Anda di halaman 1dari 31

GAMBARAN STATUS GIZI DAN JENIS PENYAKIT PADA ANAK YANG

TIDAK ASI EKSLUSIF DI WILAYAH KERJA POSYANDU MANGGA 3


KELURAHAN PACCERAKKANG KOTA MAKASSAR

DISUSUN

ANDI MAWANG SARI


PO.71.3.231.13.1.001

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


JURUSAN GIZI POLITEKNIK KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III GIZI
MAKASSAR

2016
LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Penelitian Karya Tulis Ilmiah Dengan Judul “Gambaran Status Gizi dan

Jenis Penyakit Pada Anak Yang Tidak ASI Ekslusif di Wilayah Kerja Posyandu Mangga

3 Kelurahan Paccerakkang Kota Makassar” Dipertahankan Didepan Penguji Karya Tulis

Ilmiah.

Mengetahui

Pembing/Tim Penguji

Pembimbing utama : H. Mustamin, SP, M.Kes (………….)

Pembimbing pendamping : Manjilala, S.Gz, M.Gizi (………….)

Penguji : Dr. Nadimin, SKM, M.Kes (………….)

Mengetahui

Ketua Program Studi Diploma III Gizi, Ketua Jurusan Gizi,

Hj. Sukmawati, SKM, M.Kes H. Mustamin, SP, M.Kes


NIP : 19651116 198603 2 001 NIP : 19670617 199203 1 002
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan

karuniaNya sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal yang berjudul

“Gambaran Status Gizi dan Jenis Penyakit Pada Anak Yang Tidak ASI Eksklusif di

Wilayah Kerja Posyandu Mangga 3 Kelurahan Paccerakkang Kota Makassar”. Pada

kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. H. Ashari Rasjid, SKM, MS, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes

Makassar.

2. H. Mustamin, SP, M.Kes selaku Ketua Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes

Makassar dan sekaligus sebagai Pembimbinng Utama yang telah banyak membantu

dalam penyelesaian

3. Manjilala, S.G, M.Gizi sebagai Pembimbing Pendamping yang telah banyak membantu

dalam penyelesaian proposal ini.

4. DR. Nadimin, SKM, M.Kes sebagai penguji yang telah banyak memberikan saran dalam

penyelesaian proposal ini.

5. Seluruh staf dosen dan staf administrasi Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Makassar

yang telah memberikan bantuan moril bagi penulis, baik dalam proses pendidikan

maupun dalam penyusunan proposal ini.

6. Sahabat-sahabatku yang telah menemaniku dalam suka maupun duka, yang

memberiku cinta dan kebanggaan hidup yang tidak bisa penulis ungkapkan dengan

kata-kata.
Teristimewa dari lubuk hati yang dalam, penulis menghanturkan terima kasih

kepada keluargaku khususnya Ayah dan Bunda tercinta atas segala doa dan

pengorbanan yang diberikan, baik moril maupun kritikan dan saran yang sifatnya

membangun demi perbaikan proposal ini. Semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi

pembaca pada umumnya dan terkhusus bagi penulis.

Makassar, juni 2016

PenulIs

DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................... i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian.................................................................... ...... 4
D. Manfaat Penelitian.......................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Tentang ASI Eksklusif................................................... 6
B. Tinjauan Tentang Status Gizi .................................................... 11
C. Tinjauan Tentag Penyakit Infeksi ........................................ 16

BAB III KERANGKA KONSEP


A. Dasar Pemikiran …………………….......................................... 26
B. Kerangka Konsep.................................................................... .... 26
C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif............................... 27

BAB IV METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian............................................................................ 28
B. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................... 28
C. Populasi dan Sampel................................................................... 28
D. Cara Pengumpulan Data ...................................................... .... 29
E. Instrument Penelitian................................................................... 30
F. Pengolahan Data dan Analisis Data ........................................ 30

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan

makanan dan minuman lain. ASI dianjurkan 6 bulan pertama kehidupan (Depkes RI,

2005).
Manfaat dari pemberian ASI Eksklusif sangat luar biasa. Bagi bayi, makanan

dengan kandungan gizi yang paling sesuai untuk kehidupan bayi, melindungi dari

berbagai infeksi dan memberikan hubungan kasih sayang yang mendukung semua

aspek perkembangan bayi, termasuk kesehatan dan kecerdasan bayi. Bagi ibu,

member ASI secara Eksklusif dapat mengurangi pendarahan pada saat persalinan,

menunda kesuburan dan meringankan beban ekonomi (Roesli, 2008).

Program Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI) khususnya ASI

Eksklusif merupakan program prioritas pemerintah, karena manfaatnya yang luas

terhadap status gizi dan bayi. Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 33 tahun 2012

juga menjelaskan kewajiban bagi setiap ibu untuk memberikan ASI Eksklusif.

Masih rendahnya cakupan pemberian ASI antara lain dapat disebabkan

beberapa faktor antara lain : perubahan social budaya, faktor fisik ibu, faktor kurangnya

petugas kesehatan, meningkatkan promosi PASI, dan penerangan yang salah dari

petugas kesehatan. Tidak adanya dukungan dari keluarga, terutama suami dalam

memberikan ASI, kekurangtahuan ibu terhadap manfaat pemberian ASI dan rendahnya

tingkat pendidikan ibu dapat menjadi penyebab rendahnya tingkat pemberian ASI

Eksklusif ini (Seswita, 2005).

Kekurangan dan kelebihan gizi sama-sama berdampak negative, kekurangan

gizi berhubungan erat dengan lambatnya pertumbuhan tubuh (terutama pada anak),

daya tahan tubuh yang terendah sehingga mudah sakit, kurangnya kecerdasan dan

produktifitas yang rendah, adapun kelebihan gizi ditandai dengan kelebihan berat

badan dan gemuk beresiko terkena berbagai penyakit kronis/degenerative (Kurniasih,

2010).
Memberikan susu formula terlalu awal sebelum usia 6 bulan, akan berdampak

kurang baik terhadap kesehatan bayi seperti gangguan pencernaan, konstipasi, batuk,

diare, elergi dan lain sebagainya (Indriyani, 2008).

Data DHS (Demographic Health Survey) 2007 mencatat 32,4% ASI eksklusif 24

jam sebelum interview, ibu-ibu desa lebih banyak yang ASI eksklusif. Ibu-ibu yang

berpendidikan SMA lebih sedikit (40,2%) yang ASI eksklusif disbanding yang tidak

berpendidikan (56%). Data yang menarik dari DHS bahwa ibu-ibu yang melahirkan

ditolong oleh petugas kesehatan terlatih ASI eksklusif lebih sedikit (42,7%) daripada

ibu-ibu yang tidak ditolong tenaga kesehatan (54,7%) (USAID Indonesian Nutrition

Assessment Report, 2010 ).

Responden yang mengalami gizi kurang ini karena terdapat beberapa faktor

yang mempengaruhi status gizi bayi yang tidak diberi ASI eksklusif yaitu ASI yang tidak

cukup untuk kebutuhan tumbuh kembang bayi dan dalam pemberian susu formula

karena fisiologi pencernaan bayi belum matur sehingga bayi kurang asupan nutrisi

(Indiarti, 2008).

Menurut hasil Riskesdes 2010. Secara nasional prevalensi balita kurang gizi

(balita yang menpunyai berat badan kurang )pada tahun 2010 adalah sebesar 17,9%

diantaranya 4,9 yang gizi buruk ,balita pendek (stunting) sebesar 35,6% dan balita

kurus (wasting) sebesar 13,3 %. Di provinsi Sulawesi selatan menunjukkan bahwa

prevalensi gizi buruk dan kurang BB/U sebesar 25%, balita pendek (stunting) sebesar

38,9% dan balita kurus (wasting) sebesar 12%.

Mengingat masih banyaknya ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif maka

diharapkan petugas kesehatan lebih meningkatkan pelayanan kesehatan terutama


pada ibu yang nifas dengan cara memberikan pengetahuan tentang ASI eksklusif

seperti sosialisasi, dan bimbingan secara menyeluruh dan efektif. Sehingga peneliti

tertarik untuk “Mengetahui Gambaran Status Gizi Balita dan Jenis Penyakit Pada Anak

Yang Tidak ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Posyandu Mangga 3 Kelurahan

Paccerakkang Kota Makassar Pada Bayi Usia 0 – 6 Bulan”

B. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran status gizi dan jenis penyakit pada anak yang tidak ASI

Eksklusif di Wilayah Posyandu Mangga 3 Kelurahan Paccerakkang Kota Makassar.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran status gizi dan jenis penyakit pada anak yang tidak ASI

eksklusif di Wilayah Posyandu Mangga 3 Kelurahan Paccerakkang Kota Makassar.

2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran Status Gizi 6 – 11 bulan di Wilayah Posyandu Mangga 3

Kelurahan Paccerakkang Kota Makassar.

2. Mengetahui jenis penyakit yang diderita bayi 6 – 11 bulan yang tidak mendapatkan ASI

Eksklusif.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Tenaga Kesehatan : Informasi mengenai pemberian ASI Eksklusif terhadap Status

Gizi Bayi.
2. Bagi Masyarakat : Hasil penelitian mendatang dapat dijadikan masukan bagi

masyarakat umum khususnya ibu-ibu menyusui untuk menyusui bayinya secara

eksklusif.

3. Bagi Peneliti : Menambah pengetahuan serta dapat memperoleh pengalaman dalam

melakukan penelitian tentang ahli gizi khususnya tentang pemberian ASI Eksklusif

terhadap status gizi bayi 6 – 11 bulan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang ASI Eksklusif

1. Pengertian ASI Eksklusif

ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan tanpa tambahan

cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih serta tanpa

tambahan makanan padat seperti pisang bubur susu, biscuit, bubur, nasi dan nasi tim.

Setelah 6 bulan baru diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI). ASI dapat

diberikan sampai anak usia 2 tahun atau lebih (Ambarwati, 2009).

ASI eksklusif yaitu pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman

lain. ASI eksklusif dianjurkan sampai 6 bulan pertama kehidupan bayi (Dep Kes RI:

2005). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian ASI eksklusif

merupakan pemberian ASI saja pada bayi usia 0 – 6 bulan tanpa makanan dan

minuman pendamping apapun, kecuali obat atau vitamin.

2. Tujuh langkah keberhasilan ASI Eksklusif

Terdapat tujuh keberhasilan pemberian ASI Eksklusif, langkah-langkah ini sangat

penting terutama bagi ibu bekerja. Menyusui memang akan menpengaruhi seluruh

keluarga. Idealnya suami, kakak, nenek dan kakek, dilibatkan dalam langkah-langkah

ini karena dukungan mereka yang sangat berarti (Roesli, 2009).

Menurut Roesli (2009), langkah-langkah yang terpenting dalam persiapan

keberhasilan menyusui secara eksklusif adalah sebegai berikut:

a) Mempersiapkan payudara, bila diperlukan.

b) Mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui.


c) Menciptakan dukungan keluarga, teman, dan sebagainya.

d) Memilih tempat melahirkan yang “sayang bayi” seperti “rumah sakit sayang ibu” atau

“rumah bersalin sayang bayi”

e) Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI secara eksklusif.

f) Mencari ahli persoalan menyusui seperti klinik laktasi dan atau konsultasi laktasi

(Laktasion Consultan), untuk persiapan apabila kita menemui kesukaran.

g) Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan menyusui.

3. Beberapa alasan ibu untuk tidak menyusui secara Eksklusif

Diantaranya sebagai berikut:

a) ASI tak cukup

Alasan ini tampaknya merupakan alasan utama para ibu untuk tidak memberikan ASI

secara eksklusif. Walaupun banyak ibu yang merasa ASInya kurang, tetapi hanya

sedikit sekali (2 – 5%) yang secara biologis memang kurang produksi ASInya.

Selebihnya 95 – 98% ibu dapat menhasilkan ASI yang cukup untuk bayinya.

b) Ibu bekerja dengan cuti hamil 3 bulan

Bekerja bukan alasan untuk tidak memberikan ASI Eksklusif, karena waktu ibu bekerja,

bayi dapat diberi ASI perah yang diperah sehari sebelumya.

c) Takut ditinggal suami

Alasan pertama kali berhenti memberikan ASI pada anaknya adalah “takut ditinggal

suami”. Ini semua karena mitos yang salah, yaitu “menyusui akan merubah bentuk

payudara menjadi jelek”. Sebenarnya mengubah bentuk payudara adalah kehamilan

bukan menyusui.

d) Tidak diberi ASI tetapi berhasil “jadi orang”


Dengan diberi susu formula memang anak dapat tumbuh besar, bahkan mungkin

berhasil “jadi orang”. Namun, kalau bayi ini diberi ASI eksklusif akan lebih berhasil.

Bukan tanpa alasan kalau para ahli menamakan ASI sebagai “darah putih”. Air susu ibu

bukan semedar makanan. ASI merupakan cairan hidup yang lebih menyerupai darah.

Cairan yang mengandung sel darah putih, zat kekebalan, homone, faktor pertumbuhan,

vitamin, air, protein, bahkan zat yang dapat membunuh bakteri dan virus.

e) Bayi akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri dan manja

Pendapat bahwa bayi akan tumbh menjadi anak manja karena terlalu sering didekap

dan dibelai, ternyata salah. Anak akan tumbuh menjadi kurang mandiri, manja, dan

agresif karena kurang perhatian bukan karena terlalu diperhatikan oleh orang tua.

f) Susu formula lebih praktis

Pendapat ini kurang benar karena untuk membuat susu formula diperlukan api atau

listrik untuk memasak air, peralatan yang harus steril, dan perlu waktu untuk

mendinginkan susu formula yang baru dibuat. Sementara itu ASI siap pakai dengan

suhu yang tepat setiap saat serta tidak memerlukan api, listrik, dan perlengkapan yang

harus steril jauh lebih praktis daripada susu formula.

g) Takut badan tetap gemuk

Pendapat bahwa menyusui akan sukar menurunkan berat badan adalah tidak benar.

Pada waktu hamil, badan telah mempersiapkan timbunan lemak untuk membuat ASI.

Didapatkan bukti bahwa menyusui akan membantu ibu-ibu menurunkan berat badan

lebih cepat daripada ibu tidak menyusui secara eksklusif. Timbunan lemak yang terjadi

sewaktu hamil akan dipergunakan untuk proses menyusui, sedangkan wanita yang
tidak menyusui akan lebih sukar untuk menghilangkan timbunan lemak ini (Roesli,

2009).

4. Manfaat dan kelebihan ASI Eksklusif

a) Menurunnya resiko terjadinya penyakit infeksi

Penyakit infeksi meliputi infeksi saluran pencernaan (Diare), infeksi saluran pernafasan,

infeksi pada telinga

b) Menurunkan dan mencegah terjadinya penyakit noninfeksi

c) Dapat meningkatkan kecerdasan IQ anak

d) Menyusui dapat menciptakan ikatan psikologis dan kasih sayang yang kuat antara ibu

dan bayi

e) Dapat mengurangi tingkat kematian pada bayi dikarenakan berbagai penyakit yang

menimpanya (Prasetyono, 2009).

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pemberian ASI Eksklusif

Menurut Notoatmodjo (2003), adalah sebagai berikut :

a) Faktor Internal

Faktor-faktor dari dalam diri ibu atau faktor internal yang berkaitan dengan keberhasilan

ibu dalam memberikan ASI eksklusif antara lain pengetahuan ibu mengenai proses

laktasi, pendidikan, motivasi, sikap, pekerjaan ibu, dan kondisi kesehatan ibu.

b) Faktor Eksternal

Faktor dari luar diri ibu ataau faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan ibu

dalam memberikan ASI eksklusif antara lain social ekonomi, tatalaksana rumah sakit,
kondisi kesehatan bayi, pengaruh iklan susu formula yang intensif, keyakinan keliru

yang berkembang di masyarakat dan kurangnya penerangan dan dukungan terhadap

ibu dari tenaga kesehatan atau petugas penolong persalinan maupun orang-orang

terdekat ibu seperti mertua, suami, dan lain-lain

B. Tinjauan Tentang Status Gizi

1. Pengertian status gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2010). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan

keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu salah satu contohnya adalah gondok

endemik merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium

dalam tubuh (Supariasa, 2012).

2. Cara penilaian status gizi

Penilaian status gizi dilakukan secara antropometri yaitu pengukuran ukuran

tubuh manusia, pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat

umur dan tingkat gizi. Antropometri merupakan metode yang paling umum digunakan

dalam pengukuran status gizi (Supariasa, 2012).

Pengukuran antropometri ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk

menilai status gizi diantaranya (BB/U) berat badan menurut umur, (TB/U) tinggi badan

menurut umur, dan (IMT/U) berat badan menurut tinggi badan (Anggraeni, 2012).

a. Berat badan menurut umur (BB/U)

Berat badan salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh

sangat sensitive terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena


terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah

makanan yang dikonsumsi.

Indikator Indeks BB/U

Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan

normal, keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan

zat gizi terjamin, maka berat badan akan bertambah mengikuti pertambahan umur.

Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, yaitu dapat berkembang lebih cepat atau

lebih lambat dari keadaan normal. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka

penggunaan indeks BB/U lebih menggambarkan status seseorang saat ini (Current

Nutritional Status) (Supariasa dkk, 2001).

Kelebihan dalam penggunaan indeks BB/U sebagai parameter antropometri

yaitu : 1) Dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum; 2)

Sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek; 3) Dapat

mendeteksi kegemukan (Soekiman, 2000).

Indeks yang Batas Sebutan


dipakai Pengelompokan Status Gizi
BB/U <-3 SD Gizi Buruk
-3 s/d <-2 SD Gizi Kurang
-2 s/d +2 SD Gizi Baik
>+2 SD Gizi Lebih
Tabel 2.1 . Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U Standar Buku Antropometri
WHO 2005

Sedangkan kelemahan dari indikator BB/U yaitu interprestasi status gizi dapat

keliru apabila terdapat pembekakan atau oedema, data umur yang akurat sering sulit
diperoleh terutama di Negara-negara yang sedang berkembang, kesalahan pada saat

pengukuran karena pakaian anak tidak dilepas/dikoreksi dan anak yang bergerak terus,

masalah social budaya setempat yang mempengaruhi orang tua untuk tidak mau

menimbang anaknya karena dianggap sebagai barang dagangan.

b. Tinggi badan menurut umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tingi badan tumbuhan seiring dengan

pertambahan umur.

Pertumbuhan tinngi badan tidak seperti badan, relative kurang sensitive terhadap

masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi

terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relative lama.

Berdasarkan karakteristik tersebut di atas, maka indeks TB/U di samping

memberikan gambaran status gizi massa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan

status social-ekonomi.

1. Kelebihan indeks TB/U

a) Baik untuk menilai status gizi masa lampau

b) Alat mudah digunakan

c) Tidak memerlukan biaya yang banyak

2. Kelemahan indeks TB/U

a) Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun dan ketepatan umur sulit

dipakai.
b) Pengukuran sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak sehingga diperlukan dua

orang untuk melakukan pengukuran.

c. Berat badan menurut tinngi badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan dalam keadaan

normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan

dengan kecepatan tertentu (Anggraeni, 2012).

1) Kelebihan indeks BB/TB

a) Tidak memerlukan data umur

b) Dapat membedakn proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus)

2) Kelemahan indeks BB/TB

a) Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan

atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya, karena faktor umur tidak

dipertimbangkan.

b) Membutuhkan dua macam alat ukur.

c) Pengukuran relatif lebih lama.

d) Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran, terutama bila dilakukan

oleh kelompok non-profesional.


C. Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi berkaitan dengan status gizi yang rendah, hubungan

kekurangan gizi dengan penyakit infeksi antara lain dapat dijelaskan melalui

mekanisme pertahanan tubuh dimana balita yang mengalami kekurangan gizi dengan

asupan energi dan protein yang rendah, maka kemampuan tubuh untuk membentuk

protein yang baru berkurang. Tubuh akan rawan terhadap serangan infeksi karena

terganggunya pembentukan kekebalan tubuh seluler (Jelliffe, 1989).

1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

1) Pengertian

Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan sekelompok penyakit kompleks

dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat mengenai setiap

lokasi di sepanjang saluran nafas (WHO, 1986). ISPA merupakan salah satu penyebab

utama dari tingginya angka kematian dan angka kesakitan pada balita dan bayi di

Indonesia. Dalam Pelita IV penyakit tersebut mendapat prioritas tinggi dalam bidang

kesehatan (Depkes, 1998). Secara klinis ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut

akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dan berlangsung tidak

lebih dari 14 hari. Adapun yang termasuk ISPA adalah influenza, campak, faringitis,

trakeitis, bronkhitis akut, brokhiolitis, dan pneumonia.

ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang berlangsung dalam jangka

waktu sampai 14 hari, dimana yang dimaksud dengan saluran pernafasan adalah organ

dan hidung sampai alveoli beserta organ-organ adneksanya (misalnya sinus

paranasalis, ruang telinga tengah, pleura). Saluran pernafasan menurut anatominya

dapat dibagi menjadi saluran pernafasan atas, yaitu mulai dari hidung sampai laring,
dan saluran pernafasan bawah, mulai dari laring sampai alveoli (Nelson, 2003). Dengan

demikian, infeksi saluran pernafasan akut dapat dibagi menjadi ISPA atas dan

ISPA bawah. Yang dimaksud ISPA atas ialah infeksi akut yang secara primer

mempengaruhi susunan saluran pernafasan di atas laring, sedangkan ISPA bawah

ialah infeksi akut yang secara primer mempengaruhi saluran pernafasan bawah laring

(Nelson, 2003).

Kejadian ISPA pada balita lebih sering terjadi di daerah perkotaan

dibandingkan pada balita di daerah pedesaan. Seorang anak yang tinggal di daerah

perkotaan akan mengalami ISPA sebanyak 5-8 episode setahun, sedangkan bila

tinggal di pedesaan sebesar 3-5 episode (WHO, 1992).

Angka kematian yang tinggi karena ISPA khususnya pneumonia masih

merupakan masalah di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. WHO

(1992) memperkirakan 12,9 juta balita meninggal dunia karena ISPA terutama

pneumonia. Menurut beberapa faktor yang telah diketahui mempengaruhi pneumonia

dan kematian ISPA adalah malnutrisi, pemberian ASI kurang cukup, imunisasi tidak

lengkap, defisiensi vitamin A, BBLR, umur muda, kepadatan hunian, udara dingin,

jumlah kuman yang banyak di tenggorokan, terpapar polusi udara oleh asap rokok, gas

beracun dan lain-lain (WHO, 1992).

2) Tanda dan Gejala

Sebagian besar anak dengan infeksi saluran nafas bagian atas memberikan

gejala yang sangat penting yaitu batuk. Infeksi saluran nafas bagian bawah

memberikan beberapa tanda lainnya seperti nafas yang cepat dan retraksi dada.

Semua ibu dapat mengenali batuk tetapi mungkin tidak mengenal tanda-tanda lainnya
dengan mudah (Harsono dkk., 1994). Selain batuk gejala ISPA pada anak juga dapat

dikenali yaitu flu, demam dan suhu tubuh anak meningkat lebih dari 38,5 0 Celcius dan

disertai sesak nafas (PD PERSI, 2002). Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat

dibagi menjadi tiga golongan yaitu (Suyudi, 2002):

1) ISPA ringan bukan pneumonia

2) ISPA sedang, pneumonia

3) ISPA berat, pneumonia berat

Khusus untuk bayi di bawah dua bulan, hanya dikenal ISPA berat dan ISPA

ringan (tidak ada ISPA sedang). Batasan ISPA berat untuk bayi kurang dari dua bulan

adalah bila frekuensi nafasnya cepat (60 kali per menit atau lebih) atau adanya tarikan

dinding dada yang kuat. Pada dasarnya ISPA ringan dapat berkembang menjadi ISPA

sedang atau ISPA berat jika keadaan memungkinkan misalnya pasien kurang

mendapatkan perawatan atau daya tahan tubuh pasien sangat kurang. Gejala ISPA

ringan dapat dengan mudah diketahui orang awam sedangkan ISPA sedang dan berat

memerlukan beberapa pengamatan sederhana.

1) Gejala ISPA ringan

a. Batuk.

b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara.

c. Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.

d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37ºC atau jika dahi anak diraba dengan

punggung tangan terasa panas.

2) Gejala ISPA sedang


a. Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang dari satu tahun atau lebih

dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.

b. Suhu lebih dari 39ºC.

c. Tenggorokan berwarna merah.

d. Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak Telinga sakit atau

mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

e. Pernafasan berbunyi

3) Gejala ISPA berat

a. Bibir atau kulit membiru

b. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas

c. Kesadarannya menurun

d. Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah

e. Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah

f. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas

g. Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba

h. Tenggorokan berwarna merah

3) Faktor yang Berhubungan dengan Gejala ISPA

1) Umur balita

Said, dkk (1990) menyatakan bahwa penyakit infeksi pernafasan tertinggi terjadi

pada umur 6-12 bulan, sejalan dengan penelitian lainnya yang menyatakan bahwa

resiko terjadinya infeksi saluran pernafsan lebih besar pada bayi berumur kurang dari 1
tahun. Makin muda usia balita maka makin mudah terserang ISPA, ini dapat

disebabkan imunitas yang belum sempurna dan oleh karena saluran pernafasan yang

sempit (Sumargono, 1989).

Setiap tahun rata-rata 3-4 kali bayi mengalami ISPA hal ini disebabkan oleh

imunitas yang belum sempurna dan lubang pernafasan yang sempit. Bayi dengan umur

< 1 tahun umumnya lebih mudah terkena ISPA dan akan lebih berat dibandingkan

dengan anak balita umur ≥ 1 tahun (Depkes, 2002).


2) Jenis Kelamin

Beberapa hasil penelitian dalam Lismartina (2000) menjelaskan bahwa jenis

kelamin merupakan faktor gizi internal yang menentukan kebutuhan gizi sehingga pada

gilirannya ada keterkaitan antara jenis kelamin dengan keadaan gizi.

Menurut penelitan Sudati dalam Lismartina (2000), dari hasil analisis data

Susenas 1986 didapatkan bahwa prevalensi gizi kurang pada anak laki- laki lebih

banyak dibandingkan pada anak perempuan. Perbedaan tersebut belum dapat

dijelaskan secara pasti antara faktor genetik atau dalam hal perawatan/ pemberian

makan.

3) Berat Lahir

Faktor yang berpengaruh terhadap daya tahan tubuh salah satunya adalah

berat badan lahir. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah, akan beresiko kematian

lebih tinggi dibadingkan bayi dengan berat lahir yang normal, pada bulan bulan pertama

kelahiran karena pembentukkan zat anti kekebalan tubuh kurang sempurna sehingga

lebih mudah terserang penyakit infeksi terutama saluran pernafasan dan pneumonia

(Molyneux, 1996).

1. 2. Diare
2. 1) Definisi Diare

Diare merupakan suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan

bentuk dan konsistensi tinja yang cair dan frekuensi buang air besar lebih dari

biasanya (3 kali dalam sehari), namun tak selamanya mencret dikatakan diare.
Misalnya pada bayi yang yang kurang dari sebulan, yang bisa buang air hingga

lima kali sehari dan fesesnya lunak (Masri, 2004).

Selain itu beliau juga menjelaskan bahwa diare merupakan mekanisme

perlindungan tubuh untuk mengeluarkan sesuatu yang merugikan atau racun dari

dalam tubuh, namun banyaknya cairan yang dikeluarkan bersama tinja akan

mengakibatkan dehidrasi yang dapat berakibat kematian.

Oleh karena itu, diare tidak boleh dianggap sepele, keadaan ini harus

dihadapi dengan serius mengingat cairan yang banyak keluar dari tubuh,

sedangkan tubuh manusia pada umumnya 60% terdiri dari air. Sebab itu bila

seorang menderita diare berat, maka dalam waktu singkat saja tubuh penderita

sudah kelihatan sangat kurus.

Sedangkan diare menurut Prabu (2002) merupakan simtom, jadi bukan

penyakit sama halnya dengan demam panas, bukan suatu penyakit tapi merupakan

gejala dari suatu penyakit tertentu, contoh : malaria, radang paru-paru, influinza,

dan lain-lain.

2) Faktor penyebab diare

a. Faktor Infeksi

a) Infeksi enternal, infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab

utama diare pada anak. Infeksi enternal yaitu sebagai berikut :

i. Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,

Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.

ii. Infeksi virus : Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis),

Adeno-virus, Rotavirus dan lain-lain.


iii. Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides),

protozoa (Entamoeba histolytica, Giandia lamblia, Trichomonas hominis), jamur

(Candida albicans).

b) Infeksi parenteral adalah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitis

media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan

sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2

tahun. parenteral merupakan infeksi di luar usus yang memacu aktivitas saraf

parasimpatis sehingga dapat mempengaruhi saluran cerna berupa

peningkatan sekresi sehingga terjadi diare.

b. Faktor Malabsorbsi

a) Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransia laktosa, maltose dan sukrosa),

monosakarida (intoleransia glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak

yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).

b) Malabsorbsi lemak.

c) Malabsorbsi protein.

c. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (Jarang, tetapi dapat terjadi pada anak

yang lebih besar) (Ngastiyah, 2005).

3) Gejala dan Tanda

Beberapa gejala dan tanda diare antara lain :

1. Gejala umum

a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare.

b. Muntah, biasanya menyertai diarepada gastroenteritis akut.


c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare.

d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis, bahkan

gelisah.

2. Gejala spesifik

a. Vibro cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis.

b. Disentrifrom : tinja berlendir dan berdarah. (Widoyono, 2005).

4) Pencegahan Penyakit Diare

Menurut Masri (2004), cara mencegah diare pada bayi yang benar dan

efektif yang dapat dilakukan adalah memberikan ASI sebagai makanan yang paling

baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan

seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah

cukup untuk menjaga pertumbuhan bayi sampai umur 4 – 6 bulan. ASI steril,

berbeda dengan sumber susu lain, susu formula atau cairan lain disiapkan dengan

air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI

saja tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol,

menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan

menyebabkan diare. ASI mempunyai khasiat mencegah secara imunologik dengan

adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan

perlindungan terhadap diare.


BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran

Pemberian ASI Eksklusif mempengaruhi pertumbuhan dan perkembanagan bayi.

Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian tanpa makanan dan minuman

lain. ASI dianjurkan sampai 6 bulan pertama kehidupan yang memberikan dampak

positif terhadap status gizi balita diantaranya daya tahan tubuh balita terhadap penyakit

infeksi lebih baik dan status gizi juga akan sesuai dengan usianya. Sebaliknya bila

pemberian ASI eksklusif tidak terpenuhi maka akan berpengaruh pada status gizi balita

dan daya tahan tubuh balita dan perkembangan status gizi balita karena dapat

memberikan dampak negatif pasa balita.

B. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

No Definisi Operasional Kriteria Objektif

I Asi Ekslusif adalah makanana. Baik : bila responden mamahami


atau minuman yang di konsumsi tentang ASI Ekslusif
oleh bayi usia 6 – 11 bulanb. Kurang : bila hanya sedikit ibu yang
tanpa ada tambahan makanan mengetahui tentang ASI Ekslusif
dan minuman lain.
II Status gizi adalah suatu BB/U:
keadaan tubuh yang diakibatkana. Gizi buruk : <-3 SD
oleh keseimbangan antarab. Gizi kurang : -3 s/d <-2 SD
asupan zat gizi denganc. Gizi baik : -2 s/d +2 SD
kebutuhan. Status gizi yangd. Gizi lebih : >+2 SD
diukur secara antropometri
dengan menggunakan indikator
BB/U.

III Penyakit infeksi adalah suatua. Pernah menderita: jika anak pernah
keadaan gangguan kesehatan mengalami infeksi pada organ
yang diderita anak balita berupa pernafasannya berdasarkan diagnosa
ISPA (Infeksi Saluran dokter (dalam 3 bulan terakhir)
Pernafasan Akut) dan Diareb. Tidak menderita: jika anak tidak
yang dialami oleh anak bayi mengalami infeksi pada organ
selama 3 bulan terakhir. pernafasannya berdasarkan diagnosa
ISPA ditandai dengan gejala : dokter
batuk, serak, pilek dan panas
atau demam.
Diare ditandai dengan gejala :
berak cair, muntah, demam dan
gejala dehidrasi.

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk melihat gambaran status

gizi dan jenis penyakit pada anak yang tidak ASI Eksklusif di Wilayah Posyandu

Mangga 3 Kelurahan Paccerakkang Kota Makassar.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Tempat

Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Posyandu Mangga 3 Kelurahan Paccerakkang

Kota Makassar.

2. Waktu

Waktu penelitian dilaksanakan yaitu bulan juni – juli 2016.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah semua bayi yang dating di Posyandu Mangga 3

Kelurahan Paccerakkang Kota Makassar

2. Sampel

Sampel adalah bayi yang tidak ASI eksklusif di Posyandu Mangga 3 Kelurahan

Paccerakkang Kota Makassar.

3. Cara Pengambilan Sampel

Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dengan

kriiteria sebagai berikut :

a. Bayi yang tidak ASI Eksklusif


b. Bersedia menjadi responden

c. Bayi yang berumur 6 – 11 bulan

D. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

a. Data bayi yang tidak ASI Eksklusif diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan

Kuesioner.

b. Data tentang status gizi diperoleh dengan cara pengukuran antropometri dengan

mengukur berat badan dengan menggunakan alat timbangan digital.

c. Data tentang penyakit infeksi diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan

kuesioner.

2. Data Sekunder

Data sekunder meliputi Gambaran bayi yang tidak ASI Eksklusif yang di peroleh

dari Posyandu Mangga 3 Kelurahan Paccerakkang Kota Makassar.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Data bayi

2. Timbangan digital

3. Kalkulator dan alat tulis

4. Kuesioner

F. Cara Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

a. Data ASI eksklusif


Data ASI eksklusif diolah dengan menggunkan cara manual.

b. Data status gizi

Status gizi bayi 6 – 11 bulan diolah dengan menggunakan software WHO Anthopometri

2005. Kategori status gizi ditentukan berdasarkan kriteria objektif.

c. Data penyakit Infeksi

Data penyakit Infeksi diolah dengan menggunakan cara manual.

2. Analisis data

Data-data primer dikumpulkan dan diolah menggunakan program computer dengan uji

analisis deskriptif.

Anda mungkin juga menyukai