2
SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN
SAYURAN
STRUKTUR SAYUR-SAYURAN
Sel-sel Epidermal : Mempunyai bentuk yang beraneka ragam, dari yang seragam
seperti buluh sampai bentuk poligonal tak beraturan. Bentuk-bentuknya tergantung
pada letak sel-sel dalam organ tanaman, misalnya sel-sel memanjang dalam
batang, tangkai daun dan sebagainya. Pada umumnya sel-sel epidermal lebih
kecil dan mempunyai dinding lebih kecil dan mempunyai dinding yang tebal
daripada sel-sel dibawahnya. Sel-sel ini tersusun rapat kecuali di daerah stomata
atau lentisel yang merupakan pemutusan dalam kesinambungan sel-sel
epidermal.
Membran Kutikula : Suatu ciri penting pada sel-sel epidermis adalah terdapatnya
kutikula. Penguapan air, masuknya patogen-patogen dan zat-zat kimia
dipengaruhi oleh derajat pembentukan kutin pada epidermis. Membran kutikula
merupakan badan berlapis-lapis yang menutupi epidermis. Kutin timbul karena
polimerisasi asam-asam hidroksikarboksilat dengan beberapa kelompok senyawa
yang dapat diesterkan, seperti asam floinolat. Lilin terbenam di dalam dan melapisi
permukaan kutikula. Lilin terdiri atas ester-ester atau campuran alkohol lilin alifatik
dan asam lemak yang sesuai. Sayuran daun, misalnya kubis mempunyai lapisan
lilin yang lebih tebal daripada sayuran umbi seperti bit, rapa dan kentang.
Mulut Kulit (stoma) : Mulut kulit terdapat pada epidermis dan berfungsi sebagai
katup-katup kecil untuk pertukaran gas. Stoma adalah suatu liang yang dibatasi
oleh dua sel penutup yang keseluruhannya dianggap sebagai satu unit. Mulut kulit
berperan dalam proses transpirasi, respirasi dan pemasakan buah. Pada sayur-
sayuran daun lebih banyak terdapat mulut kulit daripada buah-buahan dan umbi-
umbian. Kenaikan turgor membuka mulut kulit dan dengan demikian
memungkinkan pertukaran gas antara sel-sel di bawah epidermis dengan udara
luar.
Lentisel : Adalah liang pada bagian epidermis dengan kambium gabus yang lebih
aktif dimana sebelah dalam liang pada periderm itu menghasilkan jaringan dengan
ruang-ruang antar sel. Lentisel biasanya terdapat pada batang, akar dan buah
tetapi tidak terdapat pada daun. Berbeda dengan mulut kulit, lentisel selalu terbuka
yang memungkinkan pertukaran gas antara sel-sel di bawah epidermis dengan
udara. Respirasi berjalan lebih cepat dengan penyediaan oksigen yang
berkesinambungan.
Sistem Dasar
Parenkima : Parenkima merupakan jaringan dasar yang paling umum dan tipe sel
utama yang terdapat pada bagian sayur-sayuran. Di dalam sel parenkima tersebut
bagian-bagian yang aktif di dalam proses metabolisme tanaman dan disebut
protoplasma.
Protoplasma mempunyai lapisan-lapisan membran semipermeable dimana
didalamnnya terdapat cytoplast dan inti sel. Di dalam inti sel (nukleus) terdapat
nukleolus, sedangkan di dalam cytoplast terdapat butiran yang disebut plastid.
Plastid ini terdiri dari leukoplast yang tidak berwarna dan berisi granula-granula
pati, serta khloroplast dan kromoplast yang mengandung pigmen didalamnya.
Dinding sel-sel parenkima terdiri dari selulosa yang mempengaruhi keteguhan dari
sel-selnya dan merupakan batas antara sel yang satu dengan yang lainnya.
Lapisan diantara dinding-dinding sel parenkima yang berdekatan disebut middle
lamella yang terletak pada ujungnya disebut ruang antar sel. Volume total ruang-
ruang antar sel pada sayuran daun umumnya lebih dari 20% dan sekitar 20%
untuk buah-buahan dan umbi-umbian. Ruang-ruang udara ini antara lain
menyebabkan sayuran tampak seperti berkapur. Untuk lebih jelasnya struktur dari
sel-sel parenkima dapat dilihat pada Gambar 7.2.
Sel-sel parenkima pada tanaman sangat bervariasi bentuk, besar dan
komposisinya tergantung dari jenis atau varietas tanaman tersebut. Kandungan
bahan-bahan yang terdapat di dalam sel parenkima dapat dilihat pada Tabel 7.1.
dan biji-bijian. Bentuknya sangat beraneka ragam dan mempunyai peranan yang
penting dalam sifat teksturalnya.
maka granula pati tersebut tidak dapat keluar dari sel kecuali jika dinding sel
pecah.
Selama perebusan granula pati tersebut akan membengkak, membentuk
gel dan mengikat air, jika prosesnya terjadi terus-menerus maka air akan tertahan
di dalam vakuola sehingga sel menjadi bengkak (kembung). Sebagai contoh pada
perebusan kentang dan buncis.
Sinar matahari
6 CO2 + 6 H2O (CH2O)6 + 6 O2
khlorofil
enzim
(CH2O) + 6 O2 6 H2O + 6 CO2
Karbohidrat
Karbohidrat dalam sayuran sebagian besar terdapat dalam bentuk
selulosa yang tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia. Selain itu terdapat juga
dalam bentuk pati dan gula.
Sayuran yang memiliki kandungan pati tinggi misalnya jagung, buncis,
kentang dan biji-bijian lainnya. Pada Gambar 7.3 dapat dilihat tahap
perkembangan jagung yang terdiri dari tahap pra masak susu, masak susu dan
early dough.
Apabila pemanenan dilakukan pada tahap A, maka pati tidak akan
bertambah banyak setelah dipanen, sebaliknya jika dilakukan pada tahap B pati
akan bertambah dengan cepat. Maka sebaiknya jagung dipanen pada tahap B.
Pada kentang penurunan pati setelah panen terjadi sangat lambat. Pada
suhu 4,4°C proses hidrolisa pati akan terangsang dan penurunan pati berlangsung
lebih cepat.
Meskipun banyak macam gula yang ada pada sayuran, tetapi perubahan
kandungan gula yang sesungguhnya hanya meliputi tiga macam gula, yaitu
glukosa, fruktosa dan sukrosa. Oleh enzim invertase, sukrosa dapat dihidrolisa
menjadi glukosa dan fruktosa. Glukosa dan fruktosa hasil pecahan dari sukrosa
oleh enzim invertase disebut gula invert yang mempunyai perbandingan 1 : 1.
Glukosa dan fruktosa adalah gula-gula pereduksi, sedangkan sukrosa disebut non
pereduksi.
Pada kentang bila disimpan pada suhu rendah akan mengalami kenaikan
gula pereduksi sehingga rasanya akan manis. Pada umumnya kentang tidak
manis rasanya, karena itu adanya kentang manis merupakan penyimpangan.
Gula-gula pereduksi pada kentang akan menyebabkan terjadinya reduction
browning. Untuk mendapatkan hasil yang baik, kentang-kentang yang disimpan di
ruang pendingin harus dibiarkan dulu pada suhu kamar beberapa waktu lamanya
sebelum diolah, agar kandungan gula pereduksi menurun. Hasil penelitian yang
Jagung muda yang disimpan pada suhu kamar (27°C) selama 24 jam
menyebabkan penurunan gula pereduksi maupun non pereduksi mencapai lebih
dari setengahnya yaitu berturut-turut dari 0.93% menjadi 0.37% dan dari 4.49%
menjadi 1.83%. Jumlah penurunan yang sama dicapai setelah 48 jam (sehari
sesudahnya) bila jagung disimpan pada suhu 4.4°C. untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 7.2.
Tabel 7.2. Kandungan gula pereduksi dan non pereduksi pada jagung muda
setelah panen).
Penyimpanan pada
4,4°C 27°C
Jam sesudah
dipanen Gula Gula Gula Gula
pereduksi non pereduksi pereduksi non pereduksi
(%) (%) (%) (%)
4–8 0.93 4.94 0.93 4.94
24 0.58 3.19 0.37 1.83
48 0.41 1.94 0.26 1.18
Untuk mendapatkan jagung muda yang berasa manis, maka kondisi yang
terbaik adalah pada saat dipanen (mempunyai kadar gula yang tinggi) atau apabila
disimpan, suhunya secepat mungkin diturunkan. Kandungan air, protein, lemak
dan karbohidrat dari beberapa sayuran dapat dilihat pada Tabel 7.3.
Tabel 7.3. Kandungan air, protein, lemak dan karbohidrat dari beberapa
macam sayuran (% berat basah)
Air Protein Lemak Karbohidrat
Macam sayuran
(%) (%) (%) (%)
Bayam 86.9 3.5 0.5 0.5
Cabe merah segar 90.0 1.0 0.3 7.3
Daun rawit 71.2 4.7 2.4 19.9
Daun pepaya 75.4 8.0 2.0 11.9
Daun ketela pohon 77.2 6.8 1.2 13.0
Jagung muda 63.5 4.1 1.3 30.3
Jamur kuping segar 93.7 3.8 0.6 0.9
Taoge kacang hijau 92.4 2.9 0.2 4.1
Taoge kacang kedelai 81.0 9.0 2.6 6.4
Kentang 77.8 2.0 0.1 19.1
berwarna coklat akibat reaksi Maillard. Pada Gambar 7.5 dapat dilihat
metabolisme asam askorbat.
Tabel 7.5. Kandungan mineral dan vitamin dari beberapa macam sayuran
(per 100 gram).
Pigmen
Peranan warna sebagai salah satu indeks mutu bahan pangan perlu
diperhatikan, karena pada umumnya konsumen sebelum mempertimbangkan
parameter lain (rasa, nilai gizi dan lain-lain), pertama-tama akan tertarik oleh
keadaan warna bahan. Bila warna bahan pangan ternyata kurang cocok dengan
selera, atau menyimpang dari warna normal, bahan pangan tersebut tidak akan
dipilih oleh konsumen, meskipun faktor-faktor lainnya normal. Malahan seringkali
para konsumen menggunakan warna bahan pangan sebagai indikasi faktor mutu
lainnya yang terdapat dalam bahan tersebut.
Warna bahan pangan secara alami disebabkan oleh senyawa organik
yang disebut pigmen. Di dalam sayuran dan buah-buahan terdapat empat
kelompok pigmen yaitu klorofil, karotenoid, antosianin dan antoksantin. Selain itu
terdapat pula kelompok senyawa polifenol yang disebut tanin, yang asalnya tidak
berwarna tetapi bila bereaksi dengan logam atau teroksidasi dapat memberikan
warna coklat kehitaman, dan juga rasa sepat (atringency).
Seperti halnya dengan bahan-bahan lain yang terdapat dalam sayuran dan
buah-buahan, pigmen yang dikandungnya juga mudah mengalami kerusakan oleh
perlakuan-perlakuan yang dilakukan selama penanganan dan pengolahan. Karena
itu perlu diusahakan agar selama penanganan dan pengolahan dilakukan
tindakan-tindakan yang dapat mempertahankan warna sayuran dan buah-buahan
tersebut. Untuk itu perlu dipahami secara baik kimia pigmen dan sebab-sebab
terjadinya perubahan warna dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
mencegahnya.
1. Klorofil
Klorofil terdapat dalam daun dan permukaan batang, yaitu di dalam
spongi di bawah kutikula. Klorofil terdapat dalam organ sel yang dinamakan
kloroplast. Karena itu sayuran hijau banyak mengandung pigmen ini
sedangkan di dalam buah-buahan yang telah matang kandungannya relatif
kecil. Pada umumnya klorofil yang banyak terdapat dalam tanaman adalah
Keterangan : khlorin adalah forbin dimana cincin antara atom C nomor 9 dan 10
terbuka
Gambar 7.8. Skema perubahan khlorofil dalam larutan asam, alkali dan
enzim.
Dalam asam lemah, ion Mg dalam khlorofil akan disubstitusi oleh ion
H, yang akan menyebabkan berubahnya warna hijau menjadi coklat, yaitu
warna feofitin. Di samping itu, pengaruh pemanasan akan menyebabkan
denaturasi protein sehingga memudahkan terjadinya reaksi terhadap gugusan
fitil, yang bila bereaksi dengan asam akan mengakibatkan terlepasnya fitol dari
molekul khlorofil.
Dalam pengolahan sayuran atau buah-buahan, kadang-kadang ke
dalam cairan perebus ditambahkan alkali (NaOH atau KOH) sampai dicapai
pH 8, dengan tujuan untuk mempertahankan warna hijau. Meskipun cara ini
dapat mempertahankan warna, kerugian lain akan timbul yaitu berubahnya
tekstur bahan menjadi lunak karena komponen selulosa terdegradasi oleh
alkali tersebut. Di samping itu, beberapa macam vitamin seperti vitamin C dan
tiamin sangat peka terhadap pemanasan pada suasana alkalis. Perubahan
warna ini dapat juga dicegah dengan menambahkan Mg(OH), tetapi tekstur
bahan akan menjadi lebih keras karena terjadinya reaksi Mg(OH) dengan
pektin membentuk garam pektat.
Bila sayuran hijau seperti bayam, kangkung atau sayuran hijau lainnya
dipanaskan dalam wadah tertutup, maka warnanya akan berubah menjadi
coklat. Hal ini disebabkan karena pada awal pemanasan akan dikeluarkan
asam-asam volatil dari sayuran. Bila wadahnya tertutup, maka asam yang
dihasilkan tersebut tidak dapat keluar dan bereaksi dengan khlorofil, sehingga
terjadi perubahan warna menjadi coklat (feofitin).
Cara lain yang dapat dilakukan untuk mempertahankan warna hijau
sayuran adalah dengan Thomas Process. Dalam metode ini dilakukan
blanching pada suhu 77°C, dimana pada suhu ini enzim khlorofilase yang
mempunyai daya kerja memotong ester fitil dan kemudian membentuk
khlorofilid yang larut dalam air akan menjadi inaktif.
Atom Mg yang terdapat dalam molekul khlorofil dapat juga disubstitusi
oleh atom lain misalnya Fe, Zn dan Cu. Perebusan sayuran hijau dalam wadah
yang terbuat dari tembaga (Cu) akan menghasilkan warna hijau yang lebih
cerah, tetapi rasa sayuran menjadi getir dan berbau tembaga.
Khlorofil juga dapat terdegradasi oleh oksigen dan sinar matahari.
Contohnya, bila sayuran setelah dipanen kemudian terjemur matahari, warna
hijaunya akan menjadi pucat. Atau sayuran yang mengalami blanching dalam
larutan bisulfit kemudian dijemur, warna hijaunya akan hilang. Karena itu
dalam penentu kesegaran sayuran, warna hijau tersebut sering digunakan
sebagai tanda atau indeks kesegaran.
Turunnya kandungan khlorofil dalam sayuran telah berhasil dilakukan
penelitian, sebagai contoh pada brussels sprout kandungan khlorofil menurun
secara cepat setelah disimpan selama 3 hari yaitu lebih kurang tinggal
seperempat dari jumlah awal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
7.9.
ruangan yang banyak menerima sinar, maka khlorofil akan terbentuk kembali
dan warna kentang menjadi hijau. Warna hijau dari khlorofil tersebut mungkin
tidak berbahaya, tetapi biasanya kentang yang berwarna hijau dianggap
beracun. Racun yang sering terdapat dalam kentang adalah solanin.
Solanin adalah fraksi glikosidal alkaloid, C 45H7NO15 yang rasanya
sangat pahit. Racun ini mempunyai sifat sangat stabil dan sulit untuk
dihilangkan. Kandungan normal solanin pada kentang utuh sebesar 0.01 –
0,10% dari berat umbi. Kadar solanin diatas 0.10% dari berat umbi dianggap
tidak baik untuk kesehatan manusia. Pada umumnya semua faktor yang dapat
menstimulir sintesa khlorofil juga dapat menstimulir sintesa solanin seperti
suhu, cahaya dan karbohidrat.
Untuk mempertahankan warna dan tekstur sayuran hijau agar tetap
baik setelah diolah, dapat dilakukan dengan metode Blair Process. Prinsip
metode ini adalah bahan direndam dalam larutan natrium karbonat 20%
selama 30 – 60 menit, kemudian dilakukan blanching dalam larutan kalsium
hidroksida 0.005 N. Setelah itu dimasukkan ke dalam larutan gula atau garam
yang mengandung 0.020 – 0.025 M magnesium hidroksida. Larutan ini
mempunyai pH akhir sekitar 8.0, sehingga mencegah terjadinya pelarutan
khlorofil. Keseimbangan antara ion-ion natrium (Na), kalsium (Ca) dan
magnesium (Mg) sedemikian rupa sehingga daya pelunakan natrium akan
seimbang dengan daya pengerasan oleh kalsium dan magnesium, sehingga
tekstur bahan dapat pula dipertahankan.
2. Karoteniod
Karotenoid adalah suatu kelompok pigmen yang berwarna kuning,
oranye atau merah oranye, mempunyai sifat larut dalam lemak atau pelarut
organik tetapi tidak larut dalam air.
Karotenoid tersebar luas dalam tanaman dan buah-buahan. Seperti
halnya dengan khlorofil, karotenoid juga terdapat dalam khloroplast daun atau
batang tanaman yang berwarna hijau. Karotenoid tidak selalu berdampingan
Dalam lapisan kulit luar biji jagung, buah merica, pepaya dan kulit jeruk
terdapat kadar kriptosantin yang relatif tinggi. Misalnya untuk setiap kilogram
kulit jeruk terdapat kira-kira 28 mg karoten dan 50 mg xantofil. Dari seluruh
xantofil yang ada, 95% diantaranya terdiri dari kriptosantin.
Banyak anggapan yang menyatakan bahwa warna bahan makanan
yang semakin kuning berarti kadar vitamin A nya semakin tinggi (beta-karoten
merupakan pro-vitamin A). Hal ini ternyata tidak selalu benar untuk semua
bahan makanan. Contohnya warna kuning dari kuning telur bukan disebabkan
oleh karoten, melainkan oleh beta-lutein.
Dalam pengolahan sayuran dan buah-buahan, kerusakan karotenoid
selama pemasakan sangat sedikit. Tetapi pada proses pengeringan, adanya
kerusakan karotenoid perlu diperhatikan, karena karoten mudah teroksidasi
terutama pada suhu yang sangat tinggi. Demikian pula dalam proses
penyimpanan, kadar karoten dalam bahan akan menurun. Karena itu pada
proses pengeringan dan penyimpanan bahan pangan digunakan lapisan pati
untuk melindungi karoten dari proses oksidasi.
Berikut disajikan skema kandungan khlorofil dan karotenoid setelah
panen pada Gambar 7.14 di bawah ini.
3. Antosianin
Warna-warna merah, biru dan ungu yang terdapat pada buah-buahan,
daun atau bunga suatu tanaman sebagian besar disebabkan oleh adanya
antosianin, suatu pigmen yang bersifat larut dalam air. Warna yang
disebabkan oleh adanya antosianin dipengaruhi oleh: konsentasi, pH, dari
media atau adanya pigmen lain.
Konsentrasi antosianin yang rendah menyebabkan warna tidak merah
melainkan ungu. Apabila konsentrasinya sangat tinggi maka warnanya
menjadi ungu tua atau malahan menjadi hitam, misalnya pada kedelai hitam.
Pengaruh pH media pada antosianin sangat besar terutama dalam
penentuan warnanya. Umumnya pada pH rendah, antosianin berwarna merah,
padahal pada pH netral berwarna biru dan pada pH tinggi berwarna putih.
Adanya pigmen lain sering menutupi warna yang disebabkan oleh
pigmen antosianin. Hampir semua daun berwarna hijau karena kandungan
khlorofil yang tinggi, meskipun sebenarnya pigmen lain pun ada yang
termasuk antosianin, hanya konsentrasinya relatif rendah. Perubahan warna
pada daun karena adanya degradasi pigmen khlorofil, sehingga warna dari
pigmen-pigmen yang lain muncul.
Antosianin terdiri dari dua gugusan yaitu aglikon dan glikon, dan
gabungan kedua gugusan ini membentuk molekul antosianin. Di samping
kedua gugusan tersebut, kadang-kadang terdapat gugusan asil (asam organik)
misalnya kumarat, kafeat atau ferulat.
Gugusan aglikon dalam molekul antosianin disebut juga gugusan
antosianidin. Terdapat tiga macam gugusan antosianidin, yaitu antara lain
pelargonidin, sianidin dan delfinidin, tetapi semuanya mempunyai kerangka C8
– C3 – C6 (Gambar 7.15). Ketiganya dapat dibedakan dari jumlah dan letak
gugusan hidroksil dalam molekulnya. Letak dan jumlah gugusan hidroksil
tersebut mempengaruhi sifat dan warna antosianin. Pelargonidin misalnya
mempunyai gugusan hidroksil pada atom C nomor 3, 5, 7, dan 4’ dan 3’,
sedangkan delfinidin mempunyainya pada atom C nomor 3, 5, 7, 4’, 3’ dan 5’.
4. Antoksantin (Flavonoid)
Antoksantin-flavon banyak terdapat dalam tumbuh-tumbuhan,
merupakan pigmen yang berwarna kuning atau putih (tidak berwarna)
misalnya kentang atau bawang. Seperti halnya antosianin, demikian juga
antoksantin bersifat larut dalam air. Rumus bangun antoksantin pada atom C
nomor 4 mengandung gugusan keton.
Antoksantin juga terdiri dari dua gugusan yaitu glikon (gula) dan
gugusan aglikon (tanpa gula). Gugusan aglikon dari antoksantin disebut flavon
(Gambar 7.16). Terdapat tiga macam gugusan flavon, yaitu flavonol,
flavononol dan isoflavon (Gambar 7.17). Dalam antoksantin, satu atau lebih
karbohidrat biasanya manosa atau dinosa, akan membentuk ester dengan
satu atau beberapa hidroksil dari gugusan flavon.
5. Tanin
Rasa sepat (astringency) dan warna coklat kehitaman dari sayuran dan
buah-buahan, umumnya disebabkan oleh senyawa tanin. Rasa sepat yang
ditimbulkan oleh tanin disebabkan karena terjadinya penggumpalan protein
yang melapisi rongga mulut dan lidah atau karena terjadinya penyamakan
pada lapisan mukosa mulut.
Dipandang dari segi dapat tidaknya tanin dihidrolisis, tanin dapat dibagi
menjadi dua golongan yaitu hydrolyzable tannin dan condensed tannin.
Hydrolyzable tannin adalah tanin yang dapat dihidrolisis baik oleh asam, basa
atau enzim, yang akan menghasilkan gula, asam galat dan asam lain.
Condensed tannin umumnya merupakan tanin yang mempunyai struktur kimia
yang sangat kompleks, contohnya katecin dan leukoantosianin.
Rumus bangun leukoantosianin dan katecin seperti terlihat pada
Gambar 7.19, ternyata menyerupai rumus bangun antosianin. Kedua senyawa
tersebut tidak banyak terdapat dalam sayuran tetapi pada jaringan-jaringan
tanaman berserat seperti buah apel, anggur, per, dan dalam beberapa jenis
biji-bijian.
Di dalam air dingin, hanya sebagian kecil saja dari tanin yang
berdispersi, tetapi sangat mudah membentuk larutan koloid. Jika buah
dihancurkan dengan cara memberikan tekanan, misalnya dalam pembuatan
sari buah apel atau anggur, maka tanin akan terekstraksi dan mengapung
keluar dari sari buah. Jika sari buah tersebut diencerkan dengan air sadah,
maka akan timbul gumpalan-gumpalan yang berwarna coklat atau coklat
kemerahan pada permukaan cairan. Perubahan ini disebabkan karena
terjadinya reaksi antara tanin dengan ion-ion Ca dan Mg dalam air sadah. Jika
dalam air juga terdapat zat besi (Fe), maka akan terbentuk senyawa kompleks
yang berwarna sangat gelap.
Kandungan Lain-lain
Selain zat-zat yang disebutkan diatas, sayuran juga mengandung
komponen-komponen lainnya seperti pati, gula, pektin, asam-asam organik, gum,
asam-asam amino, enzim-enzim dan zat-zat pembentuk aroma misalnya ester,
alkohol, asetal, hidrokarbon, senyawa-senyawa aromatik dan sebagainya.
Enzim-enzim yang terdapat dalam sayuran, di samping penting dalam
reaksi metabolisme tanaman juga penting dalam beberapa reaksi kimia misalnya
reaksi browning yang dapat menyebabkan perubahan warna menjadi coklat atau
kehitaman.
REAKSI BROWNING
Jika sayuran atau buah-buahan terpotong atau terluka, maka biasanya
pada bagian yang terpotong atau terluka tersebut permukaannya akan berubah
warnanya menjadi coklat. Sebagai contoh misalnya pada pengupasan kentang.
Reaksi perubahan warna ini disebut reaksi browning enzimatik dan reaksi
browning non enzimatik.
Reaksi browning enzimatik hanya terjadi dalam tenunan bahan yang masih
hidup dan disebabkan oleh oksidasi phenol atau poliphenol karena adanya enzim
phenol oksidase (phenolase) atau poliphenol oksidase (poliphenolase). Reaksi
yang terjadi selama proses browning enzimatik dapat dilihat pada Gambar 7.20.
1. Pendinginan
Pendinginan adalah suatu cara untuk penanganan sayuran yang
bertujuan agar dapat menahan atau mengurangi penyebab-penyebab
pembusukan yaitu aktifitas mikroorganisme, proses respirasi, aktifitas enzim
dan penguapan. Cara penyimpanan dengan pendinginan adalah memberikan
suhu rendah yaitu -2 – 10°C dalam ruang penyimpanan. Suhu yang rendah
akan menghambat proses respirasi, aktifitas mikroorganisme dan enzim.
Makin tinggi suhu maka respirasi makin cepat, hal ini berlaku sampai
suhu optimum apabila melewati suhu optimum kecepatan respirasi menurun.
Respirasi yang berjalan cepat berarti cepat pula penguraian makromolekul, hal
ini menyebabkan proses pembusukan berjalan cepat. Demikian pula
sebaliknya apabila suhu rendah, aktifitas enzim lambat maka pembusukan
juga berjalan lambat. Untuk penurunan suhu 8°C kecepatan reaksi akan
berkurang menjadi setengahnya.
Berdasarkan suhu optimum pertumbuhan mikroorganisme dibagi tiga
golongan seperti dapat dilihat pada Tabel 7.6.
Dari Tabel 7.7 tersebut dapat dilihat bahwa pada suhu 32°F 8% total
gula hilang dimetabolisasi jagung sendiri dalam satu hari dan 22% hilang
dalam 4 hari. Sedangkan pada suhu 68°F kehilangan gula tersebut mencapai
25% dalam satu hari.
2. Pelapisan Lilin
Pelapisan lilin merupakan salah satu cara untuk mempertahankan
mutu sayuran segar karena dapat mengurangi laju respirasi dan transpirasi.
Emulsi lilin akan melapisi lentisel dan mulut daun (stoma) pada jaringan
tempat respirasi berlangsung.
Selain itu, pelapisan lilin juga akan menyebabkan penampakan pada
sayuran menjadi lebih mengkilap sehingga menambah daya tarik.
Pertumbuhan tunas dapat dihambat jika bahan kimia fungisida dan sprout
inhibitor ditambahkan.
Secara fisiologi, sayuran yang telah dipetik dapat menjadi layu, keriput,
tekstur menjadi lunak dan perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan
akhirnya busuk. Dengan pelapisan lilin, proses pelayuan dapat diperlambat.
Emulsi lilin untuk komoditi segar harus memenuhi beberapa
persyaratan yaitu tidak mempengaruhi bau dan rasa komoditi yang akan
dilapisi, mudah kering dan tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan
licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, mudah diperoleh, murah
harganya dan tidak bersifat racun. Di samping itu, buah yang dilapisi harus
tua, sehat, segar, utuh dan mulus. Tebal lapisan lilin yang dihasilkan harus
seoptimal mungkin dengan pengertian bahwa lapisan lilin yang terlalu tebal
dapat mengakibatkan respirasi anaerob yang menyebabkan sayuran menjadi
masam dan busuk. Sedangkan jika lapisan lilin terlalu tipis, kurang efektif
mengurangi respirasi dan transpirasi.
Emulsi lilin dapat dibuat dari bahan lilin dengan bahan pengemulsi.
Lilin yang biasa digunakan adalah lilin tebal, lilin karnauba maupun lilin lebah.
Emulsifier yang digunakan adalah trietanol amein dan asam oleat. Untuk
BUAH-BUAHAN
Buah adalah bagian tanaman hasil perkawinan putik dan benang sari.
Pada umumnya bagian tanaman ini merupakan tempat biji. Dalam pengertian
sehari-hari, buah diartikan sebagai semua produk yang dikonsumsi sebagai
a. Sel-sel epidermal
Sel-sel epidermal mempunyai bentuk yang beraneka ragam
tergantung dari letak sel itu dalam organ tanaman. Buah-buahan
mempunyai ukuran sel yang lebih seragam. Pada umumnya sel-sel
epidermal mempunyai ukuran yang lebih kecil dan dinding yang lebih tebal
daripada sel-sel dibawahnya. Sel-sel itu tersusun rapat kecuali di daerah
stomata dan lenti sel.
b. Membran kutikula
Penguapan air, masuknya patogen-patogen dan zat-zat kimia
dipengaruhi oleh derajat pembentukan kutin epidermis. Lapisan ini terletak
diatas lapisan epidermis dimana permukaanya dilapisi oleh lapisan lilin.
c. Stomata
Stomata ini terdapat pada epidermis dan berfungsi sebagai katup-
katup kecil untuk pertukaran gas. Peranannya sangat penting dalam
proses respirasi, transpirasi dan pemasakan buah.
d. Lenti sel
Lenti sel ini selain terbuka, yang memungkinkan pertukaran gas
antara sel-sel dibawah epidermis dengan udara. Buah tua yang ranum
dengan lenti sel yang lebih banyak cenderung lebih cepat menjadi layu
dan lebih keriput daripada buah yang lebih muda dengan lenti sel yang
lebih sedikit.
2. Sistem Dasar
a. Parenkim
Parenkim merupakan jaringan dasar yang paling umum. Sifatnya
yang menonjol adalah protoplasma yang sangat aktif. Sel-sel parenkim
dapat menimbun zat-zat seperti pati, protein, minyak dan sebagainya.
Pada umumnya berdinding tipis dan dapat tersusun rapat atau longgar.
Sel-sel yang tersusun longgar mempunyai ruang-ruang antar sel dan inilah
yang menjadi sebab mengapa buah tampak berkapur. Ukuran dan bentuk
sel-sel sangat bervariasi.
b. Kolenkim
Merupakan jaringan penguat atau jaringan-jaringan penunjang.
Dinding selnya mampu berubah bentuk secara elastis. Sel-selnya berisi
protoplas hidup.
c. Sklerenkim
Fungsinya sebagai penunjang organ-organ tumbuhan. Sel-selnya
dapat dibedakan dalam dua tipe yakni serabut dan sel-sel batu. Sel-sel
serabut merupakan komponen umum jaringan xylem. Sel-sel batu banyak
terdapat dalam kulit dan floem buah biji. Tekstur bertepung beberapa jenis
buah (jambu biji, sawo manila dan sebagainya) dapat disebabkan oleh
adanya sel-sel batu.
Tabel 7.8. Kadar air, protein, lemak dan karbohidrat beberapa jenis buah-
buahan (% berat basah).
1. Karbohidrat
a. Pati
Buah-buahan mengandung pati sebagai hasil fotosintesa. Pada
buah yang masih muda banyak mengandung pati, seperti apel, pisang dan
mangga. Kandungan pati beberapa buah-buahan akan terus bertambah
selama pendewasaan sel, sedangkan pada beberapa jenis buah-buahan
lainnya kandungan pati mula-mula meningkat kemudian menurun lagi.
b. Gula
Kandungan gula beberapa jenis buah-buahan klimaterik kadang-
kadang meningkat selama pendewasaan sel (misalnya mangga) dan ada
juga buah-buahan klimaterik yang selama pertumbuhan dan pendewasaan
sel kenaikan kandungan gulanya sangat sedikit atau tidak ada sama sekali
(misalnya tomat).
c. Pektin
Pektin dalam buah terdapat dalam bentuk zat pektik yang mudah
terhidrolisa. Zat pektik ini terdapat di dalam middle lamella dari sel-sel
buah. Kandungan zat pektik di dalam buah akan mempengaruhi kekerasan
(tekstur) buah tersebut. Selama proses pematangan buah, zat pektik akan
terhidrolisa menjadi komponen-komponen yang larut air sehingga total zat
pektik akan menurun kadarnya dan komponen yang larut air akan
meningkat jumlahnya yang mengakibatkan buah menjadi lunak.
Tabel 7.9. Kadar vitamin dan mineral beberapa jenis buah-buahan (per
100 gram bahan).
3. Pigmen
Di dalam buah-buahan umumnya terdapat pigmen khlorofil, karotenoid
dan grup flavonoid yang terdiri dari antosianin, antosantin dan tanin.
a. Khlorofil
Khlorofil banyak terdapat pada buah-buahan yang berwarna hijau.
Pada buah-buahan yang masih muda, jumlah khlorofil relatif lebih banyak
dibandingkan dengan karotenoid atau pigmen-pigmen lainnya, sehingga
buah berwarna hijau. Selama proses pematangan buah, akan terjadi
degradasi khlorofil dan muncul berwarna dari pigmen-pigmen lain,
sehingga buah berubah warnanya menjadi kuning, oranye atau merah.
b. Karotenoid
Pigmen karotenoid yang terdapat pada buah misalnya likopen yang
terdapat pada buah tomat, semangka dan pepaya, akan memberikan
warna merah; karoten yang terdapat dalam jagung dan peach akan
memberikan warna oranye; serta xantofil yang terdapat dalam jagung,
peach dan squash akan memberikan warna kuning-oranye.
c. Flavonoid
Antosianin terdapat pada buah-buahan terutama yang berwarna
ungu, biru atau merah seperti anggur, cherry. Antosianin dapat
membentuk garam dengan logam yang menyebabkan warna berubah
menjadi keunguan. Seperti pada pengalengan buah-buahan yang
menggunakan kalengan dimana bagian dalamnya tidak dilapisi enamel.
Antosianin merupakan pigmen yang memberikan warna putih atau
kuning, misalnya pada buah apel dan pisang. Pigmen ini bersifat peka
terhadap perubahan pH, di dalam larutan alkali pigmen ini akan berubah
warnanya menjadi kuning karena terbentuk senyawa calkon.
Tanin merupakan pigmen yang tidak berwarna dan terdapat dalam
buah apel, salak, pisang dan sebagainya. Selama proses pematangan
kadar tanin dalam buah akan turun. Tanin dapat mencegah pertumbuhan
mikroba dengan cara mengaktifkan enzim-enzim yang dikeluarkan oleh
mikroba tersebut. Oleh karena itu buah yang telah matang lebih peka
terhadap serangan mikroba dibandingkan buah yang masih muda. Dengan
adanya ion-ion metal seperti Ca, Mg dan Fe, tanin dapat berubah warna
menjadi pigmen yang berwarna coklat.
4. Asam-asam Organik
Pada buah-buahan yang masih muda banyak mengandung asam-
asam organik dimana selama proses pematangan buah, kandungan asam
organik ini akan menurun. Asam-asam organik ini disamping mempengaruhi
rasa juga mempengaruhi aroma buah, sehingga digunakan untuk menentukan
mutu buah-buahan. Asam-asam organik yang biasa terdapat dalam buah-
buahan adalah asam format, asetat, fumarat, malat, sitrat, suksinat, tartarat,
oksaloasetat, kuinat, sikimat, oksalat dan sebagainya.
5. Kandungan lain
Buah-buahan juga mengandung komponen-komponen lain seperti
selulosa, heksosan, pentosan, gum, asam-asam amino, enzim-enzim dan zat
pembentuk aroma seperti ester, alkohol, karbonil, eter, hidrokarbon dan
senyawa aromatik lain.
a. Pematangan
Pematangan diartikan sebagai perwujudan dari mulainya proses
kelayuan dimana organisasi antar sel menjadi terganggu. Gangguan ini
merupakan pelopor dari kegiatan hidrolisa substrat oleh campuran enzim-
enzim yang ada didalamnya. Selama proses hidrolisa terjadi pemecahan
khlorofil, pati, pektin dan tanin. Dari hasil pemecahan senyawa-senyawa
tersebut akan terbentuk bahan-bahan seperti etilen, pigmen, flavor, energi
dan polipeptida.
Pematangan dapat diartikan pula sebagai suatu fase akhir dari
proses penguraian substrat dan merupakan suatu proses yang dibutuhkan
oleh bahan untuk mensintesa enzim-enzim yang spesifik yang diantaranya
akan digunakan dalam proses kelayuan.
Selama proses pematangan terjadi perubahan-perubahan warna
dari hijau menjadi kuning atau merah; rasa dari asam menjadi manis;
tekstur menjadi lebih lunak; terbentuknya vitamin-vitamin; dan timbulnya
aroma yang khas karena terbentuknya senyawa-senyawa volatil.
b. Kelayuan (senescene)
Kelayuan adalah suatu tahap normal yang selalu terjadi dalam
siklus kehidupan tanaman. Dapat pula diartikan sebagai suatu tahap
kelayuan buah-buahan yang terjadi setelah proses pematangan, akan
tetapi kelayuan (senescence) dapat pula terjadi tanpa melalui tahap
pematangan, yaitu bila terjadi suatu kerusakan pada buah-buahan
tersebut.
Senecsene merupakan hasil perubahan-perubahan yang terjadi
dalam sel, dinding menjadi lebih tipis, degradasi mitokondria, khlorofil
menghilang, kandungan protein menurun, kegiatan pernafasan dan
fotosintesa menurun dan sifat permeabilitas membran sel juga berubah.
Terjadinya bunga pada tanaman dapat mempercepat
berlangsungnya senecsene karena adanya mobilisasi zat-zat makanan
c. Respirasi
Pada waktu masih berada di pohon, buah-buahan melangsungkan
proses kehidupannya dengan cara melakukan pernafasan (respirasi),
ternyata setelah dipanen buah-buahan juga masih melangsungkan proses
respirasi. Respirasi adalah proses biologis dimana oksigen diserap untuk
digunakan pada proses pembakaran yang menghasilkan energi dan diikuti
oleh pengeluaran sisa pembakaran dalam bentuk CO2 dan air, sebagai
contohnya:
Hubungan antara proses pertumbuhan dengan jumlah CO2 yang
dikeluarkan selama respirasi dapat dilihat pada Gambar 7.23.
dihasilkan, serta gas-gas yang mudah menguap yang terdiri dari alkohol,
aldehida, keton dan ester-ester.
Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi dapat dibedakan atas
dua yaitu faktor internal (dari dalam bahan sendiri) seperti tingkat
perkembangan organ, komposisi kimia jaringan, ukuran produk, adanya
pelapisan alami pada permukaan kulitnya dan jenis jaringan; faktor
eksternal (dari luar atau lingkungan di sekeliling bahan) seperti suhu,
penggunaan etilen, ketersediaan oksigen, karbon dioksida, terdapatnya
senyawa pengatur pertumbuhan dan adanya luka pada buah.
d. Klimaterik
Klimaterik didefinisikan sebagai suatu fase yang kritis dalam
kehidupan buah, dan selama terjadinya proses ini banyak sekali
perubahan yang berlangsung. Di samping itu juga dapat diartikan sebagai
suatu keadaan auto stimulation dari dalam buah sehingga buah menjadi
matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi. Selain
itu klimaterik dapat diartikan sebagai suatu masa peralihan dari proses
pertumbuhan menjadi layu. Dari semua pengertian tersebut dapat
disimpulkan, bahwa klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik
bagi buah-buahan tertentu, dimana selama proses ini terjadi serangkaian
perubahan biologis yang diawali dengan proses pembuatan etilen. Proses
ini ditandai dengan mulainya proses pematangan. Buah-buahan yang tidak
pernah mengalami periode tersebut diatas digolongkan ke dalam golongan
non klimaterik seperti semangka, jeruk, nenas, anggur dan sebagainya.
a. Turgor Sel
Tekanan turgor sel selalu berubah selama proses perkembangan
dan pematangan. Perubahan ini umumnya disebabkan karena komposisi
dinding sel berubah. Adanya perubahan ini mempengaruhi kekerasan
buah, bila buah matang. Pengempukan buah disebabkan menurunnya
jumlah protopektin yang tidak larut air dan naiknya jumlah pektin yang larut
air, seperti terlihat pada Tabel 7.10.
b. Karbohidrat (pati)
Karbohidrat oleh tanaman disimpan dalam buah untuk persediaan
energi yang kemudian digunakan untuk melangsungkan keaktifan dari sisa
hidupnya, sehingga di dalam proses pematangan kandungan karbohidrat
(pati) dan gula selalu berubah. Perubahan pati dalam buah-buahan dapat
dibagi dalam:
1. Buah dengan kandungan pati tinggi
c. Gula Sederhana
Perubahan gula di dalam buah-buahan menyangkut sukrosa,
glokosa dan fruktosa. Perubahan kandungan gula dapat dikelompokkan
menjadi:
1. Buah dengan kandungan pati tinggi
Secara teoritis bila pati dihidrolisis akan terbentuk glokusa
sehingga kadar gula dalam buah akan meningkat. Tetapi
kenyataannya perubahan tersebut relatif kecil atau kadang-kadang
tidak berubah. Hal tersebut mungkin disebabkan karena gula yang
dihasilkan terpakai dalam proses respirasi atau diubah menjadi
senyawa lain.
Pada Gambar 7.28 dapat dilihat perubahan kadar gula dalam
buah apel selama penyimpanan. Terlihat bahwa, segera setelah buah
apel dipanen mempunyai kadar fruktosa yang lebih tinggi dibandingkan
dengan glukosa dan sukrosa dan kadar glukosa paling rendah. Selama
penyimpanan akan terjadi perubahan-perubahan dimana kandungan
pati menurun, kandungan sukrosa akan naik, dan sukrosa yang
terbentuk akan dipecah lagi menjadi glukosa dan fuktosa. Sebagian
e. Lemak
Meskipun kadar lemak di dalam buah-buahan umumnya rendah,
namun peranannya dalam pembentukan tekstur, flavor dan pigmen buah
sangat besar.
Pada buah tomat muda kandungan lipid terdapat dalam jumlah
relatif besar. Selama pematangan, lipid ini menurun jumlahnya, tetapi pada
tingkat kematangan penuh meningkat lagi.
f. Asam-asam organik
Asam organik non volatil adalah salah satu diantara komponen
seluler yang mengalami perubahan selama pematangan buah. Pada buah
tomat, jumlah asam nitrat dan malat adalah 60 % dari total asam organik
yang terdapat di dalam buah. Selama pematangan, perbandingan asam
malat dan asam sitrat akan menurun, yanmg menunjukkan adanya
konversi malat menjadi sitrat.
g. Pigmen
1. Khlorofil
Pada umumnya sebagian besar buah-buahan, menghilangnya
warna hijau merupakan pertanda kematangan. Selama pematangan
kandungan khlorofil pada buah menurun secara perlahan. Hilangnya
warna hijau pada buah, mungkin karena terjadinya oksidasi atau
penjenuhan terhadap ikatan rangkap molekul khlorofil.
h. Produk Volatil
Senyawa kimia utama dalam aroma buah adalah ester dari alkohol
alifatik dan asam-asam lemak berantai pendek. Senyawa violatil diproduksi
dan dikeluarkan oleh buah hanya apabila buah mulai matang.
a. Pre-cooling
Mutu buah-buahan dapat rusak oleh pengaruh suhu tinggi, karena
itu pre-cooling bertujuan untuk menghilangkan panas lapang tersebut.
Tujuan umum dari pre-cooling adalah untuk memperlambat respirasi,
menurunkan kepekaan terhadap serangan mikroba, mengurangi jumlah air
yang hilang dan memudahkan pemindahan ke dalam ruang penyimpanan
dingin atau sistem transportasi dingin. Metode yang biasa digunakan untuk
pre-cooling adalah air cooling (pendinginan dengan udara) dan vacuum
cooling (pendinginan dengan vakum).
b. Pencucian
Kadang-kadang untuk beberapa buah-buahan memerlukan
pencucian setelah dipanen yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran
(tanah) yang menempel, residu fungisida/insektisida dan penampakan
yang baik.
Pencucian dapat dilakukan baik dengan menggunakan air, sikat
maupun deterjen.
c. Degreening
Merupakan proses untuk dekomposisi pigmen hijau pada buah-
buahan. Cara ini dilakukan dengan menggunakan etilen atau bahan lain
yang dapat mengaktifkan metabolisme, agar buah mempunyai warna yang
khas yang disukai konsumen.
d. Pelilinan (waxing)
Umumnya buah-buahan mempunyai lapisan lilin alami pada
permukaan kulitnya yang dapat hilang karena proses pencucian.
Pemakaian lilin buatan pada buah-buahan adalah untuk meningkatkan
kilap sehingga penampakannya manjadi lebih baik. Di samping itu luka
atau goresan pada permukaan kulit buah dapat ditutupi oleh lilin.
2. Penyimpanan Dingin
d. Kebusukan
Sering terjadi kondensasi pada buah-buahan yang dikeluarkan dari
ruang penyimpanan dingin. Kondensasi ini terjadi pada permukaan bahan.
Air yang berkondensasi ini harus dikurangi, terutama untuk komoditi yang
tekasturnya lunak, karena dapat merangsang kebusukan. Namun tidak
semua bahan dapat menjadi busuk akibat adanya kondensasi ini.
Kondensasi ini dapat dihindari dengan cara bahan yang
dikeluarkan dari ruang penyimpanan dingin ini mendapat perbedaan suhu
dengan suhu diluar yang tidak begitu besar. Biasanya bahan yang
dipindahkan dari suhu 0°C ke suhu sekitar 10°C tidak banyak berkeringat.
Penyimpanan dingin yang baik antara lain menggunakan suhu dan
kelembaban nisbi yang tepat dan masa simpan yang tepat atau tidak
melampaui masa simpan.
Buah terdiri dari kulit, daging buah dan biji. Sedangkan sayuran tergantung
jenisnya, apakah sayuran daun, buah, umbi, biji, batang dan sebagainya. Akan
tetapi pada umumnya tidak semua bagian sayuran maupun buah-buahan dapat
dimakan. Untuk memperhitungkan jumlah bagian yang termakan dan yang
terbuang dari sayuran atau buah-buahan perlu diketahui jumlah bagian yang biasa
dimakan dari sayuran dan buah-buahan tersebut. Hal ini penting diketahui dalam
perhitungan rendeman produksi hasil olahan sayur atau buah.
Untuk menghitung jumlah bagian sayuran dan buah-buahan yang dapat
dimakan pertama-tama disiapkan beberapa macam sayur dan buah-buahan
diantaranya sebagai contoh yaitu bayam, kangkung, mentimun, buncis, wortel,
kacang panjang, kubis, sawi, apel, pepaya, nangka, melon, nenas dan bengkuang
serta peralatan yang digunakan seperti timbangan dan pisau.
Masing-masing jenis bahan ditimbang terlebih dahulu, setelah itu bagian
yang biasa dimakan dan yang tidak dipisahkan. Bagian yang dapat dimakan
ditimbang dan dinyatakan dalam persen terhadap berat utuh.
Seperti halnya sifat fisiknya, sifat kimia sayuran dan buah-buahan pun
berbeda untuk masing-masing jenis bahan dan tingkat kematangan. Sifat kimia
sayur dan buah biasanya ditetapkan secara obyektif kuantitatif.
Beberapa macam sayur dan buah-buahan disediakan untuk diamati sifat
kimianya diantaranya yaitu jambu biji, jeruk, semangka, pepaya, nenas, sirsak,
ketimun, wortel, selada dan bayam. Adapun alat-alat yang digunakan untuk
pengamatan antara lain erlenmeyer, buret, blender, pH meter, refraktometer dan
labu takar, larutan NaOH 0.1 N, larutan phenolphtalein 1%, larutan iod 0.01 N dan
larutan kanji 1%.
Beberapa sifat kimia pada sayur dan buah yang diamati yaitu sebagai
berikut :
1. Keasaman (pH)
Sayur dan buah-buahan sebanyak 100 g dihancurkan menggunakan
waring blender. Untuk bahan yang kadar airnya relatif rendah, air destilata
sebanyak 100 ml (1:1) ditambahkan ke dalam waring blender sebelum bahan
dihancurkan. pH bahan yang telah dihancurkan diukur dengan menggunakan
pH meter sebanyak 3 kali kemudian nilainya dirata-ratakan.
2. Padatan terlarut
Mula-mula bahan sebanyak 100 g dihancurkan dengan menggunakan
waring blender. Kemudian hancuran bahan yang diperoleh disaring dengan
menggunakan kertas saring, lalu filtrat diteteskan pada prisma refraktometer
dan skala refraktometer yang menunjukkan kadar padatan terlarut (persen)
dibaca. Jika sebagian besar padatan terlarut contoh berupa gula, maka hasil
pembacaannya dinyatakan sebagai derajat Brix.
LAJU RESPIRASI
seperti pada Gambar 7.20. Selanjutnya pompa dijalankan selama 1 jam, sehingga
udara akan bergerak dari tabung A ke erlenmeyer E. Kalsium klorida pada tabung
A akan menangkap uap air dari udara yang bergerak, sedangkan larutan KOH
pada erlenmeyer B dan C akan menangkap CO2-nya. Udara yang sampai di
desikator D diharapkan tidak mengandung uap air dan CO2 lagi. Larutan KOH
pada erlenmeyer E akan menangkap CO2 hasil respirasi dari desikator D.
Gambar 7.20. Susunan alat untuk pengukuran laju respirasi buah atau sayur
titrasi juga dilakukan terhadap blanko (tanpa buah atau sayur). Jumlah
CO2 hasil respirasi dapat dihitung berdasarkan rumus dibawah ini:
Etilen adalah senyawa hidrokarbon yang tidak jenuh yang dapat dihasilkan
oleh jaringan tanaman pada waktu-waktu tertentu dan pada suhu kamar etilen
berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan
penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Etilen
juga dapat dihasilkan dari karbit.
Dengan menyimpan pisang yang sudah tua dengan perlakuan sebagai
berikut:
a. Di tempat terbuka pada suhu ruang
b. Di dalam wadah tertutup
c. Di dalam wadah tertutup bersama pisang yang sudah masak
d. Di dalam wadah tertutup dan diberi gas karbit
1. Blansir
Yaitu memasukkan buah atau sayur yang telah dikupas ke dalam air
mendidih selama 3 – 5 menit. Lalu diamati warna, aroma dan tekstur bahan.
Hasilnya kemudian dibandingkan dengan bahan jika dikukus selama 3 – 5
menit.
BLANSIR
dari jaringan bahan serta menghilangkan getah atau kotoran. Untuk bahan pangan
yang akan dikeringkan, blansir akan mempercepat proses pengeringan karena
membuat membran sel permeabel terhadap perpindahan air. Di samping itu
blansir dapat dianggap sebagai usaha pemasakan untuk produk kering yang
langsung dikonsumsi.
Blansir dilakukan hampir pada semua bahan pangan. Meskipun demikian
bawang merah, bawang putih dan bumbu-bumbu biasanya tidak diblansir. Hal ini
disebabkan karena reaksi enzimatik pada bahan-bahan tersebut memang
dikehendaki. Umumnya blansir dilakukan terhadap bahan pangan dimana
terjadinya reaksi enzimatik pada bahan tersebut tidak dikehendaki. Lamanya
proses blansir dipengaruhi oleh beberapa faktor: antara lain ukuran bahan, suhu,
ketebalan tumpukan bahan serta medium blansir. Untuk memperoleh inaktifasi
enzim efektif, suhu badan pada semua bagian minimum 87,8°C (190°F). Bahan
yang berukuran lebih besar atau tebal memerlukan waktu blansir yang lebih lama
karena diperlukan penetrasi panas yang lebih lama (Gambar 7.21). Hal ini sama
terjadi jika dilakukan blansir terhadap bahan dalam jumlah banyak (bertumpuk-
tumpuk). Pada suhu yang lebih rendah diperlukan waktu blansir yang lebih lama.
Blansir dengan medium air memerlukan waktu yang lebih singkat dibandingkan
blansir menggunakan uap air karena penetrasi panas lebih cepat terjadi pada
medium cair.
Sayuran akan memerlukan waktu blansir sekitar 2 – 4 menit pada suhu
98.9 – 100°C, jika dalam bentuk irisan kecil atau tipis. Jika irisan itu besar atau
tebal maka diperlukan waktu blansir 5 – 15 menit. Sayuran daun hanya
memerlukan waktu blansir sekitar 0.5 – 2 menit. Irisan kentang yang besar atau
tebal memerlukan waktu blansir sekitar 15 – 30 menit.
Blansir dapat dilakukan dengan menggunakan medium air atau uap air.
penggunaan uap air kadang-kadang lebih sulit mencapai suhu yang seragam jika
blansir dilakukan terhadap bahan dalam jumlah banyak atau yang berukuran
besar. Blansir menggunakan medium air memungkinkan kehilangan komponen
terlarut bahan yang lebih besar jika dibandingkan dengan menggunakan uap air.
Selain menggunakan medium air atau uap air, blansir juga dapat dilakukan
dengan sulfit, fosfat atau karbonat. Penambahan bahan kimia ini terutama untuk
memperbaiki warna produk.
Proses blansir dapat dilakukan secara batch atau kontinyu. Blansir sistem
batch biasanya dilakukan untuk skala kecil sedangkan blansir sistem kontinyu
untuk skala besar.
Percobaan dapat dilakukan pada apel, salak, jambu biji, pisang, kentang,
terong dan labu. Mula-mula bahan dikupas. Kemudian dipotong dengan ukuran
1x1x1 cm3, 2x2x2 cm3 dan 3x3x3 cm3. Selanjutnya bahan doblansir pada suhu 70,
80, 90 dan 100°C selama 1, 2, 3, 5, 10 dan 15 menit menggunakan medium air
dan uap air. Setelah blansir selesai, bahan ditiriskan dan dinginkan. Pengamatan
dilakukan terhadap warna, tekstur, flavor atau aroma bahan secara subyektif.
Sistem enzim pada bahan pangan cukup kompleks dan beragam untuk
komoditas yang berbeda. Biasanya bahan pangan mengandung enzim oksidasi
dan hidrolisis. Sebagian besar enzim ini menjadi inaktif pada suhu 71.1°C (160°F)
atau lebih, tetapi biasanya suhu 87.8°C (190°F) dianggap sebagai batas minimum
yang aman. Untuk menginaktifkan enzim, blansir dilakukan hanya selama
beberapa menit.
Enzim peroksidase merupakan salah satu enzim yang tahan panas.
peroksidase yang sudah inaktif dengan blansir dapat menjadi aktif lagi jika
proteinnya yang sudah terdenaturasi kembali pada keadaan semula dan bertemu
dengan grup metalnya. Meskipun demikian untuk mengetahui kecukupan blansir
sering dilakukan uji peroksidase.
Percobaan dilakukan pada apel dan kentang dengan mempersiapkan
peralatan-peralatan yang akan digunakan seperti tabung reaksi dan raknya,
waring blender atau mortar porselin, pipet 1 ml dan 2 ml, stop watch, timbangan
dan gelas ukur 50 ml.
Diawali dengan membuat larutan hidrogen peroksida (H2O2) 0,08% dibuat
dengan cara mencampur H2O2 30% sebanyak 2.8 ml dengan akuades sampai
volumenya menjadi 1 liter, larutan ini disimpan dalam lemari es pada botol gelap
dan diperbaharui setiap 1 atau 2 minggu.
Setelah apel dan kentang dikupas, kemudian diiris dalam bentuk kubus
dengan ukuran 1x1x1 cm3 dan 2x2x2 cm3. Selanjutnya dilakukan blansir terhadap
irisan apel dan kentang tersebut pada suhu 70, 80, 90 dan 100°C selama 1, 2, 3,
5, 10 dan 15 menit. Setelah itu ditiriskan dan dilakukan uji peroksidase.
2. Menggunakan Mortar
Mula-mula contoh ditimbang sebanyak 10 gram, lalu disiapkan 30 ml
akuades pada gelas ukur, dan contoh ditempatkan pada mortar dengan sedikit
pasir bersih. Selanjutnya ditambahkan sedikit akuades dari gelas ukur ke
dalam mortar. Contoh dihancurkan selama 3 menit. Kemudian ditambahkan
semua sisa air pada gelas ukur ke dalam mortar dan dicampur sampai merata.
Selanjutnya prosedur pada metode pertama diatas diulangi mulai dari
penyaringan sampai selesai.
lebih sederhana, degradasi senyawa pektin tidak larut air menjadi senyawa pektin
yang larut serta degradasi pigmen klorofil. Perubahan fisik sebagai akibat
perubahan kimia dapat diamati secara langsung seperti perubahan warna, aroma,
tekstur/kekerasan dan flavor.
Secara keseluruhan, proses respirasi menyebabkan serangkaian
perubahan dari tua (mature) berturut-turut menjadi matang (ripe), layu (senecsene)
dan selanjutnya busuk (decay). Usaha untuk menghambat terjadinya pembusukan
buah atau sayur segar disebut pengawetan segar.
Pengawetan segar komoditas buah-buahan dan sayur-sayuran didasarkan
pada penghambatan proses respirasi. Penghambatan respirasi dapat dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain penyimpanan pada suhu rendah, pelapisan
dengan lilin atau bahan kimia tertentu dan penggunaan atmosfir terkontrol atau
termodifikasi.
1. Pendinginan
Laju respirasi buah dan sayur dipengaruhi oleh suhu. Pada kisaran
suhu 0 – 35°C, laju respirasi buah dan sayur meningkat 2 – 2.5 kali untuk
setiap pertambahan suhu 10°C. Penyimpanan pada suhu rendah
(pendinginan) dapat mengurangi laju respirasi. Hal ini berarti pendinginan
dapat mempertahankan mutu buah dan sayur segar karena selama
pendinginan aktifitas metabolisme dan perubahan kimia berlangsung lambat.
Pendinginan adalah penyimpanan pada suhu dibawah 15°C tetapi
diatas titik beku. Pendinginan dapat memperlambat terjadinya kenaikan laju
respirasi dan mengurangi besarnya kenaikan laju respirasi.
2. Pelapisan
Pelapisan bahan tertentu juga menurunkan laju respirasinya. Pelapisan
dapat mempertahankan kesegaran buah tanpa pendinginan. Bahan-bahan
yang dapat digunakan untuk pelapisan buah dan sayur antara lain CMC
(carboxyl methyl cellulose), gelatin, gumarab, agar-agar, pati dan senyawa-
senyawa turunan monogliserida. Bahan-bahan tersebut digunakan untuk
pelapisan dalam bentuk emulsi dan akan membentuk film pada permukaan
kulit buah atau sayur.
Persyaratan umum bahan untuk pelapisan buah atau sayur antara lain
tidak mempengaruhi bau dan rasa, mudah kering, tidak lengket, tidak mudah
pecah, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, tidak toksik, mudah
diperoleh, murah harganya dan diharapkan licin serta mengkilap.
Lilin yang dapat digunakan untuk pelapisan buah adalah lilin tebu, lilin
karnauba dan lilin sisa tambang (parafin). Penggunaan lilin dapat dilakukan
bersama-sama dengan fungisida.
3. Atmosfir terkontrol atau Termodifikasi
Selain dipengaruhi oleh suhu, laju respirasi buah atau sayur segar juga
dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan O2 lingkungan. Pada umumnya laju
respirasi akan terhambat pada konsentrasi CO2 tinggi dan konsentrasi O2
rendah. Akan tetapi tiap buah dan sayur segar mempunyai suhu, konsentrasi
CO2 dan O2 optimum untuk menghambat kerusakannya. Penggunaan
konsentrasi CO2 tinggi dan O2 rendah untuk mempertahankan mutu buah
dalam penyimpanan atmosfir terkontrol atau termodifikasi.
4. Hormon
Beberapa hormon dapat digunakan untuk menghambat pematangan
buah dan sayur karena menurunkan laju respirasinya.
Hormon tersebut misalnya kinetin dan gibberellin. Kinetin menghambat
degradasi klorofil dan penuaan sayuran seperti bayam, cabe, buncis dan
5. Bahan lain
Bahan lain yang dapat digunakan untuk menghambat pematangan
buah adalah kalium permanganat atau KMnO4 (Pantastico, 1986). Mekanisme
bekerjanya bahan kimia ini berbeda dengan yang telah disebutkan diatas.
Kalium permanganat bersifat oksidator kuat.
Karena daya oksidasinya kuat, maka KmnO4 dapat mengoksidasi
etilen. Seperti diketahui, etilen adalah hormon yang merangsang atau
mempercepat terjadinya pematangan buah. Etilen yang sudah teroksidasi
kehilangan kemampuannya untuk mempercepat pematangan buah. Larutan
jenuh KmnO4 dapat digunakan untuk menghambat pematangan buah pisang
Ambon. Di pasaran terdapat bahan pengawet komersial yang dapat digunakan
untuk menghambat proses respirasi dengan cara menutup pori-pori kulit buah.
Percobaan dapat dilakukan pada beberapa contoh sayur dan buah-
buahan seperti belimbing, pisang, jambu biji, tomat, cabe merah, buncis, dan
ketimun. Sedangkan reagen yang digunakan adalah lilin, KmnO4, batu apung,
gas CO2, O2 dan N2, kinetin dan gibberellin. Alat yang perlu disiapkan untuk
pengawetan antara lain cold storage, ember, lemari es, desikator. Bahan-
bahan yang akan disimpan dicuci terlebih dahulu kemudian ditiriskan. Setelah
itu dilakukan :
1. Pendinginan
Dengan menyimpan cabe merah pada suhu 10°C.
2. Pelapisan
Dengan mencelupkan belimbing dalam emulsi lilin 4% kemudian
simpan dalam lemari es.
4. KMnO4
Mula-mula pisang ditempatkan dalam desikator (diatas piringan
desikator). Pada dasar desikator, ditempatkan batu apung yang sudah
dicelupkan dalam larutan-larutan KmnO4 jenuh selama 30 menit. Lalu
sejumlah kapur (CaCO3) diletakkan pada dasar desikator. Selanjutnya
desikator ditutup dan disimpan pada suhu kamar.
Selama penyimpanan, pengamatan dilakukan terhadap warna, tekstur
dan penampakan bahan setiap minggu. penyimpanan bahan tanpa perlakuan
juga dilakukan sebagai kontrol.
5. Hormon
Dicoba dengan mencelupkan pisang, tomat, jambu biji, cabe merah,
buncis dan ketimun dalam larutan kinetin atau gibberellin 5 – 15 ppm dan
disimpan dalam lemari es.