Anda di halaman 1dari 3

Memilih Metode Penyusutan – Garis Lurus atau Saldo Menurun ?

Posted on May 9, 2008 by Hardi

Ketika membongkar kembali file-file lama, saya menemukan sebuah artikel dari bulletin
Business News No. 6631/29-6-2001 yang menurut saya cukup menarik untuk diposting di
weblog ini. Artikel tersebut memaparkan kelebihan dan kekurangan pemilihan metode
penyusutan fiskal yaitu metode garis lurus dan saldo menurun.

Berdasarkan Pasal 11 UU Pajak Penghasilan terdapat dua metode penyusutan yang dapat
digunakan untuk melakukan penyusutan terhadap aktiva tetap bukan bangunan, yaitu metode
garis lurus dan metode saldo menurun.

Tarif penyusutan untuk kedua metode tersebut diatur dalam Pasal 11 ayat (6) sebagai berikut :

Dari kedua metode penyusutan tersebut, metode mana yang paling menguntungkan untuk
diterapkan dalam perhitungan pajak penghasilan ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, simak illustrasi berikut ini :

PT X membeli sebuah mesin dan ditempatkan pada bulan Januari 2000 dengan harga perolehan
Rp 1 Milyar. Mesin tersebut termasuk dalam kelompok I dan masa manfaat 4 tahun.

Dengan menggunakan tarif sesuai Pasal 11 ayat (6) UU PPh, dapat dilakukan perhitungan dan
perbandingan besarnya penyusutan antara metode garis lurus dan saldo menurun (dalam Rp)
sebagai berikut :

1
Dari tabel perbandingan di atas ternyata besarnya biaya penyusutan untuk setiap tahunnya
berbeda tetapi akumulasinya pada akhir tahun masa manfaat yaitu tahun ke-4 jumlahnya sama
yaitu Rp 1 Milyar. Perbedaan ini dalam perpajakan dikenal sebagai beda waktu/beda sementara
(timing difference/temporary difference).

Adanya perbedaan jumlah biaya penyusutan yang merupakan perbedaan waktu dapat
dimanfaatkan untuk melakukan perencanaan pajak. Kalau kita memperkirakan Penghasilan Kena
Pajak pada tahun pertama besar, dan tahun-tahun berikutnya akan mengecil, maka penggunaan
metode saldo menurun lebih menguntungkan karena akan memperkecil Penghasilan Kena Pajak
tersebut sebesar Rp 250 Juta untuk tahun pertama. Sedangkan kalau kita menggunakan metode
garis lurus, beban penyusutannya adalah sama. Sehingga kalau variabel lainnya adalah sama,
dengan tarif pajak 30% (tarif tertinggi) dengan asumsi perusahaan telah mencapai laba di atas Rp
50 Juta maka penghematan pajak yang diperoleh pada tahun pertama adalah sebesar 30% x Rp
250 Juta atau Rp 75 Juta. Dari segi cashflow dan time value of money hal ini cukup menggiurkan.

Walaupun secara keseluruhan pada akhir tahun ke-4 jumlah akumulasinya adalah sama, tetapi
kita telah dapat memanfaatkan penghematan pajak ini.

Demikian pula dari sudut pandang time value of money, jika kita hitung dalam nilai tunai
(present value) dengan discount factor tertentu misalnya 20%, maka nilai akumulasi kedua
metode tersebut pada tahun ke-4 tidak sama. Tabel di bawah ini (dalam Rp) memperlihatkan
perbedaan tersebut.

2
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai tunai dari akumulasi biaya penyusutan mesin dengan
menggunakan metode garis lurus adalah sebesar Rp 647.175.000, dan menggunakan metode
saldo menurun sebesar Rp 722.875.000. Dengan demikian, nilai tunai akumulasi penyusutan
dengan metode saldo menurun lebih besar daripada garis lurus. Ini berarti biaya penyusutan yang
dibebankan dengan metode saldo menurun akan lebih besar nilainya dari metode garis lurus,
sehingga pajak yang harus dibayar jika menggunakan metode saldo menurun lebih sedikit
daripada menggunakan metode garis lurus.

Dengan tarif pajak 30% (tarif tertinggi) maka besarnya penghematan pajak yang dapat diperoleh
perusahaan kalau menggunakan metode saldo menurun adalah :

Biasanya alasan orang menggunakan metode garis lurus adalah karena kemudahan dan
kesederhanaan perhitungannya. Tetapi, dari sudut time value of money, penggunaan metode saldo
menurun dalam menghitung dan membukukan biaya penyusutan akan lebih menguntungkan dari
segi penghematan biaya (Hrd)

Anda mungkin juga menyukai