Anda di halaman 1dari 24

Hasil Koding Wawancara Transkrip 4 dan 8, Terkait Kondisi

Kalimantar Barat dari Aspek-Aspek Kebudayaan.

A.a.4. Dalam konteks ini, kami selaku pemerintah daerah menginginkan agar
masyarakat berperan aktif tanpa kita membedakan suku dan agamanya, tidak terkecuali
kerajaan. Meski pun di Kalbar terdapat banyak kerajaan, bukan berarti kita semua disini
adalah warga kerajaan. Saya kira kalau konteks budaya seperti ini tidak masalah.
A.a.4. Pemahaman saya tentang Kesultanan tidak sedalam para sejarawan.
Namun konteks kita mengetahui Kesultanan Sambas itu setahu saya memiliki hubungan
dengan kesultanan di Brunei Darussalam. Sedangkan Kesultanan Mempawah itu
memiliki hubungan dengan kerajaan di Makassar. Salah satu contoh tradisi oral
Kesultanan Mempawah adalah dengan menyebut diri mereka sebagai “Daeng”.
Sedangkan kerajaan Landak, lalu Ketapang, dan sebagainya saya tidak mengetahui lebih
jauh. Namun dari kerajaan-kerajaan tersebut memang bernuansa Melayu. Kecuali yang
kesultanan Pontianak ini justeru berasal dari keturunan Arab. Oleh karena itu ia
menggunakan kata fam-nya itu Syarif. Sedangkan di kesultanan Sambas menggunakan
kata ‘Urai’ untuk para keturunannya. Sedangkan untuk pemimpinnya, ialah ‘Raja, Ratu,
mau pun Pangeran’. Pada dasarnya pemahaman saya tentang kesultanan sangatlah
terbatas. Namun dalam konteks pemerintahan jikalau ada event kesultanan kadang kita
juga diundang. Kalau tidak salah, Pak Gubernur di kesultanan Landak justeru malah
mendapatkan Gelar Kehormatan. Artinya hubungan antara kesultanan dengan kita selaku
pemerintah tidak ada permasalahan. Namun kalau secara pemerintahan, saya kira kita
tidak pernah mencampuri urusan internal kerajaan. Kalau ada hal-hal yang positif ingin
dilaksanakan di kerajaan, pemerintah daerah baik kabupaten/ kota mungkin bisa
memfasilitasi atau pun membantu melalui agenda (uang) pembinaan dan sebagainya.
Namun secara kemasyarakatan, hukum yang berlaku ditengah masyarakat adalah hukum
positif pemerintahan Indonesia saat ini.
A.a.8. Baik. Dan kita pun mencoba untuk menghidupkan budaya-budaya Melayu
sembari kita juga menghidupkan budaya Naga Cap Go Meh dan sebagainya. Semua
budaya saya akomodir.
A.b.4. Kalau dalam pertemanan antara kesultanan dengan etnik yang berbeda
saya kira sih tidak ada masalah. Namun kalau menjadi bagian dari kesultanan, ya
tergantung kebijakan setiap kesultanan itu sendiri. Sebagai contoh, Pak Gubernur
Cornelis yang sebenarnya suku Dayak, namun diberikan gelar kehormatan di kesultanan
Landak yang notabene Melayu. Setahu saya, saya punya kawan chinese/tionghoa
menikah dengan seorang yang memiliki trah keturunan raja. Terjadi kawin campur.
A.b.4. Mungkin begini ya. Kalau karena misalnya dia kerajaan Melayu, maka
turunannya pun Melayu. Kalau misalnya dia kerajaan berasal dari kalangan Arab
(Kesultanan Pontianak), maka turunannya pun Arab. Namun dalam hubungan secara
kenegaraan, pemerintah provinsi Kalbar tidak mensekat-sekat ke-Sultan-an (mau pun
etnisitas itu sendiri). Sebab posisinya sama di dalam hubungan sebagai warga negara.
A.b.8. Kesultanan itu masuk juga ke dalam (MABM) Melayu. Namun yang
masuk itu bukanlah Sultan-nya, melainkan justeru Simon-lah yang masuk, selaku
keponakan Sultan. Dan Simon itulah yang menjadi representasi kesultanan di dalam
(MABM) masyarakat Melayu. Dan Simon juga menjadi Pemangku Adat.
A.c.8. Kan sultan Hamid II ikut terlibat dalam peristiwa westerleeng. Bagaimana
pun juga, Sultan Hamid II merupakan anak buahnya Belanda.
A.c.8. Kesultanan Pontianak merupakan kesultanan Islam yang terakhir di sini
(Kalbar/ Indonesia?). Dan mereka (Kesultanan Pontianak) itu tradisinya tidak begitu
menonjol. Waktu zaman Belanda, Sultan Pontianak sendiri memang ikut ke Belanda.
Buktinya saja Sultan Hamid II sekolah di Breda, Belanda. Dan sempat menjadi Ajudan
Ratu Wilhelmina/(Yuliana?). Hal ini juga kelihatan (dukungan Sultan Hamid II kepada
Belanda) sewaktu pembentukan negara bagian RIS, dimana Sultan Hamid II membentuk
Negara Bagian Kalimantan Barat.
A.c.8. Nah pada tahun 1944 itulah tahta kerajaan dipimpin oleh Sultan Syarif
Thaha Al-Kadrie yang merupakan Ayahanda Syarif Toto Thaha Al-Kadrie. Ia punya
surat-surat penobatan pelantikan sultan ketika itu. Kenapa justeru tahta kesultanan jatuh
ke Sultan Hamid II, sebab ketika itu Sultan Hamid II didukung oleh Belanda sebab ia
juga merupakan Ajudan Ratu Wilhelmina. Tentu ia sangat dekat dengan Belanda. Dan
istri daripada Sultan Hamid II juga merupakan orang Belanda.
A.c.8.Di internal kesultanan Pontianak sendiri, sebenarnya sultan yang sah saat itu
adalah Syarif Thaha. Namun karena Belanda dekat dengan Sultan Hamid II, maka Sultan
Hamid II, maka Sultan Hamid II-lah yang dipilih Belanda untuk menjadi Sultan. Oleh
karena itu mengapa anak daripada Sultan Syarif Thaha (Syarif Toto Thaha Al-Kadrie)
men-declaire bahwa beliaulah yang berhak menduduki takhta kesultanan. Oleh karena
itu, statement saya seperti ini justeru dianggap saya sebagai dalang terhadap kudeta yang
dilakukan oleh Syarif Toto Thaha Al-Kadrie. Padahal saya tidak ada hubungan dengan
hal itu dan tidak berpihak kepada siapa pun.
B.4. Jadi begini, Tionghoa itu kan konsentrasinya adalah ke bidang usaha dan
ekonomi, lalu ada juga yang ke pendidikan. Pada saat Tionghoa berkonsentrasi ke sektor
ekonomi, maka dia kan membuka usaha (perdagangan). Sebagai seorang pedagang yang
baik, maka ia harus membangun link (hubungan relasional) yang baik ke semua
kalangan. Sebab konsep orang berdagang itu kan, semakin banyak dia mencari pembeli
maka akan semakin baik. Lalu ngapain kalau anda orang Madura lalu datang ke toko saya
untuk membeli barang, lalu saya usir, itu kan suatu hal yang tidak mungkin. Dengan
corak karakteristik Chinese inilah, akhirnya Chinese itu bisa terbuka untuk semua. Dan
karakteristik Tionghoa seperti ini ada di mana-mana.
B.4. Salah satunya, lihat saja ketika umat Muslim menjalankan bulan puasa atau
pun lebaran, diantara pedagang Tionghoa itu memasangkan spanduk “Selamat
Menunaikan Ibadah Puasa/ Idul Fitri” mau pun memberikan bantuan sosial berupa paket-
paket lebaran dan sebagainya. Dan itu banyak sekali. Hal inilah yang membuat
kecenderungan orang Tionghoa tidak ada sekat.
B.4. Untuk menjawab hubungan antar etnis di Kalbar, memang etnisitas disini
sangatlah heterogen dan beragam. Setiap suku ada di sini. Oleh karena itu orang sering
menyebut bahwa Kalbar merupakan “Indonesia Mini” mulai dari Jawa, Madura,
Makassar, Tionghoa, Dayak, Melayu, dan lainnya. Dalam hal ini, pemerintah
mempersilahkan semua budaya itu berkembang. Bahkan ada kalanya pagelaran budaya
dilaksanakan secara bersama-sama diantara lintas etnis. Seperti ketika ada Cap Go Meh
di Pontianak itu, etnis-etnis lain juga ikut memeriahkannya dengan cara ikut
menampilkan seni etnisnya masing-masing yang merupakan utusan dari majelis adat
masing-masing etnis.
B.8. Ya mereka bersatu karena sama-sama merasa termarjinalkan. Untuk di
wilayah kabupaten/ kota sendiri mereka terpecah. Salah satu contohnya adalah kekalahan
menantu Cornelis di Kapuas Hulu yang sebenarnya didominasi oleh sub etnik dayak yang
dianut Cornelis itu sendiri. Namun justeru sub etnik dia sendiri disana terpecah. Padahal
ketika itu hingga tingkat desa banyak sekali uang bermiliyar-milyar yang tersebar ke
desa-desa itu. Dan banyak juga uang-uang dinas yang ketika itu digunakan. Dan
Gubernur pun tinggal disana sampai sebulan untuk menjaga menantunya. Namun tetap
saja kalah.
B.a.4. Di sisi yang lain, berbekal dari cerita paman saya yang menikahkan bibi
dengan orang Melayu menunjukkan bahwa sebenarnya di tingkat grass root itu baik
Tionghoa, Dayak, Melayu, dan sebagainya itu sangatlah harmonis. Hanya saja terkadang
kepentingan luar itu yang seringkali membuat percikan-percikan konflik. Dan di Kalbar
sendiri, menikah lintas-etnis itu bukanlah suatu hal yang asing karena sudah saking
banyaknya.
C.4. Ini fakta di Kalbar ini sudah beberapa kali terjadi kerusuhan. Dan itu
termasuk (konflik) antara Madura dengan Melayu, yang terjadi di sekitar tahun 1997
kalau tidak salah, terjadi di daerah Sambas. Setelah konflik Sambas, syukur sampai hari
ini kita tenang.
C.8. Lalu juga mereka minta tanah milik mereka di Sambas itu di ganti rugi. Jadi
saat ini kalau mereka tinggal di Sambas juga sudah tidak bisa lagi.
C.8. Padahal tahun sebelumnya itu terjadi konflik Madura vs Dayak di
Samalantan Bengkayang yang cukup sadis, dimana jasadnya pun dimakan. Begitu pun
kejadian konflik Madura vs Dayak di Landak.
C.a.4. Hingga saat ini, sudah sekian tahun lamanya, hubungan saya dengan
Madura cukup komunikatif seperti dengan Pak Haji Sulaiman dan sebagainya. Kami
begitu kenal. Jadi artinya, sebenarnya banyak kejadian itu lebih dikarenakan adanya
perbedaan budaya. Sehingga pas di jalan itu ada senggolan motor dimana kedua oknum
yang senggolan motor itu berasal dari etnis berbeda, maka ia ingin mengaitkan hal itu
dengan etnis. Lalu ada yang terprovokasi, akhirnya jadilah konflik antar etnis. Nah..
Sekarang kan masyarakat sudah mulai paham bahwa hal ini akan menyebabkan kerugian
bagi kedua belah pihak. Oleh karena itu ketika ada letupan kecil atau sumbu konflik yang
ingin menyala, aparat langsung antisipasi. Sebab memang setahu saya bagi TNI mau pun
Polri ini, Kalbar masuk dalam kategori zona merah yang rawan konflik. Bahkan kejadian
Kalimantan Tengah ketika peristiwa Sampit, kita disini (Kalimantan Barat) juga
antisipasi agar konflik tersebut tidak melebar kesini.
C.a.4. Sudah terjadi puluhan kali konflik antara Dayak dan Madura itu terjadi,
setelah saya beberapa buku menjelaskan bahwa ternyata ada perbedaan budaya, dimana
orang Dayak dia sangat terbuka dan hormat, namun jangan sekali-kali membuat mereka
merasa kalau tidak ada keadilan dan membuat mereka merasa terancam, pasti hal tersebut
bisa menyebabkan perang besar. Bisa sampai budaya mangkuk merah (mengajak orang
Dayak lainnya untuk bergabung dalam barisan perang) atau pun ikat kepala merah
dimana dua budaya tersebut merupakan simbol dari perang yang cukup besar. Dengan
dua simbol budaya tersebut seluruh orang Dayak (dari berbagaimacam daerah dan sub-
etnik) bisa kompak untuk sebagai bagian dari pasukan perang. Sedangkan Madura,
sepemahaman saya yang masih teramat kurang ini, saya melihat orang Madura memiliki
budaya yang mana kedewasaan itu ditunjukkan melalui kejantanan seseorang (semodel
carok), sehingga bagi orang Dayak, apa yang dilakukan oleh Madura semacam
menantang. Padahal bagi orang Madura mungkin itu hanyalah budaya saja, bukan
bermaksud ingin menantang.
C.a.4. Tapi memang kalau Madura itu sendiri karena persoalan budaya.
Dahulunya ingin dikait-kaitkan dengan persoalan agama, dimana mayoritas Dayak adalah
katolik-kristen, sedangkan Madura adalah Islam. Dan seolah-olah konflik Dayak-Madura
merupakan perang agama. Namun ketika konflik Madura-Melayu yang sesama Islam,
akhirnya ketahuan kan kalau ini bukan konflik agama, melainkan soal prilaku yang bisa
memicu konflik dan sebagainya.
C.a.4. Yang membuat kadang masyarakat lintas etnis itu tegang kan ketika ada
kepentingan oknum bermain, dan hal itu biasanya ada ketika momen-momen pemilu atau
pilkada, namun setelah itu sudah selesai dan harmonis seperti biasa lagi.
C.a.8. Di MABM sendiri terdapat group WhatsApp (WA) yang seringkali justeru
melakukan banyak serangan-serangan. Padahal yang namanya berita WA hoax itu kan
dimana-mana.
C.a.8. Lama-lama bisa. Semisal pengalaman Sambas. Lalu juga pengalaman di
Pontianak, dimana bunuh-bunuhan di jembatan kapuas itu terjadi disaat peringatan Isra
Mi’raj antara Melayu dengan Madura gara-gara ada orang pengungsi ribut. Oleh karena
itu, dalam pandangan saya FKUB disini tuh sekarang sudah nggak jalan. Cobalah
tanyakan FKUB itu kepada Pak Haitami yang merupakan pengurus FKUB sekaligus
Sekjend Forum Umat Islam (FUI).
C.a.8. Madura itu kan seringkali konfliknya dikarenakan persoalan ladang.
Sedangkan di Pontianak ini kan sudah tidak ada lagi ladang. Ya seperti yang tadi yang
saya ceritakan, orang Melayu yang menanam, orang Madura yang memanen. Dan hingga
saat ini, konflik itu pasti masih ada. Ia hanya sedang bermuara saja bagaikan api dalam
sekam. Begitu pun dengan konteks Raperda Pengakuan Hukum Adat ini.
C.a.8. Motif pembunuhannya saya tidak tahu. Namun ketika itu memang ia
menentang Islam juga cukup kuat sekali.
C.a.8. Nah itu.. Dulu kan gara-gara itu. Ketika saya menjabat sebagai Ketua ICMI
(Kalbar), Ketua PIKI-nya bisa kami ajak bekerja sama. Namun ketika ketuanya yang
ketika itu orang Batak Pak Mian itu dibunuh, sejak saat itu PIKI mendekatkan diri
dengan MAD. Sebab mereka merasa bahwa Dayak merupakan suku pribumi Kalbar,
sedang Melayu adalah pendatang. Dan inilah pandangan yang berkembang di Dayak.
C.a.8. Nah semenjak sepeninggal dia, antara ICMI dengan PIKI sudah mulai
tidak mesra lagi. Dan hal ini juga membuat ketidak mesraan antara MAD dengan
MABM.
C.a.8. Sebenarnya ketika itu juga gara-gara Madura juga. Hal itu dikarenakan
kalau orang Madura pulang ke Madura, pulang kembali ke Kalbar itu bawa saudara-
saudaranya yang preman-preman itu. Jadi citra Da’i yang bagus ini menjadi rusak oleh
saudaranya yang preman-preman itu. Di Sambas sendiri, orang Melayu yang bekerja
mengolah sawah, namun yang memanen justeru orang Madura.
C.a.8. Tapi ketika saya melancarkan budaya Cap Go Meh, saya justeru kena
senjata makan tuan, dimana ketika itu di Kota Pontianak sendiri sedang ada ketegangan
antara Melayu dan Cina karena sedang ada yang berantem berkait soal naga itu. Ketika
itu saya minta pasukan aparat untuk benar-benar menjaga kawasan Pontianak. Sejak saat
itulah saya membuat peraturan soal permainan naga.
C.b.4. Kemudian Singkawan memang betul ada tariannya. Bahkan juga terdapat
batik TIDAYU. Dan kreasi seni multi-etnik ini sampai pameran di Jakarta. Latar sejarah
daripada kreasi seni multi-etnik tersebut adalah karena adanya keinginan kebersamaan.
Dan hal ini dicipta-kembangkan oleh grass-root. Di Singkawang sendiri, perbauran
masyarakat lintas etnis itu luar biasa, termasuk di pasar.
C.b.4. Ketika disadari hal itu, disaat tokoh-tokoh masing etnis menyadari, dan
juga pemerintah aktif, sehingga bisa menanggulangi untuk tidak ada kejadian-kejadian
konflik lagi.
C.b.4. Saya kira biasanya kalau waktu lalu, tepatnya peristiwa konflik tahun 1997
bisa saja terdapat tokoh-tokoh yang berasa dari keraton (dalam upaya meredam konflik)
yang memang ditengah-tengah masyarakat etnis, ia adalah tokoh yang bisa meredam
konflik.
C.b.8. Ketika itu saya baru saja dua bulan menjadi Walikota. Saya di lantik Iedul
Fitri, Idedul Adha pengungsi Madura Sambas masuk (ke Pontianak). Oleh karena itu saya
sampaikan kepada orang-orang Madura (yang mengungsi di Pontianak) ketika itu “kamu
itu tidak tahu terima kasih. Kalau kita tidak menerima kalian untuk (mengungsi) disini,
kamu dibunuh orang semua”. Sekitar tiga tahun 30.000 pengungsi Madura dari Sambas
mengungsi di GOR, di Stadion, di berbagaimacam gudang-gudang di Pontianak.
C.b.8. Tidak juga.
C.c.4. Kalau kita, melalui berbagai institusi semisal FKUB, kita terus
menyuarakan pentingnya bersatu. Pak Gubernur seringkali mengungkapkan “sudah capek
kita itu bertikai”. Sebab dalam bertikai tidak ada yang menang. Semua kalah. Semua
menjadi abu. Rugi semua. Dan hal inilah yang secara rasional harus dipikirkan oleh kita
semua. Dan saya kira peran kraton itu juga masing-masing melakukan upaya pencegahan
konflik. Paling tidak hal itu dilakukan untuk warganya supaya kita bisa hidup bersama-
sama dengan diluar warga kraton. Hal itulah fungsinya sebagai sultan yang menjadi
tokoh di dalam lingkungannya.
C.c.8. Oleh karena itu sekarang mereka memunculkan Raperda Pengakuan dan
Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) untuk mengakui hak ulayat, maka hal
ini akan membuat geger dimana tanah milik warga pendatang bisa-bisa diklaim bahwa
tanah tersebut merupakan tanah miliki mereka sebab merupakan tanah ulayat mereka
(Dayak), dimana tanah tersebut diklaim sebagai tanah nenek moyang mereka.
Dikarenakan masyarakat Dayak sering berpindah ke ladang dan sebagainya, lalu menetap
untuk sekian waktu, lalu pindah lagi,maka mereka akan menyatakan bahwa seluruh tanah
yang pernah disambanginya pun punya mereka semua seluruhnya, padahal itu kan tanah
milik siapa saja. Padahal itu kan mungkin saat ini tanah milik perusahaan sawit dan
sebagainya. Saat ini Raperda tersebut sedang dibahas di DPRD.
C.c.8. Oleh karena itulah saya ikut serta membuat MABM itu dalam rangka 1)
untuk mengimbangi MAD; 2) (untuk menjadi simbol pemersatu masyarakat Melayu).
C.d.4. Justeru banyak orang Madura yang terusir, masuknya ke Singkawang. Dan
orang Singkawang bisa menerima. Padahal Singkawang dan Sambas itu kan daerah
tetangga dan perbatasan. Konflik yang terjadi di Sambas hanya sampai batas
Singkawang. Hal inilah yang menjadi bukti bahwa orang Singkawang sangat terbuka.
Dan sekarang, Wakil Walikota Singkawang sendiri orang Madura. Meski pun begitu,
katanya sampai hari ini orang Madura kalau saat ini datang ke Sambas tetap takut.
D.4. Pak Gubernur itu kan orang sangat senior disini. Beliau memang asli orang
sini, beberapa kerusuhan itu beliau berperan aktif diminta untuk menjadi bagian
penyelesaian, sehingga beliau sangat tahu. Oleh karena itu ketika kami menjadi pimpinan
provinsi, kita selalu menyampaikan “ya ngapain lah kita konflik”. Saya sendiri lebih
membangun koordinasi dengan FKUB, dan saya sering berbicara di forum tersebut dalam
berbagai konteks, kita selalu sampaikan bahwa perbedaan etnis itu kan kodrat dari Tuhan.
Mana bisa kita pilih etnisitas kita. Lalu kalau Tuhan menciptakan perbedaan etnis
diantara kita seperti itu lalu kita mempermasalahkan, berarti kita tidak sedang
mempermasalahkan bupati kita, gubernur kita, presiden kita, melainkan justeru secara
tidak sadar kita mempermasalahkan Tuhan kita. Nah kalau Tuhan sampai marah
bagaimana?. Hal ini masyarakat kita mulai dipahami, sebab etnisitas tidak perlu
dipertentangkan. Sebab etnisitas adalah kodrat dimana kita tidak memiliki potensi untuk
memilih (ditentukan oleh Tuhan). Dan dalam konteks negara, kita punya undang-undang
dasar yang menjamin kebebasan warga negara untuk memilih agama sesuai
keyakinannya masing-masing. Dari hal inilah, dalam berbagai forum seringkali saya
katakan bahwa “etnisitas itu kodrat, sedangkan pilihan agama adalah pilihan asasi”. Saya
rasa semua agama mengajarkan untuk bertoleransi. Dan hal ini yang seringkali kami
sosialisasikan.
E.a.4. Seringkali saya juga bilang seperti ini, kalau berkaitan dengan agama
seseorang, maka yang setiap agama lawan itu adalah kejahatan setan. Dalam hal ini,
berarti baik Kristen, Hindu. Budha, mau pun Islam, kita itu kan partner untuk melawan
kejahatan setan. Kalau kita punya musuh yang sama, yaitu setan. Berarti kita harus
bersama-sama sebagai partner dalam memerangi setan, bukan justeru saling memerangi
(agama) satu sama lain. Kalau kita bicara radikalisme keagamaan, setiap agama pun
punya orang-orang yang memahami agamanya secara radikal. Tapi pasti kan jumlahnya
tidak banyak. Oleh karena itu kita memiliki potensi untuk kondusif.
E.b.4. Kalau FPI secara organisasi, saya tidak tahu apakah statement saya ini pro
kontra atau tidak. Kalau saya melihat berbagai peristiwa yang terjadi di daerah kita saat
ini malah lebih banyak dipengaruhi oleh unsur politis ketimbang unsur agama. Sebab
saya sempat baca artikel tentang aktivitas FPI yang justeru yang banyak komentar hingga
maki-maki juga orang Islam sendiri toh.
E.b.8. Iya. Ya lihat saja itu pembangunan Gereja Katedral ditengah-tengah kota.
Gereja itu baru di dirikan sekitar dua tahun yang lalu. Padahal pagarnya sudah melanggar
ketentuan jarak dengan marka jalan koq masih dibiarkan. Untungnya saja Masjid
Mujahidin juga dibangun juga. Ya beginilah, Indonesia yang kompleks ini ya ada di
Kalbar yang sangat heterogen. Di kalangan Islam, saya menjadi bagian dari Dewan
Pembina Masjid Mujahidin.
F..8. Ya itu tadi, sebab mereka membangun sebuah imajinasi bahwa mereka
(masyarakat Dayak) selama ini merasa selalu dimarjinalkan. Mereka membangun
kesadaran bahwa mereka sedang berada dalam nasib yang sama diantara berbagaimacam
sub-etnis tersebut. Sama-sama dimarjinalkan.
F.4. Nah itu kan politik tahun 65 yang berkembang sejak Orde Lama terus ke
Orde Baru. Lalu sekarang kita sudah masuk era reformasi yang berusaha menegakkan
demokrasi pada tempatnya.
F.4. Namun kalau ada sejarah Tionghoa tentang Paraku dan sebagainya, terkait
mengapa kadang-kadang orang menganggap bahwa etnis Tionghoa ini berkelompok
tertentu, hal itu terjadi karena “politik terpaksa” dimana dahulunya disekitaran tahun 65-
an mereka menyebar sampai ke desa-desa. Pada zaman Soekarno itu kan, orang Tionghoa
dilarang menjalankan usaha hingga ke desa-desa. Tingkat usaha dagang paling kecil
orang Tionghoa hanya sampai tingkat kecamatan. Akhirnya ketika itu, sulit orang
Tionghoa dicari di desa-desa. Padahal, awalnya orang Tionghoa itu sama dengan
masyarakat asli pada umumnya, membaur dan bersama-sama. Namun setelah adanya
kebijakan dari Soekarno tersebut, akhirnya orang Tionghoa di desa-desa pun waktu itu
terusir. Lalu orang Tionghoa mulai tinggal di daerah yang lebih ke arah kota. Karena
fasilitas kurang, maka orang Tionghoa membuat tempat tinggal dan tempat usaha di satu
tempat yang sama, oleh karena itu sejak itulah dikenal istilah “RUKO RUMAH
TOKO”. RUKO bukan karena mereka mau, melainkan karena keterpaksaan. Coba lihat
sekarang, ditengah perekonomian orang Tionghoa yang sudah semakin baik, rata-rata
RUKO di pasar sudah tidak ada lagi penghuni yang tinggal tetapnya. Mereka sudah
mencari tempat tinggal baru.
F.4. Saya klarifikasi, saya tidak masuk menjadi pengurus MABT. Sebab saya
memiliki prinsip kalau Majelis Adat itu jangan isinya orang politik. Dari dulu saya
menolak untuk menjadi pengurus, sebab kalau orang politik sudah masuk ke dalam
Majelis Adat, mereka bisa melakukan mobilisasi etnis untuk kepentingan politik individu
mereka.
F.4. Saya melihat bahwa tidak dalam konteks yang besar bisa digeneralisir bahwa
Tionghoa bersatu lalu Melayu atau Dayak terpecah-pecah dan sebagainya. Justeru saya
tidak melihat hal itu teradi. Yang saya lihat adalah bahwa kepentingan oknum-oknum
dari identitas sub-etnik tertenu yang memiliki kepentingan pribadi namun mencoba
memobilisasi sub-etniknya untuk memenangkan kepentingan pribadi tersebut. Siapa
bilang orang Tionghoa itu bersatu? Saya pernah menjadi anggota DPRD Kota Pontianak
tahun 1999. Kita ada partai. Kala itu orang tua-tua Yayasan coba berhitung kalau ada
keinginan kamu ingin dimajukan, dia juga ingin, lalu orang sana juga ingin, lalu siapa
yang akan terpilih? Lalu kalau begitu bagaimana kalau kita usung satu orang saja? Nah..
Masalahnya siapa yang mau mengalah? Akhirnya nggak terjadi juga mengusung satu
orang. Kalau sekarang, contohnya adalah fenomena Pilkada Kota Singkawang yang
merupakan mayoritas etnis Tionghoa beberapa waktu lalu, dimana Tionghoa pecah. Dari
4 pasangan kandidat, 3 pasangan kandidat berasal dari Tionghoa. Hanya satu yang non-
Tionghoa. Akibat pecah seperti itu, akhirnya justeru semua calon Tionghoa kalah.
Padahal Tionghoa pemilik suara mayoritas. Akhirnya hukum ketidak solidan itu berlaku
kepada semua kelompok.
F.8. Masalahnya MAD itu solid. Sedangkan orang-orang Melayu di MABM
sendiri partainya terpecah-pecah, ada yang ke PAN, Golkar, dan sebagainya. Saya
sampaikan ke MABM agar mereka fokus ke penguatan budaya. Jika mereka langsung
fokus ke politik, maka akan susah jadinya. Sebab kepentingan politik orang-orang
Melayu ini tidak satu.
F.8. Namun lama-kelamaan justeru MAD muncul sebagai kekuatan politik, oleh
karena itu ketika Gubernur Kalbar dipimpin oleh Usman Ja’far saya mendorong untuk
diberikan dana kepada majelis-majelis adat tersebut dalam rangka menjaga keseimbangan
kultural. Lalu saat ini MABM selalu di lirik oleh MAD, sebab MABM akan menjadi
kekuatan politik dalam rangka untuk menyaingin Pilgub yang akan datang. Sebab saat ini
gubernur di pimpin oleh Dayak selama dua periode, maka orang Dayak pun akan
mencoba untuk mempertahankannya. Sedangkan pada dasarnya mayoritas penduduk di
Kalbar ini adalah orang Islam. Kalbar harus seperti Kalteng yang saat ini umat muslim
sudah bisa merebut kembali agar Kalteng di pimpin oleh orang Islam dengan cara muslim
hanya mendukung dan menetapkan satu pasangan calon. Dan harus head to head, dan
tidak bisa pasangan Melayu lebih dari satu.
F.a.4. Apa yang menjadi pertanyaan saudara berkait dengan sekup konflik yang
meluas, saya rasa hal itu bisa saja terjadi. Namun terjadinya itu bukan karena resistensi
etnisitas antara Melayu dan Dayak, melainkan antara kepentingan oknum Melayu dengan
kepentingan oknum Dayak namun coba dihubung-hubungkan untuk memperbesar
resistensi konflik diantara dua etnis tersebut yang sebenarnya sama-sama dimanfaatkan
untuk kepentingan politik seseorang. Dan ini yang ingin kita cegah, jangan sampai
kepentingan individu mengakibatkan perpecahan diantara seluruh etnis yang mana
nantinya semua dari kita sama-sama rugi.
G.4. Dengan adanya UU diatas, orang Belanda penjajah lalu menikah dengan
orang Indonesia dan menetap di Indonesia untuk sekian tahun lamanya saja bisa
mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia. Memangnya apa kontribusi orang
seperti ini?. Sedangkan kita yang sudah sejak dulu hidup disini, lahir disini. Lah kok
justeru kita yang sejak lahir disini malah gontok-gontokan. Kalau bangsa ini terjebak
pada sektarianisme agama dan etnisitas dalam kontribusi terhadap negara serta politik
dan pemerintahan yang tidak lagi melihat kapasitas patriotisme seseorang sebagai yang
utama, lalu bangsa ini mau dibawa kemana?. Hal inilah yang saya tuliskan dalam buku
tersebut.
G.a.4 Dalam konteks ini, saya kira sebenarnya kalau sekarang orang Tionghoa ke
semua bidang hal itu terjadi karena saat ini sudah diberi kebebasan. Pada tahun 2008 saya
menjadi salah satu kontributor buku 100 Tahun Kebangkitan Nasional yang mendapatkan
rekor MURI karena melibatkan 100 penulis di dalamnya, saya menjelaskan bahwa
kontribusi terhadap negara itu tidak bisa lagi membedakan latar belakang etnis, agama,
melainkan apa yang sudah dia perbuat untuk negaranya. Dan hal tersebut yang
menentukan posisi dia sebagai warga negara kelas apa.
G.a.4. Saya kira sebenarnya kalau orang Tionghoa masuk ke politik ini ada modal
untuk memandang semua kalangan adalah saudara. Dan hal itu cukup baik. Sebab dahulu
orang Tionghoa dianggap hanya tahu cara bagaimana berusaha saja atau berorientasi
pada keuntungan. Dan hal itu juga kan dianggap negatif. Lalu dengan pandangan seperti
itu sebenarnya bukan karena orang Tionghoa tidak ingin berpolitik, melainkan justeru
orang Tionghoa tidak diberi tempat. Dahulu, orang Tionghoa untuk masuk menjadi murid
ke sekolah saja sangat susah. Lihat saja semisal di UGM, UI, ITB atau pun PTN lainnya
apakah dahulunya mahasiswa yang berasal dari etnis Tionghoa banyak atau tidak. Lalu
dibandingkan dengan sekarang, pasti berbeda. Fenomena seperti ini juga terjadi hingga
tingkat sekolah negeri baik SMA, SMP, mau pun SD. Akhirnya mau tidak mau, orang
Tionghoa harus memasukkan anaknya ke swasta dengan biaya yang jauh lebih mahal dan
harus benar-benar banting tulang untuk membiayai anaknya bisa melanjutkan pendidikan.
G.a.8. Wahh.. Luar biasa. Saat ini orang-orang Dayak benar-benar disekolahkan
hingga tingkat doktor. Bahkan Bupati Landak saja Doktor. Hanya satu saja kepala Dinas
yang bukan orang Dayak. Sedangkan kepala dinas seluruhnya merupakan orang Dayak.
Meski pun begitu, Sekda-nya Muslim. Hal ini dilakukan agar ketika ada tamu dari
Depdagri hari jumat, nah.. Sekda itulah yang menemani tamu Depdagri itu sholat jumat.
Dan dalam penegakkan peraturan, Dayak juga seakan memiliki hak istimewa bisa
menerobos aturan tersebut sesuai dengan keinginannya.
G.b.4. Hal itu memang merupakan catatan historis.
G.b.8. Jelas, Raperda tersebut sangat menguntungkan masyarakat Dayak. Sebab
ia memiliki hak ulayat, sedangkan Melayu tidak memiliki hak ulayat. Oleh karena itu
situasi saat ini sangat genting.
G.b.8. Ketika semasa Orde Baru, yang memimpin Kalbar itu kan tentara. Dan
tidak ada tentara dari kalangan Dayak, paling hanya satu atau dua orang saja.
G.c.4. Bagaimana pun, setiap etnis itu kita tidak boleh bilang bahwa “etnis ini
semuanya jahat”. Sebab pasti etnis tersebut ada orang baik, namun juga ada orang jahat.
Mana etnis yang terbaik? Cari saja ada penjahatnya atau tidak. Sekali lagi, bukan
etnisnya. Melainkan oknumnya. Jadi saya pikir kalau konteks bicara politik begini, tidak
ada konsep permanen bahwa Tionghoa akan selalu bisa bersatu.
G.c.4. Nah.. Dengan alam keterbukaan saat ini kan, dengan adanya Undang-
Undang No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI yang menjelaskan bahwa semua
warga negara kedudukannya adalah sama, termasuk untuk berusaha di bidang apa pun
sesuai bakat dan keinginannya. Saya kira kalau sudah ada UU seperti itu lalu orang
Tionghoa hanya tahunya cari uang banyak, lalu uangnya dibawa ke luar negeri seperti
yang dituduhkan, namun tidak ingin berbuat sesuatu untuk negara, tentu itu sangat
disayangkan. Meski pun begitu, padahal saya tahu bagaimana orang-orang Tionghoa di
daerah itu banyak yang punya nilai patriotismenya jauh lebih hebat tentang bagaimana
mereka membayar pajak untuk membiayai negara dan sebagainya untuk kepentingan
pembangunan negara. Saya bertanya ke kawan-kawan termasuk orang Kalbar yang
sukses di luar seperti di Jakarta dan sebagainya, mereka kalau bicara tentang kepedulian
mereka terhadap negeri ini. Salah satunya adalah, orang-orang Tionghoa Kalbar yang
sukses di luar itu membuat sebuah sekolah bersubsidi yang hampir seperempatnya
disubsidi oleh mereka, mengharapkan bahwa sekolah tersebut tidak hanya dikhususkan
untuk orang Tionghoa saja, melainkan seluruh etnis lain pun boleh masuk. Sebab sekolah
tersebut didirikan bertujuan untuk membangun bangsa.
G.c.8. Dan ketika itu, kondisi masyarakat adalah masyarakat yang suka mabuk
dan tidak berpendidikan. Secara tidak langsung, keadaan Dayak saat itu tidak berkualitas.
H.4. Dari Partai Bhineka Tunggal Ika (PBI). Waktu itu saya bergabung ke partai
tersebut karena memang pemahaman saya tentang Bhineka Tunggal Ika seperti apa yang
saya jelaskan dalam tulisan dan ungkapan saya tadi.
H.4. Meski pun begitu, di dalam Yayasan-Yayasan Tionghoa saya ada yang
menjadi penasihat dan sebagainya. Dan hal itu silahkan. Saya rasa, untuk melihat kultur
soliditas diantara etnis Tionghoa juga bisa digambarkan melalui kultur dagangnya itu,
dimana sebagai seorang pedagang yang baik, mereka harus bisa bergaul dengan siapa
saja, termasuk diantara kalangannya sendiri. Oleh karena itu ia sangat cair.
H.a.4. Dalam menanggapi isu transmigrasi orang Cina ke Jakarta yang di isukan
direncanakan oleh Ahok itu aneh basar. Meski pun saya Tionghoa, saya tetap WNI.
Ketika saya ke RRC, saya tetap harus ada pasport, visa, dan sebagainya. Sebab
bagaimana pun juga Indonesia adalah tanah air saya, dan saya tidak merasa ingin menjadi
warga RRC. Hal ini sama seperti badminton, ketika Indonesia lawan Cina, maka saya
jelas mendukung Indonesia, walau pun mungkin pemain badminton Indonesia-nya bukan
orang Tionghoa. Kita suarakan yang menang itu Indonesia, dan pasti kita bangga.
H.a.4. Ketika kemarin kejadian di laut Natuna dimana 8 awak kapal Cina
tertangkap karena penyelundupan, saya ketika ditanya, saya menjawab dengan keras.
Saat mereka di deportasi ke Kalbar dan meminta untuk difasilitasi bertemu dengan saya,
saya tidak mau. Apa kepentingan saya bertemu dengan mereka. Dan mungkin sebab
itulah, dikarenakan juga intelejen Cina kuat, sehingga pengurusan visa saya untuk
kunjungan kesana tidak semudah seperti yang sebelumnya. Kalau dahulu saya bisa
mendapatkan kesempatan kunungan hingga beberapa kali, saat ini hanya satu kali, dan itu
pun maksimal satu bulan. Padahal sebelumnya bisa digunakan hingga dua tahun. Kita
(PemProv Kalbar) kan pernah deportase puluhan WNA Cina yang menjadi Tenaga Kerja
Asing. Ketika itu langsung kita usir sebab mereka tanpa memiliki dokumen legal sama
sekali. Saat ini kita bicara konteks negara sehingga tidak pandang bulu, kalau bicara
konteks budaya silahkan.
H.a.4. Tapi waktu itu saya tidak ada upaya untuk mengganjal agar orang
Tionghoa tidak ada yang maju. Kebetulan memang yang ingin mencalonkan hanya cuma
saya. Dan hal itu termasuk ketika periode ke-2. Saya tidak mengerti mengapa mereka
tidak ada yang ingin maju. Mungkin ada kalkulasi orang Tionghoa yang lain tidak akan
menang secara hitung-hitungan suara atau pun dukungan partai. Lalu daripada
menghabisi uang, mendingan nggak maju sekalian. Tentu hal ini berbeda dengan di
Singkawang dimana ketika calon pasangan dari Tionghoa itu merasa berpotensi menang.
Saya sendiri di Pilkada periode pertama itu independen, namun digandeng oleh Pak
Cornelis selaku Gubernur Kalbar yang menjabat sebagai ketua PDI-P Kalbar. Waktu itu,
kita tidak diperhitungkan oleh orang. Oleh karena itu begitu kita menang jadi hal yang
dianggap luar biasa. Terlebih yang menjadi kandidat ketika itu adalah tokoh terkenal
semua, incumbant dan sebagainya.
H.b.8. Lihat saja Kesultanan Sambas (sekarang dipimpin oleh Drs. Gusti
Suryansyah, M. Si.  Dosen Fisip Untan setelah melakukan penurunan jabatan yang
awalnya dipimpin oleh Dr. Gusti Hardiyansyah, M. Sc., QAM  Dekan Fakultas
Kehutanan Untan) saat ini yang memberikan gelar kehormatan kepada Gubernur dalam
rangka mendekatkan diri Kesultanan dengan kekuasaan. Sampai-sampai menggunakan
“Bismillah” padahal yang diberi gelar adalah orang non-Muslim.
H.b.8. Pada saat itu kan saya sudah menjadi Walikota. Dan Ketika itu saya sendiri
tidak mengetahui berkait siapa yang melantik Sultan Syarif Abu Bakar dan sebagainya.
Saya sendiri tidak begitu jelas. Jadi dengan mereka-mereka itulah mereka click-
clickannya. Dan saya sendiri tidak melihat atau tidak ada dokumen pelantikan tersebut.
H.b.8. Ya kelompoknya Kraton sekarang. Turiman dan Max Yusuf itu. Dan hal
itu bukanlah interest masyarakat Dayak mau pun Melayu. Oleh karena itu mereka
mencari modus dengan cara mendekati Cornelis, agar Cornelis memberikan dukungan.
Sebab jikalau kita ingin menjadikan seseorang sebagai Pahlawan, haruslah memiliki
refferance-nya. Dan tim reviewer untuk menjadikan seseorang mendapatkan gelar
pahlawan itu bukanlah orang bodoh. Apalagi Sultan Hamid II itu ikut serta dalam makar
pemberontakan dan pembunuhan. Agak sulit. Namun kadang-kadang hal-hal seperti
penobatan gelar kepahlawanan seperti ini bisa menjadi kenyataan ketika dimobilisir oleh
Oesman Sapta. Sebab ia merupakan trouble maker. Dahulunya, Oesman Sapta itu kan
ketua Partai Persatuan Daerah (PPD), dan kini menjadi Wakil Ketua MPR RI. Dan OSO
dekat dengan Cornelis. Basis politik OSO itu hanya melihat yang mana yang untung saja.
H.c.8. Waktu kudeta dan pelantikan Syarif Toto Thaha Al-Kadrie itu kan terjadi
tembak-tembakan. Sultan Syarif Abu Bakar Al-Kadrie itu tidak setuju, sebab yang
sebenarnya memang pewaris tahta kesultanan adalah Syarit Toto Thaha Al-Kadrie itu.
Oleh karena itu hal seperti ini juga sama dengan kesultanan Ternate, dimana istrinya
merupakan orang Bule. Oleh karena itu ada kecenderungan justeru kesultanan itu menjadi
ke-Belanda-Belanda-an.
H.d.8. Jadi saat ini suku Dayak sudah memasuki dan mulai mengambil posisi di
berbagaimacam partai. Jadi setelah MAD terbentuk, lalu Melayu pun membentuk
masyarakat adatnya sendiri. Lalu diikuti oleh Madura, Tionghoa, dan sebagainya.
H.d.8. Maka dibodohi kita. Nanti kan isu yang diangkat adalah power sharing.
Dan ketika mereka diusung menjadi calon wakil gubernur, sebenarnya mereka berupaya
untuk menggembosi suara Melayu, dimana sebenarnya calon-calon wakil gubernur itu
juga mendukung calon Gubernur Cornelis itu. Sebab bagaimana pun, Dayak saat ini tidak
ingin menjadi Wakil Gubernur.
H.d.8. Mengapa Dayak itu bisa mengusung satu calon, sebab mereka memiliki
imajinasi bahwa selama ini mereka di marjinalisasi dimana sudah puluhan tahun lamanya
semenjak Orde Baru, dimana yang berkuasa hanya orang Melayu dan Jawa saja. Oleh
karena itu mereka memiliki kesadaran agar pada pilkada mereka bersama-sama harus
mengusung “One Mission, One Goal”. Di sisi yang lain, sosok Cornelis yang diusung
oleh Dayak itu adalah sosok yang bisa menerima semua orang. Dan ketika Cornelis
dimajukan pada periode pertama, itu dana kampanye pemenangan itu berasal dari orang-
orang Dayak yang saling urunan satu sama lain itu sendiri. Dan di mata Cornelis, saya
merupakan gurunya ketika ia belajar di APDN, saya juga merupakan pengajar kesehatan
di APDN.
H.d.8. Mungkin anaknya dimajukan untuk menjadi Bupati Landak terlebih
dahulu. Kalau nanti di Jakarta Ahok menang. Maka Christiandy pun akan dimunculkan
untuk maju. Iya.
H.d.8. Pada tahun 2007 saya mencoba mencalonkan diri sebagai Gubernur tidak
bisa mencalonkan diri dengan Melayu-Melayu atau pun Melayu-Dayak, melainkan
Melayu-Muslim. Sebab MAD memiliki teori bahwa mereka harus jadi pucuk pimpinan
nomor satu, mereka tidak ingin meminta menjadi nomor dua.
H.d.8. Pada tahun tersebut saya coba daftar ke PDI-P untuk menjadi calon
Gubernur Kalbar. Lalu sampai di tingkat Lenteng Agung (DPP PDI-P) yang tersisa
tinggalah nama saya berdua dengan Pak Cornelis. Oleh Ibu Megawati, Ia menyampaikan
bahwa antara saya dan Pak Cornelis itu nilainya sama. Namun bagaimana pun juga Pak
Cornelis merupakan kader Partai, dimana Pak Cornelis merupakan ketua PDI-P Kalbar,
sedangkan saya sendiri bukanlah kader PDI-P. Lalu saya ditawarkan oleh Ibu Megawati
agar dicalonkan menjadi calon Wakil Gubernur Kalbar, namun saya tidak ingin. Yang
saya inginkan adalah menjadi Calon Gubernur. Dan akhirnya Cornelis pun memilih
Christiandy, jadilah Katoli-Protestan atau Dayak-Tionghoa. Oleh karena itu, munculah
Tionghoa kedalam politik, dan Walikota Singkawang ketika itu pun dimenangkan oleh
Tionghoa.
H.d.8. Ya itulah kelompok-kelompok mereka dan para missi-missi itu. Di
disertasi istri saya terdapat penjelasan tersebut.
H.e.8. Dan partai-partai Islam (Melayu) pun tidak semuanya loyal dalam
menentang, salah satu yang tidak loyal adalah PAN. Kemarin sudah di blok oleh kawan-
kawan agar rapat pembahasan tidak sampai kuorum, tiba-tiba justeru PAN masuk malah
menjadi kuorum. Dan tentu perancangan serta pembahasan ini sangat politis. Dan Melayu
sendiri kalah suara, sebab hak untuk melakukan drafting tersebut adalah hak inisiatif
DPRD yang saat ini ketua DPRD-nya sendiri berasal dari Dayak.
H.e.8. Dan saat ini orang Dayak mulai mengusai berbagai partai, bukan hanya
PDI-P saja. Bahkan saat ini Partai Demokrat pun banyak dimasuki oleh kalangan Dayak.
H.e.8. Memang saat ini DPRD juga banyak di dominasi oleh Dayak, namun
tokoh-tokoh Melayu menentang Raperda tersebut.
H.e.8. Saking trouble maker-nya. Kalau seandainya ketika Pilkada periode
pertama itu OSO tidak maju, pasti Usman Ja’far menang. Dan kini Ketapang pun
dikuasai olehnya. Dan dia memang pengusaha. Dahulunya basis dia ialah preman. Dan
saya kenal OSO sejak dia masih kecil. Dia pun masuk ke politik ya ketika mendirikan
PPD. Background utama dia memanglah seoarang pengusaha. Dan meski pun orang
menganggap bahwa saya PPP, sebenarnya saya bukanlah orang PPP.
H.e.8. Setahu saya tidak. Sebab saya kenal orang-orang yang menjadi anggota
DPRD dari PPP. Sebab saat-saat itu juga saya sedang menjadi Ketua ICMI. Ketika-ketika
itu pasca dari rezim yang militeristik saya juga dimajukan untuk menjadi calon anggota
DPRD, ketika itu nomor urutan saya ke 37, lalu ke 5.
H.f..8. Ya memang. Meski pun begitu, Dayak tetap bersikukuh bahwa “kami
pribumi” sedangkan Melayu adalah pendatang. Dayak itu kan secara struktur identitas
wajah merupakan rangka gabungan dari Cina-Kamboja-Vietnam. Hanya saja mereka
menganggap bahwa Dayak itu pribumi asli, sedang Melayu itu hanyalah pendatang.
H.f.8 Ketika itu saya sampaikan kepada Pak Usman Ja’far agar saya menjadi
calon wakil gubernur mendampingi dia, dan lepaskan LH Kadir (Mantan Wakil Gubernur
Kalbar era Usman Ja’far Dayak Kantuk) sebab Dayak tidak ingin menjadi nomor dua.
Namun lantaran beliau tidak ingin, akhirnya pak Usman pun kalah dengan Cornelis.
H.f.8. Ada juga isu yang beredar adalah bagaimana pun juga dia itu orang Batak,
lalu mengapa dia yang menjadi ketua PIKI disini, yang seharusnya dipimpin oleh orang
Dayak. Padahal sebelumnya yang menjadi ketua PIKI adalah orang Dayak.
H.f.8. Orang Melayu itu jarang dendam, namun sekalinya dendam itu benar-benar
dendam kesumat sekali.
H.g.8. Di dalam politik ini seringkali kita di adu domba. Ketika Pilgub tahun
2007 itu saya sudah bilang agar Melayu mencalonkan satu orang pasangan saja, dan head
to head. Jangan cari figurnya dahulu, melainkan kesepakatan terlebih dahulu baik di
tingkat adat mau pun partai-partai Islam untuk hanya memajukan satu pasang calon.
Bagaimana pun juga, orang Melayu itu memiliki sifat yang tidak mau mengalah dan
merasa diri hebat. Hal ini sama dengan DKI dimana umat Islam banyak calonnya.
H.g.8. Hal itu adalah pembentukan framing opini media. Jadi sebenarnya kita
yang sama-sama Muslim ini coba di adu domba atau diputar balikkan seperti itu.
I.4. Dan di Kota Pontianak sendiri, di depan Kesultanan Pontianak terdapat
Kampung Beting yang saat ini sudah menjadi agenda penataan nasional. Dan mungkin
dana penataan tersebut berasal dari APBN. Kalau tidak salah, sebagaimana diungkapkan
oleh Pak Walikota Pontianak, kalau tidak tahun ini mungkin tahun depan akan
dikucurkan ratusan Miliar untuk penataan Kampung Beting tersebut. Kalau kampung
Beting tertata baik, maka kratonnya pun akan bagus. Termasuk
I.4. Karena ini adalah kraton, biasanya PemProv akan memfasilitasi ketika
mereka mengirimkan proposal dan sebagainya. Ketika kesultanan membutuhkan dan
membuat proposal, biasanya Pak Gubernur juga dukung. Namun yang saya tahu, karena
mereka tersebar di berbagai kabupaten, maka biasanya kesultanan mendapatkan uang
pembinaan dari pemerintah kabupaten.
I.a.4. Kalau orang yang datang ke Pontianak ini, destinasi yang kita tawarkan
adalah Tugu Khatulistiwa, Kraton, Sungai Kapuas, dan sebagainya. Tapi tadi
pertanyaannya adalah apa peran kita terhadap peninggalan sejarah itu? Saya kira ini
adalah upaya Pak Walikota juga untuk penataan hal tersebut.
J.b.8. Ketika saya sudah agak besar, saya kenal dengan Pak Syarif Thaha. Dan
justeru sebagai kalangan saat ini meminta agar sosok Sultan Hamid II dijadikan pahlawan
nasional, dimana yang memotorinya adalah Pak Turiman, S.H. Kebetulan gelar Doktor
Pak Turiman berkaitan dengan Sultan Hamid II Sebagai pencita lambang Pancasila. Hal
itu mereka lakukan melalui audiensi dengan pimpinan daerah mau pun pusat. Di zaman
saya menjabat sebagai Walikota Pontianak justeru saya lebih meminta agar Sultan Syarif
Abdurrahman-lah (pendiri Kesultanan Pontianak) yang menjadi Pahlawan Nasional.
Namun waktu itu kita gagal sebab tidak banyak literatur yang menjelaskan hal itu. Kalau
kalau keluarga besar saat ini sendiri, sudah banyak yang menggunakan nama panggilan
Belanda. Termasuk Pak Simon yang sebenarnya nama aslinya Ismail. Termasuk
kesultanan Mempawah, namanya Ibrahim tapi panggilannya Jimmy. Begitu pun nama
Melvin, Max Yusuf dipanggil Max.
K.8. Dalam rangka eksistensi kesultanan harus diakui atau di-subyo-subyo kalau
kata orang Yogya.
K.a.8. Oleh karena itu saya menganggap bahwa kebangkitan identitas Melayu di
Kalimantan Barat bukanlah berasal dari Kesultanan. Ketika terbentuknya Majelis Adat
Dayak (MAD), ketika itu di kalangan Melayu sendiri sudah mulai ribut. Dan ketika itu,
saya sendiri merupakan Ketua ICMI Kalbar. Oleh karena itu, ketika itu saya mendorong
untuk dibentuklah MABM (Majelis Adat Budaya Melayu) tidak dalam untuk instrumen
politik, melainkan dalam rangka untuk menciptakan keseimbangan kultural. Ketika itu
saya juga masih menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit. Ketika itu saya juga mendorong
agar terbentuknya Majelis Adat Budaya Madura, Cina, dan sebagainya agar ia dapat
menciptakan keseimbangan kultural.
K.a.8. Semasa penjajahan Jepang, Jepang merasa bahwa Kesultanan yang ada
ketika itu merupakan wadahnya orang-orang politik dan orang-orang pintar. Oleh karena
itu mengapa peristiwa Mandor Berdarah, sebagian besar merupakan mereka yang berlatar
belakang keluarga kesultanan, dokter, dan orang-orang pintar yang di bunuh.
K.b.4. O itu Sultan Hamid II. Karena beliua itu yang menciptakan lambang
Garuda Pancasila. Kalau saya mengikuti mungkin kerabat atau keluarga kraton itu kalau
tidak salah Sultan Hamid II sempat dianggap sebagai pengkhianat. Ini tentu kalau
ternyata beliau tidak seperti itu, bahkan sampai menciptakan lambang garuda yang kita
pakai hingga hari ini lalu tidak diakui, kan sakit itu. Dan itu sedang diperjuangkan. Kalau
nanti gelar kepahlawanan itu berhasil, saya kira menjadi kebanggaan kita orang Kalbar
dan Pontianak juga.
K.c.8. Dan sebenarnya eksistensi kesultanan di Pontianak pun tidak ada, sebab
kedekatannya juga dengan kolonial. Dan sejak berdirinya kesultanan Pontianak,
kesultanan Pontianak sudah bergabung dengan kolonial. Selain kesultanan juga tidak bisa
merepresentasikan budaya Melayu, Kesultanan Pontianak sendiri ketika tahun 1944-an
itu juga tidak ingin mengakui NKRI, sebab ia ingin mendirikan negara Kalimantan Barat
sendiri. Sedangkan kesultanan Yogyakarta hingga kini diakui sebab ia memiliki
kedekatan dengan para pejuang.
K.c.8. Ketika itu saya berpikir bahwa kerajaan tersebut sudah selesai, dimana
kerajaan Pontianak ini berbeda dengan Kesultanan Yogyakarta dan Solo yang eksis
ketika di zaman perjuangan. Oleh karena itu saya bilang kemereka ini “Raja tanpa
Mahkota”, dimana tiada punya tentara namun suka berkelahi.
K.c.8. Mereka hanya ingin menjadi Gubernur. Dalam kaitan ini, mereka sangat
solid.
K.c.8. Padahal ketika saya menjadi Walikota Pontianak bersama-sama Walikota
Tanjung Pinang saya menjadikan kota ini sebagai kota pantun. Jadi sebenarnya etnis
Melayu tidaklah kuat dan tidak solid.
K.d.8. Oleh karena hal inilah, kesultanan-kesultanan di Kalbar saat ini pada
dasarnya tidak lagi menjadi faktor pemersatu budaya. Buktinya kesultanan Pontianak
sendiri pun saat ini harta peninggalannya sudah habis. Saya ingin membantu, mereka
selalu ribut. Dan sekarang Sultan menganjurkan minta uang seperti gaji bulanan dari
pemerintah setempat. Jadi selalu mengkonotasikan kalau saya anti kesultanan, maka saya
anti melayu. Padahal saya merupakan Melayu asli.
K.d.8. Pada dasarnya peran kesultanan selama ini tidak ada. Di zaman dulu juga
tidak terlihat cara bagaimana kesultanan mengikat pola perjuangan dan sebagainya.
Sebab dahulunya saja ikut Belanda. Lalu zaman Jepang meraka menjadi korban. Di
zaman Jepang, Kesultanan menjadi korban saja.
K.d.8. Sebab bagaimana pun juga posisi suara Madura bisa ditawar. Dan Madura
sangat cair. Semisal istilah Cak saja diberikan kepada Cak Kolis. Maksudnya adalah
Cornelis. Lihat saja Madura di bawah ini, Madura kan ikut judi juga, menyabung ayam
juga. Dan konflik Sambas itu kan baru mereda dari tahun 1999 hingga 2001.
L.8. Ketika Gusdur menjadi presiden, mereka diberikan angin oleh Gusdur.
Diberikan uang untuk pergi, lalu justeru mereka malah mencar, lalu mulai tinggal
dipinggiran-pinggiran kota di Pontianak ini. Oleh karena itu, saat ini komunitas Madura
pun cukup besar di Pontianak.
L.8. Peraturan tersebut memang merupakan dampak dari kedekatan PKI dengan
Tionghoa. Nah semenjak diberlakukan peraturan tersebut, orang-orang Tionghoa
akhirnya tinggal memadati daerah perkotaan. Dan ketika itu, yang melakukan pengejaran
terhadap Tionghoa agar tidak masuk ke desa itu tentara dan Dayak agar Tionghoa tidak
menguasai perekonomian hingga ke desa-desa. Orang-orang Cina masuk ke Kalbar itu
kan sejak zaman perang Monterado yang merupakan tambang emas. Dan mereka
menganggap bahwa republik pertama di dunia itu adalah Monterado itu.
L.8. PKI itu kedekatannya dengan etnis Tionghoa. Sedangkan Dayak tidak jelas,
saya kurang tahu.
Keterangan :

1. Huruf kapital menandakan tema besar atas wawancara.


2. Huruf kecil menandakan sub-tema dari tema besar.
3. Nomor menandakan kode informan/narasumber.

NO TEMA SUB-TEMA MAKNA

1. A - Relasi Kesultanan
a Relasi Kesultanan dengan Pemerintah
b Relasi Kesultanan dengan Etnis Setempat
c Relasi Kesultanan dengan Penjajah
2. B - Hubungan Antar Etnis
a Akulturasi
3. C - Ketegangan/Konflik Antar Etnis
a Pemicu Konflik
b Penanggulangan Konflik
c Pencegahan Konflik
d Pasca Konflik
4 D - Etnisitas Sebagai Kodrat

5. E - Agama dan Etnis


a Fanatisme Agama
b Politisasi Agama
6. F - Politisasi Etnis

7. G - Kebebasan Etnis
a Keadilan Etnis
b Ketidakadilan Etnis
c Stigmatisasi
8. H - Politik dan Etnis
a Relasi elite dalam politik dan etnis
b Strategi politik kesultanan
H c Perebutan Kekuasaan
d Strategi Politik Etnis
e Dominasi Kekuasaan
f Egoisme Etnis
g Politik Adu Domba
9. I - Fasilitasi Kesultanan
a Tujuan Fasilitasi
10. J - Diskriminasi Kesultanan

11. K - Problematisasi Kesultanan


a Terdominasi oleh Penjajah
b Klaim Pahlawan Nasional
c Melemahnya Eksistensi Kesultanan
d Kehilangan Hegemoni Kultural
12. L - Relasi Entis dan Pemerintah

NO KODE NAMA INFORMAN


1. 4 Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Drs. Christiandy, S.E., M.M
2. 8 Mantan Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Buchari
Laporan singkat hasil koding :
Perbincangan mengenai ketegangan etnis atau konflik antar etnis selalu menarik
untuk dibahas. Dalam transkrip 4 dan 8, memiliki persamaan secara garis besar yaitu
kondisi Kalimantan Barat, dalam struktur masyarakatnya yang dipengaruhi oleh berbagai
aspek kebudayaan. Seperti, kesultanan, beragam etnis dan agama, serta kepentingan
politik dalam memobilisasi masyarakat. Mengingat masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat multikultur, maka ketegangan etnis seperti ini masih sering muncul
dikarenakan keberagaman itu sendiri. Ketegangan etnis telah terjadi sejak zaman
kerajaan, termasuk hingga zaman penjajahan, dan berlanjut kemerdekaan, hingga kini.
Dapat dikatakan bahwa ketegangan etnis merupakan salah satu bentuk warisan atas
berlakunya sistem.
Dewasa ini, ketegangan etnis masih sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Salah satunya di daerah Kalimantan Barat. Sentimen-sentimen antar etnis sering memicu
konflik di tengah masyarakat. Menarik disini bahwa, akar konflik ini telah dimanipulasi
oleh oknum pe-mobilisasi etnis terkait. Terdapat sebuah kepentingan besar dibalik
penciptaan konflik, yaitu kepentingan politik. Dalam mencapai tujuan politik berbasis
kekuasaan, akhirnya para oknum menjadikan etnis dan agama sebagai alat, dengan kata
lain telah terjadi politisasi agama dan politisasi etnis.
Kejadian semacam ini, sering ditemui di Indonesia sejak zaman penjajahan. Salah
satu contoh adalah diskriminasi etnis Tionghoa, merupakan satu dari sekian kasus serupa.
Ketidakadilan sering dijumpai oleh etnis Tionghoa dari berbagai aspek seperti
pendidikan, akses publik, dan politik. Hal ini berlanjut sampai pada masa orde baru,
dengan motif serupa yaitu politisasi etnis. Hingga akhirnya diberlakukan UU No.12
Tahun 2006, mulai diberikan kebebasan etnis oleh negara.
Maka dari itu, diperlukannya sikap kritis masyarakat agar tidak mudah
terprovokasi. Dalam kasus ini, utamanya berkaca dari daerah Kalimantan Barat, yang
merupakan zona rawan konflik, sangat dibutuhkan peran stakeholder, untuk
meminimalisir konflik. Peran pemerintah dan kesultanan, agar memobilisasi masyarakat
sangat penting untuk mencegah terjadinya konflik di daerah Kalimantan Barat,
mengingat terdapat berbagai etnis disana.

Anda mungkin juga menyukai