FKH
514 Bidang Reproduksi dan Kebidanan 1/05/2023 – 27/05/2023
LAPORAN AKHIR
1 – 27 MEI 2023
Disusun oleh:
Dibimbing oleh:
drh. Mokhamad Fakhrul Ulum, M.Si, Ph.D
Disusun oleh:
Disetujui oleh:
Dr. drh. Dedi Rahmat Setiadi, M.Si drh. Mokhamad Fakhrul Ulum, M.Si, Ph.D
NIP. 19690717 199903 1 002 NIP. 19821024 201212 1 002
Diketahui oleh:
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Tanggal Pengesahan:
REVIEW ANATOMI FISIOLOGI ORGAN REPRODUKSI
Secara umum protokol BSE betina dan jantan sama, untuk protokol dasar BSE
pada betina adalah pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan, pemeriksaan organ
reproduksi, pengukuran ruang pelvis, dan pemeriksaan mikrobiologis/parasitik. Bagian
luar yang diperiksa pada BSE betina adalah kelenjar mamae dan puting. Dua hal penting
dalam BSE betina yaitu scoring organ reproduksi dan lebar area pelvis. BSE dapat
dilakukan di dua titik yaitu pre pubertas dan sudah bereproduksi. pada pemeriksaan BSE
di pre pubertas tidak ada pencatatan perkawinan dan perilaku kawin, sedangkan pada
betina yang sudah bereproduksi ditambahkan catatan perkawinan, perilaku kawin,
kondisi anak, dan proses kelahiran. Betina harus memiliki BCS antara 2,5-4 dimana BCS
4 tercapai menjelang partus sedangkan BCS 2,5 pada puncak laktasi. Pemeriksaan organ
reproduksi hasilnya berbentuk skor. Patokan penilaian skor tersebut adalah diameter
uterus, tonus/konsistensi kornua uterus, dan struktur ovarium. Pengukuran ruang pelvis
dapat menggunakan pelvimeter. Pengukuran lebar ruang pelvis dilakukan dengan
meletakkan ujung alat di dinding ileum sedangkan tingginya di titik tengah pelvis dan
sacrum.
TEKNOLOGI REPRODUKSI
1. Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan (IB) merupakan metode yang digunakan untuk memasukkan
semen pejantan ke dalam saluran reproduksi betina menggunakan bantuan alat sehingga
dapat meningkatkan populasi dan produktivitas hewan tanpa kawin alami. Keuntungan
melakukan IB yaitu menghemat biaya, dapat memanfaatkan sperma pejantan unggul
untuk lebih dari satu betina, menghemat waktu dan tenaga, dan mencegah penularan
penyakit saat perkawinan alami. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan
IB yaitu kualitas semen yang digunakan, deteksi birahi untuk pemilihan waktu IB,
kondisi betina dalam keadaan normal/tidak mengalami kelainan reproduksi, dan
keterampilan inseminator. Desposisi semen pada inseminasi buatan dapat dilakukan
secara intravagina, transervical maupun intrauterine bergantung pada jenis hewan.
Inseminasi pada sapi dilakukan pada cincin ke 4 dari cervik, sedangkan pada kambing
dilakukan pada cervik. Inseminasi buatan dapat menggunakan semen beku maupun
semen cair. Semen dibuat dengan menggunakan beberapa bahan pengencer seperti tris
citric acid, fruktosa, sodium sitrat, kuning telur, dan susu segar/skim.
Semen yang akan diolah menjadi semen beku maupun semen cair harus melalui
beberapa tahap pemeriksaan mikroskopis dan makroskopis. Pemeriksaan makroskopis
yang meliputi volume, warna, konsistensi, pH. Pemeriksaan mikroskopis yang meliputi
pemeriksaan gerakan massa, gerakan individu, viabilitas, konsentrasi spermatozoa, dan
morfologi spermatozoa. Pengamatan gerakan massa digunakan untuk melihat gerakan
spermatozoa bersama-sama yang terlihat seperti gumpalan awan yang bergerak di bawah
mikroskop. Pengamatan gerakan individu atau motilitas digunakan untuk menilai
gerakan spermatozoa secara individual, baik kecepatannya atau perbandingan antara
yang bergerak aktif progresif dengan gerakan spermatozoa yang lainnya. Pengamatan
viabilitas spermatozoa dilakukan untuk melihat persentase spermatozoa yang hidup dan
mati dengan pewarnaan eosin-negrosin. Spermatozoa yang masih hidup akan berwarna
putih sedangkan, spermatozoa yang mati berwarna merah. Pengamatan morfologi
spermatozoa dilakukan untuk melihat persentase spermatozoa yang memiliki morfologi
normal dan abnormal.
Bahan pengencer yang dibutuhkan dihitung dengan rumus total volume dikurangi
volume semen. Rumus perhitungan volume total adalah V total = V semen x Motilitas x
Konsentrasi / Dosis IB. Dosis per volume inseminasi semen cair pada sapi yaitu 5 juta/0,5
mL 10 juta/1,0 Ml, dam 15 juta/1,0 mL, sedangkan dosis IB pada domba adalah 50
juta/0,05 mL atau 150 juta/0,2 mL. Dosis antibiotik dalam semen adalah penisilin 500-
1000 IU/ml semen cair dan streptomisin 0.5-1 mg/ml semen cair. Dosis untuk pembuatan
semen beku adalah 25 juta/0,25 ml untuk dan 150 juta/0,25 ml untuk kambing atau
domba. Pengolahan pada semen beku membutuhkan pengencer yang mengandung
cryoprotectan dan anticold shock. Setelah tahap pengenceran semen selesai, kemudian
semen dikemas dalam bentuk straw dan dilakukan equilibrasi dengan suhu 5℃ dalam
waktu 4 jam. Dilanjutkan dengan pre-freezing dengan suhu −130℃ selama 10 menit.
2. Fertilisasi Invitro
1. Ultrasonografi
2. Radiografi
EUTOKIA
Progesteron akan juga diubah menjadi esterogen oleh enzim yang akan bekerja
untuk kontraksi myometrial dan menginisiasi hormone oksitosin untuk keluar sehingga
kontraksi akan meningkat. Tahap Pengeluaran Fetus dimulai dari pengeluaran kantung
amnion atau ketuban sampai mulai keluarnya fetus, pada tahap ini sering terjadi distokia
karena kedudukan fetus. Pemeriksaan kedudukan fetus dapat dilakukan melalui palpasi
perektal. Terdapat beberapa kedudukan fetus dalam uterus yaitu Presen merupakan
panjang poros fetus terhadap panjang poros saluran reproduksi. Posisi merupakan
kedudukan punggung fetus terhadap tulang – tulang yang membatasi jalan kelahiran
(tulang pelvis). Sikap / Postur merupakan keadaan dari bagian tubuh fetus yang mudah
dibengkokan seperti leher dan ekstremitas depan maupun belakang. Fase pengeluaran
plasenta akan berlangsung 3 – 8 jam, maksimal 12 jam. Apabila lebih dari 12 jam plasenta
belum keluar maka termasuk kedalam kondisi retensio secundinae.
GANGGUAN REPRODUKSI