Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EDEMA PARU

Dosen Pengampu : Ferry Fadli Fratama, SST., M.Tr.Kep

Disusun oleh : Kelompok 2

Alvin Bahar Rozzak P07120220002


Arief Rahman P07120220005
Aufa Anastasya Nisrina P07120220006
Delvina Fauziah Wahyuni P07120220007
Devi Ayu Agustina P07120220008
Emelia Rahmawati P07120220010
Farah Annisa P07120220013
Gina Azkia P07120220015
Hanifa Amira Aziza P07120220016
Jumery Slamet P07120220019
Muhammad Redyansyah P07120220027
Nazmah P07120220029
Noor Salsabila P07120220031
Nur Akfini A.R P07120220032
Nur Azizah P07120220033
Nurhikmah P07120220034
Rahmat Rizki Ramdhani P07120220037
Wafa Kaila P07120220046

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah


SWT yang telah memberikan kami kemudahan dalam menyelesaikan makalah
tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, kami tidak akan mampu
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam
tercurahkan kepada Nabi agung Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan
kelak.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, sehingga Makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Edema Paru” dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis Respirasi dan
Kardiovaskuler yang diberikan oleh bapak Ferry Fadli Fratama, SST., M.Tr.Kep.
dan kami berharap makalah ini dapat menjadi referensi bagi pembaca.
Kami menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena
kesalahan dan kekurangan. Kami terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar
makalah ini dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah
ini, baik terkait penulisan maupun konten, kami memohon maaf.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Banjarbaru, 5 Agustus 2023

Kelompok 2

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Definisi Edema Paru.....................................................................................3

B. Etiologi dan Faktor Pencetus Edema Paru....................................................4

C. Patofisiologi..................................................................................................5

D. Patogenesis dan Pathway..............................................................................7

E. Manifestasi Klinis.......................................................................................12

F. Penatalaksanaan..........................................................................................12

G. Prognosis.....................................................................................................18

H. Konsep Asuhan Keperawatan Edema Paru.................................................19

BAB III PENUTUP...............................................................................................32

A. Kesimpulan.................................................................................................32

B. Saran...........................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Edema merupakan akumulasi cairan di dalam tubuh. Kata edema atau
pembengkakan tubuh dapat disebut sebagai limfadema, hal ini dikarenakan
peningkatan cairan interstitial biasanya disebabkan oleh blockade limfonodi.
Sedangkan edema paru akut merupakan suatu kondisi ketika terjadi akumulasi
cairan di paru paru (ruang insterstitial dan alveoli). Cairan ini memenuhi
alveolus di dalam paru-paru yang menyebabkan seseorang sulit untuk
bernafas. Penyebab tersering edema paru disebabkan oleh permasalahan
jantung. Namun, akumulasi cairan di dalam paru dapat disebabkan oleh
beberapa alasan diantaranya adalah pneumonia, racun, maupun obat-obatan.
Selain itu dapat pula disebabkan oleh penyebab lain diantaranya emboli paru,
stenosis arteri renal, ketidakpatuhan terhadap pengobatan penyakit
sebelumnya serta efek samping dari obat juga dapat memicu edema paru, fitur
penting dari edema ini adalah keseimbangan aliran cairan dan protein ke
dalam paru utuh secara fungsional. Peningkatan tekanan edema sering disebut
kardiogenik, tekanan tinggi, hidrostatik, atau edema paru sekunder sehingga
terjadinya ketidakseimbangan edema paru dalam cairan dan zat yang terlarut
dalam paru-paru. Penatalaksanaan pada pasien dengan edema paru dapat di
cari terlebih dahulu penyakit yang mendasari terjadinya edema. Karena
merupakan faktor yang sangat penting dalam pengobatan, sehingga perlu
diketahui dengan segera penyebabnya.
Edema paru yang terjadi secara akut merupakan kondisi kegawatan
medis yang harus segera ditangani, walaupun edema paru dapat dikatakan
sebagai kondisi yang fatal, maka penanganan yang tepat untuk edema paru
dan kondisi yang mendasarinya dapat memberikan tingkat perbaikan yang
tinggi. Terapi untuk edema paru bervariasi, tergantung dari penyebab yang
mendasarinya. Namun secara umum terapi ini termasuk suplementasi oksigen
dan pengobatan medikametosa, dalam menangani edema paru akut dapat
dilakukan manajement awal berupa ABC (Airway, Breathing, circulation),

3
pemberian oksigen dapat diberikan kepada pasien untuk menjaga saturasi
oksigen di atas 90% agar tetap mempertahankan pernapasan dan
penatalaksanaan lainnya seperti terapi suportif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi edema paru ?
2. Apa etiologi dan faktor edema paru ?
3. Bagaimana patofisiologi edema paru ?
4. Bagaimana patogenesis edema paru ?
5. Apa saja manifestasi klinis edema paru ?
6. Bagaimana penatalaksanaan edema paru ?
7. Apa prognosis yang ditimbulkan dari edema paru ?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan edema paru ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi edema paru
2. Untuk mengetahui etiologi dan faktor edema paru
3. Untuk mengetahui patofisiologi edema paru
4. Untuk mengetahui patogenesis edema paru
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis edema paru
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan edema paru
7. Untuk mengetahui prognosis yang ditimbulkan dari edema paru
8. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan edema paru

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Edema Paru


Edema merupakan akumulasi cairan di dalam tubuh. Kata edema atau
pembengkakan tubuh lebih tepat jika disebut sebagai limfadema, hal ini
dikarenakan peningkatan cairan interstitial biasanya disebabkan oleh blockade
limfonodi. Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh akumulasi
cairan di paru-paru (ruang interstitial dan alveolus). Cairan ini memenuhi
alveolus di dalam paru-paru yang menyebabkan seseorang sulit untuk
bernafas.
Edema paru dapat didefinisikan secara luas sebagai akumulasi cairan yang
berlebihan di dalam sel, ruang antar sel, dan rongga alveoli pada paru.
Penyebabnya beragam, tetapi memiliki hasil akhir yang sama, yaitu jumlah air
yang berlebihan di dalam paru. Edema paru secara klasik dikategorikan
berdasarkan patofisiologinya, yaitu edema paru hidrostatik dan edema paru
permeabilitas. Pada keadaan normal, cairan pada kapiler paru berada dalam
keadaan seimbang dengan cairan yang berada di ruang interstisial. Sejumlah
kecil plasma kapiler (air dan sedikit zat terlarut) terus-menerus memasuki
ruang interstisial, yang kemudian dialirkan melalui saluran limfe menuju
sirkulasi vena sistemik. Faktor yang menentukan keseimbangan cairan di
kapiler dan ruang interstisial adalah tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik.
Edema paru akut merupakan suatu keadaan darurat medis dimana
terjadi akumulasi cairan di interstisial dan alveolus paru yang terjadi secara
mendadak (Amadita et al., 2021). Sedangkan dalam buku (Mutaqin Arif,
2016) menjelaskan bahwa edema paru akut yaitu terjadinya penumpukan
abnormal cairan di dalam paru-paru baik dalam spasium interstisial maupun di
dalam alveolus yang awalnya diakibatkan dari perubahan fisiologis tekanan
dalam paru-paru dan jantung.

5
B. Etiologi dan Faktor Pencetus Edema Paru
Etiologi edema paru akut adalah adanya sumber akumulasi cairan pada
parenkim paru. Secara garis besar, etiologi edema paru akut dapat
digolongkan ke dalam dua kelompok, yakni kardiogenik dan nonkardiogenik.
1. Etiologi Kardiogenik
Edema paru akut yang disebabkan penyakit kardiogenik terjadi karena
adanya kenaikan tekanan hidrostatik mendadak dalam waktu singkat pada
kapiler parenkim paru. Hal ini biasa terjadi pada disfungsi ventrikel kiri
dan disfungsi diastolik yang juga dapat dipengaruhi oleh penyakit
hipertensi kronik, infark miokard, atau miokarditis. Penyebab lain adalah
gangguan fungsi katup seperti regurgitasi atau stenosis pada katup aorta
atau mitral; serta adanya disritmia seperti atrial fibrilasi dengan rapid
ventricular response, ventricular tachycardia, dan blok jantung derajat
tinggi.
2. Etiologi Nonkardiogenik
Edema paru akut yang disebabkan penyakit nonkardiogenik biasanya
diperantarai adanya proses pneumonia, pneumonitis, sepsis, pankreatitis
akut, berada pada dataran tinggi yang memiliki kadar oksigen rendah, atau
trauma perlukaan langsung pada paru.
Acute respiratory distress syndrome merupakan penyebab utama dari
etiologi nonkardiogenik edema paru akut. Penyebab nonkardiogenik lain
yang lebih jarang termasuk:
a. High altitude pulmonary edema
b. Edema paru neurogenic
c. Edema paru reperfusi
d. Re-expansion pulmonary edema
e. Overdosis opioid
f. Toksisitas salisilaty
g. Infeksi virus, termasuk COVID-19
h. Cedera paru akut terkait transfusi.

6
Faktor Pencetus
1. Faktor pencetus edema paru akut yang disebabkan proses kardiogenik
adalah seluruh kondisi yang dapat memungkinkan kegagalan fungsi
ventrikel kiri jantung, seperti hipertensi, penyakit arteri koroner, penyakit
katup jantung, disritmia jantung, kardiomiopati, atau penyakit yang
menyebabkan terjadinya pirau jantung kanan ke kiri (right to left shunt).
2. Sementara itu, faktor pencetus edema paru akut yang disebabkan proses
nonkardiogenik antara lain berada pada dataran tinggi, menyelam, terapi
cairan (volume overload), mengalami penyakit infeksi paru atau ekstra
paru, dan obesitas. Faktor risiko lain mencakup diabetes mellitus,
preeklampsia, malnutrisi, penyakit hepar kronik, gagal ginjal, trauma
toraks. Trauma kepala juga dapat menimbulkan edema paru neurogenik.

C. Patofisiologi
Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding
mikrovaskuler lebih banyak dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini
akan berakibat serius pada fungsi paru oleh karena tidak mungkin terjadi
pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan. Dalam keadaan normal di
dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang kontinyu dari cairan dan protein
dalam pembuluh darah ke aringan interstisial dan kembali ke sistem aliran
darah melalui saluran limfe.
Kapiler pembuluh darah paru dan gas di dalam alveolus dipisahkan
oleh membrane kapiler-alveolar. Membran ini terbagi menjadi tiga lapisan,
lapisan pertama adalah endotel kapiler; lapisan kedua adalah ruang interstitial
yang terdiri dari jaringan ikat, fibroblast, dan makrofag; dan lapisan terakhir
adalah epitel alveolus. Pertukaran cairan normalnya terjadi diantara vascular
bed dan ruang interstitium. Edema paru terjadi saat aliran cairan dari askuler
ke dalam ruang interstitial meningkat.
Hukum starling menentukan keseimbangan cairan diantara alveolus
dan vascular bed. Aliran cairan yang melintas antar membrane ditentukan oleh
persamaan :

7
Q = K (Pcap – Pis) – I (Pcap – Pis)
dimana Q adalah filtrasi cairan; K adalah koefisien filtrasi; Pcap adalah
tekanan hidrostatik kapiler, yang cenderung untuk mendorong cairan keluar;
Pis adalah tekanan hidrostatik cairan interstitial, yang cenderung untuk
mendorog cairan ke kapiler; dan I adalah koefisien refleksi, yang
menunjukkan efektivitas dinding kapiler dalam mencegah filtrasi protein;
Pcap kedua adalah tekanan osmotic koloid plasma, yang cenderung menarik
cairan ke kapiler; dan Pis kedua adalah tekanan osmotic koloid dalam cairan
interstitial, yang menarik cairan keluar dari kepiler.
Filtrasi cairan dapat meningkat dengan perubahan parameter dari
hukum Starling tersebut. Edema paru kardiogenik secara predominan terjadi
karena gangguan aliran pada atrium kiri atau karena disfungsi ventrikel kiri.
Pada edem paru yang terjadi karena peningkatan tekanan kapiler paru, maka
tekanan kapiler parunya harus lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan
koloid osmotic plasma. Tekanan kapiler paru normalnya 8 – 12 mmHg, dan
tekanan osmotic koloidnya adalah 28 mmHg.
Sistem limfa memainkan pernana penting dalam menjaga agar cairan
di paru selalu seimbang dengan cara membuang cairan, koloid, atau liquid dari
ruang interstitial dengan kecepatan 10 – 20 mL/jam. Pada peningkatan
tekanan kapiler arteri paru melebihi 18 mmHg, hal ini dapat meningkatkan
filtrasi dari cairan ke dalam ruang interstitium, namun kecepatan pembuangan
sistem limfa tidak ikut meningkat. Hal ini berbeda dengan peningkatan
tekanan atrium kiri yang kronis, dengan kecepatan pembuangan sistem limfe
bisa sampai 200 mL/jam, yang dapat memproteksi paru dari edema paru.
Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstisial tetap kering adalah :
1. Tekanan onkotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler paru.
2. Jaringan konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel terhadap
protein plasma.
3. Adanya sistem limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan cairan dari
jaringan interstisial.
Pada individu normal tekanan kapiler pulmonal (“wedge” pressure)
adalah sekitar 7 dan 12 mm Hg. Karena tekanan onkotik plasma berkisar

8
antara 25 mm Hg, maka tekanan ini akan mendorong cairan kembali ke dalam
kapiler. Tekanan hidrostatik bekerja melewati jaringan konektif dan barier
seluler, yang dalam keadaan normal bersifat relatif tidak permeabel terhadap
protein plasma. Paru mempunyai sistem limfatik yang secara ekstensif dapat
meningkatkan aliran 5 atau 6 kali bila terjadi kelebihan air di dalam jaringan
interstisial paru. Edema paru akan terjadi bila mekanisme normal untuk
menjaga paru tetap kering terganggu seperti tersebut di bawah ini (Flick,
2000; Alpert 2002) : permeabilitas membran yang berubah.
- Tekanan hidrostatik mikrovaskuler yang meningkat.
- Tekanan peri mikrovaskuler yang menurun.
- Tekanan osmotik / onkotik mikrovaskuler yang menurun.
- Tekanan osmotik / onkotik peri mikrovaskuler yang meningkat.
- Gangguan saluran limfe.
Proses terjadinya edema paru melalui 3 tahap, yaitu :
1. Stadium 1 : pada keadaan ini terjadi peningkatan jumlah cairan dan koloid
di ruang interstitial yang berasal dari kapiler paru. Celah pada endotel
kapiler paru mulai melebar akibat peningkatan tekanan hidrostatik atau
efek zat- zat toksik. Meskipun filtrasi sudah meningkat, namun belum
tampak peningkatan cairan di ruang interstitial.
2. Stadium 2 : kapasitas limfatik untuk mengalirkan kelebihan cairan sudah
melampaui batas sehingga cairan mulai terkumpul di ruang interstisial dan
mengelilingi bronkioli dan vaskuler paru. Bila cairan terus bertambah akan
menyebabkan membran alveoli menyempit.
3. Stadium 3a : pada stadium ini peningkatan filtrasi cairan dan tekanan di
ruang interstitial dan peribronchovaskular sheat semakin tinggi, sehingga
tight junction diantara sel epitel.

D. Patogenesis dan Pathway


Edema paru terjadi bila kecepatan aliran cairan dari vaskuler ke
interstisial melebihi kecepatan pembersihan dengan reabsorbsi yang dilakukan
sistem limfatik. Edema interstisial terjadi lebih dahulu, kemudian cairan
masuk melalui membran epitel menyebabkan terjadinya edema alveoli.

9
Hal ini dapat disebabkan bila cairan mencapai membran epitel alveolar
atau cairan memasuki interstisial peribronkial dan kemudian melalui epitel
bronkiolus terminal yang lebih permeabel dan kembali ke alveoli. Beberapa
mekanisme yang menyebabkan edema paru antara lain :
1. Peningkatan tekanan hidrostatik mikrovaskuler paru
Hal ini merupakan penyebab paling umum edema paru pada anak
yaitu adanya perbedaan antara tekanan mikrovaskuler dan tekanan
interstisial. Kenaikan tekanan mikrovaskuler paru dapat disebabkan
karena pemberian cairan intravena yang berlebihan (meskipun pemberian
ini juga mempengaruhi tekanan osmotik), dan defek-defek kardiak,
termasuk diantaranya shunt (pirai) kiri ke kanan, obstruksi vena paru dan
atrium kiri, serta disfungsi ventrikel kiri.
2. Penurunan tekanan osmotik koloid
Jika anak tidak mempunyai kelainan yang lain, hipoproteinemia
sendiri tidak akan menyebabkan edema paru. Efusi pleura besar mungkin
berkembang pada penyakit seperti sindrom nefrotik, namun belum ada
bukti terjadinya edema paru yang dinilai dari pertukaran gas dan foto dada.
Namun pada pasien dimana tekanan pembuluh darah meningkat
permeabilitas membran kapiler alveolar meningkat, maka edema paru
akan lebih cepat terjadi dan menjadi lebih parah saat protein plasma
rendah. Kondisi ini dijumpai pada anak dengan gizi buruk, luka bakar
yang luas, protein-losing enteropathies, dan nefrosis.
3. Penurunan tekanan hidrostatik interstitial
Nilai tekanan interstisial telah diperkirakan 5-10 mmHg.
Penurunan tekanan hidrostatik interstisial biasanya terjadi karena tiga
keadaan, yaitu penurunan tekanan intratorakal, peningkatan tekanan
hidrostatik intravaskuler, dan peningkatan tekanan negatif pleura.
Sebagai contoh dapat dilihat pada upaya pernafasan yang
berhubungan dengan obstruksi jalan nafas. Tekanan negatif pleura yang
terbentuk ditransmisikan ke ruang interstisial dengan berbagai cara,
memperluas gradient tekanan melalui membran vaskuler dan mendorong
pembentukan cairan interstisial.

10
4. Peningkatan permeabilitas kapiler paru
Peningkatan permeabilitas kapiler biasanya sekunder disebabkan
kerusakan endotelium. Karena peningkatan aliran darah paru, maka paru
akan lebih rentan terhadap sirkulasi toksin. Dapat terjadi melalui dua
mekanisme, yaitu penambahan jumlah total poros dan pelebaran diameter
poros. Keadaan ini dapat disebabkan oleh lepasnya mediator inflamasi,
inhalasi zat toksik, terbakar, dan lain-lain. Bila merujuk persamaan
Starling, hal ini merupakan jumlah peningkatan koefisien filtrasi (Kf) dan
penurunan koefisien refleksi. Hal tersebut akan menyebabkan cairan
edema yang relatif kaya protein.
5. Aliran pembuluh limfatik
Edema paru yang disebabkan oleh insufisiensi limfatik adalah satu-
satunya edema paru yang sejauh ini tidak dideskripsikan dalam persamaan
Starling. Aliran limfatik diperkirakan sebesar 10-20 ml/jam pada orang
dewasa dengan kemampuan untuk mengatasi peningkatan sebesar 10 ml
tanpa perubahan signifikan dalam akumulasi cairan interstisial. Kontribusi
relatif dari faktor-faktor di dalam sistem limfatik, seperti valvula limfatik
dan otot polos, yaitu bekerja sebagai pompa untuk mengatasi peningkatan
tekanan vena sistemik, masih diperdebatkan.
6. Peningkatan luas permukaan vaskuler paru
Bayi dan anak anak yang lebih kecil memiliki area permukaan
vaskuler yang berisi darah yang lebih luas dibandingkan orang dewasa.
Namun paru dari sekompok umur dapat mengalami rekrutmen dan distensi
yang signifikan. Beberapa laporan menunjukkan masing-masing region
paru memilik permeabilitas yang berbeda untuk zat terlarut. Seluruh
penelitian menunjukkan bahwa pergerakan cairan paru akan meningkat
untuk meningkatkan luas permukaan vaskuler paru. Dalam keadaan
normal limfatik paru dapat mengakomodasi cairan paru dan pergerakan zat
terlarut hingga tiga sampai dengan empat kali lipat. Namun ketika
permeabilitas vaskuler paru meningkat, maka sejumlah cairan yang sama
akan menyebabkan peningkatan pergerakan cairan dalam pembuluh darah.

11
Pathway

Sumber : https://fr.scribd.com/dpcument/94402472/Pathway2-Edema -Paru

12
13
E. Manifestasi Klinis
ALO dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium),
a. Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen
akan mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan
kapasitas difusi co. Keluhan pada stadium ini biasanya hanya berupa sesak
napas saat melakukan aktivitas.
b. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh
darah paru paru menjadi menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa
interlobularis menebal. Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor
interstisial akan lebih mempersempit saluran napas kecil, terutama di
daerah basal karena pengaruh gravitasi. gravitasi. Mungkin pula terjadi
reflek bronkokonstriksi yang dapat menyebabkan sesak napas ataupun
napas menjadi berat dan tersengal.
c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas
mengalami gangguan secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia.
Penderita tampak mengalami sesak napas yang berat disertai batuk berbuih
kemerahan (pink froty). Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun
dengan nyata.

F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan edema paru mencakup perbaikan oksigenasi,
mempertahankan tekanan darah yang optimal ke organ-organ penting, serta
menurunkan jumlah cairan ekstraselular. Manajemen awal pasien dengan
edema paru kardiogenik harus meliputi ABC (airay, breathing, circulation).
Oksigen sebaiknya diberikan kepada semua pasien untuk menjaga saturasi
oksigen di atas 90%. Adanya penyakit yang mendasari, baik itu aritmia atau
infark miokard, harus diobati adekuat.

14
1. Penatalaksanaan Medis
Pada tempat terjadinya peningkatan tekanan, terapi dilakukan
dengan tujuan untuk mengurangi tekanan hidrostastik yang menyebabkan
edema paru. Tujuan terapi yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas adalah untuk menghilangkan faktor penyebab perlukan paru,
perbaikan keadaan umum dan member kesempatan pada paru untuk
membaik, serta mengurangi tekanan yang menyebabkan pergeseran cairan
melalui barrier yang terluka.
a. Penatalaksanaan Edema Paru Non Kardiogenik (ARDS)
1) Suport
Mencari dan menterapi penyebabnya, yang harus dilakukan adalah:
Suport Kardiovaskular, Terapi Cairan, Renal Suport, Pengelolaan
Sepsis
2) Ventilasi
Menggunakan Ventilasi protective lung atau protocol ventilasi
ARDS.
b. Penatalaksanaan Edema Paru Kardiogenik
Sasarannya adalah :
- Mencapai oksigenisasi adekuat
- Memelihara stabilitas hemodinamik
- Mengurangi stress miokard dengan menurunkan preload dan
afterload
Penatalaksaan :
1) Posisi setengah duduk
2) Oksigen terapi
Terapi oksigen tambahan tidak diberikan secara rutin karena dapat
memicu vasokonstriksi dan menurunkan curah jantung. Terapi
oksigen tambahan dapat mulai diberikan ketika saturasi oksigen <
92%. Pasien yang memerlukan terapi oksigen tambahan harus
dimulai dari nasal kanul atau face mask. Bila oksigenasi tidak
adekuat, dapat diganti dengan masker oksigen non-rebreathing,
ventilasi noninvasif, atau dipertimbangkan dilakukan intubasi dan

15
ventilasi mekanik. Untuk pasien yang tidak memiliki penyakit paru
kronik, target saturasi oksigen saat pemberian terapi oksigen
adalah 92-96%. Sementara itu, pada pasien yang memiliki penyakit
paru kronik, target saturasi sebesar 88-92%.
3) Diuretik
Obat golongan diuretik digunakan ketika ada bukti kongesti cairan
pada pasien. Diuretik loop adalah diuretik yang paling sering
menjadi pilihan. Diuretik loop dapat membantu menurunkan
preload dan harus digunakan secara hati-hati pada pasien yang
mungkin memiliki kondisi dehidrasi ringan. Bila tidak ada
gangguan fungsi ginjal, terapi diuretik loop dapat mulai diberikan
dengan memilih salah satu dari:
a. Furosemide 20-40 mg IV

Torsemide 10-20 mg IV

16
Bumetanide 1 mg IV

4) Inotropik
Beberapa penelitian terkini menyebutkan bahwa pada kasus edema
paru akut yang disertai disfungsi ventrikel kiri, hipotensi, dan bukti
adanya hipoperfusi organ penggunaan inotropik dapat diberikan.
Obat inotropik yang digunakan pada lini pertama biasanya
dobutamin dan diberikan secara drip intravena. Dobutamin
memiliki efek inotropik positif dan vasodilator perifer sehingga
penggunaannya harus dilakukan secara hati-hati karena berisiko
memperburuk hipotensi. Dalam hal ini, penggunaan dobutamin
dapat diberikan bersamaan dengan vasopressor
5) Nitroglycerine
Dosis inisial 5-10 mcg/menit yang dapat dititrasi sampai dosis
maksimal 400 mcg/menit. Bila terapi drip tidak memungkinkan,
dapat diberikan dosis 3 mcg secara bolus diulang setiap 5 menit.
Dosis yang lebih besar dari 400 mcg/menit dapat meningkatkan
risiko keracunan sianida, sehingga harus dilakukan pemantauan
secara ketat

6) Morphin
Morfin terutama digunakan pada edema paru akut yang disebabkan
infark miokard yang keluhan nyeri dadanya tidak membaik dengan
pemberian nitrat. Morfin dapat digunakan sebagai analgesik,
ansiolitik, dan sekaligus penurun resistensi vaskuler pada vena.

17
Efek dilatasi pada vena inilah yang diperkirakan dapat ikut
memperbaiki keluhan dyspnea pada pasien edema paru akut karena
ikut menurunkan preload. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia merekomendasikan pemberian morfin
intravena pada pasien edema paru akut dengan dosis sebesar 4-8
mg bila didapatkan distress berat pada pasien. Pemberian morfin
tersebut dapat disertai dengan metoclopramide 10 mg sambil
diobservasi adanya gejala gagal napas. Pemberian morfin tanpa
atau dengan disertai metoclopramide dapat diulang bila perlu setiap
3-4 jam
2. Penatalaksanaan Keperawatan Gawat Darurat
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan edema paru akut
antara lain :
a. Penilaian awal (primary survey), adalah penilaian untuk menentukan
prioritas penderita dan adanya kondisi yang mengancam nyawa.
Pemeriksaan ini dilakukan dalam waktu kurang dari 2 menit. Urutan
pemeriksaan dalam primary survey adalah :
1) Periksa keadaan umum penderita
2) Evaluasi tingkat kesadaran a&al sambil menstabilkan tulang leher.
Untuk melihat tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan
skala AVPU :
A : Alert (sadar dan berorientasi baik)
V : Merespon rangsangan verbal (sadar tapi binggung atau
tidak sadar tapi merespon rangsangan verbal dengan cara
tertentu)
P : Merespon ransangan nyeri/Pain (tidak sadar tapi
merangsang nyeri dengan cara tertentu)
U : Tidak merespon/Unresponsive (tidak ada reflek muntah
atau batuk)
3) Nilai jalan nafas pasien (Airway) ada tidaknya obstruksi jalan
nafas seperti apneu, mendengkur, bunyi kumur dan stridor

18
4) Nilai pernafasan (Breathing), lihat ada tidaknya pergerakan dinding
dada, dengarkan bunyi nafas dan rasakan hembusan nafas
5) Nilai sirkulasi, pemeriksaan terhadap nadi, perdarahan dan tanda-
tanda penurunan perfusi
b. Rapid trauma survey
Merupakan pemeriksaan singkat untuk menemukan semua ancaman
nyawa. Penilaian yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan tanda vital
2) Riwayat dan kejadian trauma dengan metode SAMPLE
S : Gejala (symptom)
A : Alergi (Allergies)
M : Pengobatan/terapi (Medication)
P : Riwayat penyakit dahulu (Last medical history)
L : Makan dan minum terakhir (Last oral intake)
E : Kejadian sebelum insiden (Event)
3) Melakukan pemeriksaan lengkap mulai kepala, leher, dada, perut,
panggul dan ektrimitas
a) Nilai dengan cepat bagian kepala dan leher, perhatikan bila
mana vena leher datar, distensi atau deviasi trakea, racoon eyes
dan battles sign
b) Lihat, raba dan dengar dada. Melihat pergerakan dinding dada,
meraba adanya rasa nyeri (tenderness), instabilitas (instability),
dan krepitasi (crepitation) kemudian dengarkan suara nafas
pada kedua lapang paru
c) Perhatikan suara jantung ada kelainan atau tidak
d) Periksa bagian perut (distensi, memar atau luka tembus) dan
palpasi adanya kekakuan dan rasa nyeri
e) Pemeriksaan panggul untuk mengetahui ada perubahan bentuk
atau luka tembus
f) Pemeriksaan ekstrimitas yaitu :
- Memeriksa DCAP-BTLS adanya perubahan bentuk
(deformitas), memar (contosio), lecet (abration), luka

19
tembus (penetration), luka bakar (burn), rasa nyeri
(tenderness), laserasi, atau pembengkakan (swelling). Jika
ada krepitasi atau gesekan fragmen tulang merupakan tanda
pasti adanya fraktur. Bila ada tanda ini segara imobilisasi
untuk mencegah cedera jaringan lunak yang lebih parah
- Memeriksa persendian apakah ada nyeri atau gangguan
pergerakan sendi
- Periksa dan catat nadi, motorik, dan sensorik daerah distal.
4) Balut dan bidai, bila ditemukan trauma
5) Monitor terus menerus
Pendekatan ABCD dan imobilisasi tulang leher jika diindikasikan :
a) Airway management
- Bicara pada pasien. Pasien yang menjawab tanda bahwa
jalan nafasnya bebas, jika tidak sadar mungkin memerlukan
jalan nafas buatan
- Bebaskan jalan nafas pasien dengan Chin lift/jaw thrust
- Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau non
rebreathing)
- Melakukan suction jika tersedia
- Siapkan untuk intubasi trakea sesuai indikasi. Intubasi
endotrakeal (ET) mungkin diperlukan jika jalan napas tidak
dapat diperbaiki dengan langkah-langkah di atas atau jika
pasien tidak mendapatkan ventilasi yang cukup
- Kritotirotomi mungkin diperlukan jika intubasi tidak
berhasil, jika ada kemungkinan kuat cedera vertebrae
cervicales, atau pada kasus trauma wajah massif
b) Breathing
- Menilai pernafasan cukup
- Jika pernafasan tidak ada lakukan pernafasan buatan
- Periksa dada untuk bukti sucking chest wound,
pneumothorax, fail chest, dan sebagainya

20
- Dekomresi rongga pleura, dan tutup jika ada luka robek
dinding dada
- Berikan oksigen jika ada
c) Circulation
- Memasang infuse dengan menggunakan jarum besar (14-
16G) untuk resusitasi cairan. Dalam keadaan khusus
mungkin perlu vena sectie
- Cairan infus (NaCL 0,9%) harus dihangatkan sesuai suhu
tubuh karena hipotermia dapat menyababkan gangguan
pembekuan darah
- Hindari cairan yang mengandung glucose
- Ambil sampel darah secukupnya untuk pemeriksaan dan uji
silang golongan darah
d) Disability
- Menilai kesadaran klien dengan cepat
- Perawatan lanjutan dan pemantauan
- Konsultasikan segera untuk intervensi operatif
- Segera transfer ke pusat spesialis trauma yang sesuai
- Jangan membuang-buang waktu (golden hour).
Bertindaklah cermat dan cepat, utamakan nya&a dari pada
anggota gerak.

G. Prognosis
Prognosis untuk edema paru akut tergantung pada penyebab yang
mendasarinya. Meski demikian, mortalitas secara umum adalah tinggi terlepas
dari penyebabnya. Mortalitas untuk edema paru akut kardiogenik adalah
sekitar 15-20%, sedangkan untuk acute respiratory distress syndrome (ARDS)
yang merupakan penyebab paling sering dari edema paru akut nonkardiogenik
adalah sekitar 40%.
Pada kasus nonkardiogenik, mortalitas umumnya disebabkan oleh
tingkat keparahan penyakit. Pada fase dini, pasien bisa mengalami kegagalan
organ multipel yang berujung pada kematian. Pada tahap lanjut, dapat terjadi

21
komplikasi berupa pneumonia nosokomial dan sepsis. Meski pada pasien yang
selamat umumnya tidak ada keterbatasan fungsi paru, gejala sisa seperti
gangguan kognitif dan psikologi dapat terjadi.
Tinjauan literatur yang dilakukan Assaad dkk pada 2018 mendapati
bahwa sebanyak 15% pasien edema paru akut akan memerlukan ventilasi
mekanik. Sementara itu, pada suatu penelitian retrospektif, didapati bahwa
usia lanjut, diabetes mellitus, infark miokard, penyakit arteri perifer, penyakit
ginjal kronik, hipotensi, atrial fibrilasi, anemia, hipoalbuminemia, dan riwayat
edema paru akut berulang merupakan faktor yang dapat memperburuk
prognosis pasien.

H. Konsep Asuhan Keperawatan Edema Paru


1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenal masalah- masalah kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.
a. Pengkajian
1) Pengkajian Primary Survey
a) Airway
Kaji jalan nafas, apakah paten atau terjadi obstruksi. Kaji
adanya retraksi clavikula dan adanya pernafasan cuping
hidung, observasi adanya sputum, apakah kental dan banyak.
b) Breathing
Kaji pergerakan dada apakah simetris atau asimetris, adanya
penggunaan otot bantu napas, auskultasi suara napas, nafas
cepat dan dalam (Kussmaul), dispnoe nokturnal paroksismal
(DNP), takhipnoe (peningkatan frekuensi), adanya suara napas
tambahan, batuk dengan/tanpa sputum, keluhan sesak napas,
irama pernapasan, dan pemakaian alat bantu napas.
c) Circulation

22
TD meningkat, akral dingin, CRT > 3, palpitasi, nyeri dada
atau angina, dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema,
penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah.
d) Disability
Isikan tingkat kesadaran pasien secara cepat dengan pengkajian
AVPU
Allert : Bila pasien dalam keadaan sadar penuh, orientasi
Verbal : Bila pasien dalam penurunan kesadaran namun hanya
dapat mengeluarkan suara secara verbal
Pain : bila pasien hanya berespon terhadap rangsangan nyeri
yang diberikan
Unrespon : bila pasien tidak memberikan respon apapun
terhadap rangsangan yang telah diberikan pemeriksa baik
dengan suara keras sampai pada rangsang nyeri(Haryanto A
2013).
b. Pengkajian Secondary Survey
1) Status kesehatan saat ini/ alasan masukKlien biasanya dibawa
ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk
disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah
menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma.
Berbagai etiologiyang mendasar dengan masing- masik tanda
klinik mungkin menyertai klien.
2) Riwayat Kesehatan DahuluPredileksi penyakit sistemik atau
berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru,
jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal
mungkin ditemui pada klien
3) Riwayat Kesehatan KeluargaPenyakit jantung bawaan bisa
dialami penderita karna keturunan dari anggota keluarganya
yang mengalami penyakit jantung. Penyakit hipertensi/
hipotensi juga bisa dialami seseorang karna ada anggota
keluarga yang mengalami riwayat penyakit yang sama yang

23
bisa merupakan pemicu terjadinya komplikasi penyakit jantung
dan stroke(Haryanto A 2013).
c. Pola Aktivitas dan Latihan
1) Kegiatan dalam pekerjaan : kegiatan yang biasa dilakukan klien
dalammelakukan kegiatan sehari-hari di dalam pekerjaannya
2) Jenis olahraga : Jenis olahraga yang biasa dilakukan oleh
kliendalamkehidupan sehari-hariFrekuensi : berapa kali dan
lamanyaa waktu klien melakukan olahraga
3) Kegiatan di waktu luang : kegiatan yang dilakukan klien pada
saat waktu luang
4) Kesulitan / keluhan : kelusitan/ keluhan yang dirasakan klien
dalam melakukan aktifitasnya(Arif muttaqin 2012)
d. Data Lingkungan
1) Kebersihan: keadaan lingkuhan disekitar rumah klien yangbisa
mempengaruhi dalam kesehatan klien
2) Bahaya : bahaya yang ada di sekitar lingkungan rumahnya
yang dapat mempengaruhi kondisi klien
3) Polusi : keadaan udara disekitar rumah klien
e. Data Psikososial
f. Alat bantu yang digunakan
1) Apakah klien menggunkan alat bantu seperti: kacamata, alat
pendengar, tongkat, kursi roda dalam beraktifitas
2) Kesulitan yang dialami : Kesulitan yang dialami oleh klien
dalam dalam melakukan sesuatu
g. Persepsi Diri
1) Hal yang dipirkan saat ini : Sesuatu yang dipikirkan klien saat
berada di ruangan rawat yang membuat perasaan klien tidak
tenang
2) Harapan setelah menjalani perawatan : Harapan positif yang
diinginkan klien selama menjalan perawata di rumah sakit
3) Perubahan yang dirasa setelah sakit : Jenis perubahan yang
dialami tubuh klien setelah sakit dan dirawat di rumah sakit

24
4) Suasana hati : Bagaimana suasana hati klien selama menjalani
rawatan di rumah sakit
h. Hubungan / Komunikasi
1) BicaraBahasa utama : bahasa yang digunakan dalam
berkomunikasi dengan orang lain yang baru dikenal
2) Bahasa daerah : bahasa yang digunakan dalam kehidupannya
sehari-hari
3) Kehidupan keluarga : Adat istiadat yang dianut
4) Keputusan dalam keluarga: Hasil keputusan diambil oleh siapa
dan cara menyelesaikan suatu masalah
i. Pertahanan koping
1) Yang disukai dalam diri : Menggali aspek positif pada diri
klien
2) Yang ingin dirubah dari kehidupan: Suatu usaha yang
dilakukan klien dalam menjaga kesehatannya selama dirumah
3) Yang dilakukan saat stress
j. Sistem nilai kepercayaan
1) Siapa / apa sumber kekuatan: Berdasarkan agama yang
dianutnyaApakah tuhan / kepercayaan penting
2) Kegiatan agama yang diikuti: Jenis kegiatan agama yang
diikuti ketika dirumah
3) Kegiatan di RS: Kegiatan yang dilakukan klien selama dirawat
di rumah sakit (ismail nurudin dan srihartati 2019).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Head to to
1) Bentuk kepala simetris, penyebaran rambut merata, rambut
bersih, tidak ada lesi, rambut beruban,tidak ada nyeri tekan,
tidak ada massa dan pembengkakan.
2) Bentuk mata simetris, scleraikterik -/-, konjungtiva anemis +/+,
reflek cahaya +/+, pupil isokor, tidak ada nyeri tekan.
3) Bentuk wajah simetris dan tampak pucat.

25
4) Hidung, Septum nasi simetris, sekret -/-, sumbatan -/-, PCH (-),
terpasang O2 via nasal canule 4 lpm tidak ada nyeri tekan.
5) Telinga, Telinga simetris, jejus (-), lesi (-), rhinorea (-), nyeri
tekan tidak ada.
6) Mulut, Mukosa bibir lembab, tidak ada sariawan, sianosis (-),
tonsil tidak kemerahan, gigi dan lidah bersih.
7) Tenggorokan, Tidak ada nyeri tekan.
8) Leher, Trachea simetris, rigiditas (-), pembesaran vena
jugularis 3 cm, nyeri tekan pada kelenjar limfe.
9) Thoraks, Paru-paru
I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris, retraksi otot
dada (+), tidak ada lesi, penggunaan otot bantu pernapasan
P : Nyeri tekan (+), vocalvremitu teraba
P : Terdengar hipersonor pada lapang paru kanan dan kiri,
A : Ronkhi Jantung, Tidak terlihat pulsasi ictuscordis, Nyeri
tekan (-), ictuscordis teraba di ICS V mid klavikula kiri } 2 cm,
terdengar dullness pada ICS IV sternumdekstra dan sinistra,
ICS V midclaviculalinesinistra, ICS V di anterior axialline,
sinistra ICS V midaxiallinesinistra, BJ I dan II tunggal.
10) Abdomen, bentuk flat, jejas (-), BU (+), 10x/menit, distensi
abdomen (-), asites (-), tidak ada pembesaran pada hepar dan
lien, nyeri tekan (-), timpani
11) Ekstremitas, Edema, akral hangat, terpasang IVFD Nacl 0,9%
10 tts/mnt, kekuatan otot,reflek tidak terkaji, jejas (-), nyeri
tekan (+), CRT > 3 detik
12) Genetalia, Terpasang dolver kateter terhubung urobag,
memakai pampers. PU (+)400 cc/4 jam berwarna kuning
jernih, anus tidak terkaji
13) Integument, Turgor kulit normal, akral hangat, tidak ada
kelainan kulit, jejas(ismail nurudin dan srihartati 2019)
b. Persistem
1) Sistem Breathing (B1)

26
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi
asidosis/ alkalosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan
mengalami patologis gangguan. Pola napas akan semakin cepat
dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan
ventilasi.
2) Sistem Blood (B2)
Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictuscordis,
normal berada pada ICS-5 pada linea medio klavikula kiri
selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya pembesaran jantung.
Palpasi : untuk menghitung frekuensi jantung (healthrate) harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung,
perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
Perkusi : untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan
adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
Auskultasi : untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal
atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan
gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan
adanya peningkatan arus turbulensi darah.
3) Sistem Brain (B3)
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping itu juga
diperlukan pemeriksaan GCS, apakah composmentis atau
somnolen/comma. Pemeriksaan refleks patologis dan refleks
Fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu
dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
dan pengecapan.

4) System Bladder (B4)


Pengukuran volume output urine dilakukan dalam
hubungannya dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat

27
perlu memonitor adanya oliguria, karena itu merupakan tanda
awal syok.
5) System Bowel (B5)
Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen
membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak,
umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi
ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.Palpasi : Pada
palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,
adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk
mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
Perkusi : Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa
padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,
vesikaurinarta, tumor).Auskultasi : untuk mendengarkan suara
peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali per menit.
6) System Bone (B6)
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema
peritibial.Selain itu, palpasi pada kedua ekstremetas untuk
mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaancapillaryrefiltime. Dengan inspeksi dan palpasi
dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan
antara kiri dan kanan(Haryanto A 2013)
c. Pemeriksaan Penunjang Dan Diagnostik
1) Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan frekuensi napas yang meningkat, dilatasi alae
nasi, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan
fossasupraklavikulayang menunjukkan tekanan
negativeintrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inspirasi.
Pemeriksaan pada paru akan terdengar ronki basah kasar
setengah lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing.
Pemeriksaan jantung dapat ditemukan protodiastolikgallop,
bunyi jantung II pulmonal mengeras, dan tekanan darah dapat
meningkat.

28
2) Radiologis
Pada foto thorax menunjukkan hilus yang melebar dan densitas
meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema
interstitial atau alveolar.

3) Laboratorium Analisis gas darah


pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah, kemudian
hiperkapnia.Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya
infarkmiokard.Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit,
urinalisis, enzim jantung (CK-CKMB, Troponin T) diperiksa.

4) EKG
Pemeriksaan EKG bias normal atau seringkali didapatkan
tanda-tanda iskemia atau infark pada infarkmiokard akut
dengan edema paru. Pasien dengan krisis hipertensi gambaran
elektrokardiografi biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi
ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi
yang non-iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang
T negative yang lebar dengan QT memanjang yang khas,
dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil dan
menghilang dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan non-
iskemik ini belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan yang

29
dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-
endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
pada dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis(Jufan,
Adiyanto, and Arifin 2020).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas b.d Perubahan membran alveoluskapiler
(D.0003).
b. Pola napas tidak efektif b.d Hambatan upaya napas (D.0005).
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Hipersekresi jalan napas
(D.0001).
d. Hipervolemia b.d Kelebihan asupan cairan (D.0022).
e. Intoleransi aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056).

30
1. Rencana Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Gangguan Pertukaran Gas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pemantauan Respirasi (I.01014)
(D.0003) selama ... x 24 jam, diharapkan pertukaran Observasi
Definisi: gas meningkat dengan kriteria hasil: 1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
Kelebihan atau kekurangan Pertukaran Gas (L.01003) upaya napas
oksigenasi dan atau eleminasi 1) Dispnea menurun 2) Monitor pola napas (seperti bradypnea,
karbon-dioksida pada membrane 2) Bunyi napas tambahan menurun takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
alveolus kapiler. 3) Takikardia menurun Cheyne-stokes, biot, ataksik)
4) PCO2 membaik 3) Monitor kemampuan batuk efektif
Penyebab: 5) PO2 membaik 4) Monitor adanya produksi sputum
1) Ketidakseimbangan ventilasi- 6) pH arteri membaik 5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
perfusi. 6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
2) Perubahan membran alveolus- 7) Auskultasi bunyi napas
kapiler. 8) Monitor saturasi oksigen
9) Monitor nilai analisa gas darah
Gejala dan Tanda Mayor 10) Monitor hasil x-ray thoraks
Subjektif
1) Dispnea Terapeutik
Objektif 1) Atur interval pemantauan respirasi sesuai
1) PCO2 meningkat / menurun. kondisi pasien
2) PO2 menurun. 2) Dokumentasikan hasil pemantauan
3) Takikardia.
Edukasi
4) pH arteri meningkat/menurun.
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
5) Bunyi napas tambahan.
2) Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu.
Gejala dan Tanda Minor

31
Subjektif
1) Pusing
2) Penglihatan kabur
Objektif Terapi Oksigen (I.01026)
1) Sianosis. Observasi
2) Diaforesis 1) Monitor kecepatan aliran oksigen
3) Gelisah. 2) Monitor posisi alat terapi oksigen
3) Monitor aliran oksigen secara periodik
4) Napas cuping hidung.
dan pastikan fraksi yang diberikan cukup
5) Pola napas abnormal (cepat / 4) Monitor efektifitas terapi oksigen (mis.
lambat, regular/iregular, Oksimetri, Analisa gas darah), jika perlu
dalam/dangkal). 5) Monitor kemampuan melepaskan
6) Warna kulit abnormal (mis. oksigen saat makan
pucat, kebiruan). 6) Monitor tanda-tanda hipoventilasi
7) Kesadaran menurun. 7) Monitor monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan atelektasis
Kondi Klinis Terkait 8) Monitor tingkat kecemasan akibat terapi
1) Penyakit paru obstruktif kronis oksigen
(PPOK). 9) Monitor integritas mukosa hidung akibat
2) Gagal jantung kongestif. pemasangan oksigen
3) Asma. Terapeutik
4) Pneumonia. 1) Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan
5) Tuberkulosis paru.
trakea, jika perlu
6) Penyakit membran hialin.
7) Asfiksia. 2) Pertahankan kepatenan jalan napas
8) Persistent pulmonary 3) Siapkan dan atur peralatan pemberian
hypertension of newborn oksigen
(PPHN).

32
9) Prematuritas. 4) Berikan oksigen tambahan, jika perlu
10) Infeksi saluran napas. 5) Tetap berikan oksigen saat pasien di
transportasi
6) Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien

Edukasi
1) Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah

Kolaborasi
1) Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2) Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur

2. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005) Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Definisi selama ... x 24 jam, diharapkan pola napas Observasi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang pasien membaik dengan kriteria hasil: 1) Monitor pola napas (frekuensi,
tidak memberikan ventilasi adekuat Pola Napas (L.01004) kedalaman, usaha napas)
1) Dispnea menurun 2) Monitor bunyi napas tambahan
Penyebab 2) Penggunaan otot bantu napas menurun (misalnya: gurgling, mengi, wheezing,
1) Depresi pusat pernapasan 3) Pemanjangan fase ekspirasi menurun ronchi kering)
2) Hambatan upaya napas (mis. 4) Frekuensi napas membaik 3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
nyeri saat bernapas, kelemahan 5) Kedalaman napas membaik
otot pernapasan) Terapeutik
3) Deformitas dinding dada. 1) Pertahankan kepatenan jalan napas
4) Deformitas tulang dada. dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust

33
5) Gangguan neuromuskular. jika curiga trauma fraktur servikal)
6) 6 Gangguan neurologis (mis 2) Posisikan semi-fowler atau fowler
elektroensefalogram [EEG] 3) Berikan minum hangat
positif, cedera kepala ganguan 4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
kejang). 5) Lakukan penghisapan lendir kurang dari
7) Maturitas neurologis. 15 detik
8) Penurunan energi. 6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum
9) Obesitas. penghisapan endotrakeal
10) Posisi tubuh yang menghambat 7) Keluarkan sumbatan benda padat dengan
ekspansi paru. forsep McGill
11) Sindrom hipoventilasi. 8) Berikan oksigen, jika perlu
12) Kerusakan inervasi diafragma
(kerusakan saraf CS ke atas). Edukasi
13) Cedera pada medula spinalis. 1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
14) Efek agen farmakologis. jika tidak ada kontraindikasi
15) Kecemasan. 2) Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
Gejala dan Tanda Mayor
1) Kolaborasi pemberian bronkodilator,
Subjektif :
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
1) Dispnea
Objektif : Pemantauan Respirasi (I.01014)
1) Penggunaan otot bantu Observasi
pernapasan. 1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
2) Fase ekspirasi memanjang. upaya napas
3) Pola napas abnormal (mis. 2) Monitor pola napas (seperti bradypnea,
takipnea. bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
hiperventilasi kussmaul cheyne- Cheyne-stokes, biot, ataksik)
stokes).

34
3) Monitor kemampuan batuk efektif
Gejala dan Tanda Minor 4) Monitor adanya produksi sputum
Subjektif : 5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
1) Ortopnea 6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Objektif : 7) Auskultasi bunyi napas
1) Pernapasan pursed-lip. 8) Monitor saturasi oksigen
2) Pernapasan cuping hidung. 9) Monitor nilai analisa gas darah
3) Diameter thoraks anterior— 10) Monitor hasil x-ray thoraks
posterior meningkat
4) Ventilasi semenit menurun Terapeutik
5) Kapasitas vital menurun 1) Atur interval pemantauan respirasi sesuai
6) Tekanan ekspirasi menurun kondisi pasien
7) Tekanan inspirasi menurun 2) Dokumentasikan hasil pemantauan
8) Ekskursi dada berubah
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu.
3. Bersihan Jalan Napas Tidak Setelah dilakukan asuhan keperawatan Latihan Batuk Efektif (I.01006)
Efektif (D.0001) selama ... x 24 jam, diharapkan bersihan Observasi
Definisi jalan napas meningkat dengan kriteria 1) Identifikasi kemampuan batuk
ketidakmampuan membersihkan hasil: 2) Monitor adanya retensi sputum
sekret atau obstruksi jalan nafas Bersihan Jalan Napas (L.01002) 3) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
untuk mempertahankan jalan nafas 1) Batuk efektif meningkat
napas
tetap paten. 2) Produksi sputum menurun
3) Mengi menurun 4) Monitor input dan output cairan (misal:
Penyebab 4) Wheezing menurun jumlah dan karakteristik)
Fisiologis : 5) Meconium (pada neonates) menurun)

35
1) Spasme jalan napas. Terapeutik
2) Hipersekresi jalan napas. 1) Atur posisi semi-fowler dan fowler
3) Disfungsi neuromuskuler. 2) Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
4) Benda asing dalam jalan napas. pasien
5) Adanya jalan napas buatan. 3) Buang sekret pada tempat sputum
6) Sekresi yang tertahan.
Edukasi
7) Hiperplasia dinding jalan napas. 1) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
8) Proses infeksi . efektif
9) Respon alergi. 2) Anjurkan Tarik napas dalam melalui
10) Efek agen farmakologis (mis. hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
anastesi).
Situasional detik, kemudian keluarkan dari mulut
1) Merokok aktif dengan bibir mencucu (dibulatkan)
2) Merokok pasif selama 8 detik
3) Terpajan polutan 3) Anjurkan mengulangi Tarik napas dalam
hingga 3 kali
Gejala dan Tanda Mayor 4) Anjutkan batuk dengan kuat langsung
Subjektif setelah Tarik napas dalam yang ke-3
(Tidak tersedia)
Objektif Kolaborasi
1) Batuk tidak efektif 1) Kolaborasi pemberian mukolitik atau
2) Tidak mampu batuk. ekspektoran, jika perlu.
3) Sputum berlebih.
4) Mengi, wheezing dan / atau
ronkhi kering. Manajemen Jalan Napas (I.01011)
5) Mekonium di jalan nafas pada Observasi

36
Neonatus. 1) Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
Gejala dan Tanda Minor 2) Monitor bunyi napas tambahan
Subjektif (misalnya: gurgling, mengi, wheezing,
1) Dispnea ronchi kering)
2) Sulit bicara 3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
3) Ortopnea
Objektif Terapeutik
1) Gelisah 1) Pertahankan kepatenan jalan napas
2) Sianosis dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust
3) Bunyi napas menurun jika curiga trauma fraktur servikal)
4) Frekuensi napas berubah 2) Posisikan semi-fowler atau fowler
5) Pola napas berubah 3) Berikan minum hangat
Kondisi Klinis Terkait
4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
1) Gullian barre syndrome.
2) Sklerosis multipel. 5) Lakukan penghisapan lendir kurang dari
3) Myasthenia gravis. 15 detik
4) Prosedur diagnostik (mis. 6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum
bronkoskopi, transesophageal penghisapan endotrakeal
echocardiography [TEE]). 7) Keluarkan sumbatan benda padat dengan
5) Depresi sistem saraf pusat. forsep McGill
6) Cedera Kepala
8) Berikan oksigen, jika perlu
7) Stroke
8) Kuadriplegia Edukasi
9) Sindron aspirasi mekonium 1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
10) Infeksi saluran Napas.
jika tidak ada kontraindikasi
2) Ajarkan Teknik batuk efektif

37
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

4. Hipovolemi (D.0023) Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Hipovolemia (I.03116)


Definisi selama ... x 24 jam, diharapkan status Observasi
Peningkatan volume cairan intra- cairan membaik dengan kriteria hasil: 1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia
vaskular, interstisial, dan/atau Status Cairan (L.03028) (mis: frekuensi nadi meningkat, nadi
intraselular. 1) Kekuatan nadi meningkat teraba lemah, tekanan darah menurun,
Penyebab 2) Keluaran urin meningkat
tekanan nadi menyempit, turgor kulit
1) Kehilangan cairan aktif 3) Membran mukosa meningkat
kelembabannya menurun, membran mukosa kering,
2) Kegagalan mekanisme regulasi
4) Ortopnea menurun volume urin menurun, hematokrit
3) Peningkatan permeabilitas
5) Dispnea menurun meningkat, haus, lemah)
kapiler
6) Dispnea nokturnal paroksismal (PND) 2) Monitor intake dan output cairan
4) Kekurangan intake cairan menurun
5) Evaporasi 7) Edema anasarka menurun Terapeutik
Gejala dan Tanda Mayor 8) Edema perifer menurun 1) Hitung kebutuhan cairan
Subjektif 9) Frekuensi nadi membaik 2) Berikan posisi modified Trendelenburg
(Tidak tersedia) 10) Tekanan darah membaik 3) Berikan asupan cairan oral
Objektif 11) Turgor kulit membaik
1) Frekuensi nadi meningkat 12) Peningkatan tekanan vena jugularis Edukasi
2) Nadi teraba lemah 13) Hemoglobin membaik 1) Anjurkan memperbanyak asupan cairan
3) Tekanan darah menurun 14) Perbaikan hematokrit oral
4) Tekanan Nadi menyempit 2) Anjurkan menghindari perubahan posisi
5) Turgor kulit menyempit mendadak
6) Membran mukosa kering
Kolaborasi

38
7) Voluem urin menurun 1) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
8) Hemtokrit meningkat (mis: NaCL, RL)
Gejala dan Tand Minor 2) Kolaborasi pemberian cairan IV
Subjektif hipotonis (mis: glukosa 2,5%, NaCl
1) Merasa lemah 0,4%)
2) Mengeluh haus
3) Kolaborasi pemberian cairan koloid
Objektif
1) Pengisian vena menurun (albumin, plasmanate)
2) Status mental berubah 4) Kolaborasi pemberian produk darah
3) Suhu tubuh meningkat
4) Konsentrasi urin meningkat Manajemen Syok Hipovolemik (I.02050)
5) Berat badan turun tiba-tiba Observasi
Kondisi Klinis Terkait 1) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi
1) Penyakit Addison dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD,
2) Trauma/pendarahan MAP)
3) Luika bakar 2) Monitor status oksigenasi (oksimetri
4) AIDS nadi, AGD)
5) Penyakit Crohn 3) Monitor status cairan (masukan dan
6) Muntah haluaran, turgor kulit, CRT)
7) Diare 4) Periksa tingkat kesadaran dan respon
8) Kolitis ulseratif pupil
9) Hipoalbuminemia 5) Periksa seluruh permukaan tubuh
terhadap adanya DOTS
(deformity/deformitas, open wound/luka
terbuka, tenderness/nyeri tekan,

39
swelling/bengkak)

Terapeutik
1) Pertahankan jalan napas paten
2) Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen > 94%
3) Persiapkan intubasi dan ventilasi
mekanis, jika perlu
4) Lakukan penekanan langsung (direct
pressure) pada perdarahan eksternal
5) Berikan posisi syok (modified
trendelenberg)
6) Pasang jalur IV berukuran besar (mis:
nomor 14 atau 16)
7) Pasang kateter urin untuk menilai
produksi urin
8) Pasang selang nasogastrik untuk
dekompresi lambung
9) Ambil sampel darah untuk pemeriksaan
darah lengkap dan elektrolit

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian infus cairan
kristaloid 1 – 2 L pada dewasa
2) Kolaborasi pemberian infus cairan

40
kristaloid 20 mL/kgBB pada anak
3) Kolaborasi pemberian transfusi darah,
jika perlu

5. Intoleransi Aktivitas (D.0056) Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Energi (I.05178)
Definisi selama ... x 24 jam, diharapkan toleransi Observasi
Ketidakcukupan energi untuk aktivitas pasien meningkat dengan kriteria 1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh
melakukan aktivitas sehari hari hasil: yang mengakibatkan kelelahan
Penyebab Toleransi Aktivitas (L.05047) 2) Monitor kelelahan fisik dan
1) Ketidakseimbangan antara 15) Keluhan Lelah menurun emosional
suplai dan kebutuhan oksigen 16) Dispnea saat aktivitas menurun 3) Monitor pola dan jam tidur
2) Tirah baring 17) Dispnea setelah aktivitas menurun 4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
3) Kelemahan 18) Frekuensi nadi membaik selama melakukan aktivitas
4) Imobilitas
5) Gaya hidup monoton Terapeutik
Gejala dan Tanda Mayor 1) Sediakan lingkungan nyaman dan
Subjektif rendah stimulus (mis: cahaya, suara,
6) Mengeluh lelah kunjungan)
Objektif 2) Lakukan latihan rentang gerak pasif
7) Frekuensi jantung meningkat dan/atau aktif
>20% dari kondisi sehat 3) Berikan aktivitas distraksi yang
Gejala dan Tanda Minor menenangkan
Subjektif 4) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
8) Dispnea saat/setelah aktivitas jika tidak dapat berpindah atau
9) Merasa tidak nyaman setelah berjalan
beraktivitas
Edukasi
10) Merasa lelah
1) Anjurkan tirah baring
Objektif
2) Anjurkan melakukan aktivitas secara

41
11) Tekanan darah berubah >20% bertahap
dari kondisi sehat 3) Anjurkan menghubungi perawat jika
12) Gambara EKG menunjukan tanda dan gejala kelelahan tidak
aritmia saat/setelah berkurang
beraktivitas 4) Ajarkan strategi koping untuk
13) Gambaran EKG menunjukan mengurangi kelelahan
iskemia
14) Sianosis Kolaborasi
Kondisi Klinis Terkait 1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
1) Anemia cara meningkatkan asupan makanan
2) Gagal jantung kongesif
Terapi Aktivitas (I.01026)
3) Penyakit jantung koroner
Observasi
4) Penyakit katup jantung
1) Identifikasi defisit tingkat aktivitas
5) Aritmia
2) Identifikasi kemampuan
6) Penyakit paru obstruksi kronis
berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
(PPOK)
3) Identifikasi sumber daya untuk
7) Gangguan metabolic
aktivitas yang diinginkan
8) Gangguan muskuloskeletal
4) Identifikasi strategi meningkatkan
partisipasi dalam aktivitas
5) Identifikasi makna aktivitas rutin
(mis: bekerja) dan waktu luang
6) Monitor respons emosional, fisik,
sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik
1) Fasilitasi fokus pada kemampuan,
bukan defisit yang dialami
2) Sepakati komitmen untuk

42
meningkatkan frekuensi dan rentang
aktivitas
3) Fasilitasi memilih aktivitas dan
tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik,
psikologis, dan sosial
4) Koordinasikan pemilhan aktivitas
sesuai usia
5) Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
6) Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika sesuai
7) Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang dipilih
8) Fasilitasi aktivitas rutin (mis:
ambulasi, mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
9) Fasilitasi aktivitas pengganti saat
mengalami keterbatasan waktu,
energi, atau gerak
10) Fasilitasi aktivitas motorik kasar
untuk pasien hiperaktif
11) Tingkatkan aktivitas fisik untuk
memelihara berat badan, jika sesuai
12) Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot
13) Fasilitasi aktivitas aktivitas dengan
komponen memori implisit dan

43
emosional (mis: kegiatan keagamaan
khusus) untuk pasien demensia, jika
sesuai
14) Libatkan dalam permainan kelompok
yang tidak kompetitif, terstruktur, dan
aktif
15) Tingkatkan keterlibatan dalam
aktivitas rekreasi dan diversifikasi
untuk menurunkan kecemasan (mis:
vocal group, bola voli, tenis meja,
jogging, berenang, tugas sederhana,
permainan sederhana, tugas rutin,
tugas rumah tangga, perawatan diri,
dan teka-teki dan kartu)
16) Libatkan keluarga dalam aktivitas,
jika perlu
17) Fasilitasi mengembangkan motivasi
dan penguatan diri
18) Fasilitasi pasien dan keluarga
memantau kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
19) Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas
sehari-hari
20) Berikan penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
Edukasi
1) Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-

44
hari, jika perlu
2) Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih
3) Anjurkan melakukan aktivitas fisik,
sosial, spiritual, dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan Kesehatan
4) Anjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok atau terapi, jika sesuai
5) Anjurkan keluarga untuk memberi
penguatan positif atas partisipasi
dalam aktivitas
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan terapis okupasi
dalam merencanakan dan memonitor
program aktivitas, jika sesuai
2) Rujuk pada pusat atau program
aktivitas komunitas, jika perlu

45
4. Implementasi Keperawatan
Merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang dimulai
setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Tujuan dari implementasi
adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan, dan memfasilitasi koping, selama tahap implementasi perawat
terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang
paling sesuai dengan kebutuhan pasien.

5. Evaluasi
Merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang disengaja dan terus menerus melibatkan pasien ,perawat dan
anggota tenaga kesehatan yang lainnya. Dalam evaluasi terdapat SOAPIE
adalah kerangka kerja komprehensif untuk mengumpulkan dan mengatur
informasi tentang pasien yang membahas masalah pasien dan rincian
teknis tentang pengobatan. Bagian dalam bagan SOAPIE membahas
berbagai perspektif dan jenis informasi yang mungkin berdampak pada
pengobatan pasien atau memberikan konteks tambahan bagi penyedia
layanan kesehatan di masa depan. Karena catatan SOAPIE mengumpulkan
informasi kualitatif dan kuantitatif tentang pengobatan pasien, dapat
menggunakannya untuk memberikan catatan rinci tentang kemajuan
pasien selama setiap janji temu.grafik SOAPIE sangat penting bagi
perawat karena interaksi mereka yang sering dan berkelanjutan dengan
pasien.
A. Subjective
1. Catatan yang berhubungan dengan asalah dari sudut pandang
pasien, meliputi ekspresi pasien, kekhawatiranpasien, keluhan
pasien yang berhubungan dengan diagnose
2. Pernyataan atau keluhan pasien bersumber dari sudut pandang
pasien

46
B. Objective
1. Gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan
diagnosa, meliputi data pemeriksaan fisik, pemeriksaan hasil
laboratorium
2. Data yang diobservasi bersumber dari tenaga kesehatan
C. Assesment/Analysis
1. Diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data subjektif dan
objektif
2. Kesimpulan berdasarkan data subjektif dan objektif
D. Planning
1. Rencana tindakan untuk mengatasi masalah, meliputi rencana
konsultasi, rencana pemeriksaan lanjutan, rencana rujukan, rencana
pendidikan kesehatan atau konseling, rencana tindak lanjut
E. Implementation
1. Pelaksanaan rencana tindakan yang disetujui bersama oleh
pasien
F. Evaluation
1. Tafsiran atau penilaian dari tindakan yang telah dilakukan
2. Menilai keefektifan tindakan yang diberikan
3. Respon pasien terhadap tindakan

47
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Edema paru akut merupakan suatu keadaan darurat medis dimana
terjadi akumulasi cairan di interstisial dan alveolus paru yang terjadi secara
mendadak. Edema paru juga disebut sebagai penumpukan abnormal cairan di
dalam paru-paru baik dalam spasium interstisial maupun di dalam alveolus
yang awalnya diakibatkan dari perubahan fisiologis tekanan dalam paru-paru
dan jantung. Etiologi edema paru akut adalah adanya akumulasi cairan pada
parenkim paru. Secara garis besar, etiologi edema paru akut dapat
digolongkan ke dalam dua kelompok, yakni kardiogenik dan nonkardiogenik.
Faktor pencetus edema paru akut yang disebabkan proses kardiogenik adalah
seluruh kondisi yang dapat memungkinkan kegagalan fungsi ventrikel kiri
jantung sedangkan faktor pencetus edema paru akut yang disebabkan proses
nonkardiogenik.
Manifestasi klinik edema paru dibagi menjadi tiga stadium. stadium
pertama adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen
menyebabkan sesak napas saat melakukan aktivitas. Stadium dua terjadi
oedema paru interstisial sedangkan stadium tiga terjadi oedema alveolar.
Penatalaksanaan edema paru mencakup perbaikan oksigenasi,
mempertahankan tekanan darah yang optimal ke organ-organ penting, serta
menurunkan jumlah cairan ekstraselular. Manajemen awal pasien dengan
edema paru kardiogenik harus meliputi ABC (airay, breathing, circulation).
Oksigen sebaiknya diberikan kepada semua pasien untuk menjaga saturasi
oksigen di atas 90%. Prognosis untuk edema paru tergantung pada penyebab
yang mendasari.
Pengkajian keperawatan yang dilakukan meliputi pemeriksaan ABCD
untuk primary survey serta pemeriksaan head to toe apalagi ABCD stabil.
Pemeriksaan penunjang juga dilakukan terlebih lagi pemeriksaan radiologi.
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat untuk kasus edema paru adalah
bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan batuk berbuih, pola

48
napas tidak efektif berhubungan dengan dyspnea, hipertermi berhubungan
dengan peadangan pada bronkus, intoleransi aktivitas berhubungan dengan
hipoksemia dan hiperkapnia, gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
akumulasi cairan pada alveoli dan risiko infeksi.

B. Saran
Mahasiswa keperawatan sebagai calon perawat profesional sebaiknya
dapat mengetahui serta memahami semua aspek-aspek penting mengenai
edema paru agar dapat menerapkan perawatan yang profesional dan holistik.
Mahasiswa diharapkan mampu memahami semua aspek termasuk asuhan
keperawatan untuk pasien dengan edema paru.

49
DAFTAR PUSTAKA

Amadita, P., Priatna, & Hendri, P. (2021). Hubungan Penyakit Ginjal Kronik
Dengan Gambaran Kardiomegali Pada Foto Toraks Posteroanterior Di
Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam Rs Dustira Cimahi Periode Januari
Desember 2016. Seminar Nasional Penelitian Dan Pengabdian Kepada
Masyarakat (SNPPKM), 12 (4), 53–64.
Amanda Qory. 2020. Penatalaksanaan Edema Paru Akut.
https://www.alomedika.com/penyakit/kardiologi/edema-paru-akut/penatal
aksanaan.
Jayanti Wahyuni. 2015. Makalah EN Edema Paru.
https://id.scribd.com/doc/269369976/Makalah-EN-EDEMA-PARU-
docx#.
Jufan Akhmad, Bowo Adiyanto, Achmad Reza Arifin. 2020. MANAJEMEN
DAN STABILISASI PASIEN DENGAN EDEMA PARU AKUT. Jurnal
Komplikasi Anestesi. Volume 7 no. 3.
Klik Dokter. 2021. Edema Paru. https://www.klikdokter.com/penyakit/masalah-
pernapasan/edema-paru.
Lubis Silvia Yasmin. 2020. Edema Paru.
https://www.academia.edu/40411786/EDEMA_PARU.
Muttaqin, Arif. (2016). Buku Ajar Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. (Salemba Medika (ed.)).
Pittara. 2023. Edema Paru. https://www.alodokter.com/edema-paru.
Reza, V., Snapp, P., Dalam, E., Di, I. M. A.,dkk (2020). Bussiness Law Binus,
7(2), 33–48. http://repository.radenintan.ac.id/11375/1/PERPUS
PUSAT.pdf%0Ahttp://business-law.binus.ac.id/2015/10/08/pariwisata-
syariah/%0Ahttps://www.ptonline.com/articles/how-to-get-better-mfi-
results%0Ahttps://journal.uir.ac.id/index.php/kiat/article/view/8839
Yulistiyorini. 2019. MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R.
DENGAN DIAGNOSA MEDIS ACUTE LONG OEDEMA (ALO) DI
RUANG DI RUANG IGD RS. IGD RS. Dr. SOETOMO Dr. SOETOMO
SURABAYA. https://id.scribd.com/document/421692595/ASKEP-ALO

50
Yun Jufan, A., Adiyanto, B., & Reza Arifin, A. (2020). Manajemen dan
Stabilisasi Pasien dengan Edema Paru Akut. Jurnal Komplikasi Anestesi,
7(3), 61–73.

51

Anda mungkin juga menyukai