Anda di halaman 1dari 61

Reproduksi dan Kebidanan Tanggal Pelaksanaan

FKH 514 (28/09/2020-09/10/2020)


Kelompok A
(23/11/2020-28/11/2020)

LAPORAN KEGIATAN
INTRAMURAL
di Divisi Reproduksi dan Kebidanan

Disusun oleh:
Irena Ivania, SKH NIM B0901201018
Kelompok A PPDH Periode I Tahun Ajaran 2020/2021

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
LEMBAR PENGESAHAN
PROGRAM PENDIDIKAN KEDOKTERAN HEWAN
LAPORAN AKHIR MATA KULIAH
REPRODUKSI DAN KEBIDANAN (FKH 514)

Oleh:
Irena Ivania, SKH B0901201018

Disetujui oleh
Koordinator Mata Kuliah Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Reproduksi dan Kebidanan Reproduksi dan Kebidanan

Prof Drh Ni Wayan K Karja, MP, PhD Dr Drh Muhammad Agil, M.Sc, M.Agr
NIP. 196902071996012001 NIP. 196308161992031003

Diketahui oleh
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
Fakultas Kedokteran Hewan IPB

Prof Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet


NIP. 196308101988031004

Tanggal Pengesahan:

Fisiologi Reproduksi Hewan Jantan


Sistem Reproduksi Jantan
Gonad :
- Testis → berfungsi untuk menghasilkan sel benih jantan atau semen atau
spermatozoa, dan hormon-hormon jantan atau androgen.
Saluran reproduksi :
- Epididymis →Caput dan corpus epididymis (berfungsi untuk tempat pematangan
spermatozoa), cauda epididymis (berfungsi untuk tempat penampungan sperma yang
matang)
- Vas deferens → Transportasi spermatozoa dari epididimys ke uretra
- Urethra/urogenitalis → Tempat menyalurkan sperma (transportasi semen) dan urin
Kelenjar aksesorius :
- Kelenjar vesikularis : Sekresi seminogelin, fruktosa dan prostaglandin
- Kelenjar prostat : Sekresi PSA prostat, asam fosfat dan asam sitrat
- Kelenjar bulbourethralis/cowper : Sekresi mucus untuk lubrikasi urethra
Organ kopularis :
Penis → Menyemprotkan semen ke dalam alat reproduksi betina dan sebagai tempat
keluarnya urine. Ada 2 tipe : Cavernosus/muscularis (lemas kalua tidak ereksi, tidak
mempunyai flexura sigmoidea. Terdapat pada macaca, kuda dan manusia),
Fibroelastik (mempunyai flexura sigmoidea, tetap ereksi meskipun tidak ereksi.
Terdapat pada ruminansia kecuali rusa).

Spermatogenesis Proses pembentukan sel spermatozoa (tunggal: spermatozoon)


yang terjadi di organ kelamin (gonad) jantan yaitu testis tepatnya di tubulus
seminiferus. Terdiri dari 2 proses yaitu spermatositogenesis (spermatogonium-
spermatosit primer-spermatosit sekunder) dan spermiogenesis (spermatid –
spermatozoa).
Pembentukan spermatozoa pada hewan jantan terjadi akibat adanya regulasi
hormonal pada sistem reproduksi hewan janran. Spermatozoa dibentuk melalui proses
spermatogenesis yang terjadi selama 5-9 minggu tergantung dari spesies. Hormonal
yang berpengaruh dalam proses spermatogenesis yaitu produksi GnRH yang cukup
dari hipotalamus, sekresi FSH dan LH dari hipofise anterior, dan sekresi hormon
gonadotropin pada kasus ini yaitu pembentukan hormon testoterone dan beberapa
progesteron. LH bekerja pada sel Leydig yang memiliki reseptor terhadap LH. Sel
leydig akan memproduksi hormon testorteron yang kemudian disekresikan kurang
dari 30 menit setelah onset sekresi LH. Hormon testoteron berfungsi dalam mengatur
libido hewan jantan, mempengaruhi pertumbuhan sel-sel alat kelamin jantan, dan
alat-alat kelamin sekunder, proses spermatogenesis, berpengaruh pada epididimis dan
kelenjar asesoris. Selain itu, testis juga menghasilkan estradiol. Sel sertoli akan
mengubah testoteron menjadi estradiol. Hormon testeoteron dan estradiol berperan
dalam meregulasi proses spermatogenesis dengan fungsi negatif feedback. Sel sertoli
juga akan memproduksi inhibin yang dapat menimbulkan negatif feedback pada
hipofise anterior sehingga FSH dapat ditekan.
Spermatogenesis terjadi pada tubulus seminiferus. Tahapan spermatogenesis
terdiri atas spermatositogenesis dan spermiogenesis. Spermatositogenesis merupakan
perubahan sel spermatogonia sampai menjadi spermatid melalui serangkaian
pembelahab mitosis dan miosis. Spermiogenesis merupakan perubahan morfologi
dari spermatid menjadi spermatozoa. Hormon FSH berperan pada
spermatositogenesis, sedangkan LH dan testoterone berperan dalam spermiogenesis.
Perubahan yang terjadi pada tahapan spermiogenesis adalah kondensasi kromatin inti,
pembentukan akrosom, pembentukan leher dan ekor, mitokondria dari spermatid
akan bergerak mengelilingi ekor dari dasar inti sampai 1/3 pangkal ekor.

Fisiologi Reproduksi Hewan Betina

Sistem Reproduksi Betina


Gonad :
ovarium → berfungsi untuk menghasilkan sel telur (ovum) dan menghasilkan
hormone progesterone dan estrogen
Saluran reproduksi :
- Tuba fallopii (oviduct) → terdapat sepasang, berkelok-kelok dan mempunyai alat
penggantung (mesosalphynx). Terdiri atas infundibulum, ampulla dan isthmus.
Berfungsi untuk menerima ovum, menerima sperma dari uterus, mempertemukan
ovum dan sperma (fertilisasi) dan menyalurkan ovum yang telah dibuahi ke
uterus.
- Uterus → mempunyai alat penggantung (mesometrium). Fungsi sesuai dengan
fasenya. Ada 4 tipe uterus yaitu duplex, simplex, bicornua dan bipartitus.
- Serviks → struktur berupa spinter, dinding tebal terdapat tonjolan (cincin-cincin),
berfungsi untuk menutup lumen uterus dan seleksi sperma.
- Vagina → sebagai alat kopulasi dan tempat sperma dideposisikan; berperan
sebagai saluran keluarnya sekresi cervix, uterus dan oviduct; dan sebagai jalan
peranakan saat proses beranak.
Organ kelamin luar :
- Vulva → merupakan alat reproduksi hewan betina bagian luar. Vulva terdiri dari
dua bagian. Bagian luar disebut labia mayora dan bagian dalamnya disebut labia
minora.
- Clitoris → berfungsi untuk membantu dalam perkawinan.
-
Siklus estrus merupakan perubahan fisiologis yang terjadi secara berkala. Jarak
antara satu estrus ke estrus berikutnya. Sedangkan estrus sendiri merupakan waktu
dalam siklus kelamin betina, dimana betina bersedia menerima jantan (mau untuk
dinaiki). Siklus estrus pada sapi betina umumnya terjadi selama 21hari yang terdiri
dari 2 fase yaitu fase perkembangan folikel (fase folikuler) dan fase luteal. Pada fase
folikuler terjadi dua tahap yaitu proestrus dan estrus. Pada fase proestrus terjadi
folikulogenesis yang dipengaruhi oleh hormon FSH dari anterior pituitary yang
mendapat sinyal dari hypothalamus melalui sekresi GnRH. Folikel berkembang terus
dan sel granulosanya menghasilkan estrogen. Semakin matang folikel semakin tinggi
kadar hormon estrogen yang akan menimbulkan negative feedback terhadap
hypothalamus dan anterior pituitary untuk menurunkan sekresi FSHdan sebaliknya
sekresi LH akan meningkat. Folikel yang matang (de graff) dengan pengaruh LH
surge akan mengalami ovulasi. Sebelum terjadinya ovulasi, hewan akan mengalami
estrus dengan gejala utamanya yaitu diam dinaiki dan mengeluarkan lender bening
dari vulvanya. Setelah ovulasi, konsentrasi estrogen semakin menurun. Corpus
luteum akan berkembang dan menghasilkan hormon progesteron.
Kondisi dimana estrogen semakin turun, dan progesterone semakin naik disebut
fase metestrus. Konsentrasi progesterone akan semakin tinggi apabila tidak terjadi
adanya fertilisasi (kebuntingan) karena fungsi hormon ini yaitu untuk menjaga
kebuntingan. Tetapi jika tidak terjadi kebuntingan, uterus akan berespon dengan
mensekresikan PGF2 alpha dan mempengaruhi CL sehingga CL akan luruh dan
konsentrasi progesteron menurun. Fase ini termasuk fase diestrus atau fase terpanjang
dalam satu siklus estrus. Menurunnya progesterone akan berpengaruh pada sekresi
FSH yang akan kembali tinggi sehingga folikulogenesis dapat terjadi lagi, begitupun
seterusnya.

Sinkronisasi Estrus

Sinkronisasi estrus adalah suatu proses untuk membuat sekelompok betina


induk atau dara mengalami estrus pada waktu yang hampir bersamaan. tindakan ini
dapat memperpendek calving interval dan meringankan biaya operasional, serta
waktu estrus yang hampir serentak. Metode sinkronisasi estrus dikembangkan untuk
mendukung penerapan inseminasi buatan pada sapi potong dan sapi perah,
pengamatan birahi konvensional yang boros tenaga kerja dan tidak efisien, kunci
sukses program sinkronisasi adalah memilih metode sinkronisasi yang tepat.
Resinkronisasi adalah prinsip yang digunakan apabila gagal (biasanya jika tidak
digunakan timed AI).
Kriteria sukses breeding adalah dipenuhinya persyaratan sebagai berikut:
Persyaratan bagi hewan
a. hewan harus sehat dan bebas penyakit, terutama penyakit reproduksi
b. hewan harus mencapai dewasa kelamin pada berat > 200-250kg
c. keseimbangan nutrisi
Keunggulan Sinkronisasi
a. dapat mengendalikan interval beranak
d. penurunan ketergantungan pada deteksi berahi
e. mengurangi kesalahan deteksi birahi
f. meningkatkan kinerja reproduksi
g. mempertahankan produksi dengan jumlah sapi yang sama
h. meningkatkan program IB menjadi lebih ekonomis
i. mengurangi biaya tenaga kerja
Horon yang berperan dalam proses sinkronisasi ini adalah
a. GnRH (Gonadotropin releasing hormone)
menstimulasi ovulasi dengan tujuan melepaskan oosit (sel telur), membentuk
Corpus luteum CL, melepaskan LH dan FSH dari pituitari anterior, dimana kedua
hormon ini berperan dalam pematangan folikel dan produksi esterogen dari folikel
(menyebabkan standing heat)
b. Progesteron
berperan dalam menahan betina untuk tidak menunjukan birahi. hormon ini
identik dengan cara implan atau injeksi (Subcutaneus) yang ditempatkan dalam oil
adjuvant sehingga dapat di depositkan dibawah jaringan kulit secara perlahan.
MGA diberikan melalui pakan.
Progestin : berperan sebagai CL tiruan, menghambat estrus ketika induk sapi
mulai bersiklus, menginduksi estrus pada kondisi anestrus. produknya yaitu MGA
--> feed additive diberikan 0.5 mg/ekor/hari. CIDR yaitu progesteron yang
dimasukkan ke dalam vagina dan akan diserap oleh mukosa vagina. Cuemate
berbentuk seperti sisir.
c. Prostaglandin
hormon ini mengatur siklus estrus dengan menggertak luteolisis atau regresi CL
yang ada di ovarium, prostaglandin sintesis ini meniru kerja prostaglandin alami di
uterus untuk menyebabkan regresi CL. CL menghasilkan progesterone, kemudian
prostaglandin akan menghilangkan progesterone block dan menyebabkan folikel
kembali terbentuk dan ovulasi akan dicapai 2-5 hari setelah penyuntikkan. produk
Lutalyse, Estrumate, In-Synch.
d. Estrogen (Estradiol benzoat)

Program sinkronisasi estrus apakah dapat digunakan sebagai pengobatan kista


ovari karena manifestasi klinis yang ditunjukkan mirip dengan tujuan pelaksaan
program (untuk menyelaraskan birahi pada ternak) bisa karena hormon yang
digunakan berhubungan namun tujuan utamanya berubah bukan sebagai support
kebuntingan ternak melainkan mengobati penyakit. melihat kepada persyaratan
sinkronisasi estrus untuk kebuntingan adalah mengeleminasi penyakit-penyakit
reproduksi yang akan menghambat terjadinya kebuntingan terlebih dahulu.

Tambahan
Prinsip Sinkronisasi Estrus:
- Memanipulasi kelangsungan hidup CL
- Memanipulasi pertumbuhan folikel
- Waktu ovulasi
Kepentingan fase metestrus CL belum matang sehingga reseptor prostaglandin belum
terbentuk
Diestrus  adanya fungsional CL dipertahankan oleh prostaglandin, kebuntingan
dijaga oleh progesteron. Prostaglandin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah
Yang paling efektif adalah dengan memanipulasi kelangsungan hidup CL, karena CL
berperan penting pada hormon progesteron dan prostaglandin yang merupakan kunci
untuk mengakhiri masa diestrus sehingga memasuki masa proestrus-estrus.
Hormon yang digunakan untuk memanipulasi kelangsungan hidup CL
1. Prostaglandin
Penyuntikan PGF 2alpha terdapat 2 cara
Single injection  single injeksidapat menyebabkan estrus namun tidak dapat
menyebabkan keseragaman waktu estrus maka perlu,
Double injection  pada penyuntikan kedua adalah pada fase diestrus
fungsional (hari ke 8) agar menghasilkan estrus yang bersamaan.
2. Progesteron : negative feedback GnRH
Pada hewan tua CL sulit luruh untuk meningkatkan efisiensi perlu disuntikan
juga prostaglandin. Contoh sediaan CIDR
3. GnRH
Pemberian pertama kali dan pada saat IB. Pertama kali untuk menginduksi
oertumbuhan folikel dan pada saat IB untuk menginduksi ovulasi.

Deteksi Berahi Secara Visual, Dengan Palpasi Perektal, Dan Dengan


Alat Bantu Deteksi Birahi Pada Hewan Besar

1. Catatan siklus: non-return


2. Visual 3A (abang, abuh, anget) /3B (bareuh, baseuh, beureum)
- Pengamatan harian (2x per hari, awal pagi dan petang)
- Jika tidak ada lendir estrus keluar dapat membuka vulva dengan
vaginoskop/spekulum
3. Palpasi rektal
Folikel dominan de Graaf
4. Laboratorium: pengukuran hormon (metabolit)
Teknik ELISA dan Radio Imuno-assay (RIA) keunggulan sangat sensitif dan
akurat, kelamahan perlu keahlian, ketelitian, keakuratan.
Hormon yang diukur
a. Progesteron : melihat fungsi CL, diambil sampel darah, feses, urin, susu
b. Esterogen (estradiol 17 alpha)
Dalam pemeriksaan hormon harus memiliki pertimbangan dari segi time lag,
perbedaan kandungan standar hormon pada tiap sampel, perbedaan kandungan
hormon juga terkadang berbeda pada tiap breed sapi perlu mencari literatur
standar atau mengukur standar sendiri.
5. Alat bantu seperti USG, pedometer, estrus detector, heat detector
Pedometer: mengukur aktivitas (langkah hewan), dipasang di kaki belakang
bawah lutut. Hewan estrus memiliki aktivitas/ jumlah langkah 2-4 kali dari
normal.
Estrus detector memiliki prinsip mengukur hambatan listrik dari lendir vaginal
(titik terendah saat estrus, lalu naik sampai ovulasi dan selanjutnya stabil). Dapat
digunakan juga untuk memeriksa awal kebuntingan
Heat detector yang dipasang di pangkal ekor, respon sinyal akan dapat diihat pada
komputer terhubung jika sapi dinaiki oleh sapi lainnya
6. Sitologi/ ulas vagina
Waktu IB yang baik
Persentase keberhasilan IB sesuai dengan waktu estrus :
Permulaan birahi : 44%
Pertengahan birahi : 82%
Akhir birahi : 35%
6 jam setelah birahi : 62.5%
12 jam setelah birahi : 32.5%
18 jam setelah birahi : 28%
24 jam setelah birahi : 12%
Sitologi ulasan vagina
- Induksi estrus menggunakan CIDR implan vagina
- Buat ulas vagina pewarnaan dengan Giemsa
Sel sitologi yang akan ditemukan
- Sel parabasal
- Intermediet
- Superfisial terkornifikasi (bertanduk)  estrus
Pemeriksaan ulasan vagina harus tetap disertai dengan pengamatan perilaku

Kebidanan dan Kemajiran

Kebuntingan dan gangguan reproduksi pada ternak betina merupakan hal


penting dalam menentukan keberhasilan suatu program manajemen reproduksi.
Kelompok ternak betina baik sapi dan kerbau biasanya akan dilakukan pemeriksaan
yang dilakukan oleh dokter hewan dengan melihat NKT (Nilai Kondisi Tubuh) ≥2.5,
kurang dari angka tersebut biasanya ternak betina akan sangat kesulitan jika melalui
proses kebuntingan maupun kelahiran. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
kebuntingan dan status reproduksi. Jika ditemukan bahwa ternak tidak bunting perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu menggunakan teknik palpasi perektal. Jika
keadaan organ reproduksi betina tidak ditemukan kelainan, dapat dilakukan program
Sinkronisasi Estrus menggunakan hormon PGF 2-alpha, pelayanan Inseminasi
Buatan, dan kemudian pemeriksaan kebuntingan. Sedangkan pada kondisi terdapat
gangguan reproduksi, perlu dilakukan pemeriksaan dan penanggulangan terhadap
penyakit atau gangguan tersebut untuk memperbaiki siklus estrus ternak. Jika
gangguan reproduksi berhasil ditangani, ternak akan mendapatkan pelayanan IB dan
selanjutnya pemeriksaan kebuntingan. Pada ternak yang dirasa tidak ada harapan
untuk produktif maka sebaiknya dilakukan pemotongan untuk meminimalisir cost
yang dikeluarkan. Metode gertak birahi dapat dilakukan menggunakan PGF 2 aplha,
yaitu dengan;
1. Metode penyuntikkan tunggal; untuk menentukan CL aktif
2. Metode penyuntikkan ganda; Jika tidak ada CL aktif, tetapi ada folikel dapat
dilakukan 2 kali penyuntikan PGF2α pada akseptor yang tidak berahi dan tidak di
IB.
Siklus estrus pada sapi terjadi selama 21 hari dengan fase estrus selama 12-18
jam dan ovulasi sekitar 30 jam sejak awal estrus. Waktu inseminasi yang tepat adalah
9 jam setelah ditemukan gejala birahi sampai dengan 6 jam setelah ovulasi.

Diagnosa Kebuntingan
1. Non-return estrus
Dilakukan dengan pengamatan langsung dimana hewan yang sudah kawin atau
diinseminasi seharusnya tidak kembali estrus sampai 1-2 siklus berikutnya
(dianggap bunting). Kelemahan metode ini adalah beberapa hewan tidak atau
lemah menunjukkan perilaku estrus, beberapa hewan menunjukkan estrus pada
periode bunting muda, dan terdapat gangguan reproduksi pada hewan sehingga
tidak kembali estrus.
2. Palpasi Abdominal/ profundal
Teknik ini dilakukan pada ruminansia kecil dan hewan kecil.
3. Palpasi perektal
Kelamahan metode ini adalah dibutuhkan kehati-hatian pada bunting muda dan
sulit jika tidak dilakukan dengan lege artis.
4. Perubahan perut/ambing/puting
Pembesaran akan mulai terdeteksi pada kebuntingan 6 minggu, tetapi secara nyata
pada 3 bulan pasca kawin.
5. USG
Real-time B-Mode USG : menentukan positif bunting, umur kebuntingan, dan
jumlah fetus. Dapat mendeteksi mulai 12 hari pasca kawin (vesicle) dan 19-20
hari (embrio).
Prinsip dari alat ini memvisualisasikan bagian dalam tubuh akibat pantulan
gelombang suara yang dipancarkan probe/ transduser mengenai fetus, cairan
amnion, dan lainnya, yang ditangkap pada layar monitor. Benda padat akan
berwarma putih (hiperechoic) dan benda cair akan berwarna hitam (anechoic).
Perlengkapan USG untuk pemeriksaan kebuntingan adalah : probe (untuk
pemancar gelombang), monitor (memperlihatkan sonogram), keyboard (menberi
identitas, mengukur), printer, gel, tissue, dan sumber listrik.
6. Diagnosa profil hormon dan protein
Teknik ELISA keunggulan sangat sensitif dan akurat, sedangkan kelemahannya
tidak dapat menduga umur, seks, dan jumlah fetus. Hormon progesteron dapat
dideteksi pada plasma untuk melihat fungsi CL, dilakukan 18 hari pasca kawin.
Sampel yang digunakan adalah darah, feses, urine, susu. Sapi dan kerbau kadar
P4 > 2 ng/ml pada 21 hari pasca kawin. Esteron suphate dideteksi untuk
mengetahui adanya feto-plasenta yang diketahui 30 hari pasca kawin. Protein
PSPB (Pregnancy Specific Protein B) yang dihasilkan oleh plasenta fetus
berperan dalam merawat CL, akurasinya tinggi pada umur kurang lebih 20 hari
apsca kawin. Protein OvPGAs (Ovine Pregnancy Associated Glycoproteins) yang
dihasilkan oleh tropoblast embrio terdeteksi mulai 3-4 minggu pasca kawin dan
stabil sampai dekat partus, protein ini juga berperan merawat CL.

Tanda-tanda Utama Kebuntingan


Umur (hari) Tanda Utama
30 Satu cornua lebih besar, foetal membran slip, fetal slip
60 Cornua uteri asimetris, uterus masih di rongga pelvis
90 Cornua uteri asimetris semakin jelas, uterus mulai turun ke arah
rongga perut
120 Cornua bunting semakin membesar, fremitus arteri uterina media
lemah, plasentoma teraba
150 Cornua bunting di dasar abdomen, fremitus semakin kuat dan
mendesir, plasentoma membesar (2.5-4 cm)
180 Fetus teraba, fremitus berdesir kuat, plasentoma 4-5 cm
210 Fremitus berdesir makin kuat, plasentoma makin besar 5-7 cm, fetus
sudah refleks, serviks membesar
240 Fremitus berdesir kuat, plasentoma 6-8 cm, fetus mengarah ke jalan
kelahiran
270 Fetus masuk di jalan kelahiran
Merasakan fremitus pada arteri uterina media dengan palpasi perektal tangan
dibuka menghadap dinding ilium berjalan perlahan ke depan sampai bagian dalam
(sedikit depan) tuber coxae, desiran aliran darah dapat dirasakan. Arteri uterina media
merupakan arteri yang menggantung bebas di sisi uterus sehingga dapat dibedakan
dari pembuluh darah lainnya yang tidak terasa karena diselubungi fascia.

Kelahiran
Tanda – tanda menjelang kelahiran.
1. Tahap pengeluaran plasenta (ari-ari): Normalnya berlangsung 3-8 jam setelah
kelahiran, Tidak normal jika lebih dari 8-10 jam setelah kelahiran (retensio
sekundinae) → penanganan khusus dari petugas kesehatan hewan.
2. Jika pedet terlalu besar → bedah sesar (pedet masih hidup) atau fetotomi (pedet
sudah mati dalam rahim). Tindakan bedah dan fetotomi dilakukan oleh dokter
hewan. Sapi akan dibius lokal menggunakan obat bius untuk menghilangkan rasa
sakit selama tindakan sehingga proses pertolongan kelahiran dapat berjalan
dengan baik.

Periode Post-Partum
Induk
Induk diberi minuman gula dan garam (oralit): 3-4 liter (setengah ember, induk
diberikan makanan rumput hijauan, susu diperah untuk pedet (khususnya susu
kolostrum/susu jolong, lendir rahim (lochia) normal berbau amis akan keluar dalam
beberapa minggu setelah melahiran (2-3 minggu)
Pedet
Pedet dibersihkan dari lendir, khususnya pada saluran nafas → mencegah
tersumbatnya saluran pernafasan oleh sisa cairan lendir kelahiran, pedet digantung
dengan posisi kepala dibawah → memudahkan pembersihan lendir kelahiran yang
dapat menjadi penyumbat pernafasan, pedet diurut/digosok-gosok bagian dada dan
digerak-gerakkan kaki-kakinya → merangsang pedet aktif bernafas,pedet dimandikan
→ membersihkan lendir dan merangsang aktif bergerak, susu kolostrum (susu jolong)
diberikan pada pedet.
Peurpureum
Suatu masa setelah beranak dimana organ reproduksi akan kembali seperti
sebelum terjadi kebuntingan baik fungsi maupun bentuknya. Berlangsung selama 50-
60 hari. Perubahannya mencakup aktifitas siklus ovari kembali normal (ovary
reborn), involusi uteri, regenerasi endometrium, eliminasi bakteri kontaminan.
Lochia
Reruntuhan sel-sel darah, epithel endometrium, vilivili plasenta, serum darah,
sisasisa cairan allantois atau amnion yang masih tertinggal di dalam uterus setelah
fetus dilahirkan. Hari ke-4 post partum keluar secara maksimal. Lebih dari 10 hari –
endometritis.
Dolores palsu
Perejanan yang terjadi sebelum phase pengeluaran fetus (bahkan phase
persiapan sajapun belum terlihat). Umumnya terjadi 2 minggu sebelum partus. Sering
dijumpai pada sapi dan babi, sedangkan pada kuda jarang. Hal ini disebabkan oleh
perubahan temperatur yang drastis, traumatis (terpeleset), prolapsus vagina
khususnya pada babi (perejanan terus- menerus), gerakan ekspulsi dari fetus.
Paresis puerpuralis
Sapi yang mengalami kekurangan kalsium (hipokalsemia) dalam darah terjadi
segera sebelum, selama atau dalam waktu 72 jam setelah partus. Gejala klinis;
Anorexia, inkoordinasi motorik, langkah kaku dan goyah, lumpuh (paresis),
penurunan suhu tubuh (Sub-normal), ekstremitas yang dingin, lipatan leher berbentuk
S, peristaltik intestinal menurun/berhenti.
Ketosis
Jarang terjadi sebelum partus, kadang-kadang terjadi dalam 7-10 hari post
partus, sering terjadi dalam 10 – 60 hari post partus. Ketosis ditandai dengan
hypoglicemia, ketonaemia dan ketonuria. Kadar Glukosa dalam darah turun sampai
18-40 mg/100ml (normal 40-60 mg/100ml) dan kadar Ketose meningkat sampai 15-
75 mg/100ml.
Grass tetany
Grass tetany ditandai dengan hypocalsemia dan hypomagnesemia atau hanya
dengan hypomagnesemia tersendiri. Biasa terjadi pada sapi yang selalu dikandangkan
dan diberi makanan yang miskin magnesium. Atau pada sapi yang digembalakan
pada daerah dengan tanah miskin magnesium.

Gangguan reproduksi
Gangguan reproduksi merupakan segala proses yang menyebabkan
terhambatnya atau kegagalan untuk menghasilkan keturunan. Akibatnya jalan antar
kelahiran menjadi panjang (rugi). Terdapat beberapa kemungkinan jika induk tidak
birahi (no return estrus) yaitu terjadi kebuntingan, kelainan hormon reproduksi
(progesteron yang tinggi), ternak menderita penyakit reproduksi, tanda birahi yang
tidak teramati (silent heat), kurang nutrisi NKT ≤2.5, penyakit akibat parasit. Jika
hewan tetap tidak mengalami birahi maka perlu dicurigai hal-hal berikut: terjadinya
kegagalan pelaksanaan IB atau kesalahan dalam pelaksanaan IB ( IB > 12 jam sejak
tanda birahi sehingga gagal fertilisasi) dan inseminator tidak mengikuti prosedur yang
tepat. Namun jika induk terus menerus mengalami birahi dapat dicurigai menderita
kelainan hormon esterogen yang terus tinggi (Nympomania) akibat dari kista ovarium
folikel.
Diagnosa Gangguan Reproduksi Jantan
Diagnosa penyakit dan gangguan reproduksi dapat dilakukan dengan melaksanakan
protokol BSE.
Unable to mate : ketidakmampuan kawin dapat disebabkan oleh
- Cedera ekstremitas
- Cedera penis
- Impotentia
Tahapan diagnosa:
a. Pemeriksaan Fisik
b. Pemeriksaan organ reproduksi
Palpasi organ reproduksi eksternal yaitu tunica dartos dan tunica vaginalis,
scrotum
Inspeksi bagian preputium dan penis

Gangguan pada penis


Persisten penile frenulum : perkembangan preputium yang abnormal sehingga jantan
tidak dapat kopulasi. Solusi bagian preputium yang menyatu di potong
Ruptur penile
Infeksi
Tumor
Pengeluaran penis dari preputium (penis exposure) biasanya digunakan dalam
treatmen veneral disease, penis papiloma, dan
a. Electrical aplication
b. Transquilizer (Rompun, Combelen)
c. Epidural anesthetic (2% lidocaine)
d. Anesthetic of N. Pudendalis, Mm retractor penis or N. Dorsalis penis
Unable to conceive
- Jumlah sperma rendah
- Motilitas rendah
- Abnormalitas sperma tinggi (teratospermatozemia, menurun)
Impotentia generandi : ketidakmampuan menghasilkan keturunan
- Orchitis, epididimitis, vesiculitis spermatica, protitis, nekrospermia, aspermia,
atrophia, spermatocoele
Terapi yang paling banyak digunakan
- Androgen : untuk mengendalikan libido dan sexual behaviour: feminisme
Methyltestoterone tablets (Orandrone, Intervet UK Ltd, Cambridge)
Testosterone phenylpropionate injection (Androject)
Testoterone esters injection (Durateston)
Indikasi : penuaan, deficient sex drive, hypogonadism, alopecia (hormonal),
feminism, testis kecil
Penyakit pada jantan yang ditularkan melalui coitus.
OIE menggolongkan agen penyakit yang terdapat pada semen sapi jantan dan dapat
ditularkan melalui coitus, yaitu 13 jenis penyakit., contohnya FMD, brucellosis,
trichomoniasis, infectious bovine rhinotrachetis (menyebabkan infectious pustular
vulvovaginitis, dan pustular balanopostitis), Bovine viral diarrhea (dapat dideteksi
pada sel epitel epididimis, kelenjar aksesoris, uretra, sertoli, dan spermatogonia
menyebabkan rendahnya kualitas sperma), Bovine tuberculosis, leptospirosis.

Patologi kebuntingan

1. Mola
Suatu keadaan cacat/abnormalitas dari embrio. Embrio mati dan hancur pada
umur kebuntingan sangat muda (dini). Plasenta tetap tumbuh dan berkembang
dengan baik walaupun bentuknya tidak teratur. Ada 4 jenis: Mola sistika, mola
hydatidosa, mola villosa dan mola sanguinolenta/darah. Diagnosa Sulit dilakukan.
Hanya dapat didiagnosa dengan melakukan LAPAROTOMI atau ENDOSKOPI
sehingga dapat dipastikan bentuk dari pada MOLA tersebut.
2. Mumifikasi fetus
Mumifikasi fetus sapi merupakan kematian fetus pada kebuntingan trimester
kedua atau ketiga yang tertahan di dalam uterus dan disertai corpus luteum
persistent. Fetus yang tertahan di dalam uterus menyebabkan resorpsi cairan
sehingga fetus menjadi kering dan keras.
3. Maserasi fetus
Maserasi fetus sapi merupakan kondisi kematian fetus di dalam uterus setelah
terbentuknya tulang (pada sapi umur kebuntingan lebih dari 4 bulan) yang diikuti
oleh infeksi mikroorganisme sehingga fetus mengalami kehancuran.
3. Superfecundasi
Ovulasi dua atau lebih ovum dalam satu masa estrus. Kopulasi dengan dua atau
lebih jantan. Masing-masing ovum difertilisasi spermatozoa dari jantan yang
berlainan.
4. Superfetasi
Betina bunting kembali estrus dan kawin sehingga terjadi konsepsi kembali.
5. Pseudopregnancy
Sering terjadi pada anjing. Metestrus panjang, progesterone tinggi dan prolactin
tinggi sehingga mempengaruhi pregnancy behavior. Gejala klinis berupa adanya
produksi susu, anoreksia, nesting dan territorial aggression.
6. Wondering Ovum/embrio yang berkelana.
CLG terdapat di salah satu ovarium, tetapi embrio/fetus terdapat pada cornua uteri
yang bersebrangan. Kejadian pada sapi 1.5-2%.
7. Graviditas ekstra-uterina (ektopik)
Perkembangan ovum yang telah dibuahi terjadi di luar uterus. Macamnya ada:
graviditas ovarina, graviditas tubaria, graviditas vaginae, graviditas abdominalis.
8. Hidramnion (hydrops amnii)
Perbarahan dan obstruksi dari pembuluh darah sehingga terbentuk transudasi dan
pengumpulan cairan dalam ruang Allantois (Allanto chorion). Gejala klinis
berupa abdomen yang membesar, suhu tubuh tetap normal.
9. Abortus / keluron
Pengeluaran fetus sebelum akhir masa kebuntingan dengan fetus yang belum
sanggup hidup. Abortus disebabkan oleh faktor yang mempengaruhi fetus atau
placenta foetalis atau kedua-duanya. Abortus menyebabkan kehilangan fetus,
gangguan patologis pada uterus dan kemajiran untuk waktu yang lama. Pada
kasus abortus, fetus mati dalam uterus dan dikeluarkan dalam waktu 24-72 jam.
Penyebab abortus; bakteri, viral, jamur, protozoa, bahan kimia, sebab hormonal,
defisiensi nutrisi, gangguan firik dan lainnya.

Teknologi Reproduksi

Transfer Embrio (3rd Generation)


Transfer Embrio merupakan proses penempatan embrio (dari donor) kedalam
organ reproduksi resipien, yang secara prosedural menyangkut beberapa proses
seperti superovulasi, recovery dan evaluasi embrio sebelum ditransfer. Kelebihan
metode ini adalah dapat menghasilkan sampai dengan 18 pedet/tahun. 1 kali
superovulasi kurang lebih mendapatkan 5 donor embrio. Tahapan/ Prosedur Transfer
Embrio adalah sebagai berikut:
1. Superovulasi betina donor yang dilakukan pada fase luteal yaitu saat hormone
progesterone tinggi dan CL berkembang. Donor merupakan betina unggul dengan
kemampuan dan status reproduksi yang baik, serta mempunyai nilai pasar. Sudah
pernah mengalami masa laktasi minimal 1 kali, namun lebih disukai 2x. Sudah
pernah partus minimal 1-2 kali., S/C < 2 atau CI ≤ 12 bulan, tidak memiliki
sejarah infertilitas, umur 3-8 tahun (sapi tua fertilization rate menurun; sapi muda
keseimbangan hormonal blm stabil/overreaction)
2. AI (Artificial Insemination)
3. Embrio flushing dengan kateter dilakukan pada hari ke-7 setelah dilakukan
Inseminasi. Saat yang paling mudah untuk membilas (flushing) dan mengisolasi
embrio (posisi embrio di uterus). Embrio pada tahap ini (morulla atau blastocyst)
sangat cocok dan stabil untuk transfer langsung maupun manipulasi (pembekuan,
mikromanipulasi).
4. Isolasi dan klasifikasi embrio
5. Penyimpanan embrio pada N2 cair
6. Transfer embrio kepada recipient, dengan 2 cara: surgical transfer atau non
surgical transfer.
7. Diagnosa kebuntingan yang dilakukan 1-3 bulan setelah proses TE.

Sumber BET Cipelang

IVF/ In Vitro Fertilization (4th Generation)


In vitro fertilization yaitu suatu proses pembuahan sel telur oleh sel sperma di
luar tubuh betina. Diawali dengan koleksi oosit/sel telur (dipilih oosit dengan
cumulus sel yang kompak dan sitoplasma yang homogen). Kemudian dilanjutkan
dengan maturasi oosit (cumulus maturasi, pematangan inti dan pematangan
sitoplasma). Pemilihan sperma motil melalui Teknik Swim up atau Percoll gradient,
kapsitasi sperma, pencucian dan sentrifugasi menghilangkan pengencer dan
lipoprotein. Fertilisasi (ovulasi oosit-fertilisasi dan aktivitas oosit-pembentukan
nucleus-formasi spinde dan persiapan pembelahan-metafase pada pembelahan
pertama-mutasi sitokinesis. Kultur (ET/pembekuan) yaitu menumbuhkan zigot dalam
suatu media kultur tertentu, periode terlama prosedur produksi embrio in vitro,
menirukan lingkungan oviduct (Synthetic oviduct fluid) atau Co-culture dengan
jaringan lain. Embrio ditumbuhkan sampai dengan tahap morulla atau blastocyst.
Pada tahapan ini embrio telah siap dan lebih tahan untuk mengalami proses
pembekuan pada N2 cair. Tahapan terakhir adalah pengamatan pertumbuhan zigot
pada kultur.

Sumber BET Cipelang

Breeding Soundness Examination (BSE)

Breeding Soundness Evaluation (BSE) merupakan sebuah metode praktis


dalam memilih sapi pejantan yang berpotensi sebagai bibit. Breeding Soundness
Examination/Evaluation (BSE) terdiri atas serangkaian test atau evaluasi terhadap
suatu pejantan berdasarkan fertilitas dan reproduksi, struktur fisik dan genetik
sehingga mampu meningkatkan sifat genetik dan performan keturunannya. Breeding
Soundness Examination (BSE) merupakan teknik evaluasi yang digunakan untuk
menentukan keunggulan pejantan sebagai pembibit unggul menggunakan beberapa
parameter yang telah ditentukan. Parameter tersebut antara lain adalah:
 Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan
 Pemeriksaan organ reproduksi
 Pengukuran lingkar skrotum
 Evaluasi serving capacity
 Koleksi dan evaluasi semen
 Pemeriksaan mikrobiologi/parasitik
Berdasarkan pemeriksaan tersebut akan diperoleh kesimpulan berupa
satisfactory potential breeder, unsatisfactory potential breeder, dan questionable
potential breeder.

Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan pejantan


Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui kondisi fisik pejantan yang
sesuai kriteria untuk digunakan sebagai pembibit. Pemeriksaan ini menggunakan
metode inspeksi dan palpasi meliputi pemeriksaan sistem lokomosi, kelainan
konformitas, BCS (body condition score), kesehatan mata, mulut, gigi, dan
ekstremitas. Selain itu juga dilakukan sinyalemen dan anamnesa untuk mengetahui
riwayat kesehatan pejantan. Pemeriksaan riwayatpenyakit hewan terutama terhadap
adanya penyakit reproduksi atau penyakit menular terutama penyakit menular saluran
reproduksi.
Pemeriksaan organ reproduksi pejantan
Pemeriksaan organ reproduksi dilakukan dua jenis pemeriksaan yaitu
pemeriksaan organ reproduksi internal dan eksternal. Pemeriksaan organ reproduksi
internal atau pemeriksaan organ reproduksi bagian dalam yang dilakukan adalah
dengan menggunakan teknik palpasi rektal kemudian dilakukan pemeriksaan
terhadap kelenjar aksesorius seperti ampula vas deferens, kelenjar vesikularis,
kelenjar prostat, dan kelenjar burbo-urethralis.
Pemeriksaan organ reproduksi eksternal meliputi pemeriksaan reproduksi
bagian luar seperti testis, scrotum, epididymis, funiculus spermaticus, preputium, dan
penis. Pemeriksaan pada penis dengan cara mengamati bentuk dan ukuran penis,
kebersihan penis, serta kondisi preputium terutama terhadap adanya fenile prenulum.
Hal ini dilakukan untuk memastikan pejantan dapat memanjangkan penisnya secara
sempurna pada saat kopulasi atau pada saat penampungan semen.
Pengukuran lingkar skrotum pejantan
Pemeriksaan pada skrotum merupakan bagian dari pemeriksaan organ
reproduksi eksternal pada hewan atau pejantan yang akan digunakan sebagai
pembibit. Pemeriksaan terhadap organ ini dilakukan dengan mengamati posisi,
bentuk, kesimetrisan testis, dan lingkar scrotum. Lingkar skrotum berkaitan dengan
volume semen dan konsentrasi spermatozoa yang dapat dihasilkan pejantan.
Evaluasi serving capacity pejantan
Pemeriksaan terhadap serving capacity berkaitan erat dengan kemampuan
pejantan untuk mengawini betina. Metode test libido yaitu dengan cara menempatkan
2 betina (disedasi ringan) di kandang jepit (jarak 5-7m), kemudian beberapa jantan
distimuli seks (biarkan di kandang) melihat jantan lain menaiki betina di kandang
jepit, setelah itu beberapa jantan dimasukkan kandang dgn beberapa betina direstrain,
aktivitas seks dicatat.
Koleksi dan evaluasi semen pejantan
Koleksi semen dapat dilakukan dengan menggunakan metode vagina buatan
massase, dan elektroejakulator. Evaluasi semen dilakukan dengan pemeriksaan
makroskopis dan pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan makroskopis meliputi
volume, warna, bau, pH, dan konsistensi. Pemeriksaan mikroskopis meliputi motilitas
spermatozoa (gerakan massa dan individu), konsentrasi sperma, viabilitas
spermatozoa, dan morfologi spermatozoa.
Pemeriksaan mikrobiologik pejantan
Pemeriksan ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya mikroorganisme
patogen yang terdapat didalam semen sehingga kualitas semen dapat dipastikan baik
dan bebas patogen yang dapat menyebabkan penularan penyakit secara venereal.
BSE lebih banyak diaplikasikan pada sapi jantan karena 1 sapi jantan bisa
digunakan untuk banyak sapi betina sehingga jika pejantan tersebut membawa
penyakit/fertilitas kurang baik akan menghambat produktifitas banyak betina.
Pemeriksaan BSE harus dilaksanakan secara komplit dan menyeluruh.
Contoh Kota Baru, Kalimantan Selatan pada Kerbau
 Kerbau di Indonesia telah banyak inbreeding : tanduk jatuh, albino, infertil
 Populasi kerbau di Indonesia setiap 10 tahun turun sebanyak 1 juta populasi
 Kematian neonatal mencapai 63%, dan potensi inbreding mencapai 50%
Contoh Danau Jempang, Kutai Baru, Kalimantan Timur
 Habitat pertumbuhan rumput kumpai untuk pakan kerbau (utama) atau sapi.
Kedua tempat merupakan peternakan dengan sistem pengembalaan atau ekstensif.
Pada sis tem peternakan tersebut dapat dilakukan 2 cara yang paling umum dilakukan
yaitu hands mating dan pasture mating. Pada sistem peternakan ekstensif sulit untuk
melakukan IB terutama jika populasi betina mencapai ribuan. Butuh biaya yang
mahal untuk melakukan sinkronisasi estrus. Maka dari itu digunakan teknik pasture
mating dengan pemisahan betina on heat pada pastura dan memasukkan 1 pejantan
untuk melakukan kawin alam. Perbandingan pejantan dan betina yaitu 1:15-20.
Biasanya pada total populasi betina yang birahi adalah sebanyak 5% betina dari total
populasi per harinya. Sehingga jantan yang dibutuhkan adalah 1: 15-20 dari 5% total
populasi betina. Pada sistem pasutra dengan populasi betina yang besar ini, prosedur
BSE sangat menetukan tingkat keberhasilan reproduksi karena jantan bermain peran
yang penting untuk mengawini banyak betina.

BSE pada Betina


Pada jantan tidak terdapat organ reproduksi sekunder, sedangkan pada betina terdapat
mamae.
Terdapat poin PE yang dilakukan pada BSE betina yang harus disampaikan secara
tersendiri yaitu (1) skor saluran reproduksi dan (2) volume atau ukuran rongga
reproduksi. Status kesehatan fisik, BCS, dan status nutrisi, bahkan dokumen-
dokumen identitas (ras murni/peranakan) perlu diperiksa. Patokan BCS yang dapat
digunakan adalah vertebare lumbal-os coxae.
a. Selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan terhadap organ reproduksi betina
atau Reproduntive Tract Scores untuk mengukur kedewasaan dan siklus
pubertas dari sapi betina.
Uterine horns diameter
Ovarium : struktur sel ovarium yaitu sel2 folikular (ketebalan dinding, ukuran,
tahapan), CL. Sel folikel dan CL dapat muncul bersamaan dikarenakan dinamika
Follicular wave. Panjang, tinggi, lebar

b. Pelvic Area Measurement


Pengukuran rongga pelvic sangat penting karena rongga pelvic yang sempit
dapat menyebabkan distokia. Alat yang digunakan dalam pengukuran adalah
Pelvimeter
c. Ambing – puting
d. Pemeriksaan Mikrobiologik dan parasitik
Pemeriksaan darah : v.jugularis, v auricularis magna, dan v coccygea
Serologic examination (pengukuran antibodi) terhadap b.abortus, b.ovis,
anaplasma, salmonella sp, IBR/IPV/IPB.

Pengolahan Semen Beku

Semen beku adalah semen segar yang telah diencerkan menggunakan


pengencer tertentu, sesuai proses produksi sehingga beku dan disimpan di dalam
nitrogen cair suhu -196 oC dalam kontainer kriogenik. semen segar tersebut dikoleksi
dari pejantan unggul yang merupakan pejantan normal yang telah diseleksi
berdasarkan garis keturunannya (pedigree/silsilah), kemampuan produksi, dan
reproduksinya. Pada sapi lokal untuk memilih pejantan unggul sertifikasi diganti
dengan sistem SKLB (Surat Keterangan Layak Bibit), surat ini dikeluarkan oleh
disnak setiap provinsi terkait.
Evaluasi semen skala produksi yaitu volume, motilitas, dan konsentrasi dikerjakan
dalam waktu 10 menit. Pemeriksaan secara mikroskopis yang dilakukan yaitu;
motilitas/ gerakan individu dapat digunakan alternatif ringer laktat jika NaCl kurang
bagus untuk menjauhkan individu sperma jika terlalu padat. CASA (Computer
Assisted Semen Analysis) adalah pengujian motilitas yang sangat akurat/ objektif. di
indonesia masih digunakan subjektif kuantitatif, metode ini sangat ditentukan
keahlian dan jam terbang pengamat untuk menentukan skor gerakan individu yang
akurat. Skor gerakan individu dari Australian Association Of Cattle Veterinarians
Scroing System (sistem skoring 0-5), sedangkan SNI hanya menggunakan skoring 0-
4. Pengujian morfologi spermatoazoa tidak dilakukan untuk pemeriksaan sperma
rutin namun wajib dilakukan saat seleksi pejantan satt pertama kali membeli, saat
pejantan pertma kali masuk balai untuk produksi, jika ada perubahan/penggantian
pakan, jika sakit disertai demam tinggi.

Teknik Produksi
1. Semen sapi diencerkan-->dikemas dalam straw 0.25 ml (1 sapi kurang lebih 400
straw
1. Beberapa langsung dikemas, beberapa diekuilibrasi kemudian dikemas : karena
balai inseminasi ingin meminimalisir kualitas semen sebelum dimasukkan ke
dalam straw.
2. Pre freezing
3. Freezing

Koleksi semen
1. panjang rambut preputium = 2 cm
2. dimandikan sebelum koleksi
3. preputium dicuci menggunakan air yang layak minum atau NaCl 0.9%
4. jika mencuci menggunakan air perlu digunakan electronic vacuum cleaner-->
agar tidak terdapat air yang menempel dan masuk ke tabung koleksi.

Beberapa kesalahan dalam menyiapkan sampel konsentrasi


1. pengenceran antara semen dengan NaCl fis
2. Lupa menghapus bagian luar dari micropipet tip
3. Penggunaan cuvet (tabung untuk pengenceran semen) bekas
4. Alat photometer setelah penggunaan tidak ditutup dengan benar
Akibat penentuan konsentrasi salah --> pengenceran salah --> volume sperma yang
dihasilkan tidak tepat

Persyaratan mutu semen segar untuk diproses menjadi semen beku.


1. berasal dari pejantan unggul
2. semen beku berasal dari semen segar dengan motilitas minimum 70%. catatan
apabila motilitas dibawah 70% untuk pejantan tertentu dapat digunakan nilai
recovery rate dengan minimum 50%.

Bahan Pengencer Semen


1. home made extender (Pengencer buatan sendiri)
2. commercial extender
3. Antibiotik -> di indonesia menggunakan penstrep (pertanyaan pertimbangan tidak
menggunakan commercial extender yang sudah distandarisasi CSS)
Catatan: BIB Singosari menggunakan pengencer tris.

Faktor pengenceran semen


1. Model 1 : volume semen x k x motilitas x sper normal) / 20 juta
2. model 2 : ( V x K x Mo) / 25 juta --> dipakai di daerah
3. Model 3 : dipakai di balai singosari

Teknik pengenceran
 print screen
 Ekuilibrasi
 Pre- freezing (9-10 menit) : slow freezing menggunakan mesin otomatik, rapid
freezing menggunakan styrofoam.
 Pengujian PTM 24 jam setelah pembekuan dilakukan oleh 2 orang
berpengalaman. Orang yang mengevaluasi semen pertama kali tidak boleh
menguji di lab QC karena akan berlaku hukum perasaan saat semen sampai di QC
jelek. Min konsentrasi 20 juta per dosis, PTM 50% - di indon 25 juta PTM 40%.
 hiperaktivasi sperma--> terdapat peningkatan siklik AMP secara natural biasanya
terjadi di uterus saat terjadi kapasitasi.
Manajemen Kebuntingan pada Sapi

Mengukur Lubang Kelahiran


Ex vivo
Pelcimeter digunakan untuk mengukur ukuran pelvis. Alat ini dimasukkan ke
dalam rektum ketika palpasi rektal. Tinggi os pelvis diukur dari symphisis pubis, tepi
cranial os pelvis hingga ke os sacrum, sedangkan lebar os pelvis diukur dari titik
terlebar (poros os ileum), kira-kira pada ketinggian dengan titik yang sama. Luas
pelvis dihitung dengan mengalikan antara tinggi dan lebar pelvis. Waktu pengukuran
yang tepat adalah sekitar 4-6 minggu sebelum dimulainya musim kawin. Pelvimeter
merupakan alat untuk melakukan screening tidak melakukan seleksi. Ternak yang
menggunakan program sinkronisasi etrus (penggunaan CIDR progesteron) selama 14
hari, waktu yang tepat untuk melakukan preevaluasi pengukuran pelvis dan evaluasi
organ reproduksi adalah pada hari pemasangan CIDR. Sapi dara dinilai dari ukuran
pelvis dan sapi dara dipilih berdasarkan ukuran pelvis terluas. Sapi dara yang
merupakan poor candidate yaitu memiliki area pelvis yang kecil, sebaiknya
dilakukan pemotongan. Hal tersebut guna menurunkan cost dan juga risiko gangguan
kebuntingan seperti distokia.

In vivo
Saluran reproduksi dinilai menjelang kematangan organ reproduksi. Tahap ini
dikembangkan karena dapat mengukur pubertas pada sekelompok sapi dara secara
langsung. Skor nilai yang rendah terjadi apabila uterus dan ovarium tidak aktif atau
belum berkembang. Apabila dilakukan inseminasi buatan, kemungkinan
keberhasilannya cukup rendah. Perkembangan folikel ovarium dan ukuran organ
reproduksi yang dapat diraba menjadi dasar perkiraan pubertas secara subjekif. Sapi
siap berkembang biak dan memiliki ovarium yang matang mulai umur 5. Nilai
perskoran yang baik adalah 4 dan 5. Potensi distokia dikurangi dengan cara
mengukur area pelvis setiap tahun. Pengukuran dilakukan diantara umur ke-320 dan
410 hari sebelum kawin. Pengukuran luas pelvis berupa perkalian antara lebar dengan
tinggi pelvis menggunakan rice pelvimeter.

Vaginoskopi
Pemantauan kesehatan uterus dan aplikasi IB
Set alat terdiri dari: display terminal, alphavision, connectors, straw cutter,
speculum, kombicolor, armband, neckband, dan insemination gloves. Display
terminal dinyalakan dan disambungkan dengan connector. Alphavision merupakan
aplikasi yang digunakan. Spekulum dirakit kemudian bungkus dengan sanitary sheet.
Sebelum dimasukkan ke dalam vagina, vulva dibersihkan. Spekulum dimasukan dan
biarkan sanitary sheet, pada display terminal akan terlihat dengan jelas seperi kondisi
cerviks, abnormalitas, infeksi dan peradangan, dan yang paling penting adalah dalam
mengambil keputusan untuk melakukan inseminasi buatan.

Selanjutnya perlatan inseminasi buatan dirakit yaitu kombicolor (insemination


gun). Kombicolor digosokkan dan masukan straw. Masukkan insemination gun pada
tengkuk untuk menjaga kehangatan. Inseminasi buatan dilakukan dengan bantuan
vaginoskopi sehingga posisi inseminasi tidak salah sasaran dan keberhasilan IB lebih
terjamin. Perlatan set vaginoskopi yang telah selesai digunakan dibersihkan dengan
larutan disinfectant dan dikeringkan.

vaginoskopi mempermudah proses IB

Vaginoskopi bermanfaat untuk melaksanakan pemeriksaan postpartum sehingga


mengoptimalkan masa calving interval. Vaginoskopi membantu melihat kejadian
metritis, double cervix, vaginal cyst, involusi uteri, heat mucus sehingga dapat
membantu dalam pengambilan keputusan program IB. Alat ini membantu
menurunkan serving per conception sehingga conception rate lebih optimal.

Metricheck
Persiapan untuk penggunaan Metricheck dalam mendeteksi kesehatan rahim
pada sapi dimulai dengan menyiapkan bahan dan alat. Bahan dan alat yang digunakan
adalah tall slender silinder, air, Nolvasan disinfectant solution, tissue, gloves, alkohol
70%, metricheck, termometer rektal. Larutan disinfektant disiapkan dengan
melarutkan ¾ air dan ¼ Nolvasan solution, kemudian metricheck ditempatkan di
dalam silinder dan aduk sampai homogen. Paper towel dicelupkan kedalam larutan
Novulsan kemudian angkat metricheck menggunakan paper towel, jangan sampai
metricheck tersentuh oleh tangan. Angkat bagian ekor ke samping sehingga vulva
terlihat. Bagian luar vulva dibersihkan dengan paper towel yang telah direndam pada
larutan novulsan dan keringkan. Metricheck dimasukkan secara perlahan ke dalam
vagina dengan 45o dan dimasukkan terus sampai mencapai batas ujung cerviks.
Kemudian metricheck dikeluarkan dengan sedikit menggoyangkan ke atas dan bawah
dan dikeluarkan dengan 30o sehingga terdapat discharge yang ikut keluar dan
menempel pada bagian hemisphere metricheck. Jika tidak didapatkan discharge maka
masukkan kembali metricheck dan coba goyangkan ke arah kiri dan kanan. Jika
sudah mendapatkan discharge yang cukup maka lakukan penilaian terhadap
discharge.
1. Smell score : 0-3 (no bad odor – very bad odor)
2. Endometritis scoring scheme : 0 tidak ada material pada discharge, 1/ 2
kemungkinan kebuntingan, 2 bisa juga pus, 3 merupakan indikasi
endometritis atau metritis. Jika ada tanda-tanda infeksi lakukan pengecekan
suhu pada sapi.

Endometritis scoring pada discharge endometrial yang dikoleksi


Jika telah selesai metricheck harus dibersihkan kembali menggunakan air, alkohol
70%., kemudian dikeringkan. Metricheck merupakan metode yang efektif untuk
mendeteksi kejadian metritis pada sapi.

Simulasi Palpasi Rektal


Simulasi per rektal ditujukan untuk pemeriksaan organ reproduksi betina,
pemeriksaan kebuntingan, aplikasi teknologi reproduksi berbantuan (IB, TE),
pencitraan organ reproduksi transrectal, dan pengobatan intrauterin. Simulasi ini
digunakan Dummy Cow yang menyerupai bagian-bagian reproduksi dan rektal sapi
dengan menaruh organ reproduksi di dalamnya. Dummy cow membantu untuk
mempelajari langkah palpasi per rektal sebelum melakukan palpasi yang sebenarnya
karena berisiko. Hal pertama yang perlu dilakukan operator adalah menggunakan
sarung tangan plastik sampai daerah bahu dan dibaluri gel lubrikan untuk
melincinkan dan tidak menyakitkan bagi sapi. Palpasi per rektal dilakukan dengan
memasukkan tangan ke dalam rektum dan menyelurusi bagian vagina, kemudian
akan ditemukan struktur yang lebih keras dan seperti cincin yang merupakan servix.
Kemudian dapat ditelusuri kedua uterine horn untuk mencari saluran oviduct dan
ovarium. Pada ovarium, di palpasi struktur folikel, corpus luteum, dan abnormalitas.
Pada sapi betina yang baru dibuahi akan ditemukan vesikel pada salah satu cornua
uteri. Pemeriksaan ovarium dilakukan untuk menentukan waktu yang tepat untuk
breeding.

Palpasi Rektal
Palpasi per rektal memerlukan persiapan yang matang. Oeprator harus
mengenakan pelindung diri karena teknik ini dapat membahayakan operator pada
beberapa jenis sapi dan menjaga kebersihan untuk mencegah kontaminasi pada organ
reproduksi sapi. Alat dan bahan yang digunakan adalah pelindung diri (wear pack,
apron, sepatu kandang, sarung tangan plastik), pelicin (gel, sabun cair, air sabun), dan
sapi betina serta kandang jepit. Syarat saat melakukan palpasi rektal adalah memakali
alat pelindung diri (wear pack, apron, gloves, sepatu kandang), kuku jari harus
pendek dan tidak boleh tajam, tidak menggunakan aksesoris (jam tangan, cincin, dst),
rambut harus diikat, serta juntaian kerudung dimasukkan dalam baju. Teknik palpasi
rektal diawali dengan membasahi sarung tangan yang telah dipakai menggunakan air
sabun/ pelicin. Operator berdiri dengan kuda-kuda di samping sejajar sumbu tubuh
sapi. Tangan dimasukkan ke rektum dengan posisi dikuncupkan, memutar tangan
bolak-balik, dan memanfaakan bobot badan untuk menekan rektum dengan posisi
badan condong ke arah rektum. Feses dikeluarkan untuk mempermudah eksplorasi.
Eksplorasi organ dilakukan dengan meraba/ mengusap menggunakan telapak tangan
mulai dari dinding kanan, lantai, kemudian dinding kiri. Organ akan teraba seperti
gundukan dengan posisi tidur. Palpasi dilakukan berurutan mulai dari vagina, serviks,
corpus uteri, cornua uteri, ovarium, arteri uterine media, plasentom, dan fetus. Jika
rektum kontraksi terlalu keras maka dilakukan pemiajatan punggung sapi untuk
mengurangi kontraksi. Bila ditemukan balloning maka dilakukan gerakan mendorong
lubang rektum kedepan dengan telapak tangan menggenggam dan teknik gelitik jari
(menggelitik lipatan mukosa rektum dari arah depan ke belakang untuk mengurangi
balloning) sehingga terjadi relaksasi flatus.

Manajemen Reproduksi pada Sapi


Pelaksaan reproduksi dipengaruhi oleh fertilitas, keuntungan produksi susu dan
daging sapi dan kerbau sangat bergantung pada efisiensi reproduksi. Memaksimalkan
efisiensi reproduksi memerlukan pencocokan genotipe dengan lingkungan produksi,
termasuk praktik peternakan yang tepat, dan tujuan utama adalah untuk memastikan
bahwa interval dari melahirkan hingga konsepsi pendek dan tingkat kebuntingan yang
tinggi. Efisiensi jika kawin alam dihitung menggunakan pregnancy rate, sedangkan
pada IB menggunakan conception rate dan serving per conception. Selain itu,
manajemen reproduksi menjadi penting karena biaya pemeliharaan sapi yang tinggi
sehingga diperlukan efisiensi untuk meningkatkan hasil produksi diantaranya One
Calf-One Year. Gangguan reproduksi 75% disebabkan manajemen penanganan
kelahiran yang tidak baik. Gangguan reproduksi dapat dieliminasi dan reproduksi
akan efisien apabila manajemen reproduksi ditingkatkan.
Manajemen reproduksi yang dilakukan adalah memperhatikan atau memberikan
1. Pakan (hijauan) → faktor utama dalam pemenuhan gizi dan kesehatan ternak
untuk bereproduksi dengan baik. Pakan hijauan diberikan dalam jumlah yang
cukup. Ketersediaan lahan dan hijauan untuk ternak harus diperhatikan dengan
baik.
2. Suplemen → suplemen (pakan tambahan) dapat diberikan sesuai dengan
kebutuhan dan usia ternak.
3. Ternak → pemilihan jenis ternak dan perencanaan pemeliharaan disesuaikan
dengan kondisi daerah.
4. Kandang → disesuaikan dengan jenis ternak, ventilasi dan pencahayaan yang
cukup, tersedia ruang (jarak) yang cukup bagi ternak untuk beraktifitas dan
bereproduksi.
5. Pelayanan kesehatan → diagnosa dan penanganan gangguan kesehatan dan
reproduksi ternak tergantung pada ketersediaan bahan obat-obatan dan jasa
pelayanan medis dari petugas kesehatan hewan.
6. Pencatatan (rekording) → sumber data utama dalam perencanaan, penanganan,
dan penentuan kebijakan usaha pengembangan ternak.
Dairy Herd Year (365 days). Masa laktasi 305 hari. Voluntary waiting periode
(60 hari) : merupakan masa days open/ puerpureum. Breeding (23 hari). Gestation (9
bulan). Masa laktasi setelah breeding sampai kering kandang. Kering kandang adalah
masa sapi perah tidak diperah sama sekali biasanya pada umur kebuntingan 7 bulan.
SOP Fresh Cow dan Lochia dilakukan karena terjadinya kritikal periode 10 hari
post partus. Lochia seharusnya sudah tidak ditemukan pada hari ke 21. Setelah masuk
40 hari post partum dapat dilakukan pengecekan birahi dan dapat dilakukan IB.
Estrus dibawah 30 hari setelah partus merupakan estrus yang infertil dan masa
puerpureum belum selesai (paling cepat hari ke 40 sampai 45) sehingga program IB
tidak efektif pada masa ini. Target bunting setelah IB hari ke 40 adalah hari ke 90.
Ukuran efisiensi reproduksi dapat diukur dengan metode dan parameter sebagai
berikut :
1. Angka konsepsi (conception rate, % CR)
persentase bunting oleh IB pertama (CR>50%)
2. Perkawinan per kebuntingan (service per conception, S/C)
jumlah layanan IB atau kawin alam untuk setiap kebuntingan (S/C < 2.0).
3. Angka kebuntingan (pregnancy rate, % PR)
persentase akseptor yang bunting (IB atau kawin alam). PR >80%
4. Jarak beranak (calving interval, CI)
jarak antara partus ke partus berikutnya (sapi <12-13 bulan)
4. Kembali estrus postpartus (first estrus postcalving)
jarak antara partus sampai kembali berahi lagi (yang pertama). Sapi 30-50 hari
5. Masa kosong (days open)
jarak partus sampai hewan didiagnosa bunting (palpasi per rektal). Sapi <90-120
hari
6. Angka kelahiran (calving rate, %)
persentase sapi melahirkan dari yang di IB/ kawin. Sapi (1 kali IB) >50%
Cattle Critical Period Management
Stunting dan gagal bunting menyebabkan distokia, gangguan organ reproduksi (jika
berhasil partus), dan ketosis/ambruk, pada pedet: bobot rendah, distokia, gangguan
metabolisme.
1. Persiapan menjadi pedet
a. Memastikan lahir normal
b. Mencegah diare
c. Weaning on time
d. Transisi monogastrik-ruminansia
2. Persiapan menjadi induk
Calving Interval
Periode ini merupakan ancaman terhadap perfomance sapi yang terbesar karena
menyangkut seluruh proses dari awal terjadinya birahi, bunting, calving, sampai
kebuntingan selanjutnya. Masa transisi adalah kritikal periode yaitu 3 minggu
sebelum melahirkan, 3 minggu setelah melahirkan, proses menuju kebuntingan, dan
kering kandang.
Fokus pencegahan metabolic pada masa calving adalah body condition yang
drop sehingga menjadi hal yang krusial. BCS kurang dari 2 dapat menyebabkan
kelainan metabolisme. Pada saat memasuka masa konsepti BCSharus bisa naik
kembali dengan puncak pada masa calving yaitu BCS 3.5. Menjaga BCS induk pada
masa kering kandang memberikan dampak pada IgM dan IgG sehingga kolostrumnya
bagus. Anak yang dilahirkan dari induk yang BCS bagus memiliki serum IgG dan
IgM yang lebih tinggi. Situasi Sebelum Melahirkan yaitu akan terjadi nafsu makan
turun, kebutuhan tetap, kolostrogenesis, laktogenesis, calf positioning, dan mobilisasi
kalsium yang sangat tinggi karena kebutuhakn kolostrogenesis, laktogenesis, dan
perkembangan anak.
SOP 1 Kering Kandang yang mempengaruhi BCS: nutrisim stress, masa sapih,
overstockm suplemen, dan kontrol parasit. Masa sapih harus diperhatikan karena
anak yang terus menyusui akan menyebabkan induk drop. Penurunan intake nutrisi
precalving tidak mempengaruhi berat lahir pedet, namun meningkatkan distokia
karena induk ketosis/ rendah energo. Penurunan intake nutrisi precalving menurunkan
daya tahan pedet dan overfeeding menyebabkan distokia. Overfeeding menyebabkan
fatty liver akan membuat tubuh gagal memobilisasi energi. Fatty liver syndrome dari
sisi BCS bagus namun terjadi kegagalan mobilisasi lemak dan glukosa dalam tubuh.
Induk yang telah mendekati hari partus (7 hari prepartus) jangan diberikan suplemen
kalsium karbonate baik IV maupun SC (karena carbonate menyebabkan perubahan
pH pada tubuh sehingga bersifat asam) melainkan menambahkan garam anion
(CaCl/KCl) dalam ransum kering. Injeksi Vit ADE dan metabolic booster saat transisi
dan saat calving.
SOP 2 Transisi yang penting adalah pemberian Propylene glycol secara oral
karena merupakan energi booster sehingga energi cepat tergantikan. Pemberian liver
protector, pour on antiparasite, air minum ad libitum, memerhatikan kandungan
pakan. SOP 3 normal calving adalah dalam waktu 3 jam.
Birth Reflex yang terjadi pada induk adalah membuka serviks, otot serviks
longgar, merejan dan pada pedet muntah. Best practise diusahakan induk melahirkan
senormal mungkin, calving pen bersih dan kering, calving pen bebas gangguan,
calving pen minimal 8-10 meter persegi/ekor, calving pen freestall, dan diberikan
kesempatan bonding. Namun pada beberapa practise induk dipisahkan dengan anak,
dimana anak harus mendapatkan kolostrum 2-4 jam (kira-kira 1.5 liter).
Fresh Cow Anomaly
1. Terjadi NEB
2. Def calcium –manesium
3. Ketidakseimbangan elektrolit
4. Stress asidosis -> berkaitan no 5
5. Kematian mikroba rumen pada kondisi post partus seakan-akan induk ke mode
monogastric karena banyaknya kematian mikroba rumen akibat asidosis.
SOP 4 Fresh Drenching yaitu membantu mengatasi Fresh cow anomaly selama 3-5
hari sejak fresh date yang akan berpengaruh pada calving interval. Hal ini dilakukan
dengan menambahkan tambahan input misalnya (propylen glycol, liver protector,dll).
SOP 5 Fresh Check yang dilakukan setelah partus -> menggunakan SOP 6
Metricheck.
Inseminasi Buatan
Deteksi Birahi menggunaka podometer
Preservasi semen
Semen beku-> harus terendam di N2 cair
Handling semen beku harus tetap berada pada N2 cair sampai sebelum digunakan
Canister harus berada 2-3 inci dibawah mulut kontainer (nomor 4)

Pengamatan Birahi : standing heat yang paling banyak terjadi adalah pukul 6 sore
sampai tengah malam. Waktu IB yang terbaik adalah 4-16 jam setelah birahi. Jika Ib
terlalu awal kondisi spermatozoa mengalami aging (penuaan).
Thawing semen beku harus benar dan tepat yaitu 36-38oC selama 15 detik sehingga
sudah melewati fase kristalisasi sehingga membran sperma tidak rusak dan tidak
terjadi kerusakan DNA.

Manajemen Reproduksi pada Domba

Teknik IB pada domba

Alat yang digunakan pada inseminasi buatan secara laparoscopy

Inseminasi pada domba degan cara sederhana memerlukan semen segar/cair


dengan dosis yang besar. Kemudian inseminasi dapat dilakukan secara intravaginal
atau intraservikal. Teknik IB sederhana pada domba membutuhkan 300 juta sel
sperma dari semen segar, sedangkan pada semen cair dan semen beku teknik ini
biasanya tidak efektif dilakukan. Cara yang lebih modern dilakukan intrauterine
insemination dimana hanya dibutuhkan lebih sedikit konsentrasi sperma (sekitar 60
juta sel /.ml) pada semen segar, cair, maupun beku. Begitu pula dengan teknik
laparoskopi yang hanya membutuhkan lebih sedikit konsentrasi sperma (20 juta sel /
ml).
Teknik inseminasi buatan pada domba dapat dilakukan dengan prosedur
laparoscopy intrauterin. Teknik ini meminimalisir prosedir infasif dari operasi untuk
breeding domba menggunakan semen beku. Keunggulan prosedur ini adalah
meningkatkan kualitas genetik pada kelompok domba, mengeliminasi pengeluaran
dan bahaya dari merawat domba jantan potensial yang agresif. Prosedur ini diawali
dengan melakukan sinkronisasi birahi pada domba betina, dengan memasukkan spons
progesterone 2 minggu sebelum prosedur IB. Spons tersebut dikeluarkan 2 hari
sebelum IB dan domba betina diberikan injeksi PMSG (Pregnant Mare Serum
Gonadotropin) yang merupakan hormon yang menimbulkan proses folikulogenesis
pada domba betina (sinkronisasi dan superovulasi). Teknik IB kemudian dilakukan
di hari ke 14. Semen dikoleksi dari jantan menggunakan vagina buatan dan betina
pemancing. Selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap kualitas semen makroskopik dan
mikroskopik. Selanjutnya domba di anastesi dan di restrain ventrodorsal. Insisi
dengan penetrasi trokar pada bagian abdomen ke arah caudal dekat panggul bagian
kiri untuk memasukkan laparoscope dengan cahaya portabel. Pada bagian kanan
dipenetrasi dengan trocar untuk lubang tempat IB gun. Setelah memasukkan
laparoscope dilakukan visualisasi terhadap rongga abdomen. Gas digunakan untuk
menggeser bagian intestinal dan vesica urinaria sehingga tidak menghalangi
pandangan terhadap organ uterus. IB gun di tangan kanan diarahkan sambil terus
mengamati laparoscope untuk memastikan ketepatan peletakan semen yaitu pada
uterus.

Teknik IB pada domba secara intrauterin menggunakan laparoscope (kiri) dan IB gun
(kanan).
Manajemen Reproduksi pada Kuda

Breeding management
Siklus estrus pada kuda hampir sama dengan sapi yaitu 18-21 hari. Kuda tidak
mengalami siklus menstruasi melainkan siklus estrus, dengan ciri-ciri diam ketika
didekatkan dengan pejantan, winked vulva, urinasi, tidak seperti sapi 3A dan 3B,
pada kuda tidak terlalu kelihatan (bengkak, merah, suhu, lendir). Lama estrus pada
kuda rata-rata 5 hari dengan waktu perkawinan optimal mendekati ovulasi. Cara yang
dapat digunakan untuk mendeteksi birahi:
b. teasing dengan pejantan (menggunakan pejantan khusus untuk teaser).
j. menggunakan USG (palpasi perektal tidak umum dilakukan pada kuda).
Jika semua betina sedang birahi perlu pengecekan dengan USG untuk melihat dan
membandingkan mana betina yang perlu dikawinkan lebih dahulu (appropriate time)-
> tergantung bentuk dan ukuran folikel ovarium (betina yang dikawinkan betina
dengan diameter ovarium >5 cm dan pear shape).
Breeding season pada kuda pacu tidak berdasarkan climate melainkan berdasarkan
keinginan --> perlombaan kuda pacu setiap akhir bulan agustus, sehingga manajemen
breeding perlu diatur. Menggunakan metode USG karena efisiensi tinggi.
Kuda Betina memiliki tipe uterus bipartus (memiliki kornua tetapi tidak
sempurna). kuda pejantan/stallion harus memiiki breed atau keturunan yang baik,
konformitas tubuh yang baik, dewasa kelamin dan tubuh (>3tahun), morfologi alat
kelamin yang baik: stallion breeding soundness examination, kualitas seprma baik
(sperma kuda lebih encer dari sperma sapi tetapi volume lebih banyak.
Kebuntingan kuda sekitar 10-12 bulan tergantung kepada nutrisi dan exercise.

IB pada kuda
satu straw dilakukan pada appropriate time karena sperma akan mati selama 72 jam.
Penyuntikan LH padap kuda dilakukan 2x IV (karena mekanisme kerja short acting).
jika kuda memiliki stallion-like behaviour harus diantisipasi dengan melihat
pertumbuhan ambing -> berhubungan dengan perilaku motherhood, jika tidak
terdapat pertumbuhan ambing kuda biasanya tidak kuat secara psikologis untuk
merawat anaknya bahkan dapat berpotensi menyerang anaknya. jika kejadian ini
terjadi maka diantisipasi dengan nurture mandiri; pemberian susu (susu formula), oil
(untuk merangsang kontraksi saluran pencernaan mencegah kembung dan
terbentuknya kristal pada saluran pencernaan).

Mengenai kebuntingan pada umur tua pada kuda


Kelahiran pada kuda umur tua perlu diransang dengan bantuan masase vagina.
penggunaan oxytocin perlu diperhatikan: ukuran rongga pelvic dan ukuran anak.

Gangguan Reproduksi pada Kuda


1. Distokia
2. Granulosa Theca Cell Tumor
Merupakan kasus yang unik pada kuda akan menyebabkan stallion-like
behaviour, dan ovarium kontralateral akan mengalami hipofungsi. Sel granulosa
menghasilkan hormon esterogen akibatnya hormon esterogen dominan dan terjadi
nymphomania. Folikel tumbuh tidak teratur sehingga sel menjadi tidak jelas.
Tindakan yang diperlukan dalam kasus ini adalah Ovariectomy
1. Anestesi pada kuda dapat digunakan sediaan ket-xyl, Lidocaine, Isoflurance. Pain
killer phenylbutazone.
2. Preparasi ruang bedah
3. Pre-operative :
- Heatologi dan kimia darah
- Pusasa konsentrat 24 jam pre operasi
- Fungsi antung (cardiac aritmia,murmur)
- Riwayat pemakaian antibiotik, antiinflamasi, steroid
- Pembiusan dan transfer ke ruang bedah
- Letak dan ukuran GTCT
Preparasi hewan :
- Instalasi ETT
- PE
- IV Catheter
- Pasang hobbles : untuk restrain kuda (rantai)
- Intalasi pasien monitoring dan infus
- Sterilisasi areal bedah
4. Bedah
- Sayatan jangan terlalu ke profundal (pendarahan banyak namun dekat organ)
dan ke ventral (pendarahan sedikit namun jauh dari organ) cari titik
tengahnya
- Ovarium diangkat dan diligasi (tunggal atau double)
- Ovarium dipotong
- Jahitan kulit menggunakan interlock suture
- Level anestesi inhalasi diturunkan bertahap
- Level oksigen diturunkan bertahap
5. Pilihan untuk Orientasi Flank perlu memperhatikan beberapa pertimbangan:
- Yakin bahwa karakter kuda tenang
- Orientasi daerah syatan terdekat ke lokasi tumor
- Ukuran sayatan seminimal mungkin menghindari trauma otot
- Pembuluh darah minimal trauma
- Post op recovery: kuda bangun perlu diperhatikan karena dapat merusak
jahitan otottidak boleh langsung berdiri. Namun behaviour kuda akan
refleks berdiri setelah sadar
Ovarium kontralateral yang mengalami hipofungsi diterapi dengan Goserelin (GnRH)
biasanya kuda akan kembali birahi 40 hari pasca operasi. Pada kasus kuda di RSH
FKH IPB tumor kembali bertumbuh pada ovarium kontralateral. Tumor pada
ovarium kuda > 8 cm. Jika ditemukan ukuran ovarium membesar namun masih < 8
cm dicoba terlebih dahulu terapi menggunakan prostaglandin.

Restrain Pada Sapi Pada Kasus Gangguan Reproduksi

Restrain
Merupakan proses pengekangan sapi sesuai kaidah kesejahteraan hewan (animal
welfare) dimana proses ini membawa sapi ke posisi dimana ia tidak dapat bergerak
dibwah tekanan paling kecil. Metode untuk mengekang ternak termasuk
menggunakan Cattle Crush dan memasang tali pengikat.

Cattle Crush
Ukuran kandang jepit harus disesuaikan dengan ukuran panjang dan lebar badan sapi,
sapi tidak dapat loncat dan memutar di dalam kandang jepit, memiliki pengaman
untuk sapi lepas/kabur dan pengaman bagi pemeriksa sapi.
Risiko jika kandang jepit terlalu leluasa adalah sapi memaksakan untuk memutar
balik sehingga menyebabkan cedera.
Sapi aceh dan sapi bali merupakan 2 jenis sapi yang sangat agresif. maka dari
itu, untuk pemeriksaan sapi bali lebih baik digunakan kandang jepit koloni bukan
individu, karena sapi bali lebih nyaman jika bersama kelompoknya.
Model kandang jepit:
- built in (satu kesatuan kandang jepit), pengekang sudah terpasang dalam satu
kesatuan kandang jepit (buatan pabrik).
- kandang jepit modifikasi gangway : bahan pipa besi, kayu
- kandang jepit manual-> dibangun dan dibuat yang disesuaikan untuk pemeriksaan
lapangan. Prinsipnya hampir mirip dengan modifikasi gangway yaitu terdapat
penghalang pinggir, penghalang depan, dan penghalang belakang.
Leg restraint : Front leg hoppel -> gerakan sapi diminimalkan terutama pada kegiatan
palpasi per rektal.
Pengenkangan dengan tali: Reuff's method dikombinasikan dengan teknik head
restraint halter untuk mencegah sapi berjalan atau bergerak.
Penjelasan simpul Reuff's
2. simpul 1 dibagian cranial untuk menahan
7. simpul 2 dibagian persis dibelakang scapula untuk pengekangan ekstremitas depan
8. simpul 3 dibuat di depan tuber coxae dilingkarkan ke tubuh dan tali bagian bawah
tepat di depan ambing (tidak mengenai ambing) untuk restrain ekstremitas bagian
belakang.
Simpul harus kontralateral (jika simpul di kiri, maka arah jatuh ke kanan, dan
sebaliknya) untuk mengarahkan arah jatuh sapi dan sebagai fiksator agar sapi tetap
dalam keadaan rebah. Simpul yang berada di bawah akan tertahan pada badan sapi
kemungkinan tidak akan kendor namun berisiko kesulitan untuk mengendorkan
kembali simpul jika simpul ditemukan terlalu ketat.
Gangguan reproduksi yang membutuhkan restrain dengan menjatuhkan sapi
hanya torsio uteri. Pada kasus torsio uteri pemutaran sapi dipertimbangkan dari
keparahan torsio. pada bunting muda dan derajat keparahan rendah dilakukan
berlawanan arah karena pada umur kebuntingan muda masa uterus kecil dan rongga
uterus leluasa sehingga terdapat energi momentum sehingga uterus melakukan
putaran searah walaupun pemutaran sapi berlawanan arah.

Anastesi Epidural
Restrain secara kimiawi dapat dilakukan dengan memberikan anstesi epidural.
Anestesi epidural digunakan untuk mencegah/mengendalikan rasa sakit selama
operasi yang melibatkan ekor, anus, vulva, perineum, ambing, skrotum, dan tungkai
belakang bagian atas. Teknik ini termasuk teknik yang mudah, murah, dan efektif.
Pemberian anestesi epidural diantaranya dilakukan saat proses reposisi pada kasus
distokia dan saat operasi sesar. Selain itu, anastesi epidural juga dilakukan untuk
mereposisi prolaps vagina dan uterus, retropulsi fetus, retensi secundinae secara
manual, dan operasi penutupan rupture atau kerobekan vagina akibat traksi. Tujuan
anestesi epidural adalah meminimalkan rasa sakit pada hewan sesuai kaidah animal
welfare, higiene saat pemberian terapi (mencegah defekasi dan urinasi), memudahkan
operator, dan menahan kontraksi uterus guna memperkecil risiko injury. Selain itu,
anastesi epidural juga akan menyebabkanterhambatnya defekasi dan urinasi sehingga
tindakan yang dilakukan lebih lege artis.

Manajemen Reproduksi Anjing

Pubertas anjing umur 10-12 bulan (kisaran 6-24 bulan masih normal)
Anjing ras kecil mengalami pubertas lebih cepat.
Anjing mengalami monoestrus  1x estrus dalam satu siklus (4-13 bulan)
Siklus estrus anjing terdiri dari Proestrus, Estrus, Metesrus/Diestrus, dan Anesterus.
- Proestrus (9 hari)
Vulva bengkak, bloody discharge (menstruasi), sering urinasi, tail tucking
- Estrus (9 hari, ovulasi pada hari ke-2)
Discharge vagina menjadi coklat kemerahan, vulva melunak, ekor bergoyang
menarik pejantan untuk mengawini, diam dinaiki
- Metestrus/Diestrus (60 hari)
Vulva tidak bengkak, tidak menarik pejantan, menolak dikawini
- Anestrus (150 hari)
Ovarium inaktif, tidak ada perkembangan folikel.
Mating: terjadi saat masa estrus
- Jantan mounting tanpa adanya ereksi
- Setelah penetrasi, bulbus glandis jantan akan membesar
- Jantan dismount dan berbalik arah dengan keadaan bulbus penis tetap di dalam
vagina
- Terjadi ejakulasi
- Perkawinan berlangsung minimal 1 jam
Pada anjing oosit yang diovulasi adalah fase GV.
Waktu kebuntingan anjing tergantung kapan terjadinya perkawinan
- Early mating = waktu kebuntingan 68 hari
- Typical mating = waktu kebuntingan 63 hari
- Late mating = waktu kebuntingan 57 hari
Koleksi semen pada anjing untuk inseminasi buatan menggunakan metode masase.
Untuk melakukan inseminasi buatan pada anjing, perlu dilakukan pemeriksaan fase
estrus pada anjing betina. Beberapa cara untuk pemeriksaan fase estrus yaitu sitologi
vagina, endoskopi vagina, dan mengukur kadar progesteron.
IB pada anjing harus menggunakan prosedur bedah.
Breeding management:
- Sperma anjing bertahan hidup sampai 7 hari
- Ovum anjing bertahan sampai 72 jam
- Waktu yang baik untuk breeding: 4-6 hari setelah LH surge, 90% kornifikasi
Diagnosa kebuntingan:
- Palpasi abdomen
- Identifikasi detak jantung fetus menggunakan stetoskop setelah waktu
kebuntingan 25 hari
- Relaxin assay
- USG
- Radiografi
Tanda-tanda partus:
- 1st stage: restlessness, membangun nest
- 2nd stage: vaginal discharge, melahirkan fetus
- 3rd stage: pengeluaran plasenta
Pseudopregnancy dapat disebabkan penurunan hormon progesteron secara drastis
pada akhir fase diestrus. Penyebab penurunan hormon ini belum diketahui. Tidak ada
treatment untuk pseudopregnancy.

Inseminasi Buatan pada Anjing


Pre breeding concerns
Pemeriksaan Fisik meliputi:
- Memastikan kedua anjing betina dan jantan sehat – BSE
- Tidak memiliki kecacatan genetik, hal ini diketahui dengan wawancara
pemilik
- PE betina dilakukan sebelum IB untuk mengidentifikasi jika terdapat masalah
reproduksi
- Kualitas sperma jantan juga perlu diperiksa kualitasnya. Kualitas semen yang
buruk menyebabkan ketidakberhasilan kebuntingan dan jumlah anak yang
dihasilkan.
Pengalaman inseminator
Kesulitan prosedur
Ketepatan waktu dengan periode estrus
Kualitas semen
Pemilik anjing harus diedukasi bahwa IB yang dilakukan pada anjing belum tentu
berhasil walau anjing sehat, dan dieprlukan komitmen waktu dan finansial untuk
menunjang keberhasilan IB.
Status kesehatan sebelum IB
- Post estrus cycle
- Past breeding
- Jumlah anak sebelumnya
- Riwayat dan alasan untuk infertilitas
- Vaginal examination
Informasi general
- Status vaksinasi, deworming, dan heartworm
- Rekam medis penyakit/ riwayat operasi
- Terapi obat yang sedang dijalankan, lingkungan, dan diet
- Uji serologi terhadap brucella canis dan herpervirus

Tahapan IB pada anjing


1. Alat dan bahan yang digunakan adalah plastic sheet khusus penampung sperma,
water bath, spoit, pipet, termometer, extender, dan sperma.
2. Extender ditaruh dalam waterbath 37oC
3. Plastic sheet yang digunakan di lipat sesuai dengan ukuran penis agar sperma
tidak melekat di dinding plastik dan langsung jatuh ke dasar plastik.
4. Anjing yang sedang libido dipancing dengan betina kemudian penis dipijat agar
keluar sempurna.
5. Penis dimasukkan ke plastik koleksi semen dan kemudian anjing akan ejakulasi di
dalam plastik tersebut
6. Terdapat 3 fraksi larutan sperma yaitu cairan bening yang keluar dari aksesoris
mengandung sedikit sperma, cairan putih susu yang merupakan sperma, dan
cairan yang dikeluarkan kelenjar asesoris bening dan encer. Setelah ketiga fraksi
dikeluarkan, koleksi semen disudahi.
7. Kemudian suhu semen diukur sampai sama dengan 37oC.
8. Semen kemudian dimasukkan ke dalam extender dan dimasukkan ke dalam spoit.
9. Teknik IB pada betina dilakukan dengan intravaginal mengarahkan selang ke
bagian batas tulang belakang betina kemudian dimasukkan perlahan, lalu arah
mendatar dan kaki betina sedikit diregangkan dengan arah memasukkan selang
menurun menuju serviks.
10. Spoit yang berisi larutan semen cair harus diberi sedikit udara agar sperma dapat
terdorong sempurna ke dalam serviks.
11. Setelah sperma disemprotkan angkat kedua kaki belakang betina dan tutup vulva
dengan jari tangan agar semen tidak keluar kembali.
Kebuntingan pada anjing adalah sekitar 63 hari.

Manajemen Reproduksi Kucing

Untuk terjadi ovulasi, kucing betina perlu diinduksi melalui kopulasi. Penile spide 
menginduksi ovulasi  merangsang LH surge. Dibutuhkan minimal 4x kopulasi
untuk menghasilkan LH surge. Kucing bersifat polygamous dan dapat menghasilkan
50-150 kitten dalam 10 tahun. Kucing betina mengalami estrus pertama umur 5-9
bulan. Siklus estrus kucing berkisar 14-21 hari.
Terdapat 3 jalur dalam fase estrus kucing:
1. Proestrus  Estrus  Interestrus (bila tidak terjadi mating)

2. Proestrus  Estrus  Pseudopregnancy  Interestrus (bila terjadi mating oleh


kucing jantan steril)
3. Proestrus  Estrus  Diestrus (bila terjadi mating oleh kucing jantan fertil)
Fase-fase estrus pada kucing adalah:
1. Proestrus terjadi 1.2 hari. Gejalanya adalah menjadi sangat manja, sering
bersuara, dan mengusap muka pada benda
2. Estrus terjadi 4-7 hari. Gejalanya adalah vulva sedikit membengkak dan
memerah, kelakukan lordosis, ekor terangkat
3. Interestrus terjadi 9 hari. Hormon inaktif dan semua gejala estrus sudah hilang.
4. Anestrus: tidak ada perilaku seksual
5. Diestrus/Pseudopregnancy: progesteron dominan
Saat masa laktasi kucing bisa mengalami estrus, interestrus, atau anestrus.
Breeding behaviour:
- Jantan menandai teritori
- Betina melakukan low monotone howls dan jantan membalas dengan caterwaul
- Mating diawli dengan jantan menaiki betina dan menggigit bagian leher betina
(30 detik-4 jam)
- Coitus berlangsung singkat. 0,3-8 menit untuk pengaturan posisi dan 1-20 detik
untuk intromisi, ejakulasi, dan coital cry
- Dismounting berlangsung 0-1 detik
- Betina akan bereaksi menolak jantan dan menjilati genital selama 1-7 menit
- Betina akan menolak untuk dinaiki dalam 0-5 jam
Kebuntingan terjadi dalam 63-66 hari. Diagnosa kebuntingan dapat dilakukan dengan
cara palpasi abdominal, ultrasonografi, dan radiografi
Queening/Partus:
- Beberapa hari sebelum partus, kucing betina akan membentuk nest dan menjadi
restless
- Serviks akan mengalami dilatasi dan akan keluar sicharge bening tidak berbau
dari vagina
- Anak kucing yang baru lahir masih buta dan tuli.

Inseminasi Buatan pada Kucing

Kesulitan IB pada kucing adalah karena ovulasi pada kucing terjadi aspontan
harus distimulasi dengan kopulasi. Maka dari itu, dapat digunakan LH eksogenik
yaitu PMSG, hCG, dan eCG. Pada eCG injeksi tunggal cukup namun tingkat
keberhasilan rendah. Cara lain yaitu memberikan stimulasi pada vagina, biasanya
dilakukan sekitar 5 kali.
Indikasi IB pada kucing yaitu
- Kegagalan kawin pada kucing persia akibat libido rendah
- Sexually transmitted disease
- Pada spesies kucing liar yang hampir punah  biasanya koleksi semen dengan
elektroejakulator dan keadaan jantan teranestesi.
Elektroejakulator digunakan karena volume semen yang dihasilkan kucing
sangat sedikit. Probe yang digunakan lebih kecil dibandingkan untuk hewan
ruminansia. Laporan terakhir dapat menggunakan kateter dengan menyedot semen
namun volume semen yang dapat terambil sedikit, namun konsentrasi kateter 1.5x
lebih pekat dibanding konsentrasi semen yang dikoleksi menggunakan
elektroejakulator.
Rute IB pada kucing dapat digunakan 2 cara yaitu; intravaginal dan intrauterine.
Dalam menentukan rute IB perlu pertimbangan volume, konsentrasi, dan jenis
sperma. Intravaginal memerlukan jumlah volume dan konsentrasi sperma yang tinggi
sehingga fresh semen lebih cocok. Sedangkan pada intrauterine dapat digunakan
frozen semen.

Manajemen Reproduksi Satwa Liar


Menurut UU no. 5 tahun 1990, satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat,
dan/atau di air, dan/atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang
hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Konservasi merupakan kegiatan
pengelolaan satwa liar yang mencakup perlindungan (save), pengawetan (study), dan
pemanfaatan (use). Jenis konservasi dibagi menjadi insitu: konservasi di dalam
populasi alami satwa dan exsitu: konservasi di luar populasi alami satwa
Lembaga konservasi = konservasi exsitu yang terdiri dari:
- Khusus: PLG, PPS, PrS
- Umum: Taman safari, taman satwa, kebun binatang, museum zoologi (perbedaan
terdapat pada luasan wilayah & jenis spesiesnya)
Dibutuhkah pengetahuan tentang umur, bodyweight, dan puberty untuk aplikasi
teknologi berbantuan pada satwa liar.
Jika kedatangan satwa dilindungi di klinik hewan:
- Tangani
- Client education
- Jika client tidak mau melaporkan, kita tidak usah melaporkan kecuali termasuk
hewan sensitif misalnya orang utan.
Population demography normal pada satwa liar digambarkan pada grafik dibawah ini:
Jumlah hewan yang muda banyak, menunjukkan hewan pada umur produktif dapat
menghasilkan keturunan. Semakin tua, jumlah satwa semakin menurun karena mati.
Tidak semua inbreeding buruk, tergantung ada tidaknya gen resesif.
PKBSI: Perhimpunan Kebun Binatang SeIndonesia.

Manajemen Reproduksi Unggas

Proses Pembentukan Telur


Pada ayam betina, ovarium dalam saluran telur membentuk sistem reproduksi
yang menghasilkan telur. Kuning telur tumbuh di ovarium dan sisa telur tumbuh di
sekitar kuning telur saat melewati saluran telur. Kebanyakan betina memiliki dua
ovarium tetapi burung tidak jantan dan hanya memiliki satu ovarium. Ovarium ayam
bersandar pada dinding tubuh belakang tepat di sebelah kiri tulang belakang. Saluran
telur dimulai dari ovarium melipat ke depan dan ke belakang dan meninggalkan
tubuh ayam melalui lubang tepat di bawah ekor. Ovarium dan saluran telur
menempati ruang yang sangat kecil di dalam tubuh ayam betina hanya beberapa inci
kubik, tetapi saluran telurnya terentang. Panjangnya hampir dua kaki dan memiliki
lima bagian berbeda: infudibulum, magnum, tanah genting, kelenjar cangkang, dan
vagina.
1. Ovarium
Ketika ayam betina aktif berbaring, nutrisi dari makanan yang dimakannya
diubah menjadi bahan penyusun kuning telur. Blok pembangun ini 1/3 protein, 1,3
lemak, 1/3 air kemudian dibawa oleh aliran darah dari hati ke ovarium. Di ovarium,
kantong jaringan kecil yang disebut folikel terisi kuning telur dan tumbuh. Folikel
terbesar di ovarium akan melepaskan kuning telur dari telur ayam yang akan
dikeluarkan besok hari, sedangkan folikel terbesar berikutnya akan menghasilkan
kuning telur hari berikutnya dan seterusnya. Dalam satu sampai dua minggu sebuah
folikel tumbuh dengan diameter kurang dari satu milimeter sampai ukuran dewasa 25
mm. Ketika kuning telur matang, folikel pecah di sepanjang garis yang relatif bebas
dari pembuluh darah, stigma dan kuning telur dilepaskan. Jika ada pembuluh darah
yang melewati stigma, setetes darah dapat melihat kuning telur saat dilepaskan dari
folikel.
2. Infundibulum
Ujung atas saluran telur berbentuk corong menyelimuti ovarium dan
menangkap folikel yang paling matang saat mencapai pematangan dan ovulasi.
Kemudian kuning telur memulai perjalanan 24 jam menyusuri saluran telur. Saat
kuning telur keluar dari folikel dan bergerak ke bagian atas infundibulum, itu satu-
satunya saat dalam perkembangannya ketika tidak tertutup lapisan albumin
pembuahan jika sampai terjadi akan berlangsung di sini. Beberapa bakteri patogen,
seperti Salmonella enteriditis, mampu berkoloni di saluran reproduksi ayam yang
terinfeksi. Jika bakteri ini menjadi terkait dengan telur yang sedang berkembang saat
melewati saluran dan sebelum dikelilingi oleh cangkang, mereka dapat menyebabkan
penyakit pada manusia yang mengonsumsi kuning telur atau albumin yang
terkontaminasi.
3. Magnum
Kuning telur menghabiskan sekitar 15 menit di infundibulum sebelum
diteruskan ke magnum. Dalam magnum selama sekitar 3 jam itu akan ditutupi oleh
lapisan albumin atau putih telur yang menyerap guncangan. Saat albumin terbentuk di
sekitar punggung spiral kuning telur yang membentang sepanjang magnum
menyebabkan kuning telur berputar seperti peluru di laras senapan. Pemintalan ini
memelintir protein dan serat di albumin tepat di depan dan tepat di belakang kuning
telur membuat struktur seperti pigtail yang disebut Chalazae. Hal tersebut membuat
kuning telur tetap tersuspensi di tengah albumin dan pada akhirnya mencegahnya
bergerak di dalam telur.
4. Isthmus
Di sini, membran cangkang diendapkan. Lapisan tipis protein ini membungkus
secara longgar di sekitar albumin yang menutupi kuning telur. Seolah-olah kuning
telur dan lapisan albuminnya adalah gumpalan jeli yang dibungkus dengan dua
lembar plastik. Proses tersebut tidak menghasilkan struktur berbentuk telur yang
halus bahkan telur yang meninggalkan isthmus.
5. Kelenjar cangkang (Shell gland)
Telur yang terbentuk sebagian kemudian masuk ke kelenjar cangkang, disini
selama 20 jam selanjutnya cangkang akan terbentuk. Pertama albumin tipis
disekresikan, albumin tipis ini sebagian besar adalah air dan bergerak secara osmosis
ke dua membran cangkang ke dalam albumin tebal yang sangat pekat yang
mengelilingi kuning telur. Ini membuat telur menjadi bentuk normal dan
meregangkan selaput cangkang di sekitarnya. Selanjutnya, larutan yang sangat pekat,
kalsium karbonat disekresikan oleh kelenjar cangkang dan kristal dari bentuk kalsit
dan menumbuhkan membran kulit terluar saat kristal mengembang, mereka tumbuh
satu sama lain untuk membentuk cangkang padat. Ruang yang sangat kecil tersisa di
antara pori-pori daun vrystals di cangkang. Terakhir, larutan protein khusus yang
disebut kutil disimpan ke kulit telur. Gas dapat melewati pori-pori di cangkang, tetapi
2 lapisan tersebut melindungi telur dari bakteri berbahaya.
6. Vagina
Akhirnya, dalam proses yang disebut ovoposisi, telur membalik ujung-ke-ujung.
Ini terjadi melalui kontraksi rahim, disinkronkan dengan relaksasi vagina dan
mendorong sel telur keluar dari tubuh ayam.
7. Telur
Bagian penting dari telur tidak terbentuk sampai setelah diletakkan. Ketika telur
diletakkan, ia mengisi cangkang, namun suhu tubuh ayam adalah 106 derajat F dan
egss umumnya diletakkan di lingkungan yang bersuhu 20 hingga 40 derajat lebih
dingin. Saat telur mendingin, bagian dalam berkontraksi dan membentuk sel udara di
antara dua membran sel. Seekor anak ayam akan menusuk dan bernafas melalui udara
di dalam sel ini sebelum menetes.

Teknik Koleksi Semen pada Ayam


Teknik koleksi semen dapat digunakan beberapa cara yaitu vagina buatan,
pemijatan (massase), dan menggunakan elektroejakulator. Pada hewan ternak seperti sapi
umumnya digunakan teknik koleksi semen menggunakan vagina buatan. Vagina buatan
merupakan teknik dengan membuat tabung koleksi memimiki kondisi vagina betina.
Tabung vagina buatan berukuran 40-45 cm untuk sapi eksotik, sedangkan 20 cm untuk
sapi lokal yang dilengkapi pentil udara. Bagian dalam tabung dilapisi dengan inner liner
dari bahan karet sehingga bersifat elastis supaya dapat berkontraksi dan memberikan
tekanan pada penis dan menstimulasi ejakulasi. Coen, dari bahan karet, sebagai
penghubung tabung vagina dan tabung semen. Tabung semen berslaka, sarung pelindung,
pelicin steril, thermometer untuk mengukur suhu vagina buatan, dan pelicin. suhu harus
disesuaikan dengan memasukkan air panas dengan suhu 50-55 oC (suhu di dalam vagina
buatan 42-44oC). Penggunaan gel pelicin hanya 1/3 bagian depan penis agar tidak
mengkontaminasi semen yang diejakulasikan. Kontraksi terhadap penis diberikan dengan
memberikan pompa udara melewati pentil udara di luar tabung. Tahapan menampung
semen dimulai dengan mempersiapkan sapi betina pemancing di kandang jepit kemudian
jantan didekatkan dan saat jantan mulai mounting pegang preputium dan alihkan penis ke
samping (false mounting). Teknik ini membantu meningkatkan volume semen yang
diejakulasikan.
Teknik koleksi semen selanjutnya dapat dilakukan menggunakan elektroejakulator
yaitu dengan menggunakan aliran listrik bertegangan rendah. Sebagai dokter hewan di
lapangan, perlu melihat jenis hewan, mempertimbangkan tingkat libido hewan, dan
apakah terjadi cedera pada hewan sehingga tidak sanggup melakukan mounting, barulah
dapat menentukan teknik koleksi semen mana yang dapat digunakan, termasuk
penggunaan elektroejakulator. elektroejakulator biasanya digunakan pda kambing/
domba, banteng, dan rusa. penggunaan pada sapi biasanya pada sapi yang cedera. Teknik
masase dapat dilakukan dengan masase ampula duktus deferens. Setelah semen berhasil
dikoleksi perlu dilakukan evaluasi terhadap semen yang dilihat secara makroskopis
(volume, warna, pH, dan bau) dan secara mikroskopis (motilitas individu, konsentrasi,
gerakan massa, viabilitas, dan abnormalitas sperma). Dalam mengevaluasi semen perlu
dibandingkan dengan standar yang digunakan (SNI semen beku pada sapi,
kambing/domba). pada satwa liar dimana indonesia tidak memiliki standar yang mutlak
untuk evaluasi semen, maka dapat menggunakan standar secara global, sebagai dokter
hewan diperlukan pembuatan keputusan yang tepat dalam memanfaatkan hasil ejakulat
pada satwa liar terutama dalam hal pelestarian. 
Evaluasi semen dan keberhasilan inseminasi buatan di Indonesia masih memiliki
standar yang rendah dan tidak konsisten. Standar Conception Rate (CR) adalah minimum
50% dan Serving per Concetion (SC) 1.6-2, dimana CR adalah jumlah kebuntingan yang
terjadi setelah inseminasi, sedangkan SC adalah jumlah IB yang diberikan untuk
membuat 1 betina bunting. Hal tersebut menyebabkan masih rendahnya kualitas dan
kuantitas produksi pada hewan ternak di Indonesia. Dokter hewan perlu memanfaatkan
teknologi dan penelitian ilmiah dengan bijaksana, juga bekerja sama dengan disiplin ilmu
lain, pemerintah, dan masyarakat untuk terus meningkatkan kualitas produktifitas ternak.
Koleksi semen
9. teasingn 2-3 x tergantung bull
10. karet vagina buatan 40-45 cm, untuk sapi eksotik dan 20 cm untuk sapi lokal
11. Suhu air yang dimasukkan 50-55 oC --> suhu akhir vagina buatan 42-44 oC
12. penggunaan gel K-Y, alternatif dapat menggunakan vaselin tapi hanya sedikit
dan dibagian permukaan depan saja karena dapat masuk dan mengkontaminasi
semen (semen seperti berminyak).

Produksi Semen Beku Ayam


Koleksi semen dari ayam dilakukan dengan merangsang organ kopulasi
(phalus) dengan cara memijat perut dan punggung di atas testis. Hal tersebut diikuti
dengan mendorong ekor ke depan dengan satu tangan dan pada saat yang sama,
menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan yang sama untuk memberikan tekanan di
area tersebut dan untuk "memerah" air mani dari saluran organ ini. Respon aliran
semen lebih cepat dan lebih mudah untuk dirangsang pada ayam daripada pada
kalkun. Selanjutnya semen ditampung ke dalam tube dan dapat diamati karakterstik
makroskopis semen ayam yaitu putih, bau khas semen, dan konsentrasi pekat. Tube
yang digunakan untuk menampung semen harus segera diberi label dan diencerkan
dengan pengencer perbandingan 1:1. Pengenceran ini dimaksudkan untuk
memperbanyak volume semen, melindungi, enrichment/nutrisi bagi spermatozoa, dan
sebagai bahan bacteriostatis atau bakteriosida. Semen yang telah dicampurkan
pengencer disentrifugasi hingga homogen. Pada ayam, jumlah semen encer yang
diinseminasi akan berkisar dari 100-200 juta sel sperma per inseminasi. Produsen
biasanya menentukan konsentrasi spermatozoa dan mengencerkan semen untuk
mendapatkan konsentrasi sel sperma yang sesuai. Selanjutnya jumlah pejantan yang
dikoleksi semennya dan berat semen yang telah diencerkan diregistrasikan untuk
pendataan. Tube berisi semen ditaruh pada cooling box dan sebanyak 24 micron
semen digunakan untuk perhitungan jumlah sel sperma per ml. Pemeriksaan
mikroskopis juga dilaksanakan untuk melihat kualitas semen cair. Motilitas sperma
yang didapatkan dievaluasi menggunakan mikroskop. Semen yang akan digunakan
adalah semen yang memiliki motilitas >80%. Pemeriksaan terhadap gerakan massa,
vialitas atau rasio sperma yang hidup dengan mati, morfologi spermatozoa juga
dievaluasi.
Persiapan straw sebagai wadah semen beku dilakukan dengan mencetak straw
terlebih dahulu sebelum diisi oleh semen yang ditaruh di cooling box sebelumnya.
Proses percetakan/ printing straw merupakan proses pemberian tanda/identifikasi
straw untuk membedakan asal semen dikoleksi dimana pada straw akan dicetak
nomor-nomor kode khusus. Setelah straw terisi harus segera dilakukan sealing
menggunakan alat khusus. Straw dihitung dan disusun pada rak khusus penyimpanan
straw. Rak yang telah diisi dengan straw kemudian ditaruh pada wadah nitrogen
untuk proses pembekuan secara gradual sebelum dimasukan ke dalam goblet untuk
selanjutnya disimpan di kontainer dalam jangka waktu panjang. Jumlah straw,
kualitas, dan tempat penyimpanan straw di registrasi (perusahaan ini meregistrasikan
data menggunakan CRYO-IS). Kemudian straw-straw tersebut ditaruh ke dalam
goblet dan kanister untuk dimasukkan ke dalam tabung berisi nitrogen cair dengan
suhu -196°C. Straw yang telah dibekukan harus melewati proses thawing sebelum
diinseminasikan pada betina. Untuk inseminasi, saat memegang ayam betina dalam
posisi tegak, tekanan diberikan ke perut di sekitar ventilasi, terutama di sisi kiri. Hal
ini menyebabkan kloaka keluar dan saluran telur menonjol, sehingga straw dapat
dimasukkan 1 inci (2,5 cm) ke dalam saluran telur dan jumlah semen yang tepat
dikeluarkan. Saat semen dikeluarkan oleh inseminator, tekanan di sekitar ventilasi
dilepaskan, yang membantu ayam betina menahan sperma di dalam vagina atau
saluran telur. Pada ayam, karena konsentrasi spermatozoa yang lebih rendah dan
durasi kesuburan yang lebih pendek, diperlukan 0,05 mL semen, dengan interval
inseminasi 7 hari.

Inseminasi Buatan pada Kalkun


Bois Battaily Turkey Breeder Farm, Brittany
Pengumpulan semen dari kalkun dilakukan dengan merangsang organ kopulasi
(phallus) untuk menonjol dengan memijat perut dan punggung di atas testis. Cara
diikuti dengan cepat dengan mendorong ekor ke depan dengan satu tangan dan, pada
saat yang sama, menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan yang sama untuk
memberikan tekanan di area tersebut dan untuk "memerah" semen dari saluran organ
ini. Respon aliran semen lebih cepat dan lebih mudah untuk dirangsang pada ayam
daripada pada kalkun. Semen dapat dikumpulkan dengan aspirator (kalkun) atau
dalam tabung kecil atau wadah seperti cangkir. Pada kalkun, volume rata-rata 0,35-
0,5 mL, dengan konsentrasi spermatozoa 6 hingga> 8 miliar / mL.
Inseminasi pada ayam kalkun merupakan pekerjaan yang sulit. Metode
tradisional yang dilakukan adalah dengan memisahkan kalkun pada kandang yang
berbeda dan harus mengangkat kalkun betina tersebut satu persatu untuk
diinseminasi. Pengangkatan dilakukan dengan cara membungkuk, membalikan

kalkun, dan kemudian menjepit kalkun dintara kedua paha. Kalkun memiliki berat
rata-rata yaitu 12 kilogram dengan target inseminasi dilakukan pada 1500 ekor
kalkun. Terdapat metode yang lebih modern untuk membantuk produktifitas
inseminator, yaitu menggunakan alat restrain kalkun khusus untuk inseminasi
(Gallicomfort®). Kalkun ditaruh pada papan restrain secara dorsoventral dan bagian
punggung di tahan. Selanjutnya inseminasi dilakukan dengan meletakkan tangan pada
ergonomic armrest.
Penggunaan teknologi inseminasi modern memiliki keuntungan sebagai berikut:
- Meminimalisir human eror karena memudahkan inseminator untuk melakukan
inseminasi.
- Meningkatkan tingkat keberhasilan inseminasi.
- Animal well-being.
- Meminimalisir pergerakan ayam kalkun
Saat menginseminasi semen kalkun yang tidak diencerkan, konsentrasi sel sperma
yang tinggi memungkinkan 0,025 mL (kurang lebih 2 miliar spermatozoa) untuk
diinseminasi secara berkala selama 7-10 hari, hal tersebut dapat menghasilkan tingkat
fertilisasi yang optimal. Perilaku jongkok menandakan reseptifitas kalkun. Untuk
kesuburan maksimal, inseminasi dapat dimulai sebelum oviposisi awal pada kalkun.
Cara restrain kalkun dan inseminasi menggunakan Gallicomfort®

IB pada ayam dengan sistem penampung


Sistem IB pada ayam dengan sistem penampung ini menggunakan metode
betina pemancing. Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut: spoit
disposabble 5 ml dan 1ml, karet lunak, alat penampung, dan bahan pengencer (NaCl
0.9%). Pengenceran yang dilakukan adalah dengan perbandingan 4:1. Pertama ujung
kloaka di bersihkan terlebih dahulu, kemudian bagian pangkal ekor dan perut diikat
dengan tali dan wadah penampung diikatkan sehingga menempel pada kloaka. Hal
tersebut untuk merangsang aliran pengeluaran semen dari ayam jantan. Selanjutnya
dikeluarkan betina pemancing untuk koleksi semen. Wadah diambil dengan
melepaskan ikatan pada tubuh ayam pejantan. Selanjutnya dilakukan pengenceran
semen. Cara melihat volume semen yang diperoleh dengan mengukurnya
menggunakan spoit 1ml kemudian dipindahkan ke kontainer. Campulkan 2 ml NaCl
yang diambil menggunakan spoit 5 ml sampai homogen dengan mengaduk satu arah
agar sel sperma tidak mengalami stress. Inseminasi buatan pada ayam betina
diaplikasikan menggunakan spoit 1 ml. Ayam betina diransang dengan pemijatan
punggung agar vagina menonjol keluar. Selanjutnya spoit dimasukan ke dalam
vagina kira-kira sedalam 2 cm dan dimasukkan semen sebanyak 0.1 ml per ekor.

Ayam pejantan yang diikatkan dengan wadah penambung semen

IB pada ayam dengan sistem pemijatan


Alat dan bahan menggunakan spoit 1 ml yang sudah dimodifikasi pada
ujungnya diberikan karet pentil untuk dimasukkan ke dalam organ reproduksi betina.
Bahan pengencer NaCl 0.9% dan alat penampungan. Inseminasi buatan di lakukan 2x
seminggu dengan telur yang dihasilkan sebanyak 50-60% dari betina yang di
inseminasi. Teknik koleksi semen dengan cara merestrain kedua kaki ayam pejantan,
kemudian dilakukan pemijatan pada bagian punggung hingga pangkal ekor ayam
secara satu arah (ke belakang) untuk meransang aliran semen ke kloaka. Selanjutnya
kloaka ditekan dan semen yang keluar ditampung pada wadah penampung. Semen
yang telah ditampung kemudian diukur volumenya menggunakan spoit kemudian
diencerkan dengan bahan pengencer 1:1.

Gambar 4 Koleksi semen dengan sistem pemijatan


Volume semen yang didapat pada video tersebut adalah 0.2 ml sehingga
diperlukan bahan pengencer sebesar 0.2 ml. Setelah didapatkan larutan semen, betina
disiapkan. Betina direstrain dengan memegang kedua kaki belakang dan buka bagian
ekor untuk mendapatkan bagian kloaka. Spoit 1 ml berisi larutan semen dimasukkan
pada kloaka betina sedalam 2 cm kemudian keluarkan larutan semen sebanyak 0.1 –
0.15 ml per ekor ayam betina.
Diskusi Gangguan Reproduksi

Hipofungsi Ovarium
Hipofungsi ovarium merupakan keadaan penurunan fungsi ovarium sehingga
tidak terdapat perkembangan folikel dan tidak terjadi ovulasi yang disebabkan oleh
faktor nutrisi, genetik, rekondisi fungsi ovarium yang lama, dan respon suckling saat
menyusui. Gejala klinis dari penyakit ini adalah anestrus. Diagnosa dapat dilakukan
palpasi perektal yang akan menunjukkan ovarium yang licin tetapi ukuran tetap
normal. Diagnosa banding dari kasus ini adalah silent heat, sistik ovari, hipoplasi
ovari, dan CL persisten. Terapi yang diberikan adalah menginduksi pertumbuhan
folikel dengan GnRH, perbaikan pakan adn nutrisi, pemijatan ovarium lewat palpasi
perektal untuk meningkatkan aliran darah ovarium (mencegah ovarium atropi).

Prolapsus Uteri
Prolaps uteri merupakan kejadian keluarnya uterus dari vulva sehingga
membran mukosa terekspos ke lingkungan luar yang disebabkan oleh hipokalsemia,
distokia berkepanjangan, ukuran fetus terlampau besar, retensio sekundinarium,
paresis. Gejala klinis yang ditimbulkan adalah anoreksia, peningkatan laju respirasi
dan frekuensi denyut jantung, nyeri abdomen, kelemahan, depresi, suhu subnormal,
anxiety, dan koma pada keadaan lanjut. Penanganan kasus ini adalah dengan
mereposisi uterus secara manual diawali dengan anastesi caudal epidural dan
melakukan jahitan pada vulva. Secara tradisional dapat diberikan gula pada uterus
supaya terjadi penyusutan ukuran akibat sifat hiperosmotik dari gula. Kasus tahap
awal jaringan yang keluar masih normal namun dalam beberapa saat dapat
menyebabkan kebengkakan dan edema.

Endometritis:
Endometritis merupakan peradangan pada lapisan endometrium disebabkan
infeksi akibat kontamminasi lingkungan, urin, kulit, maupun feses. Mikroba dapat
masuk ke dalam uterus karena perineum relaksasi, vulva dan cervix dilatasi pada saat
partus. Terbagi menjadi endometritis klinis dan subklinis. Gejala klinis: discharge
purulent/mucopurulent pada vagina. Keberadaan polymorphonuclear di dalam sampel
sitologi uterus. Diagnosa endometritis klinis adalah palpasi rektal, USG, vaginoscope,
metricheck, dan biopsi, sedangkan pada kasus endometritis subklinis dapat dilakuan
sitologi uterus. Hewan predisposisi terhadap endometritis adalah hewan yang
mengalami abortus, retensi sekundinarum, kelahiran kembar, distokia, dan perlukaan
pada saar partus. Terapi dengan pemberian antibiotik (intrauterin atau sistemik) dan
penyuntikan hormon prostglandin. Pencegahan: mencegah terjadinya peradangan
uterus dengan manajemen peternakan yang baik dan tingkat pemahaman
peternak.Pencegahan dapat dilakukan dengan sanitasi kandang, prosedur penangan
kelahiran, pelaksaan IB yang aseptis, dan manjemen pakan.

Pyometra
Pyometra merupakan akumulasi purulent di dalam uterus.yang merupakan
lanjutan dari kasus endometritis kronis. Gejala klinis pada pyometra terbuka
munculnya discharge vagina berbau amis dan disertai nanah berwarna kekuningan/
kecoklatan/ kemerahan, lethargi, anorexia namun banyak minum, pucat. Sedamgkan
pada pyometra tertutup tidak ada discharge vagina, terlihat lemas, tidak mau makan,
demam, muntah, terkadang abdomen membesar seperti hewan bunting. Terapi
dengan operasi OH jika kasus terjadi pada hewan kecil dan obat-obatan. Tindakan
operasi OH pada hewan besar tidak dilakukanslaughter. Terapi menggunakan
antibiotik berspektrum luas, prostaglandin, dan collar. Pencegahan yang dilakukan
adalah melakukan spaying pada hewan kecil dan melakukan pengobatan segera jika
ditemukan tanda/ kasus endometritis.

Kista ovarium
Kista ovarium merupakan kelainan struktur pada ovarium berisi cairan dengan
brebagai ukuran dan menetap diluar masa proestrus dan estrus yang dapat terjadi
secara unilateral maupun bilateral. Terbagi menjadi kista folikel, kista luteal, dan
kista corpus luteal.
Kista folikel
- Ciri: berdinding tipis, terisi cairan, berdiameter >15 mm-25 tergantung pada
breed sapi. Sapi eksotik ukuran > 20 -25 mm. Sapi lokal > 15 mm.
- Gejala: nimfomania
- Terjadi karena produksi estrogen yang tinggi namun tidak didukung hormon FSH
dan LH. Akibatnya hewan tidak bunting walaupun sudah di IB. kadar progesteron
rendah karena tidak ada CL.
- Terapi pemberian GnRH atau hCG, terapi kombinasi CIDRintravaginal kemudian
diikuti GnRH, PIRD kombinasi dengan estradiol, dan GnRH dengan
Closprosteonol
Kista luteal
- Ciri: sulit dibedakan dengan kista folikel, namun dinding lebih tebal
- Terjadi karena saat terbentuk kista folikel bersamaan terjadi pelepasan LTH yang
tinggi menyebabkan terjadi proses luteinisasi sehinga terbentuk sel luteal pada
permukaan folikel.
- Gejala: anestrus
- Terapi: pemberian PGF2a
Kista korpus luteum
- Cavity corpus luteum yang tidak menutup sempurna sehingga menyebabkan
abnormalitas fisiologis corpus luteum yaitu tidak menghasilkan progesteron.
Kasus sapi betina yang terkena kista CL akan tetap mengalami siklus estrus
normal dan dapat terjadi kebuntingan.
- Gejala : Kematian Embrio tanpa disertai gangguan patologis organ reproduksi
sekitarnya dapat dicurigai kista CL
- Diferensial diagnosa : CL persisten. CL persisten dibedakan dengan adanya
kelainan patologis pada organ reproduksi sehingga menekan PGF 2 alpha
disekresikan uterus untuk melisiskan CL sebelum kelahiran.
- Terapi: pemberian PGF2a
Penyebab kista ovarium sangatlah kompleks karena berkaitan dengan keseimbangan
hormon. Kista biasanya terjadi pada sapi masa laktasi/ produksi susu tinggi, sapi yang
stress, dan mengalami endotoxicosis dari infeksi uterus.
Mumifikasi dan Maserasi Fetus
Mumifikasi fetus merupakan kematian fetus yang memiliki karakter adanya
kematian fetus tanpa adanya luteolisis dan dilatasi serviks. Fetus yang tertahan di
dalam uterus menyebabkan resorpsi cairan sehingga fetus menjadi kering dan keras.
Maserasi fetus merupakan kematian fetus atau aborsi yang tidak komplit setelah umur
kebuntingan lebih dari tiga bulan dengan adanya retensi masa tulang fetus pada
uterus. Maserasi fetus sapi merupakan kondisi kematian fetus di dalam uterus setelah
terbentuknya tulang yang diikuti oleh infeksi mikroorganisme sehingga fetus
mengalami kehancuran. Mummifikasi bersifat aseptis dan maserasi bersifat septis.
Beberapa faktor potensial yang menyebabkan mummifikasi yaitu: faktor infeksius
seperti Bovine Viral Diarrhea (BVD), leptospirosis, Neospora caninum; faktor
mekanis seperti kompresi dan/atau torsio umbilical corda, torsio uteri, kerusakan
plasenta, anomali genetik; faktor abnormalitas hormonal; dan faktor individu yaitu
adanya abnormalitas kromosom. Gejala klinis yang umumnya tampak bila terjadi
maserasi fetus yaitu terdapat vaginal discharge yang berbau busuk, dinding uterus
tebal ketika dilakukan palpasi rektal, teraba tulang-tulang fetus mengambang dalam
pus yang menimbulkan suara krepitasi pada saat dilakukan palpasi rektal. Differensial
diagnosa untuk mummifikasi fetus adalah penyakit lain yang menyebabkan aborsi
spontan. Terapi mumifikasi fetus dengan injeksi PGF 2alpha . Penanganan maserasi
fetus tidak berbeda jauh dengan kasus mumifikasi fetus. untuk memperbaiki kondisi
umum dan memerangi toksemia hewan itu diberikan cairan infus dan antibiotik.
Penanganan terbaik untuk kasus maserasi adaah dengan pemotongan atau afkir
hewan.

Catatan Tambahan:
- Dalam diagnosa retensio sekundinae harus dilihat berapa lama plasenta tertahan,
kemudian perlu diperiksa dengan palpasi intravaginal apakah masih terdapat
perlekatan karankula-kotiledon, jika tidak ada maka cukup ditarik.
- Tahapan pengobatan sesuai dengan waktunya
 8 jam retensi : hormonal oksitosin/pgf
 12 jam-24 jam : hormonal
 >24-48 jam : manual removal, > 24jam : penyuluhan atau saran kepada
peternak terlebih dahulu untuk terapi hormonal, kecuali permintaan peternak.
- Karankula terasa licin jika masih bertautan dengan kotiledon, jika kasar
- Jumlah karankula >110 pada sapi betina
- Carancule uteri terbesar di 1/3 bagian depan atau apex cornua, di daerah tersebut
carancule saling berhimpitan sehingga plasenta terjepit sementara kontraksi tidak
terlalu kuat  hambatan mekanis pada retensio plasenta
- Pengobatan : pemberian hormon oksitosisin untuk kontraksi uterus, PGF untuk
kontraksi uterus juga vasokontriksi pembuluh darah
Antibiotika intrauterin yang digunakan adalah dalam bentuk bolus, agar
antibiotika tertahan di dalam dan bekerja optimal. Antibiotika akan membentuk
foaming di dalam uterus.
- Manual removal harus lebih dari 24 jam potensi terjadinya infeksi sekunder
besar terutama dari urinasi dan defekasi sehingga pada teknik ini perlu dilakukan
anastesi epidural
- Ditemukannya CL dan anestrus terdapat beberapa kemungkinan CL periodikum,
sistk corpora luteal.
- Membedakan dengan Clperiodikum harus dilakukan pemeriksaan ulang 10-14
hari kemudian, CL periodikum akan menjadi CL fungsional dan sapi kembali
birahi. Umur CL 14 hari. Jika CL hilang dan muncul folikel baru namun tidak
estrus  DF silent heat.
- Silent heat  folikel  penegangan uterus  IB
- Jika cairan uterus keruh  endometritis, pyometra tidak selalu diikuti CLP
namun jika terjadi gangguan pelepasan prostaglandin  CLP
Jika kejadian infeksi uteri telah jauh melewati masa purpureum pengobatan
antibiotik hanya bisa melalui intrauterin tidak bisa IM.

Manajemen Reproduksi One Calf One year (Nutrisi)

Periode puerperium terjadi pada 0-60 hari ditambah 23 hari sehingga menjadi
sekitar 80 hari maksimal hingga 90 hari setelah partus. Masa days open antara 80-90
hari setelah partus. Masa laktasi bejalan selama 305 hari sejak partus kemudian
memasuki dry period atau periode kering kandang pada bulan ke 7 kebuntingan.
Critical period saat pedet dilahirkan adalah adanya kematian dini. Selain itu critical
period dapat terjadi tanpa kematian dini namun bobot badan sangat rendah saat akan
disapih sehingga pada saat disapih bobot sapi tidak mencapai standar. Umur sapi
pada saat sapih adalah 2-4 bulan dengan rata-rata 3 bulan. Program yearling 12-18
bulan, merupakan masa-masa sapi siap bunting. Pada masa ini, problem yang sering
terjadi adalah stunting. Betina siap untuk kawin harus memiliki bobot badan 275-280
kg. Sedangkan pada masa kebuntingan sampai partus masalah yang paling utama
adalah gangguan metabolik. Cattle Critical Periode Management Memastikan lahir
normal, mencegah diare, weaning on time, transisi monogastrik-ruminansia (paling
penting karena tidak hanya transisi namun kelengkapan komponen pencernaan yaitu
mikroba). Masa pubertas bobo badan harus mencapai 45-50% (250 kg) sedangkan
pada masa perkawinan 55% (275-280 kg). Bobot badan masa calving 82%, 2nd
calving 92%, dan 3rd calving telah mencapai 100%.
Masa transisi monogastrik-ruminansia  pakan pedet creep Feeding. Praktik
creep feeding adalah praktik manajemen sederhana yang memungkinkan anak sapi
mendapat akses tanpa batas ke pakan tambahan saat mereka masih masa menyusu
(awal 3 minggu sampai weaning). Rumput untuk pedet di copper 5 cm.
Pakan Weaner  mencegah kasus hairball karena pedet sering mengisap dan menjilat
menyebabkan tersumbatnya saluran pencernaan (pemberian mineral blcok).
Selanjutnya kepentingan pakan ini adalah meningkatkan proses mastikasi untuk
memaksimalkan fungsi enzim air liur. Penyapihan dilakukan pada umur 3-4 bulan.
Dilakukan pemisahan antara pedet jantan dan betina di kandang weaner. Pemisahan
dilakukan untuk mencegah kompetisi antara jantan dan betina, dimana jantan lebih
dominan, dalam memperoleh nutrisi. Sistem pakan yang baik adalah menyediakan
feedbank dengan posisi di bawah agar sapi bisa merunduk ke bawah karena
behaviour pakan sapi adalah grassing.
Sapi Yearling (12-18 bulan)
- Penempatan di kandang yearling tidak ada lagi mineral block karena tidak
ada lagi perilaku refleks menghisap dan menjilat.
- Pemisahan sapi jantan dan betina
- Pemberian pakan sesuai kebutuhan nutrisi
- Siap untuk kawin
Perbedaan sapi perah dan sapi potong adalah induk sapi perah akan diperah secara
intensif maka pedet akan ditaruh pada calf box. Situasi sebelum melahirkan harus
diimbangi dengan mencegah metabolic disorder karena mobilisasi nutrisi sangat
tinggi namun nafsu makan sapi menurun.

Diskusi Pengelohan Semen

- Waktu penampungan mempengaruhi kualitas semen. Penampungan semen yang


baik adalah dilakukan pada pagi hari jika menggunakan vagina buatan. Pada pagi
hari kadar testoteron dalam darah masih tinggi dan sapi masih dalam keadaan
bugar sehingga jumlah sperma yang dihasilkan lebih banyak. Keadaan
lingkungan dan temperatur pagi hari juga mendukung kualitas hidup semen.
- IB pada babi tidak ada prosedur IB semen beku, tidak menggunakan gun IB.
Pada babi menggunakan teknik seperti semen cair.
- Faktor yang mempengaruhi kualitas semen : jenis ternak, umur, pakan yang
diberikan, lingkungan pemeliharaan, kesehatan ternak.
- Bagaimana jika didapatkan kualitas sperma yang buruk, maka sebagai dokter
hewan harus melakukan investigasi apakah kualitas semen tersebut dari sapi
yang berbeda atau sapi yang sama. Jika sapi yang berbeda kemungkinan
kesalahan dalam teknik penampungan, sedangkan jika kualitas semen pada satu
sapi yang sama dalam periode waktu yang cukup lama kemungkinan terdapat
kesalahan dalam manejemen.
Jika semen terlalu encer  periksa kelenjar vesikularis
- Kambing domba short copulation
- Sapi  medium copulation
- Kuda  kawin berkali2 dengan tipe penis cavernosus seperti manusia, kuda
tidak perlu tekanan, suhu, false mount.
- Jika sapi terdeteksi penyakit menular (brucella, IBR, dll) sapi harus keluar dari
BBIB, cedera ekstremitas belakang tergantung kondisi sapi, jika sapi tua dan
stok semen beku sudah banyak sapi tidak bisa dikoleksi lagi, namun jika sapi
baru dibeli kemudian terjadi cedera dapat digunakan elektroejakulator, namun
sapi sudah bukan pejantan unggul lagi karena persyaratan pejantan unggul tidak
ada cedera.
- Sapi lokal 7500 straw/tahun, sapi eksotik 12000 straw/ tahun begitu tidak sesuai
maka disebut sapi tidak produktif.
- IB bertujuan meningkatkan populasi dan mutu genetik. Pada spesies hybrid
kemungkinan
- Untuk menjaga kualitas semen beku:
Jenis pengenceran yang tepat : ayam DMSO, Kuda DMF, sapi glicerol
Cryoprotectant
Penyimpanan yang tepat
Peralatan yang digunakan : otomatis lebih cepat
Prosedur yang tepat
Petugas yang handal
- Pengujian semen beku harus dengan standar minimal 2 batch dengan masing-
masing minimal 2 straw berdasarkan SNI.
- Stress pada spermatozoa dapat menyebabkan oksidasi (radikal bebas) sehingga
menekan metabolisme. Proses bisa dicegah namun bisa dikurangi dengan
antioksidan. Antioksidan baik namun cost yang diperlukan cukup tinggi, dan
efisiensi pengurangan radikal bebas tidak signifikan. Lebih baik melakukan
perbaikan dari segi teknik dibandingkan mengeluarkan cost untuk membeli
antioksidan.
- Antibiotik pada pengecer hanya dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena
diberikan dalam dosis yang kecil. Antibiotik wajib diberikan merupakan SOP
pengolahan semen.
- Pedoman pengujian semen beku SNI Semen Beku Sapi.
- Mencegah inbreeding  memperkuat recording dan regulasi pemerintah sudah
mengatur untuk tidak mengirimkan sapi yang sama ke balai yang sama.

Kelahiran Normal Pada Hewan (Etokia)

Proses kelahiran terdiri dari 3 tahap,


- fase persiapan
- fase pengeluaran fetus
- fase pengeluaran plasenta
Stress fetus akan menyebabkan peningkatan sekresi ACTH fetus kemudian akan
menyebabkan peningkatan kortisol fetus. Selanjutnya, kortisol fetus akan
menyebabkan peningkatan sekresi PGF2α dan enzym yang mengubah progesterone
fetus menjadi estrogen. PGF2α akan menyebabkan luteolysis dan meningkatkan
sekresi relaksin yang menyebabkan pelonggaran ligament pelvis. Selain itu PGF2α
juga menyebabkan peningkatan kontraksi myometrium dan juga vasokonstriksi
pembuluh darah. Estrogen menyebabkan terjadinya peningkatan sekresi saluran
reproduksi betina sehingga terjadi lubrikasi. Estrogen juga menyebabkan
penyingkatan kontraksi myometrium kemudian peningkatan tekanan pada uterus
terjadi sehingga terjadi stimulasi serviks. Stimulasi tekanan oleh serviks akan
menyebabkan peningkatan oksitosin. Oksitosin tersebut akan menyebabkan
peningkatan tekanan rejanan. Selain oksitosin peningkatan kontraksi juga dapat
dilakukan dengan pemberian estrogen dan/atau prostaglandin.
Tanda-tanda menjelang kelahiran adalah adanya keluar lendir kental bening,
relaksasi vulva sehingga terlihat jalan kelahiran membesar, lembek, dan lembut,
kemudian ligamentum sacroilliaca juga mengalami relaksasi. Tanda-tanda ini sangat
jelas terlihat menjelang kelahiran. Jika telah terjadi kelonggaran sacroilliaca maka 12
jam kemudian sapi bunting akan melahirkan.
Fase persiapan waktunya dapat berlangsung singkat/lama tergantung kondisi
individual hewan. Fase persiapan memiliki tanda yang dapat terlihat secara inspeksi
yaitu adanya ambing yang sedemikian membengkak dan vulva juga membengkak.
Selain itu palpasi rektal juga menunjukkan adanya pengenduran ligamentum
sacroilliaca dan sacroischiadica serta otot ekor. Kontraksi juga mulai terjadi pada fase
persiapan ini. Selain itu, pada fase persiapan induk bunting akan menyendiri dari
kawanannya.
Fase pengeluaran fetus juga memiliki tanda secara inspeksi yang dapat terlihat
antara lain yaitu ada perejanan atau Dolores, hewan tampak kifosis kemudian kantong
amnion telah menyembul keluar. Palpasi pervaginal menunjukkan tanda dilatasi
serviks sudah sempurna karena pengaruh hormone relaksin dan tekanan kantong
amnion. Palpasi pervaginal dilakukan untuk menscreening sejak awal adanya
kemungkinan distokia akibat posisi maupun kelemahan kontraksi sehingga dapat
diberikan pertolongan secara cepat.
Fase pengeluaran plasenta pada sapi, plasenta akan keluar secara normal 3-8
jam setelah pengeluaran anak. Apabila sudah lebih dari 8 jam plasenta belum keluar
maka dikatakan sebagai retensio sekundinae. Retensio sekundinae harus dilakukan
pertolongan dengan cepat untuk mencegah terjadinya septicemia. Kontraksi setelah
fetus keluar harus masih berlangsung untuk melepas ikatan antara krunkula dan
kotiledon sehingga plasenta dapat dikeluarkan. Setelah fetus dikeluarkan, pedet juga
harus sudah bangkit antara 10-12 menit setelah dikeluarkan kemudian pedet harus
mencari putting induknya. Penghisapan pedet terhadap putting akan menyebabkan
peningkatan sekresi oksitosin yang meningkatkan kontraksi dan menyebabkan
longgarnya spincter putting sehingga meningkatkan atau mentriger turunnya susu.
Induk juga memiliki kebiasaan secara normal untuk menjilat dan
membersihkan pedet terutama pada daerah hidung dan kebiasaan memakan plasenta.
Hal ini dilakukan oleh induk untuk mencegah slek pneumonia atau untuk
mempermudah pedet dalam pernafasan sehingga tidak terganggu atau tidak terhalangi
saluran nafasnya oleh lender yang menempel pada hidung atau sekitar tubuhnya.
Selain itu plasenta dimakan oleh sapi untuk menghindari predator yang dapat
mencium bau plasenta pedet yang baru lahir.
Kedudukan fetus menjelang akhir kebuntingan harus memperhatikan beberapa
hal. Situs merupakan perbandingan sumbu memanjang fetus terhadap sumbu
memanjang induk. Situs terbagi atas situs longitudinal anterior, situs longitudinal
posterior, situs transversal, situs vertical, dan situs horizontal. Posisi merupakan
kedudukan punggung fetus terhadap tulang yang membatasi jalan kelahiran yaitu
dorsal/dorsosakral, lateral/dorsoilial dekstra atau sinistra, dan ventral/dorsopubikal.
Kedudukan fetus juga dapat dinilai dari keadaan fetus diantaranya terhadap adanya
hiperflexi atau hiperekstensi pada tungkai atau ekstremitas fetus. Kedudukan fetus
menjelang kelahiran menentukan keberhasilan kelahiran secara normal atau eutokia.
Fetus harus berada pada jalan kelahiran dengan posisi longitudinal anterior dengan
posisi dorsosakral. Jika fetus tidak dalam kedudukan tersebut maka reposisi atau
retraksi harus dilakukan.

USG Pada Hewan Non Ruminansia

Hewan nonruminansia termasuk hewan kesayangan yaitu anjing dan kucing.


USG menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk membentuk citra
organ internal tubuh. USG digunakan untuk tujuan diagnosis memanfaatkan frekuensi
ultrasound antara 2-10 Mhz. prinsip utama diagnostic dengan USG adalah dengan
menembus jaringan kemudian jaringan tertentu akan memantulkan gelombang suara
kembali yang dapat ditangkap oleh transduser kemudian di visualisasikan di console.
Gelombang udara yang kembali ke transduser akan melalui 3 tahapan yaitu
pemantulan, refraksi, dan absorbsi.
USG dilakukan pada abdomen hewan yang telah dilakukan pencukuran
sebelumnya. Vesika urinaria merupakan patokan dari USG yang dilakukan. Probe
diletakkan diabdomen diantara kedua putting. Gambaran saluran reproduksi pada
hewan kecil dapat digunakan untuk melihat serviks pada anjing betina dan kucing
betina di dorsal dari leher vesica urinaria dan ventral dari kolon. Dibagian cranial dari
aspek tersebut merupakan korpus uteri yang akan bercabang menjadi cornua uteri.
Semakin ke cranial maka ultrasonogram akan menunjukkan gambaran ovarium yang
berlokasi di caudal hingga caudoventral dari ginjal ipsilateral.
Identifikasi uterus sangat mudah dilakukan karena memiliki batasan yang jelas
dengan sekitarnya. Untuk lebih memperjelas, posisi hewan harus dalam keadaan
berdiri sehingga struktur uterus jatuh ke ventral. Frekuensi yang digunakan adalah 7.5
mhz dengan probe curved atau conveks. Probe ini akan menunjukkan penetrasi yang
lebih dalam dengan gambaran yang lebih luas dan dengan resolusi yang tinggi. Probe
lineal, mikrokonveks, dan transduser sector dapat digunakan untuk prosedur
pemeriksaan saluran reproduksi pada hewan kesayangan non ruminansia.
Pada uterus normal yang nongravid lebih sulit untuk ditemukan, struktur VU
dan kolon digunakan sebagai titik patokan untuk menemukan uterus pada posisi
diantara dua struktur tersebut. VU akan menunjukkan gambaran acoustic yang
anechoic untuk patokan yang mudah ditemukan dalam eksplorasi dan penelusuran
dari uterus. Jika uterus mengalami pembesaran akibat kebuntingan maupun patologis,
struktur ini akan lebih mudah untuk diidentifikasi dan biasanya terletak di caudal
abdomen tanpa harus menjadikan VU dan kolon sebagai patokan.
Uterus gravid atau uterus bunting sangat mudah untuk ditemukan. Uterus
bunting dapat dengan mudah terlihat dan dilakukan diagnosa kebuntingan mulai dari
kebuntingan hari ke 17 setelah LH surge pada anjing dan 11-14 hari setelah kawin
pada kucing. Gestational sac mengandung yolk sac dan menunjukkan gambaran yang
anechoic di dalam lumen uterus dan dapat diukur dengan ukuran diameter mencapai
lebih dari 2 mm. embryo akan terlihat pertama kali pada hari ke 21 kebuntingan
dengan gambaran struktur kecil yang ekogenik berlokasi dekat dengan endometrium.
Pada hari ke 25 gestational sac akan membesar hingga berdiameter 1 cm dan
berbentuk lebih oval seperti piringan. Embryo juga semakin membesar, memiliki
bentuk bipolar dan mulai mengalami pergerakan. Pada hari ke 35, fetus telah
memiliki kepala, abdomen, dan tulang costaenya. Selain itu grakan semakin jelas
untuk terlihat. Perkembangan skelet fetus dapat divisualisasikan dengan citra
hiperechoic pada hari ke 40 dengan gambaran acoustic shadowing sebagai ciri adanya
kalsifikasi yang terjadi. Plasenta zonary yang melingkari fetus dapat terlihat pada
kebuntingan awal.
USG pada uterus post partum dilakukan untuk pemeriksaan kondisi uterus dan
menentukan apakah terdapat kelainan atau gangguan post partum yang terjadi. Uterus
akan memberikan citra yang lebih besar dibandingkan uterus normal serta memiliki
endometrium dengan gambaran yang lebih hypoechoic dan lebih tebal dibandingkan
normal. Pyometra merupakan kondisi normal yang sering terjadi pada anjing maupun
kucing setelah partus. USG dapat digunakan sebagai metode diagnosa yang cepat,
aman, dan noninvasive untuk menentukan kelainan tersebut. Selain pyometra, USG
juga dapat digunakan untuk mengetahui adanya kista endometrial dan hyperplasia
endometrium post partus.
Ovarium merupakan struktur yang ipsilateral dengan ginjal dan dapat
ditemukan dengan ultrasound berfrekuensi 7.5 mhz. citra struktur yang terlihat
bergantung pada struktur dan fase estrus yang sedang berlangsung. Ovarium
berbentuk oval, kecil, homogeny, dan hypoechoic.

Pengaruh Nutrisi terhadap Reproduksi

pakan merupakan komponen yang paling peting dalam managemen


pemeliharaan ternak, perlu dilakukan efisiensi pakan agar dapat memaksimalkan
nutrisi yang didapat ternak dengan cost yang dikeluarkan.
Growth and development merupakan proses yang dinamis melibatkan fungsi
fisiologis salah satunya adalah NUTRISI. Pre-natal growth and development terbagi
menjadi embriogenesis dan organogenesis. Post-natal adalah mulai lahir hingga mati.
Pertumbuhan merupakan peningkatan panjang dan diameter, nutrisi yang penting
adalah protein. Selanjutnya juga terdapat hormon penting dalam pertumbuhan:
insulin, growth hormone, IGF-1. Thyroid, glucocorticoid, sex steroids. Insulin
berperan:
- Pertumbuhan dan perkembangan otot
- Transport glukosan dan AA ke otot
- Menekan protein degradation
- Meregulasikan food intake

Managemen pakan selama pertumbuhan


Sapi masa pubertas pada umur 12 bulan, babi 8 bulan.
Dewasa kelamin tergantung oleh diet. Jika cadangan energi tubuh rendah maka
metabolisme akan menurun, produksi ASI terhambat dan reproduksi terganggu.
Protein lysin dan vitamin A berpengaruh dalam waktu dewasa kelamin, kerja kelenjar
ovarium dan pituitary molibdenum dapat menginduksi sekresi LH.

Kontrol hormonal pada pubertas


Neurons hipotalamus sebelum pubertas tidak dapat melepaskan GnRH dengan
frekuensi dan amplitudo tinggi  Sekresi GnRH minimal, sehingga folikulogenesis
dan spermatogenesis tidak terjadi.
Pada siklus estrus dara (sapi) akan terjadi Negative energy balance  FFA
naik, glukosa dan insulin turun  gangguan hormon LH FSH fungsi ovarium
terganggu dan fertilitas turun. Fekunditas merupakan fase sapih sampai dewasa. Jika
terjadi kekurangan nutrien di masa ini akan berakibat pada lambatnya pertumbuhan
dan dewasa kelamin serta reproduksi terganggu. Saat kebuntingan, kondisi NEB akan
menyebabkan estrus ovulasi, fertilisasi tidak terjadi dan kematian embrio. Pada saat
pertumbuhan fetus defisiensi iodium menyebabkan pertumbuhan fetus lambat sejak
pertengahan kebuntingan sehingga bobot badan lahir turun sampai 25%. Pada saat
partus jika terjadi def vitamin B kompleks dan mineral Ca dapat terjadi retensio
plasenta, calving interval panjang. Rasio protein dan energi sangat penting saat
menjelang dan setelah partus. Menjelang partus untuk mendukung oksitosin untuk
kontraksi dan setelah partus untuk precursor susu. Defisiensi Zn menyebabkan bobot
lahir anak rendah dan defisiensi kobalt menyebabkan kematian saat partus tinggi.
Postpartum terjadi kenaikan metabolisme untuk memelihara awal kehidupan anak
dan produksi susu. Awal laktasi membutuhkan glukosa, lemak, dan asam amino
untuk sintesa susu. Kelebihan asam lemak bebas akan menyebabkan akumulasi di
hati sehingga reproduksi turun. Defisiensi Ca, P, Cu, Fe, dan I menyebabkan anestrus
postpartum. Sapi Brahman cross di Indonesia sering mengalami kejadian anestrus
postpartum diduga akibat defisiensi elemen dari mikromineral tersebut.
Efek mineral makro dan mikro pada sapi
Adanya konsep dietary cation-anion defference (DCAD) :
(Sodium + potasium) – (chloride + sulfur) + DCAD in mEq
Defisiensi kalsium menyebabkan kontraksi otot turun  motilitas rumen dan
abomasum turun  neraca energi turun  degradasi fat tinggi.

Indikator kualitas semen yang baik : volume, motilitas, konsentrasi  dosis


inseminasi / jumlah straw akan semakin banyak. Semen mengandung 10% sel dan
90% plasma  fungsi kelenjar aksesoris dan dikontrol oleh testosteron. Motilitas
penting untuk melihat fungsi mitokondria, morfologi ekor, dan kualitas plasma semen
(nutrisi). Konsentrasi penting untuk mitosis saat spermatogenesis, peran hormon
FSH, dan fungsi sel sertoli. Jantan perlu pakan dan exercise yang optimal. Pakan
yang seimbang adalah konsentrat dan hijauan.
Kriopreservasi dari segi in vitro menyebabkan kerusakan membran sperma
sehingga dikurangi dengan penambahan omega 3 dalam bahan pengencer. Segi in
vivo, bagaimana membuat pakan untuk memperbaiki masalah ini. Omega 3 dijumpai
dalam minyak ikan dan minyak nabati serta merupakan asam lemak poli tak jenuh.
Kalsium penting untuk kemampuan sperma fertilisasi. Zinc berperan meningkatkan
kualitas (motilitas) dan kuantitas (konsentrasi) semen sapi. Fe sangat penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan sel sperma. Cu bermanfaat pada banyak reaksi
enzimatis dalam metabolisme antioksidan untuk menghambat kerusakan sperma.
Selenium penting dalam perkembangan testis, spermatogenesis, pembentukan
kromosom spermatozoa, pembelahan meiosis ke dua untuk membentuk spermatid.

Anda mungkin juga menyukai