Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK

PERCOBAAN VIII
“KEMAMPUAN KOAGULASI GARAM – GARAM
SULFAT DAN KLORIDA”

Disusun Oleh :

Nama : Devis Saputra


Hari,tanggal : Selasa, 07 November 2023
Kelompok :2
Asisten : Alee Noveasisca

LABORATORIUM KIMIA ANORGANIK


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
LEMBAR PENGESAHAN

JURNAL RESMI PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK

PERCOBAAN 8
“KEMAMPUAN KOAGULASI GARAM – GARAM
SULFAT DAN KLORIDA”

Semarang, 07 November 2023

Mengetahui,

Asisten Laboratorium Praktikan

Alee Noveasisca Devis Saputra

NIM.24030120140066 NIM.24030122120029
PERCOBAAN VIII

KEMAMPUAN KOAGULASI GARAM – GARAM SULFAT DAN KLORIDA

I. TUJUAN PERCOBAAN
I.1. Mempelajari daya koagulasi dari berbagai macam garam – garam sulfat dan klorida

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Sistem koloid

Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran yang terletak antara larutan
sejati dan suspensi kasar. Ukuran partikel sejati adalah kurang dari 1 nm, partikel koloid
berukuran 1 nm hingga 1000 nm, sedangkan suspensi kasar lebih besar dari 1000 nm.
Selain itu partikel larutan dan koloid tidak dapat dipisahkan secara fisik (penyaringan)
(Arnelli & Astuti, 2019)

II.2. Kestabilan koloid

Kestabilan dipengaruhi oleh bagaimana terjadinya interaksi – interaksi antara


partikel – partikel. Penggabungan partikel – partikel koloid dinamakan proses agregasi.
Penambahan sedikit elektrolit (koagulan) menyebabkan partikel koloid akan
terkoagulasi. Konsentrasi elektrolit yang hanya cukup untuk mengkoagulasi koloid
sampai kadar dan waktu tertentu dinamakan konsentrasi koagulasi kritik (kkk)

(Arnelli & Astuti, 2019)

II.3. Koagulasi

Koagulasi adalah proses kimia yang digunakan untuk menghilangkan bahan


cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. Proses koagulasi berfungsi untuk
mengendapkan partikel-partikel kecil yang tidak dapat mengendap dengan sendirinya
melalui penambahan bahan kimia (koagulan) sehingga membentuk flok melalui proses
pengadukan cepat. Koagulasi memiliki tiga tahap proses, yakni pembentukan inti flok,
destabilisasi koloid atau partikel, dan terakhir pembesaran ukuran partikel (Husnah,
2016)
II.4. Flokulasi

Flokulasi adalah proses penggabungan flok-flok yang dihasilkan dari proses


koagulasi menjadi flok yang lebih besar sehingga partikel-partikel tersebut dapat
mengendap. penggabungan flok-flok tersebut terjadi karena proses pengadukan lambat.
Faktor utaman dalam keberhasilan flokulasi adalah agitasi lambat, yakni agitasi secara
lambat sehingga memungkinkan partikel-partikel saling berikatan atau bersentuhan
satu sama lain sehingga membentuk agregat. Elemen ini dilakukan secara hati-hati
untuk menghindari bongkahan besar yang dapat pecah bila diaduk dengan kecepatan
tinggi. (Husnah, 2016)

II.5. Mekanisme pembentukan Koagulasi dan Flokulasi

II.8.1 Mekanisme Koagulasi

Koloid akan lebih stabil jika mempunyai perbedaan muatan yang besar dan
ukuran partikel yang kecil, sehingga potensial zeta lebih besar. Oleh karena itu, untuk
menghilangkan perbedaan muatan yang besar pada koloid, dapat dilakukan dengan
menurunkan potensial zeta hingga tercapai titik dimana koloid kehilangan
kestabilannya. Nilai potensial zeta dapat dikurangi dengan menambahkan ion-ion yang
muatannya berlawanan. Penambahan ini akan mengurangi perbedaan muatan partikel
dan mengurangi ketebalan lapisan ganda sehingga menurunkan nilai potensial zeta.
Ketika koagulan dilarutkan, kation menetralkan muatan negatif pada permukaan
koagulan. Gaya tarik menarik antarpartikel, khususnya gaya Van der Waals,
menyebabkan koloid menyatu menjadi mikroflok karena gaya tolak menolak antar
koloid berkurang selama proses netralisasi.(Winarni, 2016)

II.8.2. Mekanisme Flokulasi

Flokulasi adalah proses berkumpulnya partikel mikroflok untuk membentuk


gumpalan besar melalui pengadukan fisik atau melalui aksi pengikatan flokulan.
Flokulan adalah bahan kimia, biasanya organik, yang ditambahkan untuk
meningkatkan proses flokulasi. Mekanisme flokulasi dilakukan dengan cara
pengadukan fisik berdasarkan terjadinya tumbukan antar mikroflok sehingga
membentuk makroflok. Pencampuran dilakukan dengan kecepatan lambat, karena flok
yang berukuran besar akan mudah pecah pada kecepatan pencampuran yang tinggi.
Dengan demikian, proses flokulasi dengan pengadukan fisik bergantung pada waktu
dan kecepatan pencampuran dalam air. Mekanisme flokulasi merupakan hasil aksi
pengikatan flokulan polimer, yang didasarkan pada tiga tahap: hidrolisis, adsorpsi, dan
bridging. (Winarni, 2016)

II.6. Faktor – faktor yang mempengaruhi koagulasi

II.6.1 Dosis Koagulan


Dosis koagulan ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk jenis koagulan yang
digunakan dan pH koagulan.

II.6.2 Jenis koagulan

Jenis koagulan akan mempengaruhi mekanisme destabilisasi partikel koloid.


Memang setiap koagulan mempunyai sifat yang berbeda-beda.

II.6.3 Pengaruh pH

Proses koagulasi akan berjalan dengan baik jika pada pH optimal. Pada pH
operasi optimal, partikel koloid akan berperan sebagai inti dan memicu
pembentukan agregat (sweep floc).

II.6.4 Kecepatan pengadukan dan waktu pengadukan


Kecepatan pengadukan dapat mempengaruhi pembentukan flok, jika kecepatan
pengadukan terlalu lambat maka pembentukan flok akan lambat. Kecepatan
pengadukan yang terlalu cepat dapat menyebabkan lumpur kembali pecah.
Waktu pencampuran juga mempunyai pengaruh yang besar karena berkaitan
dengan waktu yang diperlukan agar endapan dapat saling bertumbukan hingga
membentuk flok dengan kualitas terbaik. (Asmiyarna et al., 2021)

II.7. Analisa Bahan

II.7.1. Poli aluminium klorida

Sifat fisik: berbentuk padat tidak berwarna, tidak berbau,densitas 2,40 g/cm3

Sifat kimia: larut dalam air, stabil dalam suhu ruang, bereaksi kuat dengan
logam dan panas

(Smartlab, 2017)
II.7.2. FeCl3

Sifat fisik: berat molekul 270,33 g/mol, berwujud padatan warna coklat,
berbau pedih, titik lebur 306°C

Sifat kimia: stabil dalam suhu kamar, larut dalam air, tidak ada sifat oksidator

(Smartlab, 2019)

II.7.3. ZnSO4

Sifat fisik: berbentuk padatan berwarna keputihan, tidak berbau, densitas 1,97
g/cm3

Sifat kimia: stabil dalam suhu kamar,tidak mudah menyala, tidak ada sifat
oksidator

(Smartlab, 2019)

II.7.4. CaSO4

Sifat fisik: berat molekul 172,17 g/mol, tampilan padat tak berwarna, densitas
2,320 g/cm3

Sifat kimia: tidak ada sifat oksidator, stabil dalam suhu kamar

(Merck, 2021)

II.7.6. FeSO4

Sifat fisik: berat molekul 278,01 g/mol, tampilan padatan hijau biru, densitas
1,898 g/cm3

Sifat kimia; pH 3,0 g/l, tidak ada sifat oksidator, stabil dalam suhu kamar

(Smartlab, 2019)

II.7.7. MgSO4

Sifat fisik: tampilan padatan putih, tak berbau, titik lebur 1.124°C

Sifat kimia: kelarutan dalam air 300g/l, tidak ada sifat oksidator, stabil dalam
suhu kamar

(Smartlab, 2019)
II.7.8. Air

Sifat fisik: berbentuk cairan tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa

Sifat kimia: termasuk pelarut polar, tidak terbakar, pH 7

(Smartlab, 2021)
III. Metodologi

III. 1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

1. 5 beker gelas 250 ml


2. 5 erlenmeyer 250 ml
3. Pengaduk
4. 5 lembar kertas saring whatman 42
5. Corong
6. Neraca analitik
7. Pompa vakum

III.1.2 Bahan

1. PAC
2. FeCl3
3. ZnSO4
4. CaSO4
5. KAl(SO4)2
6. FeSO4
7. MgSO4
8. Air sumur yang keruh
III.2. Skema Kerja

III.2.1 KoagulasiodenganoKAl(SO4)2

III. 2.2 KoagulasiodenganoPAC


III.2.3 KoagulasiodenganoFeCl

III. 2.4 KoagulasiodenganoFeSO4


III.2.5 KoagulasiodenganoZnSO4

III.2.6 KoagulasiodenganoMgSO4
I. DATA PENGAMATAN

No Perlakuan Hasil

Larutan menjadi putih keruh


200 mL air sumur + 1 gram PAC
Endapan muncul
1 Pendiaman selama 30 menit
Penyaringan Endapan terpisah, filtrat jernih, tidak
sejernih CaSO4

Larutan menjadi keruh berwarna coklat

200 mL air sumur + 1 gram FeCl3 Endapan muncul dan larutan menjadi
2 Pendiaman selama 30 menit coklat lebih pekat

Penyaringan Endapan terpisah, filtrat jernih, berwarna


coklat kekuningan

Larutan menjadi putih keruh


200 mL air sumur + 1 gram ZnSO4
Endapan muncul
3 Pendiaman selama 30 menit

Penyaringan Endapan terpisah, filtrat jernih, tidak


sejernih Al2SO4

Larutan menjadi putih keruh


200 mL air sumur + 1 gram CaSO4
Endapan muncul
4 Pendiaman selama 30 menit

Penyaringan Endapan terpisah, filtrat jernih, tidak


sejernih MgSO4

Larutan menjadi keruh berwarna jingga


kekuningan
200 mL air sumur + 1 gram FeSO4
Endapan muncul dan warna larutan
5 Pendiaman selama 30 menit
menjadi kuning
Penyaringan
Endapan terpisah, filtrat jernih, sedikit
kekuningan
Larutan menjadi keruh
200 mL air sumur + 1 gram MgSO4
Endapan muncul
6 Pendiaman selama 30 menit

Penyaringan Endapan terpisah, filtrat jernih, tidak


sejernih ZnSO4

Larutan menjadi putih keruh


200 mL air sumur + 1 gram

Al2(SO4)
7
Pendiaman selama 30 menit Endapan muncul

Penyaringan Endapan terpisah, filtrat jernih

Urutan Kejernihan
Urutan 1 2 3 4 5 6 7
Kejernihan

Koagulan Al2SO4 ZnSO4 MgSO4 CaSO4 FeSO4 FeCl3 PAC


II. PEMBAHASAN
Telah dilakukan percobaan 8 yang berjudul “Kemampuan Koagulasi Garam-
Garam Sulfat dan Klorida” yang bertujuan untuk mempelajari daya koagulasi dari
berbagai macam garam-garam sulfat dan klorida. Prinsip dalam percobaan ini adalah
destabilisasi koloid yang mana koagulan berupa kationik ditambahkan untuk
mengurangi muatan negatif koloid serta penetralan gaya gaya pemisah dengan metode
koagulasi dan flokulasi.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menempatkan air waduk dengan
volume yang sama (200ml) ke dalam tujuh wadah yang berbeda, dalam percobaan ini
digunakan gelas plastik yang bisa diganti dengan gelas beker. Selanjutnya dilakukan
penambahan koagulan pada setiap gelas yang berupa KAl(SO4)2, PAC, FeCl3, FeSO4,
MgSO4, ZnSO4, dan CaSO4 sebanyak 1 gram yang bertujuan untuk membentuk
koagulan dari sampel air waduk tersebut, atau bisa dibilang untuk melakukan proses
koagulasi. Koagulasi sendiri adalah proses pengubahan partikel koloid menjadi flok
melalui berbagai proses seperti destabilisasi (Husaini et al.,2018). Selanjutnya
dilakukan pengadukan untuk mempercepat pelarutan dengan cara memperbanyak
tumbukan partikel supaya proses pelarutan dapat berlangsung dengan cepat (Chang &
Overby, 2019). Selanjutnya dilakukan pendiaman selama 30 menit supaya endapan
atau flok terbentuk dengan sempurna. Setelah endapan terbentuk, dilakukan
penyaringan untuk memisahkan filtrat dan residu, dimana filtrat yang didapatkan
adalah air jernih dan residu yang didapatkan merupakan endapan hasil koagulasi dan
flokulasi. Mekanisme dari reaksi koagulasi dan flokulasi ini dimulai ketika koagulan
direaksikan dengan air kotor, partikel koloid akan membentuk agregasi atau bisa
disebut juga penggabungan partikel kecil menjadi partikel yang lebih besar yang
disebabkan perbedaan muatan antara koagulan dengan partikel koloid. Lapisan
primer terbentuk akibat adanya ion-ion yang teradsorpsi membentuk lapisan ion di
sekitar partikel koloid berupa anion. Sedangkan lapisan sekunder merupakan lapisan
kation. Lapisan-lapisan tersebut akan membentuk flok melalui gaya dispersi koloid
yang terbentuk karena ada penolakan elektrostatik antara muatan negatif dari partikel
koloidnya. Penambahan kation di lapisan sekunder akan menetralisasi muatan negatif
partikel sehingga terjadi gaya van der waals yang memungkinkan partikel tersebut
berikatan untuk membentuk flok. Flok ini dapat bergabung karena pengaruh
kestabilan yang dapat dilakukan dengan pengadukan atau penambahan polimer.
(Risdianto, 2007).
Berdasarkan hasil yang diperoleh, didapatkan urutan kejernihan larutan hasil
koagulasi dengan penambahan berbagai koagulan sebagai berikut :

Al2SO4> ZnSO4 > MgSO4 > CaSO4> FeSO4> FeCl3 > PAC

Urutan kejernihan ini masih belum sesuai dengan literatur, seharusnya


semakin positif muatan atau kationik dari koagulan yang ditambahkan maka semakin
besar pula tingkat destabililasasi muatan negatif pada koloid (Abdullah, 2007),
dengan urutan KAI(SO4)2 > ZnSO4 > MgSO4 > CaSO4 > FeSO4 > FeCl3 > PAC. Hasil
koagulasi ini ditentukan oleh muatan elektriknya(Rachmawati & Iswanto,
2009). Koagulan yang menghasilkan air paling jernih adalah KAl(SO4)2 karena
senyawa tersebut memiliki muatan positif yang lebih besar yang dihasilkan dari K+
dan Al3+ sehingga kemampuan koagulasi dengan tingkat destabilisasi muatan negatif
pada koloid sangat tinggi, jadi air yang dihasilkan paling jernih. Koagulan yang
tingkat koagulasinya paling rendah adalah PAC yang terlihat pada filtrat air yang
dihasilkan berwarna keruh serta paling sulit dilakukan penyaringan. PAC merupakan
polimer dengan susunan yang terbentuk dari monomer alumunium dan klorida yang
memiliki ikatan stabil sehingga menyebabkan PAC sulit terionisasi dan bereaksi
dengan muatan yang terdapat pada air dan koagulasi yang dihasilkan semakin kecil
dan filtrat yang dihasilkan berwarna keruh (Mayasari & Hastarina, 2018). Hasil
koagulan dengan anion SO42- seperti ZnSO4, MgSO4, CaSO4, dan FeSO4 akan
ditentukan berdasar nomor atom dan periode yang sama. Dikarenakan semakin besar
nomor atom maka jari-jari akan semakin kecil dan semakin kecil jari – jari maka daya
koagulasi semakin besar. ZnSO4, FeSO4, dan CaSO4 terletak pada satu periode yang
mana semakin besar nomor atom maka jari-jari akan semakin kecil dan daya
koagulasi semakin besar. Hal ini disebabkan Fe3+ pada FeCl3 memiliki sifat
higroskopis yang mudah berikatan dengan air dengan membentuk warna larutan
menjadi kecoklatan (Rachmawati et al., 2015). Ion sulfat memiliki muatan yang lebih
negatif lebih sedikit dibandingkan dengan ion Cl-. Muatan negatif yang sedikit ini
menyebabkan ion sulfat lebih mudah berikatan dengan partikel pada koloid dalam air
yang bermuatan positif lapisan sekunder di sistem koloid. Selain itu, ion sulfat
memiliki keelektronegatifan yang kecil dibandingkan klorida, dimana semakin kecil
kelektronegatifannya, kestabilan ion
untuk mengikat elektron lebih lemah sehingga mudah bereaksi dan berikatan dengan
partikel pada koloid untuk membentuk partikel yang lebih besar dan mudah dilakukan
penyaringan.

Berikut adalah faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi daya koagulasi:

1. Suhu air
Rendahnya suhu air akan mempengaruhi efisiensi proses koagulasi yang mana
semakin rendah suhu pH optimum akan berubah dan merubah pembubuhan dosis
koagulan.
2. Derajat keasamaan pH
Proses koagulasi berjalan baik apabila berada pada pH yang optimum yakni pH
yang sesuai dengan jenis koagulan.
3. Jenis koagulan
Pemilihan koagulan didasarkan pada daya efektivitas pada koagulan ketika
pembentukan flok, yang mana koagulan bentuk larutan lebih efektif dibandingkan
kaogulan serbuk atau butiran.
4. Kecepatan pengadukan
Pengadukan yang terlalu lambat flok akan sulit terbentuk dan apabila terlalu cepat
flok mudah pecah dan kembali larut dalam air.
(Rahimah dkk., 2018)
III. PENUTUP
VI.1. Kesimpulan
Didapatkan hasil berupa urutan kejernihan yakni KAl(SO ) > MgSO >CaSO >
4 2 4 4

FeSO >ZnSO > FeCl >PAC. Koagulan dari garam sulfat memiliki daya
4 4 3

koagulasi lebih baik dibandingkan dengan garam klorida dikarenakan adanya


perbedaan keelektronegatifan dan muatan negatifnya.
VI.2. Saran
VI.2.1. Ukuran mesh saringan yang digunakan dapat disesuaikan dengan
bahan yang digunakan

VI.2.2. Dapat digunakan koagulan alami sebagai pengganti seperti kitin

VI.2.3. Dapat digunakan sumber air yang lebih keruh seperti air kolam ikan
fsm agar dapat memberikan perbedaan yang jelas pada saat proses
pengamatan
Daftar Pustaka

Arnelli, & Astuti, Y. (2019). Buku Ajar Kimia Koloid dan Permukaan (Vol. 1).
Deepublish.

Ar-rosyidah, F. H. (2016). Studi Pendirian Pabrik Natrium Sulfat Dekahidrat di


Kabupaten Sampang. Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh November.

Asmiyarna, L., Daud, S., & Darmayanti, L. (2021). Pengaruh Dosis Koagulan
Belimbing Wuluh serta Pengaruh pH dalam Menyisihkan Warna dan Zat
Organik Pada Air Gambut. In Jom FTEKNIK (Vol. 8).

Chang, R & Overby, J.(2019). Chemistry 13th ed. New York: McGraw Hill
education.
Husaini, H., Cahyono, S. S., Suganal, S., & Hidayat, K. N. (2018).
Perbandingan koagulan hasil percobaan dengan koagulan komersial
menggunakan metode jar test. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara,
14(1), 31-45

Husnah. (2016). Jurnal Redoks Teknik Kimia. Universitas PGRI Palembang.

Mayasari, R., & Hastarina, M. (2018). Optimalisasi dosis koagulan aluminium


sulfat dan poli aluminium klorida (Pac)(studi kasus pdam Tirta Musi
Palembang). Integrasi: Jurnal Ilmiah Teknik Industri, 3(2), 28-36.

Merck. (2021). MSDS CALCIUM SULPHATE. Merck.

Oktaviasari, S. A., Mashuri, M., & Statistika, J. (2016). Optimasi Parameter


Proses Jar Test Menggunakan Metode Taguchi dengan Pendekatan PCR-
TOPSIS (Studi Kasus: PDAM Surya Sembada Kota Surabaya) (Vol. 5,
Issue 2).

Qoriah Alfauziah, T. (2019). Fakta Dibalik Label “Kocok Dahulu” pada Obat
Bentuk Sediaan Suspensi. Farmasetika.Com (Online), 3(4), 48.
https://doi.org/10.24198/farmasetika.v3i4.21630

Rachmawati, S. W., & Iswanto, B. (2009). Pengaruh Ph Pada Proses Koagulasi


Dengan Koagulan Aluminum Sulfat Dan Ferri Klorida. Indonesian Journal
of Urban and Environmental Technology, 5(2), 40-45.

Rahimah, Z. Heliyanur, H. Syaudiah, I. (2018) PENGOLAHAN LIMBAH


DETERJEN DENGAN METODE KOAGULASI-FLOKULASI
MENGGUNAKAN KOAGULAN KAPUR DAN PAC
Rahmawan, A. D. T. (2013). Pengaruh Penerapan Media Animasi Terhadap
Pergeseran Konsep Siswa Pada Ketiga Level Representatif Kimia
(Makroskopis, Submikroskopis, Dan Simbolik) Pada Materi Pokok
Larutan Penyangga Untuk Siswa Kelas XI SMA N 1 Kertosono Nganjuk.
Jurnal Jurusan Kimia Universitas Negeri Surabaya.

Risdianto, D. (2007). Optimisasi proses koagulasi flokulasi untuk pengolahan air


limbah industri jamu (studi kasus PT. Sido Muncul). Magister Teknik
Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang.

Rismana, E., & Nizar, D. (2014). KAJIAN PROSES PRODUKSI GARAM


ANEKA PANGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA SUMBER BAHAN
BAKU.

Smartlab. (2017). MSDS PAC. Smartlab. www.timuraya.com

Smartlab. (2019a). MSDS FERROUS SULPHATE HEPTAHYDRATE.


Smartlab. www.smartlab.co.id

Smartlab. (2019b). MSDS IRON (III) CHLORIDE ANHYDROUS. Smartlab.


www.smartlab.co.id

Smartlab. (2019c). MSDS MAGNESIUM SULPHATE HEPTAHYDRATE.


Smartlab. www.smartlab.co.id

Smartlab. (2019d). MSDS ZINC SULPHATE HEPTAHYDRATE. Smartlab.


www.smartlab.co.id

Smartlab. (2021). MSDS AQUADEST. Smartlab. www.smartlab.co.id

Suparwati, T. (2017). KARAKTERISTIK LARUTAN KIMIA DI DALAM


AIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR.
Universitas Cendrawasih Jayapura.

Winarni, A. (2016). OPTIMASI PROSES KOAGULASI DAN FLOKULASI


LIMBAH LINDI HITAM DARI HASIL PEMBUATAN BIOETANOL.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
LAMPIRAN GAMBAR

Sebelum dimasukan ke
Sebelum Penyaringan
dalam air waduk

Setelah Penyaringan

Anda mungkin juga menyukai