Oleh :
Lingga Wiyandi
207002063
a. Latar belakang
Jerman menggunakan program yang disebut Energiewende dengan tujuan untuk
memerangi dan mepromosikan perubahan iklim, meningkatkan ketahanan energi, menjamin daya
saing, merangsang pertumbuhan energi menjadi sistem energi yang berkelanjutan dan ramah
lingkungan, dan mendorong pembongkaran fasilitas nuklir secara bertahap untuk menghindari
risiko pembangkitan listrik sumber ini. (Morris dan Pehnt, 2012; Pescia dan Graichen, 2015).
Seiringan dengan invasi Rusia terhadap Ukraina, pemerintah Jerman menggandakan janji
mereka untuk meningkatkan pangsa Renewable Energy Source (RES) dengan mengorbankan
bahan bakar fosil, terutama dengan cara menggandakan kapasitas pembangkit tenaga angin
menjadi 115 gigawatt (GW) pada tahun 2030. Instalasi PV (fotovoltaik) dan penambahan
pembangkit tenaga angin lepas pantai juga meningkat tajam.
Di luar target baru yang ditetapkan tersebut, perluasan RES akan diprioritaskan di atas isu-
isu lain seperti perlindungan keanekaragaman hayati. Regulasi dan ketentuan baru akan
diberlakukan kepada masyarakat untuk mendapatkan keuntungan finansial dari pembangkit listrik
tenaga angin dan panel surya yang dipasang di lahan di dekat masyarkat dan undang-undang
perencanaan tata ruang akan mencadangkan 2 persen dari luas permukaan negara untuk tenaga
angin darat (lebih dari dua kali lipat dari area yang saat ini ditetapkan). Tantangannya saat ini
adalah untuk menegakkan inisiatif yang diadopsi di tingkat negara bagian di tingkat nasional dan
memastikan bahwa ekosistem ekonomi Jerman dapat memperoleh manfaat dari ambisi tersebut.
b. Potensi Pembangkit Tenaga Surya di Jerman
Pada tahun 2017 tercatat peningkatan penggunaan energi terbarukan seperti yang tertera
pada gambar 1. Energi angin menunjukkan pertumbuhan karena adanya kenaikan tarif,
penggunaan pembangkit tenaga surya meningkat karena adanya tarif FiT (Feed-in-Tarif) yang
diterapkan dan dengan adanya smart metering (Christoforidis et al., 2013). Pembangkit tenga
biomasa memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangkitan meskipun tidak memiliki
kapasitas terpasang yang tinggi seperti sumber daya angin dan tenaga surya. (Brick & Thernstrom,
2016; BMWi, 2018).
Jerman menjadikan Protokol Kyoto (2005) sebagai referensi Energiewende melalui FiT
memungkinkan pembangunan instalasi 39 GW dari pembangkit listrik tenaga angin, 41 GW dari
pembangkit tenaga surya, dan 6,3 GW dari pembangkit biomasa dari tahun 2004 hingga 2017.
Artinya telah terjadi peningkatan pembangkitan listrik sebesar 80,9 TWh dari pembangkit tenaga
angin, 39,4 TWh dari pembangkit tenaga surya, dan 40,6 TWh dari pembangkit tenaga biomasa.
Peningkatan ini telah memungkinkan untuk mengganti pembangkit konvensional dan karenanya
telah memenuhi tujuan yang ditetapkan oleh Komisi Eropa dan regulasinya.
Meskipun Jerman terlambat masuk ke bidang energi terbarukan, Jerman saat ini merupakan
salah satu negara terdepan dalam energi terbarukan dan memenuhi 55% kebutuhan listriknya dari
berbagai sumber energi terbarukan. Meskipun Jerman memiliki banyak sumber energi terbarukan,
hanya energi matahari yang akan dibahas dalam rangkuman ini.
1. Brock, A., Sovacool, B.K. and Hook, A. (2021) ‘Volatile Photovoltaics: Green Industrialization,
Sacrifice Zones, and the Political Ecology of Solar Energy in Germany’, Annals of the
American Association of Geographers, 111(6), pp. 1756–1778.
doi:10.1080/24694452.2020.1856638.
2. Lepesant, G. (2023) ‘Higher Renewable Energy Targets in Germany How Will the Industry
Benefit ?’
3. Mendoza Merchán, E.V. et al. (2020) ‘An analysis of electricity generation with renewable
resources in Germany’, International Journal of Energy Economics and Policy, 10(5), pp. 361–
367. doi:10.32479/ijeep.9369.
4. Rahmane, A., Bentafat, A. and Sellami, A. (2019) ‘Exploitation of Solar Energy between the
German Leadership and the Reality of the Algerian Experience: Analytical Study During the
Period (2000-2017)’, International Journal of Sustainable Energy and Environmental
Research, 8(2), pp. 108–120. doi:10.18488/journal.13.2019.82.108.120.
5. Wirth, H. (2017) ‘Recent facts about photovoltaics in Germany’, Fraunhofer ISE, 1(100), p. 92.
Available at: http://pschuetzenduebe.webclient5.de/wp-content/uploads/130912-Recent-Facts-
PV-Germany.pdf.
6. Morris, C., Pehnt, M. (2012), Energy Transition-the German Energiewende Book. Berlin,
Germany: Heinrich Böll Foundation.
7. Pescia, D., Graichen, P. (2015), Understanding the Energiewende. Agora energiewende.
Berlin, Germany: Data analysis and Graphs: Philipp Litz. Available from: https://www.agora-
energiewende.de/en/publications/understanding-the-energiewende-1.
8. Christoforidis, G.C., Chrysochos, A., Papagiannis, G., Hatzipanayi, M., Georghiou, G.E.
(2013), Promoting PV energy through net metering optimization: The PV-NET project. In:
Proceedings of 2013 International Conference on Renewable Energy Research and
Applications, ICRERA 2013. United States: Conferences and Proceedings. p1117-1122
9. Brick, S., Thernstrom, S. (2016), Renewables and decarbonization: Studies of California,
Wisconsin and Germany. Electricity Journal, 29(3), 6-12