Anda di halaman 1dari 15

SGD 2 LBM 4

1. apa saja klasifikasi dan morfologi dari parasite cacing?


Helminthes terbagi menjadi 2 filum, yaitu Nemathelminthes -> Nematoda dan
Plathyhelminthes -> Cestoda dan Trematode.
a. Nemathelminthes (cacing gilig /round worm)
1) Nematode di darah dan jaringan

- Wuchereria bancrofti
Ukuran mikrofilaria 290 x 6 mikron, tubuhnya berselubung dan nuclei tersebar
merata. Terdapat chepalic space dengan rasio 1 : 1 . ketika dewasa cacing betina
lebih besar disbanding yang jantan. Morfologinya seperti rambut yang trandparan,
terdapat spikulae pada cacing jantan yang fungsinya sebagai alat untuk membuka
pori kelamin betina untuk jalur masuk sperma.

- Brugia malayi
Mikrofilaria nya berukuran 230 x 6 mikron, lengkungan nya lebih jelas, nuclei
tersebar merata di seluruh tubuhm cephalic space rasio 2 : 1, tubuhnya
berselubung dan jika dilakukan pengecatan giemsa akan berwarna pink/ungu. Pada
cacing dewasa strukturnya hampir sama dengan W. Bancrofti. Ukuran cacing betina
> jantan.

- Brugia timori
Mikrofilaria nya berukuran 230 x 6 mikron, lengkungan nya lebih jelas, nuclei
tersebar merata di seluruh tubuhm cephalic space rasio 3 : 1, tubuhnya
berselubung dan jika dilakukan pengecatan giemsa akan berwarna pink/ungu. Pada
cacing dewasa strukturnya hampir sama dengan W. Bancrofti. Ukuran cacing betina
> jantan.

2) Nematoda usus
SOIL TRANSMITTED
HELMINTHES
- Ascaris Lumbricoides

- Thrichuris trichiura
Berbentuk cambuk dengan 2/5 bagian posterior tubuhnya tebal dan 3/5
bagian anterior lebih kecil. Cacing jantan memiliki ukuran lebih pendek (3-4 cm)
daripada betina dengan ujung posterior yang melengkung ke ventral. Cacing
betina memiliki ukuran 4-5 cm dengan ujung posterior yang membulat. Memiliki
bentuk oesophagus yang khas disebut dengan “Schistosoma oesophagus”. Telur
berukuran 30–54 x 23 mikron dengan bentukan yang khas lonjong seperti tong
(barrel shape) dengan dua mucoid plug pada kedua ujung yang berwarna
transparan

- Ancylostoma duodenale dan Necator americanus


- Strongyloides stercoralis
1) Telur
Berbentuk telur lonjong mirip telur cacing tambang berukuran 55 x 30
mikron, mempunyai dinding tipis yang tembus sinar. Telur dikeluarkan
didalam mukosa usus dan menjadi larva sehingga didalam feses tidak
ditemukan adanya telur.
2) Larva :
Bentukan larva ada dua macam yaitu : larva Rabditiform dan larva
filariform ( bentuk infektif ). Larva rabditiform berukuran 200 dan 250 mikron,
mempunyai mulut pendek denagan dua pembesaran oesefagus yang khas.
Larva filariform ukurannya lebih panjang kurang lebih 700 mikron, langsing
dan mempunyai mulut pendek oesofagus larva ini bebrbentk silindris.
NON SOIL TRANSMITTED HELMINTHES
- Enterobius vermicularis (cacing kremi)
Memiliki nama lain Oxyuris vermicularis yang habitatnya ada di caecum,
colon, appendix dan dapat bermigrasi ke vagina, vulva, dan area lebih dalam.
Bentuk telurnya asimetris dan berisi larva infektif. Cacing dewasanya berwarna
putih, ukuran kecil. Tubuh cacing jantan ada ekor yang bengkok ke ventral dengan
1 spikulae dan akan mati setelah kopulasi. Tubuh cacing betina ekor lurus dan
lancip, ada vulva dan akan mati 2-3 minggu setelah melahirkan.

- Trichinella spiralis

b. Plathyheminthes (cacing pipih/flat worm)


- Cestoda
o Scolex (skoleks): kepala cacing Cestoda yang mempunyai alat isap (sucker).
o Leher : bagian tubuh cacing yang terdapat di belakang kepala
o Strobila: batang tubuh Cestoda yang tersusun dari banyak segmen.
o Proglottid: satuan dari segmen atau ruas tubuh yang lengkap dari Cestoda.
o Segmen: satu unit batang tubuh yang lengkap dari Cestoda.
 Segmen imatur: segmen yang mengandung alat reproduksi jantan yang
belum bisa dibedakan dari organ betina.
 Segmen matur: segmen yang mengandung alat reproduksi yang sudah
dapat dibedakan jantan betinanya.
 Segmen gravid: segmen yang mengandung uterus penuh berisi telur
cacing, sedang alat reproduksi lainnya mengalami atrofi.
o Rostellum : bagian kepala cacing Cestodayang menonjol dan mempunyai
dua deret kait (hooklets). Jika rostellum mengalami invaginasi, maka letaknya
tersembunyi di antara alat isap.
o Oncosphere : embrio cacing yang memiliki enam buah kait, yang terdapat di
dalam telur.
o Embryophore : selubung tipis yang membungkus onkosfer.
o Sistiserkus : larva Cestoda yang terdapat di dalam tubuh hospes perantara
terdiri dari kantung yang dindingnya mengandung skoleks dan rongga berisi
sedikit cairan yang terdapat di bagian tengah.
o sistiserkoid : larva Cestoda berbentuk kantung kecil berisi skoleks yang
mengalami invaginasi di bagian proksimal, sedangkan di daerah kaudal terdapat
bagian padat yang memanjang.
o Korasidium : onkosfer telur Diphyllobothrium yg mempunyai silia untuk
bergerak.
o Proserkoid : stadium pertama larva Diphyllobothrium yang terdapat di dalam
tubuh siklops.
o Plerocercoid : stadium kedua larva Diphyllobothrium.
o Sparganum : pleroserkoid Diphyllobothrium yang menginfeksi manusia dan
menimbulkan sparganosis.

- Trematoda
 Bentuk tubuh cacing Trematoda pipih mirip daun yang tidak bersegmen
 Ukuran Panjang tubuh cacing berkisar antara 1 mm dan beberapa sentimeter.
 Trematoda dewasa mempunyai alat isap mulut (oral sucker) yangterdapat di
bagian kepala, sedangkan di daerah perut terdapat alat isap ventral ( ventral
sucker atau acetabulum). Alat reproduksi
 Trematoda pada umumnya bersifat hermafrodit
 (berkelaminganda),kecualiSchistosomayangbersifatuniseksual (unisexual) yaitu
memiliki alat kelamin yang terpisah atas jantan dan betina
 Cacing-cacing Trematoda tidak memiliki rongga tubuh (body cavity)
 alat pencernaan yang sudah dimiliki oleh Trematoda masih belum sempurna
karena tidak mempunyai anus.
Ciri khas lain dari cacing Trematoda
 Adanya sistem ekskresi (flame cell), yang untuk tiap-tiap spesies khas bentuknya.
 Sistem reproduksi pada trematoda telah sempurna pertumbuhannya.
 Semua cacing trematoda bertelur (oviparus) dengan telur yang umumnya
mempunyai operkulum (penutup) kecuali lelur schistosoma.
 Telur cacing hanya dapat berkembang menjadi larva jika berada di dalam air.

2. bagaimana cara parasit cacing menginfeksi tubuh host pada scenarionya?


Hasil pemeriksaan fisik pada scenario didapatkan Konjungtiva anemis, sklera ikterik, dan
hepatosplenomegaly.
a. Konjungtiva anemis
Konjungtiva
tampak pucat
merupakan salah satu
tanda seseorang
terkena anemis, yaitu
terjadi penurunan
jumlah hemoglobin
pada eritrosit. Karena
jumlah hemoglobin
berkurang
mengakibatkan kadan
O2 jaringan juga
berkurang, sehingga
menimbulkan
kepucatan pada
beberapa bagian tubuh.
Menurut scenario,
anemia yang di derita
pasien dikarenakan
infeksi cacing yang timbul karena tempat kerja pasien di daerah sungai dan lahan.

Cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) merupakan


cacing golongan Soil Transmitted Helminthes yang ditularkan melalui tanah yang terkait
dengan timbulnya anemia. Infeksi cacing ini berawal dari pasien yang berada di lahan
atau air dengan tanpa alas kaki, lalu terdapat larva filiform yang penetrasi ke tubuh
melalui kulit → masuk ke kapiler darah → masuk ke jantung kanan → paru-paru →
bronkus → trakea → laring → usus halus. Di usus halus ini larva berkembang menjadi
dewasa.
Cacing tambang menempel di mukosa usus lalu menyedot nutrisi dalam darah
menyebabkan kehilangan darah.infeksi Ancylostoma. duodenale dikaitkan memiliki
risiko kehilangan darah 5x lebih besar dibandingkan dengan Necator americanus. Infeksi
dengan beberapa parasit, seperti Schistosoma sp., Ascaris lumbricoides (cacing gelang),
Trichuris trichiura (cacing cambuk) juga terbukti memiliki risiko anemia, dengan efek
yang lebih besar.

Schistosoma Japonicum menimbulkan manifestasi Anemia bahkan pada infeksi dengan


intensitas rendah. Siklus hidup diawali dari cacing betina melepaskan telurnya di pembuluh
darah → telur bermigrasi ke jaringan → usus / VU → keluar bersama feses/urin → telur
menetas di air → miracidium keluar dan berenang bebas → masuk ke keong air →
berkembang dari miraciduum menjadi cercariae → serkaria menembus kulit manusia →
masuk ke kapiler → jantung kanan → paru → jantung kiri → peredaran darah besar →
jantung kiri → hati → cacing dewasa → kembali ke usus untuk berkembang biak → cacing
dewasa betina bertelur.
Terdapat bukti jika ada kaitannya antara S.Japonicum dan anemia. Dikarenakan cacing
dewasa ini berkembang biak di usus, membuat banyak darah yang terserap sebagai nutrisi
untuk cacing. Sehingga hospes definitive akan kehilangan darah dan kekurangan zat besi dan
terjadi inflamasi usus.
Schistosoma menyebabkan anemia dengan menginduksi dyserythropoiesis yang
dimediasi oleh sitokin proinflamasi. Selama infeksi ini hanya ada 500 -3.500 telur yang
dikeluarkan setiap hari di usus. Sisa dari telur yang sangat imunogenik ini terperangkap
dinding usus atau hati, menyebabkan reaksi peradangan dan pembentukan granuloma.
Anemia dalam pengaturan akut /peradangan kronis dimediasi oleh :
1) penurunan produksi eritropoietin di sumsum tulang → anemia
2) penurunan masa hidup eritrosit
3) Terjadi penurunan penyerapan zat besi dalam usus

https://www.cdc.gov/dpdx/az.html , (Chaparro and Suchdev 2019)(Leenstra et al. 2006)

b. Hepatosplenomegali
Spesies utama penyebab penyakit hepatobilier adalah S. mansoni dan S.
japonicum. Hepatosplenic schistosomiasis (HSS) disebabkan peradangan dan fibrosis di
daerah portal presinusoidal hati. HSS parah kemungkinan karena kegagalan proses
imunomodulasi. Bisa ditebak, pasien yang terkena dampak parah menunjukkan profil
sitokin tipe Th-1 dengan sedikit jika ada IL-10 yang terdeteksi. Sebaliknya, bentuk
schistosomiasis usus ringan dikaitkan dengan profil sitokin Th-2.
Gejala HSS meliputi hepatomegali, fibrosis hati, hipertensi portal, dan, dengan
infeksi kronis, aliran darah kolateral portosistemik. Saat infeksi berlanjut, splenomegali,
varises esofagogastrik, dan wasir akan berkembang. Pendarahan dari varises esofagus
menyebabkan hematemesis (muntah darah) dan melena. Ciri khas dari HSS adalah
pemeliharaan perfusi hati dengan peningkatan aliran arteri hepatik, memungkinkan
pelestarian fungsi hepatosit tanpa adanya koinfeksi virus hepatotropik. Baik telur
maupun bentuk dewasa S. mansoni tidak menyebabkan kerusakan pada hepatosit.
(Shaker, Samy, and Ashour 2014)

3. apa saja factor yang menjadi penyebab infeksi parasit cacing?

4. bagaimana respon imun innate tubuh ketika terinfeksi oleh parasite cacing
Berbeda dengan siklus hidup cacing yang berbeda pada setiap filumnya, tetapi respon
imun yang timbul akibat cacing infeksius.
Komponen utama dari sistem imun innate / non spesifik ini zat kimia antimikroba yang
diproduksi di epitel, sistem komplemen, makrofag, dan NK cell.
Setelah parasite cacing masuk ke tubuh, dengan antigennya akan berikatan dengan
reseptor manusia yang akan dikenali oleh epitel usus. Kemudian jika mampu menembus
epitel, maka akan mengaktivasi pembentukan sel dendritik untuk mengawali respon imun.
DC akan mengekspresikan beberapa reseptor untuk mengenali pathogen secara spesifik.
akan berikatan dengan makrofag berperan sebagai sel penghancur utama dengan
memfagositnya. Perlekatan ini dibantu oleh C3b (komplemen yang memudahkan fagosit
mengangkap parasite. Jika makrofag gagal dalam memfagosit parasite, parasite cacing ini
akan dibawa oleh APC sel ke sistem limfatik sebagai antigen. Dan APC ini yang akan
memproduksi sitokin proinflamasi.
Karena parasit berhasil menembus epitel ini mengancam pertahanan berier yang
menyebabkan kerusakan pertahanan barrier fisik dan kimia yang mena menyebabkan
histamine dan mediator lainnya memicu reaksi inflamasi dengan leukosit yang bergerak ke
lokasi cedera serta terjadi peningkatan permeabilitas dinding vaskuler. Pada infeksi cacing
terjadi peningkatan sel mast dan eosinofil.

Eosinofil ini normalnya asa 2-5% dari jumlah leukosit tetapi akan bertambah banyak jika
terjadi infeksi parasite cacing. Eosinophil merupakan fagosit untuk menyingkirkan antigen,
terlebih yang telah dilapisi oleh IgE yang dibentuk oleh limfosit B. Eosinofil dapat
memusnahkan parasite cacing yang lemah dan hampir mati. Differensiasi eosinophil
dirangsang oleh IL-5 (diproduksi oleh sel T). Eosinophil bergerak ke tempat infeksi dibantu
oleh mastosit dan basofit (mediator yang di produksi sel T). eosinofil yang telah aktif ini
dapat menghasilkan MBP (Major basic protein) dan protein bermuatan + untuk merusak
membrane sel parasif yang tidak dapat difagosit makrofag.
Sel mast biasanya terdapat pada epitel mukosa. Pada permukaannya terdapat reseptor
terhadap igE, igG, C3a dan C5a sebagai sensor terhadap perubahan temperature, O2 dan
keberadaan pathogen. Perubahan itu membuat sel mast mengalami degranulasi. Granula
(histamine, serotonin, bradykinin dll) pada sel mast keluar dan menyebabkan reaksi
anafilatik (reaksi imun berlebih). Sel mast mukosa memerlukan mediator dari sel T (IL-4, IL-5,
IL-9 dan IL-10). Granula pada sel mast difungsikan sebagai upaya untuk eradikasi
(pemusnahan) parasit cacing dari tubuh pejamu dan membatasi penyebaran sekresi telur
dan menyebabkan sedikit atau tidak ada peradangan.
(Abbas 2011)

5. Bagaimana respon imun adaptif ketika terinfeksi oleh parasite?


Cacing yang masuk ke usus setelah bertemu dengan DC akan mengaktivasi Sel T dan sel
B. Sistem imun adaptif mulai merespon dengan sel Th-1. Sitokin proinflamasi yang
diproduksi oleh APC merangsang Th-1 mensekresikan IL-2 untuk merangsang APC kembali.
Terjadi peralihan respon dari Th-1 ke Th-2. Respons Th-2 ditandai dengan peningkatan
kadar sitokin antiinflamasi IL-4, IL-5, IL-10, dan IL-13, produksi antibodi oleh sel B (sel B akan
membentuk igE dan igG untuk merusak morfologi cacing), dan perekrutan eosinofil. Eosinofil
menghasilkan IL-4, yang berfungsi untuk memproduksi igE oleh sel B.
IL-4, IL-5, dan IL-10. Sel Th 1 berperan pada infeksi awal dimana baru terjadi
pembentukan granuloma. Setelah itu granuloma ini merangsang sel Th 2 berperan dalam
menginduksi eosinophil, sel mast dan igE. dengan melepaskan IL-4 akan memicu
pembentukan Ig E untuk berikatan dengan eosinophil melalui reseptor FC dan IL-5
merangsang perkembangan dan aktivasi eosinofil. IgE yang berikatan dengan permukaan
cacing diikat eosinofil. Selanjutnya eosinofil diaktifkan dan mensekresi granul enzim yang
menghancurkan parasit.
6. bagaimana mekanisme parasite untuk menghindar dari respon imun hospes?

7. bagaimana siklus hidup parasite cacing pada scenario?

https://www.cdc.gov/dpdx/az.html

8. bagaimana tatalaksana terhadap parasite cacing?


Farmakologi
a. Untuk trichuriasis, obat yang tersedia yang dapat digunakan adalah albendazole,
mebendazole, pyrantel pamoate, dan ivermectin. Jika gejalanya parah atau pasien
mengalami anemia, terapi zat besi diberikan, dan terapi suportif diperlukan jika pasien
mengalami disentri.
b. Untuk A. duodenale dan N. americanus, pilihan pengobatan yang direkomendasikan
meliputi albendazole atau mebendazole. Suplementasi zat besi disediakan untuk
dukungan nutrisi tambahan.
c. Untuk pengobatan S. stercoralis, benzimidazoles (thiabendazole, mebendazole, dan
albendazole) atau ivermectin memberikan respon yang sangat baik. Pada sindrom
hiperinfeksi Strongyloides dan strongyloidiasis diseminata, hidrasi, dukungan nutrisi, dan
antibiotik diperlukan sesuai indikasi; ivermectin harus dilanjutkan setidaknya selama
tujuh hari atau sampai sampel dahak atau feses negatif untuk parasit selama dua
minggu.
d. Untuk schistosomiasis, obat pilihan adalah praziquantel. Perawatan berulang diperlukan
pada kasus yang parah atau jika demam Katayama berkembang. Steroid juga dapat
diberikan selama demam Katayama untuk mengurangi gejala
e. Filariasis limfatik dapat diobati dengan beberapa obat, antara lain ivermectin, suramin,
mebendazole, flubendazole, dan diethylcarbamazine. Pilihan lain yang tersedia adalah
perawatan bedah, termal, dan herbal.
f. Empat modalitas berbeda tersedia untuk pengelolaan echinococcosis kistik, yang
meliputi kemoterapi, terapi perkutan, pembedahan, dan observasi tanpa intervensi.
Benzimidazole adalah landasan terapi medis.
g. Pilihan pengobatan untuk neurocysticercosis adalah terapi simtomatik seperti
antikonvulsan, analgesik, terapi antihelminthic, dan operasi, yang meliputi operasi
pengangkatan cacing atau penempatan shunt.
h. Praziquantel digunakan untuk pengobatan diphyllobothriasis. Niclosamide juga
merupakan obat lain yang tersedia.

Non Farmakologi :

Kebersihan pribadi yang baik dianjurkan serta mencuci tangan, membersihkan buah-buahan,
sayuran, membedakan buang air besar, dan menghindari konsumsi tanah. Berjalan tanpa
alas kaki di luar ruangan umumnya tidak dianjurkan. Pendidikan kesehatan masyarakat
tentang kebersihan yang layak dengan sanitasi yang lebih baik dapat mengurangi risiko
infeksi. Wisatawan harus menghindari kontak dengan air tawar di daerah endemik; banyak
infeksi yang diam dan mungkin tetap tanpa gejala; itu sebabnya orang harus diskrining
dengan uji serologi schistosomiasis bagi mereka yang kembali dari daerah endemik.

Pasien dengan serologi positif harus diskrining dengan pemeriksaan urin dan feses untuk
identifikasi spesies. Untuk taeniasis, pembuangan kotoran manusia dan babi secara saniter
harus dilakukan dengan cara yang benar untuk menghindari pencemaran air. Pembersihan
menyeluruh, pencucian, dan pemasakan yang tepat dari sayuran mentah dan air, serta
pemasakan daging sapi, babi, dan ikan yang tepat, sangat dihargai untuk mencegah infeksi
cacing usus. Dengan langkah-langkah yang disebutkan di atas, pasien harus dididik dengan
pengaturan hewan peliharaan, anjing, dan menghindari anjing yang tidak diatur untuk
pencegahan echinococcosis.

9. bagaimana mekanisme dari pemeriksaan feses?


a. Secara langsung
b. Secara tidak langsung -> Sedimentasi

c. Secara tidak langsung -> Floatasi


1. Larutan feses yang sudah disaring dengan kasa dimasukkan ke dalam tabung reaksi
2. Larutan pengapung ditambahkan sampai mencapai bibir tabung
3. Deck glass ditempelkan dengan hati-hati pada mulut tabung reaksi
4. Sediaan yang menempel pada deck glass diletakkan diobjek glass kemudian
diperiksa dibawah mikroskop

Sumber : Soedarto, Prof. Dr. 2010. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran . Sagung Seto

10. apa manifestasi klinis tubuh terkena infeksi cacing?

Organisme Manifestasi Klinis


(penyakit) Immunocompetent host Immunocomprimised
host
Babesia sp Parasitemia tanpa Hemolisis ekstensif,
gejala/penyakit seperti flu parasitemia tinggi,
yang sembuh sendiri, anemia kegagalan organ stadium
hemolitik akhir
Cryptosporidium sp Diare cair yang sembuh sendiri Diare cair kronis,
dehidrasi, malabsorbsi,
penurunan BB
Cyclospora Diare cair yang sembuh sendiri Diare cair kronis,
cayetanensis dehidrasi, malabsorbsi,
penurunan BB
Entamoeba Sebagian besar tanpa gejala, Peningkatan resiko
histolytica manifestasi meliputi colitis, sampai penyakit parah
amoeba, abses hati amebik
Free-living amebae Keratitis amuba, biasanya Lesi pada kulit,
pada pemakaian lensa kontak pneumonia amebik
Giardia duodenalis Sebagian besar tanpa gejala , Peningkatan resiko pada
diare cair yang sembuh infeksi dan menimbulkan
sendiri, malabsorbsi, kembung gejala
Leishmania sp Tanpa gejala Peningkatan resiko dan
perkembangan penyakit
parah
Microsporidia Diare cair yang sembuh sendiri Diare cair kronis,
dehidrasi, malabsorbsi,
penurunan BB
Plasmodium sp Keparahan penyakit Peningkatan resiko dan
tergantung pada spesies. P. perkembangan lebih
falcifarum dianggap paling cepat
parah : demam tinggi, malaise,
anemia
Sarcoptes scabei Tanpa gejala sampai gatal Kulit yang parah dan
berkusta, lesi sangat
menular
Strongyloides Tidak bergejala sampai sakit Colitis, penuomonitis,
stercoralis perut sepsis
Toxoplasma gondii Ensefalitis toksoplasma
Trypanosoma cruzi Tahap akut, menengah dan Sama seperti individu
kronis : kardiomiopati, imunokompeten namun
megacolon dan perkembangannya lebih
megaeshopagus dapat timbul cepat di tahap kronis
bertahun-tahun
Sumber : NCBI

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Abbul k. 2011. Celluler and Moleculer Immunology.


Chaparro, Camila M., and Parminder S. Suchdev. 2019. “Anemia Epidemiology,
Pathophysiology, and Etiology in Low- and Middle-Income Countries.” Annals of the
New York Academy of Sciences 1450(1).
Leenstra, Tjalling et al. 2006. “Schistosoma Japonicum Reinfection after Praziquantel
Treatment Causes Anemia Associated with Inflammation.” Infection and Immunity
74(11): 6398–6407.
Shaker, Yehia, Nervana Samy, and Esmat Ashour. 2014. “Hepatobiliary Schistosomiasis.”
Journal of clinical and translational hepatology 2(3): 212–16.

Anda mungkin juga menyukai