Anda di halaman 1dari 25

YAYASAN ALIH TEKNOLOGI

UNIVERSITAS MALAHAYATI

BANDAR LAMPUNG

JL. Pramuka no.27 Kemiling Bandar Lampung (0721) 273-592

MAKALAH

ISBD ( Ilmu Sosial Budaya Dasar )

“Masalah Sosial Budaya dalam Masa Kehamilan “


DOSEN : Meni Sutarsih S.pd.M.Si

DISUSUN OLEH :
RISA YUNANI
21340011
PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan Karunia, Rahmat,

dan Hidayah-Nya yang berupa kesehatan dan kesempatan sehingga makalah yang berjudul “Masalah

Sosial Budaya Pada Masa Kehamilan” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Biologi yang dibimbing oleh

Meni Sutarsih S.pd.M.Si Semoga dengan penyusunan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pemahaman diri tentang mata kuliah ini. Demi kesempurnaannya, penyusun selalu mengharapkan

adanya saran dan masukan dari berbagai pihak.

Kami berusaha menyusun makalah ini dengan segala kemampuan, namun kami menyadari

bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi penulisan maupun segi

penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima dengan

senang hati demi perbaikan makalah selanjutnya.

Bandar Lampung, 14 Januari 2022

Risa Yunani

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan...............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................2

1.3 Tujuan.........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sosial Budaya.............................................................................................3

2.2 Pengertian Sosial Budaya.............................................................................................3

2.3 Masalah Sosial Budaya Pada Saat Kehamilan.............................................................4

2.2 Hal terkait mengenai masalah sosial budaya dalam masa kehamilan.......................11

2.2.1 Kehamilan sebagai hal biasa, tidak melakukan pemeriksaan kehamilan........11

2.2.2 Tidak terdeteksi hamil resiko tinggi................................................................11

2.2.3 Pendidikan rendah dan kurang informasi........................................................12

2.2.4 Masalah Gizi Pada Saat Kehamilan................................................................13

2.3 Pendekatan Sosial Budaya dalam praktik Kebidanan................................................14

2.3.1 Pendekatan Melalui Agama.............................................................................14

2.3.2. Pendekatan Melalui Kesenian Tradisional......................................................15

2.3.3. Pendekatan melalui Paguyuban dan sistem Banjar.........................................18

2.3.4 Pendekatan dalam sistem Paguyuban.............................................................19

2.3.5 Pendekatan Dalam Sistem Pesantren...............................................................20

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang banyak
membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup
maupun tatanansocial termasuk dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu hal
yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat
yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.Pengaruh social budaya dalam masyarakat
memberikan peran penting dalam mencapaiderajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Perkembangan social budaya dalam masyarakatmerupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam
suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan social
dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negative.

Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya sebagai salah
satucontoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatantertentu
sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaandan respons
terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandangtingkatannya.
Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanyamempromosikan kesehatan, tapi
juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinyasuatu penyakit dan bagaimana
meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannyadengan kesehatan

Indonesia merupakan negara yang kaya akan seni dan budaya. Setiap daerah di
Indonesia mempunyai kebudayanaan atau adat istiadat yang berbeda.Kebudayaan tersebut
muncul dari kebiasaan nenek moyang terdahulu dan seolah-olah sudah melekat dalam jiwa setiap
masyarakat.

Indonesia tidak lepas dari masalah Sosial dan budaya, tidak terkecuali masalah
kehamilan, karena kehamilan merupakan faktor tidak langsung penyumbang angka kematian
ibu.Tingkat kurangnya pengetahuan ibu hamil juga menjadi faktor lainnya.Dalam Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKI di Indonesia yaitu mencapai 359
per 100 ribu kelahiran. Banyak sekali hal yang mempengaruhi masalah sosial budaya dakam
proses kehamilan seperti, kehamilan sebagai hal biasa, tidak melakukan pemeriksaan kehamilan
jadi kebanyakan ibu hamil tidak melakukan pemeriksaan kehamilan dikarenakan kehamilan
merupakan hal biasa yang mungkin tidak memerlukan pemeriksaan khusus biasanya orang –
orang dengan ekonomi menengah ke bawah jarang atau bahkan tidak pernah melakukan
pemeriksaan baik itu check up atau pun konsultasi mengenai masalh kehamilannya, selain dari
pada itu masalah gizi pada ibu hamil biasanya sangat disepelekan dikarenakan kurangnya

1
informasi serta banyak pantangan mengenai budaya dari masing – masing wilayah, sehingga
kebutuhan gizi ibu hamil tidak terpenuhi.

Menurut UU RI No.23 Tahun 2003 Tingkat pendidikan seseorang dapat mendukung


atau mempengaruhi tingkat pengetahuan yaitu semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi
pengetahuan seseorang karena pendidikan yang tinggi mempermudah ibu menerima informasi
baru sehingga tidak akan acuh terhadap informasi kesehatan sedangkan semakin rendah
pendidikan maka pengetahuan pun sangat terbatas sehingga acuh terhadap program kesehatan
yang ada. Pengetahuan merupakan sekumpulan informasi yang dipakai dan diperoleh melalui
proses selama hidup dan akses ibu yang tinggal dipedesaan memperoleh pelayanan kesehatan.
Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan, eklampsi partuslama, komplikasi abortus
dan infeksi. Penyebab tidak langsung kematian ibu antara lain kurang energi kronis (KEK) pada
kehamilan 37%, dan anemi dalam kehamilan 40%.

Berbagai upaya untuk menurunkan angka kematian ibu sudah dimulai sejak akhir tahun
delapan puluhan dengan program safe motherhood initiative yang mendapat perhatian besar dan
dukungan dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. Pada tahun 2000 dicanangkan
upaya menurunkan kematian ibu melalui Making Pregnancy Safer (MPS), salah satunya dengan
meningkatkan surveilans. pembiayaan, monitoring dan informasi kesehatan ibu dan anak,
dikarenakan paparan diatas penulis mengambil judul makalah “Masalah Sosial Budaya dalam
Masa Kehamilan”

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana masalah sosial busaya dalam masa kehamilan?
2. Apa saja hal yang terkait mengenai masalah sosial budaya dalam masa kehamilan?
3. Bagaimana pendekatan sosial budaya dalam praktik kebidanan?

1.3 Tujuan
1. Memaparkan masalah sosial busaya dalam masa kehamilan
2. Memaparkan hal yang terkait mengenai masalah sosial budaya dalam masa kehamilan
3. Memaparkan pendekatan sosial budaya dalam praktik kebidanan

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sosial Budaya
Sosial budaya terdiri dari dua kata yaitu sosial dan budaya. Sosial berarti segala sesuatu
yang berhubungan dengan masyarakat sekitar. Sedangkan budaya berasal dari kata bodhya yang
artinya pikiran dan akal budi. Budaya juga diartikan sebagai segala hal yang dibuat manusia
berdasarkan pikiran dan akal budinya yang mengandung cinta dan rasa. Jadi kesimpulannya
adalah sosial budaya merupakan segala hal yang di ciptakan manusia dengan pikiran dan budinya
dalam kehidupan bermasyarakat.

2.2 Pengertian Sosial Budaya


 Masalah budaya adalah segala sistem atau tata nilai atau sikap mental, pola pikir, pola
tingkah laku dalam berbagai aspek kehidupan yang tidak memuaskan bagi masyarakat secara
keseluruhan, atau dapat dikatakan bahwa masalah budaya adalah tata nilai yang daat
menimbulkan krisis-krisis kemasayrakatan yang akan menyebabkan “ dehumanisasi “ atau
terjadi pengurungan terhadap seseorang.

 Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-
unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika
terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial
seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.

 Masalah Sosial adalah suatu kondisi yang terlahir dari sebuah keadaan masyarakat yang tidak
ideal. Atinya , selama dalam suatu masyarakat yang tidak terpenuhi secara merata, maka
masalah social akan selalu timbul. Dalam kehidupan masyarakat yang heterogen, seperti
Negara kita ini.

Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam
masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti
proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh
lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi
sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.

3
2.3 Masalah Sosial Budaya Pada Saat Kehamilan
Indonesia merupakan negara yang kaya akan seni dan budaya. Setiap daerah di Indonesia
mempunyai kebudayanaan atau adat istiadat yang berbeda.Kebudayaan tersebut muncul dari
kebiasaan nenek moyang terdahulu dan seolah-olah sudah melekat dalam jiwa setiap masyarakat.
Dukungan sosial merupakan inti bagi kehidupan bermasyarakat yang efektif.1)Adanya suatu
fakta yang dapat dipertimbangkan yang menyatakan bahwa dukungan sosal mempengaruhi
kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang.2)Perubahan sosial dan medis telah meningkatkan
harapan hidup manusia3)Tenaga kesehatan berada pada posisi memberikan intervensi secara
sukses baik langsung maupun tidak langsung pada area dukungan sosial dengan memfasilitasi
pertumbuhan dan pertahanan jarngan sosial.4)penampilan tenaga kesehatan dapat ditingkatkan
dengan mengetahui pentingnya dukungan sosial bagi penanggulangan stres dalam asuhan
kebidanan. Makalah ini akan membahas tentang masalah tersebut dengan berbagai sumber agar
diperoleh hasil yang mampu menjawab pertanyaan tentang aspek sosial dan budaya pada
kehamilan.

A. ASPEK SOSIAL

Pada beberapa tulisan disebutkan bahwa kehidupan masyarakat terasing atau terpencil
yang masih sagat sederhana peradapannya, dilaporkan adanya adat melahirkan yang dilakukan
oleh wanita yang berkepentingan tanpa bantuan siapapun.Biasanya alasan untuk
“menyembunyikan”kelahiran dari keterbukaan bagi banyak orang adalah karena kebudayaan
yang bersangkutan memandang kelahiran sebagai masalah pribadi dan dari segi adat sopan
santun, perlu dijaga dari keterbukaan bagi orang lain, termasuk kerabat.Misalnya tradisi orang
Mentawai di pulau Siberut pada masa lalu, kelahiran merupakan peristiwa pribadi yang hanya
dihadapai oleh suami dan ibu sang wanita yang melahirkan, dengan suami sebagai penolong
utama dari kelahiran anaknya.Pada kebudayaan lainya, kelahiran masih tetap merupakan masalah
pribadi, namun lebih bersifat terbuka bagi kerabat terdekat yang dianggap mempunyai fungsi
tertentu dalam menghadapi peristiwa itu.Biasanya mereka adalah kerabat wanita yang sudah
berumur dan sudah biasa menghadapi peristiwa pesalinan. Masyarakat Bali Aga di desa Trunyan,
Bali memandang kelahiran sebagai hal yang wajar dan bersifat”publik”.Kelahiran dianggap
sebagai urusan laki-laki, karena dukun bayi npria dan suami merupakan pemeran utama dari
penolong persalinan.Berbeda dengan masyarakat Krikati di brazilia tengah,handai tolan termasuk
anak-anak bisa berkerumun di depanpintu yang dibiarkan terbuka, untuk menyaksikan proses
kelahiran tersebut di luar ruangan.Meski demikian hanya dukun pria, suami, ibu kandung sang
wanita melahirkan, dan ank-anaknya yang lahir terdahulu saja yang berada di ruangan, ditambah
satu orang wanita lainnya atau lebih, yang ,mempunyai fungsi sebagai pembantu persalinan
apabila tenaganya diperlukan. Para penolong dan cara-cara menolong persalinan merupakan
kesatuan yang tak terpisahkan, karena diikat oleh kesaman pemahaman mengenai sifat dari

4
proses kelahiran itu dengan pengaruhnya terhadap kondisi bayi dan ibunya.Dalam proses
persalinan di lingkungan di masyarakat Bali Aga, wanita akan melahirkan duduk dengan posisi
bersandar pada dada balian tekuk(dukun beranak) di atas bangku.Sang suami duduk tepat di
hadapan isterinya, karena berfungsi sebagai penerima bayi pada saat lahirnya.Diantara suami
isteri terdapat lubang dangkal yang diberi alas untuk menampung plasenta, air tembuni, dan
darah yang keluar dari tubuh wanita yang melahirkan.Disisi wanita itu, berdiri seorang gadis
yang berfungsi untuk menarik rambutnya, agar sang wanita yang melahirkan dapat tetap dalam
posisi duduk tegak.Tujuannya adalah untuk menjaga agar jiwanya dapat tetap diam dalam
tubuhnya dan tidak akan meninggalkannya.Sang balian tekun akan mengurutnya untuk
membetulkan posisi bayi bila terasa sungsang dalam perut ibunya.Namun bila proses kelahirran
tampak berjalan normal, ia tak kan berbuat apa-apa kecuali berfungsi sebagai tempat bersandar
sang wanita melahirkan dan memberikan ketenangan psikologis.Seorang pelaku lain, balian
usada hanya berperan apabila terjadi proses persalinan yang sulit.Ia akan membacakan mantera-
mantera dan doa, serta memberikan minuman air suci kepada si ibu, lalu menyemburnya dengan
ludah yang dicampur kunyahan daun sirih.Para pelaku, khususnya sang gadis, senantiasa
mengusahakan agar si ibu tidak pingsan, karena hal itu dianggap dapat menyebabkan
kematiannya.

Sementara itu, ibu dari wanita yang melahirkan turut berada di ruangan yang sama untuk
memberikan ketenangan bathin bagi putrinya yang sedang dalam proses melahirkan.Selama
proses pertolongan persalinan, diyakini oleh semua pelaku bahwa selama ari-ari belum keluar,
tali pusat tak boleh dipotong karena kuatir akan tertarik kembali ke dalam rahim sang ibu.Dari
segi kedokteran hal dianggap membahayakan karena pedarahan pada ari-ari dapat menyebabkan
perdarahan pada bayi pula.Setelah ari-ari keluar, ayah sang bayi memotong tali pusat anaknya
dan para pelaku lain mulai sibuk mengambil air hangat dan rempah-rempah.Sementara itu tugas
dukun bayi dan ayah sang bayi masih berlanjut dengan upacara untuk merawat dan membungkus
plasenta, darah, air tembuni dan tali pusat sang bayi, untuk digantungkan pad tempat khusus yang
disediakan untuk keperluan itu, di bagian selatan induk trunyan. Uraian tersebut menunjukkan
interaksi antara aspek budaya dan aspek sosial yang terwujud dalam kegiatan menolong
persalinan yang dilakukan oleh para pelaku, masing-masing dengan peran dan tugasnya selama
proses persalinan berlangsung, tidak saja bagi sang bayi, melainkan juga bagi perawatan
plasentanya.Kerjasama yang terpola itu dilandasi oleh pengetahuan budaya yang sama mengenai
sifat-sifat dan fisiologi kelahiran. Citra tentang wanita, pandangan budaya mengenai organ
reproduksi dan penanganan plasenta. Dalam banyak kebudayaan di berbagai penjuru dunia citra
tentang wanita dan pandangan budaya mengenai bentuk, sifat dan fungsi organ reproduksi
maupun pandangan budaya mengenai plasenta mendorong berbagai perilaku tertentu dalam
menghadapi kehamilan dan kelahiran bayi. Citra tentang wanita : Ibu dan istri. Banyak suku

5
bangsa di dunia khususnya dunia ketiga beranggapan bahwa kemampuan melahirkan bayi
merupakan suatu tolok ukur bagi seorang istri untuk menunjukkan keberhasilannya dalam tugas
budayanya untuk mempersembahkan keturunan bagi suaminya. Di lingkungan yang mempunyai
budaya seperti itu, mempunyai anak segera setelah pernikahan merupakan tujuan utama dari
perkawinan. Di Bangladesh pandangan serupa juga ditemukan, pengantin baru diharapkan untuk
segera mempunyai anak untuk membuktikan kesuburan mereka dan untuk mengesahkan mereka
dalam keluarga, karena status sebagai ibu lebih tinggi dari status sebagai istri. Di samping itu
status sebagai ibu memberikan lebih banyak kebebasan untuk keluar rumah dan mempraktekkan
hak-hak mereka. Keinginan untuk segera memiliki anak mendorong terwujudnya cara-cara
budaya dalam mengupayakan kelahiran anak. Lucille Newman menghimpun sejumlah tulisan
mengenai berbagai kebudayaan di Asia, Amerika Tengah dan Selatan, yang berkenaan dengan
pengetahuan dan cara-cara budaya untuk mengatur kesuburan dengan tujuan mendapatkan bayi,
membatasi kelahiran bayi dan berbagai pertimbangan tertentu.

Di pihak lain citra tentang wanita dalam kaitannya dengan tugas budaya mereka tidak
selalu mendorong disukainya kelahiran anak tambanhan, setelah lahirnya beberapa anak. Tidak
disukainya tambahan anak tidak selalu disebabkan oleh faktor sosial ekonomiyang dari segi
tenaga dan biaya tidak menguntungkan untuk merawat seorang bayi lagi. Dalam masyarakat
Dani di Kecamatan Kurulu Lembah Baliem Papua misalnya tugas budaya yang utama bagi
wanita dan yang dianggap amat penting adalah melakukan kegiatan mata pencaharian yakni
menghasilkan ubi jalar dan babi. Sehingga tambhan anak cenderung tidak disukai karena
dianggap mengganggu tugas mereka di ladang. Keadaan ini sering mendorong untuk melakukan
aborsi tradisionalyang menyebabkan resiko yang buruk. Pandangan budaya terhadap organ
reproduksi, masa pembuahan dan ngidam. Perubahan fisiologi terjadi pada wanita hamil dan hal
ini umumnya diterima secara wajar. Meskipun demikian respons masyarakat terhadap reaksi
fisiologi saat pembentukan janin berbeda-beda. Munculnya rasa mual dan muntah dipahami
dengan berbagai respons budaya. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia dikenal sejumlah
respons budaya yang umum dikenal dengan istilah ngidam, antara lain berupa keinginan ibu
untuk makan makanan yang rasanya asam, makan jenis-jenis makanan tertentu, makan makanan
yang tidak lazim di makan seperti tanah lempung atau keinginan menyaksikan atau melakukan
perbuatan tertentu walaupun kurang pantas menurut norma yang berlaku. Suku Jawa dan Sunda
berkeyakinan bahwa kegagalan para kerabat memenuhi keinginan ngidam dari wanita hamil
sebagai hal yang akan mengakibatkan bayinya kelak akan terus menerus melelehkan air liurnya.
Pandangan budaya mengenai plasenta. Pada masyarakat Indonesia dan Malaysia plasenta
dianggap sebagai saudara sang bayi, sehingga harus diperlakukan dengan cara yang baik.
Plasenta tidak selalu dikuburkan melainkan ditenggelamkan ke laut. Pada kebudayaan-
kebudayaan tertentu di dalam wadah yang berisi plasenta bayi diletakkan pula bahan-bahan

6
ramuan atau benda-benda lain yang secara simbolik dianggap sebagai barang kebutuhan saudara
si bayi dalam kehidupan di dunianya yang ghoib.

B. ASPEK BUDAYA

Sebagai makhluk biologi manusia dipelajari dalam ilmu biologi atau anatomi dan sebagai
makhluk sosio budaya manusia dipelajari dalam anthropologi budaya, yaitu tentang seluruh cara
hidup manusia, bagaimana manusia dengan akal budinya dan struktur fisiknya dapat mengubah
lingkungan berdasarkan pengalamannya.Kebudayanan manusia menganalisis masalah-masalah
hidup sosial-kebudayaan manusia dan memberi wawasan bahwa hanya manusialah yang mampu
berkebudayaan.Seperti halnya pada ritus penyambutan bayi lahir pada suku Rimbo di Jambi.Pada
masyarakat Rimbo lahirnya seorang anak berarti kelangsungan hidup generasinya terjamin,
begitu juga perkembangan mreka tetap terpelihara tetapi kenyataannya sering terjadi peristiwa di
luar jangkauan kemampuan manusia, seperti kematian, bahkan mati bayinya atau
ibunya.Keadaan ini membuat orang rimbo diliputi oleh hal-hal yang menggelisahkan dan tidak
menentramkan hidupnya.Kemudian mereka mencari sandaran yang dapat enghilangkan
kegelisahan, yang berasal dari bantuan yang luar biasa di atas segala kemampuan manusia
dengan diadakan upacara keagamaan khusus.Upacara dimulai sejak ibu mengandung delapan
bulan yaitu dengan menyerahkan kepada dukun bayi yang biasanya juga merangkap orang alim,
hal ini dilakukna karena orang rimbo berpengalaman bahwa umur kandungan delapan bulan
merupakan umur yang kritis, sering terjadi hal-hal yang diluar dugaan manusia, dengan
diserahkan ibu ke dalam pengawasan dukun bayi/orang alim yang dianggap ahli kandungan ibu
tersebut akan terjaga dan selamat.Selanjutnya alim memerintahkan untuk membuat tempat
khusus dalam upacara penyambutan bayi yang akan lahir di suatu tempat yang disebut tanah
peranakan, yaitu suatu tempat yang datar, air cukup, ramu-ramuan yang diperlukan banyak di
tempat itu, mudah dujangkau, dan terlindung dari gangguan binatang buas.Bangunan balai
tersebut terdiri dari minimal tiga gubug, satu untuk suami istri yang akan melahirkan, satu khusus
untuk dukun bayi/alim, sati lagi agak besar unuk kerabat dekat.Peralatan yang digunkan untuk
upacara : bedaro putih untuk minuman bagi ibu yang melahirkan agar mudah dalam persalinan,
ramuramuan yang khusus dicari oleh dukun, kemenyan untuk mengusir roh jahat, suluh damar
untuk penerangan di malam hari, bubuk kulit kayu tenggiris untuk menempel pada pusat bayi
agat cepat kering, makanan dan lauk-pauk untuk menjamu peserta upacara terutama ibu yang
baru melahirkan, tempat pembungkus bayi, senjata berupa tombak dan parang untuk menangkal
serangan yang mungkin terjadi.Setelah bayi lahir engan selamat maka masing-masing sibuk
dengan tugasnya masing-masing, ada yang bertugas menanam bali(ari-ari) yang harus ditanam di
tempat yang tidak mungkin digunakan untuk ladang atau bangunan, sebagian yang lain membuat

7
makanan dari ubi yang diparut dan dibubur dengan dicampur hati atau daging, untuk makanan
ibu yang baru melahirkan sisanya untuk kerabat yang menyaksikan dan menunggu kelahiran
bayi.Stelah sehari semalam maka seluruh orang yang berada di tanah peranakan pulang ke rumah
masing-masing, bayinya cukup digendong dengan kain panjang tanpa bungkus dengan sesuatu
benda apapun dan mereka langsung bekerja termasuk ibu yang baru saja melahirkan
tadi.Kebiasaan ini kemungkinan menjadi penyebab banyak anak yang meninggal di bawah lima
tahun terutama tahun pertama.

Menurut kepercayaan orang rimbo bila bayi lahir dengan selamat dan kelahirannya di
tanah peranakan dengan pertolongan orang alim dan sudah diupacarakan, maka anak tersebut
sudah lepas dari marabahaya untuk di bawa kemanapun ibunya pergi.Rasa terlindungi oleh sang
pencipta inilah yang membuat mereka leluasa pergi membawa serta bayi yang baru lahir
meskipun beru berumur sehari semalam. Masyarakat Kerinci Jambi, wanita hamil dilarang
makan hamil agar bayinya tidak berbulu sepeti rebung.Mereka juga dilarang makan jantung
pisang agar anaknya lahir tidak terlalu kecil, atau mengonsumsi senawa/jamur karena akan
menyebabkan placenta menjadi kembar sehingga mengalami kesulitan waktu melahirkan, alasan
ini merupakan keyakinan budaya. Keyakinan lain pada masyarakat Keruak Lombok timur,
wanita hamil dilarang makan gurita, cumi, kepiting, udang dan ikan pari.Ikan gurita dan cumi
dianggap mempunyai kaki yang lekat dan mencengkeram, hal ini diasosiasikan ari-ari bayi akan
lekat dan mencengkeram rahim ibu sehingga bayi susah lahir.Makan udang yang bentuknya
melengkung dianggap akan menyebabkan bayi berbrntuk serupa sehingga mempersulit
kelahiran.Ikan pari yang hidungnya tajam akan menyebabkan bayi sulit keluar, sementara
kepiting menyebabkan bayi akan lebih dahulu keluar tangannya atau letaknya
melintang.Sebaliknya adapula makanan yang dianjurka karena dianggap baik bagi wanita hamil,
ia harus makan tanah kaken/lempung merah.Penduduk setempat juga percaya bahwa pada saat
hamil harus makan sebanyak-banyaknya dalam arti kuantitas,bukan kualitas.Pada masyarakat
Biak Numfor( Irian ), suami isteri yang tengah menantikan kelahiran bayinya dilarang makan
daging hewan tertentu diantaranya kura-kura. Pantangan yang hubungannya dengan asosiatif atau
adat memantang yang berhubungan dengan pantangan perbuatan atas dasar keyakinan sifat
ghoib, karena terdapat sejmlah pantangan perbuatan yang melarang wanita hamil dan suaminya
melakkan hal-al tertentu yang secara ghoib diaggap dapat berakibat buruk bagi beyi mereka,
sebagai contoh di Kemantan Kabupaten Kebalai.Seorang wanita hamil pantang masuk hutan
karena akan diintai harimau, pantang keluar waktu maghrib akan menyebabkan beranak hantu,
panting menjalin rambut bila keluar rumah akan menyebabkan leher bayi terlilit tali pusatnya
sendiri, pantang duduk di tanah atau di batu, akan terjadi ketuban bumi/sulit melahirkan, pantang
bernadzar yang hebat-hebat karena kelak air liur bayinya akan meleleh terus. Ada kepercayaan di
Bali: kesulitan seorang wanita yang melahirkan berkaitan dengan perbuatan suaminya sewaktu

8
isterinya hamil, misalnya karena melanggar pantangan untuk membuat atau menancapkan pagar,
karenan sering memukul binatang atau mencukur rambut.Larangan menyiksa hewan juga
ditemukan pada banyak suku bangsa seperti masyarakat Sakai, Jawa dan beberapa suku di
Papua.Pada masyarakat Sarmi ada larangan bagi suami dan isteri yang hamil untuk mengucapkan
kata-kata tertentu yang dianggap berkaitan dengan maut atau makan bersama anggota keluarga
yang baru pulang melayat.Pada masyarakat Marind Anim terdapat larangan bagi seorang pria
untuk menceritakan dongengdongeng yang dianggap sakral ketika isterinya sedang hamil sampai
melahirkan.Demikian pula masyarakat Riau dan Papua terdapat larangan bagi suami isteri yang
menantikan elahiran bayi untu melakukan beberapa perbuatan tertentu seperti menebang dan
membakar pohon, menanam tebu, berburu, dan membicarakan cerita-cerita suci serta membelah
puntung kayu yang masih menyala. Dari segi budaya, melahirkan tidak hanya merupakan suatu
proses yang semata-mata berkenaan dengan lahirnya sang bayi saja, karena pada saat itu, dari
rahim sang ibu keluar pula unsur-unsur yang biasanya dikategorikan sebagai unsur kotor, seperti
darah, air ketuban, tali pusat dan plasenta.Dari segi budaya, pengetian”kotor”tidak selalu
mengacu pada arti harfiahnya, namun kotor dalam arti “duniawi”, sebagai lawan dari sifat sakral,
suci dan ghoib..

Karena itu kebudayaan menetapkan bahwa proses mengeluarkan unsur-unsur yang kotor
atau keduniawian harus dilangsungkan di tempat yang sesuai untuk keperluan itu.disini dijlaskan
bahwa pandangan masyarakat tentang wilayah bersih yang tidak boleh dikotori, sedangkan
melahirkan adalah proses membuang nsur-unsur yang kotor, sehingga pilihan melahirkan
ditetapkan di dapur sebagai wilayah kotor, sebagian masyarakat Dayak Kenyah di Desa Long
merah, kalimantan timur, yang tinggal di ummaq dadog(Rumah komunal tradisional dengan
bilik-bilik yang berjajar) juga memilih dapur sebagai tempat melahirkan.Namun alasannya lebih
cenderung kepada faktor adat sopan santun.Bagian tengan rumah yang disebut sinong terlalu
terbuka bagi umum dan kurang memberikan suasana yang dibutuhkan oleh wanita hamil untuk
melahirkan bayinya, baik dari segi ketenangan maupun adat sopan santun.Maka dapur sebagai
satu-satunya bagian rumah yang tertutup dan memberikan ruang pribadi yang dibutuhkan untuk
melahirkan, menjadi pilihan sebagai tempat melahirkan. Menurut adat tradisional orang
Mentawai di pulau Siberut, yang terutama dianut scara etat di masa lalu, melahirkan dianggap
sebagai kategori non sakral sehingga kelahiran dilangsungkan di tempat yang sesuai untuk
itu.ialah ladang yang bersifat duniawi, yang merupakan salah satu dari pusat kehidupan selain
desa dimana rumah-rumah penduduk berada.Oleha karena itu sekitar seminggu sebelum sang
wanita melahirkan, ia akan dibawa oleh suami dan ibunya untuk tinggal di ladanga hingga
saatnya melahirkan.Meskipun pad masa kini kebudayaan orang Mentawai telah mengalami
perubahan, masih ada di pedalaman penduduk pulau siberut yang menjalankan adat melahirkan
berdasarkan konsep itu. Pandangan budayan tentang lokasi melahirkan an sifatnya juga tidak

9
sama dalam berbagai kebudayan.Di Desa Trunyan, melihat kelahiran sebagai sifat terbuka untuk
dihadiri handai tolan.Namun tetap terdapat batasan dari norma-norma adat mengenai siapa yang
dapat dan tidak boleh berada di dalam ruangan.Suasana kelahiran bayi juga dihadapi sebagai
peristiws yang wajar secara alamiah, dan merupakan bagian dari proses sosialisasi anak-anak
setempat.Di dalam ruangan, para pelaku berperan sesuai dengan tugasnya masing-masing, tap
orang berada di tempatnya masingmasing sesuai tugas yang ditentukan baginya dalam
pertolongan persalinan. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa pengadaadn tempat
melahirkan dan para pelaku pada kegiatan tersebut, termasuk tugas dan aturan masing-masing
ditetapkan secara budaya.Pertimbangan-pertimbangan tertentu yang bersifat kultural ini kadang-
kadang tidak mudah untuk diubah. Tentang ramu-ramuan dalam proses kelahiran dan pasca
persalinan,

Setiap kebudayaan memiliki kepercayaan mengenai berbagai ramuan atau bahan obat-
obatan yang dapat digunkan pada saat wanita hamil telah merasakan akan lahirnya sang
bayi.Umumnya bahan obat-obatan itu terdiri dari ramu-ramuan yang diracik dari berbagai
tumbuh-tumbuhan, seperti daun-daunan, akar-akara, atau bahan-bahan lainnya yang diyakini
berkhasiat sebagai penguat tubuh atau pelancar proses persalinan.Ramuan yang dianjurkan ole
dukun bayi untuk diminum atau dimakan oleh calon ibu bervariasi, sesuai dengan pengetahuan
budaya setempat dan menurut ketersediaan bahan-bahan di lingkungan sekitar.Di Bali, misalnya,
balian manak menganjurkan pasienya yang hamil tua untuk minm jamu daun waru atau minum
air kelapa muda agar kelak persalinannya lancar, juga dianjurkan minum air kelapa dari kelapa
yang masih sangat muda yang dicampur dengan madu dan kunyit dengan tujuan menambah
tenaga. Pada masyarakat Kerinci,walaupun jantung pisan dipantangkan selama sebagaian besar
dari masa hamil, saat memasuki usia kandungan 9 bulan, jantung pisang merupakan bagian dari
pelusuh(sarana untuk memperlancar lahirnya bayi)yang diberikan, setelah sebelumnya diberi
penawar berupa doa-doa oleh dukun dan dmakan sebagai lauk nasi.

Kemudian pada saat bayi hampir lahi, pelusuh terdii dari telur aam mentah yang dikocok
dengan campuran kopi atau sirih dengan perangkatnya(pinang, gambir,dan kapur), yang diberi
doa.Setelah ketuban pecah, ibun diberi minyak kelapa untuk diminumkan.Tujuannya untuk
memberi semangat kepada ibu, meskipun dari segi kesehatan hal itu tidak jelas khasiatnya.Pada
saat bayi telah lahir terdapat pula ramu-ramuan yang ditujukan pada perawatan ibu
melahirkan.Bahan-bahan ramuan itu digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk
mengembalikan tenaga, untuk memperkuat tubuh ibu, mengembalikan fungsi-fungsi tubuh
menjadi sebelum hamil, membersihkan tubuh dari nifas dan zat-zat yang diangap kotr lainnya,
serta mengembalikan bentuk tubuh dalam konteks keindahan tubuh. Jenis-jenis ramuan dan obat-
obatan yang digunakan oleh setiap kelompok masyarakat pada masa hamil, menjelang saat
melahirkan dan sesudah bersalin merupakan bahan –bahan yang berasal dari pengetahuan budaya

10
masyarakat ang bersangkutan.Sebagian diantaranya sudah digunkan secara turun temurun sejak
beberapa generasi.Namun dalam hal-hal tertentu tidak selalu bahan-bahan yang digunakan
berkhasiat menurut ilmu kesehatan atau mendukung tercapainya tujuan kesehatan dengan baik.

2.2 Hal terkait mengenai masalah sosial budaya dalam masa kehamilan

2.2.1 Kehamilan sebagai hal biasa, tidak melakukan pemeriksaan kehamilan

Ada berbagai alasan yang membuat ibu hamil tidak memeriksakan


kehamilannya, mulai dari ragu-ragu sampai tidak tersedianya akses layanan kesehatan.
Sementara pemeriksaan ini sangat mempengaruhi perkembangan kesehatan fisik dan
mental sang Ibu maupun bayi.

Pemeriksaan kehamilan atau yang juga biasa disebut antenatal care dilakukan
untuk memastikan kesehatan yang optimal bagi ibu hamil dan bayi di dalam kandungan.
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan begitu seorang ibu tahu ia mengandung, sehingga
segala kemungkinan risiko yang muncul dapat segera diatasi.

Dalam Permenkes No. 25 tahun 2014 Pasal 6 ayat 1b, Kemenkes RI


merekomendasikan setiap ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya secara berkala
setidaknya empat kali. Berbeda dengan Kemenkes RI, melalui pedoman barunya pada
2016 lalu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) justru menganjurkan setiap ibu hamil untuk
melakukan pemeriksaan kehamilan setidaknya delapan kali.

Manfaat melakukan pemeriksaan kehamilan :

 Bantu Cegah Komplikasi Kehamilan


 Membantu Mempersiapkan Persalinan
 Menjaga Kesehatan Mental Sang Ibu

Resiko tidak melakukan pemeriksaan kehamilan, ibu yang jarang


memeriksakan kehamilan berisiko tiga kali lebih tinggi untuk melahirkan bayi dengan
berat rendah dan bayi lima kali lebih mungkin untuk meninggal, dibandingkan dengan
bayi yang lahir dari ibu yang rutin memeriksakan kondisi kehamilannya.

2.2.2 Tidak terdeteksi hamil resiko tinggi


Kehamilan risiko tinggi adalah suatu kondisi kehamilan yang bisa mengancam
kesehatan dan keselamatan ibu dan janin. Kondisi ini bisa disebabkan karena komplikasi

11
saat kehamilan, namun bisa juga disebabkan oleh suatu kondisi medis yang sudah ibu
miliki sejak sebelum hamil.

Kehamilan risiko tinggi paling rentan dialami oleh ibu yang pernah memiliki
masalah pada kehamilan sebelumnya, misalnya melahirkan secara prematur.

penyebab kehamilan risiko tinggi

 Gangguan darah
 Penyakit ginjal kronis.
 Tekanan darah tinggi.
 HIV atau AIDS.
 Kegemukan.
 Penyakit tiroid.
 Diabetes.

2.2.3 Pendidikan rendah dan kurang informasi


Menurut UU RI No.23 Tahun 2003 Tingkat pendidikan seseorang dapat
mendukung atau mempengaruhi tingkat pengetahuan yaitu semakin tinggi pendidikan
maka semakin tinggi pengetahuan seseorang karena pendidikan yang tinggi
mempermudah ibu menerima informasi baru sehingga tidak akan acuh terhadap
informasi kesehatan sedangkan semakin rendah pendidikan maka pengetahuan pun
sangat terbatas sehingga acuh terhadap program kesehatan yang digunakan sebagai
alat penyesuaian diri bagi diri sendiri maupun lingkungannya.
Antenatal Care (ANC) merupakan pengawasan wanita hamil yang baru dalam
setengah abad ini diadakan secara teratur dan tertentu. Tujuan pengawasan wanita hamil
ialah menyiapkan sebaik-baiknya fisik dan mental, menyelamatkan ibu dan anak dalam
kehamilan, persalinan dan masa nifas sehingga keadaan mereka postpartum sehat dan
normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga mental, serta melakukan koreksi secara dini
apabila terjadi kelainan. Status Antenatal Care (ANC) seorang ibu hamil tergantung
tingkat pendidikan formal dan pengetahuan ibu tentang kesehatan ibu, sedangkan tanpa
pendidikan dan pengetahuan yang baik para wanita belum siap menggunakan fasilitas
kesehatan yang semakin maju, karena fasilitas kesehatan yang seperti itu asing bagi
mereka. Dan mereka akan saling mempengaruhi ibu hamil yang lain untuk tidak
melakukan pemeriksaan kehamilan walaupun fasilitas tersebut tersedia. Akibatnya,
penyampaian Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) pada ibu hamil saat pemeriksaan
pertama sangat sulit diterima dengan terbuka. Mereka pada umumnya masih terbelenggu
dengan tradisi dan menurut kepada perintah sesepuh atau orang yang dituakan. Sehingga

12
status Antenatal Care (ANC) mereka tidak lengkap. Dari sinilah peneliti melakukan
penelitian hubungan tingkat pendidikan formal dan pengetahuan ibu hamil tentang
kesehatan ibu terhadap status Antenatal Care (ANC) (Studi Analitik di wilayah kerja
puskesmas Tempurejo Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan formal dan pengetahuan ibu
hamil tentang kesehatan ibu terhadap status Antenatal Care (ANC) (Studi Analitik di
wilayah kerja puskesmas Tempurejo Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember). Adapun
manfaat dari penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai informasi bagi tenaga
kesehatan untuk meningkatkan upaya dalam mengembangkan pengetahuan tentang status
Antenatal Care (ANC), dan dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian cross sectional yang dilakukan pada bulan
September sampai Oktober 2006 di wilayah kerja puskesmas Tempurejo Kecamatan
Tempurejo Kabupaten Jember. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu
hamil yang memasuki usia kehamilan 28–36 minggu pada saat dilakukan penelitian dan
berada dalam wilayah kerja puskesmas Tempurejo Kecamatan Tempurejo Kabupaten
Jember. Dengan menggunakan teknik total sampling yaitu sebanyak 35 sampel. Data
yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis uji korelasi Spearman dengan
α=0,05. Pengolahan data menggunakan program Statistical Package for the Social
Sciences 11,0 (SPSS 11,0). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan formal ibu
hamil dengan pendidikan yang rendah sebagian besar mempunyai status Antenatal Care
(ANC) buruk sebesar 70,58%, serta ibu hamil dengan tingkat pengetahuan ibu hamil
tentang kesehatan ibu yang rendah sebagian besar mempunyai status Antenatal Care
(ANC) buruk sebesar 92,30%. Dari analisi statistik dengan uji korelasi Spearman
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan formal dan
pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan ibu.

2.2.4 Masalah Gizi Pada Saat Kehamilan


Pada hakekatnya dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat adalah dengan
meningkatkan kualitas manusia. Gizi yang baik merupakan salah satu faktor yang
diperlukan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas. Upaya meningkatkan SDM
seharusnya dimulai sedini mungkin sejak janin dalam kandungan. Bila keadaan
kesehatan dan status gizi ibu hamil baik, maka besar peluang janin yang dikandungnya
akan baik dan keselamatan ibu sewaktu melahirkan akan terjamin (Mawaddah dan
Hardinsyah, 2008). Sesuai dengan yang diungkapkan Kartikasari et al (2011), bahwa
status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang
sedang dikandung. Bila status gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil
kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan

13
normal. Dengan kata lain, kualitas bayi yang dilahirkansangat bergantung pada keadaan
gizi ibu sebelum dan selama hamil. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa (KEK)
pada batas LILA 23,5 cm belum merupakan resiko untuk melahirkan Barat Badan Lahir
Rendah (BBLR). Sedangkan ibu hamil dengan Kurang Energi Kronis (KEK) pada batas
LILA kurang 23 cm mempunyai resiko 2 kali untuk melahirkan BBLR dibandingkan
dengan ibu yang mempunyai Lingkar Lengan Atas (LILA) lebih dari 23 cm. Adapun
dampak dari KEK pada ibu hamil meliputi abortus (keguguran) dan kematian janin.
Sedangkan untuk dampak jangka panjang bisa menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
janin, kecacatan pada janin, dan BBLR (berat bayi lahir rendah). Berdasarkan penelitian
Rosmeri (2000) dalam Waryana, (2010) menunjukkan bahwa ibu yang memiliki status
gizi kurang (kurus) sejak sebelum hamil mempunyai resiko lebih tinggi lagi, yaitu 4,27
kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai status gizi
baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola makan pada ibu hamil KEK, yaitu
pengetahuan dan sikap ibu hamil KEK itu sendiri. Pengetahuan dan sikap berhubungan
dengan kebiasaan ibu hamil. Kekurangan gizi bisa terjadi akibat ketidaktahuan seseorang
dalam mengakses pangannya, atau memilih makanan yang kurang atau tidak bergizi
karena ketidaktahuannya. Ibu hamil yang memiliki pengetahuan tentang pola makan
yang baik untuk dikonsumsi akan menerapkannya pada kehidupannya sehari-hari dimana
hal tersebut menjadi kebiasaanya untuk mengatur pola makan.

2.3 Pendekatan Sosial Budaya dalam praktik Kebidanan


2.3.1 Pendekatan Melalui Agama

Agama dapat memberikan petunjuk/pedoman pada umat manusia dalam menjalani


hidup meliputi seluruh aspek kehidupan. Selain itu agama juga dapat membantu umat
manusia dalam memecahkan berbagai masalah hidup yang sedang dihadapi. Adapun
aspek-aspek pendekatan melalui agama dalam memberikan pelayanan kebidanan dan
kesehatan diantaranya :
 Agama memberikan petunjuk kepada manusia untuk selalu menjaga kesehatannya.
 Agama memberikan dorongan batin dan moral yang mendasar dan melandasi cita-
cita dan perilaku manusia dalam menjalani kehidupan yang bermanfaat baik bagi
dirinya, keluarga, masyarakat serta bangsa.
 Agama mengharuskan umat manusia untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dalam segala aktivitasnya
 Agama dapat menghindarkan umat manusia dari segala hal-hal/perbuatan yang
bertentangan dengan ajarannya.

Berbagai aspek agama dalam memberikan pelayanan kesehatan terdiri dari upaya-

14
upaya pelayanan kesehatan yang ditinjau dari segi agama, diantaranya :
 Upaya pemeliharaan kesehatan
Upaya dini yang dilakukan dalam pemeliharaan kesehatan dimulai sejak ibu
hamil yaitu sejak janin di dalam kandungan. Hal tersebut bertujuan agar bayi yang
dilahirkan dalam dari berbagai penyakit dan kecacatan. Ada beberapa langkah
yang dapat memberikan tuntunan bagi umat manusia untuk memelihara kesehatan
yang dianjurkan oleh agama antara lain :
 Makan makanan yang bergizi
 Menjaga kebersihan (Hadist mengatakan : kebersihan sebagian dari iman)
 Berolah raga
 Pengobatan diwaktu sakit

 Upaya pencegahan penyakit


Dalam ajaran agama pencegahan penyakit lebih baik dari pada pengobatan
di waktu sakit. Adapun upaya-upaya pencegahan penyakit antara lain:

 Dengan pemberian imunisasi


Imunisasi dapat diberikan kepada bayi dan balita, ibu hamil, WUS, murid SD
kelas 1 sampai kelas 3.
 Pemberian ASI pada anak sampai berusia 2 tahun (Surah Al-Baqarah ayat
233). Ayat tersebut pada dasarnya memerintahkan seorang ibu untuk
menyusui bayinya dengan ASI sampai ia berusia 2 tahun.
 Memberikan penyuluhan kesehatan. Dapat dilakukan pada kelompok
pengajian, atau kelompok-kelompok kegiatan keagamaan lainnya.
1.1.1. Pendekatan Melalui Kesenian Tradisional
Bidan adalah seorang wanita yang tlah mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan. Lulus dengan persyaratan yang ditelah ditetapkan dan memperoleh
kualifikasi untuk registrasi dnn memperole izin untuk melaksanakan praktik
kebidanan.
Praktik Bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga dan masyarakat) sesuai dengan
kewenangan dan kemampuannya.
Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan saat ini dihadapkan pada
masyarakat yang lebih terdidik,dan mampu memberi pelayanan kesehatan yang di
tawarkan atau

dibutuhkan oleh masyarakat. Masyarakat mengiginkan pelayanan kesehatan


yang murah, nyaman,sehingga memberi kepuasan ( sembuh dengan cepat dengan

15
pelayanan yang baik ). Rumah sakit perlu mengembangkan suatu sistem pelayanan
yang didasarkan pada pelayanan yang berkualitas baik, biaya yang dapat
dipertanggung jawabkan dan diberikan pada waktu yang cepat dan tepat. Rumah sakit
sebagai suatu institusi pelayanan kesehatan, dalam memproduksi jasa pelayanan
kesehatan ( pelayanan medis dan pelayanan kebidanan), untuk masyarakat
menggunakan berbagai sumber daya seperti ketenanagaan, mesin, bahan, fasilitas,
modal, energi dan waktu.
Pelayanan praktik kebidanan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
pelayanan rumah sakit. Oleh karena itu, tenaga bidan bertanggung jawab memberikan
pelayanan kebidanan yang optimal dalam meningkatkan dan mempertahankan mutu
pelayanan kebidanan yang diberikan selama 24 jam secara berkesinambungan. Bidan
harus memiliki keterampilan professional, ataupun global. Agar bidan dapat
menjalankan peran fungsinya dengan baik, maka perlu adanya pendekatan sosial
budaya yang dapat menjembatani pelayanannya kepada pasien.
Program pelayanan kebidanan yang optimal dapat dicapai dengan adanya
tenaga bidan yang professional dan dapat diandalkan dalam memberikan pelayanan
kebidanannya berdasarkan kaidah-kaidah profesi yang telah ditentukan,seperti
memiliki berbagai pengetahuan yang luas mengenai kebidanan, dan diterapkan oleh
para bidan dalam melakukan pendekatan asuhan kebidanan kepada masyarakat.
Bidan dapat menunjukan otonominya dan akuntabilitas profesi, melalui
pendekatan sosial dan budaya yang akurat. Terdapat beberapa bentuk pendekatan
yang dapat digunakan atau diterapkan oleh para bidan dalam melakukan
pendekatan asuhan kebidanan kepada masyarakat misalnya paguyuban, kesenian
tradisional, agama dan sistem banjar. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan
masyarakat dalam menerima, bahwa pelayanan atau informasi yang diberikan oleh
petugas, bukanlah sesuatu yang tabu tetapi sesuatu hal yang nyata atau benar adanya.
Dalam memberikan pelayanan kebidanan, seorang bidan lebih bersifat :
Promotif, bidan yang bersifat promotif berarti bidan berupaya menyebarluaskan
informasi melalui berbagai media Metode penyampaian, alat bantu, sasaran, media,
waktu ideal, frekuensi, pelaksana dan bahasa serta keterlibatan instansi terkait
maupun informal leader tidaklah sama di setiap daerah, bergantung kepada dinamika
di masyarakat dan kejelian kita untuk menyiasatinya agar informasi kesehatan bisa
diterima dengan benar dan selamat. Penting untuk diingat bahwa upaya promotif tidak
selalu menggunakan dana negara, adakalnya diperlukan adakalanya tidak. Selain itu,
penyebaran informasi hendaknya dilakukan secara berkesinambungan dengan
memanfaatkan media yang ada dan sedapat mungkin dikembangkan agar menarik dan
mudah dicerna. Materi yang disampaikan seyogyanya selalu diupdate seiring dengan

16
perkembangan ilmu kesehatan terkini.
Preventif berarti bidan berupaya pencegahan semisal imunisasi,
penimbangan balita di Posyandu dll. Kadang ada sekelompok masyarakat yang
meyakini bahwa bayi berusia kurang dari 35 hari (jawa: selapan) tidak boleh dibawa
keluar rumah.
Kuratif berarti bidan tidak dikehendaki untuk mengobati penyakit
terutama penyakit berat. Rehabilitatif berarti bidan melakukan upaya pemulihan
kesehatan, terutama bagi pasien yang memerlukan perawatan atau pengobatan.

Serta seorang bidan juga harus mampu menggerakkan Peran serta Masyarakat
khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru lahir,
anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang
cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya. Agar bidan dapat
menjalankan praktik atau pelayanan kebidanan dengan baik,hendaknya bidan
melakukan beberapa pendekatan misalnya pendekatan melalui kesenian tradisional.
Pengertian dari seni pada mulanya berasal dari kata Ars (latin) atau Art
(Inggris) yang artinya kemahiran.Tetapi beberapa juga ada yang mengatakan bahwa
kata seni berasal dari bahasa belanda yang artinya genius atau jenius. Sementara kata
seni sendiri dalam bahasa Indonesia berasal dari kata sangsekerta yang berarti
pemujaan atau persembahan. Namun dalam bahasa tradisional jawa, seni mempunyai
rti Rawit pekerjaan yang rumit – rumit / kecil. Dibawah ini terdapat beberapa hal
tentang seni baik pendapat dari para ahli budaya,maupun arti kesenian secara umum.
a. Seni menurut para ahli budaya

 Drs. Popo Iskandar

Seni adalah suatu hasil dari ungkapan emosi yang ingin disampaikan oleh
seseorang kepada orang lain dalam kesadaran hidup bermasyarakat / berkelompok.

 Ahdian karta miharja

Seni adalah kegiatan rohani yang merefleksikan suatu realitas dalam suatu
karya seni yang bentuk dan isinya, mempunyai kemampuan untuk membangkitkan
pengalaman tertentu dalam rohani penerimanya.Dan menurut beliau Kesenian
Merupakan produk dari manusia sebagai homeostetiskus. Setelah manusia merasa
cukup atau dapat mencukupi kebutuhan fisiknya, maka manusia tersebut perlu dan
akan selalu mencari pemuas untuk memenuhi kebutuhan psikisnya. Manusia semata-
mata tidak hanya memenuhi isi perut, tetapi perlu juga memenuhi pandangan
indah serta suara merdu, semua kebutuhan manusia tersebut dapat dipenuhi melalui
kesenian.

17
b. Kesenian sebagai media penyuluhan kesehatan
Dalam penyuluhan kesehatan maupun dalam praktik kebidanan,
seni dapat digunakan sebagai media dalm melakukan pendekatan kepada masyarakat,
Seorang petugas bisa menyelipkan pesan-pesan kesehatan didalamnya, misalnya:
 Dengan Kesenian wayang kulit
Melalui pertunjukan ini diselipkan pesan-pesan kesehatan
yang ditampilkan di awal pertunjukan dan pada akhir pertunjukan, dapat diisi dengan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pesan-pesan yang telah disampaikan di
awal pertunjukan atau pertanyaan – prtanyaan yang diberikan oleh penonton.
 Menciptakan lagu-lagu berisikan tentang permasalahan kesehatan dalam
Bahasa.

c. Kesenian sebagai seni terapi


Kesenian sebagai terapi pada kejiwaan,sebagai pelipur rala. Kita ketahui
kehidupan zaman sekarang ini permasalahan semakin kompleks, tubuh dan jiwa
manusia mempunyai batas untuk dapat mengatasinya. Untuk itu dengan seni
diharapkan akan memberikan dampak

positif dalam mengatasi stress tersebut baik stres fisik maupun batin. Misalnya
dengan menyanyi, menciptakan lagu, seni memahat patung, dll.

1.1.2. Pendekatan melalui Paguyuban dan sistem Banjar


a. Pendekatan dalam sistem Banjar
Bentuk kesatuan sosial yang berdasarkan kesatuan wilayah
ialah,desa . Kesatuan - kesatuan sosial yang diperkuat oleh kesatuan adat dan
upacara - upacara keagamaan yang keramat. Pada umum nya tampak beberapa
perbedaan antara desa dipegunungan dan desa adat ditanah datar . menjadi
warga desa adat dan mendapat tempat duduk yang khas dibalai desa yang
disebut Bale Agung, dan berhak mengikuti rapat - rapat desa yang diadakan
secara teratur pada hari tetap.

Cara Cara Pendekatan Bidan dalam wilayah Banjar Bali


Para bidan mempunyai berbagai cara untuk pendekatan diantara nya :

1. menggerakan dan membina peran serta masyarat dalam bidang kesehatan


dengan melakukan penyuluhan kesehatan sesuai kebutuhan dan masalah
kesehatan setempat
2. Pemerintah memberikan ,menerapkan dan menjalalnkan PosKesDes (pos

18
kesehatan Desa) yang ditujukan kepada seluruh masyarakat setempat sampai
kedaerah pedalaman.
3. Penyuluhan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
4. Membina dan memberikan bimbingan (peran bidan sebagai pendidik).Bersama
sampai Kelas 3.

2.3.4 Pendekatan dalam sistem Paguyuban


Paguyuban adalah suatu kelompok atau masyarakat yang diantara para
warganya di warnai dengan hubungan sosial yang penuh rasa kekeluargaan , bersifat
batiniah dan kekal serta jauh dan pamri- pamri ekonomi.

Pelayanan Kebidanan dengan pendekatan paguyuban


Dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kebidanan diperlukan
pendekatan - pendekatan khususnya paguyuban. untuk itu kita sebagai tenaga
kesehatan khusisnya calon bidan agar mengetahui dan mampu melaksanakan
berbagai upaya untuk meningkatan peran aktif masyarakakt agar masyarakat sadar
pentingnya kesehatan. misalnya saja denagn mengadakan kegiatan posyandu di
puskesmas .

Ciri - ciri Paguyuban

 Intimate : hubungan menyeluruh yang mesra


 Private : hubungan bersifat pribadi .
 Exclusive : bahwa hubungan tersebut hanyalah untuk "kita" saja dan
tidak untuk orang lain diluar kita.
Tipe Paguyuban
Memiliki tiga tipe di masyarakat yaitu :

1. Paguyuban karena ikatan darah Yaitu paguyuban berdasarkan


keturunan. contoh kelompok kekeluargaan,keluarga besar.
2. Paguyuban karena tempat Yaitu paguyuban yang terdiri dari orang
yang berdekatan tempat tinggal.Contoh arisan RT,RW,dan karang taruna.
3. Paguyuban karena jiwa pikiran Yaitu paguyuban yang terdiri dari
orang - orang yang tidak punya hubungan darah atau tempat tinggalnya tidak
berdelatan tetapi mereka mempunyai jiwa dan pikiran yang sama. contohnya
organisasi.

19
Dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kebidanan diperlukan
pendekatan-pendekatan khususnya paguyuban.untuk itu kita sebagai tenaga kesehatan
khususnya calon bidan agar mengetahui dan mampu melaksanakan berbagai upaya
untuk meningkatkan peran aktif masyarakat agar masyarakat sadar pentingnya
kesehatan.misalnya saja dengan mengadakan kegiatan posyandu di puskesmas
puskesmas.

2.3.5 Pendekatan Dalam Sistem Pesantren


a. Pengertian
Pondok pesantren adalah lembaga Pendidikan Islam yang
menggembangkan fungsi pedalaman agama, kemasyarakatan dan penyiapan
sumber daya manusia.
b. Tujuan Dan Sasaran Pondok Pesantren
Bidan harus memiliki keterampilan professional agar dapat memberikan
pelayanan kebidanan yang bermutu untuk memenuhi tuntutan kebutuhan
rasional, agar bidan dapat menjalankan peran fungsiya dengan baik maka perlu
adanya pendekatan social budaya yang dapat menjembati pelayanan pasien.
Tercapainya pelayanan kebidanan yang optimal, perlu adanya tenaga bidan
yang professional dan dapat diandalkan dalam memberikan pelayanan
kebidanan berdasarkan kaidah-kaidah profesi, antara lain memiliki pengetahuan
yang kuat, menggunakan pendekatan asuhan kebidanan. Bidan dapat
menunjukan otonominya dan akuntabilitas profesi melalui pendekatan sosial
dan budaya yang kuat. Bentuk-bentuk pendekatan yang dapat digunakan oleh
bidan dalam pelayanan kesehatan sebagai berikut
a. pendekatam social
b. survai mawas diri
c. musyawarah masyarakat pondok pesantren
d. pelatihan
e. pelaksanaan kegiatan
f. pembinaan

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang mengembangkan


fungsi pendalaman agama, kemasyarakatan dan penyiapan sumber daya
manusia. Melalui pedidikan agama, pendidikan formal, pendidikan kesenian.
 Tujuan umum : tercapainya pengembangan dan pemantapan kemandirian
pondok pesantren dan masyrakat sekitar dalam bidang kesehatan.

20
 Tujuan khusus : tercapainya pengertian positif pondok pesantren dan
masyarakat sekitarnya tentang norma hidup sehat, meningkatkan peran serta
pondok pesantren dalam menyelenggarakan upaya kesehatan, terwujudnya
keteladanan hidup sehat di lingkungan pondok pesantren

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan paparan diatas bisa disimpulkan bahwa Sosial Budaya sangat berpengaruh pada
proses kehamilan atau masa kehamilan, dikarenakan negara kita adalah negara yang sangat
memegang erat teguh budaya dan masalah sosial pun menjadi hal yang harus diperhatikan pada masa
kehamilan, selain dari pada itu tingkat Pendidikan seorang ibu hamil menjadi sangat berpengaruh
pada masa kehamilan karena dengan semakin tinggi Pendidikan seorang ibu maka akan semakin baik
pula perawatan yang diberikan kepada dirinya sendiri dalam masa kehamilan, selain itu pendekatan
kultur dari masing – masing daerah juga harus diperhatikan serta praktik kebidanan juga tidak kalah
penting untuk menangani seorang ibu hamil, karena praktik kebidanan juga memiliki pendekatan
masing – masing, seperti pendekatan mengenai agamnya, kesenia, paguyuban, pesantren dan lain-lain.

21
DAFTAR PUSTAKA

Budiarti, Astrida. (2015). Studi Fenomenologi: Masalah Sosial Budaya Pada masa
Kehamilan

Cedli, Lussi Giovani. (2012). Pendekatan secara Sosial Budaya pada Masa Kehamilan

DeJudicibus, M.A. & Mc. Cabe, M.P. (2002). Psychological Factors and Sexuality of
Pregnant and Postpartum Women. The Journal of Research¸39 (2), 94-103.

Emilia, dr. Ova & Harry Freitag, S. Gz, Dietisien. Tetap Bugar dan Energik Selama Hamil.
Agro Medika.

Hapsari, Vike Dwi & Sari Sudarmiati. (2018). Pengalaman Seksualitas Ibu Hamil Di
Puskesmas Pondok Aren Tangerang. Vol 6, 76-85. Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

Hasbullah. (2015). Dasar-dasar ilmu pendidikan. Ed 5. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

22

Anda mungkin juga menyukai