Anda di halaman 1dari 4

SENI RUPA TRADISI MANCANEGARA

1. Keramik Mesopotamia
Sejak tahun 4500 SM, Mesopotamia telah mengenal seni keramik. Pusat pembuatan
barang-barang keramik pertama kali ditemukan di dekat Sungai Eufrat (kota Ur). Hasil
identifikasi pecahan keramik yang ditemukan, dapat disimpulkan terdapat tiga gaya keramik
Mesopotamia, yaitu:
a. Keramik gaya Ubaid
Keramik gaya Ubaid dibuat dengan tangan dan dihias dengan motif geometris. Para ahli
berpendapat, keramik gaya Ubaid berkembang sekitar tahun 4500-3800 SM.
b. Keramik gaya Erekh
Gaya keramik Erekh lebih sederhana dibandingkan gaya Ubaid, dan dibuat dengan
bantuan alat penarik atau putaran. Keramik gaya Erekh berkembang antara tahun 3800-
3200 SM.
c. Keramik gaya Jemdet Naser
Selain itu, juga ditemukan beberapa jenis keramik lain, yakni sebagai berikut:
a. Keramik tembikar
Gaya keramik ini ditemukan di kota Hasuna (5800 SM). Keramik tembikar tersebut
merupakan hasil tembikar yang diupam halus atau dihiasi dengan desain-desain
sederhana.
b. Keramik Samatra
Menurut Kramer dalam Setiawan Sabana (2007:45), keramik Samatra ditemukan di kota
Samatra, sebelah utara Baghdad, ibukota Khalifah Abbasiyah, pada abad ke-9 Masehi.
Gaya keramik Samatra berupa hiasan tumbuhan, hewan, dan sosok manusia dari tembikar
yang sudah halus dan rumit.
c. Keramik berglasir (glasir Alkaline)
Di antara benda-benda keramik dari masa Mesopotamia kuno, ditemukan benda keramik
yang sudah berglasir, yaitu glasir alkaline. Keramik berglasir tersebut menggunakan
soda, boraks, dan potasium karbonat sebagai bahan peleleh atau pelebur, dan tidak
menggunakan okside timbel atau lead (PbO) di dalam glasir. Glasir alkaline tersebut
digunakan pada bahan keramik kuarsa (quartz-frit body) yang disebut sebagai “Egyptian
Faience”. Benda-benda keramik berglasir alkaline dibuat di Mesir dan Timur Tengah,
tetapi benda-benda keramik jenis gerabah berglasir lead lebih banyak dibuat selama masa
Romawi kuno. Bejana-bejana tersebut tidak banyak menggunakan warna (polychrome),
yakni hanya warna turquoise atau hijau yang dihasilkan dari oksida tembaga atau copper
oxide (CuO) yang dicampur pada glasir alkaline atau glasir lead. Bejana-bejana tersebut
cenderung meniru raut-raut dan hiasan relief dari bejana logam.
Pada abad ke-2 Masehi, benda-benda keramik juga ditemukan di Kreta. Di kota tersebut,
juga ditemukan teknik mengglasir dengan menggunakan banyak warna (polychrome). Tradisi
keramik dengan penggunaan banyak warna muncul berbarengan dengan kebangkitan Islam.
Pada masa dimulainya zaman Islam, yaitu pada abad ke-7 hingga 8 Masehi, keramik Islam
masih melanjutkan tradisi keramik setempat dan mengalami penyesuaian-penyesuaian dan
percobaan-percobaan untuk mengembangkan teknik dan gaya atau aliran baru. Beberapa
benda keramik digunakan untuk keperluan sehari-hari. Hiasan-hiasan keramik tersebut
berbentuk tulisan atau kaligrafi arab yang bersumber dari beragam tulisan Arab yang
dikembangkan dari Al-Quran. Ritme kaligrafi Islam disesuaikan dengan menyerap segala
jenis hiasan lain. Penggambaran atau pelukisan tumbuh-tumbuhan dilakukan melalui beragam
tahapan penggayaan hingga menjadi geometris murni. Selama tahap penggayaan tersebut,
hiasan-hiasan Arab bernuansa Islam menjadi bentuk yang paling banyak digunakan untuk
mengisi suatu ruangan secara lengkap.
Hingga sekitar tahun 800 Masehi, tidak terjadi perubahan besar dalam keramik bergaya
Islam. Justru yang banyak terjadi adalah peniruan-peniruan dari karya masa sebelum Islam.
Tetapi, kemudian berkembang gagasan memadukan gaya seni dan hiasan masa sebelum
Islam. Keramik modifikasi gaya tersebut diproduksi hingga mencapai kejayaan pada abad ke-
9 Masehi. Hal tersebut juga menjadi tonggak gagasan baru dengan keramik dari Dinasti Tang
(Cina). Seni keramik masa Islam kemudian dibagi dalam tiga masa, yaitu masa awal (abad 9-
11 M), masa pertengahan (abad 12-14 M), dan masa akhir (abad 15-19 M).
2. Karya Seni Tradisi Jepang: Keramik
Jepang menyimpan hasil budaya masa lalu yang gemilang, salah satunya adalah seni
keramik. Seni keramik Jepang dapat dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Keramik Yomon,
b. Keramik Yayoi,
c. Keramik Kofun.
Ketiga jenis keramik tersebut digolongkan sebagai jenis seni keramik masyarakat primitif
atau zaman prasejarah. Menurut legenda Jepang, seorang perajin keramik bernama Kato
Shirozaemon atau Thosoro telah kembali dari perantauannya di negeri Cina pada awal abad
ke XIII. Selanjutnya, Kato Shirozaemon menetap di daerah Seto saat menemukan tanah liat
sejenis stoneware yang memenuhi syarat untuk membuat keramik sejenis dengan keramik
Tenmoku, yaitu keramik khas Cina yang berglasir tebal, mengkilap, dan memiliki warna
kombinasi warna coklat dan hitam berbintik-bintik seperti diliputi lapisan minyak.
Di Cina, keramik Tenmoku lazimnya muncul dalam bentuk mangkuk-mangkuk teh.
Karena berjasa mengembangkan keramik Jepang, nama Kato Shirozaemon dikenal sebagai
tokoh legendaris dengan sebutan “sesepuh” seni keramik Jepang.
a. Keramik Yomon
Keramik Yomon diperkirakan dibuat sekitar tahun 5000 sampai 4000 SM. Keramik
Yomon sering dianggap sebagai gambaran umum wujud keramik hasil karya seni kebudayaan
primitif masyarakat Jepang. Dapat dikatakan sifat-sifat keramik primitif Jepang tidak jauh
berbeda dengan sifat-sifat keramik masyarakat primitif bangsa-bangsa lain di luar Jepang.
Namun, karya-karya keramik Yomon sering mengesankan dan menggugah kepekaan rasa
para pemerhati seni keramik. Keramik Yomon biasanya berwujud wadah yang dibentuk
dengan teknik pijit atau ulir.
Tidak mudah meneliti kapan manusia primitif Jepang mulai menciptakan keramik.
Namun, seiring zaman mengenal teknologi mutakhir, ketidaktahuan tersebut akhirnya dapat
teratasi. Penciptaan keramik tersebut dapat diketahui melalui percobaan radiasi karbon
terhadap benda keramik, termasuk keramik Yomon. Keramik Yomon selama ini dianggap
sebagai hasil kreasi yang mencerminkan keindahan ekspresi masyarakat primitif Jepang yang
belum dipengaruhi oleh peradaban dari daerah manapun.
b. Keramik Yayoi
Keramik Yayoi dianggap sebagai seni keramik yang lebih maju dari keramik Yomon.
Keramik Yayoi dihasilkan oleh para pendatang Korea yang bermukim di dataran Jepang, dua
abad sebelum masehi. Pendatang dari Korea tersebut, menetap di daerah Honshu dan Kyushu.
Peradaban yang dikembangkan oleh pendatang dari bangsa Korea tersebut selanjutnya disebut
Yayoi. Masyarakat pendatang tersebut dikenal memiliki keterampilan mengolah tanah untuk
bercocok tanam dan keterampilan menuang perunggu dan besi.
c. Keramik Kofun
Menjelang akhir abad ke-3, zaman keramik Yayoi berangsur surut dan selanjutnya
menghilang. Zaman berikutnya adalah zaman keramik Kofun. Kofun berarti kuburan tua.
Pada zaman ini, masyarakat Jepang memiliki tradisi menyertakan barang-barang ke dalam
liang kubur. Tradisi tersebut diduga dikembangkan oleh serumpun pendatang dari Korea yang
masuk ke Jepang pada tahun 250 M. Pendatang dari Korea tersebut menetap di daerah-daerah
dataran rendah di sekitar sungai dan pantai. Pada tradisi masyarakat pendatang tersebut,
apabila terdapat orang yang meninggal, semua barang-barang kesayangannya akan disertakan
bersama jenasah yang dikuburkan. Barang-barang yang disertakan biasanya berupa; topi dari
tembaga, cermin tembaga, senjata tajam, benda keramik, dan barang-barang bersifat pribadi,
seperti: anting-anting dan cincin.
Seni Keramik yang lain (keramik Sue dan keramik Haniwa)
Di jepang, juga dikenal dua jenis keramik lain, yaitu (1) keramik Sue, dan (2) keramik
Haniwa. Keramik Sue berasal dari istilah bahasa Jepang, sueru yang berarti persembahan.
Keramik Sue sering pula disebut keramik Iwaibo atau Yamato yang memiliki arti jambangan
keramat. Keramik Sue memiliki kelebihan-kelebihan dibanding dengan seni keramik zaman
sebelumnya. Keramik Sue memiliki kelebihan pada segi bentuk, pengolahan teknis, memiliki
dinding tipis merata, dan bentuk benda-bendanya hampir simetris. Kelebihan lainnya, yaitu:
warna permukaan dindingnya cerah, licin, dan permukaan keramiknya sering kelihatan tanda-
tanda mengkilap dilapisi dengan glasir garam atau glasir abu.
Keramik Haniwa juga merupakan keramik kubur yang berbentuk figur manusia,
binatang, dan objek-objek lain yang bukan benda hidup, seperti rumah-rumahan dan peralatan
kebutuhan sehari-hari. Bentuk-bentuk figur ini disebut Haniwa, artinya lingkaran tanah liat.
Keramik Haniwa terbuat dari tanah liat berwarna merah dan berbutir kasar. Biasanya keramik
Haniwa ditemukan menamcap di dalam tanah yang satu sama lain berjajar rapi melingkari
timbunan tanah pekuburan.
Tradisi pembuatan keramik Haniwa muncul karena masyarakat pada waktu itu
mempunyai kepercayaan bahwa figur-figur Haniwa yang ditancapkan di tanah pekuburan
memiliki jiwa sebagai pengganti pengorbanan jiwa manusia. Dugaan lain, munculnya
keramik Haniwa disebabkan pengaruh tradisi penguburan masyarakat Cina zaman Dinasti
Tang (617-907 M).
Melalui figur keramik Haniwa, pemerhati seni dapat mengenal atau membayangkan
kegiatan sehari-hari masyarakat pada zaman Kofun, seperti cara berpakaian, aneka ragam
senjata tajam yang digunakan, serta gaya hidup masyarakatnya.
Daya tarik keramik Haniwa terletak pada penampilan karakter dari bentuk figur-figurnya,
misalnya: wajah yang gembira, sedih, wajah yang gagah. Daya tarik lainnya, figur dalam seni
keramik Haniwa mencerminkan sifat materialnya yang plastis dan lentur. Contoh figur
Haniwa ialah keramik berbentuk kuda-kudaan atau kuda mainan.

Anda mungkin juga menyukai