Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION

LBM 2

BLOK KARDIOVASKULAR II

“Sakit Dada”

Disusun oleh:

Nama : Andry cahaya putra


NIM : 021.06.0009
Kelas :A
Tutor : dr. I Gede Ari Permana Putra

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM

2022
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada saya sehingga Laporan Tutorial LBM 2 “Sakit
Dada” Blok Di SISTEM KARDIOVASKULAR II ini dapat selesai saya kerjakan.

Dalam penyusunan Laporan Tutorial LBM 2 ini, saya menyadari sepenuhnya masih terdapat
kekurangan. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang penulis
miliki, saya menyadari bahwa tanpa adanya bimbingan dan petunjuk dari semua pihak tidaklah
mungkin hasil Laporan Tutorial LBM 2 ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat
menyelesaikan laporan ini dengan baik.
2. dr. I Gede Ari permana Putra selaku fasilitator dalam SGD kelompok 1 , atas
segala masukan, bimbingan dan kesabaran dalam menghadapi keterbatasan
saya selama dalam bimbingannya.
3. Kepada teman-teman SGD Kelompok 1 yang telah memberi masukan ketika
kegiatan SGD berlangsung dan kepada keluarga yang turut mendukung saya.

Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan perlu pendalaman lebih
lanjut. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
konstruktif demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata saya berharap semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi berbagai pihak.

Mataram, 21 Desember 2022

Andry Cahaya Putra

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

1.1 Skenario. ......................................................................................................................... 1


1.2 Deskripsi Masalah ........................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 2

2.1 Struktur Jantung yang Mengalami ACS .......................................................................... 2

2.2 Anatomi Pembuluh Darah Koroner................................................................................. 3

2.3 Definisi & Klasifikasi ACS ............................................................................................ 4

2.4 Patofisiologi ACS .......................................................................................................... 5

2.5 Epidemiologi ACS ......................................................................................................... 6

2.6 Etiologi ACS .................................................................................................................. 7

2.7 Faktor Risiko ACS ......................................................................................................... 7

2.8 Manifestasi Klinis ACS .................................................................................................. 8

2.9 Pemeriksaan Fisik & Pemeriksaan Penunjang ACS ........................................................ 9

2.10 Tata Laksana ACS ....................................................................................................... 12

2.11 KIE & Prognosis ACS ................................................................................................ 14

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 15

3.1 Kesimpulan. ................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 16

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario

Seorang laki-laki usia 63 tahun datang ke IGD RS FK UNIZAR dengan


keluhan nyeri dada sejak 3 jam yang lalu. Nyeri dada dirasakan semakin
memberat dan tidak hilang dengan istirahat. Pasien baru pertama kali merasakan
keluhan seperti ini. Pasien sudah meminum obat penghilang rasa nyeri namun
keluhan tidak membaik. Pasien menyangkal keluhan sesak nafas. Terdapat
Riwayat merokok. BB-101 kg. TB 167cm. KU: tampak kesakitan, TD-130/80
mmHg. N-100x/menit, RR 19x/menit, 1-36,5°C. apakah Langkah awal yang
dapat dilakukan oleh dokter jaga IGD tersebut?

1.2 Deskripsi Masalah

Dari skenario di atas dapat diketahui bahwa seorang pasien mengeluhkan nyeri
pada dadanya sejak 3 jam yang lalu. Pasien mengeluhkan dada terasa sakit memberat dan tidak
hilang walaupun beristirahat. Pasien diketahui telah meminum obat penghilang rasa nyeri akan
tetapi keluhan yang dirasakan tidak kunjung hilang atau mereda. Telah dilakukan pemeriksaan
fisik dan didapatkan hasil BB-101 kg. TB 167cm. KU: tampak kesakitan, TD-130/80 mmHg.
N-100x/menit, RR 19x/menit, 1-36,5°C. Penanganan awal yang sebaiknya dilakukan seorang
dokter adalah memberikan oksigen dan melakukan pemeriksaan lanjutan. Keluhan
yang dirasakan oleh pasien tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal oleh karena
itu pada pembahasan LBM ini akan dibahas mengenai anatomi pada jantung
dikarenakan kemungkinan keluhan yang dirasakan berhubungan dengan kelainan pada jantung
pasien selanjutnya juga akan dibahas mengenai kemungkinan penyakit yaitu Acute
Coronary Syndrome yang nantinya akan membahas mengenai definisi, klasifikasi sampai
ke pemeriksaan yang akan dilakukan. Hal tersebut bertujuan untuk dapat mengetahui
diagnosis dari pasien tersebut.

-1-
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Struktur Jantung yang Mengalami ACS

Artery Coronary Syndrome terjadi apabila arteri koroner (arteri yang memasok darah
dan oksigen ke otot jantung) tersumbat oleh zat lemak yang disebut plak atau ateroma. Plak ini
menumpuk secara bertahap di dinding bagian dalam arteri, yang akhirnya membuat arteri
menjadi sempit. Proses penyempitan ini disebut dengan aterosklerosis. Aterosklerosis bahkan
sudah dapat terjadi pada usia muda, dan menjadi bertambah hebat pada saat seseorang
mencapai usia pertengahan (Setiati, 2017).

Jika arteri sudah benar-benar sempit, suplai darah ke otot jantung mulai berkurang.
Kondisi ini dapat menyebabkan gejala seperti angina (nyeri dada). Jika arteri telah benar-benar
sempit dan memblokir suplai darah ke jantung, maka terjadilah serangan jantung. Struktur
jantung yang mengalami perubahan disaat terjadinya ACS yaitu bada bagian miokardnya. Jika
bagian miokard mengalami defek, maka akan terganggu pula pembuluh darah dan akan
mengahambat oksigen masuk ke otak (Setiati, 2017).

Miokardium sendiri merupak lapisan tengah dinding jantung disebut miokardium.


Lapisan ini paling tebal dan terdiri atas sel-sel otot jantung yang melapisi dinding jantung.
Miokardium berkontraksi untuk memompa darah dari jantung ke aorta. Ketebalan miokard
bervariasi dari satu ruang jantung ke ruang yang lainnya (Setiati, 2017).

Gambar 1. Struktur Jantung (Arteri Coronary) yang Mengalami Plak Akibat Penumpukan
Lemak

-2-
2.2 Anatomi Pembuluh Darah Koroner

Lapisan jantung terdiri atas perikardium (lapisan pembungkus jantung, miokardium


(lapisan otot jantung) dan endokarium (permukaan dalam jantung). Di dalam miokardium,
lapisan otot jantung menerima darah dari arteri koronaria. Perdarahan otot jantung berasal dari
dua pembuluh koroner utama yang keluar dari sinus valsava aorta (Sobotta, 2019).

Pembuluh koroner pertama adalah ateri koroner sinistra atau Left Main Coronary
Artery (LMCA) yang berjalan di belakang arteri pulmonal sepanjang 1- 2 cm untuk kemudian
bercabang menjadi Left Circumflex Artery (LCX) yang berjalan pada sulkus artrio-ventrikuler
mengelilingi permukaan posterior jantung dan arteri desenden anterior kiri atau Left Anterior
Descendent Artery (LAD) yang berjalan pada sulkus interventrikuler sampai ke apeks.
Pembuluh darah ini juga bercabang-cabang mendarahi daerah diantara kedua sulkus tersebut.
Pembuluh koroner kedua, disebut sebagai arteri koroner kanan, mendarahi nodus sino-atrial
(SA node) dan nodus atrio-ventrikuler (AV node) melalui kedua percabangannya yaitu, arteri
atrium anterior kanan dan arteri koroner desenden posterior. Fungsi pembuluh vena jantung
diperankan oleh vena koroner yang selauberjalan berdampingan dengan arteri koroner, yang
kemudian akan bermuara ke dalam atrium kanan melalui sinus koronarius. Selain itu terdapat
pula vena thebesii, yaitu vena-vena kecil yang langsung bermuara ke dalam arterium
kanan (Sobotta, 2019).

Vaskularisasi darah jantung (Sobotta, 2019)

Arteri koroner kanan


Berasal dari sinus anterior berjalan ke depan antara trunkus pulmunalis dan aurikula
dextra, memberikan cabang-cabang ke atrium dextra dan ventrikel dextra. Pada tepi
inferior jantung menuju sulkus atrioventrikularis untuk beranastomosis dengan arteri
koroner kiri memperdarahi ventrikel dextra.
Arteri koroner kiri
Lebih besar dari arteri koronaria dekstra, dari sinus posterior aorta sinistra berjalan ke
depan antara trunkus pulmonalis dan aurikula kiri masuk ke sulkus atrioventrikularis
menuju ke apeks jantung memberikan darah untuk ventrikel dextra dan septum
interventrikularis.
Vena jantung
Sebagian darah dari dinding jantung mengalir ke atrium kanan melalaui sinus koronaris
yang terletak di bagian belakang sulkus atrioventrikularis merupakan lanjutan dari vena

-3-
kardiak magna yang bermuara ke atrium dextra sebelah kiri vena cava inferior. Vena
kardiak minimae dan media merupakan cabang sinus koronaris, sisanya kembali ke
atrium dextra melalui vena kardiak anterior melalui vena kecil keruang-ruang jantung.

Gambar 2. Anatomi Pembuluh Koroner

2.3 Definisi & Klasifikasi ACS

Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome (ACS) merupakan
sindroma klinik yang mempunyai dasar fisiologi yang sama yaitu adanya erosi, fisura, ataupun
robeknya plak atheroma sehingga menyebabkan trombosis intravaskular yang
menimbulkan ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard. Ketidaknyamanan
dada atau gejala lain yang disebabkan oleh kurangnya oksigen ke otot jantung (miokardium)
dan merupakan sekumpulan manifestasi atau gejala akibat gangguan pada arteri koronaria
(Pranawa, 2015).

Berdasarkan klasifikasinya ACS dapat dibedakan menjadi 2 yaitu angina pektoris


dan Miokard. Selanjutnya angina pektoris dibagi menjadi 2 yaitu angina pektoris stabil
dan unstabil, sedangkan untuk yang miokard dibedakan menjadi 2 juga yaitu STEMI (ST
elevasi miokard infark) dan NSTEMI (non-ST elevasi miokard Infark). ST-elevasi (STEMI)
dan Infark Miokard non ST-elevasi (NSTEMI). Pada Infark Miokard Akut ST-elevasi
(STEMI) terjadi oklusi total arteri koroner sehingga menyebabkan daerah infark yang lebih

-4-
luas meliputi seluruh miokardium, yang pada pemeriksaan EKG ditemukan adanya elevasi
segmen ST, sedangkan pada Infark Miokard non ST-elevasi (NSTEMI) terjadi oklusi yang
tidak menyeluruh dan tidak melibatkan seluruh miokardium, sehingga pada pemeriksaaan
EKG tidak ditemukan adanya elevasi segmen ST. Pada angina tidak stabil, nyeri dada biasanya
terjadi baik pada saat istirahat atau saat beraktivitas dan hasilnya adalah terbatasnya kegiatan
(Setiati, 2017)

Klasifikasi

 STEMI Infark miokard akut elevasi-ST (STEMI) adalah kejadian di mana iskemia
miokard transmural menyebabkan cedera miokard atau nekrosis oleh karena oklusi
trombosis total secara akut pada arteri coroner diakibatkan oleh rupturnya plak
aterosklerosis yang mengakibatkan oklusi total pada arteri koroner dan disertai dengan
tanda dan gejala klinis iskemi miokard sepertimunculnya nyeri dada, adanya elevasi
segmen ST serta meningkatnya biomarker kematian sel miokardium yaitu troponin
(cTn) (Setiati, 2017).
 NSTEMI Sedangkan penyebab dari NSTEMI ini ketidakseimbangan penurunan darah
secara tiba-tiba akibat trombosit coroner yang non oklousif pada plak yang sudah ada.
Serta ketidakseimbangan permintaan oksigen ke miokardium terutama akibat
penyempitan arteri coroner yang akan menyebabkan iskemik local. Iskemik yang
sementara akan menyebabkan reversible pada tingkat sel jaringan ( Setiati, 2017).

2.4 Patofisiologi ACS

Sebagian besar ACS adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah
koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak
dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti olehproses
agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit
(white tromhbus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara
total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang
lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi
sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner
menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20
menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard) (Huether, 2019).

-5-
Gambar 3. Patofisiologi terjadinya ACS (Artery Coronary Syndrome)

2.5 Epidemiologi ACS

Di Amerika Serikat penyakit arteri koroner merupakan penyebab kematian


utama dengan lebih dari 300.000 kematian setiap tahunnya. Setiap tahun sekitar 635.000
orang Amerika mengalami episode baru sindrom koroner akut (ACS) dan sekitar
280.000 merupakan kejadian berulang. Meskipun kematian dari ACS telah menurun
secara substansial, diperkirakan sekitar 40% pasien yang mengalami kejadian koroner
akan meninggal dalam waktu 5 tahun dengan risiko kematian menjadi 5 hingga 6 kali
lebih tinggi pada individu yang mengalami kejadian berulang. Laporan dari American Heart
Association (AHA) tahun 2016 melaporkan bahwa 15,5 juta orang berusia ≥20 tahun di AS
menderita PJK. Prevalensi dilaporkan meningkat seiring bertambahnya usia baik untuk wanita
maupun pria. Diperkirakan setiap 42 detik satu orang Amerika akan menderita karena MI.
Meskipun jumlah absolut kematian akibat Penyakit Kardio Vaskuler (CVD) telah meningkat
secara signifikan sejak tahun 1990, tingkat kematian berdasarkan usia telah menurun sebesar
22% dibandingkan periode yang sama terutama karena pergeseran demografi usia dan
penyebab kematian di seluruh dunia. Dalam laporan tahun 2009 yang menggunakan data
Survei Pemeriksaan Kesehatan dan Gizi Nasional (NHANES) diketahui bahwa prevalensi
MI lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita dalam dua periode tetapi
cenderung menurun dari waktu ke waktu, sementara pola yang berlawanan ditemukan pada
wanita (Pranawa, 2015).

-6-
Menurut data dari WHO tahun 2004 terhitung sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian
terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. Hasil Survei Kesehatan Nasional tahun 2005
menunjukkan tiga dari 1.000 penduduk Indonesia menderita Infark Miokard (PERKI 2015).

Jakarta kardiovaskular study pada tahun 2008 memperlihatkan prevalensi infark


miokard pada wanita sebesar 4,1 % pada pria sebesar 7,6 % data keseluruhan 5,29%.
Kemudian terjadi peningkatan pada tahun 2000 sebanyak 1,2% peningkatan selama tujuh
tahun 4,09% rata-rata 0,6 % peningkatan pertahunnya (Setiati, 2017).

2.6 Etiologi ACS

Penyebab tersering dari SKA ini adalah adanya plak pada pembuluh darah koroner
yang akan mengakibatkan penyumabatan pembuluh darah baik secara pasrial maupun
total. Plak pembuluh darah ini bisa disebabkan oleh rusaknya dinding endotel pembuluh darah
sehingga lipid pada lumen akan masuk ke tunika intima. Pada tunika intima, lipid tersebut
akan di fagosit oleh makrofag dan akan menjadi sel busa, selain makrofag, selotot polos
pembuluh darah juga akan tertimbun dalam tunika intima dan akhirnya akan menjadi sumbatan
pada lumen. Plak ini kemudian akan rupture dan memicu proses pembekuan dan inflamasi.
Akhirnya plak yang rupture tersebut akan menjadi emboli yang akan menyumbat pembuluh
darah. Penyebab yang dapat menyebabkan rusaknya dinding endotel ini bisa karena rokok,
alcohol, konsumsi lemak berlebihan, hipertensi (Pranawa, 2015).

2.7 Faktor Risiko ACS

Faktor risiko SKA dapat dibagi dua: pertama adalah faktor risiko yang dapat
diperbaiki (reversible) atau bisa diubah (modifiable), yaitu: hipertensi, kolesterol, merokok,
obesitas, diabetes mellitus, hiperurisemia, aktivitas fisik kurang, stress, dan gaya hidup (life
style) dan faktor risiko yang tidak dapat diperbaiki seperti usia, jenis kelamin, dan riwayat
penyakit keluarga (Setiati, 2017).

Efek rokok adalah menambah beban miokard karena rangsangan oleh katekolamin dan
menurunnya konsumsi oksigen akibat inhalasi karbon monoksida atau dengan kata lain
dapat menyebabkan takikardi, vasokonstriksi pembuluh darah, merubah permeabilitas
dinding pembuluh darah sehingga meningkatkan risiko terkena sindrom koroner akut.

-7-
Hipertensi dapat berpengaruh terhadap jantung melalui meningkatkan beban jantung
sehingga menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri dan mempercepat timbulnya
aterosklerosis karena tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan
trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria sehingga
memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner.
Kolesterol, lemak, dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan
dinding pembuluh darah arteri, sehingga lumen dari pembuluh darah tersebut
menyempit dan proses ini disebut aterosklerosis.

2.8 Manifestasi Klinis ACS

Terbentuknya trombus akibat proses patofisiologi SKA menyebabkan darah


sulit mengalir ke otot jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati.
Gejala yang khas dari SKA adalah rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa
terbakar di dada (angina). Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada
dan berlangsung selama lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang
bawah, leher, bahu atau lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu
istirahat, nyeri ini dapat pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum pernah
mengalami hal ini atau penderita yang pernah mengalami angina, namun pada kali ini
pola serangannya menjadi lebih berat atau lebih sering. Rasa nyeri ini disebabkan
karena miosit miosit jantung tidak mendapatkan suplai oksigen dan akhirnya miosit. Miosit
ini menggunakan repsirasi anarob. Hasil akhir dari respirasi anaerob ini adalah asam
laktat yang kemudian akan merangsang resptor nyeri. Penjalaran nyeri ini disebabkan
karena lokasi tersebut memiliki persarafan yang sama dengan jantung sesuai dengan
peta dermatomnya (Pranawa, 2015).

Takikardi atau peningkatan denyut nadi terjadi karena peningkatan aktivitas


saraf simpatis. Sebagian besar penderita infark miokard tampak cemas dan gelisah. Sering
kali ekstremitas tampak pucat disertai keringat dingin. Sekitar seperempat pasien infark
anterior dapat dijumpai manifestasi takikardi pada keadaan berat bisa didapati irama gallop
(bunyi jantung S3 dan S4) (Liwang, 2020).

-8-
2.9 Pemeriksaan Fisik & Pemeriksaan Penunjang ACS

Pemeriksaan fisik dilakukan ialah melakukan anamnesa dan lakukan


pengidentifikasian faktor pencetus ACS, komplikasi ACS, penyakit penyerta dan
menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3),
ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi
komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi,
diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap SKA.
Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi katup
aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak
seimbang perlu dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding SKA (Liwang, 2020).

Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan EKG dan biomarker jantung.


Pada pemeriksaan EKG, akan didapatkan elevasi segment ST dan non elevasi segment ST.
Apabila tidak ditemukan elevasi segmen ST pada EKG, maka perlu menunggu hasil
pemeriksaan biomarker jantung untuk penegakan diagnosis. Apabila tidak ditemukan
peningkatan biomarker jantung maka dikatakan sebagai unstable angina pektoris (UAP).
Pada UAP ini tidak ditemukan elevasi segmen ST tetapi biasa ditemukan gelombang T yang
terbalik. Sedangkan pada stable angina tidak ditemukan kelainan pada EKG dan hasil
biomarker jantung normal. Jika ditemukan biomarker jantung meningkat pada elevasi
segmen ST maka dikatakan sebagai NSTEMI. Sedangkan pada STEMI yaitu terdapat
elevasi segmen ST dan tidak perlu dilakukan pemeriksaan biomarker jantung karena dengan
terdapatnya elevasi segmen ST, sudah dapat dikatakan sebagai infark miokard. Sebelumnya,
biomarker jantung dilakukan dengan pemeriksaan Aspartate Aminotransferase (AST),
Creatine Kinase (CK), dan Lactate Dehydrogenase (LDH). Enzim-enzim ini merupakan
sebagai penanda pada orang yang dicurigai mengalami infark miokard bahwa terjadi
kerusakan atau nekrosis pada miosit jantung apabila meningkat. Akan tetapi peningkatan
enzim-enzim ini tidak selalu menandakan terjadinya nekrosis pada miosit jantung karena
enzim-enzim ini juga terkandung pada organ-organ lain seperti hati, otot rangka, ginjal, dan
lain-lain (Setiati, 2017).

-9-
Gambar 4. Ketiga enzim biomarker jantung

Terlihat pada gambar di atas, menunjukkan ketiga enzim pada biomarker jantung
meningkat setelah onset nyeri dada kurang dari 24 jam. Enzim yang memiliki peningkatan
paling tinggi yaitu CK sebesar 6 kali dari jumlah noemal dibandingkan dengan peningkatan
enzim-enzim yang lain. Hal ini dikarenakan CK terkandung terutama dalam miosit jantung
dalam jumlah yang banyak, sedangkan enzim-enzim yang lain tidak hanya terkandung dalam
jantung saja tetapi terkandung dalam organorgan lain seperti hepar, otot rangka, ginjal dll. Oleh
karena itu, pemeriksaan CK dianggap sensitif dan spesifik sedangkan enzim yang lain dianggap
sensitif juga namun tidak spesifik. Dari segi durasi enzim-enzim ini menetap dalam darah
pening untuk diketahui karena pasien tidak selalu datang tepat ketika timbulnya gejala berupa
nyeri dada. Dengan mengetahui berepa lama enzim ini menetap dalam darah, kitab isa
memperkirakan pemeriksaan apa yang bisa dijadikan acuan untuk penegakan diagnosis. CK
meningkat kurang dari 24 jam dan akan mencapai punckanya sekitar 24-36 jam (kurang dari
48 jam ) kemudian menghilang sekitar hari ke 4. AST meningkat kurang dari 24 jam juga
namun tidak setinggi CK dan mencapai punckanya sekitar 48 jam kemudian menghilang
sekitar hari ke 6. LDH meningkat kurang dari 24 jam namun terjadi peningkatan yang perlahan
tidak seperti enzim-enzim lainnya. Puncak dari LDH ini sekitar hari ke 5 dan mengalami
penurunan yang lebih lama dibandingkan yang lainnya (Pranawa, 2015).

Seiring dengan perkembangan teknologi, pemeriksaan biomarker jantung di atas


ditinggalkan karena dianggap kurang spesifik dalam pemeriksaan jantung. Pemeriksaan
biomarker jantung yang sekarang dilakukan dengan mengukur CK-MB, myoglobin, CKMB
Isoforms, troponin I dan T.

1. Creatin Kinase (CK)

- 10 -
a) CK-BB : merupakan enzim yang terdapat di otak. Enzim ini akan
meningkat ketika terjadi kerusakan neurologi
b) CK-MB : merupakan enzim yang terdapat di jantung. Enzim ini akan
meningkat ketika terjadi kerusakan di jantung
c) CK-MM : merupakan enzim yang terdapat di otot. Enzim ini akan
meningkat ketika terjadi kerusakan di otot termasuk pada infark
miokard.
Untuk pemeriksaan adanya infark miokard maka dilakukan pemeriksaan CKMB
karena lebih spesifik daripada CK total yang sebelumnya dipakai. CK-MB akan naik ketika
onset gejala nyeri dada terjadi dan mencapai puncak pada 8 jam setelah onset kemudian
mengalami penurunan sampai 12 jam tetapi bisa kembali meningkat yang disebut dengan
reinfraction. Peningkatan kembali CKMB ini tidak setinggi peningkatan pada serangan
pertama dan mencapai puncak pada 24 jam kemudian hilang setelah 48 jam. Oleh karena itu,
pemeriksaan CKMB yang lebih dari 48 jam tidak bisa dijadikan acuan untuk diagnosis infark
miokard. Hasil pemeriksaan CK-MB akan keluar kurang dari 60 menit.

Gambar 5. Hasil pemeriksaan CKMB


2. Myoglobin

Myoglobin merupakan protein yang terdapat pada otot rangka dan otot
jantung. Pemeriksaan myoglobin merupakan indicator awal infark miokard
karena akan terjadi kenaikan yang begitu cepat ketika terjadi nekrosis, akan
tetapi setelah 8

- 11 -
jam myoglobin ini akan hilang pada darah. Pemeriksaan myoglobin ini
dianggap tidak spesifik untuk pemeriksaan jantung karena terdapat juga pada
otot rangka yang dapat juga mengindikasikan kerusakan pada otot rangka.

3. Troponin

a) Troponin C : pengikat kalsium

b) Troponin I : menghambat pengaruh timbal balik myosin dengan aktin

c) Troponin T : penghubung troponin lainnya.

Pemeriksaan troponin yang spesifik untuk jantung adalah troponin I dan T.


pemeriksaan troponin lebih sensitif dan lebih spesifik dibandingkan dengan CK-MB dan waktu
bertahan dalam darah adalah lebih dari 2 minggu. Namun, troponin ini tidak bisa dilakukan
pemeriksaan kurang dari 6 jam setelah onset karena troponin akan meningkat lebih dari 6 jam
setelah onset.

Gambar 6. Grafik pemeriksaan troponin

2.10 Tata Laksana ACS

Tata laksana yang dapat diberikan kepada pasien adalah:

1) Terapi Oksigen

- 12 -
Pemberian terapi oksigen ini adalah ketika terjadi penurunan aliran darah pada
jantung, pemberian oksigen akan meningkatkan tekanan perfusi koroner sehingga
meningkatkan oksigenasi pada jaringan jantung yang mengalami iskemik atau
memperbaiki ketidak seimbangan oksigen di jantung (Setiati, 2017).

2) Percutaneous Coronary Interventions (PCI)

PCI efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam
pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam membuka
arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan
jangka panjang yang lebih baik

3) Antiplatelet

Antiplatelet menjadi salah satu obat penting untuk pencegahan sekunder pada pasien
pasien yang menderita penyempitan pembuluh darah koroner. Obat antiplatelet
mengurangi agregasi platelet dan thrombosis arteri, pada arteri dengan atheroma plak
yang kemungkinan ruptur yang mempunyai banyak lemak yang di selubungi oleh
fibrosa tipis. Rupturnya selubung fibrosa membuat kolagen subendotel terpapar
sehingga mengaktifasi platelet dan menyebabkan agregasi (Setiati, 2017).

Terapi antiplatelet Dosis


Aspirin / Asetosal 165-325 mg
Clopidogrel 600 mg
Prasugrel 60 mg
Ticagrelor 180 mg

4). Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih
berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali
pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena
diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. dalam
keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti.
5). Tirah baring

6). Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama, tanpa
mempertimbangkan saturasi O2 arteri

- 13 -
2.11 KIE & Prognosis ACS

KIE
Dapat dengan menjelaskan tentang perubahan gaya hidup pada pasien seperti :

• Edukasi gizi dan pola makan

• Edukasi Faktor Risiko

• Edukasi gaya hidup sehat, yakni dengan olahraga minimal 30 menit sehari

• Berhenti merokok

• Modifikasi diet, yakni diet rendah lemak

• Manajemen tekanan darah pada pasien hipertensi

• Mengontrol kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus

• Menurunkan kadar kolesterol LDL hingga dibawah 100mg/dl pada pasien dengan
risiko tinggi. Kadar kolesterol dapat di turunkan dengan modifikasi gaya hidup dan
obat penurun LDL

Prognosis ACS tidak dapat ditentukan secara pasti, namun berdasarkan keparahan
dari penyebab ACS. Diluhat dari kondisi pasien cenderung mengarah ke dubi at bonam
artinya tidak dapat ditentukan.

- 14 -
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bedasarkan pembahasan diatas dan diskusi SGD yang telah dilakukan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa pasien pada skenario mengalami ACS (Artery Coronary Syndrome). Artery
Coronary Syndrome terjadi apabila arteri koroner (arteri yang memasok darah dan oksigen ke
otot jantung) tersumbat oleh zat lemak yang disebut plak atau ateroma. Berdasarkan
klasifikasinya ACS dapat dibedakan menjadi 2 yaitu angina pektoris dan Miokard. Selanjutnya
angina pektoris dibagi menjadi 2 yaitu angina pektoris stabil dan unstabil, sedangkan untuk
yang miokard dibedakan menjadi 2 juga yaitu STEMI (ST elevasi miokard infark) dan
NSTEMI (non-ST elevasi miokard Infark). ST-elevasi (STEMI) dan Infark Miokard non ST-
elevasi (NSTEMI). Sebagian besar ACS adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak
dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti olehproses
agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit
(white tromhbus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner. Faktor risiko
SKA dapat dibagi dua: pertama adalah faktor risiko yang dapat diperbaiki (reversible) atau
bisa diubah (modifiable), yaitu: hipertensi, kolesterol, merokok, obesitas, diabetes mellitus,
hiperurisemia, aktivitas fisik kurang, stress, dan gaya hidup (life style) dan faktor risiko yang
tidak dapat diperbaiki seperti usia, jenis kelamin, dan riwayat penyakit keluarga. Perlu
dilakukan pemeriksaan fisik seperti anamnesa dan penunjang lainnya untuk memastikan
penyakit yang diderita pasien. Tata laksana yang dapat diberikan adalah melakukan terapi
oksigen dan pemberian obat seperti aspirin untuk mencegah komplikasi yang dialami pasien.
Serta memberikan edukasi untuk merubah pola hidup menjadi lebih sehat. Jika ACS tidak
ditangani dengan benar dapat menyebabkan komplikasi berupa syok kardiogenik yang dapat
menjadi pemicu kematian.

- 15 -
DAFTAR PUSTAKA

dr. Aditarahma Imaningdyah, Sp.PK, 2022, Diagnosis Laboratorik Sistem


Kardiovaskular, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar, Mataram.

Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2020. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 10.
Singapura: Elsevier Saunders.
Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Pelayanan Kesehatan Primer. Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular. 2018. PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM
KORONER AKUT PADA PENYAKIT KARDIOVASKULAR EDISI 5

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. (2019). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Revisi Berwarna
Ke-13.

Huether, Sue E & Kathryn L. McCance. 2019. “Buku Ajar Patofisiologi”. Edisi Keenam.
Volume 1. Elsevier. Singapore.
Liwang , F. (2020). Kapita Selekta Kedokteran: Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius.

Pranawa., dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Pusat Penerbitan dan
Percetakan UNAIR, Airlangga University Press.
Setiati, Siti. 2017. “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam”. Edisi VI. Jilid II. Interna Publishing.
Jakarta Pusat

Sindhy Ayu Prasetyarda. 2021. Studi Literatur : Faktor yang berhubungan dengan Prehospital
delay pasien Infark Miokard Akut. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Malang.

- 16 -

Anda mungkin juga menyukai