Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU TANAH HUTAN

ACARA VIII

KONSISTENSI TANAH

Oleh :

Nama : Nadia Angelica Baptista

NIM : 19/440039/KT/08924

Co. Ass : Mohammad Risalluddin Fatih

Shift : Jumat (13.00 WIB)

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN TANAH HUTAN

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2019
ACARA VIII

KONSISTENSI TANAH

I. TUJUAN
Tujuan praktikum ini adalah:
1. Menetapkan batas cair tanah (BC/BT).
2. Menetapkan batas lekat tanah (BL).
3. Mentepakan batas gulung tanah (BG).
4. Menetapkan batas berubah warna (BBW).
 Menghitung jangka olah tanah (JO)
 Menghitung indeks plastisitas tanah (IP)
 Menghitung persediaan air maksimum (PAM)

II. DASAR TEORI


Menurut Soil Survey Staff (1999) Tanah adalah tubuh alam yang
tersusun dari bahan padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan
gas, terjadi pada permukaan lahan, menutupi ruang, dan dicirikan oleh salah
satu atau kedua hal berikut : horison atau lapisan yang dapat dibedakan dari
bahan asalnya, sebagai akibat dari proses penambahan, penghilangan,
transfer dan perubahan bentuk dari energi dan bahan; atau kemampuan
dalam menyokong tanaman berakar pada lingkungan alami. (Binarta dkk.,
2017)
Konsistensi ditetapkan secara langsung di laboratorium berdasarkan
angka-angka Atterberg. Angka Atterberg adalah presentase berat lengas
tanah yang diukur pada saat tanah mengalami perubahan konsistensi. Angka
Atterberg banyak digunakan untuk kepentingan teknik sipil daripada untuk
pertanian. Batas konsistensi berdasarkan perubahan tanah dari kondisi kering
ke kondisi basah antara lain batas cair (BC), batas lekat (BL), batas gulung
(BG), dan batas berubah warna (BBW). Batas cair adalah kandungan lengas
tanah pada saat tanah dapat mengalir bebas tanpa tekanan, di bawah standar
getaran. Penentuan batas cair dilakukan dengan cara mengetuk-ngetukkan
tanah basah dalam cawan Cassagrande. Batas lekat adalah kandungan lengas
pada saat masih kering yang dibasahi secara perlahan dan mulai melekat
pada logam. Batas gulung adalah adalah kandungan lengas pada saat
keliatan mulai terasa dan tanah dapat dibentuk sesuai dengan yang
dikehendaki. Pada kondisi ini, tanah mulai berada pada kondisi semi-padat.
Batas berubah warna adalah kandungan lengas tanah pada saat pasta mulai
kering karena masih ada air kapiler, tetapi udara mulai masuk ke dalam pori
yang ditandai oleh perubahan warna secara tegas menjadi berwarna lebih
muda. Pada kondisi ini, tanah memasuki kondisi padat. (Sutanto, 2005)
Menurut Arifin (1994) dalam Arabia dkk. (2015) Andisol merupakan
nama tanah yang sebelumnya disebut Andosol atau Andept (subordo
Inceptisol yang memiliki sifat andik), yakni tanah-tanah yang
berkembang dari bahan piroklastik atau bahan volkan Andisol tidak saja
memiliki sifat kandungan bahan organik yang tinggi, bobot isi rendah,
daya menahan air tinggi, total porositas tinggi, tetapi tanah ini juga bersifat
gembur konsistensinya, kurang plastis dan tidak lengket. Bila basah tanah
ini bersifat berminyak (greasy) dan licin (smeary).
Konsistensi tanah tidak terlalu berbeda antara tanah kering dengan
tanah yang disawahkan kecuali pada tanah yang mempunyai lapisan tapak
bajak mempunyai konsistensi yang lebih teguh dibandingkan dengan lapisan
diatas maupun dibawahnya serta pada lapisan olah di tanah yang disawahkan
mempunyai konsistensi basah agak lekat dan agak plastis. Arabia (2009)
mengemukakan bahwa lapisan olah tanah yang sedang disawahkan
cenderung memiliki kandungan liat yang tinggi, sehingga dalam keadaan
basah umumnya lekat dan plastis. (Rahayu dkk., 2014)
Tanah-tanah bertekstur liat yang banyak mengandung liat tipe 2:1
akan banyak mengadsorbsi air sehingga mempunyai nilai batas cair yang
tinggi. Nilai batas cair berhubungan dengan “compressibilitas” tanah
(penurunan volume tanah oleh beban atau tegangan yang bekerja pada tanah
tersebut). Semakin tinggi nilai batas cair maka semakin tinggi nilai
compressibilitas akan semakin besar. Daya dukung tanah bertekstur pasir
dan kerikil sebagai pondasi lebih besar daripada tanah bertekstur liat, hal ini
dipengaruhi oleh kemampuan liat mengadsorbsi air lebih banyak sehingga
menjadi lebih lunak (Mahi, 2016).
Penggenangan dan pengeringan yang terjadi silih berganti akibat cara
pengolahan tanah sawah menyebabkan kerusakan struktur tanah dan sifat
fisik tanah lainnya. Pengelolaan yang baik dan diikuti pendauran ulang
limbah pertanaman (sekam padi) akan memperbaiki jangka olah tanah dan
membantu dalam memperbaiki struktur tanah. Penggunaan sekam padi pada
tanah lempung memberikan manfaat karena mampu meningkatkan
produktitvitas tanaman. (Sutanto, 2002)
Apabila campuran tanah mengandung agregat halus, maka pengaruh
agregat halus tersebut terhadap karakter tanah diukur dengan menggunakan
pengujian-pengujian standar yang dikenal dengan nama pengujian batas
plastis dan pengujian batas cair. Batas plastis adalah kandungan kelembaban
di mana sebuah sampel pertama-tama akan hancur ketika digulung dalam
sebuah ikatan, sedangkan batas cair yang lebih tinggi adalah kandungan
kelembaban di mana viskositas dari tanah menjadi cair. Perbedaan dari
kedua batas ini menghasilkan indeks plastisitas tanah, yang menentukan sifat
dari agregat-agregat halus yang ada di campuran tanah tersebut. Indeks
plastisitas memberikan indikasi mengenai cara campuran tanah berperilaku
dalam berbagai kondisi kelembaban, dan seberapa besar karakter tanah
terpengaruh oleh gaya-gaya saling menarik yang sama dari partikel-partikel
agregat halus. (Dishongh, 2003)

III. ALAT DAN BAHAN


Pada praktikum ini digunakan alat:
1. Casagrande
2. Cawan penguap berdiameter 12 cm
3. Colet
4. Cupu pemancar air
5. Timbangan analitis
6. Botol pemancar air
7. Lempeng kaca seluas telapak tangan
8. Papan kayu dengan permukaan yang rata
9. Pisau
10. Label
Pada praktikum ini digunakan bahan:
1. Contoh tanah vertisol
2. Aquades

IV. CARA KERJA


Cara kerja praktikum ini adalah sebagai berikut :
a. Batas Cair Tanah (BC)
1. Alat Casagrande disiapkan dengan dua buah sekrup pengatur dan
dengan bagian ekor colet tinggi jatuh cawan diatur setinggi 1 cm.
2. Sejumlah tanah diambil secukupnya dalam cawan penguap. Dengan
menggunakan colet tanah dicampur dengan air yang ditambahkan
sedikit demi sedikit dengan botol pemancar hingga diperoleh pasta
yang homogen.
3. Sebagian pasta tanah diletakan di atas cawan alat Casagrande dan
permukaannya diratakan dengan colet, pasta tanah dibelah sepanjang
sumbu simetri cawan. Waktu dibelahnya cawan, colet dipegang
sedemikian hingga pada setiap kedudukannya selalu tegak lurus pada
permukaan cawan dan ujung colet selalu tertekan dipermukaan cawan
di dasar alur, pembelahan harus terlihat cawan yang bersih dari tanah
selebar ujung colet.
4. Alat Casagrande diputar sedemikian cepat sehingga cawan terketuk-
ketuk. Banyak ketukan untuk menutup kembali sebagian alur
sepanjang ± 1 cm dihitung. Kemudian diulang langkah ke-3, cawan
diketuk – ketukkan lagi dan dihitung banyak ketukan untuk menutup
alurnya kembali. Pekerjaan tersebut diulang sampai setiap kali
diperoleh banyaknya ketukan yang tetap.
5. Setelah diperoleh banyak ketukan yang tetap antara 10 – 40, diambil
sejumlah pasta tanah disekitar bagian alur yang menutup sebanyak 10
gram dan ditetapkan kadar lengasnya seperti dalam acara kadar
lengas.
6. Langkah ke-3 sampai dengan ke-5 dikerjakan lagi, sehingga
keseluruhannya memperoleh 4 kali pengamatan dengan banyak
ketukan yang berbeda-beda, yaitu 2 buah pengamatan berketukan <
25 dan 2 buah ketukan lainnya > 25.
b. Batas Lekat Tanah (BL)
1. Sisa pasta tanah pada acara BC diambil kemudian digumpalkan
dalam tangan dan ditusukkan pisau sedalam 2,5 cm dengan kecepatan
1 cm/detik.
2. Permukaan pisau diperiksa kembali, harus bersih, tidak ada tanah
kering dari BL dan tanah atau suspensi tanah melekat, berarti pasta
tanah lebih basah dari BL.
3. Tergantung dari hasil pemeriksaan dalam langkah ke-2, membasahi
atau mengurangi kelembapan pasta tanah, dan mengulang lagi
langkah ke-1 sampai mencapai keadaan di permukaan colet di
sebelah ujungnya melekat suspensi tanah seperti dempul sepanjang
kira-kira 1/3 x dalamnya penusukan (± 0,8 cm)
4. Tanah sekitar tempat penusukan diambil sebanyak 10 gram dan
ditetapkan kadar lengasnya seperti dalam acara kadar lengas.
5. Langkah-langkah ke-1 sampai ke-4 dikerjakan lagi sebagai duplo.
Hasil duplo dengan yang pertama tidak boleh berselisih > 1%. Kalau
lebih, harus diulang lagi sampai diperoleh 2 pengamatan yang
selisihnya tidak > 1%.

c. Batas Gulung Tanah (BG)


1. Pasta tanah ± 15 gram diambil dan dibuat bentuk sosis diletakkan di
atas lempeng kaca dan telapak tangan yang digerakkan maju mundur,
menggolek-golekkan sosis tanah sampai terbentuk tambang. Jarak
penggolekkan ialah dari ujung jari sampai pangkalnya dan kembali.
Pada waktu menggolek, jari-jari melakukan gerakan menjarang.
2. Tambang tanah yang terbentuk diperiksa
3. Langkah ke-1 diulangi dengan lebih dulu ditambah atau dikurangi
kelembapan pasta tanah (tergantung hasil langkah ke-2) sampai
mencapai keadaan, tambang tanah itu akan mulai retak-retak / putus-
putus pada waktu mencapai tebal 3 mm.
4. Diambil tambang yang retak-retak / putus-putus itu dan menetapkan
kadar lengasnya.
5. Mengerjakan 2x lagi langkah-langkah ke1 dampai ke-4 sebagai duplo
dan triplo.
d. Batas Berubah Warna Tanah (BBW)
1. Pasta tanah diratakan dengan colet, tipis dan licin, di atas permukaan
papan kayu yang rata dan halus. dibuat bentuk jorong dan pelan –
pelan menipis dari tangan tengah ke tepi. Bagian tengah tebalnya ±
3mm.
2. Tanah didiamkan pada tempat teduh, jauh dari sumber panas.
3. Setelah jalur mudah mencapai lebar kira-kira ± 0,5 cm , maka jalur
muda diambil dengan colet bersama-sama dengan jalur disampingnya
yang masih gelap, juga selebar kira-kira sama banyak dari dua tempat
sekeliling bentukan jorong untuk mendapatkan hasil rata-rata yang
lebih baik. Setelah diambil potongan tanah tersebut, kemudian
dimasukkan ke dalam cupu. Berat cupu+potongan tanah ditimbang
sebagai berat basah, kemudian cupu dimasukkan kedalam oven.
Cupu+potongan tanah dari oven ditimbang kembali sebagai berat
kering.

Anda mungkin juga menyukai