Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK


MATA PRAKTIKUM PERCOBAAN IV
ANALISIS GRAVIMETRI

Disusun Oleh:
Nama : Abda Rahmanita Khanza
NIM : 24030120130053
Kelompok :7
Hari, tanggal : Rabu, 20 Oktober 2021
Asisten Praktikum : Dandy Andhika Fatriaji

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
ABSTRAK

Percobaan berjudul “Analisis Gravimetri” bertujuan untuk menentukan Cu dalam


Tembaga Sulfat, menentukan junlah besi sebagai besi (III) oksida, serta
memahami prosedur dan aplikasi metode gravimetri dalam suatu teknik analisis.
Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode pengendapan dan
penguapan. Prinsip yang digunakan adalah reaksi redoks yaitu reaksi reduksi dan
oksidasi, terjadinya kenaikan bilangan oksidasi dan juga penurunan bilangan
oksidasi serta dengan hasil kali kelarutan. Hasil yang diperoleh adalah endapan
Cu berwarna merah bata 0,471 gram, dengan kadar Cu dalam CuSO4.5H2O
sebesar 23,55 %, serta presentase rendemen sebesar 92,66 %. Endapan Cu yang
diperoleh belum murni karena masih mengandung zat pengotor. Diperoleh pula
endapan Fe berwarna merah bata 0,23 gram dengan kadar Fe(III) sebagai Fe2O3
sebesar 70%, serta presentase rendemen sebesar 71,87 %. Endapan Fe yang
diperoleh belum murni karena masih mengandung zat pengotor

Kata kunci : gravimetri, pengendapan, endapan Cu, endapan Fe, redoks


PERCOBAAN IV
ANALISIS GRAVIMETRI

I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1. Dalam pemahana prosedur, syarat dan aplikasi metoda
Gravimetri pada penerapan teknik analisis
1.2. Menentukan kandungan logam dalam suatu senyawa
kimia :
a. Cu dalam Tembaga Sulfat Pentahidrat
b. Fe sebagai Fe(III) Oksida
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Analisis Gravimetri

Analisis gravimetri adalah penentuan kuantitatif atau jumlah


sampel dengan menghitung berat zat. Dalam gravimetri, produk harus
selalu dalam bentuk padat. Alat terpenting dalam gravimetri adalah
timbangan dengan presisi yang baik. Dalam reaksi untuk menghasilkan
endapan, endapan tersebut menjadi sampel yang akan dianalisis.
Kemudian kita dapat dengan cepat memisahkan pengendapan dari zat
lain yang juga mengendap (Zulfikar, 2010)..

2.2. Metode-metode Analisis Gravimetri

Berdasarkan proses pemisahan maka dikenal macam metode


penetapan gravimetri:

a. Metode Pengendapan

Zat-zat yang kandungannya ditentukan secara hati-hati


diukur, dilarutkan, dan kemudian diendapkan dengan reagen
tertentu. Zat ini gagal jika nilai Ksp tidak terlampaui. Endapan
yang dihasilkan dipisahkan dengan fosfat.
b. Metode Evaporasi

Komponen zat yang ditentukan dengan penguapan atau


pemanasan, berat komponen yang menguap adalah selisih
dengan berat zat penimbangan yang ditentukan dengan
pemanasan dalam susu hingga 1050°C dan penentuan CO2
dalam pijaran pada suhu yang lebih tinggi.

c. Metode Penyaringan

Komponen zat, yang konsentrasinya ditentukan, dicari


dengan pelarut tertentu di mana ekstrak yang diperoleh
diuapkan sampai berat konstan.

d. Metode Elektrogravimetri

Berdasarkan pada pelapisan zat pada elektroda melalui


proses elektrolisis. Berat pelapis, yang terdiri dari komponen
zat yang sedang ditentukan konsentrasinya, adalah selisih
antara penimbangan elektroda sebelum dan sesudah
elektrolisis.

(Khopkar, 1990)

2.3. Stoikiometri

Stoikiometri adalah ilmu kimia yang mempelajari reaksi kimia


dan menghitung jumlah reaktan yang digunakan dan produk yang
dihasilkan oleh reaksi kimia. Stoikiometri dihitung dengan
memasukkan jumlah yang ada dan jumlah yang tidak dalam mol, lalu
mengubahnya menjadi satuan yang lebih kecil sesuai kebutuhan
(Chang, 2004).

2.4. Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan (Ksp)


Kelarutan merupakan sebuah besaran kuantitatif konsentrasi zat
terlarut di dalam larutan jenuh dengan suhu tertentu. Faktor yang
menyebabkan kelarutan senyawa adalah, sifat kimia fisika zat terlarut
dan pelarut, suhu, pH larutan, serta tekanan. Sedangkan kelarutan
dalam jumlah kecil dipengaruhi oleh terbaginya zat terlarut (Martin,
1993).

Ksp adalah produk dari produk ion-ion dalam larutan dalam


keadaan jenuh dan produk dari koefisiennya. Dalam larutan jenuh,
padatan dapat larut dan terus larut; selain melarutkan padatan, zat
terlarut juga menyusut menjadi padatan dengan kecepatan yang sama.
Garam AxBy yang dilarutkan dalam air, sehingga diperoleh Ksp
sebagai berikut
AxBy(s) ↔ xA+(aq) + yC-(aq)

Dengan Ksp = [Ay+]x[Cly-]y

Nilai hasil kali kelarutan juga dapat digunakan untuk


memprediksi pengendapan yang akan terjadi ketika kedua elektrolit
dicampur. Jika lebih kecil dari hasil kali ion Ksp, tidak akan terjadi
pengendapan, dan jika lebih besar dari hasil kali ion Ksp, maka akan
mengendap.

(Petrucci, 1992)

2.5. Pengendapan

Pengendapan adalah tindakan memisahkan larutan suspensi


menjadi supernatan yang jernih dan suspensi yang mengandung
konsentrasi padatan yang lebih tinggi. Larutan suspensi terdiri dari
campuran fase cair dan fase padat yang dapat dikeraskan, yang dapat
mengendap karena perbedaan densitas antar fase. Proses pengendapan
dapat dilakukan secara batch dan dalam skala yang berkesinambungan.
Proses batch sering digunakan pada skala laboratorium untuk
menggambarkan proses sedimentasi sederhana, sedangkan proses
kontinyu digunakan pada skala komersial dengan mempertimbangkan
tingkat sedimentasi akhir partikel. Percobaan skala laboratorium
dilakukan pada suhu yang seragam untuk menghindari pergerakan
fluida atau konveksi akibat perbedaan densitas akibat perbedaan suhu
(McCabe, 1993).

2.6. Pencucian Endapan

Pencucian endapan merupakan langkah selanjutnya, proses


pencucian biasanya dilakukan dengan cara menyaring endapan. Tahap
akhir dari proses ini adalah memurnikan endapan dengan cara
menguapkan pelarut atau air yang masih ada dalam sampel.
Pemanasan atau pengeringan biasanya dilakukan dalam oven (Zulfikar,
2010).

2.7. Pembakaran Endapan

Endapan dapat mengandung air karena adsorpsi, oklusi,


penyerapan, dan hidrasi. Suhu pembakaran ditentukan berdasarkan
sifat kimia zat. Pemanasan harus dilanjutkan sampai beratnya konstan
dan seragam. Berat abu kertas saring juga harus diperhitungkan
(Hardjadi, 1993).

2.8. Reaksi Redoks

Reaksi reduksi dan reaksi oksidasi atau biasa disebut dengan


reaksi redoks adalah reaksi kimia yang berkaitan erat dengan pelepasan
dan penerimaan elektron (Chang, 2004).

Reaksi reduksi adalah reaksi di mana bahan menjerat atau


memperoleh elektron dan mereduksi bilangan oksidasinya, sedangkan
reaksi oksidasi adalah peristiwa di mana bahan melepaskan elektron
tetapi bilangan oksidasinya meningkat.Kedua reaksi ini terjadi pada
reaksi reduksi. Katoda dan anoda dalam sel elektrokimia (Svehla,
1985).

2.9. Analisis Bahan

2.9.1. CuSO4.5H2O
 Sifat Fisika: berwujud padatan kristal atau serbuk
kristal, berwarna biru, titik lebur 110⁰C, densitas 2,286
g/cm3
 Sifat Kimia : larut dalam air, gliserol dan metanol,
mudah larut di air panas

(LabChem, 2013)
2.9.2. Besi (III) ammonium sulfat
 Sifat Fisika : densitas 1,86 g/cm3 titik leleh – 200℃
 Sifat Kimia : larut dalam air, mudah terbakar

(Basri, 2003)

2.9.3. HCl encer


 Sifat Fisika : berwujud cairan, tidak berwarna, massa
molekul 36,5 g/mol, titik leleh – 25,4℃, titik didih
50,5℃
 Sifat Kimia : oksidator kuat, larut dalam alkali
hidroksida, kloroform, dan eter, bersifat toxic,

(Perry, R.H and Chilton, 1999)


2.9.4. H2SO4\
 Sifat Fisika : berwujud cair, tidak berwarna dan tidak
berbau, titik lebur -20oC, densitas 1,84 g/cm3,
 Sifat Kimia : dapat larut dalam air, bersifat korosif
terhadap logam
(Smart-Lab, 2014a)
2.9.5. Aquadest
 Sifat Kimia : tidak dapat terbakar, zat pelarut yang
baik, tidak beracun
 Sifat Fisika : berupa cairan, tak berwarna, tidak berbau,
titik didih 100⁰C dan titik beku 0⁰C
(Basri, 1996)
2.9.6. HNO3 pekat
 Sifat Fisika : berwujud cair, tidak berwarna, berbau
menyengat, titik lebur -42⁰C, titik didih 122⁰C,
densitas 1,41 g/cm3
 Sifat Kimia : larut dalam air, korosif terhadap logam
(Smart-Lab, 2014b)
2.9.7. Aseton
 Sifat Fisika : berwujud cair, tidak berwarna, berbau
seperti buah, titik lebur -95,4⁰C, titik didih 56,2⁰C,
densitas 0,79 g/cm3
 Sifat Kimia : larut dalam air, air dingin dan pansa,
reaktif dengan asam
(Smart-Lab, 2017)
2.9.8. Zn
 Sifat Fisika : berwarna abu-abu, massa molekul 63
gram/mol
 Sifat Kimia : unsur pelapis besi
(Mulyono,
2001)
III. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat
3.1.1. Neraca listrik
3.1.2. Botol penyimpanan
3.1.3. Gelas ukur
3.1.4. Gelas beker
3.1.5. Corong gelas
3.1.6. Kertas saring
3.1.7. Pipet volume
3.1.8. Pipet tetes
3.1.9. Pengaduk
3.1.10. Pemanas
3.2. Bahan
3.2.1. CuSO4 . 5H2O
3.2.2. Besi (III) ammonium sulfat
3.2.3. HCl encer
3.2.4. H2SO4
3.2.5. Aquades
3.2.6. HNO3 Pekat
3.2.7. Aseton
3.2.8. Zn

3.3. Skema Kerja


3.3.1. Penentuan Cu dalam CuSO4.5H2O

2 g CuSO4.5H2O
Gelas Beker

- Penambahan 2 mL HCl
- Pengadukan dan pemanasan
- Pendekantiran

Larutan CuSO4.5H2O
Gelas Beker
- Penambahan 1,3 gram logam Zn
- Penutupan dengan kaca arloji
- Pengadukan tiap beberapa menit
- Pengamatan

Larutan Bening
Gelas Beker

- Penambahan 2 mL HCl
- Pengadukan dan pemanasan
- Pendekantiran
Larutan Cu Filtrat
Gelas Beker

- Pencucian dengan aquadest


- Pendekantiran

Larutan Endapan
Gelas Beker

- Pencucian dengan aseton


- Penambahan HCl
- Pendekantiran
- Penguapan (evaporasi)
- Penimbangan

3.3.2. Menentukan BesiHasil


sebagai Besi (III) Oksida

0,8 g FeSO4 (NH4)SO4.6H2O


Gelas Beker

- Penambahan 10 mL HCl (1:1)


- Penambahan 1 mL HNO3 pekat
- Pendidihan

Larutan berwarna kuning jernih


Gelas Beker
- Pengenceran sampai 200 mL
- Pendidihan
- Penambahan NH3 tetes demi tetes
- Penyaringan
Filtrat Endapan
Kertas Saring

- Pencucian
- Pengeringan
- Penimbangan

Hasil

IV. DATA PENGAMATAN


No Perlakuan Hasil
1 Penentuan Cu dalam
CuSO4.5H2O
 Penimbangan CuSO4.5H2O Massa CuSO4.5H2O sebanyak 2 gram
dalam gelas beker Kristal CuSO4.5H2O larutdan

 2 gram CuSO4.5H2O + 50 mL terbentuk larutan berwarna biru muda


H2SO4 + pemanasan + Timbul gelembung dan larutan
pengadukan berwarna biru, ada endapan merah

 Larutan CuSO4 + 1,2 g Zn + kecoklatan, setelah diaduk larutan


penutupan dengan kaca arloji menjadi bening
+ pengadukan + pengamatan Gelembung menghilang, larutan
menjadi bening sedikit kecoklatan.

 Penambahan 2 mL HCl + Setelah pendekantiran endapan merah


pengadukan + pemanasan + bata terpisah dengan filtratnya.
pendekantiran
Terbentuk endapan merah bata

Endapan merah bata lebih murni,


 Logam Cu + pencucian dengan
timbul uap. Setelah penguapan
aquades + pendekantiran
endapan menjadi kering. Endapan
yang terbentuk berwarna merah bata.
 Endapan + pencucian dengan
Diperoleh massa endapan Cu
aseton + HCl + pendekantiran
sebanyak 0,471 gram.
+ penguapan + penimbangan

2 Penentuan Besi sebagai Besi (III)


Oksida
Diperoleh massa kristal FeSO4
 Penimbangan
(NH4)2SO4.6H2O yang berwarna hitam
FeSO4(NH4)2SO4.6H2O
sebanyak 0,8 gram.
Larutan berwarna kuning kecoklatan,
setelah dilakukan pendidihan larutan
 0,8 g FeSO4(NH4)2SO4.6H2O + menjadi berwarna kuning.
10 mL HCl + 1 mL HNO3
pekat + pendidihan Larutan menjadi berwarna kuning
jernih, setelah penambahan NH3
 Pengenceran hingga 200 mL + terbentuk endapan merah bata. setelah
pendidihan + NH3 tetes demi dilakukan penyaringan endapan
tetes + penyaringan terpisah dengan filtratnya.
Diperoleh endapan yang murni.
Setelah pengeringan diperoleh
endapan kering. Diperoleh endapan Fe
 Endapan + pencucian + yang berwarna merah bata sebanyak
pengeringan + penimbangan 0,23 gram

V. HIPOTESIS

Percobaan berjudul “Analisis Gravimetri” bertujuan untuk menentukan


Cu dalam Tembaga Sulfat, menentukan junlah besi sebagai besi (III)
oksida, serta memahami prosedur dan aplikasi metode gravimetri
dalam suatu teknik analisis. Metode yang digunakan dalam percobaan
ini adlaah metode pengendapan dan penguapan. Prinsip yang
digunakan adalah reaksi redoks yaitu reaksi reduksi dan oksidasi,
terjadinya kenaikan bilangan oksidasi dan juga penurunan bilangan
oksidasi serta dengan hasil kali kelarutan. Kemungkinan hasil yang
diperoleh dari percobaan analisis gravimetri ini yaitu: endapan Cu dari
CuSO4 yang berwarna merah bata dan endapan Fe yang berwarna
coklat kemerahan.

VI. PEMBAHASAN

Telah dilakukan percobaan berjudul “Analisis Gravimetri”


bertujuan untuk menentukan Cu dalam Tembaga Sulfat, menentukan
junlah besi sebagai besi (III) oksida, serta memahami prosedur dan
aplikasi metode gravimetri dalam suatu teknik analisis. Metode yang
digunakan dalam percobaan ini adalah metode pengendapan dan
penguapan. Pengendapan adalah metode yang dapat dilakukan dengan
mengubah analit menjadi endapan yang kemudian pada endapan yang
terbentuk dilakukan pemisahan, pencucian, pengeringan, dan
penimbangan. Sedangkan penguapan merupakan suatu metode yang dapat
dilakukan dengan mengubah analit dalam percobaan menjadi suatu bahan
yang mudah untuk menguap dan terdekomposisi pada suhu tertentuPrinsip
yang digunakan adalah reaksi redoks yaitu reaksi reduksi dan oksidasi,
terjadinya kenaikan bilangan oksidasi dan juga penurunan bilangan
oksidasi serta dengan hasil kali kelarutan.

6. 1 Penentuan Cu dalam CuSO4.5H2O

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar Cu dalam


senyawa kompleks CuSO4.5H2O menggunakan metode penguapan,
dimana endapan dicuci, dikeringkan, kemudian ditimbang.
Kandungan sedimen yang diperoleh dapat dihitung dengan
menggunakan faktor stoikiometri. Prinsip percobaan ini adalah
reaksi redoks. CuSO4.5H2O sendiri merupakan senyawa dimana 5
molekul H2O atau air terikat secara kovalen dengan 4 ikatan dan
ikatan lainnya membentuk ikatan hidrogen dengan kompleks H2O.
Dalam ikatan hidrogen, H2O terikat sebagai hidrat, sedangkan
empat ikatan lainnya terkoordinasi untuk memiliki energi ikatan
yang lebih tinggi daripada H2O, yang terikat sebagai hidrat.
Susunan konfigurasi elektron logam Cu dapat menyebabkan ligan
H2O memasuki orbital kosong. Berikut adalah konfigurasi Cu :

Cu : [Ar] 3d9 4s2 


29

3d 4s

Cu2+ : [Ar] 3d9 4s0 

3d 4s

(Svehla, 1985)
Sebelum memulai percobaan terlebih dahulu menimbang
gelas beker kosong yang akan digunakan dalam percobaan yang
bertujuan agar didapatkan perhitungan massa Cu secara akurat.
Kemudian setelah ditimbang CuSO4.5H2O 2 gram dimasukkan ke
dalam gelas beker. setelah itu, dilakukan penambahan H2SO4 1 M
sebanyak 50 mL, tujuan penambahan H2SO4 adalah untuk
mempercepat kelarutan Cu, dikarenakan H2SO4 merupakan
senyawa asam kuat yang bersifat korosif terhadap logam
(pengoksidasi yang kuat) yang akan menyebabkan Cu larut dalam
bentuk hidratnya dan teroksidasi menjadi Cu2+ dalam larutan, selain
itu larutan H2SO4 merupakan asam organik yang dapat melarutkan
logam mineral dengan lebih mudah. Penggunaan H2SO4 dapat
digantikan dengan larutan lain yang bersifat sama yaitu dapat
melarutkan Cu sehingga teroksidasi menjadi Cu2+ dalam larutan,
misalnya adalah HNO3. Lalu dilakukan pemanasan pada larutan
yang bertujuan untuk mempercepat reaksi dalam pelarutan Cu,
Ketika suhu meningkat, tumbukan antar partikel zat semakin kuat,
sehingga terjadi percepatan proses reaksi pelarutan Cu. Setelah Cu
larut didapatkan larutan CuSO4.5H2O berwarna biru. Berikut ini
adalah mekanime reaksinya,

CuSO4.5H2O(s) + H2SO4(aq) → CuSO4(aq) + SO2(g)↑ + H2O(aq)

(Svehla, 1990)

Kemudian dilakukan penambahan logam Zn, yang


bertujuan untuk mengubah ion tembaga dalam larutan menjadi
logam tembaga. Penambahan logam Zn mengakibatkan terjadinya
reaksi redoks antara Cu dan logam Zn, berikut adalah reaksinya,
(Svehla, 1990)

Dari reaksi di atas, Zn dioksidasi menjadi Zn2+ dan Cu2+


direduksi menjadi Cu, Zn berperan sebagai reduktor, sedangkan Cu
merupakan oksidator. Proses reduksi yang terjadi dikarenakan Zn
memiliki nilai potensial reduksi sebesar -0,76 volt sedangkan Cu
sebesar +0,34 volt, sehingga dapat diketahui bahwa potensial
reduksi Cu lebih besar dari Zn dan Cu mudah tereduksi dan Zn
memfasilitasi oksidasinya. Ini berarti Cu2+ digantikan oleh Zn
sebagai reduktor pada CuSO4 dan dihasilkan Cu. Zn
mengendapkan Cu dan Zn larut dalam ZnSO 4, Cu yang
diendapkan membentuk endapan Cu berwarna merah bata,
endapan ini membuktikan adanya Cu masih bercampur dengan
logam Zn. Penggunaan logam Zn sebagai reduktor dalam
percobaan ini dapat digantikan oleh jenis logam lain yang memiliki
sifat yang sama dengan Zn yang dapat mereduksi Cu2+ dalam
larutan CuSO4 menjadi Cu, misalnya diganti dengan logam Mg, Fe,
Al dan Sn. Berikut adalah mekanisme yang terjadi apabila logam
diganti dengan Mg, Fe, Al dan Sn,

Mg + CuSO4 ↔ MgSO4 + Cu
0 +2 +2 0
Oksidasi
Reduksi

(Svehla, 1985)
(Svehla, 1985)

(Svehla, 1985)

(Svehla, 1985)

Setelah dilakukan penambahan logam Zn maka gelas beker


ditutup meggunakan kaca arloji dan setiap beberapa menit
dilakukan pengadukan. Pengadukan berulang bertujuan agar logam
Zn berlarut secara keseluruhan karena pengadukan membuat
tumbukan antar partikel zat semakin efektif. Pemanasan dan
pengadukan berakhir apabila larutan berubah menjadi bening, hal
ini menujukkan reaksi telah berlangsung sempurna. Kemudian
dilakukan penambahan HCl sembari dipanasakan dan dilakukan
pengadukan perlahan, penambahan HCl bertujuan untuk
melepaskan gas yang masih tersisa saat reaksi berlangsung.
Pemanasan dilakukan hingga larutan menjadi bening yang
menandakan hilangnya logam Zn serta adanya endapan merah bata
yang menandakan adanya logam Cu.

Kemudian dilakukan pendekantiran yang bertujuan untuk


memisahkan larutan dengan endapan. Endapan yang dihasilkan
kemudian dicuci dengan aquadest untuk
menghilangkan/melarutkan pengotor polar seperti Cl- dan SO42-.
Kemudian endapan didekantir kembali sehingga diperoleh filtrat
dengan endapan terpisah. Endapan kemudian dicuci lagi dengan
aseton untuk menghilangkan pengotor monopolar yang masih ada
dalam endapan dan dilakukan pendekantiran kembali. Pelarutan
atau pencucian kontaminan polar dan non-polar didasarkan pada
prinsip teori like dissolve like , dimana senyawa polar larut dalam
pelarut polar dan senyawa non-polar dalam pelarut non-polar.
Contoh senyawa nonpolar adalah O2, CO2, CH4 dan Cl2. Kemudian
endapan dievaporasi, evaporasi ini cenderung menghilangkan sisa
aseton dalam endapan dan mengeringkan endapan. Setelah
endapan mengering, endapan ditimbang, pada percobaan ini
diperoleh endapan berwarna merah bata yang menunjukkan adanya
logam Cu. Endapan Cu yang diperoleh dalam CuSO 4.5H2O adalah
0,471 gram dengan kadar Cu 23,55 %, sedangkan massa teoritis Cu
adalah 0,5083 gram, dan didapatkan presentase rendemen sebesar
92,66 %. Dari hasil presentase rendemen nilainya belum mencapai
100 %, hal ini dikarenakan endapan Cu yang didapatkan masih
belum murni. Hal ini dapat terjadi karena masih adanya pengotor
yang menempel pada Cu atau adanya Cu yang tertinggal di kertas
saring/gelas beker.
6. 2 Penentuan Besi sebagai Besi (III) Oksida

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar besi


sebagai besi (III) oksida dalam (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O. Prinsip
dalam percobaan ini adalah redoks, dengan metode gravimetri
secara pengendapan. Pertama-tama adalah memasukkan 0,8 gram
(NH4)2Fe(SO4)2.6H2O ke dalam gelas beker, lalu dilakukan
penambahan HCl dan HNO3 pekat. Penambahan HCl bertujuan
untuk melarutkan besi (II) dan gas hidrogen dalam sampel,
sedangkan penambahan HNO3 pekat bertujuan untuk melarutkan
besi membentuk gas nitrogen dan ion besi serta mengoksidasi
Fe2+ menjadi Fe3+. HNO3 dapat mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+
karena merupakan asam kuat yang bersifat korosif terhadap logam,
menjadikan HNO3 sebagai oksidator kuat bagi logam. Berikut
adalah mekanisme reaksi penambahan HCl,

Fe (s) + 2H+ → Fe 2+ + H2 (g) ↑

Fe (s) + 2 HCl (aq) → Fe 2+ + 2 Cl- + H2 (g) ↑

(Vogel,
1985)

Berikut adalah mekanisme reaksi penambahan HNO3 peka,

Fe (s) + HNO3 (aq) + 3 H+ → Fe 3+ + NO (g) ↑+ 2H2O (aq)

(Svehla, 1990)

Setelah penambahan HCl dan HNO3 terjadi perubahan warna pada


larutan yang semula berwarna hijau muda menjadi kuning.
Penggunaan HNO3 dapat digantikan dengan senyawa lain yang
bersifat sama dengan HNO3, misalnya H2SO4 yang sama-sama
bersifat korosif pada logam dan agen pengoksidasi kuat.

Selanjutnya dilakukan pendidihan yang bertujuan untuk


mempercepat reaksi dimana ketika dilakukan pendidihan suhu
akan naik dan memperbanyak kemungkinan terjadinya tumbukan
antar partikel zat. Setelah pendidihan didapatkan larutan berwarna
kuning jernih. Kemudian gelas beker diangkat dari pemanas, untuk
selanjutnya dilakukan pengenceran dengan aquadest sampai
volume laruta mencapai 200 mL. Pengenceran bertujuan untuk
menurunkan kadar dari larutan yang terbentuk, sehingga larutan
yang semula berwarna kuning menjadi kuning pudar. Lalu
dilakukan pendidihan dengan pemanasan kembali yang bertujuan
untuk menguapkan air, serta guna memperbesar konsentrasi
kelarutan sehingga warna larutan akan berubah menjadi pekat saat
pemanasan. Pemanasan juga dimaksudkan agar reaksi
pengendapan berlangsung dengan sempurna. Pada tahap ini,
sampel dipecah menjadi senyawa baru sehingga dapat dipisahkan
dari ion lain, dan memisahkan analit. Hal ini karena kondisi
pengendapan adalah penambahan reagen secara bertahap dan harus
mengendap dalam keadaan panas. Kelarutan yang lebih tinggi
dicapai dalam kondisi panas dan asam, sehingga dapat diperoleh
endapan dengan ukuran partikel yang lebih besar.

Kemudian ditambahkan larutan amonia (NH3) setetes demi


setetes ke dalam larutan yang masih panas, agar reaksi
pengendapan besi (III) hidroksida dapat berjalan dengan sempurna
dan terpicu terbentuknya endapan Fe(III) atau memisahkan Fe
dalam bentuk endapan merah bata atau kecoklatan. Endapan merah
bata kecoklatan menunjukkan adanya logam Fe yang terendapkan.
Untuk mengetahui bahwa reaksi pengendapan telah berlangsung
sempurna, ditambahkan NH3 tetes demi tetes. Jika endapan
sempurna maka dapat dikatakan bila ditambahkan pereaksi NH3
tidak terbentuk endapan baru dan larutan berbau seperti amoniak.
Pengendapan ion besi disebut Fe(OH)3 karena stabil, jika dalam
bentuk Fe(OH)2 maka sangat tidak stabil dan mudah teroksidasi
dengan udara sehingga dalam endapan terdapat campuran Fe(OH)3
dan Fe(OH)2 yang menyebabkan kesalahan perhitungan jika faktor
kimia yang digunakan adalah Fe/FeO. Berikut adalah mekanisme
reaksi pengendapan,

Fe 2+ + 2 OH- → Fe (OH)3

Fe(OH)3 → Fe2O3 (s) + 3 H2O (aq)

(Svehla, 1990)

Kemudian dilakukan penyaringan yang bertujuan untuk


memisahkan endapan dengan filtratnya dengan pendekantasian
supaya endapan tidak terbawa oleh filtrat. Selanjutnya dilakukan
pencucian pada endapan dengan aquades dengan tujuan untuk
menghilangkan zat pengotor polar dalam endapan, misalnya Cl -,
SO42-, dll. Lalu dilakukan pencucian kembali menggunakan aseton
dengan tujuan menghilangkan zat pengotor non-polar dalam
endapan misalnya Ca2+, Mg2+, Al3+, dll. Endapan kemudian
dikeringkan untuk membebaskan endapan dari ion klorida.

Setelah endapan kering, maka dilakukan penimbangan


endapan, dalam percobaan ini didapatkan endapan besi berwarna
merah bata sebanyak 0,23 gram dengan kadar Fe sebesar 70% dan
presentase rendemen sebesar 71,87 %. Dari hasil presentase
rendemen nilainya belum mencapai 100 %, hal ini dikarenakan
endapan Fe yang didapatkan masih belum murni. Hal ini dapat
terjadi karena masih adanya pengotor yang menempel pada Fe atau
adanya Fe yang tertinggal di kertas saring/gelas beker.
VII. PENUTUP
7.1. Kesimpulan
7.1.1. Dapat disimpulkan bahwa praktikan dapat memahami proses dan
penerapan metode gravimetri dari analisis teknis dengan metode
gravimetri yang digunakan dalam percobaan yaitu penguapan
untuk percobaan untuk menentukan Cu dalam CuSO4,5H2O dan
pengendapan untuk percobaan. untuk penentuan Fe sebagai
Fe2O3.
7.1.2. Diperoleh endapan Cu berwarna merah bata 0,471 gram, dengan
kadar Cu dalam CuSO4.5H2O 23,55 %, serta presentase rendemen
sebesar 92,66 %. Endapan Cu yang diperoleh belum murni karena
masih mengandung zat pengotor. Diperoleh pula endapan Fe
berwarna merah bata bata 0,23 gram dengan kadar Fe(III) sebagai
Fe2O3 sebesar 70%, serta presentase rendemen sebesar 71,87 %.
Endapan Fe yang diperoleh belum murni karena masih
mengandung zat pengotor
7.2. Saran
7.2.1. Penggunaan H2SO4 dapat digantikan dengan HNO3
7.2.2. Penggunaan NH3 dapat digantikan dengan basa yang bersifat
sama yaitu NaOH
7.2.3. Penggunaan logam Zn dapat digantikan dengan logam yang
bersifat sama, misalnya Mg, Al, dll.
DAFTAR PUSTAKA

Basri. (2003). Kamus Kimia. Rineka Cipta.

Basri, S. (1996). Kamus Kimia. Rineka Cipta.

Chang, R. (2004). Kimia Dasar Jilid II (Ketiga). Erlangga.

Hardjadi, W. (1993). Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Khopkar, S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press.

LabChem. (2013). MSDS Copper Sulfate Pentahydrate.

Martin, A. (1993). Farmasi Fisik (Edisi III). UI Press.

McCabe, W. S. (1993). No TitleUnit Operation of Chemical Engineering.


McGraw-Hill Book Company, Inc.

Mulyono. (2001). Kamus Kimia Untuk Siswa Dan Mahasiswa Sains Dan
Teknologi. PT.Ganesindo.

Perry, R.H and Chilton, C. . (1999). Chemical Engineer’s Hand Book (7rd ed).
McGraw-Hill Book Company, Inc.

Petrucci, R. H. (1992). Kimia Dasar jilid 2. Erlangga.

Smart-Lab, P. (2014a). Lembar Data Keselamatan Bahan Asam Sulfat. SmartLab,


1907, 316–328.
Smart-Lab, P. (2014b). Lembar Data Keselamatan Bahan NITRIC ACID. Phase
Equilibria in Binary Halides, 1907, 316–328.

Smart-Lab, P. (2017). Lembar data keselamatan bahan ACETONE. 1907, 1–11.

Svehla. (1985). Analisis Anorganik Makro dan Semimikro. Media Pustaka.

Svehla. (1990). Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
Kalman Media Pustaka.

Vogel. (1985). Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro
(5th ed (ed.)). PT Kalman Pustaka.

Zulfikar. (2010). Pemisahan Kimia dan Anasisis Pengayakan. CV Habsya Jaya.


LEMBAR PENGESAHAN

Semarang, 20 Oktober 2021

Asisten Praktikan

Dandy Andhika Fatriaji Abda Rahmanita Khanza


24030118140066 24030120130053

LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Penentuan Logam Cu dalam CuSO4.5H2O


Massa gelas beker kosong : 125,888 gram
Massa gelas beker dan endapan : 126,359 gram
Massa Cu nyata : 126,359 - 125,888 gram
: 0,471
Massa sampel CuSO4.5H2O : 2 gram
Massa Zn : 1,2 gram
BM CuSO4.5H2O : 249,55 g/mol
Ar Cu : 63,546 g/mol
Ar Zn : 65 g/mol

Mencari Kadar Cu
m Cunyata
Kadar = x 100 %
mCuSO 4.5 H 2 O

0,471 gram
Kadar = x 100 % = 23,55 %
2 gram

Mencari Persentase Rendemen Cu

Mencari masing – masing mol

mCuSO 4.5 H 2O
n CuSO4.5H2O =
BM CuSO 4.5 H 2 O
2 gram
=
249,55 gram/mol
= 0,008 mol

m Zn
n Zn =
Ar Zn

1,2 gram
=
65 gram/mol

= 0,018 mol

Mencari mrs

CuSO4.5H2O + Zn(s) → Cu(s) + ZnSO4(aq)

m 0,008 mol 0,018 mol - -

r 0,008 mol 0,008 mol 0,008 mol 0,008 mol

s - 0,01mol 0,008 mol 0,008 mol

Mencari massa Cu teoritis

Massa Cu teoritis = mol Cu x Ar Cu

= 0,008 mol x 63,546 g/mol

= 0,5083 gram

Mencari % Rendemen

massa Cunyata
% rendemen= x 100 %
massa Cuteoritis

0,471
= x 100 %
0,5083

= 92,66 %
2. Penentuan Logam Fe sebagai Fe2O3

Massa kertas saring : 0,38 gram

Massa kertas saring dan endapan : 0,61 gram

Massa Fe2O3 nyata : 0,23 gram

Massa sampel (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O : 0,8 gram

BM (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O : 392,014 g/mol

Ar Fe : 56 g/mol

BM Fe2O3 : 159,69 g/mol

Kadar Fe dalam Fe2O3

2× Ar Fe
Massa Fe = × m Fe2O3
BM Fe 2 O3

2×56 g /mol
= x 0,23
159,69 g /mol
= 0,161 gram

m Fe
Kadar Fe dalam Fe2O3 = x 100 %
m Fe 2O 3

0,161 gram
= x 100 %
0,23 gram
= 70 %

Rendemen Persentase

BM Fe 2 O3
Massa teoritis Fe2O3 = x massa sampel
BM FeSO 4 ( NH 4)2 SO 4 . 6 H 2 O

159,69 g /mol
= x 0,8 gram
392,014 g /mol
= 0,32 gram

massa Fe 2O 3 nyata
% rendemen= x 100 %
massa Fe 2O 3 teoritis
0,23
= x 100 %
0,32
= 71,87 %

Anda mungkin juga menyukai