Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

DENGAN MASALAH UTAMA OSTEOATHRITIS

Oleh :

DEWI OKTAVIANA
NPM. 230101097P

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU LAMPUNG

TAHUN 2023
2

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Medis Osteoathritis (OA)

1. Pengertian

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana

keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. OA

ditandai dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi,

meningkatnya ketebalan, serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan

osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya

peradangan, dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi

(Adhiputra, 2017).

Osteoarthritis (OA) adalah penyakit kronis jangka panjang yang

ditandai dengan kemunduran tulang rawan sendi yang menyebabkan

tulang saling bergesekan dan memicu timbulnya kekakuan, nyeri, dan

gangguan gerakan seharihari. OA terkait dengan proses penuaan. Hal ini

karena berbagai resiko yang dapat dimodifikasi ataupun tidak termasuk

diantaranya obesitas, kurang berolahraga, kecenderungan genetik,

kurangnya kepadatan tulang, cedera kerja, trauma, dan jenis kelamin

(Ismaningsih dan Selviani, 2018).

2. Etiologi

Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA

primer dan OA sekunder


3

a. Osteoartritis Primer

Osteoartritis primer atau OA idiopatik merupakan osteoartritis

yang etiologinya belum diketahui dan tidak berhubungan dengan

penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi.

Osteoartritis primer adalah penyakit degeneratif kronis yang

berhubungan dengan penuaan namun bukan disebabkan oleh penuaan

tersebut. Seiring bertambahnya usia, kandungan air tulang rawan

menurun, sehingga sendi semakin melemah, kurang tahan terhadap

beban dan lebih rentan terhadap degradasi. Terdapat hubungan OA

primer dengan faktor genetik, karena sampai 60% dari semua kasus

OA diperkirakan berasal dari faktor genetik.

b. Osteoartritis Sekunder

Osteoartritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit

atau kondisi lainnya, seperti pada post-traumatik, kelainan kongenital

dan pertumbuhan (baik lokal maupun generalisata), kelainan tulang

dan sendi, penyakit akibat deposit kalsium, kelainan endokrin,

metabolik, inflamasi, imobilitas yang terlalu lama, serta faktor risiko

lainnya seperti obesitas, operasi yang berulangkali pada struktur-

struktur sendi, dan sebagainya. Meskipun etiologinya berbeda dari OA

primer, gejala dan patologi yang dihasilkan sama.


4

3. Pathway
Usia, Jenis Kelamin, Genetik, Suku bangsa, Kegemukan,
Cedera 4 pekerjaan dan olahraga, Kelainan
sendi,
Kerusakan fokal tulang
. rawan,pembentukan tulang baru pada
pertumbuhan, Kepadatan
sendi yang progresiftulang

↓Integritas matrik ,perubahan


komponen sendi; kolagen,
proteoglikan kartilago

Osteoartritis
Tulang rawan

↑ Vaskularisasi ↓membrane synovial Kerusakan tulang rawan

Iregularitas & Pembentukan


osteosit pada Penebalan
pelunakan pada Kontraktur kapsul ,
ujung persendian pada
tulang rawan dan instabilitas sendi
synovial
sendi

Pembengkak Deformitas
Pergeseran sendi ↑tekanan intraartikuler
atau adanya cairan akibat kongesti vaskuler an sendi
Gangguan
yang viskosa Kelemahan Nyeri Perubahan
Citra
dan mudah Fibrosis Akut/Kronis bentuk
Tubuhtubuh
Perubahan mekanisme sendi dlm
lelah menyangga beban tubuh pada tulang
kapsul,osteosit,iregula
ri tas permukaan
Kekakuan
pada sendi
Perubahan status kesehatan
besar atau
↓kemampu
Hambatan an
Mobilitas
Kelemah Ansietas Kurangnya informasi
an Resiko Jatuh
Bagan 2.1 Pathway Osteoathritis (Dyasmita, 2016)

Intoleransi Defisit
Akativitas Pengetahu
5

4. Patofisiologi

Osteoarthritis terjadi karena adanya perubahan pada metabolisme

tulang rawan sendi khususnya sendi lutut. Peningkatan aktivitas enzim

yang bersifat merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi dan

menurunnya sintesis proteoglikan dan kolagen. Pada proses degenerasi

kartilago articular akan menghasilkan zat yang bisa menimbulkan suatu

reaksi inflamasi yang merangsang makrofag untuk menghasilkan IL-1

sehingga meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi matriks

ekstraseluler (Sembiring, 2018).

Perubahan proteoglikan mengakibatkan tingginya resistensi tulang

rawan untuk menahan kekuatan tekanan dari sendi dan pengaruh yang lain

yang dapat membebani sendi. Menurunnya kekuatan tulang rawan akan

disertai perubahan yang tidak sesuai dengan kolagen dan kondrosit akan

mengalami kerusakan. Selanjutnya akan terjadi perubahan komposisi

molekuler dan matriks rawan sendi yang diikuti oleh kelainan fungsi

matriks rawan sendi. Jika dilihat melalui mikroskop, terlihat permukaan

tulang rawan mengalami fibrilasi dan berlapis-lapis. Hilangnya tulang

rawan akan menyebabkan penyempitan rongga sendi (Sembiring, 2018).


6

Gambaran patologis osteoartritis

Terjadi pembentukan osteofit pada tepi sendi terhadap tulang rawan

yang rusak. Pembentukan osteofit merupakan suatu respon fisiologis

untukmemperbaiki dan membentuk kembali sendi. Dengan penambahan

luas permukaan sendi untuk menerima beban, osteofit diharapkan dapat

memperbaiki perubahan awal tulang rawan pada osteoarthritis. Semakin

lama akan terjadi pengikisan yang progresif yang menyebabkan tulang

dibawahnya akan ikut terkikis. Pada tekanan yang melebihi kekuatan

biomekanik tulang, akan mengakibatkan tulang subkondrial merespon

dengan meningkatkan selularitas dan vascular sehingga tulang akan

menjadi tebal dan padat. Proses ini disebut eburnasi yang nantinya

mengakibatkan sclerosis tulang subkondrial. Tulang rawan sendi

menjadi aus, rusak, dan menimbulkan gejala osteoarthritis seperti nyeri

sendi, kaku,dan deformitas (Sembiring, 2018).

5. Faktor resiko

Faktor resiko pada osteoartritis menurut Ganong (2011) terdiri dari :

a. Usia

Usia sangat mempengaruhi osteoarthritis karena berkaitan dengan


7

akumulasi gangguan sendi, penurunan fungsi neuromuscular, dan

menurunnya mekanisme perbaikan.

b. Aktivitas

Aktivitas dalam pekerjaan seperti jongkok, naik turun tangga,

mengangkat beban dapat meningkatkan resiko osteoarthritis karena

aktivitas tersebut dapat membebani sendi.

c. Obesitas

Semakin berat seseorang maka resiko terjadinya osteoarthritis

semakin besar khususnya pada sendi lutut karena sendi bekerja lebih

berat untuk menopang beban sehingga menimbulkan stress mekanis

abnormal danmeningkatkan frekuensi penyakit.

d. Jenis kelamin

Wanita memiliki resiko lebih besar terkena osteoarthritis

dibandingkan pria. Hal tersebut dikarenakan berkaitan dengan

hormonal. Estrogen dan pembentukan tulang memiliki peran dalam

perkembangan progresivitas penyakit OA (Prices & Wilson, 2013).

Estrogen berpengaruh terhadap pembentukan osteoblast dan sel endotel.

Jika terjadi penurunan estrogen maka transforming growth factor β

(TGF- β) yang dihasilkan oleh osteoblast dan nitric oxide yang

dihasilkan sel endotel akan ikut menurun sehingga mengakibatkan

diferensiasi dan maturasi osteoklas meningkat. Pada wanita menopause

akan terjadi penurunan estrogen oleh karena itu wanita memiliki lebih

besar terkenaosteoarthritis
8

6. Manifestasi klinis

a. Nyeri sendi

Nyeri merupakan keluhan utama yang sering membawa pasien ke

dokter. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit

berkurang dengan istirahat. Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi

pada sinovium, tekanan pada sumsum tulang, fraktur daerah

subkondral, tekanan saraf akibat osteofit, distensi, instabilnya kapsul

sendi, serta spasme pada otot atau ligamen.

b. Hambatan gerakan sendi

Hambatan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-

pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.

c. Kekakuan sendi

Kekakuan pada sendi sering dikeluhkan ketika pagi hari ketikasetelah

duduk yang terlalu lama atau setelah bangun pagi.

d. Krepitasi

Sensasi gemeretak (kadang - terdengar) pada sendi yang sakit.

e. Deformitas sendi

Pasien seringkali menunjukkan sendinya perlahan-lahan mengalami

pembesaran, biasanya terjadi pada sendi tangan atau lutut.

f. Pembengkakan pada tulang

Pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada tangan

sebagai nodus Heberden (karena adanya keterlibatan sendi Distal

Interphalangeal (DIP) atau nodus Bouchard (karena adanya


9

keterlibatan sendi Proximal Phalangeal (PIP). Pembengkakan pada

tulang dapat menyebabkan penurunan kemampuan pergerakan sendi

yang progresif.

g. Perubahan gaya berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua

pasien OA pergelangan kaki, lutut, atau panggul berkembang menjadi

pincang. Gangguan berjalan dengan gangguan fungsi sendi yang lain

merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA yang

umumnya tua.

7. Pemeriksaan penunjang

Menurut Purwanto (2016), pemeriksaan penunjang pada osteoathritis

yaitu foto rongent yang menunjukkan penurunan progresif massa kartilago

sendi sebagai penyempitan rongga sendi. Uji serologi untuk (untuk

indikasi inflamasi) dan cairan sinovial (untuk menentukan penyebab nyeri

akibat gout atau inflamasi)

8. Komplikasi

Komplikasi yang timbul bergantung pada lokasi sendi yang mengalami

OA dan bagaimana proses perbaikan yang terjadi selama dilakukan terapi.

Beberapa penyulit yang diakibatkan oleh berbagai patologi adalah efusi

sinovial, osteofit dan degenerasi jaringan sekitar sendi. Kerusakan sendi

pada OA dapat mengakibatkan malalignment dan subluksasi. Penyempitan

celah sendi asimetris mengakibatkan varus atau valgus. Fragmentasi

permukaan sendi yang terjadi berupa debris pada kavum sinovial atau
10

osteochondral bodies yang tetap melekat pada permukan sendi asalnya.

Pada sendi lutut, efusi sinovial dapat menyebabkan timbulnya kista Baker

pada fosa poplitea (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2014)

9. Penatalaksanaan

Pengelolaan pasien dengan OA bertujuan untuk untuk menghilangkan

keluhan, mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan

meningkatkan kualitas hidup, menghambat progresivitas penyakit dan

mencegah komplikasi.Pilar terapi: non farmakologis (edukasi, terapi fisik,

diet/penurunan berat badan), farmakologis (analgetik, kortikosteroid lokal,

sistemik, kondroprotektif dan biologik), dan pembedahan.

a. Edukasi

Sangat penting bagi semua pasien OA diberikan edukasi yang

tepat. Dua hal yang menjadi tujuan edukasi adalah bagaimana

mengatasi nyeri dan disabilitas. Pemberian edukasi (KIE) pada pasien

ini sangat penting karena dengan edukasi diharapkan pengetahuan

pasien mengenai penyakit OA menjadi meningkat dan pengobatan

menjadi lebih mudah serta dapat diajak bersama-sama untuk

mencegah kerusakan organ sendi lebih lanjut. Edukasi yang diberikan

pada pasien ini yaitu memberikan pengertian bahwa OA adalah

penyakit yang kronik, sehingga perlu dipahami bahwa mungkin dalam

derajat tertentu akan tetap ada rasa nyeri, kaku dan keterbatasan gerak

serta fungsi. Selain itu juga diberikan pemahaman bahwa hal tersebut

perlu dipahami dan disadari sebagai bagian dari realitas kehidupannya.


11

Agar rasa nyeri dapat berkurang, maka pasien sedianya mengurangi

aktivitas/pekerjaannya sehingga tidak terlalu banyak menggunakan

sendi lutut dan lebih banyak beristirahat. Pasien juga disarankan untuk

kontrol kembali sehingga dapat diketahui apakah penyakitnya sudah

membaik atau ternyata ada efek samping akibat obat yang diberikan.

b. Terapi fisik

Terapi fisik bertujuan untuk melatih pasien agar persendiannya

tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang

sakit. Pada pasien OA dianjurkan untuk berolah raga tapi olah raga

yang memperberat sendi sebaiknya dihindari seperti lari atau joging.

Hal ini dikarenakan dapat menambah inflamasi,meningkatkan tekanan

intraartikular bila ada efusi sendi dan bahkan bisa dapat menyebabkan

robekan kapsul sendi. Untuk mencegah risiko terjadinya kecacatan

pada sendi, sebaiknya dilakukan olah raga peregangan otot seperti m.

Quadrisep femoris, dengan peregangan dapat membantu dalam

peningkatan fungsi sendi secara keseluruhan dan mengurangi nyeri.

Pada pasien OA disarankan untuk senam aerobic low impact/intensitas

rendah tanpa membebani tubuh selama 30 menit sehari tiga kali

seminggu. Hal ini bisa dilakukan dengan olahraga naik sepeda atau

dengan melakukan senam lantai. Senam lantai bisa dilakukan dimana

pasien mengambil posisi terlentang sambil meregangkan lututnya,

dengan cara mengangkat kaki dan secara perlahan menekuk dan

meluruskan lututnya.
12

c. Diet

Diet bertujuan untuk menurunkan berat badan pada pasien OA

yang gemuk. Hal ini sebaiknya menjadi program utama pengobatan

OA. Penurunan berat badan seringkali dapat mengurangi keluhan dan

peradangan. Selain itu obesitas juga dapat meningkatkan risiko

progresifitas dari OA. Pada pasien OA disarankan untuk mengurangi

berat badan dengan mengatur diet rendah kalori sampai mungkin

mendekati berat badan ideal. Dimana prinsipnya adalah mengurangi

kalori yang masuk dibawah energi yang dibutuhkan. Penurunan energi

intake yang aman dianjurkan pemberian defisit energi antara 500-1000

kalori perhari, sehingga diharapkan akan terjadi pembakaran lemak

tubuh dan penurunan berat badan 0,5 – 1 kg per minggu. Biasanya

intake energi diberikan 1200-1300 kal per hari, dan paling rendah 800

kal per hari. Formula yang dapat digunakan untuk kebutuhan energi

berdasarkan berat badan adalah 22 kal/kgBB aktual/hari, dengan cara

ini didapatkan defisit energi 1000 kal/hari. Pada pasien di anjurkan

untuk diet 1200 kal perhari agar mencapai BB idealnya yakni

setidaknya mencapai 55 kg. Contoh komposisi makanan yang kami

anjurkan adalah dalam sehari pasien bisa memasak 1 gelas beras (550

kal), 4 potong tempe sedang (150 kal), 1 buah telur (100 kal), 2

potong ayam sedang (300 kal) dan 1 ikat sayuran kangkung (75 kal).
13

d. Terapi Farmakologis

Pada pasien OA biasanya bersifat simptomatis. Untuk membantu

mengurangi keluhan nyeri pada pasien OA, biasanya digunakan

analgetika atau Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS). Untuk

nyeri yang ringan maka asetaminophen tidak lebih dari 4 gram per hari

merupakan pilihan pertama. Untuk nyeri sedang sampai berat, atau ada

inflamasi, maka OAINS yang selektif COX-2 merupakan pilihan

pertama, kecuali jika pasien mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya

osteoathritis dan penyakit ginjal. OAINS yang COX-2 non-selektif

juga bisa diberikan asalkan ada perhatian khusus untuk terjadinya

komplikasi gastrointestinal dan jika ada risiko ini maka harus

dikombinasi dengan inhibitor pompa proton atau misoprostol. Injeksi

kortikosteroid intraartikuler bisa diberikan terutama pada pasien yang

tidak ada perbaikan setelah pemberian asetaminophen dan OAINS.

Tramadol bisa diberikan tersendiri atau dengan kombinasi dengan

analgetik (Azizah, 2018).


14

B. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga Osteoathritis (OA)

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Mengetahui nama klien, umur yang memberikan petunjuk

mengenai faktor predisposisi penyakit. Osteoathritis sering muncul

pada usia lanjut, dan hampir tak pernah pada anak-anak. Osteoathritis

jarang dijumpai pada usia dibawah 30 tahun dan sering pada umur

diatas 60 tahun. Selain itu mengetahui alamat dan pekerjaan yang

menentukan tingkat sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan

lingkungan.

b. Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan menurut Debora (2012)

1) Keluhan utama klien dengan osteoathritis adlah nyeri pada sendi.

Pada riwayat kesehatan sekarang, pasien biasanya mengeluh nyeri

pada saat bergerak dan merasa kaku pada persendian


15

2) Pada riwayat kesehatan dahulu, data yang didapatkan biasanya

klien pernah menderita penyakit akromegali dan inflamasi pada

sendi seperti artropati.

3) Riwayat penyakit keluarga biasanya didapatkan data adanya

keluarga yang menderita osteoathritis sebelumnya. Penyakit

osteoathritis bisa terjadi karena faktor genetik. Jika anggota

keluarga mengalami penyakit ini maka akan ada kemungkinan bisa

menurun pada keluarga selanjutnya (Debora,2012)

c. Pola Aktivitas & Istirahat

Pada pengkajian pola aktivitas sehari-hari, klien dengan

osteoathritis akan mengalami keterbatasan rentang gerak, kerusakan

interaksi dalam keluarga, kesulitan untuk tidur karena adanya nyeri,

sering kesemutan pada tangan dan kaki serta hiolangnya sensasi pada

jari kaki dan tangan. Pada fase kronis dapat terjadi kekakuan (terutama

pagi hari) dan kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah

tangga (Purwanto,2016).

d. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik klien dengan osteoathritis dapat diperoleh

data adnya keluhan nyeri sendi yang merupaka keluhan utama yang

mendorong klien mencari pertolongan (meskipun mungkin

sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri biasanya

bertambah gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.


16

Beberapa gerakan tertentu kadang menimbulkan nyeri yang lebih

dibandingkan dengan gerakan yang lain. Deformitas sendi

(pembentuka tofus) terjadu dengan temuan salah satu sendi

pergelangan kaki secara perlahan membesar. Ada nyeri tekan pada

sendi kaku yang membengkan, serta hambatan gerak sendi biasanya

semakin bertambah berat.

Pada pemeriksaan muskuloskeletal, lakukan pemeriksaan

ekstremitas atas dengan cara inspeksi dan palpasi. Periksa kondisi

sendi, tanda-tanda radang dan deformitas, periksa apakah ada atrofi,

hipertrofi otot. Kaji adanya nyeri sendi, minta pasien untuk

menunjukkan lokasi sendi, cata adanya awitan nyeri, terutama bila ada

trauma. Kaji lamanya, kualitas, dan keparahan nyeri.

Kaji adanya keterbatasan gerak. Periksa adanya tumor jaringan

parut, dan lesi pada kedua tangan. Nodul yang teraba keras tidak terasa

nyeri dan ditemukan pada persendian bagian distal interval langeal

dibagian dorsorateral (nodul heberden adalah tandan utama adanya

penyakit sendi degenarif atau osteoathritis).

Periksa kemampuan ekstensi dan fleksi pada jari. Kontraktur fleksi

jari dijari kelingking, jari manis, jari tengah (kontraktur dupuytren)

dapat mengambat ekstensi penuh jari-jari tangan. Athritis ditandai

dengan adanya keterbatasan gerak pada semua jari.

Palpasi sendi metakarpal langeal bagian medial dan lateral jari-jari.

Rasakan adanya pembengkakan, tulang yang menonjol dan teraba


17

keras, serta deformitas. Jika ditemukan pembesaran pada bagian distal

sendi interfalangeal, kemungkinan besar ada penyakit sendi

degeneratif.

Periksa kontur telapak tangan. Lakukan palpasi pada sendi jari

abgian distal, rasakan apakah ada pembesaran, deformitas dan nyeri.

Gerakan pergelangan tangan (fleksi ekstensi deviasi ulna dan medial)

dan jari. Perikas kontur pergelangan tangan, tangan dan jari. Biasanya

akan ada pembengkakan pada penderita arthritis.

Palpasi sendi pergelangan tangan. Lanjutkan dengan pengkajian

siku. Topang tangan klien dan biarkan siku menekuk dan sedikit fleksi.

Lakukan inspeksi dan palpasi pada masing-masing siku, permukaan

ekstensor tulang ulna dan olekranon. Jika ditemukan bengkak,

kemerahan dan nyeri, kemungkinan besar klien mengalami

osteoathritis.

Inspeksi dan palpasi lengkung antara epikondilus dan olekranin,

biasanya akan ditemukan nyeri tekan pada penderita arthritis. Minta

pasien untuk menfleksikan dan mengestensikan bahu dan membalkian

telapak tangan keatas dan bawah (supinasi dan pronasi).

Lakukan inspeksi pada bagian depan bahu. Catat adanya bengkak,

dan rasa nyeri saat disentuh. Lakukan inspeksi dan palpasi pada daerah

skapula dan rasakan otot yang ada disekitarnya. Inspeksi kontur bahu

dan lingkar bahu dari depan belakang.


18

Lakukan palpasi pada klavikula dari sendi sternoklavikula ke sendi

alromioklavikula. Lakukan palpasi pada bursa subakromial dan

subdeltoid setelah mengangkat lengan kebagian posterior. Kaji rentang

pergerakan: fleksi, ektensi, abduksi, adduksi, rotasi eksternal dan

internal.

Lakukan pemeriksaan eksteremitas bawah. Pengkajian kaki dan

tumit dilakukan dengan posisi berbaring. Inspeksi adanya

pembengkakan, kalus , tulang dikaki yang menonjol, nodul, atau

deformitas. Lakukan palpasi pada bagian anterior sendi pada tumit.

Catat adanya pembengkakan, nyeri, atau deformitas. Lakukan juga

palpasi pada tendon achilles, catat jika ditemukan nodul dan nyeri

tekan.

Lakukan palpasi pada sendi-sendi jari kaki. Cata jika menemukan

abnormalitas. Keji kemampuan gerakdaerah tumit dan kaki.

Normalnya kaki dan tumit bisa bergerak tanpa rasa nyeri. Kaji

kekuatan otot kaki. Kaji lutut klien. Inspeksi adanya perubahan bentuk

atau abnormalitas pada patella.

Inspeksi dan palpasi tibiofemoral (dengan lutut difleksikan),

termasuk garis sendi, biasanya bagian tepi banyak tulangnya dan

berbentuk tidak teratur pada osteoathritis. Tekan patela terhadap femur

yang menopang. Pada keadaan abnormal akan ada nyeri, krepitus.

Kaji kanting suprapateral, runagn infrapateral (area cekungan yang

bersekatan dengan patela). Biasanya aka ditemukan pembengkakan


19

pada arthritis. Periksa rentang gerak lutut (fleksi, ekstensi, abduksi).

Biasanya akan terjadi keterbatasan gerak pada penderita arthritis.

Perikas/kaji kaki dengan cara stabilkan tumit dan putar kaki depan

kedalam dan keluar (sendi tarsal dan tranversal).

Tekan sendi merarasofalang, kemudian palpasi setiap sendi antara

ibu jari dan jari telunjuk. Lakukan pengkajian pada punggun dan

pinggul klien dengan posisi berdiri. Minta klien untuk berjalan dan

lihat keadaan abnormalitas dari klien. Lakukan palpasi pinggul. Dan

lihat apakah klien mengeluh nyeri.

Kesadaran klien dengan osteoarthritis biasanya composmetis. Pada

pangkajian kardiovaskuler ditemukan fenomena Raynaud dari tangan

(misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian kemerahan pada jari

sebelum warna kembali normal). Pada pemeriksaan integritas ego

ditemukan faktor-faktor stress seperti merasa tidak berdaya dan

kehilangan pekerjaan. Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh,

identitas pribadi, misalnya ketergantungan pada orang lain.

Biasanya juga terjadi ketidakmampuan untuk mengkonsumsi

makan atau cairan adekuat karena muak dan anoreksia. Kesulitan

utnuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan apadan

membrane mukosa. Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas

perawatan diri, ketergantungan pada orang lain (Purwanto, 2016)


20

2. Diagnosa Keperawatan Keluarga

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai individu,

keluarga atau masyarakat yang diperoleh dari suatu proses pengumpulan

data dan analisis cermat dan sistematis, memberikan dasar untuk

menetapkan tindakan-tindakan dimana perawat bertanggung jawab

melaksanakannya (Shoemaker dalam Setyowati, 2011).

Perumusan diagnosis keperawatan keluarga dapat diarahkan pada

sasaran individu atau keluarga. Komponen diagnosis keperawatan meliputi

masalah (problem), penyebab (etiologi) dan atau tanda (sign). Sedangkan

etiologimengacu pada 5 tugas keluarga yaitu

a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah

1). Persepsi terhadap keparahan penyakit.

2). Pengertian.

3). Tanda dan gejala.

4). Faktor penyebab.

5). Persepsi keluarga terhadap masalah.

b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan

1). Sejauh mana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya

masalah.

2). Masalah dirasakan keluarga/Keluarga menyerah terhadap

masalahyang dialami.

3). Sikap negatif terhadap masalah kesehatan.

4). Kurang percaya terhadap tenaga kesehatan informasi yang salah.


21

c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang

sakit 1). Bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakit.

2). Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.

3). Sumber – sumber yang ada dalam keluarga.

4). Sikap keluarga terhadap yang sakit.

d. Ketidakmampuan keluarga memelihara

lingkungan 1). Keuntungan/manfaat pemeliharaan

lingkungan. 2). Pentingnya higyene sanitasi.

3). Upaya pencegahan penyakit.

e. Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas

keluarga 1). Keberadaan fasilitas kesehatan.

2). Keuntungan yang didapat.

3). Kepercayaan keluarga terhadap petugas

kesehatan. 4). Pengalaman keluarga yang kurang

baik.

5). Pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh keluarga.

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada keluarga dengan

osteoathritismenurut SDKI tahun 2017 yaitu:

a. (D.0077/76) Nyeri akut/kronis berhubungan dengan ketidakmampuan

fisik secara kronis: distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses

inflamasi, distruksi sendi.

b. (D.0054) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan defor-mitas

skeletal, penurunan kekuatan otot.


22

c. (D.0083) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit :

perubahan kemampuan melakukan tugas-tugas umum, peningkatan

penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.

d. (D.0056) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan

musculoskeletal penurunan Kekuatan, ketergantungan fisik serta

psikologis, nyeri pada waktu bergerak.

e. (D.0111) Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya

pemahaman/kesalahan interpretasi informasi.

f. (D.0143) Risiko jatuh berhubungan dengan keterbatasan ketahanan

fisik, perubahan fungsi sendi.

g. (D.0080) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Setelah analisis data dilakukan, dan dirumuskan diagnosis atau

masalah keperawatan keluarga, maka perlu ditetapkan adanya prioritas

masalah. Cara memprioritaskan masalah keperawatan keluarga adalah

dengan menggunakan skoring. Komponen dari prioritas masalah

keperawatan keluarga adalah kriteria, bobot, dan pembenaran. Kriteria

prioritas masalah keperawatan keluarga adalah berikut ini.

a. Sifat masalah.

Kriteria sifat masalah ini dapat ditentukan dengan melihat katagori

diagnosis keperawatan. Adapun skornya adalah, diagnosis

keperawatan 50 potensial skor 1, diagnosis keperawatan risiko skor 2,

dan diagnosis keperawatan aktual dengan skor 3.


23

b. Kriteria kedua

Kriteria kedua adalah kemungkinan untuk diubah. Kriteria ini

dapat ditentukan dengan melihat pengetahuan, sumber daya keluarga,

sumber daya perawatan yang tersedia, dan dukungan masyarakatnya.

Kriteria kemungkinan untuk diubah ini skornya terdiri atas, mudah

dengan skor 2, sebagian dengan skor 1, dan tidak dapat dengan skor

nol.

c. Kriteria ketiga

Kriteria ketiga adalah potensial untuk dicegah. Kriteria ini dapat

ditentukan dengan melihat kepelikan masalah, lamanya masalah, dan

tindakan yang sedang dilakukan. Skor dari kriteria ini terdiri atas,

tinggi dengan skor 3, cukup dengan skor 2, dan rendah dengan skor 1.

d. Kriteria terakhir

Kriteria terakhir adalah menonjolnya masalah. Kriteria ini dapat

ditentukan berdasarkan persepsi keluarga dalam melihat masalah.

Penilaian dari kriteria ini terdiri atas, segera dengan skor 2, tidak perlu

segera skornya 1, dan tidak dirasakan dengan skor nol 0.

Cara perhitungannya sebagai berikut.

a. Tentukan skor dari masing-masing kriteria untuk setiap masalah

keperawatan yang terjadi. Skor yang ditentukan akan dibagi dengan

nilai tertinggi, kemudian dikalikan bobot dari masing-masing kriteria.

Bobot 51 merupakan nilai konstanta dari tiap kriteria dan tidak bisa

diubah (Skor/angka tertinggi x bobot).


24

b. Jumlahkan skor dari masing-masing kriteria untuk tiap diagnosis

keperawatan keluarga.

c. Skor tertinggi yang diperoleh adalah diagnosis keperawatan keluarga

yang prioritas. Skoring yang dilakukan di tiap-tiap kriteria harus

diberikan pembenaran sebagai justifikasi dari skor yang telah

ditentukan oleh perawat, Justifikasi yang diberikan berdasarkan data

yang ditemukan dari klien dan keluarga.

Tabel 2.1 Skoring Prioritas Masalah


KRITERIA BOBOT SKOR
Aktual = 3
Sifat masalah 1 Resiko = 2
Potensial = 1
Kemungkinan masalah untuk Mudah = 2
dipecahkan 2 Sebagian = 1
Tidak dapat =
0
Tinggi = 3
Potensi masalah untuk dicegah 1 Cukup = 2
Rendah = 1
Segera diatasi = 2
Menonjolnya masalah 1 Tidak segera diatasi =
1
Tidak dirasakan adanya masalah
=0

3. Intervensi Keperawatan

Effendy dalam Harmoko (2012) mendefinisikan: rencana keperawatan

keluarga adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk

dilaksanakan, dalam memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan

yang telah didefinisikan. Sedangkan Friedman (2013) menyatakan ada

beberapa tingkat tujuan. Tingkat pertama meliputi tujuan-tujuan jangka

pendek yang sifatnya dapat diukur, langsung dan spesiflk. Sedangkan


25

tingkat kedua adalah tujuan jangka panjang yang merupakan tingkatan

terakhir yang menyatakan maksud-maksud luas yang yang diharapkan

oleh perawat maupun keluarga agar dapat tercapai.

Dalam menyusun kriteria evaluasi dan standar evaluasi, disesuaikan

dengan sumber daya yang mendasar dalam keluarga pada umumnya yaitu

biaya, pengetahuan, dan sikap dari keiuarga, sehingga dapat diangkat tiga

respon yaitu respon verbal, kognitif, afektif atau perilaku, dan respon

psikomotor untuk mangatasi masalahnya.

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan Keluarga


No. Masalah Tujuan Kriteria Hasil Standar Intervensi
Keperawatan Keperawatan
Indonesia (SIKI)
1. Nyeri Tujuan Umum : Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
akut/kronis Setelah dilakukan (L.08066). (I.08238)
(D.0077/78) kunjungan keEkspektasi: Observasi :
berhubungan rumah selama 6 menurun 1.1 Identifikasi
dengan hari diharapkan skala nyeri
Kriteria hasil:
ketidakmampua nyeri berkurang
1. Keluhan 1.2 Identifikasi
n keluarga
merawat Tujuan Khusus : nyeri pengetahuan dan
anggota Setelah dilakukan menurun keyakinan
keluarga dengan tindakan 2. Meringis tentang nyeri
osteoathritis keperawatan menurun 1.3 Identifikasi
selama 6x1 jam 3. Gelisah pengaruhnyeri
keluarga mampu : menurun pada kualitas
a. Mengenal 4. Kesulitan hidup
masalah tidur Terapeutik :
kesehatan menurun 1.4 Berikan teknik
b. Mengambil nonfarmakolois
5. Frekuensi
keputusan
nadi untuk
c. Merawat
anggota membaik mengurangi
keluarga yang nyeri (teknik
sakit relaksasi)
d. Memodifikasi 1.5 Kontrol
lingkungan lingkungan yang
e. Memanfaatka n memperberat
fasilitas rasa nyeri
pelayanan Edukasi :
kesehatan 1.6 Jelaskan
26

penyebab,
periode, dann
pemicu nyeri
1.7 Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri

Edukasi
Manajemen Nyeri
(I.12391)
Observasi :
1.8 Identifikasi
kesiapan dan
kemampuan
menerima
informasi
Terapeutik
1.9 Sediakan materi
dan media
pendidikan
kesehatan
1.10 Jadwalkan
pendidikan
kesehatan
sesuai
kesepakatan
Edukasi :
1.11 Jelaskan
penyebab,
periode, dan
strategi
meredakan
nyeri
1.12 Anjurkan
memonitor
nyeri secara
mandiri
1.13 Anjurkan
teknik
nonfarmakologi
s untuk
mengurangi
rasa nyeri
2. Gangguan Tujuan Umum : Mobilitas Fisik Dukungan
mobilitas fisik Setelah (L.05042). Mobilisasi (I.10573)
(D.0054) dilakukan Ekspektasi: Observasi :
27

berhubungan kunjungan ke meningkat 2.1 Identifikasi


ketidakmampua rumah selama 6 Kriteria Hasil : adanya nyeri
n keluarga hari diharapkan 1. Pergerakan atau keluhan
merawat tingkat mobilitas ektremitas fisik lainnya
anggota
berkurang meningkat 2.2 Identifikasi
keluarga dengan
osteoathritis
2. Kekuatan toleransi fisik
Tujuan Khusus : otot melakukan
Setelah dilakukan meningkat ambulasi
tindakan 3. Rentang 2.3 Monitor kondisi
keperawatan gerak umum selama
selama 6x1 jam
(ROM) melakukan
keluarga mampu :
a. Mengenal
meningkat ambulasi
masalah 4. Gerakan Terapeutik :
kesehatan terbatas 2.4 Fasilitasi
b. Mengambil menurun ambulasi dengan
keputusan alat bantu
c. Merawat 2.5 Libatkan
anggota keluarga untuk
keluarga yang membantu pasien
sakit dalam
d. Memodifikasi meningkatkan
lingkungan
ambulasi
e. Memanfaatka
Edukasi :
n fasilitas
pelayanan 2.6 Jelaskan tujuan
kesehatan dan prosedur
ambulasi
2.7 Ajarkan
ambulasi
sederhana yang
harus di lakukan
3. Defisit Tujuan Umum : Tingkat Edukasi Proses
Pengetahuan Setelah Pengetahuan Penyakit (I. 12444)
(D.0111) dilakukan (L.12111) Observasi :
berhubungan kunjungan ke Ekspetasi : 3.1 Identifikasi
dengan rumah selama 6 Meningkat kesiapan dan
ketidakmampua
hari diharapkan Kriteria hasil : kemampuan
n keluarga
mengenal tingkat 1. Prilaku menerima
masalah pengetahuan sesuai informasi
keluarga anjuran Terapeutik :
meningkat meningkat 3.2 Sediakan materi
2. Kemampua dan media
Tujuan Khusus : n pendidikan
Setelah dilakukan menjelaska kesehatan
tindakan n 3.3 Jadwalkan
keperawatan pengetahua pendidikan
selama 6x1 jam
n kesehatan sesuai
keluarga mampu :
28

a. Mengenal 3. Prilaku kesepakatan


masalah sesuai 3.4 Berikan
kesehatan dengan kesempatan
b. Mengambil pengetahua untuk bertanya
keputusan n Edukasi :
c. Merawat
meningkat 3.5 Jelaskan
anggota
keluarga yang 4. Pertanyaan penyebab dan
sakit tentang faktor risiko
d. Memodifikasi masalah penyakit
lingkungan yang 3.6 Jelaskan tanda
e. Memanfaatka dihadapi dan gejala yang
n fasilitas menurun ditimbulkan oleh
pelayanan 5. Persepsi penyakit
kesehatan yang keliru 3.7 Jelaskan
terhadap kemungkinan
masalah terjadinya
menurun komplikasi
3.8 Ajarkan cara
meredakan atau
mengatasi gejala
yang dirasakan
4. Risiko jatuh Tujuan Umum : Tingkat Pencegahan Jatuh
(D.0143) Setelah Jatuh (I. 14540)
berhubungan dilakukan (L.14138) Observasi :
dengan kunjungan ke Ekspektasi : 4.1 Identifikasi
ketidakmampua rumah selama 6 Menurun faktor resiko
n keluarga
hari diharapkan Kriteria hasil: jatuh
mengenal
masalah
tingkat jatuh 1. Jatuh dati 4.2 Identfikasi faktor
ketahanan fisik, menurun. tempat lingkungan yang
perubahan tidur meningkatkan
fungsi sendi. Tujuan Khusus : menurun risiko jatuh
Setelah dilakukan 2. Jatuh saat Terapuetik
tindakan berdiri 4.3 Atur tempat tidur
keperawatan menurun mekanis pada
selama 6x1 jam
3. Jatuh saat posisi terendah
keluarga mampu :
duduk Edukasi
a. Mengenal
masalah menurun 4.4 Anjurkan
kesehatan 4. Jatuh saat menggunakan
b. Mengambil berjalan alas kaki yang
keputusan menurun tidak licin
c. Merawat 4.5 Anjurkan
anggota melebarkan jarak
keluarga yang kedua kaki untuk
sakit meningkatkan
d. Memodifikasi keseimbangan
lingkungan saat berdiri
e. Memanfaatka
29

n fasilitas
pelayanan Manajemen
kesehatan Keselamatan
Lingkungan
(I.14513)
Observasi :
4.6 Identifikasi
kebutuhan
keselamatan
4.7 Monitor
perubahan status
keselamatan
lingkungan
Terapeutik:
4.8 Hilangkan
bahaya
keselamatan
lingkungan
4.9 Gunakan
perangkat
pelindung
Edukasi :
4.10 Ajarkan
individu,
keluarga dan
kelompok
resiko tinggi
bahaya
lingkungan.

4. Implementasi Keperawatan

Keperawatan Keluarga Implementasi atau pelaksanaan keperawatan

adalah proses dimana perawat mendapatkan kesempatan untuk

menerapkan rencana tindakan yag telah disusun dan membangkitkan

minat dan kemandirian keluarga dalam mengadakan perbaikan ke arah

perilaku hidup sehat. Namun sebelum melakukan implementasi, perawat

terlebih dahulu membuat kontrak agar keluarga lebih siap baik fisik

maupun psikologis dalam menerima asuhan keperawatan yang diberikan.


30

Tindakan keperawatan keluarga mencakup hal-hal di bawah ini yaitu :

a. Merangsang kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah

kesehatan dan kebutuhan kesehatan dengan cara memberi informasi,

mengkaji kebutuhan dan harapan tentang kesehatan serta memberi

motivasi atau dorongan sikap emosi yang sehat terhadap masalah

b. Membantu keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat,

dengan cara memberitahu konsekuensi jika tidak melakukan,

mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga, dan

membicarakan dengan keluarga tentang konsekuensi tiap tindakan.

c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang

sakit, dengan cara mendemonstrasikan cara perawatan, memanfaatkan

alat dan fasilitas yang ada di rumah, dan mengawasi keluarga dalam

melakukan tindakan.

d. Membantu keluarga untuk memodifikasi lingkungan menjadi sehat,

dengan cara menggali sumber-sumber yang ada pada keluarga dan

memodifikasi lingkungan semaksimal mungkin

e. Memberi motivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan

tyang ada, dengan cara mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada di

lingkungan keluarga, serta membantu keluarga menggunakan fasilitas

kesehatan yang ada. (Widyanto, 2014).

Namun, tidak semua pelaksanaan tindakan ini berjalan dengan baik,

ada faktor-faktor penyulit dari keluarga yang dapat menghambat minat

keluarga dalam berkerja sama melakukan tindakan kesehatan ini, yaitu:


31

a. Kurang jelasnya informasi yang didapat keluarga, sehingga membuat

keluarga keliru

b. Kurang lengkapnya informasi yang didapat keluarga sehingga

keluargamelihat masalah sebagian

c. Keliru, keluarga tidak dapat mengkaitka informasi yang di dapat

dengankondisi yang dihadapi

d. Keluarga tidak mau menghadapi situasi

e. Anggota keluarga tidak mampu melawan tekanan dari keluarga atau

lingkungan sekitar.

f. Keluarga ingin mempertahankan suatu pola tingkah laku

g. Gagalnya keluarga dalam mengaitkan tindakan dengan sasaran atau

tujuanupaya keperawatan

h. Keluarga kurang percaya dengan tindakan yang diajukan perawat

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi Menurut Mubarak (2012), evaluasi proses keperawatan ada

dua yaitu evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif.

a. Evaluasi Kuantitatif Evaluasi kuantitatif dilaksanakan dalam kuantitas,

jumlah pelayanan, atau kegiatan yang telah dikerjakan.

b. Evaluasi Kualitatif Evaluasi kualitatif merupakan evaluasi mutu yang

dapat difokuskan pada salah satu dari tiga dimensi yang saling terkait.

Tahapan evaluasi dapat dilakukan pula secara formatif dan sumatif.

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan

keperawatan sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan


32

pada akhir asuhan keperawatan (Mubarak, 2012).

Evaluasi dilaksanakan dengan pendekatan SOAP (Subyektif, Obyektif,

Analisa, dan Planning)

S : adalah hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subjektif

setelahdilakukan intervensi keperawatan.

O : adalah hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah

dilakukan intervensi keperawatan.

A : adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada

tujuan yang terkait dengan diagnosis.

P : adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon

dari keluarga pada tahapan evaluasi.


33

DAFTAR PUSTAKA

Adhiputra, A,I. (2017). Osteoartritis. Responsi kasus. Bali: Fakultas


Kedokteran Universitas Udayana.

Azizah, U. (2018). Analisis Faktor Risiko Penderita Osteoartritis Sendi Lutut Di


Poli Ortopedi Rsd Dr. Soebandi Jember. Jember: Universitas Jember.

Harmoko, (2012). Asuhan Keperaatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Ismaningsih dan Selviani, I. (2018). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus


Osteoarthritis Genue Bilateral Dengan Intervensi Neuromuskuler Taping
Dan Strengthening Exercise Untuk Meningkatkan Kapasitas Fungsional.
Jurnal ilmiah fisioterapi. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Abdurrab. 1 (2)., 39-41.

Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, (2012). Ilmu Keperawatan Komunitas 2: Konsep


dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Perhimpunan Reumatologi Indonesia. (2014). Diagnosis dan Pengelolaan


Arthritis Reumatoid. Perhimpunan Reumatologi Indonesia: Jakarta.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat PPNI.

Price, S.A., Wilson, L. M. ( 2013). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Edisi VI. Jakarta: EGC.

Sembiring, Samuel. (2018). Diagnosis Diferensial Nyeri Lutut. E-book. Akses di


https://books.google.co.id/books?
id=5rNVDwAAQBAJ&dq=sembiring+o st
eoartritis&hl=id&source=gbs_navlinks_s

Widyanto, F. C. (2014). Keperawatan Komunitas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai