MAKALAH KLB KEL.3 (ROUND 4) Fixx
MAKALAH KLB KEL.3 (ROUND 4) Fixx
“Sistim nilai dan tingkah laku serta harapan klien, sistim nilai dalam praktik konseling
lintas budaya, konseling multikultural sebagai konsep tertutup dan terbuka”
Dosen Pengampu:
Kelompok 3 :
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Konseling
Lintas Budaya dan tentunya juga untuk menambah wawasan khususnya mengenai
pengenalan lingkungan dan konsumen.
Pada kesempatan kali ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak
Drs. Afrizal Sano, M.Pd., Kons Selaku dosen pembimbing mata kuliah Konseling
lintas Budaya. Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat
dan telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini.
Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan
kelancaran penulisan makalah selanjutnya, mengingat makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan penulis masih dalam proses belajar. Penulis berharap semoga
makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem nilai dan tingkah laku serta harapan klien memainkan peran penting
dalam praktik konseling lintas budaya. Konseling multikultural dapat dianggap
sebagai konsep tertutup dan terbuka. Konsep tertutup mengacu pada pendekatan
konseling yang didasarkan pada nilai dan norma budaya tertentu, sementara konsep
terbuka mengakui dan menghargai keragaman budaya serta nilai-nilai yang berbeda.
Dalam praktik konseling lintas budaya, penting untuk memahami dan menghormati
sistem nilai klien serta mempertimbangkan bagaimana nilai-nilai ini memengaruhi
tingkah laku dan harapan klien dalam konteks konseling.
Latar belakang sistem nilai dan tingkah laku dalam praktik konseling lintas
budaya melibatkan pemahaman mendalam terhadap perbedaan nilai, norma, dan
sistem kepercayaan antarbudaya. Sistem nilai, mencakup kebudayaan, agama, dan
gender, memengaruhi pandangan dunia dan perilaku individu. Dalam konseling lintas
budaya, harapan klien melibatkan pemahaman dan sensitivitas terhadap latar belakang
budaya mereka.
Praktik konseling lintas budaya mengharuskan konselor untuk berpikir reflektif
tentang nilai pribadi mereka dan memiliki empati kultural. Konselor perlu mengakui
dan menghormati perbedaan budaya, menciptakan ruang untuk pengalaman dan nilai-
nilai yang beragam. Konsep konseling multikultural dapat bersifat tertutup, hanya
mengakui satu budaya, atau terbuka, menghargai keragaman budaya secara
keseluruhan. Kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan konselor dalam mengelola
perbedaan budaya diperlukan untuk menciptakan lingkungan konseling yang
mendukung pertumbuhan dan pemulihan klien secara holistik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Sistem Nilai dan Tingkah Laku serta Harapan Klien?
2. Apa itu Sistem Nilai dalam Praktik Konseling Lintas Budaya?
3. Apa itu Konseling Multikultural sebagai konsep tertutup dan terbuka?
4
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang Sistem Nilai dan Tingkah Laku serta Harapan Klien
2. Mengetahui tentang Sistem Nilai dalam Praktik Konseling Lintas Budaya
3. Mengetahui tentang Konseling Multikultural sebagai konsep tertutup dan terbuka
5
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem nilai dan tingkah laku serta harapan klien merupakan hal yang penting
untuk dipahami oleh konselor. Setiap individu memiliki sistem nilai dan tingkah laku
yang berbeda-beda, yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, agama, dan
pengalaman hidupnya. Sistem nilai ini akan memengaruhi bagaimana individu
memandang dunia dan bagaimana ia berperilaku.
Harapan klien juga merupakan hal yang penting untuk dipahami oleh konselor.
Klien memiliki harapan tertentu terhadap proses konseling, yang perlu didiskusikan
dengan konselor. Harapan klien ini dapat membantu konselor untuk memberikan
layanan konseling yang sesuai dengan kebutuhan klien.
b. Nilai-nilai budaya
Nilai-nilai budaya dapat memengaruhi bagaimana klien memandang masalahnya
dan bagaimana ia mengharapkan solusinya. Misalnya, seorang klien yang berasal dari
budaya patriarki mungkin akan menganggap bahwa masalahnya adalah karena ia tidak
bisa memenuhi harapan keluarga.
6
c. Nilai-nilai pribadi
2. Harapan Klien
Klien memiliki harapan tertentu terhadap proses konseling. Harapan klien ini dapat
membantu konselor untuk memberikan layanan konseling yang sesuai dengan
kebutuhan klien. Berikut adalah beberapa contoh harapan klien:
a. Harapan untuk mendapatkan bantuan
Klien berharap bahwa konselor dapat membantu mereka untuk menyelesaikan
masalahnya.
Transferensi konselor yang menjadi penyebab pada perbedaan sistem nilai, dasar
filsafat dan tindakan konselor yaitu:
Reaksi konselor muncul ketika terlibat sharing dengan klien, reaksi positif merupakan
reaksi yang seharusnya dilakukan namun seringkali reaksi negatif muncul ketika
proses konseling berlangsung. Hal ini dapat disebabkan karena konselor belum
sepenuhnya menerima klien tanpa syarat atau bahkan perbedaan nilai diantara mereka.
Respon negatif adalah wajar tetapi yang lebih penting adalah tidak menampakkan
respons negatif tersebut sehingga klien merasa tidak diterima atau ditolak.
Konselor yang efektif adalah konselor yang mampu memahami sudut pandang klien,
dengan tidak mengorbankan sistem nilai yang telah diyakini. Membangun sistem nilai
konselor merupakan usaha untuk lebih memahami konteks pola berpikir dan budaya
klien yang menjadi panduan sitem nilainya
8
4. Kebutuhan untuk supervisi oleh teman sejawat.
Konseling dalam lingkup yang lebih luas melibatkan pendekatan langsung untuk
membantu seseorang. Hal ini berkaitan dengan psikologi dan kesehatan mental
masyarakat. Kelly (1970: 183-207) dalam (Adhiiputra, 2014) menjelaskan cara-cara
meneliti aspek-aspek masalah ini termasuk di dalamnya efektivitas konsultasi
kesehatan mental sebagai proses yang masih berjalan. Cara lain untuk memilih
masalah konseling antar-budaya adalah dengan mengajukan pertanyaan tentang
kebergunaan konseling dalam setting dan budaya yang berbeda-beda. Kita juga tahu
bahwa banyak pertanyaan serius dalam psikoterapi mengenai aplikasi etnosentriknya
pada masyarakat lainnya. Salah satu tugas penting untuk penelitian di masa mendatang
adalah penelitian “konseling suku” dan sistemsistem “alamiah” dalam penyelesaian
masalah dan pengaruh dalam perubahan di berbagai negara
Budaya
Sistem nilai adalah seperangkat keyakinan dan prinsip yang mendasari cara
pandang dan perilaku seseorang. Sistem nilai dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
termasuk budaya, agama, dan pengalaman pribadi. Dalam praktik konseling lintas
budaya, konselor perlu memahami sistem nilai dari klien yang berasal dari budaya
yang berbeda. Sistem nilai yang berbeda dapat memengaruhi bagaimana klien
memandang masalahnya dan bagaimana ia mengharapkan konseling.
1. Nilai-nilai agama
Nilai-nilai agama dapat memengaruhi bagaimana klien memandang masalahnya dan
bagaimana ia mengharapkan solusinya. Misalnya, seorang klien yang beragama Islam
mungkin akan menganggap bahwa masalahnya adalah ujian dari Allah dan ia akan
mengharapkan konselor untuk membantunya untuk sabar dan tawakal.
9
2. Nilai-nilai budaya
Nilai-nilai budaya dapat memengaruhi bagaimana klien memandang masalahnya dan
bagaimana ia mengharapkan solusinya. Misalnya, seorang klien yang berasal dari
budaya patriarki mungkin akan menganggap bahwa masalahnya adalah karena ia tidak
bisa memenuhi harapan keluarga.
3. Nilai-nilai pribadi
Nilai-nilai pribadi dapat memengaruhi bagaimana klien memandang masalahnya dan
bagaimana ia mengharapkan solusinya. Misalnya, seorang klien yang memiliki nilai-
nilai kemandirian mungkin akan menganggap bahwa ia harus bisa menyelesaikan
masalahnya sendiri.
Secara kultural perilaku manusia dalam aspek tertentu terdapat kesamaan namun
pada sisi lain banyak muncul perbedaan. Kondisi sosial budaya yang kuat cenderung
menunjukkan dominasi perilaku pada budaya-budaya tertentu. Perspektif konseling
multikultural diarahkan kepada usaha untuk memahami perspektif keragaman budaya
dan antar budaya. Konselor diajak untuk memahami dan mengkritisi budaya-budaya
klien sehingga jalannya proses konseling berada dalam konteks latar budaya klien.
Dalam konseling lintas budaya, hendaknya konselor berani bersikap terbuka untuk
menggunakan teknik “contoh pribadi”. Hal ini lebih disukai oleh konseli bersuku
Lampung, yang mereka akan sangat terbuka untuk membuka diri dan masalahnya
ketika konselorpun melakukan hal yang sama
Seorang konselor multicultural harus memiliki pengetahuan tentang teknik
konseling dan social budaya, sikap terbuka dan toleran terhadap perbedaan, serta
keterampilan dalam memodifikasi teknik-teknik konseling secara efektif dalam latar
budaya yang berbeda-beda. Menyangkut konselor Indonesia perlu pula memahami
ciri-ciri khusus budaya dan sub budaya dari bangsa Indonesia yang beraneka ragam
serta mampu menjadikan keanekaragaman tersebut sebagai unsur pemersatu dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Oleh karena itu konselor multicultural perlu memiliki empati dan kompetensi
dalam memberikan bantuan kelompok penyandang cacat sehingga dapat mendorong
mereka berkiprah secara wajar ditengah masyarakatnya.
10
Konselor yang memiliki perspektif multikultural akan secara efektif memahami
kondisi budaya dan sosial politik klien, pemahaman ini dimulai dengan membangun
kesadaran nilai-nilai budaya bias dan sikap yang ditunjukkan klien. (Okun, 2002)
menyebutkan bahwa model multikultural memiliki dasar-dasar pola berpikir ilmiah
yang ditunjukkan dengan asumsi yaitu:
2. Setiap budaya memiliki ciri-ciri khusus dalam upaya problem solving. Pada
dasarnya setiap kultur memiliki model dan karakteristik yang berlainan dalam strategi
penyelesaian masalah, terutama pada faktor pendekatan yang akan dipakai.
3. Konseling selama ini produk dari barat, budaya barat sebagai sebuah kultur yang
membangun epistemologi pengetahuan, barangkali akan lebih cocok dengan latar
belakang budaya tempat ilmu pengetahuan berkembang
Peranan konselor adalah membantu membuat keputusan sesuai dengan sudut pandang
klien. Konselor yang memiliki perspektif multikultural akan secara efektif memahami
kondisi budaya dan sosial politik klien. Pemahaman ini dimulai dengan membangun
kesadaran nilai-nilai budaya, bias dan sikap yang ditunjukkan klien.
11
Contoh konseling multikultural sebagai konsep tertutup adalah seorang konselor
Muslim yang memberikan konseling kepada klien Kristen. Konselor perlu memahami
perbedaan budaya antara Islam dan Kristen, seperti perbedaan keyakinan, nilai-nilai,
dan norma-norma. Konselor juga perlu menyesuaikan pendekatan konselingnya
dengan perbedaan budaya tersebut, misalnya dengan menghindari penggunaan bahasa
yang menyinggung keyakinan klien.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem nilai dan tingkah laku serta harapan klien merupakan hal yang penting
untuk dipahami oleh konselor. Setiap individu memiliki sistem nilai dan tingkah laku
yang berbeda-beda, yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, agama, dan
pengalaman hidupnya. Sistem nilai ini akan memengaruhi bagaimana individu
memandang dunia dan bagaimana ia berperilaku. Harapan klien juga merupakan hal
yang penting untuk dipahami oleh konselor. Klien memiliki harapan tertentu terhadap
proses konseling, yang perlu didiskusikan dengan konselor. Harapan klien ini dapat
membantu konselor untuk memberikan layanan konseling yang sesuai dengan
kebutuhan klien.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu kami membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca
agarbisa memperbaiki kesalahan tersebut. Disarankan kepada penulis untuk bisa
membaca sumber atau referensi lain.
13
KEPUSTAKAAN
Pustaka Pelajar.
Geldard, D, dan Geldard, K,. (2001). Basic Personal Counselling : Training Manual
Greetz, C. (1981). Abangan, Santri dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta:
Pustaka Jaya
Supriatna, mamat. (2009). Materi PLPG Sertifikasi Guru. FIP. UPI Bandung
14