Konseling Multikultural Kel 7
Konseling Multikultural Kel 7
Layanan Konseling
MAKALAH ILMIAH
Dibuat untuk memenuhi sebagian tugas dari mata kuliah
Konseling Multikultural
Oleh :
Wahyuni Riyanti (2115005)
Velencia Sestia (2115022)
Jaharotul Kamaliah (2115024)
Fakultas : Tarbiyah
Program Studi : Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islam
Kepada :
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK
BANGKA BELITUNG
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya, penyusunan makalah Analisis Aspek-Aspek Budaya
Dalam Mempengaruhi Kehidupan Konseli ini dapat terselesaikan dengan cukup
baik. Makalah ini dibuat dengan tujuan guna memenuhi tugas mata kuliah
Konseling Multikultural. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menambah
wawasan serta pengetahuan tentang Analisis Aspek-Aspek Budaya Dalam
Mempengaruhi Kehidupan Konseli.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Sholeh
Marsudi, M.A selaku dosen pengampu mata kuliah ini. Berkat tugas yang
diberikan ini, dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan materi yang
diberikan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah. membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh sebab itu, saran dan
kritik senantiasa diharapkan demi perbaikan karya penulis. Penulis juga berharap
semoga makalah ini mampu memberikan pengetahuan tentang Analisis Aspek-
Aspek Budaya Dalam Mempengaruhi Kehidupan Konseli.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang terbentang Dari
Sabang sampai Merauke serta memiliki kekayaan berbagai ragam suku,
bangsa dan budaya. Keberagaman budaya yang merupakan aset dan
kekayaan Indonesia ini patut untuk dilestarikan. Keberagaman budaya ini
ternyata juga membutuhkan pemahaman tersendiri bagi orang lain yang
berasal dari luar budaya tersebut. Perbedaan budaya menjadikan pola
pemahaman dan cara tersendiri dalam menjalin komunikasi termasuk di
dalamnya dalam pemberian pelayanan bimbingan dan konseling. Konselor
perlu memiliki kepekaan budaya agar dapat memahami dan membantu
kelajuan sesuai dengan konteks budayanya. Kultural Individu memiliki
karakteristik yang unik dan dalam proses konseling akan membawa
karakteristik tersebut.
Setiap manusia atau masyarakat yang hidup bersama dalam satu
komunitas tentu memiliki kebudayaan yang mengakar dalam
kehidupannya dari generasi ke generasi. Konseling merupakan proses
interaksi psikologis antara konselor dengan konseli dalam rangka
memberikan bantuan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
Pada mulanya konseling merupakan bagian dari psikologis sehingga
penanganannya lebih banyak melibatkan aspek-aspek psikologis. Di antara
beberapa faktor yang sangat penting dan mempengaruhi proses konseling
adalah faktor sosial budaya. Seiring berkembangnya paham globalisasi
dan meningkatnya eksistensi konseling, interaksi konselor dan konseli
tidak hanya terjadi dalam satu kultur tetapi dapat terjadi antara orang-
orang dengan latar belakang budaya yang berbeda.
Menurut Maliki konseling lintas budaya dapat diartikan yang
dilakukan dalam ruang lingkup dan setting budaya yang berbeda dengan
kata lain konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang
1
berbeda. Agar berjalan efektif maka konselor dituntut untuk memiliki
kepekaan budaya dan melepaskan diri dari bias-bias budaya, mengerti dan
dapat mengapresiasi diversitas budaya dan memiliki keterampilan-
keterampilan yang responsif secara kultural. Dengan demikian konseling
dipandang sebagai perjumpaan budaya antara konselor dan klien. 1 Salah
satu prinsip bimbingan dan konseling adalah terlayani semua individu
tanpa memandang usia, status, suku atau ras, agama dan sebagainya.
Untuk menanggulangi masalah tersebut konseling multikultural dapat
menjadi salah satu solusi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa hakikat konseling multikultural?
2. Apa saja implikasi konseling multikultural dalam program layanan
konseling?
3. Bagaimana srategi implikasi konseling multikultural dalam program
layanan konseling?
C. Tujuan Masalah
1. Umtuk mengetahui hakikat konseling multikultural.
2. Untuk mengetahui implikasi konseling multikultural dalam program
layanan konseling.
3. Untuk mengetahui strategi implikasi konseling multikultural dalam
program layanan konseling.
1
Diana AriswantiTrinibgtyas, Konseling Lintas Budaya. (Jawa Timur: CV. AE Media
Grafika, 2019), hlm. 52
2
BAB II
PEMBAHASAN
2
Dayaksini, Tri & Yuniardi, Salis. 2008. Psikologi Lintas Agama. Malang: UMM Press. Hlm
175
3
Ibid
3
Heims & Cook merinci konsep kunci dalam konseling multikultural:
Haims & Cook menyebutnya dengan konsep kunci karena tidak mungkin
konselor dapat menyelenggarakan layanan konseling multikultural jika
tidak dapat memahami istilah atau konsep yang terhimpun dalam
konseling multikultural itu sendiri. Konselor akan menghadapi berbagai
persoalan latar belakang budaya yang dibawa oleh konselinya. Apakah
konseli seorang yang merasa tertindas karena ia minoritas, apakah konseli
disepelekan karena ia bagian dari ras tertentu, apakah konseli berpikir
untuk bertindak di luar kebiasaan lingkungan sosial-budayanya. Begitu
pula dengan konselor, apakah dirinya merasa kesulitan saat melayani
konseli yang berbeda secara kultural dengannya, apakah konselor selalu
merasa tidak nyaman saat konseli mengungkapkan nilai yang berbeda
dengan nilai yang diyakini konselor, dan apakah konselor akan menjadi
netral nilai dalam suasana konseling multikultural. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut dapat konselor jawab jika ia memahami konsep dari konseling
multikultural dan mau mengambil sikap untuk terus melakukan
pengembangan diri.
Dengan demikian, konseling multikultural dapat dipahami sebagai
“suatu bentuk konseling di mana konselor dengan konseli (perorangan/
kelompok) memiliki perbedaan-perbedaan nilai dan keyakinan yang
berasal dari lingkungan historis, sosial, budaya, agama, perkembangan
fisik (usia dan seks biologis), dan peran identitas-gender”. Musrifah
menyatakan situasi yang terjadi dalam konseling multikultural meliputi :
a. konselor memiliki budaya dan konseli juga membawa budayanya
sendiri.
b. mungkin saja konselor dan konseli berasal dari sistem budaya yang
sama namun berbeda secara usia, peran dalam anggota masyarakat,
status
perkawinan, orientasi seksual, dan kelas sosialekonomi
c. konselor dan konseli berasal dari lingkup budaya yang sama atau
berbeda namun perlu menyesuaikan dirinya dengan praktik budaya
4
yang berlaku dalam lingkungan tempat layanan konseling
diselenggarakan.4
4
Mufrihah, A. (2014). Implikasi prinsip bimbingan dan konseling terhadap kompetensi
multikultural konselor. jurnal populer pendidikan, 7(1), 73-85
5
budaya yang konsisten dengan latar belakang ras, budaya, etnis, gender
dan orientasi seksual mereka. Saran dan nasehat dapat digunakan secara
efektif bagi beberapa populasi konseli tertentu.
3. Individual, group, and universal dimensions ofexsistence. Dalam
konseling lintas budaya terdapat pengakuan terhadap keberadaan dari
identitas individu dibentuk dari dimensi individual (keunikan),
kelompok dan universal. Segala bentuk bantuan yang gagal untuk
memahami totalitas dari dimensi-dimensi ini menghilangkan aspek-
aspek penting dalam identitas seseorang.
4. Universal and culture-specific strategies. Konseling lintas budaya
memercayai bahwa kelompok minoritas erat atau etnis yang berbeda
mampu mereset strategi bantuan yang diberikan pada budaya tertentu.
5. Individualism and collectivism. Konseling lintas beda aja memperluas
perspektif suatu hubungan, saling membantu dengan menyeimbang
pendekatan individualistik dengan realitas kolektivitas di mana adanya
pengakuan keterikatan antara individu dengan keluarga, komunitas dan
budaya. Koncoli bukan hanya seorang individu tunggal melainkan juga
seorang individu yang merupakan produk konteks sosial atau
budayanya.
6. Client and client systems. Konseling multi budaya memperhatikan
peran ganda dalam membantu konseli. Dalam beberapa kasus, sangat
penting untuk memperkuatkan pada konflik secara individual dan
mendorong mereka untuk meraih pengetahuan dan mempelajari
perilaku-perilaku baru. Akan tetapi ketika permasalahan konseling
mengenai warna kulit muncul dalam bentuk praduga, diskriminasi,
rasisme pekerja, pendidik dan tetangga atau dalam bentuk kebijakan-
kebijakan dalam organisasi atau praktik-praktik di sekolah, agen-agen
kesehatan mental, pemerintahan, bisnis dan lingkungan, peran
pendekatan konseling tradisional sangat tidak efektif dan tidak tepat.
6
Fokus perubahan harus berpindah untuk mengubah sistem pemahaman
konseling daripada individu konseli itu tersendiri.5
Kompetensi konselor dalam menerapkan konseling lintas budaya
diharapkan mampu memberikan layanan dan informasi berbasis budaya
dan lingkungan setempat. Peserta didik diajak melestarikan nilai-nilai
budaya, adat istiadat berbasis Bhinneka Tunggal Ika. Tohirin dalam
Saputra pelaksanaan tugas konselor di sekolah harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
1. Berkenaan dengan kepribadiannya. Seorang konselor harus memiliki
kepribadian yang baik dan dalam pelayanan bimbingan dan konseling
berkaitan dengan pembentukan perilaku dan kepribadian peserta didik.
Melalui layanan bk diharapkan terbentuk perilaku galak baik dan
kepribadian yang baik pula pada diri peserta didik dan upaya tersebut
akan efektif bila dilakukan oleh guru yang memiliki kepribadian yang
baik.
2. Berkenaan dengan pendidikan yakni pelayanan bimbingan dan
konseling merupakan pekerjaan profesional.
3. Berkenaan dengan pengalaman
4. Berkenaan dengan kemampuan yakni konselor tidak akan dapat
melaksanakan tugasnya secara baik jika tidak memiliki kemampuan dan
keterampilan. Maka konselor dituntut untuk memiliki berbagai
keterampilan melaksanakan layanan bimbingan dan konseling.6
Implikasi konseling multikultural dalam program layanan konseling
sangat penting terutama di Indonesia yang memiliki keberagaman budaya
yang kaya. Adapun menurut pemakalah beberapa implikasinya yaitu:
1. Meningkatkan kesadaran multikultural yakni konselor harus memiliki
kesadaran tentang perbedaan budaya dan nilai-nilai yang ada di
5
Ahmad Susanto, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Konsep, Teori dan Aplikasinya.
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), hlm. 177
6
Saputra, dkk. Kompetensi Konselor dalam Memahami Nilai Sosiokultural Peserta Didik
Sekolah Menengah Pertama. ProcedingSeminar Nasional Bimbingan dan Konseling. (Bengkulu:
UNIB, 2016), hlm. 34
7
masyarakat sehingga dapat memberikan layanan yang sesuai dan
efektif.
2. Kompetensi multikultural yaitu konselor perlu mengembangkan
kompetensi multikultural yang mencakup tentang pengetahuan,
keterampilan dan sikap untuk bekerja secara efektif dalam konteks
lintas budaya.
3. Layanan yang inklusif yaitu program layanan konseling harus
dirancang untuk inklusif dan menghormati keragaman siswa termasuk
gender, usia, latar belakang sosial budaya dan keyakinan agama.
4. Strategi layanan yang adaptif yaitu pendekatan dan strategi dalam
layanan konseling harus fleksibel dan adaptif terhadap kebutuhan
multikultural siswa termasuk pembentukan kelompok-kelompok lokal
budaya.
5. Pendidikan dan Pelatihan berkelanjutan yaitu penting bagi konselor
untuk terus-menerus mendapatkan pendidikan dan pelatihan tentang
isu-isu multikultural untuk meningkatkan layanan mereka. Konseling
lintas budaya memungkinkan konselor untuk lebih menghargai dan
memahami keragaman yang ada serta memberikan layanan yang lebih
efektif dan relevan dengan kebutuhan siswa.
8
2. Pendekatan Kultursensitif: Pendekatan ini memastikan bahwa konselor
menghormati dan mengakui perbedaan budaya klien. Mereka harus
memastikan bahwa tidak ada asumsi yang dibuat tentang pengalaman
hidup atau nilai-nilai klien berdasarkan budaya atau latar belakang
mereka.
3. Komersialisasi Budaya: Konseling multikultural menghargai keunikan
setiap individu. Ini berarti tidak menggeneralisasi atau mengkotak-
kotakkan klien berdasarkan budaya atau latar belakang mereka.7
4. Komunikasi Efektif: Konselor harus memastikan bahwa komunikasi
dengan klien dilakukan dengan cara yang memperhitungkan budaya
dan bahasa klien. Ini bisa melibatkan penggunaan bahasa yang mudah
dipahami oleh klien, serta memperhatikan norma-norma komunikasi
yang berlaku dalam budaya klien.
5. Penyesuaian Teknik Konseling: Teknik konseling harus disesuaikan
dengan kebutuhan dan preferensi klien yang berasal dari berbagai
budaya. Misalnya, beberapa klien mungkin lebih nyaman dengan
pendekatan konseling yang kolaboratif, sementara yang lain mungkin
lebih memilih pendekatan yang lebih langsung.
6. Kesadaran Diri: Konselor juga perlu memiliki kesadaran diri yang
tinggi tentang bagaimana budaya, latar belakang, dan pengalaman
pribadi mereka sendiri dapat mempengaruhi persepsi dan interaksi
dengan klien. Ini dapat membantu konselor untuk menghindari
prasangka atau stereotip yang tidak disengaja.
7. Pelatihan dan Pengembangan: Program layanan konseling harus
menyediakan pelatihan dan pengembangan kontinu bagi konselor untuk
meningkatkan pemahaman dan keterampilan mereka dalam menerapkan
pendekatan konseling multikultural.8
7
Lee, Courtland C., and David Sue. "Counseling the Asian American." John Wiley & Sons,
2002. Hlm 39
8
Arredondo, Patricia, et al. "Counseling Latinos and la Familia: A Practical Guide." SAGE
Publications, 2017. 136
9
Dengan menerapkan strategi ini, program layanan konseling dapat
menjadi lebih inklusif dan efektif dalam membantu berbagai kelompok
individu dalam masyarakat.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konseling multikultural merupakan hubungan konseling antara
konselor dan konseli yang berbeda latar belakang budaya, nilai, dan
keyakinan. Perubahan sosial dan budaya dalam masyarakat menuntut
adaptasi dalam model dan pendekatan konseling. Pemahaman tentang
konseling multikultural menjadi sangat penting karena latar belakang
historis dan budaya konseli dapat mempengaruhi hasil konseling.
Konseling multikultural melibatkan konsep-konsep kunci seperti
peran dan proses konselor, konsistensi dengan nilai-nilai budaya konseli,
serta pengakuan terhadap dimensi individu, kelompok, dan universal
dalam identitas seseorang. Pendekatan ini juga memerlukan strategi yang
sensitif budaya, komunikasi efektif, penyesuaian teknik konseling, dan
kesadaran diri konselor.
Implikasi dalam layanan konseling di Indonesia yang beragam
budaya menuntut konselor untuk meningkatkan kesadaran multikultural,
mengembangkan kompetensi multikultural, merancang layanan inklusif,
mengadopsi strategi adaptif, dan mengikuti pendidikan serta pelatihan
berkelanjutan. Dengan demikian, program layanan konseling dapat lebih
inklusif dan efektif dalam memenuhi kebutuhan berbagai kelompok dalam
masyarakat.
11
DAFTAR PUSTALKA
12