Anda di halaman 1dari 10

BAB I

DEFINISI

Kekerasan fisik adalah setiap tindakan yang disengaja atau penganiayaan


secara langsung merusak integritas fisik maupun psikologis korban, ini
mencakup antara lain memukul, menendang, menampar, mendorong, menggigit,
mencubit, pelecehan seksual, dan lain-lain yang dilakukan baik oleh pasien, staf
maupun oleh pengunjung.
Kekerasan psikologis termasuk ancaman fisik terhadap individu atau kelompok
yang dapat mengakibatkan kerusakan pada fisik, mental, spiritual, moral atau
sosial termasuk pelecehan secara verbal.
Menurut Atkinson, tindak kekerasan adalah perilaku melukai orang lain, secara
verbal (kata-kata yang sinis, memaki dan membentak) maupun fisik (melukai
atau membunuh) atau merusak harta benda.
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan,
pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan
untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas
tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan,
tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan kekejaman
terhadap binatang. Istilah “kekerasan” juga mengandung kecenderungan agresif
untuk melakukan perilaku yang merusak. Kerusakan harta benda biasanya
dianggap masalah kecil dibandingkan dengan kekerasan terhadap orang.

BAB II
RUANG LINGKUP

1
Ruang lingkup Panduan Pelayanan Pasien Dengan Risiko Kekerasan adalah
unit kerja yang memberikan pelayanan kepada pasien berisiko kekerasan,
meliputi:
A. UNIT KERJA TERKAIT
1. Tempat Pendaftaran Pasien
2. Instalasi Gawat Darurat
3. Unit Rawat Jalan
4. Unit Rawat Inap
5. Unit Radiologi
6. Unit Laboratorium
7. Unit Farmasi
B. KLASIFIKASI PASIEN YANG BERISIKO KEKERASAN
1. Bayi dan anak – anak
2. Penderita cacat
3. Manula
4. Pasien gangguan mental dan emosional
5. Populasi pasien yang berisiko disakiti yaitu
a. Pasien risiko penyiksaan
b. Narapidana
c. Korban tindak kejahatan
d. Tersangka tindak pidana
e. Saksi dalam kasus tindak pidana
f. Korban kekerasan dalam rumah tangga

BAB III
TATA LAKSANA

2
A. TATA LAKSANA SKRINING PASIEN DENGAN RISIKO KEKERASAN
1. Skrining terhadap populasi pasien dengan risiko kekerasan yang
memerlukan pelayanan khusus dilakukan oleh seluruh unit yang
berinteraksi dengan pasien sesuai dengan kompetensi masing-masing.
2. Skrining pasien dilakukan saat pasien diterima di IGD, pasien kemudian
dilakukan identifikasi nama dan tanggal lahir sesuai kartu identitas pasien
oleh petugas IGD dan atau TPP
3. Rumah sakit mengidentifikasi kelompok pasien yang berisiko yaitu anak-
anak, cacat, manula, gangguan mental, koma dan pasien yang berisiko
disakiti (narapidana, korban tindak kejahatan, tersangka tindak pidana,
saksi dalam kasus tindak pidana atau korban kekerasan dalam rumah
tangga melalui penjelasan keluarga atau penjelasan pihak kepolisian)
dimasukkan dalam kelompok khusus yang perlu mendapatkan
perlindungan dan perlakuan khusus untuk menjaga keamanan pasien

B. TATA LAKSANA PERLINDUNGAN SECARA UMUM


1. Kelompok yang berisiko tidak hanya terhadap kekerasan fisik, tetapi
perlindungan yang lebih luas lagi untuk masalah keselamatan pasien,
perlindungan dari penyiksaan, kelalaian asuhan keperawatan, tidak
dilaksanakan pelayanan dan bantuan yang diperlukan apabila terjadi
kebakaran harus mendapatkan perhatian oleh pimpinan rumah sakit.
2. Perlindungan dan keselamatan pasien selama menjalani proses
pelayanan kesehatan di rumah sakit perlu mendapatkan prioritas utama
oleh tenaga yang berkecimpung langsung didalamnya, penerapan 6
langkah sasaran keselamatan pasien harus dijalankan seiring dengan
perlindungan yang harus diberikan oleh rumah sakit.
3. Memberikan perlindungan dari penyiksaan yang berarti kepada pasien
diluar dari tindakan medis harus dihindari sedapat mungkin, pemberian
reinstrain kepada pasien harus dengan pertimbangan yang manusiawi
dan diinformasikan kepada pihak keluarga pasien sebagai rangkaian
proses pemberian tindakan medis kepada pasien.
4. Pemberian asuhan keperawatan yang berkelanjutan disertai pengkajian
yang mendalam terhadap diri pasien dan system pencatatan medis yang
teratur, mencegah terjadinya kelalaian dari tindakan medis yang harus
diberikan kepada pasien.

3
5. Rumah sakit memberikan pelatihan kepada staf dalam mengembangkan
dan melaksanakan prosedur-prosedur dan tindakan khusus kepada
pasien termasuk pemberian dan penanganan pasien bila terjadi
kebakaran.
6. Perlindungan ini dibuat suatu kebijakan dan prosedur baku yang harus
diterapkan oleh semua staf di rumah sakit dalam menjalankan prosedur
yang telah ditetapkan.

C. TATA LAKSANA PERLINDUNGAN PASIEN TERHADAP KEKERASAN


FISIK
1. Petugas Rumah Sakit melakukan proses mengidentifikasi pasien berisiko
melalui pengkajian secara terperinci.
2. Bila tindak kekerasan fisik dilakukan oleh pasien : Petugas unit terkait
untuk mengamankan kondisi dan menghubungi petugas keamanan
rumah sakit untuk pengamanan lebih lanjut dan mengecualikan masalah
medis pasien tersebut. Setelah kondisi pasien aman perawat
menghubungi dokter untuk menilai kebutuhan fisik dan psikologis.
3. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh anggota staf rumah sakit : petugas
unit terkait bertanggung jawab menegur staf tersebut dan melaporkan
insiden ke kepala unit terkait untuk diproses lebih lanjut.
4. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh pengunjung : Petugas bertanggung
jawab dan memiliki wewenang untuk memutuskan diperbolehkan atau
tidak pengunjung tersebut memasuki area Rumah Sakit.
5. Monitoring di setiap lobi, koridor rumah sakit, tempat parkir, unit rawat
inap, rawat jalan, area berisiko maupun di lokasi terpencil atau terisolasi
(seperti laundry, belakang kamar operasi, belakang ICU) dengan
pemasangan kamera CCTV ( Closed Circuit Television ) yang terpantau
oleh Petugas Keamanan selama 24 ( dua puluh empat ) jam terus
menerus dan apabila terjadi kejadian yang tidak diinginkan petugas
keamanan melakukan pelaporan ke kepala unit personalia dan umum.
6. Setiap pengunjung rumah sakit selain keluarga yang menjaga pasien
diluar jam kunjung wajib melapor ke petugas keamanan dan wajib
memakai kartu Visitor

4
7. Setiap pengunjung rumah sakit selain keluarga pasien meliputi : tamu RS,
detailer, pengantar obat atau barang wajib melapor ke petugas keamanan
dan wajib memakai kartu Visitor khusus tamu.
8. Petugas keamanan tetap melakukan pencatatan pengunjung yang tidak
membawa kartu identitas.
9. Pemberlakuan jam berkunjung pasien : saat ini, pemberlakukan jam
kunjungan, belum di berlakukan, karena masih dilakukan protocol Covid-
19.
10. Petugas keamanan berwenang menanyai pengunjung yang
mencurigakan dan mendampingi pengunjung tersebut sampai ke pasien
yang dimaksud.
11. Staf perawat unit wajib melapor kepada petugas keamanan apabila
menjumpai pengunjung yan mencurigakan atau pasien yang dirawat
membuat keonaran maupun kekerasan.
12. Petugas keamanan menutup akses pintu masuk ke Rumah Sakit selain
dari IGD pada jam 21.00 WIB.

D. TATA LAKSANA PERLINDUNGAN TERHADAP PASIEN BAYI DAN


ANAK-ANAK
1. Ruang rawat inap perinatologi harus dijaga oleh seorang perawat atau
bidan yang tidak boleh meninggalkan ruangan sebelum ada pengganti
perawat atau bidan yang menggantikannya
2. Ruang rawat inap anak-anak, yang terletak di ruang bangsal, harus ada
perawat yang menjaga dan mengawasi seisi ruangan yang ada atau
adanya salah satu anggota keluarga pasien yang menjaga pasien secara
bergantian.
3. Pemanfaatan CCTV untuk memantau kondisi pasien (bayi dan anak-
anak) dan keluar masuknya pengunjung/staf di ruangan.
4. Pengkajian pada bayi dan anak dengan risiko jatuh.
5. Pengamanan tempat tidur pasien dari risiko kelalaian petugas selama
masa asuhan keperawatan.
6. Pemberian asuhan keperawatan dan pengkajian yang mendalam dapat
mengurangi risiko adanya kelalaian atau kesalahan selama proses
pelayanan diberikan

5
E. TATA LAKSANA PERLINDUNGAN TERHADAP PENDERITA CACAT
1. Petugas menskrining penderita dengan indikasi khusus (cacat) dengan
menempatkan ruang tempat tidur tersendiri atau didekatkan dengan pos
jaga, untuk penderita rawat jalan, petugas dapat menempatkan penderita
yang mudah di monitor oleh petugas/staf yang ada.
2. Perawat menginformasikan kepada keluarga untuk dapat membantu
mengawasi dan melakukan pengawasan selama proses pengobatan
(rawat jalan/rawat inap)
3. Memastikan fasilitas pendukung keamanan bagi pasien rawat inap yang
terletak diruang rawat inap berupa memasang pengaman ditempat tidur
dan penggunaan bel yang mudah dijangkau oleh pasien dan keluarganya
serta pemasangan pegangan tangan di kamar mandi pasien
4. Meminta persetujuan keluarga bila sewaktu-waktu dibutuhkan untuk
dilakukannya reinstrain pada pasien selama proses pengobatan.

F. TATA LAKSANA PERLINDUNGAN TERHADAP PASIEN MANULA,


GANGGUAN MENTAL DAN EMOSIONAL
1. Penempatan pasien dengan gangguan mental dan emosional dapat
disediakan lokasi / ruangan khusus yang beda dengan pasien yang
lainnya
2. Pasien dapat pula ditempatkan dengan ruang jaga perawat yang mudah
dipantau/dimonitor oleh perawat yang bertugas.
3. Meminta keluarga pasien untuk membantu menjaga pasien selama
proses rawat inap dilakukan.
Melakukan screening terhadap para keluarga dan pengunjung yang
melakukan kunjungan di rumah sakit khususnya rawat inap

G. TATA LAKSANA PERLINDUNGAN PADA PASIEN YANG BERISIKO


DISAKITI (PASIEN RISIKO PENYIKSAAN, NARAPIDANA, KORBAN
TINDAK KEJAHATAN, TERSANGKA TINDAK PIDANA, SAKSI KASUS
PIDANA, KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA)
1. Pasien ditempatkan dikamar perawatan sedekat mungkin dengan kantor
perawat.

6
2. Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas
dikantor perawat, berikut dengan penjaga pasien lain yang satu kamar
perawatan dengan pasien berisiko.
3. Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau
lokasi perawatan pasien, penjaga maupun pengunjung pasien.
4. Koordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan

H. TATA LAKSANA PELAPORAN BILA TERJADI KEKERASAN FISIK


1. Apabila terjadi suatu tindak kekerasan fisik di rumah sakit, seluruh yang
mengetahui/menemukan insiden segera melaporkan ke kepala unit
tempat terjadinya tindak kekerasan untuk ditindaklanjuti
(dicegah/ditangani) untuk mengurangi dampak/ akibat yang tidak
diharapkan.
2. Lakukan pengamanan internal yang dilakukan oleh staf medis yang
terdekat/terkait yang melihat langung tindak kekerasan fisik kepada
pasien.
3. Segera menghubungi petugas keamanan rumah sakit untuk penanganan
lebih lanjut sebagai antisipasi risiko tindakan yang berlebih terhadap
pasien.
4. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya dengan mengisi
Formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift paling lambat 2x24
jam.
5. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada Atasan
Langsung pelapor : Kepala Bagian/unit
6. Atasan langsung akan memeriksa laporan apakah kekerasan fisik yang
terjadi dapat diselesaikan pada tingkat kepala bagian/unit atau
memerlukan keputusan yang lebih tinggi.
7. Pada kasus insiden tindak kekerasan yang tidak selesai di tingkat
bagian/unit setelah menerima laporan segera membentuk Tim Investigasi
yang terdiri dari Personel keamanan rumah sakit dan pihak yang
berwajib.
8. Setelah selesai melakukan investigasi, lakukan sistem pelaporan hasil
investigasi kepada direktur rumah sakit secara berkala.
9.
ALUR PELAPORAN INSIDEN KEKERASAN

7
INSIDEN TINDAK
KEKERASAN

KEPALA UNIT /
KEPALA BAGIAN

INVESTIGASI

DAPAT TIDAK DAPAT


DISELESAIKAN DISELESAIKAN

PETUGAS
KEAMANAN

DIREKTUR
RUMAH SAKIT

8
BAB IV
DOKUMENTASI

Pencatatan Rekam Medis


Mendokumentasikan pemeriksaan pasien merupakan langkah kritikal dan
penting dalam proses asuhan pasien. Hal ini umumnya dipahami pelaksana
praktek kedokteran bahwa “ jika anda tidak mendokumentasikannya, anda
tidak melakukannya”. Dokumentasi adalah alat komunikasi berharga untuk
pertemuan di masa mendatang dengan pasien tersebut dan dengan tenaga
ahli asuhan kesehatan lainnya. Alasan lain mengapa dokumentasi sangat
kritikal terhadap proses asuhan pasien didaftarkan pada Gambar 1-2. Saat
ini, beberapa metode berbeda digunakan untuk mendokumentasikan asuhan
pasien, dan beragam format cetakan dan perangkat lunak komputer tersedia
untuk membantu dokter, perawat, farmasis dan profesi lainnya dalam proses
ini. Dokumentasi yang baik adalah lebih dari sekedar mengisi formulir; akan
tetapi, harus memfasilitasi asuhan pasien yang baik. Ciri-ciri yang harus
dimiliki suatu dokumentasi agar bermnanfaat untuk pertemuan dengan
pasien meliputi: Informasi tersusun rapi, terorganisir dan dapat ditemukan
dengan cepat.

Pencatatan Data dan Evaluasi


Pelayanan pasien dengan risiko kekerasan / risiko disakiti perlu dicatat dan
dikumpulkan pada buku tersendiri, untuk selanjutnya data tersebut
dievaluasi. Temuan-temuan khusus dalam pemberian pelayanan pasien
dengan risiko kekerasan atau risiko disakiti seyogyanya dianalisis sebagai
bahan evaluasi penyusunan dan atau perubahan sistem pelayanan, baik
medis, keperawatan, maupun professional lainnya, sehingga pelayanan
pasien dengan risiko kekerasan atau risiko disakiti dapat ditingkatkan dan
terjamin Keselamatan Pasien di RS.
1. Pencatatan identitas penjaga atau pengunjung pasien pada buku yang
telah disediakan oleh pihak keamanan rumah sakit
2. Dokumentasi apabila terjadi kejadian tindak kekerasan adalah pada
Formulir Laporan Insiden Tindak Kekerasan
3. Pencatatan perkembangan kondisi pasien dengan risiko kekerasan
dilakukan pada lembar observasi pasien dan tindakan keperawatan

9
meliputi tensi, nadi, suhu serta tindakan keperawatan yang sudah
dilakukan
4. Pencatatan kondisi perkembangan pasien meliputi keadaan umum,
keluhan pasien dan terapi dicatat menggunakan SOAP (Subyektif,
Obyektif, Assesmen, Planing) pada formulir Catatan Perkembangan
Pasien Terintegrasi (CPPT)

10

Anda mungkin juga menyukai