Anda di halaman 1dari 10

BATUK

DEFINISI BATUK
Batuk merupakan reflex yang terangsang oleh iritasi paru-paru atau saluran
pernapasan. Bila terdapat benda asing selain udara yang masuk atau merangsang
saluran pernapasan, otomatis akan batuk untuk mengeluarkan atau bermacam-macam
iritan seperti asap rokok atau benda asing, sedangkan rangsangan endogen berasal dari
tubuh sendiri seperti sekret atau mucus dan mediator inflamasi. Gejala-gejala batuk
antara lain; a) Pengeluaran udara dari saluran pernapasan secara kuat, yang mungkin
disertai dengan pengeluaran dahak. b) Tenggorokan sakit dan gatal
(Depkes RI, 2007). Batuk dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain: Infeksi
Produksi dahak yang sangat banyak karena infeksi saluran pernapasan. Misal: flu,
bronkhitis, dan penyakit yang cukup serius meskipun agak jarang yaitu pneumonia,
TBC dan kanker paru-paru. Alergi , masuknya benda asing secara tidak sengaja ke
dalam saluran pernapasan. Misal: debu, asap, cairan dan makanan. Mengalirnya
cairan hidung ke arah tenggorokan dan masuk ke saluran pernapasan Misal: rinitis
alergika, batuk pilek Penyempitan saluran pernapasan misal pada asma.

KLASIFIKASI BATUK
a. Batuk berdasarkan produkvifitasnya Berdasarkan produktivitasnya batuk dibedakan
menjadi 2 jenis, yaitu:
1) Batuk berdahak
Batuk berdahak ditandai dengan adanya dahak pada tenggorokan. Batuk berdahak
dapat terjadi karena adanya infeksi pada saluran napas, seperti influenza, bronchitis,
radang paru dan sebagainya. Selain itu batuk berdahak terjadi karena saluran napas
peka terhadap paparan debu, polusi udara, asap rokok, lembab yang berlebihan dan
sebagainya (Adha & Rida, 2021).
2) Batuk kering
Batuk kering yang ditandai dengan tida adanya sekresi dahak dalam saluran napas,
adanya faktor-faktor alergi (seperti debu, asap rokok, dan perubahan suhu) dan efek
samping dari obat (Adha & Rida, 2021).
b. Batuk berdasarkan waktu berlangsungnya.
Berdasarkan waktu berlangsungnya batuk dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Batuk akut.
Batuk akut adalah batuk yang gejala terjadinya kurang dari 3 minggu. Penyebab batuk
ini umumnya adalah iritasi, adanya penyempitan saluran napas akut dan adanya
infeksi virus atau bakteri (Adha & Rida, 2021).
2) Batuk subakut.
Batuk subakut adalah batuk yang gejala terjadinya antara 3-8 minggu. Batuk ini
biasanya disebabkan karena adanya infeksi akut saluran pernapasan oleh virus yang
mengakibatkan adanya kerusakan epitel pada saluran napas (Adha & Rida, 2021).
3) Batuk kronis.
Batuk kronis adalah batuk yang gejala batuknya lebih dari 8 minggu. Batuk ini
biasanya menjadi pertanda atau gejala adanya penyakit lain yang lebih berat seperti
asma, tuberculosis, bronchitis, dan sebagainya (Adha & Rida, 2021).

ETIOLOGI BATUK

Batuk adalah mekanisme motorik yang bersifat ekspulsif dan terdiri dari tiga fase
yaitu fase inspirasi dengan inspirasi dalam untuk memasukkan udara ke saluran napas,
yang kedua adalah fase kompresi yaitu usaha ekspirasi paksa yang kuat menyebabkan
glotis akan membuka oleh aliran udara dan terakhir adalah fase ekspulsi berupa
ekspirasi cepat dan menyebabkan bunyi batuk akan terdengar.

Penyebab batuk dapat terjadi akibat masalah di paru maupun dari luar paru. Infeksi
akut saluran napas bawah (trakeobronkitis, bronkitis eksaserbasi akut), Infeksi kronik
saluran napas bawah (bronkitis, bronkiektasis, tuberkulosis, jamur), infeksi parenkim
paru (fibrosis interstitial, pneumonia), penyakit paru obstruktif (bronkitis kronik,
asma, penyakit paru obstruktif kronik), tumor (karsinoma bronkus, karsinoma sel
alveolar, tumor jinak), benda asing di saluran napas bawah, post nasal drip, tumor
faring, laringitis akut dan refluks gastroesofagus.

Penyebab batuk bisa berasal dari kebiasaan merokok, paparan asap rokok, dan
paparan polusi lingkungan (Pavort et al., 2008).

PATOFISIOLOGI BATUK

Umumnya batuk merupakan suatu refleks yang dapat timbul akibat adanya rangsang
baik mekanis, kimiawi, maupun iritan. Refleks batuk dapat terjadi apabila komponen
refleksnya bekerja dengan baik.
Pada gambar, terdapat pemicu yang menyebabkan terjadinya batuk, dapat berupa :
-Asap
-Parfum/pengharum
-Iritasi tenggorokan
-Asap berbahaya
-Berbicara
-Olahraga
-Udara dingin/kering
-saat makan
-lembab
Faring. Laring, trakea, maupun parenkim dapat berperan sebagai reseptor dari batuk.
Sebagai contoh, pada permukaan mukosa saluran pernapasan terdapat C fibers yang
bersifat sensitive terhadap rangsangan. Adanya rangsangan pada reseptor batuk akan
diteruskan oleh saraf aferen ke pusat batuk di medulla. Dari pusat batuk, impuls
diteruskan oleh saraf eferen menuju ke efektor yaitu beberapa otot yang berperan
dalam proses respiratorik. Terjadinya batuk kronis apabila reseptor tersebut
terangsang berulang maka terjadilah batuk berulang

TERAPI FARMAKOLOGI
Penggolongan obat batuk berdasarkan mekanisme kerjanya

Antitusif
Obat ini bekerja di pusat batuk sentral atau perifer untuk kemudian menghambat
batuknya. Obat batuk sentral yang menghambat pusat batuk di medulla oblongata.
Obat yang sering digunakan adalah kodein, dekstrometorfan, dan pentoxyverine.
Kodein adalah golongan alkaloid dari opioid, yang efeknya cukup kuat. Obat ini juga
memiliki efek analgesik yang lebih rendah dari morfin, namun lebih kuat
dibandingkan obat anti inflamasi non-steroid (OAINS). Penggunaan kodein jangka
panjang dan dosis tinggi dapat menyebabkan ketergantungan, menghambat respirasi,
dan menyebabkan konstipasi. Obat ini tidak boleh digunakan pada batuk dengan
sputum yang kental dan banyak karena dapat menghambat pengeluaran sputum.
Dekstrometorfan dan pentoxyverine tidak menimbulkan ketergantungan dan dapat
menggantikan kodein. Dekstrometorfan memiliki efek antitusif yang sama dengan
kodein, namun tanpa efek analgesik, tidak ada efek pada sistem respirasi dan juga
tidak menimbulkan toleransi. Pentoxyverine adalah antitusif sintetik yang dapat
menghambat pusat batuk dan juga memiliki efek pusat batuk perifer karena memiliki
efek seperti atropin, dan juga efek anastesi lokal. Obat ini juga dapat menghambat
reseptor bronkus dan juga mengurangi spasme dari otot polos bronchus dan
menurunkan resitensi dari aliran udara Kodein dimetabolisme menjadi morfin
sehingga tidak boleh diberikan kepada anak.
Sementara obat batuk perifer, seperti benzonatate dapat menghambat saraf aferen atau
eferen untuk mengurangi refleks batuk. Benzonatate termasuk antitusif non-narkotik
yang memiliki efek anestesi lokal, dapat menghambat refleks vagus, dan menghambat
konduksi impuls batuk. Namun, kemampuan antitusifnya jauh di bawah kodein. Obat
ini biasa digunakan pada pasien bronkitis, pleuritis, dan sebagainya. Efek samping
yang ditimbulkan adalah rasa kantuk yang ringan, nyeri kepala, dan juga vertigo.

Ekspektoran dan Mukolitik


Ekspektoran adalah obat yang digunakan untuk membantu pengeluaran sputum atau
mukus dari saluran pernapasan. Obat ini dapat mengencerkan sputum, menurunkan
kekentalan, sehingga sputum akan lebih mudah untuk dikeluarkan. Ekspektoran dapat
mengurangi sputum yang terakumulasi dalam saluran pernapasan dan mengurangi
iritasi pada mukosa saluran napas. Ekspektoran dibagi menjadi obat yang dapat
mengencerkan sputum dan mengurangi kekentalan sputum.
Amonium klorida adalah salah satu obat yang dapat mengencerkan sputum dengan
cara menstimulasi mukosa gaster dan melalui refleks vagus, obat ini juga merangsang
sekresi kelenjar bronkus. Peningkatan sekresi ini akan mengencerkan sputum. Selain
itu, obat ini dapat memperbaiki tekanan osmotik pada lumen bronkus dan menahan
air, serta merangsang produksi air, yang kemudian mengencerkan sputum sehingga
mudah dikeluarkan. Efek samping yang mungkin terjadi adalah ketidaknyamanan
pada saluran cerna, sehingga perlu diperhatikan penggunaannya pada pasien dengan
gangguan saluran cerna seperti ulkus peptikum. Obat lain adalah guaia fenesin, yang
memiliki efek ekspektoran dan juga sedikit efek antibakteria.
Kondisi sputum yang kental, kita masih memerlukan obat yang dapatMenurunkan
kekentalan atau viskositas dari sputum, atau mukolitik Contoh dari obat ini adalah
asetilsistein, yang dapat memutus ikatan disulfida dari sputum. Asetilsistein juga
memiliki efek untuk memutus ikatan pada DNA, serta memiliki efek antioksidan.
Obat ini dapat diberikan secara oral, inhalasi, serta tetes intratrakea. Obat lain yang
dapat memutus ikatan disulfida adalah karbosistein, erdostein, mesistein, dan
sebagainya.

TERAPI NON FARMAKOLOGI

Terapi non farmakologi. Adapun terapi yang termasuk ke dalam terapi pengatasan
batuk secara non farmakologi menurut Depkes 2007 adalah:
a. Minum banyak cairan (air atau sari buah) akan menolong membersihkan
tenggorokan, jangan minum soda atau kopi.
b. Hentikan kebiasaan merokok.
c. Hindari makanan yang merangsang tenggorokan (makanan dingin atau berminyak)
dan udara malam.
d. Madu dan tablet hisap pelega tenggorokan dapat menolong meringankan iritasi
tenggorokan dan dapat membantu mencegah batuk kalau tenggorokan anda kering
atau pedih.
e. Hirup uap air panas (dari semangkuk air panas) untuk mencairkan sekresi hidung
yang kental supaya mudah dikeluarkan. Dapat juga. ditambahkan sesendok teh
balsam/minyak atsiri untuk membuka sumbatan saluran pernapasan.
f. Minum obat batuk yang sesuai.
g. Bila batuk lebih dari 3 hari belum sembuh segera ke dokter.
h. Pada bayi dan balita bila batuk disertai napas cepat atau sesak harus segera dibawa
ke dokter atau pelayanan kesehatan.

FLU

DEFINISI FLU
Flu merupakan penyakit pernapasan menular yang disebabkan oleh virus influenza
yang menginfeksi hidung, tenggorokan, dan terkadang paru-paru. Flu dapat
menyebabkan penyakit ringan hingga berat, dan terkadang dapat menyebabkan
kematian.

TANDA DAN GEJALA:


 Tanda dan gejala klasik influenza meliputi demam yang cepat, mialgia, sakit
kepala, malaise, batuk tidak produktif, sakit tenggorokan, dan rinitis.
 Mual, muntah, dan otitis media juga sering dilaporkan terjadi pada anak-anak.
Tanda dan gejala biasanya hilang dalam waktu sekitar 3 sampai 7 hari, meskipun
batuk dan rasa tidak enak badan dapat bertahan lebih dari 2 minggu.

ETIOLOGI

Pertama kali, virus influenza diisolasi pada tahun 1930, sudah banyak aspek dari
penyakit tersebut yang diungkapkan, antara lain meliputi tanda klinis, lesi (luka pada
saluran nafas), imunitas, tranmisi, adaptasi virus terhadap hewan percobaan dan
hubungan antigenik dengan virus influenza lainnya serta kejadian penyakit di alam.
Sedangkan 2 tipe virus influenza pada manusia tipe A dan B. Kedua tipe ini diketahui
sangat progresif dalam perubahan antigenik yang sangat dramatik sekali (antigenik
shift). Pergeseran antigenik tersebut sangat berhubungan dengan sifat penularan
secara pandemik dan keganasan penyakit. Hal ini dapat terjadi seperti adanya genetic
reassortment antara bangsa burung dan manusia. Ketiga tipe virus yaitu influensa
adalah virus yang mempunyai bentuk yang sama dibawah mikroskop elektron dan
hanya berbeda dalam haldibawah mikroskop elektron dan hanya berbeda dalam hal
kekebalannya saja. Ketiga tipe virus tersebut mempunyai RNA dengan sumbu protein
dan permukaan dan permukaan virionnya diselubungi oleh semacam paku yang
mengandung antigen haemaglutinin (H) dan enzim neuraminidase (N).
Peranan haemaglutinin adalah sebagai alat melekat virion pada sel dan menyebabkan
terjadinya aglutinasi sel darah merah, sedangkan enzim neurominidase bertanggung
jawab terhadap elusi, terlepasnya virus dari sel darah merah dan juga mempunyai
peranan dalam melepaskan virus dari sel yang terinfeksi. Antibodi terhadap
haemoglutinin yang sama. Antibodi juga terbentuk terhadap antigen neurominidas,
tetapi tidak berperan dalam pencegahan infeksi. Influenza babi yang terjadi di
Amerika Serikat disebabkan oleh influenza A HINI, sedangkan di banyak negara
eropa termasuk inggris, jepang, dan asia tenggara disebabkan oleh influenza A H3N2.

PATOFISIOLOGI

Sebuah model yang menggambarkan interaksi multiseluler yang mengatur respon


inflamasi selama infeksi virus influenza. Infeksi virus influenza menginduksi respons
imun bawaan yang dimediasi oleh jalur pensinyalan TLR7 dan RIG- I. Makrofag paru
bermigrasi ke sel epitel yang terinfeksi di cara yang bergantung pada CGL2- CCR2
dan menginduksi apoptosis pada sel epitel pernapasan melalui interaksi TRAIL- death
receptor 5 (DRS). Di sisi lain Di sisi lain, interaksi CD200 dan CD200R menurunkan
regulasi respons inflamasi, termasuk produksi IL-6 dan TNFa oleh makrofag. Efektor
Sel CDBT juga menghambat respon inflamasi oleh IL-10. Sel T CD4 dan makrofag
masing- masing memproduksi IL-2 dan IL-27, untuk mendukung fungsi pengaturan
sel CDBT efektor penghasil IL-10.

Patogenisitas virus influenza bergantung pada fungsi protein virus dan respon imun
inang, termasuk kekebalan bawaan dan didapat, menunjukkan pentingnya faktor virus
dan kekebalan tubuh sistem untuk patogenesis influenza.

TERAPI FARMAKOLOGI
1. Dua kelas obat antivirus yang tersedia untuk pengobatan influenza sama dengan
yang tersedia untuk profilaksis dan
mencakup adamantanes, amantadine dan rimantadine, serta
inhibitor neuraminidase, oseltamivirdan zanamivir. Karena meluasnya resistensi
terhadap adamantanes di antara virus influenza A di Amerika
Serikat, amantadine dan rimantadine tidak direkomendasikan untuk pengobatan
influenza sampai kerentanannya pulih kembali.
2. Oseltamivir dan zanamivir adalah penghambat neuraminidase yang memiliki
aktivitas melawan virus influenza A dan influenza B. Jika diberikan dalam waktu 48
jam setelah timbulnya penyakit, oseltamivir dan zanamivir dapat mengurangi durasi
penyakit sekitar 1 hari dibandingkan dengan plasebo.
3. Oseltamivir disetujui untuk pengobatan pada mereka yang berusia di atas 1 tahun,
sedangkan zanamivirdisetujui untuk pengobatan pada mereka yang berusia di atas 7
tahun. Dosis yang dianjurkan bervariasi menurut agen dan usia (lihat Tabel 41-3), dan
durasi pengobatan yang dianjurkan untuk kedua agen adalah 5 hari. FDA telah
menerima 103 laporan, yang terjadi antara 29 Agustus 2005 dan 6 Juli 2006,
mengenai delirium, halusinasi, dan melukai diri sendiri pada pasien anak.
(kebanyakan dari Jepang) setelah pengobatan dengan oseltamivir.
4. Belum ada studi klinis yang dilakukan untuk mengevaluasi keamanan dan
kemanjuran dari adamantanes atau inhibitor neuraminidase selama kehamilan, dan
semua obatnya adalah Kategori Kehamilan C.
Baik adamantanes maupunpenghambatneuraminidase diekskresikan dalam ASI dan
seharusnya diekskresikan dihindari oleh ibu yang sedang menyusui bayinya. Lebih
banyak penelitian adalah dibutuhkan pada populasi yang berisiko tinggi terkena
penyakit serius dan komplikasi dari influenza.
TERAPI NON FARMAKOLOGI FLU

Karena sumbatan di hidung merupakan gejala yang dira- sakan paling mengganggu
karena mengakibatkan nyeri kepala, maka dapat dilakukan upaya mengurangi dan
menghilangkan adanya sumbatan di hidung ini yaitu dengan penggunaan aromaterapi.
Caranya dengan menghirup uap hangat yang dihasilkan dari air hangat di wadah
bermulut lebar (panci, baskom), ditetesi dengan beberapa tetes minyak asiri (minyak
mudah menguap). Minyak asiri yang ditambahkan bisa berupa minyak mint (berasal
dari daun menta piperita), minyak kayu putih, minyak adas, atau tea tree oil (minyak
meng- uap yang dihasilkan dari penyulingan daun eucalyptus di Australia)

Daftar pustaka

Alifariki, L.O., Elisabeth, N.B., John, D.H., Romalina, Rasmala, D., Endang, T.S.,
Muthia, M., Nonce, N., Pritta, Y., Ovalina, S.B.G., Annisa, S.P., Robiatun, R., &
Yusnita. 2023. Bunga Rampai Farmakologi Sistem Pernapasan. Jawa Tengah : PT.
Media Pustaka INDO.

D'Arqom, A., Nurina H., Danti N.I., Maftuchah R., Abdul K.R.P., Arifa M.,
Muhammad F.Q., Sri P., Yuani S., Nurmawati F. 2022. Farmakologi dan Terapi I.
Surabaya : Airlangga university press.

Mansur, A. R dan Mutia, f., 2023, Influenza Pada Anak dan Perawatannya, Indramayu
Jawa Barat :Cv. Adanu Abimata.
Wibowo, A. 2021. Mekanisme Kerja Obat Anti Batuk. JK Unila. Volume 5 Nomor 1.
Hal. 75-83

Pandya, A. K., Kai K. L., Surinder S. B., 2016, Cough, Medicine, vol. 44(4).

Purwanto, I. F., Ario I., Lusiana A. 2018. COMBINATION OF ACUPUNCTURE


THERAPY AND TURMERIC-LIQUORICE HERBS FOR CHRONIC COUGHING
CASE. Journal of Vocational Health Studies 01. 121–125.

Puspita, I., 2010, Cerdas Mengenali Penyakit & Obat, Yogyakarta: Mizan Puspita

Sarmin, S., Hijrawati, H., Pertiwi, R., Ningsi, CN, Wulandari, W., & Tosepu, R. 2020.
Hubungan Iklim dengan Penyakit Influenza: Tinjauan Literatur. JURNAL
KESEHATAN LINGKUNGAN: Jurnal dan Aplikasi Teknik Kesehatan Lingkungan ,
Vol 17 (1), 27-32.

Utam,S.Y.A.,2018., Buku Ajar Keperawatan Bedah Sistem Respirasi.,Jakarta :


Deepublish.

Wells, B.G., Joseph T.D., Terry L.S. dan Cecily V.D., 2009, Pharmacotherapy
Handbook Seventh Edition, New York : MC Graw Hill., ISBN: 978-0-07-164326-9

Anda mungkin juga menyukai