SALURAN PERNAFASAN
(MUKOLITIK/ EKSPEKTORAN)
B. DASAR TEORI
1. SISTEM PERNAFASAN
Sistem pernapasan atau respirasi adalah proses pengambilan
oksigen (O2) dari udara bebas saat menarik napas. O 2 tersebut kemudian
melewati saluran napas (bronkus) dan sampai ke dinding alveoli
(kantong udara). Sesampainya di kantong udara, O2 akan ditransfer ke
pembuluh darah yang didalamnya mengalir sel-sel darah merah untuk
dibawa ke sel-sel di berbagai organ tubuh lain sebagai energi dalam
proses metabolisme.
Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat
dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam.
Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam
alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam
adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel
tubuh.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara
(inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme
pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu :
1) Respirasi / Pernapasan Dada
Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut,
Tulang rusuk terangkat ke atas,
Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara
dalam dada kecil sehingga udara masuk ke dalam badan
2) Respirasi / Pernapasan Perut
Otot difragma pada perut mengalami kontraksi,
Diafragma datar,
Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan
tekanan udara pada dada mengecil sehingga udara pasuk ke
paru-paru.
Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari.
Dalam keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen yang diperlukan pun
menjadi berlipat-lipat kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kali lipat.
Ketika oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin akan mengikat
oksigen yang banyaknya akan disesuaikan dengan besar kecil tekanan
udara.
Pada manusia, organ pernapasan utamanya adalah paru-paru
(pulmo) dan dibantu oleh alat-alat pernapasan lain. Menurut Guyton
(1995) jalur udara pernapasan untuk menuju sel-sel tubuh adalah rongga
hidung > faring (rongga tekak) > laring > trakea (batang tenggorok) >
bronkus > paru-paru > alveolus > sel-sel tubuh.
2. FISIOLOGI BATUK
Batuk adalah suatu reflex fisiologi protektif yang bermanfaat
untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernapasan dari dahak,
debu, zat-zat perangsang asing yang dihirup, partikel-partikel asing dan
unsur-unsur infeksi. Orang sehat hampir tidak batuk sama sekali berkat
mekanisme pembersihan dari bulu getar di dinding bronchi, yang
berfungsi menggerakkan dahak keluar dari paru-paru menuju batang
tenggorok. Cilia ini bantu menghindarkan masuknya zat-zat asing
kesaluran napas. (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, K. 2010)
3. ETIOLOGI BATUK
Pada banyak gangguan saluran napas, batuk merupakan gejala
penting yang ditimbulkan oleh terpicunya reflex batuk. Misalnya pada
alergi (asma), sebab-sebab mekanis (asap rokok, debu, tumor paru),
perubahan suhu yang mendadak dan rangsangan kimiawi (gas, bau).
Sering kali juga disebabkan oleh peradangan akibat infeksi virus seperti
virus selesma (common cold), influenza, dan cacar air di hulu tenggorok
(bronchitis, pharyngitis). Virus-virus ini dapat merusak mukosa saluran
pernapasan, sehingga menciptakan “pintu masuk” untuk infeksi sekunder
oleh kuman, misalnya Pneumococci dan Haemophilus.
Batuk dapat mengakibatkan menjalarnya infeksi dari suatu bagian
paru ke yang lain dan juga merupakan beban tambahan pada pasien yang
menderita penyakit jantung. Penyebab batuk lainnya adalah peradangan
dari jaringan paru (pneumonia), tumor dan juga akibat efek samping
beberapa obat (penghambat-ACE).
Batuk juga merupakan gejala terpenting pada penyakit kanker
paru. Penyakit tuberkulosa di lain pihak, tidak selalu harus disertai batuk,
walaupun gejala ini sangat penting. Selanjutnya batuk adalah gejala
lazim pada penyakit tifus dan pada dekompensasi jantung, terutama pada
manula, begitu pula pada asma dan keadaan psikis (kebiasaan atau “tic”).
Akhirnya batuk yang tidak sembuh-sembuh dan batuk darah terutama
pada anak-anak dapat pula disebabkan oleh penyakit cacing, misalnya
oleh cacing gelang.
Disamping gangguan-gangguan tersebut, batuk bisa juga dipicu
oleh stimulasi reseptor-reseptor yang terdapat di mukosa dari seluruh
saluran napas, (termasuk tenggorok), juga dalam lambung. Bila reseptor
ini yang peka bagi zat-zat perangsang distimulir, lazimnya timbullah
reflex batuk. Saraf-saraf tertentu menyalurkan isyarat-isyarat kepusat
batuk di sumsum lanjutan (medulla oblongata), yang kemudian
mengkoordinir serangkaian proses yang menjurus kerespons batuk.
Jenis batuk dapat dibedakan menjadi 2, yakni batuk produktif
(dengan dahak) dan batuk non-produktif (kering). Batuk produktif
merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi mengeluarkan
zat-zat asing (kuman, debu, dsb) dan dahak dari batang tenggorok. Batuk
ini pada hakikatnya tidak boleh ditekan oleh obat pereda. Tetapi dalam
praktek sering kali batuk yang hebat mengganggu tidur dan meletihkan
pasien ataupun berbahaya, misalnya setelah pembedahan. Untuk
meringankan dan mengurangi frekuensi batuk umumnya dilakukan terapi
simtomatis dengan obat-obat batuk (antitussiva), yakni zat pelunak,
ekspektoransia, mukolitika dan peredabatuk.
Batuk non-produktif bersifat “kering” tanpa adanya dahak,
misalnya pada batuk rejan (pertussis, kinkhoest), atau juga karena
pengeluarannya memang tidak mungkin, seperti pada tumor. Batuk
menggelitik ini tidak ada manfaatnya, menjengkelkan dan seringkali
mengganggu tidur. Bila tidak diobati, batuk demikianakan berulang terus
karena pengeluaran udara cepat pada waktu batuk akan kembali
merangsang mukosa tenggorok dan farynx. (Tjay, Tan
HoandanRahardja, K. 2010)
C. PEMBAHASAN
Batuk merupakan suatu refleks kompleks yang melibatkan banyak sistem
organ. Batuk akan terbangkitkan apabila ada rangsangan pada reseptor batuk
yang melalui saraf aferen akan meneruskan impuls ke pusat batuk tersebar
difus di medula. Dari pusat batuk melalui saraf eferen impuls diteruskan ke
efektor batuk yaitu berbagai otot respiratorik. Bila rangsangan pada reseptor
batuk ini berlangsung berulang maka akan timbul batuk berulang, sedangkan
bila rangsangannya terus menerus akan menyebabkan batuk kronik.
Anatomi refleks batuk telah diketahui secara rinci. Reseptor batuk
terletak dalam epitel respiratorik, tersebar di seluruh saluran respiratorik, dan
sebagian kecil berada di luar saluran respiratorik misalnya di gaster. Lokasi
utama reseptor batuk dijumpai pada faring, laring, trakea, karina, dan bronkus
mayor.
Lokasi reseptor lainnya adalah bronkus cabang, liang telinga tengah,
pleura, dan gaster. Ujung saraf aferen batuk tidak ditemukan di bronkiolus
respiratorik ke arah distal. Berarti parenkim paru tidak mempunyai resptor
batuk. Reseptor ini dapat terangsang secara mekanis (sekret, tekanan),
kimiawi (gas yang merangsang), atau secara termal (udara dingin). Mereka
juga bisa terangsang oleh mediator lokal seperti histamin, prostaglandin,
leukotrien dan lain-lain, juga oleh bronkokonstriksi.
Batuk merupakan gejala penting yang ditimbulkan oleh terpicunya refleks
batuk, misalnya pada alergi (asma), debu, rokok, asap, peradangan bahkan
tumor paru. (Tjay dan Rahardja,1993). Batuk terjadi disaluran nafas, yang
dibagi menjadi saluran nafas bagian atas dan saluran nafas bagian bawah.
Pada saluran nafas bagian atas maka tubuh akan membentuk mekanisme
pertahanan dengan bersin, sementara gangguan pada saluran nafas bagian
bawah biasanya dengan refleks barupa batuk.
Farmakoterapi untuk batuk dibagi dalam dua jenis, yaitu antitusif untuk
mencegah, mengendalikan, dan menekan batuk, kemudian protusif untuk
membuat batuk lebih efektif.
Terapi antitusif terindikasi bila batuk tidak mempunyai manfaat, misalnya
batuk yang timbul akibat rangsangan di faring. Antitusif nonspesifik
ditujukan kepada gejala bukan kepada penyebab atau mekanisme batuknya,
oleh karena itu terapi antitusif perannya sangat terbatas. Obat ini terindikasi
hanya bila terapi definitif dan spesifik tidak dapat diberikan, baik karena
etiologinya tidak diketahui, batuk yang demikian hebat atau bila terapi
definitif tidak akan berhasil, misalnya batuk karena kanker paru. Peran terapi
antitusif terbatas karena besar kemungkinan identifikasi etiologi batuk, dan
terapi spesifik bisa berhasil.
Protusif terindikasi bila batuknya bermanfaat dan perlu diberdayakan,
yaitu pada kelainan respiratorik yang menghasilkan banyak sekresi, misalnya
bronkiektasis, bronkitis, pneumonia, atelektasis paru. Dari beberapa studi
yang dievaluasi beberapa obat protusif yang dinyatakan efektif adalah salin
hipertonik, erdostein, dan terbutalin.
Menurut Sartono, obat terapi antitusif ini dapat dibagi kedalam tiga
golongan berdasarkan daya kerjanya, yaitu yang menekan batuk, sebagai
ekspektoran, dan mukolitik.
a) Mukolitik
Mukolitik merupakan obat yang bekerja dengan cara mengencerkan
sekret saluran pernafasan dengan jalan memecah benang-benang
mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum (Estuningtyas, 2008). Agen
mukolitik berfungsi dengan cara mengubah viskositas sputum melalui aksi
kimia langsung pada ikatan komponen mukoprotein. Agen mukolitik yang
terdapat di pasaran adalah bromheksin, ambroksol, dan asetilsistein
(Estuningtyas, 2008).
1) BROMHEKSIN
Rumus molekul : C14H20Br2N2.HCl
Nama Kimia : 2-Amino-3.5-dibromobenzyl (cyclohexyl)
methylamine hydrochloride
Pemerian : Serbuk kristal warna putih atau hampir putih.
Pemerian : Tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol
dan kloroform
Bromheksin merupakan derivat sintetik dari vasicine. Vasicine
merupakan suatu zat aktif dari Adhatoda vasica. Obat ini diberikan
kepada penderita bronkitis atau kelainan saluran pernafasan yang
lain. Obat ini juga digunakan di unit gawat darurat secara lokal di
bronkus untuk memudahkan pengeluaran dahak pasien. Menurut
Estuningtyas (2008) data mengenai efektivitas klinis obat ini sangat
terbatas dan memerlukan penelitian yang lebih mendalam pada masa
akan datang. Efek samping dari obat ini jika diberikan secara oral
adalah mual dan peninggian transaminase serum. Bromheksin
hendaklah digunakan dengan hati-hati pada pasien tukak lambung.
Dosis oral bagi dewasa seperti yang dianjurkan adalah tiga kali, 4-8
mg sehari.
Farmakologi
Cepat diabsorpsi dari saluran cerna dan mengalami first-pass
metabolisme di hati. Biovailabilitas oral hanya sekitar 20%.
Distribusi: luas ke jaringan tubuh. Bromheksin berikatan dengan
protein plasma dalam jumlah tinggi, melewati blood-brain barrier dan
sejumlah kecil melewati plasenta. Ekskresi : 85-90% melalui urin,
sebagian besar dalam bentuk metabolit. Waktu paruh eliminasi
sampai 12 jam.
Stabilitas Penyimpanan
Disimpan padasuhu 25-30̊C , dalam wadah rapat², terlindung dari
cahaya.
2) Ambroxol
Rumus molekul : C13H18Br2N2O.HCL
Nama Kimia : Trans-4-(2-Amino-3.5-di-bromobenzylamino)
cyclohexanol hydrochloride
Pemerian : Serbuk Kristal putih atau kekuningan
Pemerian : Larut dalam air, praktis tidak larut dalam diklorometan,
larut dalam metal alkohol. Larutan 1% dalam air
memiliki pH 4.5-6
Ambroxol adalah agen sekretolik digunakan dalam pengobatan
penyakit pernapasan yang terkait dengan kental atau berlebihan
lender. Ini adalah bahan aktif dari Mucosolvan, Lasolvan atau
Mucoangin. Bahan adalah obat mucoactive dengan beberapa properti
termasuk tindakan sekretolitik dan secretomotoric yang
mengembalikan mekanisme pembersihan fisiologis saluran
pernapasan yang memainkan peran penting dalam mekanisme
pertahanan alami tubuh. Ini merangsang sintesis dan pelepasan
surfaktan dengan tipe II pneumocytes. Surfaktan bertindak sebagai
faktor anti-lem dengan mengurangi adhesi lender pada dinding
bronkus, meningkatkan transportasi dan dalam memberikan
perlindungan terhadap infeksi dan agen iritasi.
Ambroxol yang berefek mukokinetik dan sekretolitik, dapat
mengeluarkan lendir yang kental dan lengket dari saluran
pernapasan dan mengurangi staknasi cairan sekresi. Pengeluaran
lendir di permudah sehingga melegakan pernapasan. Sekresi lendir
menjadi normal kembali selama pengobatan dengan ambroxol. Baik
batuk maupun volume dahak dapat berkurang secara bermakna.
Dengan demikian cairan sekresi yang berupa selapun para permukaan
mukosa saluran pernapasan dapat melaksanakan fungsi proteksi
secara normal kembali.
3) Acetylcystein
Pemerian : serbuk hablur, putih, berbau asetat
Kelarutan : mudah larut dalam air dan dalam etanol
Asetilsistein (acetylcycteine) diberikan kepada penderita penyakit
bronkopulmonari kronis, pneumonia, fibrosis kistik, obstruksi mukus,
penyakit bronkopulmonari akut, penjagaan saluran pernafasan dan
kondisi lain yang terkait dengan mukus yang pekat sebagai faktor
penyulit (Estuningtyas, 2008).
Asetilsistein menurunkan viskositas sekret paru pada pasien
radang paru. Kerja utama dari asetilsistein adalah melalui pemecahan
ikatan disulfida. Reaksi ini menurunkan viskositasnya dan seterusnya
memudahkan penyingkiran sekret tersebut. Dan juga bisa menurunkan
viskositas sputum. Efektivitas maksimal terkait dengan pH dan
mempunyai aktivitas yang paling besar pada batas basa kira-kira
dengan pH 7 hingga 9. Sputum akan menjadi encer dalam waktu 1
menit, dan efek maksimal akan dicapai dalam waktu 5 hingga 10 menit
setelah diinhalasi. Semasa trakeotomi, obat ini juga diberikan secara
langsung pada trakea. Efek samping yang mungkin timbul berupa
spasme bronkus, terutama pada pasien asma. Selain itu, terdapat juga
timbul mual, muntah, stomatitis, pilek, hemoptisis, dan terbentuknya
sekret berlebihan sehingga perlu disedot (suction). Maka, jika obat ini
diberikan, hendaklah disediakan alat penyedot lendir nafas. Biasanya,
larutan yang digunakan adalah asetilsistein 10% hingga 20%.
b) Ekspektoran
Ekspektoran merupakan obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak
dari saluran pernafasan (ekspektorasi). Penggunaan ekspektoran ini didasarkan
pengalaman empiris. Tidak ada data yang membuktikan efektivitas
ekspektoran dengan dosis yang umum digunakan. Mekanisme kerjanya diduga
berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara refleks
merangsang sekresi kelenjar saluran pernafasan lewat nervus vagus, sehingga
menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak. Obat yang
termasuk golongan ini ialah ammonium klorida dan gliseril guaiakoiat
(Estuningtyas, 2008).
1) Ammonium Klorida
2) Gliseril Guaiakolat
D. KESIMPULAN
Batuk merupakan mekanisme pertumbuhan tubuh untuk mengeluarkan
benda-benda asing dari saluran napas, tetapi bila gejala ini berlangsung lama
dan terus menerus, akan sangat mengganggu bahkan dapat menimbulkan
berbagai komplikasi. Untuk itu perlu ditanggulani dengan baik, dengan cara
menghilangkan faktor penyebabnya yaitu mengatasi berbagai macam
gangguan atau penyakit yang merangsang reseptor batuk. Seperti batuk yang
terjadi pada perokok harus bisa menghentikan kebiasaan merokok agar tidak
terjadi batuk kronik.
N-Asetilsistein adalah mukolitik yang sangat efektif untuk mengencerkan
sputum. Kerja utama dari asetilsistein adalah melalui pemecahan ikatan
disulfida. Reaksi ini menurunkan viskositasnya dan seterusnya memudahkan
penyingkiran sekret tersebut. Dan juga bisa menurunkan viskositas sputum.
Tabel 1.1. Pengamatan Obat Saluran Pernafasan (Mukolitik/Ekspektoran)
Daya
Merk Dosis dan Toksisit Nama
Zat aktif BSO Kekuatan Kontraindikasi interaksi Efek Samping
Dagang aturan pakai as (jika Produsen
ada)
Ambroxol Tablet, Tablet 30 Epexol, Dewasa : 30- Hipersensitif Penggunaan Secara umum, Sanbe
sirup mg, sirup Roverton, 120 mg, 2-3 terhadap ambroxol penggunaan farma, Pt.
15mg/ml, Mucera, kali per hari Ambroxol bersamaan ambroxol dapat IFARS,
30mg/ml, Mucopect,N Anak : dengan menyebabkan OTTO,
7,5mg/ml uvopec, Usia <2 antibiotik, efek samping Boehringe
lapimuc. tahun : 7,5- seperti yang ringan, r
15 mg, 2 kali cefuroxime, seperti : Ingelheim
per hari doxycyclin, Mual dan .
Usia 2-5 dan muntah.
tahun : 7,5- erythromycin, Diare.
15 mg, 1 kali dapat Sakit perut.
per hari meningkatkan Sakit maag.
Usia 6-12 konsentrasi Perut
tahun : 15- ambroxol di kembung.
30, 1-2 kali dalam darah Ruam merah
per hari sehingga pada kulit.
Usia >12 meningkatkan
Bibir atau
tahun : sama risiko efek
tenggorokan
dengan samping.
kering.
dosisi Lidah terasa
dewasa Penggunaan
kelu.
ambroxol
bersamaan
dengan obat
batuk kering
atau antitusif
dapat
menyebabkan
dahak
tersumbat,
Agar aman,
sebaiknya
tanyakan ke
dokter terlebih
dahulu
sebelum
mengonsumsi
obat lain.
Amonium Tablet 100 mg OBH Dewasa : 50- Hipersensitif Amonium PT.
Klorida dan Molex, 100 mg, 2-3 terhadap Amonium klorida dalam Molex
Sirup Ramadryl kali per hari Amonium Klorida klorida dalam bentuk tablet dan ayus, PT.
Atusin, Anak : bentuk tablet sirup umumnya Ikapharmi
Ikadryl Usia <2 atau sirup aman ndo
DMP, tahun : 7,5- umumnya dikonsumsi putrimas
Dexyl. 15 mg, 2 kali tidak selama di
per hari menimbulkan gunakan sesuai
Usia 2-5 efek interaksi dosis yang
tahun : 7,5- yang bersifat dianjurkan. Efek
15 mg, 1 kali signifikan, samping yang
per hari mungkin terjadi
Usia 6-12 dengan obatbiasanya bersifat
tahun : 15- atau produk ringan, seperti
30, 1-2 kali medis lainnya. pusing, mual,
per hari Namun untuk muntah, dan
Usia >12 tahun amonium mengantuk.
: sama dengan klorida dalam Namun jika
dosisi dewasa bentuk amonium klorida
suntikan, bila dikonsumsi
digunakan dalam dosis
bersama yang tinggi,
dengan obatmaka dapat
spironolacton meningkatkan
dapan risiko terjadinya
meningkatkan asidosis dan
resiko asidosis.hipokalemia,
sehingga
menimbulkan
gangguan
pernafasan, sakit
kepala,dan rasa
kantuk.
Bromheksin Tablet, Tablet 8mg, Bronex, Dewasa : 8-16 Hipersensitif Bromhexine Efek samping Zenith
Sirup sirup Bronkris, mg, 3 kali terhadap dapat yang mungkin pharma,G
8mg/ml Rexcof, sehari Bromheksin meningkatkan terjadi setelah RAHA
Bromifar, Anak-anak penyerapan menggunakan FARMA,
Fortusin. usia 2-5 obat-obatan bromhexine PT.
tahun : 8 mg antibiotik jika adalah : Pusing IFARS
perhari, yang digunakan
dapat di bagi secara Sakit kepala
kedalam 2-3 bersamaan. Mual
jadwal Perut
konsumsi kembung
Anak-anak Diara
usia 6-11 tahun Gatal
: 4-8 mg, 3 kali Ruam
sehari
Sesak napas
Anak-anak
Angiodema
usia >12
atau
tahun : sama
pembengkaka
dengan dosis
n di bawah
dewasa
kulit
Acetylcystein Tablet, Kapsul Fluimucil, Oral Hipersensitif Jangan Efek samping
y5 Sirup, 200 mg Hidonac, Dewasa dan terhadap mengonsumsi yang mungkin t
efferves Eff 600 Mucylin, anak usia >7 Acetylcystein acetylcysteine timbul setelah yrr
cent mg Nalitik, tahun: 600 bersamaan menggunakan
Sirup Nytex, miligram per dengan acetylcysteine
100/5 ml Pectocil, hari sebagai antibiotik tetra adalah:
Resfas dosis tunggal, cycline. M
atau dibagi Pastikan ada engantuk
menjadi tiga jarak M
dosis. setidaknya dua ual
Anak usia 1- jam sebelum M
24 bulan: 100 dan sesudah untah
mg, 2 kali mengonsumsi S
sehari. acetylcysteine ariawan
Anak usia 2-7 ini Pi
tahun: 200 lek
mg, 2 kali D
sehari. emam
Erdosistein Kapsul Kapsul Bricox, Kapsul 300 : 1 Individu yang Tidak ada Tidak ada efek EDMON
dan 300mg, vectrine, kapsul, 2-3 di ketahui interaksi samping D
sirup sirup kering erdomex, kali sehari hipersensitif berbahaya gastrointestinal PHARM
kering. 175mg/5 lactrin. Sirup kering : terhadap dengan obat- maupun sistemik A, PT.
ml. Anak-anak 15- produk ini obatan lain disebabkan IFARS,
19 kg : 5 ml, 2 Pada pasien yang pernah karena erdostein LAPI.
kali sehari yang diamati dan yang pernah
Anak-anak 20- menderita erdosteine diamati. Jika
30 kg : 5 ml, 3 sirosis hepatik yang pernah di efek yang tidak
kali sehari dan defisiensi amati dan diinginkan
Anak-anak enzim erdostein dapat terjadi, harus
>30kg dan cystathionine- di berikan diinfokan
dewasa : 10 synthetase bersama-sama kepada dokter.
ml, 2 kali Fenilketonuria dengan
sehari. , disebabkan antibiotik,
karena adanya bronkodilator
aspartam, (teofilin,
hanya untuk sedatif batuk,
granulat dalam dll)
sediaan
suspensi
Pada pasien
gagal ginjal
berat (bersihan
kreatian
<25ml/menit).
Guaiafenesin Tablet, Tablet 100 Allerin, Dewasa dan Pasien Belum di Penggunaan PT. Glaxo
(gliseril Kapsul, mg dextrosin, anak di atas hipersensitif ketahui guaiafenesin Wellcome
gualakolat/G sirup, flutamol, usia 12 tahun : terhadap glyceryl interaksi berpotensi Indonesia
G) dan actifed plus, 200-400 mg : guaiacolate. guaiafenesin menimbulkan
suspens mextril. tiap 4 jam atau dengan obat efek samping,
i. 600-1200 mg. lain. seperti :
Tiap 12 jam Pusing
dosis Mengantluk
maksimal Sakit kepala
adalah 2400 Mual
mg perhari Muntah
Anak-anak Sakit perut
usia 6-12 tahun Ruam
: 100-200 mg Pembentukan
tiap 4 jam. batu ginjal.
Dosis
maksimal
adalah 1200
mg per hari
Anak-anak
usia 2-6
tahun : 50-
100mg tiap 4
jam. Dosis
maksimal
adalah 600 mg
per hari
Anak-anak
usia 6 bulan-2
tahun: 25-50
mg tiap 4 jam.
Dosis maksima
adalah 300 mg
per hari
JAWABAN TES
1. Berikut komposisi obat decongestan yang ada dalam sediaan tablet
obat influenza, yaitu:
a. Paracetamol
b. Pseudoefedrin
c. Asam mefenamat
d. Amoxicillin
e. Ibuprofen
2. Anti asma berikut yang bekerja sebagai pelega asma SABA (Short
Acting β2- agonist) dan bisa diminum saat perlu, yaitu:
a. Budesonide
b. Teofillin
c. Ipaptropium Bromida
d. Salbutamol
e. Efedrin
3. Berikut adalah obat yang berperan sebagai ekspektoran, yaitu:
a. Ambroxol
b. Erdostein
c. Bromhexin
d. Karbosistein
e. N-asetilsistein
4. Beikut merupakan obat antitusif yang sering dikombinasi bersama
obat antiinfluenza, yaitu:
a. Ambroxol
b. Bromhexin
c. GG
d. Paracetamol
e. Dextromethorphan
5. Berikut merupakan obat golongan narkotika yang mempunyai indikasi
sebagai antitusif pada dosis tertentu, yaitu:
a. Ambroxol
b. GG
c. Dextromethorphan
d. Codein
e. Salbutamol
6. Kortikosteroid inhalasi berikut yang tersedia di pasaran dalam sediaan
tubuheler, yaitu:
a. Salbutamol
b. Teofillin
c. Budesonide
d. Fluticasone
e. Cetirizine
7. Kombinasi LABA (Long Acting β2-agonist) dan ICS (Inhalation
Corticosteroids) yang banyak ditemukan di pasaran, yaitu:
a. Terbutaline+ Salbutamol
b. Salmeterol + Teofillin
c. Zafirlukast + Terbutaline
d. Salmeterol + Fluticasone
e. Salbutamol + Teofilln
8. Decongestan hidung berikut yang sering dikombinasikan, kecuali:
a. Efedrin
b. Phenylpropanolamine
c. Bromhexin
d. Pseudoefedrin
e. Triprolidine
9. Berikut merupakan obat golongan mukolitik, yaitu:
a. Karbosistein
b. Ambroxol
c. Dekstromethorphan
d. Codein
e. Ammonium Chlorida
10. Berikut merupakan pelega asma LABA (Long Acting β2-agonist),
yaitu:
a. Ambroxol
b. Salmeterol
c. Budesonide
d. Zafirlukast
e. Dekstromethorphan
DAFTAR PUSTAKA