Anda di halaman 1dari 16

PERKEMBANGAN PERADILAN AGAMA PADA MASA MASUKNYA ISLAM KE

NUSANTARA

Oleh : Muhammad Abid Ilman Nafi (21103050095)


Desfit Muhana Rizkiyanto (21103050096)
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

ABSTRAK

Makalah ini membahas mengenai peradilan agama pada masa masuknya Islam ke
Nusantara. Peradilan agama dilakukan oleh para ulama dan pemuka agama yang memiliki
pengetahuan dan keahlian dalam hukum Islam. Para ulama memiliki peran penting dalam
menyebarkan Islam di Nusantara dan membantu membangun sistem peradilan agama yang
efektif. Dampak peradilan agama di Nusantara dapat dirasakan dalam berbagai aspek, seperti
dalam memperkuat keyakinan masyarakat terhadap agama Islam, membangun kehidupan
sosial yang harmonis dan damai, dan membantu memperoleh keadilan dalam penyelesaian
masalah hukum yang berkaitan dengan agama Islam.
Kata Kunci: Peradilan agama, Islam, Nusantara, Ulama, Hukum Islam

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penulisan ini ialah dengan menggunakan metode
literatur, yaitu dengan cara mengumpulkan berbagai bahan bacaan dari berbagai sumber yang
ada yang kemudian dianalisis dan menghubungkanya dengan permasalahan yang dibahas.
Berikutnya, tehnik pengumpulan data pada penelitian ini juga adalah analisis dokumen baik
berupa jurnal, laporan penelitian, dan data-data resmi yang dipublikasikan.

PEMBAHASAN

1. Islam di Nusantara: Konteks Sejarah


Tanggal dan tempat masuknya Islam ke Nusantara

Berdasarkan hasil pencarian, terdapat beberapa sumber yang membahas mengenai


tanggal dan tempat masuknya Islam ke Nusantara. Berikut ini merupakan ringkasan dari
beberapa sumber tersebut:
1) Referensi yang membahas sejarah masuknya Islam ke Melayu seperti yang dicatatkan
oleh Hamka dalam Sejarah Umat Islam dan dari Perbendaharaan Lama. Dalam
penelitiannya tentang sejarah perkembangan Islam di Nusantara, Hamka tuntas
mempertahankan kenyataan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7 M dari
Arab1.
2) Referensi yang membahas tentang perkembangan pendidikan Islam di Indonesia.
Pendidikan Islam di nusantara muncul seiring masuknya Islam ke nusantara. Awalnya
masjid digunakan sebagai tempat beribadah dan belajar. Ketika pemanfaatan masjid
semakin optimal, maka muncullah pesantren yang kemudian menjadi cikal bakal
pendidikan Islam di Indonesia2.
3) Referensi yang membahas tentang perkembangan Islam di nusantara sebelum
kedatangan Portugis. Sebelum Malaka dikuasai Portugis pada tahun 1511 M, Barus,
Aceh, termasuk Lamuri, Perlak dan Samudera Pasai, Malaka mempunyai kaitan
langsung dengan perkembangan Islam khususnya di wilayah Sumatera. Bab ini
mendokumentasikan pertumbuhan Islam di Jawa pada masa Majapahit dan munculnya
kerajaan Demak dan wilayah Islam Cirebon. Perkembangan Islam di nusantara juga
menyebar ke wilayah timur, khususnya Ternate dan sekitarnya3.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa Islam masuk ke nusantara
pada abad ke-7 Masehi dari Arab. Selain itu Islam juga telah menyebar ke wilayah lain di
Indonesia seperti Sumatera, Jawa, dan Ternate. Masjid pertama kali digunakan sebagai
tempat beribadah dan belajar, kemudian pesantren menjadi cikal bakal pendidikan Islam di
Indonesia.

2. Peradilan Agama: Konsep dan Peran


Fungsi peradilan agama dalam masyarakat Islam

Fungsi Peradilan Agama dalam Masyarakat Islam dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Menyelesaikan permasalahan hukum yang berkaitan dengan agama Islam
Pengadilan agama berwenang menyelesaikan permasalahan hukum yang berkaitan
dengan agama Islam seperti perkawinan, talak, perceraian. masalah rekonsiliasi dan
konflik ekonomi terkait Syariah4. Dalam penyelesaian permasalahan keluarga,
1
Amir, A. N. (2021). Masuknya islam ke nusantara (melayu-indonesia): Kajian pemikiran hamka dalam sejarah
umat islam. Al'Adalah, 24(2), 93-103.
2
Undefined, (2023). Historis Pendidikan Islam di Nusantara. Attanwir : Jurnal Keislaman dan Pendidikan.
3
Yose (2020). Perjumpaan Antarpemeluk Agama Di Nusantara: Masa Hindu-Buddha Sampai Sebelum
Masuknya Portugis Bab 4 “Perkembangan Agama Islam di Nusantara.”
4
Suherman, op.cit., hlm. 30.
pengadilan agama menawarkan solusi yang sesuai dengan ajaran Islam dan dapat
membantu masyarakat memperoleh keadilan5.
2) Membantu masyarakat memahami ajaran Islam
Keadilan agama juga dapat membantu masyarakat memahami ajaran Islam dan
memperkuat keimanan terhadap agama Islam 6. Oleh karena itu, pengadilan agama
dapat berperan dalam penguatan dan penyebaran agama Islam di Indonesia.
3) Membangun kerukunan dan kedamaian dalam masyarakat
Pengadilan Agama dapat membantu membangun kerukunan dan kedamaian dalam
masyarakat dengan menyelesaikan permasalahan hukum yang berkaitan dengan agama
Islam secara adil dan sesuai dengan ajaran Islam 7. Dalam hal ini keadilan agama dapat
berperan dalam membangun kehidupan bermasyarakat yang rukun dan damai.
4) Meningkatkan mutu perkawinan dan keluarga
Pengadilan Agama dapat membantu meningkatkan mutu perkawinan dan keluarga
dengan memberikan bimbingan dan konseling perkawinan sehingga suami istri dapat
mengarahkan kapal perkawinan menjadi satu keluarga sejahtera, bahagia lahir dan
batin8. Dalam hal ini keadilan agama dapat berperan dalam membangun keluarga
harmonis dan bahagia.
Secara umum, pengadilan agama memainkan peran penting dalam masyarakat Muslim.
Organisasi ini dapat membantu menyelesaikan permasalahan hukum terkait agama Islam,
membantu masyarakat memahami ajaran Islam, membangun keharmonisan dan kedamaian
dalam masyarakat, serta meningkatkan kualitas pernikahan individu dan keluarga.

Proses penyebaran Islam di Nusantara


Proses penyebaran Islam di Nusantara merupakan topik yang banyak dibahas dalam
beberapa artikel yang ditemukan. Berikut adalah beberapa poin penting yang dapat dijelaskan
mengenai proses penyebaran Islam di Nusantara:
1) Masuknya Islam ke Nusantara

5
Ahmad Hudri, op. cit., hlm. 20.
6
Ibid, hlm. 20.
7
Mujib, A. (2020). Peran Pluralisme Agama Dalam Membangun Kebudayaan Serta Peradaban Masyarakat
Islam. Realita: Jurnal Penelitian dan Kebudayaan Islam.
8
Talli, A.H. (2019). Implementasi Tugas dan Fungsi Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan
(BP4) Di Kabupaten Gowa. Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam.
Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7 M dari Arab 9. Terdapat beberapa teori
mengenai waktu masuknya Islam ke Nusantara, namun sebagian besar sepakat bahwa Islam
masuk ke Nusantara pada abad ke-7 M10,11.
2) Metode penyebaran Islam
Metode penyebaran Islam di Nusantara dilakukan melalui jalur perdagangan dan dakwah
para ulama12. Selain itu, penyebaran Islam juga dilakukan melalui kerajaan-kerajaan Islam
seperti Demak, Pajang, dan Mataram13.
3) Perkembangan pendidikan Islam di Nusantara
Pendidikan Islam di Nusantara muncul seiring dengan masuknya Islam ke Nusantara 14.
Pada era awal, masjid dijadikan sebagai tempat ibadah dan tempat menuntut ilmu. Ketika
pemanfaatan masjid sudah optimal, maka lahirlah pesantren yang kemudian menjadi cikal
bakal pendidikan Islam di Indonesia15.
4) Peran ulama dalam penyebaran Islam
Ulama memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di Nusantara. Mereka melakukan
dakwah dan memberikan pengajaran agama Islam kepada masyarakat 16. Selain itu, ulama
juga berperan dalam membangun lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren dan
madrasah17.
5) Akulturasi antara ajaran Islam dan budaya lokal
Proses penyebaran Islam di Nusantara juga melibatkan akulturasi antara ajaran Islam dan
budaya lokal. Hal ini terlihat dari adanya pesantren yang mengajarkan ajaran Islam namun
tetap mempertahankan budaya lokal18.
Dari beberapa referensi tersebut, disimpulkan bahwa proses penyebaran Islam di
Nusantara dilakukan melalui jalur perdagangan dan dakwah para ulama, serta melalui
kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak, Pajang, dan Mataram. Pendidikan Islam di Nusantara
muncul seiring dengan masuknya Islam ke Nusantara, dan ulama memiliki peran penting

9
Amir, op.cit., hlm 93.
10
Pamungkas, B.R. (2020). Book Review: Perjumpaan Antarpemeluk Agama Di Nusantara: Masa Hindu-
Buddha Sampai Sebelum Masuknya Portugis Bab 4 “Perkembangan Agama Islam di Nusantara.”.
11
Amir, op.cit., hlm 93.
12
Amin, F., & Ananda, R. A. (2018). Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia Tenggara: Telaah Teoritik
tentang Proses Islamisasi Nusantara. Analisis: Jurnal Studi Keislaman, 18(2), 67-100.
13
Muthoharoh, M. (2023). Historis Pendidikan Islam di Nusantara. Attanwir: Jurnal Keislaman dan
Pendidikan, 14(1), 69-82.
14
Ibid, hlm. 70.
15
Ibid, hlm., 70
16
Faizal Amin & Ananda, op.cit., hlm. 68
17
Muthoharoh, op.cit., hlm. 72.
18
Muthoharoh, op.cit., hlm. 72.
dalam penyebaran Islam di Nusantara. Selain itu, proses penyebaran Islam di Nusantara juga
melibatkan akulturasi antara ajaran Islam dan budaya lokal.
Dari beberapa referensi tersebut, disimpulkan bahwa para ulama memiliki peran
penting dalam menyebarkan Islam di Nusantara. Mereka melakukan dakwah dan
memberikan pengajaran agama Islam kepada masyarakat, membangun lembaga-lembaga
pendidikan Islam, menjaga keutuhan ajaran Islam, dan menjaga keharmonisan dan
perdamaian dalam masyarakat. Dengan peran yang penting ini, para ulama dapat membantu
memperkuat dan menyebarkan agama Islam di Nusantara.

3. Peradilan Agama pada Masa Masuknya Islam


Peradilan agama di Nusantara pada masa awal

Peradilan agama di Nusantara pada masa awal belum banyak dibahas dalam artikel
yang ditemukan. Namun, dapat disimpulkan bahwa peradilan agama di Nusantara muncul
seiring dengan masuknya Islam ke Nusantara. Pada awalnya, peradilan agama dilakukan oleh
para ulama dan pemuka agama yang memiliki pengetahuan dan keahlian dalam hukum
Islam19. Peradilan agama dilakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum yang
berkaitan dengan agama Islam, seperti masalah nikah, thalak, cerai, rujuk, dan persengketaan
ekonomi syariah20. Dalam hal penyelesaian masalah keluarga, peradilan agama memberikan
solusi yang sesuai dengan ajaran Islam dan dapat membantu masyarakat untuk memperoleh
keadilan21.
Peradilan Islam di awal nusantara mengacu pada sistem peradilan yang berdasarkan
hukum Islam pada masa awal perkembangan Islam di nusantara. Pada periode ini, Islam
menyebar ke wilayah Sumatera, Jawa, dan Ternate22. Terlebih lagi, peran ulama perempuan
dalam perkembangan Islam di nusantara tidak bisa dianggap remeh. Pada saat itu, hukum
Islam juga ada di kepulauan tersebut dalam bentuk hukum positif. Hal ini dibuktikan dengan
adanya kerajaan-kerajaan Islam yang menggantikan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha,
menjadikan hukum Islam sebagai hukum positif pertama nusantara. Sistem peradilan Islam
pada masa ini juga tercermin dalam struktur pengadilan dan hierarkinya, kekuasaan
pengadilan dalam kaitannya dengan kekuasaan pemerintahan umum, dan sumber

19
Muthoharoh, op.cit., hlm. 77.
20
Yose, op.cit., hlm. 40.
21
Muthoharoh, op.cit., hlm. 80.
22
Nizar, S. (2007). Sejarah pendidikan Islam: Menelusuri jejak sejarah pendidikan era Rasulullah sampai
Indonesia. (No Title).
keputusannya, peraturan hukum yang berkaitan dengan penerimaan dan penyelesaian dari
kasus-kasus yang dibawa ke hadapan mereka.
Seiring perkembangannya, pengadilan agama nusantara bertransformasi menjadi
organisasi formal dengan struktur dan aturan yang jelas. Misalnya pada masa pemerintahan
Kerajaan Demak, peradilan agama mempunyai struktur yang terorganisir dengan baik. Selain
itu, pada masa pemerintahan Kerajaan Banten, peradilan agama juga mempunyai peraturan
yang tercatat dalam undang-undang Kanun Banten.
Secara umum bentuk awal keadilan agama di nusantara diberikan oleh para ulama dan
tokoh agama yang memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang hukum Islam. Pengadilan
Agama didirikan untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang berkaitan dengan agama
Islam, dan seiring dengan perkembangannya, Pengadilan Agama di seluruh nusantara
berkembang menjadi lembaga formal dengan struktur dan aturan yang jelas.
Regularisasi peradilan Islam di Indonesia sebelum pemerintahan kolonial Belanda
merupakan konsep penting untuk memahami perkembangan sistem hukum dan peradilan
Islam di wilayah ini23. Para ahli sepakat bahwa periode ini dapat dibagi menjadi tiga periode
utama yang masing-masing memiliki ciri dan perkembangan tersendiri:
1. Tahkim
Tahkim merupakan sistem peradilan Islam yang diterapkan pada masa pemerintahan
Kesultanan Demak. Sistem ini mengutamakan penyelesaian sengketa melalui musyawarah
dan mufakat. Tahkim juga mengadaptasi adat istiadat setempat untuk menyelesaikan
perselisihan.
2. Ahl al-Halli wa al-'Aqdi
Ahl al-Halli wa al-'Aqdi merupakan sistem peradilan Islam yang diterapkan pada
masa pemerintahan Kesultanan Banten. Sistem ini mengutamakan penyelesaian sengketa
melalui konsiliasi dan musyawarah24. Ahl al-Halli wa al-'Aqdi juga mengadaptasi adat
istiadat setempat untuk menyelesaikan perselisihan.
3. Tauliyah
Tauliyah merupakan sistem peradilan Islam yang diterapkan pada masa pemerintahan
Kesultanan Mataram. Sistem ini mengutamakan penyelesaian sengketa melalui pengadilan
formal dengan hakim yang ditunjuk oleh pihak yang berwenang. Tauliyah juga mengadaptasi
adat istiadat setempat untuk menyelesaikan perselisihan.

23
Bisri, H. (2000). Peradilan agama di Indonesia. RajaGrafindo Persada.
24
Mutawali, M. (2016). Ahl Al-halli Wa Al-‘aqdi “Antara Demokrasi Dan Syûrâ”. Istinbath: Jurnal Hukum
Islam IAIN Mataram, 15(2), 163-192.
Sistem peradilan Islam pada ketiga periode tersebut mempunyai ciri khas tersendiri
dan sesuai dengan adat istiadat setempat dalam menyelesaikan sengketa. Namun, sistem
peradilan Islam di nusantara tidak selalu sempurna, dan penerapannya terkadang
menunjukkan kelemahan.

4. Peradilan Islam Masa Kesultanan /Kerajaan Islam

Keadilan Islam di Indonesia pada masa Khilafah/Kekaisaran sudah ada sejak masa
kekhalifahan. Dalam Islam, hakim yang menjalankan keadilan secara otomatis diangkat oleh
sultan atau imam. Setiap periode mempunyai ciri khas tersendiri yang menunjukkan naik
turunnya pemikiran hukum Islam di Indonesia25. Peradilan agama merupakan sebuah rantai
yang tidak terputus dalam sejarah kemunculan Islam 26. Proses interaksi antar peradilan agama
ini telah berlangsung sejak lama, sejak umat Islam memegang kekuasaan politik di bawah
Kesultanan hingga saat ini27.

 Peradilan di Kerajaan Samudera Pasai

Kesultanan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Sumatera dan salah
satu kerajaan Islam tertua di Indonesia. Sejarah mencatat Islam masuk ke Indonesia pada
Abad Pertengahan dan dipengaruhi oleh tokoh-tokoh kerajaan yang sebagian besar adalah
raja, karena pada Abad Pertengahan di Indonesia masa kerajaan berlangsung dari tahun 13 M
sampai 18 M28. Pada masa kerajaan Samudera Pasai, Islam dianut dan menjadi dasar hukum
kerajaan.
Di Kerajaan Samudera Pasai, sistem peradilan dan penerapan hukum Islam
membentuk satu kesatuan yang terstruktur secara hierarkis. Berikut beberapa kemungkinan
penjelasan mengenai sistem peradilan dan penerapan hukum Islam di Kerajaan Samudera
Pasai:
a) Sistem peradilan di Kerajaan Samudera Pasai dimulai dari tingkat desa yang dipimpin
oleh seorang kepala desa yang disebut keuchik. Di tingkat desa, pengadilan ini hanya
mengadili kasus-kasus ringan dan sepele. Untuk kasus yang lebih kompleks, pengadilan
25
Sukri, M. (2016). Sejarah Peradilan Agama di Indonesia (Pendekatan Yuridis). Jurnal Ilmiah Al-
Syir'ah, 10(2).
26
Muhyidin, M. (2020). Perkembangan Peradilan Agama di Indonesia. Gema Keadilan, 7(1), 1-19.
27
Ridlo, M. (2021). Sejarah Perkembangan Peradilan Agama pada Masa Kesultanan dan Penjajahan Sampai
Kemerdekaan. Asy-Syari’ah: Jurnal Hukum Islam, 7(2), 152-167.
28
Poncowati, Y., Salihah, D., Wahyuni, S., Nisak, J., & Budiman, M. (2017). Sejarah peradaban islam abad
pertengahan di Indonesia “Sultan Malik Al–Shaleh”. Agama Islam.
desa berhak mengajukan banding ke pengadilan tingkat kedua yang disebut ulee
balang29.
b) Pengadilan tingkat kedua yang disebut ulee balang berfungsi untuk menangani perkara-
perkara yang lebih serius dan penting. Mereka berfungsi sebagai tingkat banding di
pengadilan desa. Namun jika permasalahan tersebut masih belum terselesaikan maka
harus ada tingkat yang lebih tinggi yaitu pengadilan yang dipimpin oleh Raja sendiri.
c) Mahkamah Agung yang dipimpin oleh Sultan adalah tingkat tertinggi dalam hierarki
peradilan dan terdiri atas beberapa anggota, termasuk Malikul Adil, Orang Kaya Sri
Paduka Tuan, Orang Kaya Raja Bandhara, dan Faqih (ulama)30.
d) Pelaksanaan hukum pidana Islam di Kerajaan Samudera Pasai menjadi bagian integral
dari sistem peradilan. Ini terlihat dari pelaksanaan hukuman rajam yang diterapkan pada
seorang individu bernama Meurah Pupoek, yang terbukti melakukan pelanggaran hukum
zina31.
e) Sistem peradilan dan penegakan hukum Islam di Kerajaan Samudera Pasai berlangsung
adil dan merata, tanpa memandang status atau status sosial seseorang. Jika terbukti
melanggar syariat Islam, anggota keluarga kerajaan dan rakyat jelata akan dikenakan
sanksi yang setimpal dengan pelanggarannya.
Dapat disimpulkan bahwa sistem peradilan dan penerapan hukum Islam di Kerajaan
Samudera Pasai mempunyai struktur yang sangat hierarkis dan berkeadilan. Sistem peradilan
dimulai pada tingkat desa dan berakhir pada tingkat tertinggi yang dipimpin oleh Sultan
sendiri. Penegakan hukum pidana Islam merupakan bagian integral dari sistem peradilan dan
tidak mempertimbangkan status atau kedudukan sosial seseorang.

 Peradilan di Kerajaan Mataram

Sebelum Sultan Agung berkuasa sebagai kepala Mataram, pengaruh hukum Islam
masih terbatas di kerajaan tersebut. Mayoritas penduduknya masih beragama Hindu. Namun
pada masa kepemimpinan Sultan Agung yang memerintah pada tahun 1613 hingga 1645,
pengaruh hukum Islam mengalami perubahan yang signifikan dan berperan penting dalam
tatanan hukum Kerajaan Mataram. Salah satu contoh perubahan tersebut adalah sistem

29
Al-Fatih, M., Puspita, M. T., Pratiwi, T., & Tarigan, M. (2023). Peradaban Islam Di Kerajaan Samudera
Pasai. Journal of Teaching and Science Education (JOTASE), 1(1), 1-7.
30
Suherman, Op.Cit., hlm. 13.
31
Suherman, Op.Cit., hlm. 13.
peradilan yang mulai menerapkan prinsip hukum Islam untuk menangani kasus-kasus yang
dianggap mengancam keamanan kerajaan.
Berikut beberapa hal yang dapat menjelaskan sistem peradilan dan pengaruh hukum
Islam pada masa Sultan Agung:
a) Pada masa Sultan Agung, Kesultanan Mataram mulai menerapkan prinsip hukum Islam
dalam proses hukumnya. Salah satu istilah yang digunakan adalah “Kisas”, yang
digunakan untuk menggambarkan pengadilan dalam kasus-kasus serius. Meskipun tidak
seluruh aspek hukum Islam diterapkan secara eksklusif, namun peradilan pidana Islam
mulai diterapkan dalam perkara penghasutan (Bughah)32.
b) Pentingnya peran Sultan Agung dalam memasukkan prinsip-prinsip hukum Islam dan
ajaran agama ke dalam sistem hukum tidak bisa disepelekan. Hal ini terwujud melalui
perubahan sistem peradilan, melalui pendidikan dan partisipasi ulama dalam proses
peradilan. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, istana pradata yang sekarang diubah
menjadi istana Surambi. Lembaga ini, meskipun pada prinsipnya berada di bawah
kendali raja, namun secara efektif dijalankan oleh para ulama. Keputusan sultan tidak
akan bertentangan dengan pandangan istana Surambi, hal ini menunjukkan pentingnya
peran ulama dalam sistem peradilan33.
c) Meskipun nama Pengadilan Pradata diubah menjadi Pengadilan Surambi, namun
yurisdiksi dan kekuasaannya tetap sama dengan sistem sebelumnya. Namun pada masa
pemerintahan Amangkurat I yang menggantikan Sultan Agung pada tahun 1645,
peradilan pradata kembali menjadi peradilan utama, dengan tujuan untuk mengurangi
pengaruh ulama dalam sistem peradilan. Pada masa penjajahan Belanda, Keraton
Surambi tetap eksis walaupun kekuasaannya lebih terbatas. Mereka mempunyai
kekuasaan untuk menyelesaikan perselisihan dan kontroversi, khususnya dalam konteks
hukum keluarga, seperti perkawinan dan pewarisan.
Dapat disimpulkan bahwa pengaruh hukum Islam pada masa Sultan Agung
mengalami perubahan yang signifikan dan berperan penting dalam tatanan hukum Kesultanan
Mataram. Sultan Agung memperkenalkan prinsip-prinsip hukum Islam dan ajaran agama ke
dalam sistem peradilan, dengan pendidikan dan partisipasi ulama dalam proses peradilan.
Meskipun terjadi perubahan sistem peradilan pada masa pemerintahan Amangkurat I, istana
Surambi tetap eksis pada masa penjajahan Belanda dengan yurisdiksi yang lebih terbatas.
32
Dute, H. (2019). Kebijakan pemerintah terhadap pendidikan agama di sekolah umum pada pra kemerdekaan
(masa kolonial belanda dan masa kolonial Jepang) pasca kemerdekaan (orde lama dan orde baru). AT-Ta'DIB:
Jurnal Kependidikan dan Keagamaan, 3(1), 309-331.
33
Suherman, Op.Cit., hlm. 14.
 Peradilan di Kerajaan Aceh

Di Aceh, sistem peradilan berdasarkan hukum Islam menerapkan konsep pengadilan


negeri dengan tingkatan yang berbeda-beda. Sistem peradilan ini mengintegrasikan kebijakan
hukum Islam dengan pengadilan negeri yang terstruktur dalam beberapa tingkatan. Berikut
beberapa hal yang mungkin bisa menjelaskan sistem peradilan dan pengaruh hukum Islam di
Aceh:
a) Sistem peradilan di Aceh dimulai dari tingkat desa, dipimpin oleh seorang kepala desa
yang disebut “keucik”. Pengadilan desa lebih fokus menangani kasus-kasus kecil dan
sederhana. Kasus-kasus yang dianggap lebih serius ditangani oleh Mukim Law Center,
yang merupakan tingkat kedua dalam hierarki peradilan34.
b) Pada tingkat kedua, jika pihak-pihak yang terlibat dalam perkara tidak puas dengan
keputusan yang diambil, mereka dapat mengajukan banding ke tingkat ketiga, yang
disebut “Oeloebang”. Oeloebang mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang lebih
besar dalam menangani kasus-kasus yang lebih kompleks.
c) Apabila perselisihan masih belum terselesaikan, maka pihak yang berselisih dapat
mengajukan banding ke pengadilan tingkat keempat, yaitu pengadilan tingkat ketiga
yang disebut “panglima sagi”. Komandan sagi adalah tingkat tertinggi dalam hierarki
peradilan yang dapat mengambil keputusan berdampak tinggi35.
d) Terakhir, jika keputusan panglima saga masih belum memuaskan pihak-pihak yang
berkonflik, mereka dapat mengajukan banding ke raja. Pelaksanaan putusan Sultan
diawasi oleh Mahkamah Agung yang beranggotakan Malikul Adil, Orang Kaya Sri
Paduka Tuan, Orang Kaya Raja Bandhara dan Faqih (ulama)36.
Sistem peradilan di Aceh mencerminkan struktur hierarki yang sangat jelas dan
wewenang berada pada berbagai tingkat pengadilan. Adanya hierarki ini mencerminkan
kekuasaan absolut dan penegakan hukum yang kuat dalam masyarakat Aceh, dimana hukum
Islam menjadi landasan utama dalam penyelesaian perkara.

 Peradilan di Kerajaan Banjar

34
Rifqiawati, I., Utari, E., Aulia, M. J., & Salsabila, T. (2023). Riwayat bangunan bersejarah sebagai
peninggalan masa kesultanan Banten. AGASTYA: Jurnal Sejarah Dan Pembelajarannya, 13(2), 145-162.
35
Suherman, Op.Cit., hlm. 17.
36
Suherman, Op.Cit., hlm. 18.
Kesultanan Banjar memelihara hubungan politik yang erat dengan Kesultanan Demak
di pulau Jawa, yang melaluinya hukum Islam diakui dan disahkan melalui keputusan
pemerintah. Hukum Islam menjadi hukum negara yang berlaku bagi seluruh penduduk
kerajaan tanpa terkecuali. Hal ini menunjukkan bahwa kerajaan tersebut menerapkan prinsip-
prinsip Islam dalam kerangka hukumnya dan mencerminkan kuatnya interaksi antara aspek
politik dan agama dalam pengelolaan urusan negara. Dengan demikian, hukum Islam tidak
hanya menjadi bagian dari kehidupan keagamaan masyarakat tetapi juga menjadi hukum
yang mengikat dalam kerangka negara.
Sistem hukum Islam Kesultanan Banjar mencerminkan pentingnya Islam dalam
tatanan sosial dan hukum Kerajaan. Dalam konteks ini, hukum Islam diakui sebagai hukum
negara yang berlaku bagi seluruh penduduk kerajaan tanpa terkecuali. Hal ini menunjukkan
bahwa kerajaan tersebut menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam kerangka hukumnya dan
mencerminkan kuatnya interaksi antara aspek politik dan agama dalam pengelolaan urusan
negara. Dengan demikian, hukum Islam tidak hanya menjadi bagian dari kehidupan
keagamaan masyarakat tetapi juga menjadi hukum yang mengikat dalam kerangka Negara.

5. Peran ulama dalam mendirikan sistem peradilan agama

Para ulama memiliki peran penting dalam mendirikan sistem peradilan agama di
Nusantara. Berikut adalah beberapa peran para ulama dalam mendirikan sistem peradilan
agama:
1) Memberikan pengajaran hukum Islam
Para ulama memberikan pengajaran hukum Islam kepada masyarakat dan memberikan
solusi yang sesuai dengan ajaran Islam dalam menyelesaikan masalah-masalah hukum yang
berkaitan dengan agama Islam37. Dalam hal ini, para ulama dapat membantu memperoleh
keadilan dan memperkuat keyakinan masyarakat terhadap agama Islam38.
2) Membangun lembaga-lembaga pendidikan Islam
Para ulama juga berperan dalam membangun lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti
pesantren dan madrasah39. Dengan adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam ini,

37
Wiyanto, H. M. (2022). Peradilan khusus di dalam sistem peradilan di Indonesia. Jurnal Hukum
Progresif, 10(1), 76-85.
38
Fitriani, A., Siregar, I., & Ramli, S. (2022). Peran sultan malikussaleh dalam perkembangan kerajaan
samudera pasai 1297-1326M. JEJAK: Jurnal Pendidikan Sejarah & Sejarah, 2(1), 11-22.
39
Ja’far, J. F. Peran Ulama Al Washliyah Dalam Pengembangan Ilmu Agama.” Islamijah: Journal of Islamic
Social Sciences 2, no. 1 (February 24, 2021): 16.
masyarakat dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai ajaran
Islam dan hukum Islam.
3) Menjaga keutuhan ajaran Islam
Para ulama juga berperan dalam menjaga keutuhan ajaran Islam dalam sistem peradilan
agama. Mereka memastikan bahwa ajaran Islam yang disebarkan sesuai dengan ajaran yang
sebenarnya dan tidak terjadi penyimpangan40.
4) Membantu membangun sistem peradilan agama yang efektif
Para ulama juga membantu membangun sistem peradilan agama yang efektif guna
menjamin terwujudnya kepastian hukum dan menjaga kepercayaan masyarakat maupun
pihak lain yang terkait dengan kewenangannya terutama dalam bidang hukum keluarga 41.
Dalam hal ini, para ulama dapat membantu membangun sistem peradilan agama yang efektif
dan profesional.
Secara keseluruhan, para ulama memiliki peran penting dalam mendirikan sistem
peradilan agama di Nusantara. Mereka memberikan pengajaran hukum Islam, membangun
lembaga-lembaga pendidikan Islam, menjaga keutuhan ajaran Islam, dan membantu
membangun sistem peradilan agama yang efektif. Dengan peran yang penting ini, para ulama
dapat membantu memperkuat dan menyebarkan agama Islam di Nusantara.

6. Dampak Peradilan Agama


Dampak sosial dan budaya
i. Peradilan agama dapat membantu memperkuat keyakinan masyarakat terhadap agama
Islam.
Peradilan agama memegang peran penting dalam memperkuat keyakinan masyarakat
terhadap agama Islam. Hal ini terjadi karena peradilan agama menyediakan suatu kerangka
hukum yang berakar pada ajaran-ajaran agama Islam, sehingga keputusan yang dihasilkan
oleh peradilan ini dilihat sebagai penegakan prinsip-prinsip agama. Sebagai akibatnya,
masyarakat merasa bahwa sistem peradilan ini adalah representasi yang nyata dari nilai-nilai
agama mereka, dan ini memperkuat keyakinan mereka pada agama Islam sebagai panduan
moral dan etika dalam hidup.
Dalam peradilan agama, proses pengadilan dan keputusan yang diambil didasarkan
pada prinsip-prinsip hukum Islam yang diambil dari Al-Quran dan hadis. Keputusan yang

40
Ibid, hlm. 16
41
Tuasikal, H. (2018). Peran Strategis Hukum Keluarga (Al-Ahwal Al Syakhsyiyah) Dalam Penguatan Sistem
Peradilan Agama Di Indonesia. JUSTISI, 4(1), 43-54.
diambil oleh hakim peradilan agama dianggap sebagai keputusan yang adil dan sesuai dengan
prinsip-prinsip agama, yang pada gilirannya memperkuat persepsi masyarakat terhadap
sistem hukum ini. Ini menciptakan rasa kepercayaan bahwa agama Islam bukan hanya sebuah
kepercayaan yang diamalkan secara pribadi, tetapi juga memiliki relevansi dalam kehidupan
sehari-hari dan dalam upaya mencari keadilan.
Selain itu, peradilan agama juga menciptakan rasa solidaritas dalam komunitas
Muslim. Keputusan yang diambil dalam konteks peradilan agama menciptakan kesadaran
bahwa masyarakat Muslim tidak hanya berbagi keyakinan agama, tetapi juga sistem hukum
yang mencerminkan prinsip-prinsip agama mereka. Ini memperkuat ikatan sosial dalam
komunitas dan membantu membangun kehidupan sosial yang lebih harmonis. Dengan kata
lain, peradilan agama berperan sebagai faktor penyatuan dalam masyarakat, memperkuat rasa
identitas agama mereka.
Selain itu, kepercayaan masyarakat terhadap peradilan agama juga tercermin dalam
penghormatan terhadap otoritas agama. Ketika sistem peradilan agama dianggap adil dan
sesuai dengan nilai-nilai agama, masyarakat cenderung menghormati keputusan yang diambil
oleh peradilan tersebut. Hal ini menciptakan rasa ketaatan pada otoritas agama dan hukum
Islam yang diwakili oleh peradilan agama, yang pada gilirannya memperkuat keyakinan
masyarakat pada agama Islam sebagai panduan hidup mereka.
ii. Peradilan agama juga dapat berperan dalam membangun kehidupan sosial yang harmonis
dan damai
Peradilan agama memegang peran penting dalam membangun kehidupan sosial yang
harmonis dan damai di masyarakat. Kehidupan sosial yang harmonis sangat berkaitan dengan
pemahaman hukum dan keadilan yang ada dalam suatu komunitas. Dalam konteks ini,
peradilan agama membantu memastikan bahwa nilai-nilai keadilan, moralitas, dan etika
agama dipatuhi. Ini menciptakan lingkungan di mana masyarakat dapat hidup bersama dalam
kerukunan dan keharmonisan.
Dalam sistem peradilan agama, penyelesaian konflik dan perselisihan dibimbing oleh
prinsip-prinsip agama, yang mendorong upaya damai dan solusi yang adil. Peradilan agama
juga menawarkan pendekatan rekonsiliasi dalam penyelesaian perselisihan keluarga, seperti
pernikahan dan perceraian. Ini membantu masyarakat untuk menjalani kehidupan yang lebih
seimbang dan aman dalam lingkup keluarga mereka.
Peradilan agama juga berperan dalam memelihara moralitas sosial dan menghindari
ketegangan dalam masyarakat. Dengan menegakkan hukum Islam, peradilan agama
memainkan peran penting dalam menjaga kesusilaan dan moralitas di tingkat individu dan
komunitas. Hal ini membantu membangun kehidupan sosial yang lebih damai dan stabil
dengan meminimalkan konflik dan pelanggaran hukum.
Dengan kata lain, peradilan agama bukan hanya sebuah lembaga hukum, tetapi juga
merupakan fondasi yang berkontribusi pada harmoni sosial. Melalui aplikasi nilai-nilai
agama dalam penegakan hukum, peradilan agama menjadi pilar yang mendorong terciptanya
masyarakat yang damai, toleran, dan menghormati satu sama lain. Dalam konteks ini,
peradilan agama bukan hanya menjaga ketertiban hukum, tetapi juga memainkan peran vital
dalam pembentukan kehidupan sosial yang seimbang dan harmonis.
iii. Proses penyebaran Islam di Nusantara juga melibatkan akulturasi antara ajaran Islam dan
budaya lokal
Proses penyebaran Islam di Nusantara adalah fenomena yang sangat menarik, karena
tidak hanya mencakup aspek agama, tetapi juga melibatkan akulturasi antara ajaran Islam dan
budaya lokal. Ini adalah sebuah proses di mana nilai-nilai dan praktik Islam yang
diperkenalkan oleh para ulama dan pedagang dari luar Nusantara berinteraksi dengan budaya
dan tradisi setempat yang sudah ada.
Salah satu contoh konkret dari akulturasi ini adalah dalam seni dan arsitektur.
Kesenian tradisional Nusantara seringkali mencerminkan nilai-nilai agama dan budaya
setempat, dan ketika Islam masuk, pengaruhnya mulai tercermin dalam seni dan arsitektur.
Misalnya, seni wayang kulit dan batik menjadi sarana untuk menyampaikan pesan-pesan
agama Islam, dan masjid-masjid yang dibangun menggabungkan elemen-elemen arsitektur
Islam dengan karakteristik budaya lokal.
Selain itu, akulturasi juga terjadi dalam adat istiadat dan tata cara sosial. Adat-istiadat
yang sebelumnya ada dalam masyarakat Nusantara mulai mengalami perubahan seiring
dengan masuknya Islam. Beberapa tradisi yang sesuai dengan ajaran Islam diterima dan
dipraktikkan, sementara yang bertentangan mungkin mengalami modifikasi atau
penghilangan. Hal ini menciptakan harmoni antara nilai-nilai Islam dan budaya lokal, yang
pada gilirannya memengaruhi kehidupan sosial dan adat istiadat masyarakat.
Proses akulturasi ini adalah contoh konkret bagaimana Islam berhasil meleburkan diri
ke dalam masyarakat Nusantara tanpa menghilangkan identitas budaya setempat. Dalam
proses ini, Islam tidak hanya diterima sebagai agama baru, tetapi juga menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari dan budaya Nusantara. Hal ini menciptakan
keragaman budaya yang kaya dan memperkuat hubungan antara ajaran agama dan tradisi
local.
Dampak terhadap penerapan hukum Islam

iv. Peradilan agama dapat memberikan solusi yang sesuai dengan ajaran Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah hukum yang berkaitan dengan agama Islam.
Peradilan agama merupakan lembaga hukum yang khusus berfokus pada penyelesaian
masalah hukum yang berkaitan dengan agama Islam. Ini mencakup masalah seperti
pernikahan, perceraian (thalak), rujuk, dan persengketaan ekonomi syariah. Dalam proses
peradilan agama, putusan yang diambil didasarkan pada ajaran Islam dan hukum syariah. Ini
berarti bahwa peradilan agama memberikan solusi yang sesuai dengan norma-norma agama
Islam, sehingga memastikan bahwa keputusan yang diambil sesuai dengan ajaran agama dan
etika moral Islam.
v. Peradilan agama dapat membantu memperoleh keadilan dan memperkuat keyakinan
masyarakat terhadap agama Islam.
Peradilan agama berperan dalam memastikan keadilan dan memenuhi aspirasi
masyarakat untuk penyelesaian yang adil dan sesuai dengan keyakinan agama mereka. Dalam
proses ini, masyarakat dapat merasa bahwa hak-hak mereka dilindungi dan keputusan hukum
yang diambil akan mencerminkan nilai-nilai agama yang mereka yakini. Ini, pada gilirannya,
memperkuat keyakinan masyarakat terhadap agama Islam dan sistem peradilan yang
mematuhi prinsip-prinsip etika dan moral agama mereka.

Perbandingan dengan sistem peradilan sebelum kedatangan Islam

vi. Sebelum kedatangan Islam, sistem peradilan di Nusantara belum banyak dibahas dalam
artikel yang ditemukan.
vii. Peradilan agama di Nusantara muncul seiring dengan masuknya Islam ke Nusantara.

KESIMPULAN

Peradilan agama di Nusantara merupakan bagian integral dari perkembangan Islam di


wilayah ini. Seiring dengan masuknya Islam ke Nusantara, peradilan agama menjadi penting
dalam menjaga ketertiban sosial dan penerapan hukum yang sesuai dengan ajaran agama
Islam. Para ulama dan pemuka agama berperan sentral dalam sistem ini, memastikan bahwa
hukum Islam diterapkan secara adil dan sesuai dengan norma-norma agama.
Peradilan agama ini adalah wahana penting untuk menyelesaikan masalah-masalah
hukum yang berkaitan dengan agama Islam. Ini mencakup masalah-masalah seperti
pernikahan, perceraian (thalak), rujuk, dan persengketaan ekonomi syariah. Sistem peradilan
agama memberikan solusi yang berakar pada prinsip-prinsip agama Islam, memastikan
bahwa keputusan yang diambil adalah sejalan dengan nilai-nilai keagamaan dan moral.
Peran para ulama dalam peradilan agama sangat signifikan. Mereka bukan hanya
memberikan pengajaran hukum Islam, tetapi juga membangun lembaga-lembaga pendidikan
Islam yang membantu menyebarkan pengetahuan agama. Selain itu, ulama juga menjaga
keutuhan ajaran Islam, memastikan bahwa tafsir hukum sesuai dengan prinsip-prinsip agama
dan budaya setempat. Mereka juga berperan dalam membangun sistem peradilan agama yang
efektif, dengan standar etika yang tinggi.
Dampak peradilan agama di Nusantara meluas ke berbagai aspek masyarakat. Ini
tidak hanya memperkuat keyakinan masyarakat terhadap agama Islam, tetapi juga
membangun landasan bagi kehidupan sosial yang harmonis dan damai. Keberadaan sistem
peradilan agama membantu menjaga moralitas dan keadilan dalam komunitas, dan juga
menjadi sarana yang efektif untuk penyelesaian konflik dan perselisihan.
Secara keseluruhan, peradilan agama memiliki peran penting dalam perkembangan
Islam di Nusantara. Para ulama menjadi penjaga integritas dan moralitas dalam masyarakat,
serta membantu membangun sistem peradilan agama yang efektif. Dampaknya dapat
dirasakan dalam berbagai aspek, dari keyakinan religius hingga keadilan sosial. Sejarah
peradilan agama di Nusantara mencerminkan bagaimana Islam tidak hanya tumbuh sebagai
agama, tetapi juga sebagai sistem hukum yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan
masyarakat di wilayah ini.

Anda mungkin juga menyukai