Anda di halaman 1dari 2

3.

Macam-macam Mahkum fih

Para ulama ushul fiqh membagi mahkum fih dari dua segi, yaitu dari segi keberadaannya
secara material dan syara', serta dari segi hak yang terdapat dalam perbuatan itu sendiri.

1. Dari segi keberadaannya secara material dan syara', mahkum fih terdiri atas:

a. Perbuatan yang secara material ada, tetapi tidak termasuk perbuatan yang terkait
dengan syara', seperti makan dan minum. Makan dan minum adalah perbuatan mukallaf yang
eksis, tetapi dengan perbuat- an makan itu tidak terkait hukum syara'.

b. Perbuatan yang secara material ada dan menjadi sebab adanya hukum syara', seperti
perzinaan, pencurian, dan pembunuhan. Perbuatan ini menjadi sebab adanya hukum syara',
yaitu hudud dan qishash.

c. Perbuatan yang secara material ada dan baru bernilai dalam syara' apabila
memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan, seperti shalat dan zakat.

d. Perbuatan yang secara material ada dan diakui syara', serta mengakiabatkan adanya
hukum syara' yang lain, seperti nikah, jual beli dan sewa menyewa. Perbuatan seperti ini
secara material ada dan diakui oleh syara'. Apabila memenuhi rukun dan syaratnya, perbuatan
itu, masing-masing mengakibatkan munculnya hukum syara' yang lain, yaitu halalnya
berhubungan suami istri, kewajiban nafkah, dan kewajiban mahar dalam perkawinan;
berpindahnya hak milik dalam jual beli; dan berhaknya seseorang memanfaatkan milik orang
lain; serta berhaknya pihak lain untuk menerima upah dalam akad sewa menyewa

2. Dilihat dari segi hak yang terdapat dalam perbuatan itu, maka mahkum fih dibagi kepada
empat bentuk, yaitu:

a. Semata-mata hak Allah, yaitu segala yang menyangkut kemaslahatan umum tanpa
kecuali. Dalam hak ini seseorang tidak dibenarkan melakukan pelecehan dan melakukan
suatu tindakan yang mengganggu hak ini. Hak yang sifatnya semata-mata hak Allah ini,
menurut ulama ushul fiqh, ada delapan macam, yaitu

1) Ibadah mahdhah (murni), seperti iman dan rukun Islam yang lima.

2) Ibadah yang mengandung makna bantuan/santunan, seperti zakat fitrah, karenanya


disyaratkan niat dalam zakat fitrah, dan kewajiban zakat itu berlaku untuk semua
orang, termasuk anak kecil/ orang gila yang belum/tidak cakap bertindak hukum.

3) Bantuan/santunan yang mengandung makna ibadah, seperti zakat hasil yang


dikeluarkan dari bumi.

4) Biaya/santunan yang mengandung makna hukuman, seperti kharaj (pajak bumi) yang
dianggap sebagai hukuman bagi orang yang tidak ikut jihad

5) Hukuman secara sempurna dalam berbagai tindak pidana, seperti hukuman berbuat
zina (dera atau rajam), hukuman pencurian (potong tangan), hukuman qadzaf (dera 80
kali), dan hukuman-hukuman terhadap tindak pidana ta'zir.
6) Hukuman yang tidak sempurna, seperti seseorang tidak diberi hak waris atau wasiat,
karena ia membunuh pemilik harta tersebut.

7) Hukuman yang mengandung makna ibadah, seperti kaffarat zihar, kaffarat sumpah,
kaffarat orang yang melakukan senggama di siang hari bulan Ramadhan dan berbagai
diyat lainnya.

8) Hak-hak yang harus dibayarkan, seperti kewajiban mengeluarkan seperlima harta


terpendam dan harta rampasan perang

b. Hak hamba yang terkait dengan kepentingan pribadi seseorang, seperti ganti rugi
harta seseorang yang dirusak, hak-hak kepemilikan, dan hak-hak pemanfaatan hartanya
sendiri. Hak seperti ini boleh digugurkan oleh pemiliknya.

c. Kompromi antara hak Allah dengan hak hamba, tetapi hak Allah didalamnya lebih
dominan, seperti hukuman untuk tindak pidana qadzaf (menuduh orang lain berbuat zina).
Dari sisi kemaslahatan dan kehormatan masyarakat, hak ini termasuk hak Allah, dari sisi
menghilangkan malu dari orang yang dituduh, maka hak itu termasuk hak pribadi (hamba
Allah). Akan tetapi, menurut ulama ushul fiqh, hak Allah lebih dominan dalam masalah
ini.

d. Kompromi antara hak Allah dan hak hamba, tetapi hak hamba di dalamnya lebih
dominan, seperti dalam masalah qishash. Hak Allah dalam qishash tersebut berkaitan
dengan pemeliharaan keamanan dan penghormatan terhadap darah seseorang yang tidak
halal dibunuh, sedangkan hak pribadi hamba adalah menjamin kemaslahatan pihak ahli
waris yang terbunuh. Akan tetapi, karena dalam pelaksanaan qishash itu sepenuhnya
diserahkan kepada ahli waris terbunuh dan mereka berhak untuk menggugurkan hukuman
tersebut, maka hak hamba dianggap lebih dominan dalam hal ini.

Anda mungkin juga menyukai