, wajahnya,
penampilannya, atau kata-katanya, tapi beberapa saat setelah
Kyuhyun bertanya, Hyona justru mengerutkan alis semakin dalam
dan berkata dengan dingin.
“Jika memang tidak ada sesuatu yang bisa saya bantu, lebih
baik saya permisi. Selamat malam.”
Kyuhyun terpana. Apakah dirinya baru saja ditolak bahkan
sebelum sempat melakukan apa-apa?
***
Shin Hyona merengut. Masih tanpa gentar mengikuti
Kyuhyun yang kini menuju meja kerjanya yang berada di dalam
kamar.
“Kau curang,” cecar Hyona. “Kau berjanji akan
mengatakannya padaku jika aku berhasil mendapat indeks
prestasi sempurna di semester pertama.”
“Aku tidak merasa pernah berjanji seperti itu,” sahut
Kyuhyun sekenanya dan mulai menyalakan laptop.
Hyona semakin merengut. “Pria yang tidak menepati janjinya
bukanlah seorang pria sejati,” ejeknya.
“Kalimat dari mana itu?” Kyuhyun berdiri lagi begitu Hyona
sampai di belakangnya, mengambil ponsel dari nakas di atas
ranjang dan duduk di sana.
Hyona mengikuti pria itu dengan pandangan kesal. Meraih
bolpoin di atas meja dan melemparkannya ke arah lelaki bodoh itu.

226
“Aku tidak akan memperbolehkanmu menyentuhku jika kau tidak
menepati janjimu. Menyebalkan!” Setelahnya Hyona berjalan
keluar kamar dengan langkah kaki di hentak-hentak.
Kyuhyun hanya menatap kepergian Hyona dengan satu
tarikan napas. Apa gadis itu tidak sadar akan seperti apa malunya
Kyuhyun jika bercerita nanti? Bisa-bisanya Hyona bertanya awal
mula Kyuhyun jatuh cinta pada gadis itu.
***

227
EPILOG

Cho Kyuhyun keluar dari kamar, menemukan Shin Hyona duduk


dengan bibir mengerucut di meja dapur.
“Jangan mendekat. Aku masih marah padamu,” ujar gadis itu
galak begitu melihat Kyuhyun berjalan menghampirinya.
Tapi Kyuhyun tetap mendekat, dengan kedua tangan
terangkat ke atas. Gencatan senjata. “Baliklah. Aku menyerah,
sayang. Aku akan ceritakan padamu.”
Hyona melirik pria itu, masih sedikit curiga. “Kau tidak
sedang menipuku, kan?”
“Aku tidak berani melakukannya, percayalah.” Pria itu berdiri
di samping Hyona, mengulurkan kedua tangannya. “Aku akan
menceritakannya sebagai dongeng pengantar tidur. Bagaimana?”
Senyum Hyona perlahan terbit. “Kedengarannya bagus.”
Kemudian dirinya masuk ke dalam gendongan Kyuhyun untuk
kembali ke kamar.

THE END

228

Anda mungkin juga menyukai