Anda di halaman 1dari 39

EKONOMI PEMBANGUNAN (EKI 211)

STRUKTUR EKONOMI DI NEGARA BERKEMBANG SERTA CORAK DAN


PERMASALAHAN EKONOMI DI NEGARA BERKEMBANG

Dosen Pengampu: Ni Kadek Eka Jayanthi, S.E., M.Si

Oleh:
Kelompok 3

1. I Gusti Ayu Mira Ananda Putri (2107511065)/04


2. Ni Made Dewi Puspita Sari (2107511117)/13
3. Ni Luh Gede Sumas Windari (2107511130)/14
4. Caroeliene Mutiara Diva Savitri (2107511135)/15
5. Ni Putu Pradistya Dewiani (2107511137)/16
6. Komang Tri Cahayani Febriyanti (2107511139)/17

PROGRAM STUDI SARJANA EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunianya yang memberikan kesehatan dan kesempatan bagi kami sehingga dapat
menyelesaikan paper ini dengan tepat waktu.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ni Kadek Eka
Jayanthi,S.E., M.Si selaku dosen pengajar mata kuliah ini dan telah memberikan arahan dalam
penyelesaian paper ini. Paper ini disusun dengan harapan memberikan wawasan dan
pengetahuan dalam pembelajaran “Struktur Ekonomi Di Negara Berkembang Serta Corak
Dan Permasalahan Ekonomi Di Negara Berkembang”.
Kami menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan dan juga kritik yang membangun agar nanti
paper ini bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Kami berharap paper ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang membaca. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Om Shanti Shanti Shanti Om.

Jimbaran, 19 Maret 2023

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 2

1.3. Tujuan Penulisan .............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3

2.1. Struktur Ekonomi Di Negara Berkembang......................................... 3

2.2. Permasalahan Ekonomi Di Negara Berkembang ............................... 6

2.3 Permasalahan Pertanian Tradisional Di Negara Berkembang ........... 10

2.4 Perubahan Struktur Ekonomi ......................................................... 15

2.5 Perubahan Struktur Dari Adanya Industri ...................................... 20

2.6 Studi Kasus .................................................................................. 22

BAB III PENUTUP...................................................................................... 34

3.1 Kesimpulan ................................................................................... 34

3.2 Saran............................................................................................. 35

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 36

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suatu kesadaran bahwa proses pembangunan ekonomi akan membawa dampak
pada perubahan struktur ekonomi telah dirasakan oleh para ahli ekonomi. Dalam beberapa
tulisannya A.G.B. Fisher dalam International Labour Review pada tahun 1935
mengemukakan gagasannya bahwa kategorisasi negara-negara dapat ditentukan
berdasarkan berdasarkan persentase tenaga kerja yang bekerja di sektor primer, sekunder
dan tersier. Ide ini kemudian dielaborasikan oleh Clark dengan mengumpulkan data
statistik mengenai tenaga kerja yang bekerja disektor primer, sekunder, dan teriser di
beberapa negara. Hasil analisisnya menunjukan kecenderungan bahwa semakin tinggi
tingkat pendapatan suatu negara semakin kecil tenaga kerja yang bekerja di sektor primer,
dan sektor industri menjadi semakin besar dalam menyediakan tenaga kerja. Beberapa ahli
ekonomi pembangunan lainnya seperti Kuznet, Chenery, Syrquin dan lain -lainnya.
Semkain insentif dalam melakukan studi mengenai pola perubahan struktur ekonomi
dalam proses-proses pembangunan ekonomi di beberapa negara berkembang. Kuznets
tidak saja memfokuskan pada perubahan persentase penduduk yang bekerja di berbagai
sektor dan subsektor ekonomi tetapi juga menjelaskan perubahan konstribusi sektor dan
subsektor ekonomi terhadap pembentukan pendapatan nasional. Chernez memfokuskan
pada corak perubahan kontribusi berbagai sektor dan industri dalam subsektor industri
pengelolaan terhadap pendapatan nasional. Sedangkan Syirquin lebih memfokuskan pada
analisa mengenai pola pertumbuhan dan akumulasi dari model multisectoral di beberapa
negara dengan menggunakan simulasi pola perubahan struktural melalui proses analisis.
Pertumbuhan ekonomi menjadi target utama dalam pembangunan. Pembangunan
harus memcerminkan perubahan secara total masyarakat atau kebutuhan dasar dan
keinginan individual maupun kelompok kelompok sosial yang ada didalamnya untuk
bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, sec ara material
maupun spiritual (Todaro, 2003). Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses mutlak
yang dilakukan oleh suatu bangsa dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
seluruh bangsa tersebut. Hal ini di Indonesia yang salah satunya sebagai negara yang
berkembang masih mengalami ketertinggalan di bandingkan dengan negara -negara
industri maju dalam pembangunan ekonominya yang masih mengharuskan pemerintah

1
untuk mengambil peranan sebagai penggerak pembangunan ekonomi nasional.
Pertumbuhan ekonomi daerah berkaitan erat dengan kenaikan produksi barang dan jasa,
yang diukur dengan besaran dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan juga
sebagai indikator untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu daerah dalam suatu periode
tertentu. Data PDRB juga menggambarkan kemampuan daerah mengelola sumber daya
pembangunan yang dimilikinya. Oleh karena itu besaran PDRB setiap daerah bervariasi
sesuai dengan potensi yang dimiliki dan faktor produksi masing-masing daerah.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan paper ini yakni,


1 Bagaimana struktur ekonomi di negara berkembang ?
2 Apa saja permasalahan-permasalahan ekonomi yang terjadi di negara berkembang ?
3 Bagaimana permasalahan pertanian tradisional di negara berkembang?
4 Bagaimana terjadinya perubahan struktur ekonomi ?
5 Bagaimana perubahan struktur dari adanya industri?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan paper ini yakni,


1 Untuk mengetahui dan memahami mengenai struktur ekonomi dan negara berkembang.
2 Untuk mengetahui dan memahami mengenai permasalahan ekonomi yang terjadi di
negara berkembang.
3 Untuk mengetahui dan memahami mengenai permasalahan pertanian tradisional di negara
berkembang.
4 Untuk mengetahui dan memahami mengenai perubahan struktur ekonomi.
5 Untuk mengetahui dan memahami mengenai perubahan struktur dari adanya industri.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Struktur Ekonomi Di Negara Berkembang


Struktur ekonomi digunakan untuk menunjukkan susunan atau urutan sektor-
sektor ekonomi dalam suatu perekonomian. Struktur ekonomi juga merupakan
implementasi dari sistem ekonomi yang ada, yang memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan negara melalui pembangunan ekonomi dan pertumbuhan
pendapatan nasional. Struktur perekonomian dapat dilihat dari empat sudut tinjauan,
yaitu tinjauan makro-sektoral, tinjauan keuangan, tinjauan penyelenggaraan
kenegaraan, dan tinjauan birokrasi pengambilan keputusan. Tinjauan makro sektoral
dan tinjauan keuangan adalah merupakan tinjauan ekonomi murni sedangkan tin jauan
kenegaraan dan tinjauan birokrasi pengambilan keputusan adalah tinjauan di bidang
politik.
Ada dua macam struktur ekonomi dalam suatu perekonomian. Dua macam
struktur tersebut merupakan struktur ekonomi yang dominan atau yang diandalkan.
Struktur ekonomi dominan atau andal adalah struktur ekonomi yang menjadi sumber
mata pencaharian sebagian besar penduduk serta menjadi penyerap tenaga kerja yang
terbesar. Struktur ekonomi yang dominan atau andal dapat juga diartikan sebagai
struktur ekonomi yang memberikan sumbangan terbesar terhadap produk nasional
dengan laju pertumbuhan yang tinggi, yang menjadi ciri khas dari suatu perekonomian.
Kedua struktur tersebut yaitu diatarnya:
1. Struktur Agraris: Struktur agraris, adalah struktur ekonomi yang didominasi oleh
sektor pertanian. Dalam struktur agraris sektor pertanian menjadi sumber mata
pencaharian sebagian besar penduduknya. Pada umumnya negara-negara
berkembang (developing countries) termasuk Indonesia disebut negara agraris dan
negara-negara yang termasuk negara-negara belum berkembang (under developed
countries) yang pertaniannya masih sangat tradisional dikategorikan negara agraris
tradisional.
2. Struktur Industri: Struktur industri adalah struktur ekonomi yang didominasi oleh
sektor industri. Sebagian besar produk domestik dan laju pertumbuhan ekonomi
disumbangkan oleh sektor industri. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat,

3
Jerman, Inggris, Perancis, Italia, Jepang dan Kanada termasuk dalam negara
industri.
Pertanian merupakan sumber pencaharian utama bagi sebagian orang di negara
berkembang, selain itu masyarakat miskin pedesaan di negara berpenghasilan rendah
dan menengah, yang penghidupannya bergantung secara langsung atau tidak
langsung pada pertanian. Di negara-negara berkembang, sektor pertanian memainkan
peran yang sangat penting dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
dibandingkan dengan perekonomian negara-negara maju yang memiliki ekonomi lebih
tersertifikasi.
Pertanian dapat mengurangi kemiskinan dan kelaparan di banyak negara
berkembang. Pengentasan kemiskinan terjadi secara langsung melalui dampak
pertumbuhan pertanian terhadap lapangan kerja dan profitabilitas pertanian, sedangkan
secara tidak langsung, dengan meningkatkan produksi pertanian, mendorong
penciptaan lapangan kerja di sektor non-pertanian sebagai respons terhadap
peningkatan permintaan domestik. Ada dua negara berkembang yang masih
menerapkan struktur agraris sebagai mata pencaharian utama yaitu China dan
Indonesia.
China adalah negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia dengan
jumlah 1,41 miliar jiwa pada tahun 2022. Selain jumlah penduduk yang banyak, China
juga memiliki luas wilayah yang besar. Secara total, China memiliki luas wilayah
sebesar 9,5 juta km persegi. Kebijakan pertanian China dibagi ke dalam dua era. Era
pertama dimulai dari China terbentuk menjadi sebuah negara pada tahun 1949 hingga
pada tahun 1978. Pada era ini kebijakan pertanian China mengikuti gaya Soviet yang
sangat tersentralisasi sekali. Perubahan terjadi pada tahun 1978 yaitu pada saat Deng
Xiaoping menjadi pemimpin China. Reformasi dibidang ekonomi dilakukan, termasuk
juga tentunya dibidang pertanian. Reformasi yang dilakukan oleh China itu meliputi
reformasi sistem produksi, sistem harga, hingga sistem pasar bagi sektor pertanian.
Reformasi ini kemudian berhasil mendorong perekonomian China, GDP China tumbuh
rata-rata diatas 9% per tahun. Pada tahun 2001 China mulai bergabung dengan WTO,
hal ini kemudian membuat kebijakan China di sektor pertanian kembali berubah.
Sebelumnya China juga sudah mendukung sektor pertaniannya, akan tetapi pada
periode ini sistem subsidi baru mulai diperkenalkan. Puncaknya, pada tahun 2006
sistem subsidi baru tersebut mulai diterapkan. Pajak atas pertanian kemudian
dihapuskan dan China semakin giat meningkatkan subsidinya untuk mendukung sektor
4
pertaniannya dengan memberikan subsidi input pertanian berupa mesin -mesin
pertanian, pupuk, dan benih bermutu.
Indonesia dikenal sebagai sebuah negara agraris yang memiliki lahan begitu luas
yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai mata pencaharian. Namun
sektor agraris atau pertanian di Indonesia tidak hanya dapat digunakan sebagai mata
pencaharian penduduk saja, akan tetapi juga dapat digunakan untuk meningkatkan
perekonomian Indonesia. Daya saing komoditas pertanian Indonesia menempati posisi
yang cukup tinggi di pasar internasional. Menurut buku yang dituliskan oleh Yustika
mengenai “Konsep Ekonomi Kelembagaan Perdesaan, Pertanian & Kedaulatan
Pangan”, dalam laporan yang diterbitkan oleh The Economist, tercatat ada 11 produk
pertanian Indonesia yang memiliki peringkat sangat baik di dunia. Produk lada putih
dan pala menempati peringkat satu dunia. Sedangkan, komoditas minyak sawit dan
karet masing-masing memiliki peringkat nomor dua dunia.Selanjutnya beras,cokelat,
dan lada hitam berada di peringkat tiga. Kopi dan total karet masing-masing duduk di
peringkat empat, kemudian teh dan biji-bijian masing-masing di peringkat enam di
dunia (Yustika, 2015). Pembangunan Pertanian di Indonesia tetap dianggap terpe nting
dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi
penyelamat perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya meningkat,
sementara sektor lain pertumbuhannya negatif. Menurut Budi Kolonjono, beberapa
alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia adalah:
a) Potensi sumberdaya yang besar dan beragam,
b) Pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar,
c) Besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini,
d) Menjadi basis pertumbuhan di pedesaan.
Menurut BPS sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mempunyai peranan
yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat
dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yaitu
sekitar 13,28 persen pada tahun 2021 atau merupakan urutan kedua setelah sektor
Industri Pengolahan. Pada masa pandemi, sektor pertanian merupakan sektor yang
cukup kuat menghadapi goncangan ekonomi dan ternyata dapat diandalkan dalam
pemulihan perekonomian nasional. Salah satu sub sektor yang cukup besar potensinya
adalah sub sektor perkebunan. Kontribusi sub sektor perkebunan dalam PDB yaitu
sekitar 3,94 persen pada tahun 2021 atau merupakan urutan pertama di sektor Pertanian,
Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian.
5
2.2 Permasalahan Ekonomi Yang Terjadi Di Negara Berkembang
Ada beberapa faktor penyebab terbatasnya perhatian, terhadap masalah
pembangunan ekonomi di negara berkembang sebelum perang dunia kedua, yaitu:
1. Kenyataan bahwa pada masa itu banyak negara berkembang yang sekarang masih
menjadi negara jajahan. Para penjajah pada umumnya tidak merasa perlu
memikirkan masalah pembangunan daerah jajahannya. Pada umumnya mereka
membangun daerah jajahannya dengan tujuan untuk menciptakan keuntungan bagi
negara mereka, bukan untuk menaikkan kesejahteraan penduduk daerah jajahan.
Oleh karena itu, kegiatan pembangunan yang dilakukan di daerah jajahan bertujuan
untuk menciptakan pasar bagi hasil industri yang berada di negara-negara penjajah,
atau untuk menyediakan bahan-bahan mentah yang diperlukan untuk industri
tersebut.
2. Kurangnya usaha dari para pemimpin masyarakat yang dijajah, untuk membahas
persoalan-persoalan pembangunan ekonomi, karena yang menjadi tujuan mereka
pada saat itu adalah memperjuangkan kemerdekaan.
3. Di kalangan para ahli ekonomi belum banyak yang melakukan penelitian dan
analisis tentang pembangunan ekonomi. Pada umumnya, ahli-ahli ekonomi barat
lebih memusatkan perhatian mereka pada masalah ekonomi dan pengangguran,
karena pada masa tiga dasawarsa pertama abad ini masalah pengangguran dan
depresi ekonomi merupakan masalah dunia.
2.2.1 Permasalahan Dasar Pembangunan Ekonomi Di Negara Berkembang
Dengan bertambah besarnya perhatian terhadap pembangunan ekonomi
setelah perang dunia kedua, para ahli ekonomi mulai melanjutkan
penyelidikannya mengenai perkembangan ekonomi suatu negara. Semua negara
yang ada di dunia, baik negara maju maupun negara sedang berkembang tentu
ingin melaksanakan pembangunan ekonomi. Salah satu tujuan melaksanakan
pembangunan ekonomi adalah untuk menaikkan pendapatan riil per kapita atau
paling tidak mempertahankan tingkat pendapatan yang telah dicapai. Ada tiga
permasalahan dasar yang dihadapi oleh negara sedang berkembang yaitu:
a) Berkembangnya ketidakmerataan pendapatan.
b) Kemiskinan.
c) Gap atau jurang perbedaan yang semakin lebar antara negara maju dengan
negara sedang berkembang.

6
Titik perhatian utama permasalahan dasar pembangunan ekonomi di
negara sedang berkembang adalah distribusi pendapatan atau kekayaan (assets)
yang tidak merata. Permasalahan ketidak merataan yang lebih luas tersebut
meliputi ketidak merataan kekuasaan, status, kondisi kerja, tingkat partisipasi,
kebebasan memilih, kebebasan mengeluarkan pendapat dan lain sebagainya.
Cara yang sederhana untuk mendeteksi masalah distribusi pendapatan adalah
dengan menggunakan kerangka analisis kemungkinan produksi. Untuk
menggambarkan analisis tersebut produksi barang dalam sebuah perekonomian
dibagi menjadi dua macam barang, yaitu:
1. Barang-barang kebutuhan pokok (necessity goods) seperti makanan pokok,
pakaian, perumahan sederhana, dan sebagainya.
2. Barang-barang mewah, seperti mobil mewah, rumah mewah, lemari es dan
lain sebagainya.
Dalam analisis ini, kita menggunakan asumsi bahwa produksi terjadi pada
batas kemungkinan produksi (di mana semua sumber daya digunakan secara
efisien). Dapat dijelaskan pada kurva berikut ini:

Gambar 2.1

Gambar 2.1
Production Posibility Curve
Sumber: Mulyani, D. E. (2019). Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BPFE.

Sumbu vertikal menunjukkan kelompok barang mewah, sedangkan


sumbu horisontal merupakan kelompok barang kebutuhan pokok. Production
Posibility Curve (PPC), menggambarkan kombinasi maksimum dari kedua
7
macam barang tersebut, yang dapat dihasilkan perekonomian itu dengan cara
menggunakan teknologi tertentu. Penjelasan mengenai penentuan kombinasi
antara barang pokok dan barang mewah pada gambar di atas, dengan GNP riil
yang sama ditunjukkan pada titik A dan titik B.
Pada titik A, lebih banyak barang mewah dan lebih sedikit barang
kebutuhan pokok yang dihasilkan. Sedangkan pada titik B, menghasilkan lebih
banyak barang kebutuhan pokok dan lebih sedikit barang mewah. Bagi negara-
negara yang berpendapatan rendah, kombinasi yang diharapkan adalah titik B,
di mana lebih banyak menghasilkan barang kebutuhan pokok dari pada barang
mewah. Adapun faktor penentuan utama dari kombinasi output (antara barang
mewah dengan barang kebutuhan pokok) dalam perekonomian pasar dan
campuran adalah tingkat permintaan efektif konsumen secara keseluruhan. Hal
ini disebabkan oleh posisi dan bentuk kurva permintaan masyarakat secara
keseluruhan, terutama sekali ditentukan oleh tingkat distribusi pendapatan
nasional. Dengan demikian untuk negara sedang berkembang di mana tingkat
GNP, dan pendapatan per kapitanya rendah, serta semakin timpang distribusi
pendapatannya maka permintaan agregat akan semakin dipengaruhi oleh
perilaku konsumsi orang-orang kaya. Oleh karena itu, posisi produksi dan
konsumsi adalah pada titik A, di mana lebih banyak barang mewah yang
dihasilkan dari pada barang kebutuhan pokok. Hal ini disebabkan karena orang
kaya biasanya proporsi pengeluarannya lebih banyak untuk barang mewah dari
pada barang kebutuhan pokok. Hal inilah yang menyebabkan di negara sedang
berkembang kelompok miskin akan semakin menderita.
Permasalahan pokok yang kedua adalah kemiskinan. Kemiskinan dapat
diamati sebagai kondisi anggota masyarakat yang tidak atau belum ikut serta
dalam proses perubahan karena tidak mempunyai kemampuan, baik
kemampuan pemilikan faktor produksi maupun kualitas faktor produksi yang
memadai, sehingga tidak mendapatkan manfaat dari hasil proses pembangunan.
Kemiskinan ini dapat ditimbulkan oleh dua hal, yaitu:
1. Kemiskinan yang bersifat alamiah atau kultural: kemiskinan yang
disebabkan karena suatu negara tersebut memang miskin. Jadi suatu negara
itu secara alamiah memang sudah miskin. Penyebab kemiskinan yang
bersifat alamiah ini biasanya disebut dengan lingkaran yang tak berwu jud
pangkal atau lingkaran perangkap kemiskinan (the vicious circles).
8
2. Kemiskinan struktural: kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan
masyarakat karena struktur sosial masyarakat tersebut tidak dapat ikut
menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi
mereka.
Permasalahan pokok yang ketiga adalah adanya jurang perbedaan yang
semakin lebar antara negara maju dengan negara sedang berkembang dimana
sering dikatakan bahwa negara kaya akan semakin kaya dan negara miskin akan
semakin miskin karena semakin banyak jumlah anak-anak yang menjadi
tanggungan. Permasalahan pokok tersebut, sesuai dengan ciri negara sedang
berkembang di antaranya yaitu pendapatan per kapita rendah, makanan, pakaian
dan perumahan kurang memenuhi syarat, kesehatan penduduk yang kurang
baik, sektor pertanian yang kurang produktif. Beberapa karakteristik inilah yang
menyebabkan negara sedang berkembang tidak mudah melaksanakan
pembangunan ekonomi, sampai saat ini negara sedang berkembang tetap
miskin, sehingga jurang perbedaan antara negara sedang berkembang dengan
negara maju semakin lebar. Adapun faktor lain yang menghambat ekonomi
negara berkembang yaitu:
a) Dualisme ekonomi: Di negara sedang berkembang pada umumnya berlaku
dua sistem ekonomi yang berlawanan, di mana sistem ekonomi yang satu
sudah bersifat modern, sedangkan sistem ekonomi yang lain masih bersifat
tradisional. Contoh: Di kota perekonomian sudah bersifat industri dan uang
sudah digunakan secara luas. Sedangkan di desa perekonomian masih pada
tingkat rendah (subsisten). Masih adanya beberapa daerah terpencil yang
hingga sekarang belum pernah mengadakan kontak dengan wilayah luar.
b) Iklim tropis: Pada umumnya negara berkembang berada di daerah iklim
tropis. Di daerah iklim tropis pada umumnya menyebabkan, kurangnya
usaha manusia. banyaknya penyakit, keadaan pertanian kurang
menguntungkan.
c) Kebutuhan yang tidak ekonomis: adalah sikap adat istiadat yang
menghalang-halangi penggunaan penuh dari tenaga manusia untuk
menaikkan tingkat hidupnya. Contoh, tindakan yang seringkali disertai
dengan selamatan (hal ini merupakan pemborosan), kurang adanya
mobilitas dalam kesempatan kerja, banyaknya kegiatan yang dilakukan
secara turun-temurun, di mana kegiatan ini sering merugikan.
9
d) Produktivitas rendah: rendahnya produktivitas banyak ditentukan oleh
kualitas sumber daya manusia (SDM) yang ada di negara sedang
berkembang.
e) Jumlah kapital yang sedikit: rendahnya kapital di negara sedang
berkembang disebabkan karena produktivitas tenaga kerja rendah maka
akan mengakibatkan pendapatan negara tersebut juga rendah, sehingga
tabungan sebagai sumber pembentukan kapital rendah. Keadaan ini sering
disebut dengan lingkaran setan (vicious circle).
f) Perdagangan luar negeri: Bagi negara sedang berkembang pada umumnya
ekspor mereka terdiri dari berbagai macam bahan mentah (produksi
primer). Produksi primer mempunyai elastisitas penawaran bersifat
inelastis, artinya apabila harga luar negeri naik jumlah yang ditawarkan
tidak dapat segera ditambah dan sebaliknya apabila harga luar negeri turun
jumlah yang ditawarkan tidak dapat dikurangi seketika itu juga
g) Ketidak sempurnaan pasar: Ketidak sempurnaan pasar adalah seperangkat
masalah yang menyangkut mobilitas faktor-faktor produksi, harga-harga
yang tidak luwes, tidak memperhatikan keadaan pasar, struktur sosial yang
tidak mudah berubah dan kurang adanya spesialisasi.

2.3 Permasalahan Pertanian Tradisional Di Negara Berkembang


Pertanian dalam arti luas terdiri dari lima sub sektor yaitu tanaman pangan,
perkebunan, perternakan, perikanan, dan kehutanan. Wilayah pedesaan yang bercirikan
pertanian sebagai basis ekonomi sedangkan wilayah perkotaan yang tidak lepas dari
adanya aktivitas ekonomi baik yang sifatnya industri, perdagangan maupun jasa
mengalami pertentangan luar biasa di dalam rata-rata pertumbuhan pembangunan.
Dengan kemajuan yang dicapai sektor pertanian tanamana pangan, maka pembangunan
sektor industri yang didukung sektor pertanian juga semakin maju. Untuk memnuhi
kebutuhan pangan nasional dari produksi dalam negeri nampaknya masih sangat sulit
untuk direalisasikan karena kompleiksnya kendala dan masalah yang dihadapi dalam
usaha tani untuk mencapai peningkatan produksi. Permasalahan -permasalahan dalam
pengembangan pertanian akhir-akhir ini disadari sebagai faktor yang menentukan
keberhasilan adopsi teknologi di tingkat petani. Diantara berbagai permasalahan yang
ada, kelembagaan merupakan faktor yang perlu dicermati untuk mengetahui
kelembagaan yang perlu mendapatkan prioritas berkaitan dengan upaya meningkatkan
10
usaha tani. Permasalahan umum yang dihadapi petani di lahan pertanian cukup
kompleks yang mengakibatkan rendahnya skala produksi dan mutu hasil diperoleh
petani.
Usaha tani merupakan satu-satunya ujung tombak pembangunan nasional yang
mempunyai peran penting. Upaya mewujudkan pembangunan nasional bidang
pertanian (agribisnis) masa mendatang merupakan sejauh mungkin mengatasi masalah
dan kendala yang sampai sejauh ini belum mampu diselesaikan secara tuntas sehingga
memerlukan perhatian yang lebih serius. Satu hal yang sangat kritis adalah bahwa
meningkatnya produktivitas pertanian (agribisnis) atau output selama ini belum disertai
dengan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan secara signifikan dalam usaha
pertanian. Petani sebagai unit agribisnis terkecil belum mampu meraih nilai tambah
yang rasional sesuai skala pertanian terpadu (integrated farming system). Oleh karena
itu persoalan membangun kelembagaan (institution) di bidang pertanian dalam
pengertian luas menjadi semakin penting, agar petani mampu melaksanakan kegiatan
yang tidak hanyak menyangkut on farm business saja, akan tetapi juga terkait erat
dengan aspek-aspek off farm agribussiness. Jika ditelaah walaupun telah melampaui
masa-masa krisis ekonomi nasional, saat ini sedikitnya kita masih melihat beberapa
kondisi yang dihadapi dalam usaha tani kita di dalam mengembangkan kegiatan usaha
produktivitasnya yaitu:
1) Kecilnya skala usaha tani: di Indonesia, masih sangat kecil sekali usaha tani,
sehingga menyebabkan kurangnya efesien produk. Hal-hal yang harus ditempuh
untuk mengatasi hal tersebut yaitu melalui pendekatan kerjasama kelompok
2) Langkanya permodalan untuk pembiayaan usahatani: kemampuan petani untuk
membiayai usaha taninya sangat terbatas sehingga produktivitasnya yang dicapai
masih dibawah produktivitas potensial. Maka, dilakukan pengembangan dan
mempertahankan beberapa penyerapan input produksi biaya rendah. Selain itu
penanganan pasca panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan langsung dari
masyarakat kepada petani sebagai pembiayaan usaha tani memang sudah
sepantasnya terlaksana, yang sudah berjalan sebaiknya dapat ditingkatkan kembali
oleh petani.
3) Kurangnya rangsangan: dengan adanya ketidak merataan dan ketidak adilan akses
biaya pelayanan usaha tani kepada penggerak usaha tani sebagai akibat dikurang
perhatikannya rangsangan bagi penggerak usaha tani tersebut dalam tumbuhnya
lembaga-lembaga sosial (sosial capital). Kurangnya rangsangan menyebabkan
11
tidak ada rasa percaya diri pada petani, pelaku usaha tani akibat kondisi yang
dihadapi. Sebaiknya, untuk menghasilkan output seperti yang diharapkan,
penggerak usaha tani seperti petani berhak mendapatkan pengetahuan atau
rangsangan yang lebih terhadap tumbuhnya lembaga-lembaga yang merupakan
salah satu jalan usaha tani dapat berkembang dan berjalan dengan baik.
4) Masalah transformasi dan informasi: pelayanan publik bagi adaptasi transformasi
dan informasi terutama untuk petani pada kenyataannya sering menunjukan
suasana yang mencemaskan. Disatu pihak memang terdapat kenaikan produksi,
tetapi di pihak lain tidak dapat dihindari akan terjadinya pencemaran lingkungan,
yaitu terlemparnya tenaga kerja ke luar sektor pertanian yang tidak tertampung dan
tanpa keahlian dan keterampilan lain. Dapat juga ledakan hama tanaman karena
terganggunya keseimbangan lingkungan dan sebagai akibat dari adanya kurangnya
informasi mengenai tata cara pengehentasan hama. Sedangkan untuk mengatasi
masalah transformasi dan informasi harga karena belum adanya kemitraan,
maka diusahakan pemecahannya melalui temu usaha atau kemitraan antar petani
dengan pengusaha yang bergerak di bidang pertanian serta penanganan pemasaran
melalui Sub Ternal Agribisnis (STA). Khusus untuk pembeliaan gabah petani
sesuai harga dasar setiap tahun dicairkan dana talangan kepada Lembaga Usaha
Ekonomi Pedesaan (LUEP).
5) Luasan usaha yang tidak menguntungkan: secara klasik sering diungkapkan bahwa
penyebab utama ketimpangan pendapatan dalam pertanian adalah ketimpangan
pemilikan tanah. Luas lahan sawah cenderung berkurang setiap tahunnya akibat
adanya alih fungsi lahan yang besarnya rata-rata 166 Ha per tahun. Pemilikan lahan
sawah yang sempit dan setiap tahunnya yang cenderung mengalami pengurangan
maka peningkatkan produksi pertanian dilaksanakan melalui usaha intensifikasi
dan diversifikasi pertanian.
6) Belum mantapnya sistem dan pelayanan penyuluhan: peran penyuluhan pertanian
tersebut sebagai “back to basic” yaitu penyuluhan pertanian yang mempunyai
peran sebagai pemandu, fasilitator dan mediator bagi petani. Dalam perspektif
jangka panjang para penyuluh pertanian tidak lagi merupakan aparatur pemerintah.
Untuk itu maka secara gradual dibutuhkan pengembangan peran dan posisi
peyuluahn pertanian yang anatar lain mencakup diantaranya penyediaan jasa
pendidikan termasuk di dalamnya konsultan agribisnis, mediator pedesaan,

12
pemberdayaan dan pembelaan petani, petugas professional dan mempunyai
keahlian spesifik.
7) Lemahnya tingkat teknologi: sebaiknya dalam pengembangan komoditas usaha
tani diperlukan perbaikan di bidang teknologi. Seperti, teknologi budidaya,
teknologi penyiapan sarana produksi terutama pupuk dan obat-obatan serta
pemacuan kegiatan diversifikasi usaha yang tentunya didukung dengen
ketersediaan modal. Aspek sosial dan ekonomi yang berkaitan dengan kebijakan
bagi petani, permasalahan sosial yang juga menjadi masalah utama usaha tani di
indonesia yaitu masalah pembangunan pertanian di negara-negara yang sedang
berkembang bukan semata-mata karena ketidak siapan petani menerima inovasi
akan tetapi disebabkan oleh ketidak mampuan perencanaan program pembangunan
pertanian meyesuaikan program-program itu dengan kondisi dari petani yang
masih menjadi klien dari program tersebut.
8) Bergantung pada musim: pada daerah-daeah yang lahan pertaniannya sempit dan
penanaman hanya tergantung pada curah hujan yang tak dapat dipastikan, produk
rata-rata akan menjadi sangat rendah, dan dalam keadaan tahun-tahun yang buruk,
para petani dan keluarganya aka mengalami bahaya kelaparan yang sangat
mencekam. Dalam keadaan yang demikian, kekuatan motivasi utama dalam
kehidupan para petani sering kali bukanlah meningkatkan pengahasilann, tetapi
beusaha untuk bisa mempertahankan kehidupan keluarganya.
9) Pemnafaatan lahan belum optima: banyak petani belum mengerti potensi lahan
yang dimiliki hal ini menyebabkan lahan yang digunakan kurang bermanfaat
dengan baik. Tak jarang petani juga tak dapat mengatasi permasalahan hama dan
penyakit yang ada pada lahan mereka, akibatnya, pengendalian yang salah justru
membuat kondisi lahan semakin parah.
10) Persaingan dan harga produk yang tidak stabil: pasar yang kian ketat
persaingannya, tak jarang harga jual dari petani merosost sehingga menyebabkan
kerugian besar. Selain itu, beberapa produk tani masih bersifat musiman artinya,
produk hanya mencukupi keutuhan pada waktu tertentu saja. Saat hasil panen
melimpah, harga produk akan jatuh. Sebaliknya saat pasokan terbatas justru akan
terjadi lonjaka harga. Salah satu strategi yang dilakukan adalah penggudangan
hasil panen. Namun, hal itu tentu memerlukan modal yang lebih besar guna
perawatan pasca panen dan pemeliharaan gudang.

13
2.3.1 Usaha Untuk Mengatasi Permasalahan Pertanian Tradisional Di Negara
Berkembang
1. Pemerintah atau pihak yang berkepentingan memberikan penyuluhan atau
pelatihan langsung kepada petani untuk dapat memaksimalkan lahan yang
sempit agar dapat menghasilkan hasil pertanian yang maksimal, contohnya
adalah dengan sistem pertanian tumpeng sari dimana disekitar pematang
sawah ditamani tanaman jenis lainya misalnya, kacang panjang, atau
jagung. Hasil tanaman yang menumpang ini dapat dimanfaatkan sendiri
atau dijual untuk sebagai penghasilan tambahan bagi petani
2. Memberikan bantuan finansial terhadap petani, dengan mengembangkan
kelompok tani di desa-desa. Dalam kelompok tani ini juga akan dapat
dikembangkan simpan pinjam diantara anggota tentunya dengan bunga
yang relatif rendah. Selain secara finansial kelompok tani akan memberikan
banyak keuntungan bagi petani-petani kecil, dapat memberikan bantuan
pupuk, dan benih unggul bagi anggota kelompok tani, sesama anggota
saling bertukar informasi harga hasil pertanian sehingga tidak ada petani
yang menjual hasil taninya terlalu rendah. Pemerintah akan lebih mudah
dalam memberikan penyuluhan tentang pertanian karena dikelompok tani
dikenal dengan adanya ketua yang memandu semua anggota.
3. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan
teknologi yang saat ini dipakai oleh petani caranya dengan lebih banyak
mengadakan penelitian oleh seorang ilmuan dalam negeri agar dapat
menghasilkan teknologi tepat guna dengan harga lebih murah dan
penggunaan yang mudah oleh petani kecil yang kebanyakan memiliki
tingkat pendidikan yang relatif rendah.
4. Meningkatkan sistem irigrasi di daerah yang belum terdapat irigrasinya.
Jika sistem irigrasi sudah bagus dan petani dapat dengan adil membagi air
irigrasi tentunya musim kemarau tidak ada lagi menjadi penghambat musim
tanam.
5. Petani melalui organisasi seperti KUD atau kelompok tani dapat mengemas
hasil pertanian tersebut agar lebih tahan lama dan lebih meraik tampilannya,
hal ini akan memudahkan untuk menjual kelingkup yang lebih luas.

14
6. Regulasi konversi lahan dengan ditetapkannya kawasan lahan abadi yang
ekosistensinya dilindungi oleh undang-undang.
7. Pemerintah sebaiknya memberikan subsidi kepada bahan atau alat
penunjang pertanian agar petani dapat memperoleh dengan mudah dan
dengan harga yang murah.
8. Para ilmuan atau akademisi lebih giat lagi melakukan rekayasa genetika
agar dapat menghasilkan bibit unggul yang benar-benar dapat diunggulkan.
9. Meningkatkan produktivitas petani lebih tinggi melalui pemberikan proyek
padat karya yang dapat dikerjakan oleh sebagian besar petani, hal ini
bertujuan untuk menghilangkan kekosongan pada saat menunggu musim
panen tiba.

2.4 Perubahan Struktur Ekonomi


A. Intermezo
Kehadiran pembangunan ekononomi dihubungkan dengan adanya perubahan
penting di dalam struktur ekonomi. Pada akhir abad ke-18 dan masuk di awal abad
ke-19, perekonomian Inggris mengalami industrialisasi. Sebagai contoh produksi
tekstil manual menjadi produksi tektil pabrikan, sektor manufaktur mulai
menggunakan mesin uap, pabrik-pabrik baja mulai dibangun, dan ditemukannya
teknologi untuk menggabungkan batu bara dan bijih besi untuk memproduksi kereta,
lokomotif, dan industri mesin-mesin besar. Jutaan orang di luar perkotaan
berbondong-bondong bekerja di perkotaan pada sektor modern. Tidak menunggu
waktu lama setelah Inggris mengalami industrialisasi, negara-negara Eropa mulai
mengikuti jejak Inggris. Sebagai contoh, Jerman. Jerman mampu untuk
memproduksi industri baja dan kimia yang luar biasa. Pada akhir abad ke -19 juga
perkembangan ekonomi Amerika mengalami perbaikan setelah adanya perang
saudara.
Setelah lebih 100 tahun, perekonomian China mulai modern, yang mana
sebelumnya didominasi oleh perekonomian tradisional dan sekarang telah mengikuti
jejak yang sama dengan negara-negara Eropa dan Amerika dan menjadi salah satu
negara manufaktur terpenting di dunia. Jutaan penduduk pedesaan di China telah
meninggalkan desa mereka untuk bermigrasi ribuan mil jauhnya untuk bekerja di
perkotaan pada sektor modern yang memproduksi baju, jeans, gaun, televisi,
komputer, radio, dan oven untuk diekspor.
15
B. Perubahan Struktur
Ketika beberapa sektor ekonomi berkembang, sedangkan sektor yang lain
menyusut, hal itu dikaitkan sebagai perubahan struktur. Di dalam konteks
pembangunan ekonomi, perubahan struktur ekonomi adalah pergeseran dari
perekonomian yang dominan oleh sektor agrikultural yang bergantung pada metode
tradisonal menjadi perekonomian yang dominan oleh sektor teknologi industri yang
bergantung pada metode modern. Perubahan ini merupakan dasar dalam proses
pembangunan ekonomi yang menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonom i yang
tinggi. Proses perubahan tersebut ditadai ketika para pekerja meninggalkan
pekerjaan yang kurang produktif di pedesaan untuk bekerja di perusahaan modern
yang lebih produktif.
Ketika negara menjalani perubahan struktur, mereka akan mengalami
penurunan pekerja agrikultural dan peningkatan pekerja urban. Terdapat beberapa
jenis perubahan struktur yang berkaitan dengan pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi.
a) Dari perekonomian agrikultur menjadi perekonomian industri
Perubahan struktur yang sangat signifikan adalah dari perekonomian yang
dominan agrikultur dengan produktivitas rendah menjadi perekonomian yang
dominan industri dengan produktivitas tinggi. Negara dengan perekonomian maju
telah menjalani proses ini antara abad ke-18 dan ke-20, sedangkan negara di Asia,
seperti China masih menjalani proses ini sampai saat ini.

Gambar 2.2
Grafik Pergeseran Tenaga Kerja Agrikultural Di China Tahun 1987-2011
Sumber: Roland, G. (2016). Development economics. Taylor and Francis: routledge.
16
Gambar di atas mengilustrasikan pergeseran tenaga kerja agrikulturan China
dari tahun 1978 s.d. 2011. Pembagian tenaga kerja agrikultural, diukur sebagai
pembagian populasi agrikultur terhadap total populasi penduduk yang menurun dari
75% menjadi 60%. Jika China terus menerus mengikuti langkah-langkah negara
industri lainnya maka pekerja agrikultural akan terus meninggalkan area pedesaan
dan pindah ke pasar tenaga kerja perkotaan.
b) Dari perekonomian industri menjadi perekonomian jasa
Tipe lain dari perubahan struktur terjadi pada transisi perekonomian yang
dominan industri menjadi perekonomian yang berbasis jasa. Sektor jasa mencakup
kurag lebih seluruh sektor nonindustri modern, seperti jasa perbankan, asuransi,
retail, edukasi, kesehatan, hiburan, restoran, dan hotel. Pada negara yang memiliki
perekonomian maju, termasuk Amerika Serikat, negara-negara Eropa, dan Jepang,
perubahan dari perekonoiman yang dominan industri menjadi perekonomian yang
berbasis jasa telah terjadi sekitar 5 dekade terakhir.
Negara berkembang mungkin berusaha menciptakan pergeseran ini dengan
sebaik mungkin. Baru-baru ini, India dengan sektor agrikulturnya yang besar telah
mengembangkan sektor jasanya dengan hebat dan telah menjadi sumber
pertumbuhan utama perekonomian negara tersebut. Sektor jasa softwear-producting
di India juga telah berkembang dengan pesat, jasa softwear engineers yang memiliki
pekerjaan di bidang menuliskan code komputer untuk perusahaan telah menjalar
untuk seluruh dunia.
c) Perubahan struktural melalui sektor industri
Ada lagi tipe perubahan struktur yang paling terbaru, seperti pergeseran dari
satu industri ke industri lain. Contoh, Korea Selatan telah berpindah ke industri
berteknologi tinggi mengikuti jejak Jepang. Pada tahun 1960an, Korea Selatan
memiliki spesialisasi pada capital-intensive dan industri berteknologi rendah, seperti
baja dan kimia, sedangkan Jepang sedang bertransformasi ke industi automobile dan
elektronik. Sejak tahun 1980an dan 1990an, Korea Selatan sudah bisa
menggembangkan industri automobile dan elektronik yang kuat.
Pergeseran menjadi industri berteknologi tinggi dan juga menjadi sektor
berbasis jasa biasanya merupakan langkah lanjutan di dalam pembangunan,
sedangkan pergeseran dari perekonomian yang dominan agrikultur menjadi
perekonomian industri adalah perubahan struktur ekonomi yang paling penting di
awal tahap pembangunan.
17
C. Model Lewis
Teori perubahan struktur oleh Arthur Lewis dibentuk berdasarkan penelitian
pembangunan ekonomi dari akhir tahun 1950an sampai 1980an. Beliau
memenangkan Nobel Prize pada tahun 1979 untuk teorinya yang tujuan utamanya
membahas mengenai pergeseran perekonomian tradisonal yang berpangku pada
agrikultur menjadi perekonomian modern yang berpangku pada industri: bagaimana
kita mendorong perubahan struktur untuk mencapai pertumbuhan dan
pembangunan?.
Walaupun teorinya telah dikembangkan pada awal tahun 1950an, perubahan
struktur yang mungkin bisa menjadi salah satu ilustrasi terbaik untuk
menggambarkan model Lewis baru terjadi di China sejak tahun 1978. Ribuan juta
petani pindah ke kota untuk memperoleh pekerjaan di sektor manufaktur. Supply
tenaga kerja yang melimpah membantu menjaga tingkat upah tetap rendah dan hal
tersebut menyebabkan sektor manufaktur China membanjiri dunia dengan produk
berharga rendah asal Negeri Tirai Bambu tersebut.
d) Sektor Tradisional dan Modern
Pada model Lewis, ada dua sektor di dalam perekonomian, yaitu sektor
tradisional (agrikultur) dan modern (industri). Di sektor tradisional tidak ada
teknologi baru dan produktivitas rendah. Model Lewis membentuk sektor tradisonal
dengan marginal product of labor sama dengan nol sampai titik tertentu. Dengan kata
lain model Lewis bisa menarik banyak tenaga kerja agrikultural tanpa
menghilangkan output dari sektor tradisional.

Gambar 2.3
Model Lewis
Sumber: Roland, G. (2016). Development economics. Taylor
and Francis: routledge.

18
Gambar di atas mengilustrasikan perbedaan diantara produksi di sektor
tradisional dan modern, fungsi produksi ditunjukkan sebagai tingkat output
(agrikultur dan industri), sebuah fungsi tenaga kerja di dalam sektor masing -masing.
Slop fungsi produksi mengindikasikan marginal product of labor (ekstra output yang
bisa diperoleh dengan menambah satu satuan tambahan tenaga kerja). Karena fungsi
produksi adalah cekung, maka ketika slope menurun berarti marginal product of
labor juga menurun.
e) Surplus tenaga kerja agrikultural
Walaupun fungsi produksi di kedua sektor sama-sama cekung, tetapi kedua
kurva memiliki beberapa hal yang berbeda. Perbedaan pertama adalah marginal
product of labor di sektor agrikultural sama dengan nol setelah melewati tingkat 𝐿𝐴∗
yang tidak membuat peningkatkan output.
Marginal product of labor sama dengan nol pada sektor tradisional terjadi
karena hal tersebut merupakan hasil dari surplus besar tenaga kerja di sektor
tradisional. Karena agrikultural menjadi satu-satunya sumber yang menjadi prioritas
untuk bertahan hidup dan tidak efektif maka banyak anggota keluarga yang perlu
dibagi dari hasil output agrikultural. Masyarakat agrikultur memiliki tingkat
kehamilan yang tinggi sehingga menghasilkan surplus tenaga kerja yang meningkat
terus menerus di sektor tradisional.
Jika marginal product of labor sama dengan nol berarti memungkin sektor
modern untuk menarik tenaga kerja dari sektor agrikultur tanpa memberikan dampak
negatif bagi output agrikultural sendiri. Hal ini adalah salah satu kunci pengetahuan
dari model Lewis.
f) Akumulasi kapital di sektor modern
Perbedaan kedua di antara kedua sektor tersebut adalah sektor industri
diasumsikan menjadi lebih produktif jika menerima kapital lebih banyak, perhatikan
pada gambar di atas, kita memiliki dua fungsi produksi di sektor industri. F(𝐾1 , 𝐿)
dan F(𝐾2 , 𝐿). Ketika tingkat kapital meningkat dari 𝐾1 ke 𝐾2 , akan ada dua hal yang
terjadi.
1) Dengan tingkat kapital lebih tinggi kita dapat memproduksi output yang lebih
banyak dengan jumlah tenaga kerja yang sama. Misalkan sektor industri
memperoleh modal lebih banyak yang direalisasikan dalam bentuk mesin
berteknologi tinggi. Dengan jumlah tenaga kerja yang sama produktivitas

19
tiap tenaga kerja akan meningkat dan akan menghasilkan output yang lebih
besar pula.
2) Dengan penambahan kapital jumlah tenaga kerja yang dihasilkan akan
meningkat. Misalkan bahwa pasar upah tenaga kerja sama dengan marginal
product of labor pada saat 𝐿𝑚′ pada F(𝐾1 , 𝐿). Ketika tingkat kapital
meningkat menjadi 𝐾2 kita bisa mencapai marginal product of labor yang
sama pada saat tingkat tenaga kerja lebih tinggi 𝐿𝑚′′ pada F(𝐾2 , 𝐿). Hal ini
berarti usaha di sektor industri akan menigkatkan penerimaan tenaga kerja
sampai dengan 𝐿𝑚′′ , jika tingkat upah tetap sama seperti sebelumnya.

2.5 Perubahan Struktur Dari Adanya Industri

Faktor-faktor Pendorong Perubahan Struktur Industri. Adapun 6 faktor


pendorong perubahan struktur industri, yaitu sebagai berikut:
1. Kemajuan teknologi dan inovasi.
2. Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita
3. Kondisi dan struktur awal perekonomian dalam negeri.
4. Besar pangsa pasar dalam negeri yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan
jumlah penduduk
5. Keberadaan (SDA)
6. Kebijakan atau strategi pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi
industri ekspor.

Indonesia selama 1950-2015 mengalami proses perubahan struktur ekonomi


secara nyata dari negara agraris yang mengandalkan pertumbuhan ekonomi berbasis
sektor pertanian hingga tahun 1970-an, sejak 1980-an berkembang menjadi negara
yang mulai mengandalkan diri dari sektor industri, dan sektor-sektor lain selain
sektor pertanian, dari tahun 1985, sektor Pertanian masih memberikan kontribusi
yang tertinggi terhadap PDB dibandingkan dengan sektor lainnya, dan pemberi
kontribusi yang kedua adalah sektor Pertambangan. Namun sejak tahun 1995
kontribusi yang tinggi dari sektor Pertanian dan sektor Pertambangan mulai
digantikan oleh sektor Industri Pengolahan dan sektor Perdagangan Hotel dan
Restoran. Meskipun sampai dengan tahun 2010 kontribusi sektor Industri dan
Pengolahan terus meningkat sejak tahun 1985, namun setelahnya terlihat bahwa
kontribusi sektor Industri dan Pengolahan cenderung menurun terus dan penurunan
20
kontribusinya diisi oleh kontribusi sektor Keuangan dan sektor Jasa . Sedangkan
kontribusi sektor Perdagangan Hotel dan Restoran cenderung stagnan.
Semakin meningkatnya besaran PDB Indonesia dari tahun ke tahun, yang
dicerminkan oleh adanya pertumbuhan ekonomi diatas 5%, maka turun dan
stagnasinya kontribusi suatu sektor terhadap PDB dari sisi nilai uang (Rupiah) bisa
jadi semakin besar. Menurut Latumaerissa (Latumaerissa, 2015, Perekonomian
Indonesia dan Dinamika Ekonomi Global), transformasi perekonomian Indonesia
tidak terjadi secara seimbang sehingga terjadi proses pemiskinan dan eksploitasi
sumber daya alam secara berlebihan pada sektor primer. Transformasi
perekonomian di Indonesia ditandai dengan :
1. Semakin menurunnya pangsa primer (pertanian, kehutanan dan penggalian);
2. Meningkatnya pangsa sektor sekunder (industri pengolahan);
3. Pangsa sektor jasa yang relatif sama tetapi cenderung meningkat sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi.

Secara umum transformasi perekonomian Indonesia selama ini telah


meningkatkan pendapatan perkapita bangsa Indonesia dan mengantarkan
masyarakat Indonesia dari masyarakat agraris menuju masyarakat ekonomi yang
mengandalkan pada proses peningkatan nilai tambah berbasis industri dan jasa.
Akan tetapi proses transformasi itu masih menyisakan permasalahan bangsa yang
mendasar di bidang perekonomian, yakni kemiskinan, pengangguran, kesenjangan,
tekanan globalisasi, eksploitasi SDA secara berlebihan, serta terpisahnya sektor
keuangan (financial) dari sektor usaha (rill).

21
2.6 Studi Kasus

Lunturnya Sektor Pertanian Di Perkotaan

Sumber : Jurnal Analisa Sosiologi


Tanggal kasus : Januari,2022

A. Latar Belakang
Masalah pertanian merupakan masalah yang terus ada di Indonesia dalam
kaitannya dengan pembangunan ekonomi. Mengingat bahwa Indonesia merupakan
negara agraris yang sebenarnya mengandalkan sektor pertanian. Indonesia memiliki
lahan pertanian yang cukup luas. Sekitar 191,09 juta Ha adalah luas daratan
Indonesia, dan sebesar 95,90 juta ha (50,19%) berpotensi untuk digunakan sebagai
pertanian. Lahan untuk pertanian tersedia seluas 34,58 juta ha (Ketersediaan 2 015).
Dengan lahan pertanian yang cukup luas tersebut, Indonesia sebenarnya mampu
melakukan pembangunan ekonomi lewat sektor pertanian.
Beralihnya fungsi lahan pertanian menjadi lahan industri tidak selalu menjadi
jawaban atas masalah perekonomian di Indonesia. Badan Pusat Statistik mencatat
bahwa luas lahan baku sawah terus menurun sekitar ± 110.000 ha/tahun (Supriyatno
2020). Alih fungsi lahan pertanian justru memunculkan masalah baru, layaknya efek
domino yang merubah segala aspek lainnya. Selain berdampak pada lingkungan, alih
fungsi lahan pertanian memunculkan masalah ketahanan pangan Indonesia. Hal
tersebut dikarenakan terlalu intensnya negara Indonesia berhubungan dengan negara
luar.
Negara Indonesia memang menjadi negara agraris yang seharusnya sektor
pertanian sebagai perekonomian sentral. Namun, negara Indonesia terlalu fokus pada
pembangunan industri, seperti pabrik-pabrik, pariwisata, property, dan lainnya. Hal
tersebut membuka jalan bagi kapitalis masuk ke Indonesia. Sektor-sektor industri
menekankan pada sumber daya manusia (SDM), modal atau investasi, dan teknologi
sebagai sebuah sistem modern yang terus dilangsungkan oleh kapitalis. Sistem
modern tersebut memang diharapkan dapat membantu pertumbuhan ekonomi

22
Indonesia, namun jika tidak beriringan dengan pembangunan pertanian, maka akan
memunculkan masalah serius bagi ekonomi Indonesia.
Selain masalah ekonomi, alih fungsi lahan pertanian dapat menyebabkan
masalah sosial baru. Masyarakat mengalami transformasi dari masyarakat agraris
menjadi masyarakat industri. Masyarakat petani terpaksa harus bekerja di sektor
industri, sebab lahan pertanian mereka harus dialih fungsikan. Terlebih petani buruh
yang tidak memiliki lahan, dengan keterbatasan modal dan pendidikan mereka,
harus bersaing untuk mendapatkan pekerjaan di sektor industri. Sektor industri yang
sangat menekankan pada sumber daya manusia (SDM), modal atau investasi, dan
teknologi, justru memarginalisasikan petani.
Dalam kutipan berita cnbcindonesia.com (Sandi 2021) melaporkan bahwa
dari data BPS, Indonesia telah melakukan impor pangan sebesar US$ 6,13 miliar
atau setara dengan Rp 88,21 triliun. Baik itu impor, daging, susu, kopi, teh, hingga
bahan pangan seperti cabai, bawang putih, lada, kedelai, dan lainnya. Hal tersebut
secara umum dapat memunculkan masalah baru, seperti tidak mampunya kota
memproduksi bahan pangan sendiri, guna ketahanan pangan; impor bahan pangan
yang terlalu intens dapat berdampak pada perekonomian desa dan daerah pinggiran,
sebab daerah tersebut merupakan daerah pemasok pangan.
Masuknya sistem tersebut disebabkan adanya hubungan Indonesia dengan
negara maju. Sehingga menyebabkan Indonesia mengalami kemunduran. Teori
ketergantungan menjelaskan bahwa suatu negara mengalami kemunduran
disebabkan karena adanya hubungan dengan negara-negara maju. Salah satu seorang
pencetus teori ketergantungan Andre Gunder Frank menjelaskan di dunia terdapat
dua kelompok negara, yakni negara metropolis maju dan negara satelit terbelakang.
Frank ini berasumsi bahwa negara metropolis maju mampu berkembang pesat,
sementara negara satelit mengalami keterbelakangan (Martono, 2018). Hal tersebut
dikarenakan sistem kapitalis dunia masuk ke negara satelit melalui sektor modern.
Industri kapitalis mengarah pada eksploitasi negara satelit, sehingga mengalami
kemunduran dan negara pusat semakin maju. Besarnya industri kapitalis di negara
berkembang berdampak pada eksploitasi lahan, sumber daya alam, dan tenaga kerja
negara satelit. Negara satelit hanya akan berkembang pada sektor ekonomi dan
industrinya, jika hubungan dengan negara metropolis sangat rendah atau tidak ada
sama sekali.

23
Dos Santos salah satu pencetus teori ketergantungan lain menambahkan dari
konsep Frank, bahwa negara-negara satelit menjadi bayangan dari negara-negara
pusat metropolis. Negara satelit yang menjadi induknya berkembang diikuti dengan
perkembangan negara metropolis. Begitu sebaliknya, negara satelit mengalami
krisis, sebab negara pusat mengalami krisis. Dos Santos membagi ketergantungan
menjadi 3 (Digdowiseis, 2020), yakni ketergantungan kolonial, ketergantungan
finansial-industrial, dan ketergantungan teknologi-industrial.

B. Hasil dan Pembahasan


Hasil
a. Alih Fungsi Lahan Pertanian Akibat Pertumbuhan Penduduk
Kebutuhan manusia semakin meningkat diiringi dengan bertambahnya
penduduk, khususnya di perkotaan. Wilayah perkotaan merupakan pusat
perekonomian masyarakat, sehingga banyak masyarakat melakukan urbanisasi ke
kota. Masyarakat urban memiliki alasan rasional yang membuat mereka pergi dan
menetap di kota. Dalam beberapa penelitian menyebutkan bahwa motif utama
masyarakat melakukan urbanisasi adalah motif ekonomi. Seperti yang ditunjukan
oleh Meitasari dalam penelitiannya (Meitasari 2017) menunjukan bahwa sebanyak
28% dari 39 pemuda desa, tertarik untuk urbanisasi. Faktor ekonomi dan pendidikan
menjadi alasan utama mereka untuk berurbanisasi.
Selain banyaknya penduduk yang bermigrasi ke kota, jumlah penduduk kota
semakin meningkat dikarenakan tingginya angka kelahiran. Seperti Kota Surabaya
yang memiliki tingkat kelahiran per kecamatan mencapai 32,585 laporan pada tahun
2019 (BPS, 2019). Sesuai yang dijelaskan oleh Philip M.Hauser dan Dudley Duncan
(1959) bahwa jumlah, persebaran, teritorial dan komposisi penduduk serta
perubahan-perubahannya dan sebab-sebabnya dikarenakan peristiwa kelahiran,
kematian dan migrasi (gerak teritorial) dan mobilitas status (Sonny Harmadi, 2008).
Jumlah penduduk yang terus meningkat berakibat pada berubahnya fungsi
lahan pertanian. Di wilayah perkotaan, jumlah penduduk terus meningkat, sehingga
kebutuhan untuk pemukiman harus dipenuhi. Lahan-lahan pertanian telah beralih
fungsi menjadi kawasan pemukiman. Seperti yang dijelaskan sebelumnya,
pertumbuhan jumlah penduduk menyebabkan daya dukung tanah semakin menurun;
lingkungan semakin rusak. Pada artikel yang ditulis oleh Fathonah (Fathonahm
2021), Kota Bekasi sudah mengalami proses suburbanisasi. Hal tersebut tampak dari
24
berubahnya lahan-lahan pertanian menjadi kawasan industri. Sekitar 3000 ha dari
69.674 ha luas lahan sawah yang ada di kota/kabupaten Bekasi beresiko terkonversi
lahan yang tinggi. Pedesaan yang ada di kota Bekasi mulai luntur karena
dibangunnya perkantoran,perumahan dan sektor industri lainnya. Aktivitas ekonomi
dibidang ekonomi dan pembangunan rumah telah menyusutkan lahan pertanian.
Pada penjelasan di atas, wilayah perkotaan semakin padat disebabkan oleh
peningkatan jumlah penduduk, baik karena kelahiran dan migrasi. Kota menjadi
wilayah konsentrasi berbagai aktivitas di berbagai sektor, sehingga wilayah kota
menjadi konsentrasi penduduk. Dengan bertambahnya jumlah penduduk di kota
telah menciptakan kepadatan penduduk, sehingga lahan pertanian beralih fungsi
menjadi lahan pemukiman, hingga lahan industri. Peningkatan jumlah penduduk di
kota mengharuskan tersedianya jumlah lahan untuk pemukiman. Pada akhirnya,
lahan pertanian harus dikorbankan untuk tersedianya lahan pemukiman penduduk.
b. Dominasi Sektor Industri Di Perkotaan
Konsentrasi industri di perkotaan membentuk masyarakat industri yang
mengutamakan sektor industri dalam perekonomiannya. Modernisasi selalu
menghadirkan industrialisasi, begitu juga sebaliknya industrialisasi menghadirkan
modernisasi. Dengan demikian, alih fungsi lahan pertanian di perkotaan merupakan
upaya untuk mewujudkan modernisasi, yang dianggap mampu mencapai
pertumbuhan ekonomi. Sektor ekonomi dominan menjadi sumber mata pencaharian
penduduk terbesar serta menjadi penyerap tenaga kerja yang terbesar.
Wilayah perkotaan di Indonesia saat ini didominasi oleh sektor industri untuk
menjalankan aktivitas ekonomi. Pemerintah Indonesia semakin memperkuat sektor
industri dengan membangun industri-industri besar di wilayah perkotaan. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh (Sakmawati 2019) memperlihatkan bahwa
pertumbuhan ekonomi yang pesat di Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala,
Kota Makassar membuat maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi non
pertanian. Lahan pertanian yang sangat strategis di sekitar jalan raya membuat
pemilik lahan pertanian menjual lahannya, atau menjadikan lahan pertanian ke non
pertanian, seperti toko penjual alat tulis, barang campuran, bengkel, salon, apotek,
warung makan, penjual coto, usaha percetakan, usaha laundry, TABOX (Tamangapa
Box) dan usaha bahan bangunan seperti usaha pasir dan batu gunung.
Dari penjelasan di atas, memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi di
perkotaan dan daerah sekitarnya, membuat maraknya alih fungsi lahan. Perkotaan
25
menjadi pusat industrialisasi, sehingga pertumbuhan ekonomi semakin meningkat.
Pertumbuhan ekonomi, khususnya di perkotaan diwujudkan melalui pembangunan
pabrik-pabrik besar dan modern, yang yang merupakan simbol kemajuan untuk
pembangunan. Hadirnya pabrik-pabrik di perkotaan merubah perubahan profesi
masyarakat. Pemilik lahan pertanian memilih untuk merubah lahan pertaniannya
menjadi toko-toko dan usaha lainnya. Bahkan menjual lahannya kepada investor
atau negara untuk dibangun fasilitas atau industri. Mengingat rumah tangga petani
mengalami kemiskinan, sehingga mereka menjual lahan atau merubahnya menjadi
usaha non pertanian. Oleh sebab itu, lahan pertanian di perkotaan semakin sempit
karena maraknya alih fungsi lahan.
c. Minat Profesi Petani Masyarakat
Pertumbuhan ekonomi perkotaan membentuk masyarakat menjadi
masyarakat industri. Sebagian besar proses industrialisasi berlangsung di daerah
perkotaan. Banyak pabrik-pabrik, hingga industri lainnya menarik perhatian
masyarakat dearah untuk migrasi ke kota. Sebagaian besar motif masyarakat untuk
urbanisasi adalah untuk bekerja dan melanjutkan pendidikan. Hubungan desa -kota
bersifat transformasi sosial dan budaya. Masyarakat tradisional memainkan peranan
dalam memodernkan struktur sosial dan ekonomi, tetapi sistem-sistem budaya, sikap
individu dan tradisi tidak hancur secara keseluruhan. Hadirnya sektor-sektor
ekonomi industri di perkotaan menarik perhatian masyarakat di berbagai daerah.
Masyarakat urban mengalami perubahan, baik status ekonomi, sosial, dan
budayanya. Perubahan tersebut dikarenakan masuknya nilai-nilai modern di
berbagai kehidupan masyarakat urban. Masyarakat urban mulai men inggalkan
pekerjaan sebelumnya sebagai petani, baik secara terpaksa maupun partisipasi.
Selain karena kebutuhan ekonomi, alih fungsi lahan disebabkan oleh proyek-
proyek pembangunan infrastruktur dan proyek strategis nasional. Seperti proyek-
proyek strategis di Jawa Barat yang menggusur lahan pertanian. Proyek tersebut
antara lain pembangunan Bendungan Jatigede di Sumedang, Bandara Internasional
Jawa Barat di Majalengka, pembangkit listrik tenaga uap di Indramayu dan Cirebon,
serta pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung. Begitu juga yang terjadi di
Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Sesuai yang dijelaskan oleh Susilowati (2016, dalam (Arvianti et al. 2019)
sektor pertanian semakin ditinggalkan dikarenakan faktor internal dan eksternal.

26
Faktor internal berkaitan dengan kondisi individu atau ketertarikan individu pada
sektor pertanian. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1 Luas lahan dan status kepemilikan lahan semkin sempit.
2 Sektor pertanian kurang memberikan prestise sosial, kotor, dan berisiko.
3 Kualitas pendidikan dan kesempatan kerja tidak cocok.
4 Presepsi pertanian yang memiliki resiko tinggi, sehingga kurang memberikan
jaminan tingkat, stabilitas, dan kontinuitas pendapatan.
5 Minimnya tingkat pendapatan.
6 Tidak berkembangnya usaha non pertanian dan industri pertanian di desa.
7 Rendahnya pengelolaan usaha tani kepada anak.
8 Belum ada kebijakan insentif khusus untuk petani muda atau pemula.
9 Terbatasnya akses dukungan layanan pembiayaan dan penyuluhan pertanian.
10 Terbatasnya infrastruktur produksi (air, listrik, jalan, telekomunikasi).
Hasil keuntungan pendapatan yang didapat oleh rumah tangga petani sangat
berpengaruh pada minat anggota rumah tangga petani untuk menjadi petani. Seperti
penelitian yang dilakukan oleh (Arimbawa and Rustariyuni 2 018) menunjukan
bahwa pendapatan orang tua petani dapat berpengaruh pada anak petani untuk
meneruskan usaha tani. Selain itu, pengaruh dukungan orang tua juga penting.
Banyak rumah tangga petani mengharapkan anaknya tidak meneruskan usaha tani,
sebab tidak memiliki masa depan yang baik. Para orang tua petani menyekolahkan
anaknya dengan harapan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa regenerasi petani semakin menurun
akibat kurang diperhatikannya sektor pertanian. Hal tersebut dikarenakan sektor
pertanian yang semakin bergeser menjadi sektor industri. Proyek -proyek nasional
mengharuskan fungsi lahan pertanian menjadi berubah. Selain itu, keterpurukan
ekonomi petani memaksa para petani untuk menjual lahan pertaniannya dan
meninggalkan pekerjaan sebagai petani. Para petani juga memilih pergi ke kota
untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak (non pertanian). Hal tersebut juga
didukung oleh para rumah tangga petani yang tidak menginginkan anaknya untuk
bekerja sebagai petani. Mereka berusaha untuk menyekolahkan anaknya agar
mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Hal tersebut dilakukan supaya anak-
anak mereka mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Selain itu, institusi
pendidikan di Indonesia mengarahkan pada sektor industri, sehingga individu yang

27
mengenyam pendidikan tinggi, akan semakin rasional dalam memilih pekerjaan
(Arvianti et al. 2019); (Kamajaya 2017).
Pembahasan
Wilayah perkotaan menjadi wilayah semakin luntur sektor pertaniannya. Hal
tersebut dikarenakan terlalu fokusnya pemerintah Indonesia dalam pembangunan
ekonomi di sektor industri. Banyak investor-investor yang mulai menanamkan
modal ke Indonesia. Pabrik-pabrik besar berada di perkotaan menyerap tenaga kerja
di berbagai daerah. Hal tersebut menyebabkan terjadinya arus urbanisasi yang kuat.
Pada akhirnya lahan di perkotaan tidak hanya digunakan untuk pabrik -pabrik,
perusahaan, dan lainnya, melainkan pemukiman penduduk. Banyaknya penduduk di
perkotaan mengharuskan tersedianya lahan pemukiman. Hal tersebut membuka
usaha properti dan real estate untuk memenuhi kebutuhan lahan pemukiman.
Berbagai industri dan usaha tersebut justru melunturkan pertanian di Indonesia,
khususnya di area perkotaan. Jika dianalisis dalam teori ketergantungan,
pembangunan ekonomi tidak hanya diartikan sebagai industrialisasi, atau
peningkatan output dan produktivitas, melainkan lebih pada peningkatan standar
hidup bagi setiap penduduk (Martono 2018). Negara Indonesia terlalu berhubungan
dengan negara maju. Alih-alih untuk pembangunan ekonomi, justru hubungan
tersebut “mengamputasi‟ kemampuan diri negara Indonesia untuk pembangunan
secara otonom, melalui sektor pertanian. Hal tersebut nampak pada penjelasan di
atas, yang menjelaskan pembangunan ekonomi Indonesia didasarkan pada sektor
industri. Seperti Pemerintah Kabupaten Sragen yang telah mengubah status lahan
dari zona pertanian menjadi kawasan industri dan kota mandiri.
Selain itu, seperti pada artikel kemenperin.go.id (Indonesia 2020)
menyebutkan bahwa RI-UNIDO akan memperkuat kerja sama dengan sektor
industri. Selain itu pemerintah akan melakukan kerja sama bilateral, maupun
multilateral dengan negara-negara potensial untuk memfasilitasi perluasan pasar
industri nasional, agar mampu bersaing. Pemerintah berupaya kuat untuk
menekankan penggunaan teknologi digital sesuai implementasi peta jalan Making
Indonesia 4.0. Hal tersebut dilakukan agar daya saing Indonesia naik, melalui
peningkatan kualitas dan produktivitas SDM industri, serta perbaikan standar
kualitas produk-produk industri kecil menengah. Melalui proyek-proyek kerja sama,
diharapkan mampu meningkatkan pembangunan ekonomi. Namun demikian, jika
penggunaan teknologi tidak tepat guna dan semakin tidak diperhatikannya sektor
28
pertanian, maka pembangunan ekonomi hanya sebuah angan-angan. Justru
kerjasama tersebut dapat menguntungkan negara maju; keuntungan -keuntungan
berpindah ke negara maju dan semakin memiskinkan negara berkembang. Wilayah
perkotaan didominasi oleh sektor industri dalam pembangunan ekonominya. Banyak
sektor industri yang terbangun di perkotaan. Berbagai daerah perkotaan telah
menggeser lahan pertanian menjadi lahan industri. Hal tersebut dikarenakan
permintaan lahan industri yang semakin tinggi, sedangkan lahan pertanian semakin
menyempit. Berkaitan dengan penjelasan di paragraf di atas, lahan pertanian
semakin di eksploitasi oleh para pemilik modal, bahkan pemerintah. Pemerintah
yang mementingkan infrastruktur, pembangunan ekonomi melalui kerjasama
investor, dan proyek-proyek strategis lainnya, menciptakan keterbelakangan
masyarakat petani. Sesuai dengan teori ketergantungan yang dijelaskan oleh Frank
bahwa negara satelit hanya menjadi “sapi perah‟ untuk negara pusat. Kemunculan
industri-industri di negara satelit mengarah pada munculnya industri kapitalis, yang
berdampak pada eksploitasi tanah, sumber daya alam dan tenaga kerja satelit
(Martono 2018). Tampak jelas pada hasil penemuan di atas bahwa alih fungsi lahan
pertanian semakin menghilang karena permintaan untuk lahan industri. Seperti lahan
di Sidoarjo yang diminta untuk kawasan industri untuk menopang Kota Surabaya;
dan untuk kawasan pemukiman. Hal yang sama terjadi di Kota Batu, yang mana
kebun pertanian seperti Apel beralih fungsi menjadi lahan industri pariwisata, seperti
Hotel, Villa, dan tempat hiburan lainnya. Eksploitasi tanah tersebut menyebabkan
lahan pertanian semakin menurun dan berujung pada lunturnya sektor pertanian di
perkotaan.
Sektor pertanian pada dasarnya merupakan ekonomi primer di Indonesia.
Namun, karena masuknya modernisasi di Indonesia membuat sektor pertanian
semakin terpinggirkan. Pembangunan hanya dilakukan di perkotaan pada sektor
industrinya, sehingga perekonomian berpusat pada sektor industri. Pertanian
semakin ditinggalkan dan para petani harus bertahan hidup dengan bekerja di sektor
non pertanian, baik menjadi buruh, pengusaha, berjualan, atau jika memiliki riwayat
pendidikan tinggi dapat bekerja di sektor industri yang lebih tinggi. Hadirnya
industri-industri yang hadir dengan modernisasi oleh negara pusat hanya
mengeksploitasi tenaga kerja negara satelit saja. Hal tersebut hanya akan
melemahkan kemampuan produksi pertanian di negara satelit, dikarenakan sistem
kapitalisme yang telah masuk (Martono 2018).
29
Lemahnya sektor pertanian di Indonesia diakibatkan oleh lemahnya
peraturan hukum dan kurang berpihaknya pemerintah pada sektor pertanian. Seperti
pada hasil temuan di atas, para petani selalu mengalami keterpurukan, sebab harus
merelakan lahannya untuk proyek-proyek nasional. Pada berita kumparan.com
(Kumparan.com 2021) yang menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah kurang
berpihak kepada petani. Seperti yang dialami oleh Nugroho yang merasakan hal
tersebut. Ketika harga komoditas pertanian naik, pemerintah berusaha menurunkan
dengan cara impor. Tapi ketika harga anjlok, pemerintah tidak hadir untuk
menangani hal tersebut. Peraturan yang mengatur keputusan untuk alih fungsi lahan
adalah pada pemerintah daerah. Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor
41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Selain
itu di dalam UU Cipta Kerja ada sanksi pidana atau denda bagi pejabat yang
memberikan persetujuan tapi tidak sesuai kriteria ketentuan alih fungsi lahan, yaitu
dalam Pasal 73 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Terdapat syarat alih
fungsi sawah, yakni memenuhi kajian kelayakan strategis, disusun rencana alih
fungsi lahan, dibebaskan kepemilikan haknya, dan harus menyediakan lahan
pengganti. Namun demikian, dengan adanya peraturan tersebut masih belum
memihak pada sektor pertanian. Pemerintah hanya fokus pada sektor industri saja.
Terfokusnya negara pada pembangunan industri dapat melunturkan sektor pertanian.
Saat ini Indonesia hanya bertumpu pada modal-modal, baik lokal maupun asing
untuk berjalannya aktivitas industri. Banyak para petani yang harus menjual
lahannya untuk proyek-proyek nasional. Selain itu, sektor pertanian kurang
diperhatikan, sehingga memperburuk keadaan para petani. Pada akhirnya para petani
harus meninggalkan pertanian dan beralih ke sektor non pertania n, baik secara
terpaksa atau sukarela. Sukarela dalam hal ini adalah mengikuti arus modernisasi;
bekerja di sektor modern agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik daripada
menjadi petani. Sedangkan secara terpaksa adalah keadaan yang mengharuskan atau
mendesak secara ekonomi untuk menjual lahan pertaniannya. Hal tersebut nampak
pada hasil temuan di atas. Para rumah tangga petani harus menjual lahan
pertaniannya, sebab terpuruknya keadaan ekonominya. Selain itu proyek -proyek
nasional juga menggusur lahan pertanian untuk dijadikan infrastruktur, industri, dan
lainnya.
Keterpurukan profesi sebagai petani juga dibenarkan oleh para petani,
sehingga tidak menginginkan profesi sebagai petani diteruskan oleh anak-anaknya.
30
Para petani lebih memilih untuk menyekolahkan anaknya agar mendapatkan
kehidupan yang lebih baik. Selain itu, lembaga pendidikan di Indonesia hanya
berfokus pada bagaimana agar peserta didik dapat bekerja di sektor industri. Dengan
demikian, regenerasi petani akan mengalami penurunan, sehingga dapat
menimbulkan apa yang disebut sebagai krisis petani. Dalam teori ketergantungan
Frank terdapat dua negara, yakni negara pusat (negara-negara metropolis maju) dan
negara satelit (negara-negara satelit yang terbelakang). Hubungan negara pusat dan
berkembang melahirkan sistem kapitalis berskala global. Hubungan pusat-satelit ini
telah menyentuh berbagai sektor negara-negara satelit, sehingga keterbelakangan
sektor tradisional justru diakibatkan oleh adanya kontak dengan negara pusat yang
membawa sistem kapitalis dunia melalui sektor modern (Kasnawi dan Ramli n.d.).
Hal tersebut sesuai dengan hasil penjelasan di atas bahwa masuknya sistem kapitalis
melalui sektor modern telah membuat sektor tradisional mengalami
keterbelakangan; dalam hal ini sektor tradisional adalah sektor pertanian. Dibuktikan
dengan semakin terpuruknya keadaan petani, sebab lahan pertanian mereka harus
beralih fungsi menjadi proyek-proyek nasional, baik menjadi sarana infrastruktur,
sektor industri, dan lainnya. Selain itu, keterpurukan petani akibat sektor modern,
mengharusnya petani meninggalkan profesi lamanya sebagai petani, dan bersaing
dalam sistem modern; baik menjadi buruh, pekerja serabutan, atau yang memiliki
pendidikan tinggi bekerja di sektor industri besar. Hal tersebut juga didukung oleh
tingkat motivasi anak untuk menjadi petani. Para petani melihat kondisi menjadi
petani tidak menjamin, membuat para rumah tangga petani tidak ingin anaknya
meneruskan pekerjaan sebagai petani. Mereka berusaha agar anaknya mendapatkan
pendidikan tinggi, dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Seperti yang
dijelaskan Frank, bahwa sektor modern merupakan kaki tangan sistem kapitalis
dunia yang melakukan eksploitasi terhadap daerah, sehingga sektor yang sekarang
menjadi terbelakang. Eksploitasi tersebut dapat berupa lahan, sumber daya alam, dan
tenaga kerja (Martono 2018). Dengan demikian, sektor pertanian semakin luntur,
sebab lahan pertanian dan regenerasi para petani semakin berkurang, sebab
masuknya sektor modern.

C. Kesimpulan
Lunturnya sektor pertanian bukan tanpa akibat dari adanya modernisasi.
Modernisasi berdampingan dengan industrialisasi yang terus menekankan pada
31
pembangunan ekonomi melalui industri-industri besar. Wilayah perkotaan menjadi
wilayah yang paling banyak melakukan industrialisasi, sehingga sering terjadi alih
fungsi lahan pertanian. Lahan pertanian di perkotaan mengalami penurunan drastis
akibat proyek-proyek nasional, atau kepentingan investor. Demikian juga yang
terjadi di daerah sekitar kota, yang menjadi daerah penopang, yang mana lahan
pertaniannya semakin berkurang sebab permintaan untuk lahan pemukiman dan
sektor industri. Hal tersebut disebabkan masuknya sektor modern di Indonesia
melalui hubungan Indonesia dengan negara lain. Ketergantungan negara Indonesia
dengan teknologi dan modal luar negeri. Terlihat dari beberapa daerah Indonesia
melakukan pembangunan kota dengan membuka kawasan industri. Hal tersebut
merubah status lahan pertanian menjadi lahan industri. Konsentrasi penduduk
terhadap perkotaan menciptakan kepadatan penduduk. Naiknya jumlah penduduk
mengakibatkan kebutuhan akan lahan pemukiman semakin meningkat.
Pertumbuhan yang begitu cepat akibat kelahiran dan migrasi dapat merusak daya
dukung tanah, sehingga merusak lingkungan. Hal tersebut terlihat ketika banyaknya
permintaan lahan pemukiman akibat pertumbuhan penduduk yang cepat. Daya
dukung tanah semakin berkurang, sebab lahan pertanian semakin berkurang,
sehingga akan berdampak pada ketahanan pangan kota secara mandiri. Indonesia
terlalu berfokus pada pembangunan sektor industri. Banyaknya industri-industri
akan melunturkan pertanian di perkotaan.
Aktivitas ekonomi perkotaan didominasi oleh sektor industri, yang akan
menyerap tenaga kerja di berbagai daerah. Hal tersebut dapat menyebabkan sektor
pertanian semakin terpuruk. Pemerintah tidak berpihak pada sektor pertanian dan
hanya berfokus pada sektor industri; sekalipun terdapat undang-undang untuk
melindungi sektor pertanian. Para petani secara terpaksa menjual lahan pertaniannya
untuk kepentingan pemerintah dan investor, baik untuk pembangunan infrastruktur,
hingga industri pabrik. Lunturnya sektor pertanian juga terlihat pada motivasi para
pemuda. Banyak rumah tangga petani yang tidak menginginkan anaknya menjadi
petani. Pada akhirnya regenerasi petani semakin berkurang. Pada pemuda kini
berminat pada sektor industri, terlebih mereka yang mendapatkan pendidikan tinggi
akan lebih rasional dalam memilih pekerjaan; mengingat sektor pertanian yang tidak
menjamin. Masuknya sektor modern terbukti kurang mampu memp ertahankan
sektor pertanian. Terlihat dari data yang telah ditampilkan di atas menunjukan
semakin lunturnya sektor pertanian, khususnya di perkotaan. Sesuai dengan teori
32
ketergantungan, hubungan negara pusat dan negara satelit akan membuka jalan bagi
masuknya sistem kapitalis yang sifatnya eksploitasi. Hubungan tersebut menurunkan
kemampuan produksi pertanian. Jika tendensi ketergantungan tersebut masih
dilakukan atau tidak diperbaiki, maka ketahanan pangan di Indonesia akan terancam.

33
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Struktur ekonomi juga merupakan implementasi dari sistem ekonomi yang ada,
yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan negara melalui
pembangunan ekonomi dan pertumbuhan pendapatan nasional. Struktur
perekonomian dapat dilihat dari empat sudut tinjauan, yaitu tinjauan makro-
sektoral, tinjauan keuangan, tinjauan penyelenggaraan kenegaraan, dan tinjauan
birokrasi pengambilan keputusan.
2. Dengan bertambah besarnya perhatian terhadap pembangunan ekonomi setelah
perang dunia kedua, para ahli ekonomi mulai melanjutkan penyelidikannya
mengenai perkembangan ekonomi suatu negara. Semua negara yang ada di dunia,
baik negara maju maupun negara sedang berkembang tentu ingin melaksanakan
pembangunan ekonomi. Salah satu tujuan melaksanakan pembangunan ekonomi
adalah untuk menaikkan pendapatan riil per kapita atau paling tidak
mempertahankan tingkat pendapatan yang telah dicapai.
3. Usaha tani merupakan satu-satunya ujung tombak pembangunan nasional yang
mempunyai peran penting. Upaya mewujudkan pembangunan nasional bidang
pertanian (agribisnis) masa mendatang merupakan sejauh mungkin mengatasi
masalah dan kendala yang sampai sejauh ini belum mampu diselesaikan secara
tuntas sehingga memerlukan perhatian yang lebih serius. Satu hal yang sangat kritis
adalah bahwa meningkatnya produktivitas pertanian (agribisnis) atau output selama
ini belum disertai dengan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan secara
signifikan dalam usaha pertanian.
4. Ketika beberapa sektor ekonomi berkembang, sedangkan sektor y ang lain
menyusut, hal itu dikaitkan sebagai perubahan struktur. Di dalam konteks
pembangunan ekonomi, perubahan struktur ekonomi adalah pergeseran dari
perekonomian yang dominan oleh sektor agrikultural yang bergantung pada metode
tradisonal menjadi perekonomian yang dominan oleh sektor teknologi industri yang
bergantung pada metode modern.
5. Secara umum transformasi perekonomian Indonesia selama ini telah meningkatkan
pendapatan perkapita bangsa Indonesia dan mengantarkan masyarakat Indonesia
dari masyarakat agraris menuju masyarakat ekonomi yang mengandalkan pada
34
proses peningkatan nilai tambah berbasis industri dan jasa. Akan tetapi proses
transformasi itu masih menyisakan permasalahan bangsa yang mendasar di bidang
perekonomian, yakni kemiskinan, pengangguran, kesenjangan,

3.2 Saran
1. Agar tercapai kesejahteraan tersebut, maka harus diikuti dengan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, pemerataan pembangunan, dan adanya stabilitas nasional
yang mantap dan dinamis atau yang pada masa orde baru disebut dengan Trilogi
Pembangunan.
2. Perlunya peningkatan produktifitas tenaga kerja sehingga akan meningkatkan
pendapatan pekerja dan selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi yang stabil sangat membantu dalam mengatasi
pengangguran dan kemiskinan.
3. Petani harus lebih meningkatkan produktifitasnya agar bisa mengelola lahan
pertanian sehingga lahan tersebut masih bisa dikembangkan sehingga produksi padi
bisa ditingkatkan lagi dan akhirnya pendapatan juga bisa meningkat serta
Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan kesejahteraan petani padi dengan
berbagai kebijakan seperti menjamin pendistribusian pupuk.
4. Pemerintah diharapkan mampu menerapkan kebijakan-kebijakan perekonomian
yang lebih terencana dengan baik. Diharapkan kedepannya pertumbuhan e konomi
akan lebih berkualitas sehingga berdampak pada pergeseran pola konsumsi
masyarakat yang lebih lanjut mengakibatkan pergeseran struktur ekonomi di
masyarakat.
5. Melalui adanya perkembangan industri sebaiknya pemerintah daerah harusnya
membuka lapangan kerja yang padat karya agar banyak masyarakat yang
mendapatkan perkerjaan tetapi perlu melihat sarana dan prasarana pendidikan dan
kesehatan juga untuk mensejahterakan masyarakatnya.

35
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, F. (2022). Ekonomi Pembangunan . Bandung : Widina Bhakti Persada Bandung .

Gultom, F. (2022). Lunturnya Sektor Pertanian Di Perkotaan . Jurnal Analisa Sosiologi Vol.1,
49-72.

Hokum, A. (2022). Hubungan Ketenagakerjaan Dan Perubahan Struktur Ekonomi Terhadap


Kesejahteraan Masyarakat . Jurnal Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan , 120-128.

Indonesia, T. D. (2020). Perubahan Struktur Perekonomian Di Indonesia .Jurnal Perekonomian


Indonesia , 2-15.

Junaedi, D. (2023). Peluang dan Ancaman Disruptif Digital untuk Negara Berkembang. sci
tech jurnal Vol. 2 No. 2, 11-18.

Kasmaniar Kasmaniar, S. Y. (2023). Pengembangan Energi Terbarukan Biomassa dari Sumber


Pertanian, Perkebunan dan Hasil Hutan: Kajian Pengembangan dan Kendalanya. Jurnal
Serambi Engineering Vol.8 , 1-8.

Maulidina, S. (2022). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Pada Sektor Pertanian
Di Indonesia Bagian Barat . National Conference on Applied Bussines Vol.1, 1-13.

Mulyani, D. E. (2019). Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : BPFE.

P.Todaro, M. (2011). Pembangunan Ekonomi . Jakarta : Erlangga .

Roland, G. (2016). Development economics. Taylor and Francis: routledge.

36

Anda mungkin juga menyukai