Anda di halaman 1dari 8

TELAAH KITAB AL-JA>MI’ LI AH}KA>M AL-QUR’A>N KARYA AL-QURT}UBI>

Salman Alfarisi (E03218025)


Ahmad Rizkiansah Rahman (E73218032)
Imamatun Nisa’ (E03218012)

UIN Sunan Ampel Surabaya


Jl. Ahmad Yani, no. 117, Jemur Wonosari, Wonocolo, Surabaya, Jawa Timur
Kode Pos 60237

Abstrak
Peninjauan terhadap kitab tafsir al-Qurt{ubi> sangat penting dilakukan. Hal ini untuk
mengetahui bagaimana latar belakang, metode, corak, yang ditempuh pengarang.
Kitab al-Ja>mi’ li Ah}kam al-Qur’a>n merupakan sebuah kitab tafsir yang dikarang oleh
al-Qurt}ubi>. Kitab ini mempunyai corak Fiqh yang komprehensif, memiliki
pendekatan yang relatif berbeda dimana pengarang jauh dari sifat fanatisme
madzhab. Kitab tafsit ini bisa dikatakan lebih istimewa karena tidak terbatas
menafsirkan ayat-ayat hukum persoalan fiqh saja, lebih dari itu tafsir ini mencajup
semua aspek tafsir dan ayat-ayat yang tidak berkenaan dengan hukum juga
ditafsirkan oleh Qurt{ubi>. Beliau juga menggunakan argumen para ulama kemudian
dipilih yang terkuat menurut mufassir. Oleh karena itu, dalam artikel ini akan
menjelaskan bagaimana biografi, karya, metode penafsira, dan contoh penafsirannya
dalam kitab ini, sehingga didapatkan bagaiaman cara al-Qurt}ubi> dalam menfasirkan
al-Qur’a>n.

Kata Kunci: al-Qurt{ubi>, al-Ja>mi’ li Ah}kam al-Qur’a>n, Fiqh

Pendahuluan
al-Qur’a>n merupakan kalam Allah sekaligus bukti keagungan-Nya yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Jibril. Keistimewaanya menjadikan daya
tarik seseorang untuk mengkajinya, bukan hanya bagi Muslim saja, Non-Muslim juga
mempunyai ketertatrikan untuk mengakajinya.
Ada dua langkah yang digunakan untuk menggali kandungan al-Qur’an, yaitu tafsir
dan takwil. Tafsir merupakan upaya seseorang penafsir untuk memikirkan dan menemukan
makna dan pesan pada teks ayat-ayat al-Qur’an serta menjelaskan sesuatu yang belum bisa
dipahami dari ayat-ayat tersebut sesuai dengan kemampuan manusia.1 Sedangkan takwil
ialah berupaya memilih dan mengalihkan makna dari yang tampaak ke makna yang kurang
tampak dengan argument yang menuntututnya.2 Dalam prakteknya, Tafsir lebih banyak
digunakan dibandingkan takwil. Akan tetapi, tafsir ataupun takwil terlahir dengan tujuan
yang sama, memberi penjelasan, baik dari al-Qur’an itu sendiri, Hadis, atau penjelasan para
ulama sehingga dapat mempermudah dalam memahaminya.
Salah satu kitab tafsir karya ulama terdahulu yang bercorak Fiqh ialah al-Ja>mi’ li
Ah}kam al-Qur’a>n karya al-Qurt}ubi>. Oleh karena itu, pada tulisan ini kami ingin membahas
tentang kitab tafsir ini. Untuk memudahkan pembaca, tulisan ini disusun berdasarkan
biografi pengarang, latar belakang penuliisan kitab, metodologi penafsiran, dan contoh
penafsiranya, guna mengetahui kitab tersebut secara umum.

Riwayat Hidup al-Qurt}ubi>


Nama lengkap beliau adalah Abu> ‘Abd Alla>h Muh}ammad Ibn Ah}mad Ibn Abi> Bakr
Ibn Farh} al-Ans}a>ri> al-Khazraji> al-Andalusi>.3 Bisa disebut Abu> ‘Abd Alla>h Ibn Ah}mad Ibn
Abu> Bakr Ibn Farh} al-Ans}a>ri> al-Khazraji> Syams al-Di>n al-Qurt}ubi>.4 Al-Qurt}ubi> sendiri
adalah suatu daerah di Andalusi (sekarang Spanyol), yaitu Codoba, yang di-nisbah-kan
kepada beliau. Al-Qurt}ubi> adalah seorang yang zuhud, wara’ dan bertakwa kepada Allah
swt, dan senantiasa menyibukkan diri dalam menulis dan beribadah.5 Para ahli sejarah
berbeda pendapat tanggal kelahiran dari al-Qurt}bi. Dikarenakan tidak ada sumber yang
otentik akan hal ini. Akan tetapi, ada yang mengatakan bahwa beliau lahir sekitar abad 6
Hijriyah pada zaman pemerintahan khalifah Ya’qub bin Yusuf bin Abdul Mukmin dari
dinasti Muwahidun.6 Ada juga yang berpendapat beliau dilahirkan di Cordoba (Spanyol)
tahun 486 H/1093 M. dan wafat pada bulan syawwal tahun 567 H/1172.7 Akan tetapi,

1
Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 3.
2
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami
Ayat-ayat al-Qur’an, (Tanggerang: Lentera Hati, 2013), 219.
3
Abi> ‘Abdillah Muh}ammad Ibn Ahmad Ibn Abi> Bakr al-Qut}bi>, al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’a>n (Beirut: Al-
Resalah Publisher, 2006), 1
4
Abdul Aziz Dahlan, dkk, Ensiklopedian Hukum Islam, Jilid V (Jakarta: Ichtiar Van Hoeve, 1997), 1462.
5
Abu> ‘Abd Alla>h Muh}ammad Ibn Ah}mad al-Ans}ari> al-Qurt}ubi>, At-Tadzkir fi Afdhal al-Adzkar, terj. Pardan
Syafruddin, Jilid I (Jakarta: PT. Lentera Abadi, 2009), 13.
6
Abdullah, AS, ‚Kajian Kitab Tafsir ‚al-Ja>mi’ li Ah}kam al-Qur’a>n‛‛, Al-I’jaz: Jurnal Kewahyuan Islam, Vol.-,
No.-(Januari-Desember, 2018), 2.
7
Mochtar Effendy, Ensiklopedia Agama dan Filsafat, Jilid V (Palebang: Universitas Sriwijaya, 2001), 71.
mengenai tanggal wafat beliau, para ahli sejarah Islam sepakat bahwa beliau meninggal pada
malam Senin tanggal 9 Syawwal tahun 671 di kota Manya.8
Al-Qurt}ubi hidup di masa al-Muwahidun, dinasti yang berpusat di Afrika Utara.
Pada saat itu Cordoba mengalami masa kemajuan ilmu pengetahuan, abad-abad akhir
kemajuan umat Islam di Eropa disaat Barat masih tenggelam dalam kegelapan. Pada masa
itu, pemerintahan al-Muwahidun memberikan dorongan kepada masyarakatnya untuk
memperoleh ilmu pengetahuan seluas-luasnya. Muwahidun memberikan semangat dan
dorongan kepada para ilmuwan untuk terus berkarya dan meramaikan bursa ilmu
pengetahuan. Semua itu berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter keilmuan al-
Qurt}ubi.9
Perjalanan keilmuan al-Qurt}ubi dari satu ke tempat yang lain, banya berkenalan
dengan orang-orang yang berkonstribusi terhadap perkembangan keilmuannya. Aktifitas
intelektual al-Qurt}ubi terbagi menjadi dua tempat, di Cordoba dan Mesir. Ketika di Cordoba
beliau pertama kali berguru kepada Abu> Ja’far Ah}mad ibn Muh}ammad al-Qaisi> yang
terkenal dengan sebutan Abi> Hijjah (w. 634 H)< Abu> Sulaima>n Rabi’ ibn Abd al-Rah}ma>n ibn
Ah}mad al-Asy’ari> al-Qurt}ubi> (w. 632 H), Abu> Amir Yah}ya ibn Abd al-Rah}ma>n ibn Ah}mad
al-Asy’ari al-Qurt}ubi> (w. 839 H), Abu> H}asan Ali> ibn Abd Alla>h ibn Muh}ammad ibn Yu>suf
al-Ans}a>ri al-Qurt}ubi> al-Ma>liki, atau yang dikenal dengan Ibn Qutral (w. 651 H), dan Abu>
Muh}ammad Abd Alla>h ibn Sulaima>n ibn Daud al-Ans}a>ri> al-Andalusi (w. 612 H).10
Ketika Perancis mulai menguasai Cordoba pada tahun 633 H/1234 M, begitu juga
dengan kepindahan gur beliau ke Isbililah, ia kemudian pergi meninggalkan Cordoba untuk
mencari ilmu di negara lain di wilayah Timur. Beliau kemudian melakukan perjalanan
menuntut ilmu dengan para ulama di beberapa kota Mesir, seperti Iskandariyah
(Alexandria), Mansurah (Mansoura), al-Fayyum (Faiyum), Kairo, dan wilayah-wilayah
lainnya. Adapun guru-guru al-Qut}ubi> di Mesir, diantaranya: Abu> al-Abba>s Diya>’ al-Di>n
Ah}mad ibn Umar Ibra>him ibn Umar al-Ans}a>ri al-Qurt}ubi> al-Maliki al-Faqi>h (w. 656 H), Abu>
Muh}ammad Rasyid al-Di>n Abd al-Waha>b ibn D}afi>r al-Ma>liki (w. 648 H), Abu> Muh}ammad
Abd al-Muat}i ibn Mah}mud ibn Abd al-Muat}I ibn Abd al-Kha>liq al-Khami al-Iskaandari> al-

8
Abdullah, AS, ‚Kajian Kitab Tafsir ‚al-Ja>mi’ li Ah}kam al-Qur’a>n‛‛,….., 2.
9
Ahmad Zainal Abidin dan Eko Zulfikar, ‚Epistemologi Tafsir al-Ja>mi’ li Ah}kam al-Qur’a>n karya Al-Qurt}ubi>‛,
Kalam, Vol. 11, No. 2 (Desember, 2017), 496.
10
Al-Qurt}ubi>, Muqaddimah, Juz I, 7; Ahmad Zainal Abidin dan Eko Zulfikar, ‚Epistemologi Tafsir al-Ja>mi’ li
Ah}kam al-Qur’a>n karya Al-Qurt}ubi>‛, Kalam, Vol. 11, No. 2 (Desember, 2017), 497.
Ma>liki al-Fa.qih al-Za>hid (w. 656 H), Abu> al-H}asan ibn ‘Ali ibn Hibah Alla>h ibn Salamah al-
Mis}ri al-Sya>fi’i (w. 649 H).11
Kecintaan al-Qurt}ubi terhadap ilmu membentuk pribadi yang shalih, menyibukkan
dirinya untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah swt. dan menulis kitab. Beliau dikenal
sebagai sosok ulama dari kalangan Maliki, meskipun begitu, ia meninggalkan fanatisme
serta menghargai setinggi-tingginya perbedaan pendapat. Karya beliau meliputi bidang
tafsir, hadis, dan lain sebagainya, diantara karyanya yang terkenal, sebagai berikut; al-Ja>mi’
li Ah}kam al-Qur’a>n, Syarh} Asma> Alla>h al-H}usna>, al-Tiz}ka>r fi afd}al al-Az}ka>r, al-Taz}kirah bi>
Amwa>r al-A>khirah, Syarh} al-Taqsi>, al-Tiz}ka>r fi afd}al al-Az}ka>r, Qama’ al-H}ars} bi al-Zuhd wa
al-Qana>’ah wa Rad Z}ali al-Su’a>l bi al-Kutub wa al-Syafa>’ah.12

Corak Penafsiran
Meskipun Al-Qurtubi termasuk ahli fiqih dari kalangan madzhab Maliki, ia
meninggalkan fanatisme jauh-jauh serta menghargai setinggi-tingginya perbedaan pendapat,
juga tidak senantiasa sepaham dengan imam madzhabnya dan ulama lain, baik di dalam
maupun di luar madzhabnya.13 Dilihat secara menyeluruh, pembahasan dalam tafsir ini
sangat detail. Ia berusaha untuk menjelaskan seluruh aspek yang terkandung dalam Alquran
dari awal sampai akhir dan mengungkapkan seluruh pengertian yang dikehendaki. Dengan
demikian dapat diambil kesimpulan bahwa metode yang dipakai Al-Qurtubi adalah metode
tahlili. Hal ini dapat dilihat dari cara Al-Qurthubi menjelaskan kandungan ayat Alquran
secara panjang lebar dan mendalam dari berbagai aspek. Adapun langkah-langkah Al-
Qurthubi dalam penafsirannya, menyebutkan ayat, menyebutkan poin-poin masalah ayat
yang dibahas ke dalam beberapa bagian, memberikan kupasan dari segi bahasa, menyebutkan
ayatayat lain yang berkaitan dan hadis-hadis dengan menyebut sumber dalilnya, mengutip
pendapat ulama dengan menyebut sumbernya sebagai alat untuk menjelaskan hukum-hukum
yang berkaitan dengan pokok bahasan, menolak pendapat yang dianggap tidak sesuai ajaran
Islam, mendiskusikan pendapat ulama dengan argumentasi masing-masing dan mengambil
pendapat yang paling benar.14

11
Ibid., 7-8.
12
Muh}ammad H}usain al-Z}ahabi>, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n Juz II, (tp: Maktabah Wahbah, th), 336.
13
Ahmad Zainal Abidin dan Eko Zulfikar, Epistemologi Tafsir Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an Karya Al-Qurtubi,
Jurnal UIN Raden Intan Lampung, 2017, 497
14
Muhammad Rifaldi dan Muhammad Sofian Hadi, Meninjau Tafsir Al-Jami’ Li Ahkami Al-Qur’an Karya
Imam Al-Qurthubi: Manhaj dan Rasionalitas, Jurnal UIN Sunan Gunung Jati, 2021, 93
Dilihat dari sumber penafsiran, tafsir digolongkan menjadi dua, yaitu: pertama, tafsir bi
al-ma’tsur (riwayah) dan kedua, tafsir bi al-ra’yi (Diroyah). Metode penafsiran tafsir bi al-
ma’tsur terfokus pada Shohihul Manqul (riwayat yang shohih) dengan menggunakan
penafsiran Alquran dengan Alquran, penafsiran Alquran dengan sunnah, penafsiran Alquran
dengan perkataan para sahabat dan penafsiran Alquran dengan perkataan para tabi'in.15 Al-
Qurthubi banyak menyebutkan ayat-ayat lain dan hadis-hadis Nabi yang berkaitan dengan
penafsiran ayat yang dibahasnya, di samping itu juga, beliau banyak memberikan kupasan
dari segi bahasa, dengan menggunakan sya’ir-sya’ir Arab sebagai rujukan kajiannya. Dalam
muqaddimah kitabnya beliau juga menjelaskan bahwa beliau menyandarkan semua pendapat
yang dikutipnya secara langsung kepada pemilik pendapat-pendapat tersebut, demikian juga
dalam pengutipan hadis-hadis Nabi SAW, beliau menyebutkan nama-nama pengarang dari
kitab-kitab hadis yang dirujuknya. Dari sini, bisa disimpulkan bahwa metode penafsiran al-
Qurtubi dilihat dari sumbernya, masuk katagori tafsir bi al-iqtirani, sebuah metode penafsiran
yang menggabungkan antara penafsiran bi al-ma’tsur dan bi al-ra’yi.16
Langkah-langkah yang dilakukan Al-Qurtubi dalam menafsirkan Alquran dapat
dijelaskan dengan perincian sebagai berikut: (1) memberikan kupasan dari segi bahasa; (2)
menyebutkan ayat-ayat lain yang berkaitan dan hadis-hadis dengan menyebutnya sebagai
dalil; (3) menolak pendapat yang dianggap tidak sesuai dengan pemahamannya; (4) mengutip
pendapat ulama sebagai alat untuk menjelaskan permasalahan yang berkaitan dengan pokok
bahasan; (5) mendiskusikan pendapat ulama dengan argumentasi masing-masing, setelah itu
melakukan perbandingan dan mengunggulkan serta mengambil pendapat yang dianggap
paling benar.17
Dalam tafsir ini, beliau menulis pilihan penafsiran-penafsiran dari banyak ulama,
masalah kebahasaan, ‘irab, segala macam bacaan, penolakan terhadap ahli sesat (ahli ilmu
kalam), mencantumkan banyak hadis yang berhubungan dengan ayat yang dibahas serta
asbabun nuzulnya. Kemudian merangkum seluruh ma’nanya serta menjelaskan sesuatu yang
sulit dipahami dengan pendapatnya ulama salaf dan khalaf. Kemudian beliau memberi syarat
dalam kitab tafsirnya dengan melekatkan sebuah pendapat kepada ulama yang
mengatakannya dan hadis berasal dari sumbernya.18 Dari banyaknya melakukan kutipan
pendapat para ulama, baik dari aspek bahasa, fiqih, dan banyaknya dalil-dalil yang digunakan

15
Mujiatun Ridawati, Metode Tafsir Al-Qurthubi Mengenai Ayat Jual Beli & Riba Dalam Kitab Al-Jami’ Fi
Ahkam Al-Qur’an, IAI Qamarul Huda, Bagu, Loteng, NTB, 2020, 46
16
Moh. Jufriyadi Sholeh, Tafsir Al-Qurtubi: Metodologi, Kelebihan Dan Kekurangannya, Jurnal Reflektika, 54
17
Epistemologi Tafsir Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an, 499
18
Abdullah AS, Kajian Kitab Tafsir “al-Jami’ li ahkam al-Qur’an”, Jurnal Kewahyuan Islam, 2018, 4
oleh al-Qurtubi, serta melakukan studi perbandingan antara pendapat tersebut, maka menjadi
jelas bahwa metode al-Qurtubi dilihat dari keluasan penjelasannya adalah tafsir tafsili.
Bila dicermati, Imam al-Qurtubi dalam tafsirnya ini lebih banyak mendiskusikan
persoalan-persoalan fiqih dari pada persoalan-persoalan yang lain. Beliau memberikan ruang
ulasan yang sangat luas dalam masalah fiqih. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa tafsir
karya al-Qurtubi ini bercorak fiqih, Karena dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran lebih
banyak dikaitkan dengan persoalan-persoalan fiqih. Al-Qurtubi memulai kitab tafsirnya dari
surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas, dengan demikian ia memakai sistematika
mushafi yaitu yaitu dalam menafsirkan Alquran sesuai dengan urutan ayat dan surat yang
terdapat dalam mushaf.
Al-Quthubi menyadari bahwa tidak semua ayat di dalam Alquran itu memiliki muatan hukum
syari’at. Sehingga jika ia menemukan ayat-ayat tersebut, ia tidak memaksakan kerangkan
pemikirannya dalam memandang Alquran, melainkan hanya melakukan penafsiran dan
menta’wilkan ayat berdasarkan permasalahan-permasalahan yang terkandung dan dapat
disentuh olehnya saja.
Contoh penafsiran

1. Contoh menafsirkan dari segi bahasa

َّ‫ة َّ ِم ْه َّ ق َ بْ هِ ك ُ ْم َّ إ ِ ذ َ اَّآ ج َيْ ح ُ ُم ُ ٌ ُ ه َّ أ ُ ُج ُ َز ٌ ُ ه‬


َ ‫ت َّ ِم َه َّان ِر ي َه َّ أ َُ ج ُُاَّا نْ ِك ح َب‬ َ ‫ََ ا نْ ُم ْح‬
ُ ‫ص ىَب‬
Dalam menafsiran ayat tersebut beliau sangat memperhatikan aspek bahasa
dalam penafsirannya. Menurutnya, altah}as}un adalah sesuatu yang terpelihara dan
terjaga baik. Dari akar kata ini diambil kosa kata al-h}is|n (benteng) karena dengan
benteng itu orang dapat bertahan dan selamat. Dalam konteks ini Allah berfirman:
‚Dan kami mengajarinya (Nabi Dawud) membuat baju besi agar dapat
menyelamatkan kau dalam pertempuran‛ (al-Anbiya’: 70), artinya dengan berbaju itu
seseorang terjaga dari luka dalam pertempuran). Lafaz al-h}is}ān dengan huruf ha’
yang dikasrah ( ( ‫ الحصان‬yang berarti kuda jantan, berasal dari akar kata ini karena
kuda memang dapat mencegah pemiliknya dari kecelakaan. Tapi kata al-has} ān
dengan huruf } ha’ difathah (‫( صانَ الح‬berarti al-afīfah (perempuan baik-baik); karena
kepribadiannya yang baik itu dapat menjaga dirinya dari kehancuran. Perempuan
yang pandai menjaga diri akan selalu terpelihara sehingga dia menjadi seorang yang
terpelihara baik.19

2. Menyebutkan ayat-ayat yang berkaitan dengan hadis dan menyebutnya sebagai dalil

ِ ‫َّانقَ ۡد َِّز َخ ۡي ٌسَّ ِ ّم ۡهَّا َ ۡن‬


َّ‫فَّش ٍَۡ ٍس‬ ۡ ُ‫َّنَ ۡيهَة‬،‫َّانقَ ۡد َِّز‬
ۡ ُ‫َّ ََ َم ۤبَّا َ ۡد ٰزٮكَ َّ َمبَّنَ ۡيهَة‬،‫َّانقَ ۡدز‬
ۡ ‫اِو ۤبَّا َ ۡو َز ۡن ٰىًَُّفِ َّّۡنَ ۡيهَ ِة‬

19
Al-Qurtubi, Jami’, juz VII, h. 319
Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan, Dan
tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?, Malam kemuliaan itu lebih baik dari
seribu bulan.
Menurut Al-Qurt}ubī dhamir ‘hu’ pada ayat inna anzalnaahu adalah al-
Qur’an. Meskipun belum disebutkan sebelumnya pada surah ini, namun maknanya
sangat jelas dan seluruh isi al-Qur’an itu seperti satu surah saja (satu kesatuan).
Kemudian beliau menafsirkan ayat ini dengan menyebutkan ayat al-Qur’an lain yang
dianggapnya memiliki makna yang sama, yaitu Qs. Al-Baqarah (2): 185; dan Qs. Al-
Dukhān (44): 1-3

ِ َ‫ََِّ ۡانفُ ۡسق‬


َّ‫بن‬ ۡ ‫َََّّبَ ِيّ ٰىثٍَّ ِ ّم َه‬
َ ‫َّان ٍُ ٰد‬ َ ‫بس‬ ۡ ًِ ‫َِِّا ُ ۡو ِز َلَّفِ ۡي‬
ِ ‫َّانقُ ۡس ٰا ُنَّ ٌُدًَِّ ِنّهى‬ َ ‫ض‬
ۡٓ ۡ ‫بنَّانر‬ َ ‫ش ٍۡ ُس‬
َ ‫َّز َم‬ ََّ
(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang ‫ڻۀ‬di
dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil).

َّ‫َّ إ ِ و بَّ أ َوْ َز نْ ى َ ب ي ُ َّ ف ِ يَّ ن َ يْ ه َ ٍة َّ ُم ب َ ب َز كَ ٍة َّ َّ إ ِ و بَّ ك ُى بَّ ُم ىْ ِر ِز ي َه‬، ‫َّ ََ ا ن ْ ِك ح َب ة ِ َّا نْ ُم ب ِ ي ِه‬،‫حم‬
Hamīm, Demi Kitab (al-Qur’an) yang menjelaskan, Sesungguhnya kami }
menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang
memberi peringatan.
Al-Syu’bi menafsirkan bahwa makna dari ayat tersebut adalah Al-Qur’an
diturunkan pada malam lailatul qadar (tidak seluruhnya). Namun ada juga yang
berpendapat bahwa pada malam itu (lailatul qadar) Al-Qur’an dibawa oleh malaikat
Jibril secara sekaligus tetapi hanya dari lauh al-mahfudz sampai ke baitul izzah di
langit dunia saja.
3. Menolak pendapat yang dianggap tidak sesuai dengan pemahamannya
‫وه كُ ْم اوأايْ ِد يا ُك ْم إِ اَل‬ ِ ِ ِ َّ
‫ين آما نُوا إِ ذا ا قُ ْم تُ ْم إِ اَل ال صَّ اَل ة فاا غْ س لُوا ُو ُج ا‬
‫اَي أايُّ اه ا ا ل ذ ا‬
ِ ‫ا لْم رافِ ِق وام س ح وا بِرء‬
ۚ ِ‫وس كُ ْم اوأ ْار ُج لاكُ ْم إِ اَل ا لْ اك عْ با ْْي‬ ُُ ُ ‫ا ْ ا‬ ‫اا‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” QS. Al-Maidah : 6
Dijelaskan oleh Al-Qurt}ubī bahwa al-Qusyairī dan Ibn ‘Atiyah menyebutkan
bahwa ayat tersebut diturunkan tentang kisah ‘Aisyah yang kehilangan kalung dalam
perang al-Muraisi’. Ayat ini adalah ayat yang menjelaskan tentang wudhu. Ibn
‘Atiyah mengatakan: ‘namun karena wudhu sudah ditetapkan dan diamalkan
dikalangan mereka (para sahabat), maka seolah-olah ayat ini tidak memberikan
tambahan apapun kepada mereka kecuali tilawanya saja. Namun demikian, ayat ini
memberi manfaat dan keringanan kepada mereka dalam hal tayamum. Kami telah
menyebutkan pada salah satu ayat dalam surah al-Nisa’ hal yang berseberangan
dengan ini, wallahu ‘alam.
4. Mengutip dan mendiskusikan pendapat ulama
mengutip pendapat ulama sebagai alat untuk menjelaskan permasalahan yang
berkaitan dengan pokok bahasan dan mendiskusikan pendapat ulama dengan
argumentasi masing-masing, setelah itu melakukan perbandingan dan mengunggulkan
serta mengambil pendapat yang dianggap paling benar.
ْ َُ ٌُ َّ َ‫َّاِنَّشَبوِئ َك‬،‫ََّا ْو َح َۗ ْس‬
َّ‫َّاْلَ ْبح َ ُس‬ َ َ‫َّف‬،‫ط ْي ٰىكَ َّا ْنك َُْث َ َۗ َس‬
َ َ‫ص ِ ّمَّ ِن َس ِبّك‬ َ ‫اِوبَّٓۡا َ ْع‬
Sesungguhnya kami Telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, Maka
Dirikanlah shalat Karena Tuhanmu; dan berkorbanlah, Sesungguhnya orang-orang
yang membenci kamu dialah yang terputus.

Al-Qurt}ubī melihat bahwa terdapat dua masalah pada ayat pertama dari Qs. Al-Qadr.
Pada masalah pertama, ia memulai penafsirannya dengan membahas dari segi
kebahasaan terlebih dahulu. Menurut jumhur ulama lafadz ،‫ اِوب َّٓۡاَ ْع َطي ْٰىكَ َّا ْنك َُْث َ َۗ َس‬merupakan
qira’ah yang umum dibaca dengan huruf ‘ain. Namun, H{asan dan Talh}ah ibn Mus}rif
membacanya dengan huruf nun. begitu juga dengan ‘At}ā’ yang meriwayatkan dari
Ummu Salamah dari Nabi saw, bahwa ia membacanya dengan ant}aituhū (yang secara
bahasa artinya sama dengan a’t}aituhū. Untuk masalah kedua, para ulama tafsir berbeda
pendapat mengenai al-kautsar yang diberikan kepada Nabi saw, ada enam belas pendapat.
Kesimpulan
Al-Qurtubi termasuk ahli fiqih dari kalangan madzhab Maliki, ia
meninggalkan fanatisme jauh-jauh serta menghargai setinggi-tingginya perbedaan
pendapat, juga tidak senantiasa sepaham dengan imam madzhabnya dan ulama lain,
baik di dalam maupun di luar madzhabnya.20 Dilihat secara menyeluruh, pembahasan
dalam tafsir ini sangat detail. Hal ini dapat dilihat dari cara Al-Qurthubi menjelaskan
kandungan ayat Alquran secara panjang lebar dan mendalam dari berbagai aspek.
Dilihat dari sumber penafsiran, tafsir digolongkan menjadi dua, yaitu:
pertama, tafsir bi al-ma’tsur (riwayah) dan kedua, tafsir bi al-ra’yi (Diroyah).
Langkah-langkah yang dilakukan Al-Qurtubi dalam menafsirkan Alquran dapat
dijelaskan dengan perincian sebagai berikut: (1) memberikan kupasan dari segi
bahasa; (2) menyebutkan ayat-ayat lain yang berkaitan dan hadis-hadis dengan
menyebutnya sebagai dalil; (3) menolak pendapat yang dianggap tidak sesuai dengan
pemahamannya; (4) mengutip pendapat ulama sebagai alat untuk menjelaskan
permasalahan yang berkaitan dengan pokok bahasan; (5) mendiskusikan pendapat
ulama dengan argumentasi masing-masing, setelah itu melakukan perbandingan dan
mengunggulkan serta mengambil pendapat yang dianggap paling benar.

20
Ahmad Zainal Abidin dan Eko Zulfikar, Epistemologi Tafsir Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an Karya Al-Qurtubi,
Jurnal UIN Raden Intan Lampung, 2017, 497

Anda mungkin juga menyukai