Anda di halaman 1dari 3

ASUHAN KEPERAWATAN RABIES

Definisi:

Rabies mengakibatkan terjadinya infeksi pada susunan saraf pusat akibat virus zoonotic
melalui kontak langsung luka atau mukosa dengan air liur atau cakaran hewan yang lebih dahulu
terinfeksi. Ref: Permatananda, P. A. N. K., Cahyawati, P. N., Aryastuti, A. A. S. A., & Lestarini,
A. (2022). Upaya Pencegahan Rabies di Desa Taman, Bali. ABDISOSHUM: Jurnal Pengabdian
Masyarakat Bidang Sosial dan Humaniora, 1(3), 357-363. Gejala awal rabies pada manusia
meliputi demam, sakit kepala, dan rasa tidak nyaman pada lokasi gigitan. Gejala lanjutan
meliputi kejang, kesulitan bernapas, dan kehilangan kesadaran. Rabies dapat dicegah dengan
memberikan vaksin rabies pada hewan peliharaan setiap tahun, serta memberikan vaksin anti-
rabies pada manusia yang terinfeksi ref: Adong, C. A., Tampake, R., & Masulili, F. (2023).
Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Pengetahuan Kepala Keluarga Tentang Pertolongan
Pertama pada Gigitan Anjing Rabies di Desa Sinampangnyo Kecamatan Pagimana. Jurnal
Kolaboratif Sains, 6(7), 817-824.

Etiologi:

Virus rabies adalah jenis spesies dari genus Lyssavirus dari keluarga Rhabdoviridae.
Virus ini diselimuti dan memiliki untai tunggal, genom RNA sense negatif. Genom RNA virus
mengkodekan lima gen yang urutannya sangat terjaga. Gen-gen ini mengkode untuk:
nukleoprotein (N), fosfoprotein (P), protein matriks (M), glikoprotein (G), dan RNA polimerase
virus (L). Semua Rhabdovirus memiliki dua komponen struktural utama; inti ribonukleoprotein
heliks (RNP) dan selubung sekitarnya. Kedua protein, P dan L berhubungan dengan RNP.
Glikoprotein membentuk sekitar 400 paku trimerik, yang tersusun rapat pada permukaan virus.
Nukleoprotein (N) virus memainkan peran penting dalam replikasi dan transkripsi. Baik
transkripsi dan replikasi virus berkurang, jika nukleoprotein tidak terfosforilasi. Reseptor
permukaan sel Rhabdovirus tidak diidentifikasi tetapi beberapa penelitian menunjukkan
fosfolipid, terutama fosfatidil serin sebagai molekul reseptor permukaan sel. Virus rabies
mempunyai bentuk menyerupai peluru dan tersusun atas RNA, protein, lemak, dan karbohidrat.
Virus ini berukuran panjang antara 150-260 nm, lebar 100-130 nm, diameter 75 nm. Pada
permukaannya terdapat bentuk-bentuk paku (spikes) dengan ukuran panjang 9 nm. Ref:
Cezarindy, A. D. (2023). Pengaruh Pendidikan Terhadap Pengetahuan Masyarakat Dalam
Penanganan Awal Gigitan Anjing Yang Terduga Rabies di Kabupaten Pinrang (Doctoral
dissertation, Universitas Hasanuddin).

Epidemiologi:

Rabies masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, terutama di daerah-


daerah yang memiliki populasi hewan liar yang tinggi. Berdasarkan data 5 tahun terakhir (2012-
2016), rata-rata pertahun kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) di Indonesia sebanyak
74.600 kasus. Setiap tahun lebih dari 55.000 orang meninggal akibat rabies dan lebih dari 15 juta
orang di seluruh dunia mendapatkan pengobatan profilaksis vaksin anti-rabies untuk mencegah
berkembangnya penyakit ini. Rabies tersebar hampir di semua benua kecuali benua Antartika,
lebih dari 150 negara telah terjangkit penyakit ini. Sejumlah 40% dari seluruh orang-orang yang
digigit hewan tersangka rabies merupakan anak dibawah usia 15 tahun. Di Provinsi Bali,
penyakit rabies muncul kembali pada tahun 2008 dan sampai sekarang masih perlu diwaspadai.
Pencegahan rabies dapat dilakukan dengan memberikan vaksin rabies pada hewan peliharaan
setiap tahun, serta memberikan vaksin anti-rabies pada manusia yang terinfeksi.
Ref: Syahfitri, R. I. (2023). Pengaruh Tingkat Pengetahuan Terhadap Pencegahan Penyakit
Rabies. PubHealth Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(1), 48-53.

Tanda & Gejala:

Gejala dan tanda rabies klasik lainnya seperti hipersalivasi, demam, gangguan neurologi
lokal merupakan gejala yang relatif rendah persentasenya. Apakah ini terkait bias dengan
pelaporan, tidak jelas. Hemachudha dkk, melaporkan demam sebagai gejala yang ditemukan
pada semua kasus. Pada awal terinfeksi, gejala demam belum muncul pada kasus. Dalam
perjalanan penyakitnya gejala demam biasanya lebih jelas. Pada kasus-kasus rabies di Amerika
Utara, lebih dari 80% mengalami demam sebagai gejala klinis. Aerofobia dilaporkan sebagai
gejala yang menonjol dan dapat ditimbulkan oleh ‘fan test’. Kondisi gelisah yang berganti-ganti
dengan tenang adalah tanda lain yang menonjol dari tipe kasus yang menunjukkan gejala
‘berontak/ mengamuk’. Gangguan gejala sensoris lokal seperti parestesia atau gatal terjadi pada
30% dari kedua tipe kasus, yang ‘berontak/mengamuk’ dan lumpuh.
Ref: Setiawaty, V., Septiawati, C., & Burni, E. (2019). Karakteristik Kasus Fatal Akibat Gigitan
Hewan Penular Rabies di Indonesia 2016–2017. Media Penelitian Dan Pengembangan
Kesehatan, 29(3), 235-242.

Anda mungkin juga menyukai