Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SEJARAH JEPANG

BANGKITNYA INDUSTRI JEPANG

Dosen Pengampu:
Dewi Saraswati Sakariah, M.Si

Disusun oleh:
1. Asbi Suar Fandi (13020222140036)
2. Siti Nur Faizatul Maghfiroh (13020222140136)
3. Naira Nabila (13020222140115)
4. Fryanda Awaliany Putri (13020222140096)
5. Diva Aji Prasetyo (13020222140144)
6. Yuki Fadlillah Al Zidhan (13020222140155)

BAHASA DAN KEBUDAYAAN JEPANG


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Sejarah Jepang
ini yang berjudul “Bangkitnya Industri Jepang” dengan baik dan selesai tepat pada waktunya.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal karena rasa tanggung jawab dan
kekompakan anggota kelompok sehingga dapat mempermudah pembuatan makalah Sejarah
Jepang ini. Kami juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada selaku dosen pengampu
dalam mata kuliah Sejarah Jepang Dewi Saraswati Sakariah, S.S., M.Si. yang mendampingi
serta membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman semua yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami sangat menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik
dari tata bahasa maupun dalam susunan kalimatnya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan
dalam makalah ini, kami menerima segala kritik dan saran dari dosen maupun teman-teman
pembaca supaya kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih
mengenai sejarah Jepang khususnya pada bangkitnya industri Jepang. Melalui pembahasan
dalam makalah ini, semoga kita mendapat inspirasi serta pelajaran dalam menghadapi
tantangan dan dapat membangung masa depan yang lebih baik.

Semarang, 18 November 2023

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan......................................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat....................................................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 3
2.1 Faktor Bangkitnya Industri Jepang ............................................................................................. 3
2.2 Naiknya Perekonomian Jepang .................................................................................................. 5
2.3 Kondisi Masyarakat Perkotaan ................................................................................................... 7
BAB III................................................................................................................................................. 10
KESIMPULAN ................................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jepang, sebuah negara yang pernah mengalami kehancuran hebat pasca Perang Dunia
II, berhasil mengubah nasibnya menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
Transformasi ekonomi Jepang yang luar biasa ini menarik perhatian dunia dan telah menjadi
contoh bagi negara-negara lain yang menghadapi tantangan serupa. Bangkitnya industri
Jepang memiliki sejarah yang kaya dan kompleks dari periode pasca-perang hingga
perkembangan ekonomi modern.
Setelah mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II, Jepang berada dalam keadaan
pasca-perang yang hancur dan terpuruk. Namun, melalui tekad dan kerja keras, Jepang
berhasil melakukan revitalisasi ekonomi yang mengesankan. Proses ini tidak hanya
melibatkan pembangunan fisik untuk menggantikan kerusakan perang, tetapi juga reformasi
struktural yang mendalam dalam bidang politik, sosial, dan ekonomi.
Pada tahun 1960-1965, Jepang memasuki periode pertumbuhan yang pesat.
Infrastruktur ekonomi secara aktif mulai dikembangkan untuk mendukung industri yang
dijalankan. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap keseimbangan dalam sistem
pemerintahan Jepang. Partai-partai politik membentuk koalisi untuk meredam konflik antar
elemen dalam pemerintahan (Reischauer, 1964: 235-237).
Jepang membuktikan dirinya sebagai tempat lahirnya inovasi dan teknologi terkemuka.
Perusahaan-perusahaan seperti Sony, Toyota, dan Honda menjadi pionir dalam menciptakan
produk-produk yang tidak hanya mendefinisikan pasar domestik, tetapi juga memenangkan
hati konsumen di seluruh dunia. Menurut Matsui Yoshiki (2007), adopsi metode produksi
yang efisien, seperti yang diterapkan oleh Toyota dengan konsep Just-In-Time, menjadi
salah satu landasan keunggulan kompetitif Jepang.
Sistem pendidikan yang berkualitas dan program pelatihan kerja yang efektif turut
berperan dalam membentuk tenaga kerja yang unggul. Keahlian teknis dan keterampilan
manajemen menjadi kunci dalam memajukan sektor industri. Kolaborasi erat antara
pemerintah, industri, dan lembaga riset juga membantu mengarahkan upaya pembangunan
ke sektor-sektor yang strategis, menciptakan lingkungan yang mendukung inovasi dan
pertumbuhan.

1
Orientasi kuat pada ekspor menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomi
Jepang. Dengan memasarkan produk-produk berkualitas tinggi dan memiliki daya saing di
pasar internasional, Jepang mampu mengatasi keterbatasan pasar domestik yang terbatas.
Keberhasilan ini tidak hanya menciptakan kemakmuran di dalam negeri tetapi juga
membantu membentuk citra global Jepang sebagai pusat inovasi dan kualitas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa faktor bangkitnya industri jepang?
2. Bagaimana naiknya perekonomian Jepang?
3. Bagaimana kondisi masyarakat perkotaan?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui faktor bangkitnya industri Jepang
2. Mengetahui bagaimana naiknya perekonomian Jepang
3. Mengetahui tentang kondisi masyarakat perkotaan

1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini yaitu untuk membantu para pembaca dalam
memahami serta menambah wawasan mengenai bangkitnya industri Jepang pasca Perang
Dunia II.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Faktor Bangkitnya Industri Jepang


Pada abad ke-20, Jepang bangkit dari reruntuhan perang dengan tekad yang kuat untuk
membangun kembali dirinya menjadi kekuatan ekonomi yang tangguh. Beberapa faktor
yang saling terkait dan sinergis menjadi pendorong utama di balik keberhasilan bangkitnya
industri Jepang. Adapun faktornya sebagai berikut.
a. Karakteristik Sosial Budaya Bangsa Jepang
Masyarakat Jepang sangat menghargai peranan kelompok dalam masyarakat.
Apresiasi terhadap kelompok menjadi lebih dominan dibandingkan apresiasi
terhadap individu. Konsep demikian juga berlaku dalam kehidupan berumah tangga
di Jepang. Fungsi anggota di dalam kelompok tidak ditentukan secara tegas, hal ini
dikarenakan ketegasan tersebut berada pada tujuan dan fungsi dari kelompok. Oleh
sebab itu, seorang anggota kelompok dapat diminta untuk mengerjakan apapun yang
dibutuhkan oleh kelompok (Suryohadiprojo, 1987: 43).
b. Nilai Luhur Bangsa Jepang
Sifat dan karakteristik masyarakat Jepang juga banyak dipengaruhi oleh
leluhurnya. Nilai-nilai luhur dari para samurai (bushido) masih diterapkan hingga
zaman sekarang. Bushido adalah 7 kode etik samurai yang tumbuh sejak lahirnya
samurai di Jepang, hal ini meliputi kejujuran, keberanian, murah hati, kesopanan,
kesungguhan, kehormatan, dan kesetiaan (Suryohadiprojo, 1987: 49). Ada juga
konsep Kaizen atau perbaikan berkelanjutan menjadi filosofi yang mencerminkan
tekad untuk mencapai standar kualitas tinggi. n. Konsep kaizen cara berpikirnya
berorientasi pada proses, sedangkan cara berpikir negara-negara Barat lebih
cenderung tentang pembaharuan yang berorientasi pada hasil (Imai, 2005:11). Selain
itu, dengan upaya bersama dan semangat untuk menghadapi tantangan, mereka
meresapi arti sejati dari Kizuna (ikatan emosional) dan membuktikan bahwa melalui
kerja keras dan kemandirian, bangsa Jepang dapat membangun masa depan yang
lebih cerah.
c. Pemerintah Jepang
Peran pemerintah Jepang dalam meningkatkan industri pada pasca Perang
Dunia II sangat signifikan dan mencakup berbagai kebijakan serta inisiatif yang

3
mendukung pertumbuhan ekonomi. Kementrian perdagangan internasional dan
industri atau yang disebut dengan METI (Ministry of Economy, Trade and Industry)
adalah pihak yang memiliki jasa terbesar dalam meningkatnya ekonomi Jepang.
Pemerintah melalui METI merilis beberapa aturan yang dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Jepang, salah satunya adalah memfokuskan pengembangan
industri di sektor industri berat seperti alat elektronik dan juga kendaraan bermotor.
Selain itu, Perdana Menteri Jepang sekaligus mantan menteri METI yaitu
Hayato Ikeda membuat kebijakan Income Doubling Plan. Kebijakan tersebut
berfungsi untuk menargetkan pendapatan negara sebanyak dua kali lipat dalam
waktu 10 tahun pada tahun 1960-1970 (Japanese Prime Ministers and Their Peace
Philosophy: 1945 to the Present, 2022: 111-117). Untuk merealisasikan hal tersebut,
Hayato Ikeda menerapkan beberapa aturan seperti memberikan keringanan pajak,
mengalihkan fokus investasi pemerintah ke industri yang strategis, meningkatkan
ekspor barang, dan menggencarkan industri di sektor industri berat. Hayato Ikeda
juga menetapkan target rata-rata pertumbuhan ekonomi Jepang sebanyak 7,2% per-
tahun sampai 10 tahun kedepan. Berkat strategi yang ia kerahkan, peningkatan
ekonomi Jepang ada di atas 10% per tahunnya yang berarti melebihi target awal yang
ia tetapkan. Sehingga rencananya untuk meningkatkan pendapatan negara sebanyak
2 kali lipat dalam 10 tahun bisa tercapai dalam waktu 7 tahun saja.
d. Konglomerat Jepang
Peran konglomerat atau kelompok perusahaan besar dalam pengembangan
industri Jepang setelah Perang Dunia II sangat signifikan. Kelompok konglomerat
tersebut biasa dikenal sebagai Zaibatsu yang terdiri dari beberapa perusahaan besar
yang menguasai banyak sektor industri di Jepang seperti Mitsubishi, Sumitomo,
Mitsui dan Yasuda (Morck dan Nakamura, 2005). Setiap zaibatsu memiliki struktur
hierarki yang unik, dan perusahaan inti dalam zaibatsu ini biasanya memiliki kontrol
atau kepemilikan yang signifikan terhadap anak perusahaannya.
Namun, Zaibatsu dibubarkan oleh Amerika saat menduduki Jepang untuk
mencegah adanya monopoli dengan membuat larangan monopoli dan penerapan
pasar bebas. Peraturan ini ditetapkan pada tahun 1947 yaitu tahun yang sama
diberlakukannya konstitusi 1947 (Surajaya, 2001: 143). Setelah Amerika
meninggalkan Jepang, pemerintah memberikan keringanan terkait larangan
monopoli yang ada sehingga para konglomerat membentuk kelompok kembali dan
membuat suatu sistem yang disebut dengan Keiretsu. Keiretsu adalah sebuah sistem

4
dimana sebagian kecil saham suatu perusahaan dibagikan kepada perusahaan lain
dengan tujuan untuk melindungi satu perusahaan dengan perusahaan lain dan bekerja
sama untuk mendapatkan keuntungan bersama. Keiretsu sendiri terdiri dari
Mitsubishi, Mitsui, Sumitomo, Fuyo, Sanwa, dan Dai-Ichi Kangyo Bank (DKB)
yang merupakan The Big Six Company (Miyashita dan Russell, 1994, 36). Dengan
adanya hubungan kerjasama dan integritas yang tinggi, perusahaan-perusahaan
tersebut menjadi sukses di kancah internasional dan membawa dampak yang
signifikan pada ekonomi Jepang.
e. Masyarakat Jepang
Peran masyarakat Jepang dalam membangkitkan industri pasca Perang Dunia II
sangat penting. Masyarakat Jepang terlibat secara aktif dalam upaya pembangunan
ekonomi dan rekonstruksi nasional, menunjukkan semangat kemandirian, kerja
keras, dan solidaritas. Masyarakat Jepang, dari berbagai lapisan dan usia, merespon
panggilan untuk bekerja keras dan bersatu. Di seluruh negeri, warga Jepang
berpartisipasi dalam proyek rekonstruksi, memberikan tenaga kerja, dan
berkontribusi pada upaya pemulihan. Di setiap kota dan desa, mereka membantu
membersihkan reruntuhan, membangun kembali rumah yang rusak, dan mendukung
pembangunan kembali infrastruktur.
Partisipasi aktif dalam organisasi sosial dan ekonomi, seperti serikat pekerja dan
kelompok industri, menjadi sarana efektif untuk menyuarakan kebutuhan dan
keinginan masyarakat. Dengan dialog terbuka antara pemerintah, perusahaan, dan
warga, mereka bersama-sama membentuk visi untuk masa depan yang lebih baik.
Melalui keterlibatan dan semangat kemandirian masyarakat, Jepang berhasil
membangun kembali ekonominya dan menjadi salah satu kekuatan ekonomi
terkemuka di dunia.

2.2 Naiknya Perekonomian Jepang


Pada tahun 1949, Joseph Morell Dodge yang merupakan seorang ekonom asal Amerika
Serikat menerapkan kebijakan ekonomi Dodge Line untuk menjaga kestabilitasan
perekonomian Jepang. Kebijakan ini berupa penghentian pinjaman yang tidak tepat sasaran,
pelaksanaan kewajiban perpajakan yang lebih efisien, pengurangan intervensi pemerintahan
terhadap aktivitas perekonomian, penyeimbangan anggaran negara untuk mengurangi
defisit, serta pematokan nilai tukar mata uang Yen Jepang (¥) terhadap US$ di angka ¥360
(US$1=¥ 360).

5
Setelah pelaksanaan Dodge Line, pemerintah Jepang terus melakukan restrukturisasi
dan reformasi di berbagai sektor, seperti sektor industri dan pertanian, peningkatan taraf
hidup dan hak-hak tenaga kerja, penerapan kebijakan ekonomi yang meluas, juga
pengembangan teknologi dan industri untuk meningkatkan produktivitas perekonomian.
Ada beberapa periode yang memperlihatkan perkembangan ekonomi Jepang, antara lain:
a. Era Pertumbuhan Ekonomi Tinggi (dari tahun 1950-an sampai dengan awal 1970-an)
Menurut Winda, pecahnya Perang Korea pada tahun 1950, menciptakan
permintaan yang sangat besar terhadap barang-barang produk Jepang dan memicu
dorongan investasi bagi aktivitas ekonomi dalam jangka panjang. Jepang mulai
menerapkan kebijakan ekspor yang kuat meskipun investasi pada pabrik dan peralatan
didorong oleh perluasan pasar domestik (Winda, 2015).
Terdapat beberapa kebijakan yang mencerminkan situasi politik negara Jepang,
Doktrin Yoshida adalah salah satu kebijakannya. Doktrin Yoshida ditujukan untuk
meningkatkan perekonomian Jepang, dengan tetap mempertahankan sistem pertahanan
Jepang yang tidak diperbolehkan mempunyai militer sesuai undang-undang. Dengan
demikian, kekuatan ekonomi menjadi peran penting bagi negara Jepang. Jepang mulai
mengalirkan bantuan ekonomi ke asia Tenggara pada tahun 1950 sampai 1960-an.
Jepang mempersiapkan Asia Tenggara sebagai salah satu pasar bagi ekspor barang-
barang yang diproduksinya.
Masa periode emas Jepang terjadi pada periode 1950 sampai 1970 awal. Pada
era ini, perekonomian Jepang dikenal dengan istilah miracle economy karena angka
pertumbuhan ekonomi rata-rata Jepang per tahun mencapai lebih dari 10%. Kehidupan
ekonomi keluarga kelas menengah di Jepang mulai membaik pada tahun 1960. Bisa
terlihat dari semakin banyaknya keluarga kelas menengah Jepang yang mempunyai alat
elektronik seperti mesin cuci, televisi dan kulkas. Tidak hanya itu, mereka juga
mempunyai kendaraan pribadi seperti mobil, untuk bepergian. Keluarga menengah
Jepang juga banyak yang tinggal di apartemen sewa di Jepang.
Perjanjian San Fransisco disahkan pada 28 April 1952. Perjanjian ini mulai
efektif sekaligus memulihkan kembali kedaulatan Jepang. Angkatan bersenjata Jepang
dibentuk kembali sebagai pasukan bela diri pada tahun 1954. Lalu pada tahun 1956,
Jepang bergabung dengan PBB. Pemulihan ekonomi Jepang diikuti dengan derasnya
arus masuk pengaruh kebudayaan Amerika ke Jepang.

6
b. Era Oil Shock, Economic Booming, dan Bubble Economy (1970-an hingga akhir 1980-
an)
Pada awal tahun 1970-an, laju pertumbuhan ekonomi Jepang yang pesat mulai
melambat, seiring dengan melonjaknya harga minyak bumi yang diimpor, biaya tenaga
kerja meningkat, nilai mata uang nasional, yen, meningkat terhadap mata uang asing,
dan permintaan global terhadap barang-barang Jepang melemah. Selain itu, distorsi
akibat laju pertumbuhan yang cepat mulai terlihat standar hidup Jepang belum
meningkat secepat perekonomian secara keseluruhan pada saat itu, sebagian besar
disebabkan oleh tingginya persentase investasi kembali modal pada tahun-tahun
tersebut, tetapi Jepang juga berada di bawah tekanan yang semakin besar dari mitra
dagangnya (terutama Amerika Serikat) untuk membiarkan yen lebih terapresiasi
nilainya dan meliberalisasi pembatasan impor yang ketat yang telah diberlakukan untuk
melindungi pasar domestik Jepang.
Menurut Chakraborty, pada awal 1980-an, perekonomian Jepang mengalami
booming economy yang ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah
tangga, semakin banyaknya tenaga kerja terdidik dan terampil, tingginya laba sektor
swasta, meningkatnya investasi di sektor industri, stabilnya situasi politik dalam negeri,
serta semakin besarnya peran teknologi dan inovasi dalam perekonomian (Chakraborty,
2009). Meskipun demikian, pencapaian di atas membuat aktivitas ekonomi Jepang
menjadi kurang terkontrol, salah satu contohnya yaitu sektor perbankan yang terlalu
mudah memberikan kredit.
Tahun 1989, perekonomian Jepang memasuki fase bubble economy, di mana
harga properti meningkat terlalu tajam dan diikuti kenaikan harga saham yang terlalu
tinggi, serta pembangunan infrastruktur pedesaan yang massif karena anggaran yang
digunakan terlalu besar tanpa adanya pertimbangan.

2.3 Kondisi Masyarakat Perkotaan


Prestasi Jepang tidak bisa dipisahkan dari peran pemerintahnya. Mulai dari kebijakan
investasi, koordinasi, dan perencanaan, pemerintah memberikan dukungan penuh.
Pemerintah bersikap reseptif dalam melindungi dunia usaha yang memasuki pasar baru dan
mendukung kelangsungan usahanya dalam jangka panjang. Di sini, sektor publik dan swasta
berkolaborasi dengan baik (melalui tarif, kebijakan non-tarif, atau subsidi) agar dunia usaha
dapat bersaing di pasar global. Selain itu, pemerintah bertindak sebagai penjaminan bagi

7
bank komersial lain dimana suatu industri mendapat pendanaan melalui Bank of Japan. Arah
dan tahapan pertumbuhan industri juga diperhatikan oleh pemerintah.
Menurut Wahyuni, Jepang menghabiskan sekitar tujuh tahun di bawah sekutu pimpinan
AS setelah kekalahannya dalam Perang Dunia II. Jepang fokus pada pembangunan industri
dan ekonominya selama pendudukan AS. Hal ini dicapai dengan kerja keras dan fokus,
sehingga memungkinkan Jepang dengan cepat berkembang menjadi negara industri yang
dapat dibandingkan dengan negara-negara maju sebelumnya.
Tingkat kelahiran yang stabil, yang diperkirakan kurang dari 1% per tahun, mendukung
peningkatan GNP (Gross National Product) per kapita. Populasi Jepang adalah sekitar 94
juta pada tahun 1960an. Pembatasan yang lebih longgar terhadap aborsi dan saran
pengendalian kelahiran secara umum telah berkontribusi terhadap penurunan angka
kelahiran tahunan. Pada umumnya keluarga di kota besar hanya memiliki dua orang anak.
Karena mereka tinggal di apartemen dengan sedikit kamar, apartemen dengan ruang tamu
seluas 125 kaki persegi (12 meter persegi) yang kebanyakan dengan fasilitas bersama, orang
Jepang sangat menyadari hal ini.
Namun, kehidupan perkotaan juga membawa perubahan dalam keluarga tradisional
Jepang dan hubungan gender. Posisi perempuan membaik, karena kini semakin banyak
perempuan yang mengenyam pendidikan sekolah menengah atas dan perguruan tinggi.
Angka putus sekolah jarang terjadi di Jepang karena hampir semua keluarga mampu
menyekolahkan anak mereka ke perguruan tinggi. 90% penduduknya mampu
menyelesaikan sekolah menengah atas, dan sebagai hasilnya, 30% dari mereka dapat
melanjutkan ke perguruan tinggi. Karena itu, Jepang lebih baik dibandingkan negara-negara
Eropa (Wahyuni dkk., 2018).
Peningkatan standar hidup dan hiburan yang dapat diperoleh dengan uang bagi
masyarakat perkotaan Jepang dengan berkunjung dan berbelanja di department store yang
bagus, area perbelanjaan, bioskop, kedai kopi, bar, klub malam, dan restoran. Generasi
muda perkotaan Jepang khususnya terkenal karena konsumsi mereka yang mencolok dan
kegemaran mereka terhadap tren dan mode yang dengan cepat masuk dan keluar dari mode.
Pada artikel Britannica, dampak budaya Amerika ada dimana-mana. Kaum muda perkotaan,
khususnya, sangat menyukai musik jazz dan rock, mesin pinball, minuman ringan dan
makanan cepat saji Amerika, bisbol, dan hubungan sosial yang lebih bebas yang menjadi
ciri pola Amerika. Mode pakaian dan dandanan Amerika dengan cepat ditiru. Hampir setiap
tren Amerika, mulai dari hula hoop hingga layang layang, diikuti oleh masyarakat Jepang.

8
Orang Jepang sangat menggemari olahraga dan merupakan pesaing olahraga yang
memiliki semangat tinggi. Bisbol diperkenalkan ke Jepang pada tahun 1870-an dan segera
menjadi olahraga tim favorit negara Jepang. Banyak olahraga lain yang diperkenalkan ke
Jepang pada zaman Meiji seiring dengan meningkatnya kontak dengan Barat, termasuk
olahraga tim seperti bola basket, bola voli, dan sepak bola dan juga lebih banyak aktivitas
individu seperti golf, tenis, dan bulu tangkis. Selain memperkenalkan olahraga, Jepang telah
mengembangkan beberapa gaya kompetisi berdasarkan bushido, tradisi bela diri samurai.
Yang menonjol di antaranya adalah kendo, judo, dan karate (Japan - Economic
Transformation, Industrialization, Modernization | Britannica, t.t.).
Jepang yang merupakan negara maju, telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang
sangat pesat, hal ini juga didukung oleh melimpahnya sumber daya manusia di negara
tersebut. Meskipun demikian, laju pertumbuhan penduduk Jepang yang mengalami
penurunan setiap tahunnya berdampak pada kualitas sumber daya manusia negara tersebut.
Banyak anak muda di Jepang yang menganut budaya gila kerja.
Kemandirian dan hak-hak perempuan dimungkinkan oleh gerakan feminis yang mulai
mengakar di Jepang pada abad ke-19. Kebangkitan feminisme di Jepang selama Periode
Meiji (1868–1912) berdampak signifikan terhadap kesetaraan gender, pendidikan, dan tren
mode. Keputusan untuk tidak memiliki anak disebabkan oleh beberapa faktor sulit, salah
satunya adalah tingginya biaya hidup terkait banyaknya pekerja Jepang di wilayah
metropolitan.
Mayoritas penduduk desa sebenarnya melakukan perpindahan dari kehidupan pedesaan
ke perkotaan dengan tekanan sosial yang lebih sedikit dibandingkan di Eropa dan Amerika.
Kenakalan remaja menunjukkan peningkatan, namun tingkat kejahatan secara keseluruhan
masih rendah. Kesenjangan antara generasi muda dan generasi tua sering kali menonjolkan
cara generasi memandang masyarakat. Bagi banyak generasi tua, budaya baru ini
melambangkan kemerosotan moral, yang mereka kaitkan dengan sistem pendidikan pasca
perang, sedangkan bagi generasi muda, generasi tua sepertinya tidak lagi memahami realitas
baru yang dihadapi Jepang.

9
BAB III
KESIMPULAN

Setelah melalui perjalanan panjang dari keterpurukan pasca perang hingga menjadi
salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia, perkembangan industri Jepang pasca Perang
Dunia II menyiratkan peran yang krusial dari berbagai faktor, baik dari segi pemerintah,
masyarakat, maupun sektor swasta. Kesuksesan ini tidak hanya mencerminkan kemampuan
adaptasi dan inovasi, tetapi juga semangat kolektif untuk membangun kembali negeri yang
hancur.
Pemerintah Jepang memiliki peran utama dalam mengarahkan dan membimbing proses
pembangunan ekonomi pasca Perang Dunia II. Dengan mengimplementasikan kebijakan
progresif, seperti Income Doubling Plan dan strategi ekonomi progresif, mereka memberikan
landasan yang kuat bagi pertumbuhan sektor industri. Peran konglomerat dalam mengelola dan
mendukung pertumbuhan industri tidak bisa diabaikan. Kemitraan strategis antara pemerintah,
perusahaan, dan kelompok bisnis besar menciptakan sinergi yang mendorong inovasi,
diversifikasi, dan efisiensi. Peran masyarakat Jepang dalam pemulihan ekonomi juga tidak
kalah penting dibanding faktor yang lainnya. Dari pekerja pabrik hingga petani, semangat
kemandirian dan kerja keras meresapi setiap lapisan masyarakat. Keterlibatan aktif dalam
rekonstruksi infrastruktur, pendidikan, dan pelatihan kerja membentuk dasar yang kokoh untuk
pembangunan ekonomi.
Dapat disimpulkan bahwa bangkitnya industri Jepang pasca Perang Dunia II adalah
cermin dari kombinasi efektif antara keputusan pemerintah yang bijaksana, semangat
kemandirian masyarakat, dan kreativitas sektor bisnis. Keberhasilan ini menandai sebuah kisah
inspiratif tentang bagaimana negara yang terpuruk dapat bangkit melalui kerjasama dan tekad
yang kokoh. Meskipun tantangan akan terus ada, fondasi yang telah dibangun sejak era pasca
perang akan terus menjadi pendorong pertumbuhan dan inovasi di masa depan. Dengan
merenung pada perjalanan ini, kita dapat memahami bahwa kolaborasi antara pemerintah,
masyarakat, dan sektor swasta adalah kunci untuk mencapai keberlanjutan dan kemakmuran
dalam era pasca perang.

10
DAFTAR PUSTAKA

Addicott, D. A. (2017). The Rise and Fall of the Zaibatsu: Japan's Industrial and Economic
Modernization. Global Tides, 11(1), 5.
Akimoto, D. (2022). Hayato Ikeda: The Income Doubling Plan and Peace Through Prosperity
Initiative. In Japanese Prime Ministers and Their Peace Philosophy: 1945 to the Present
(pp. 111-117). Singapore: Springer Singapore.
Chakraborty, S. (2009). The boom and the bust of the Japanese economy: A quantitative look

at the period 1980–2000. Japan and the World Economy, 21(1), 116–131.

Japan—Economic Transformation, Industrialization, Modernization | Britannica. (t.t.). Diambil 21

November 2023, dari https://www.britannica.com/place/Japan/Japan-since-1945

Matsui, Y. (2007). An empirical analysis of just-in-time production in Japanese manufacturing


companies. International Journal of production economics, 108(1-2), 153-164
Masaki Imai. (2005). Budaya Kaizen. Jakarta: Pustaka Utama.
Miyashita, K., & Russell, D. (1994). Keiretsu: Inside the hidden Japanese conglomerates.
Reischauer, E. O. (1969). Japan Past and Present. New York: Alfred A. Knopf.
Surajaya, I Ketut (2001). Pengantar Sejarah II. Depok, Universitas Indonesia.
Suryohadiprojo, S. (1982). Manusia dan masyarakat Jepang dalam perjoangan hidup. Jakarta :
UIP
Takada, M. (1999). Japan’s economic miracle: underlying factors and strategies for the
growth. Professor Wylie, 18.
Wahyuni, S., S, L. A., & Wahyuni, S. (2018). Perkembangan Pendidikan di Negara Jepang

Pasca Perang Dunia II dan Relevansinya Terhadap Pembelajaran Sejarah di Sekolah

Menengah Atas. Jurnal CANDI, 18(2), Article 2.

Widarahesty, Y., & Ayu, R. (2014). Perkembangan peran dan fungsi Zaibatsu (kongsi dagang)
dalam bidang politik dan pemerintahan Jepang sebelum PD II sampai pasca PD II.
Jurnal AL-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial, 1(4), 259-272.
Winda, A. (2015). Perang Korea Sebagai Awal Kebangkitan Ekonomi Jepang Pasca Perang

Dunia II (1950-1960-an) [Other, Unsada]. http://repository.unsada.ac.id/cgi/oai2

11

Anda mungkin juga menyukai