Mutu kentang olahan sangat dipengaruhi oleh penanganan pada saat masih
dipertanaman yaitu mulai dari penggunaan bibit, teknik budidaya yang diterapkan,
sampai penentuan waktu/umur panen. Penanaman bibit yang diundurkan, jarak
tanam yang terlalu lebar dan aplikasi nitrogen yang berlebihan akan mengurangi
berat jenis umbi kentang yang dihasilkan. Temperatur tanah yang terlalu tinggi
juga akan mempengaruhi terhadap hasil umbi kentang yang berat jenisnya
menjadi rendah, selanjutnya dikatakan bahwa pemberian air yang cukup
cenderung dapat mempengaruhi temperatur tanah menjadi rendah dan dapat
menghasilkan umbi kentang yang hasil olahannya memiliki warna yang terang.
Mutu kentang olahan sangat dipengaruhi oleh waktu/umur panen, dimana pada
umur tertentu merupakan titik optimal dimana kandungan nutrisi terutama
kandungan pati yang cukup tinggi dan sudah tidak terjadi penambahan yang
berarti, pada umumnya umbi kentang yang dipanen pada umur yang lebih tua
akan memiliki kandungan pati yang lebih tinggi. Namun demikian peningkatan
kandungan pati umbi kentang dipertanaman juga dipengaruhi oleh kondisi
tanaman, terutama bagian daun yang erat kaitannya dengan proses fotosintesis,
dimana semakin tua umur tanaman, daunnya akan menguning sehingga sudah
tidak efektif lagi dalam kaitannya untuk peningkatan kandungan pati.
Penggunaan umbi kentang sebagai bahan baku produk olahan tidak selalu
dapat dilakukan segera setelah pemanenan, karena pada umumnya jarak lokasi
pertanaman kentang berjauhan dengan lokasi industri pengolahan, sehingga
penyimpanan seringkali harus dilakukan baik ditingkat petani maupun ditingkat
industri olahan. Penyimpanan umbi kentang sebagai bahan baku olahan juga
dilakukan untuk maksud tertentu, seperti untuk menjaga kesinambungan proses
industri. Seperti telah diketahui bahwa umbi kentang merupakan hasil pertanian
yang sifatnya mudah rusak karena setelah dipanen masih terus melakukan proses
kehidupan dan kandungan airnya relatif tinggi yaitu ± 80%, sehingga mudah
mengalami kerusakan.
Karasidenan kedu terutama Magelang dan Wonosobo merupakan salah satu
sentra kentang. Kentang yang ditanam oleh petani beraneka ragam varietasnya
dan terdapat pula petani yang bekerjasama dengan perusahaan untuk membentuk
rantai pemasaran yang sempurna. Akan tetapi terdapat kendala petani yang tidak
bermitra dengan perusahaan sehingga pemasaran tergantung permintaan
masyarakat. Salah satu upaya mengatasi kentang yang tidak terserap oleh pasar
adalah dengan mengolahnya menjadi berbagai makanan olahan seperti yang telah
dilakukan oleh para pemuda di desa tersebut yaitu dengan mengolahnya menjadi
keripik kentang dengan merk “Keripik Kentang Merbabu”. Harapannya produk
ini menjadi salah satu oleh-oleh khas bagi pengunjung yang berwisata di kawasan
agropolitan Merbabu. Keripik Kentang Merbabu ini bekerja sama dengan
kelompok petani kentang Agro Lestari Merbabu sebagai penyedia bahan baku
kentang.
Untuk mendapatkan bahan baku kentang, Kelompok Keripik Kentang
Merbabu bekerja sama dengan Kelompok Petani Kentang Agro Lestari
Merbabu. Kelompok petani kentang ini berdiri sejak bulan November
2016 yang diketuai oleh Agus Widodo. Jenis kentang yang ditanam oleh
kelompok ini adalah kentang granola yang biasa dipergunakan oleh beberapa
industri makanan seperti yang digunakan pada industry keripik komersial
industri nasional dan internasional. Kapasitas produksi kelompok ini adalah
20 ton per bulan. Dari kentang yang dihasilkan mereka akan menyuplai
sebesar 3 ton kentang per bulan untuk Keripik Kentang Merbabu. Namun
kentang sebesar 3 ton yang diperuntukkan untuk kelompok ini tidak
semuanya mampu terolah karena kelompok keripik kentang masih
terbatas kemampuan produksinya karena keterbatasan peralatan produksi.