Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERTAHANAN EGO DAN PSIKOSEKSUAL


Guna memenuhi tugas

Dosen Pengampu :
Mata Kuliah :

Oleh:
Maudina Aulia Maritza (220701035)
Ziadatur Rif’ah (

FAKULTAS PSIKOLOGI
PRODI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan Rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang diberikan oleh dosen pembimbing dalam mata kuliah
Psikologi sosial , Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada pemimpin paling mulia,
baginda Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabat serta pengikutnya yang setia
hingga akhir zaman. Aamiin.

Makalah ini berjudul “pertahanan ego dan psikoseksual”, merupakan tugas dari Mata
kuliah Bidang Studi Psikologi sosial. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan dan kesalahan karena kekhilafan kami. Maka dari itu, kritik dan saran sangat
kami harapkan dari para pembaca. Khususnya dari dosen yang telah membimbing kami dalam
mata kuliah ini.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada dosen pembimbing kami yang telah
memberikan arahan dan juga kepada orang-orang di sekitar kami yang telah membantu kami
dalam mendapatkan sumber-sumber materi yang bisa dijadikan pedoman utuk menyelesaikan
makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5
2.1 pengertian pertahanan ego........................................................................................................5
2.2 Jenis-jenis pertahanan ego........................................................................................................5
2.3 Pengertian Psikoseksual............................................................................................................9
2.4 Tahap-tahap Psikoseksual.........................................................................................................9
BAB III.....................................................................................................................................................12
PENUTUP................................................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................12
3.2 Saran.........................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kepribadian (Personality) merupakan salah satu kajian psikologi yang lahir berdasarkan
pemikiran temuan-temuan (hasil praktik penanganan kasus) para ahli. Objek kajian kepribadian
adalah “human behavior”, perilaku manusia yang pembahasannya terkait dengan apa, mengapa
dan bagaimana.
Perkembangan pemikiran dan kajian empiric di kalangan para ahli tentang kepribadian
manusia telah melahirkan berbagai teori yang beragam sesuai dengan perspektif pemikiran dan
pengalaman pribadi para ahli yang membangun teori tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Pertahanan Ego?
2. Jenis-jenis Pertahanan Ego?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi pertahanan ego yang
digunakan seseorang?
4. Apa itu Psikoseksual?
5. Tahap-tahap Psikoseksual?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu Pertahanan Ego
2. Mengetahui apa saja jenis-jenis pertahanan Ego
3. Mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi pertahanan ego
yang digunakan seseorang
4. Mengetahui apa itu Psikoseksual
5. Mengetahui tahap-tahap Psikoseksual
BAB II

PEMBAHASAN

1.4 pengertian pertahanan ego

Pertahanan ego dalam psikologi sosial adalah cara individu melindungi diri mereka dari
ancaman terhadap identitas atau konsep diri mereka. Pertahanan ego seringkali digunakan
untuk mengurangi kecemasan dan menghindari pengalaman yang tidak menyenangkan.
Pertahanan ego dapat mengubah persepsi, penilaian, atau respons terhadap situasi yang
mengancam identitas atau konsep diri individu. Hal ini dapat mempengaruhi cara
individu memahami, menafsirkan, dan merespons lingkungan sosial mereka. Pertahanan
ego dipelajari dan dikembangkan oleh para ahli psikologi sosial seperti Sigmund Freud,
Anna Freud, dan Carl Jung. Konsep pertahanan ego awalnya dikembangkan oleh
Sigmund Freud, yang mengidentifikasi beberapa bentuk pertahanan ego, seperti
pengingkaran (denial), proyeksi (projection), dan reaksi-formasi (reaction formation).

A. Sigmund Freud: Freud mengartikan pertahanan ego sebagai mekanisme


pertahanan yang dilakukan oleh ego (bagian dari struktur kepribadian) untuk
mengurangi kecemasan dan konflik internal dengan menolak, mengubah, atau
memindahkan perhatian dari pikiran atau emosi yang mengancam dirinya.
B. Anna Freud: Putri dari Sigmund Freud ini mengembangkan dan memperluas
konsep pertahanan ego dengan menekankan pentingnya pengembangan ego yang
sehat pada masa kanak-kanak. Menurutnya, pertahanan ego adalah alat yang
penting untuk membantu anak-anak menghadapi tekanan psikologis dan
pengalaman traumatis.
C. Carl Jung: Jung mengembangkan konsep arketipe sebagai cara individu
memahami dan mengatasi pengalaman hidup mereka. Jung juga mengartikan
pertahanan ego sebagai cara untuk melindungi diri dari ancaman yang tidak
langsung atau tidak jelas.

1.5 Jenis-jenis pertahanan ego


Strategi pertahanan ego adalah mekanisme pertahanan psikologis yang digunakan individu untuk
mengurangi stres atau ancaman terhadap citra diri mereka. Berikut adalah beberapa contoh
strategi pertahanan ego :
1. Pembenaran diri adalah salah satu strategi pertahanan ego yang digunakan oleh individu
untuk melindungi diri mereka dari stres atau ancaman terhadap citra diri mereka. Dalam
teori pertahanan ego psikologi sosial, pembenaran diri didefinisikan sebagai usaha
individu untuk memperbaiki perasaan mereka tentang diri mereka sendiri dan
mempertahankan citra diri yang positif dengan memperkenalkan pembenaran atas
perilaku atau tindakan mereka yang tidak etis atau tidak pantas Pembenaran diri dapat
dilakukan dengan cara mengubah pandangan individu tentang situasi atau perilaku
mereka sehingga mereka tidak merasa bersalah atau malu. Meskipun pembenaran diri
dapat membantu individu mengurangi stres atau ancaman terhadap citra diri mereka,
strategi ini juga dapat memiliki konsekuensi negatif, seperti menghambat kemampuan
individu untuk belajar dari kesalahan mereka atau mendorong mereka untuk melakukan
tindakan yang tidak etis atau tidak pantas dalam jangka panjang.

Contoh dari strategi ini adalah : dengan mereduksi kepentingan tindakan mereka,
menjustifikasi perilaku tersebut, atau mengalihkan perhatian dari perilaku yang tidak
pantas ke aspek positif dari diri mereka

2. Proyeksi: Proyeksi adalah strategi pertahanan ego yang sering digunakan oleh individu
untuk melindungi diri mereka dari stres atau ancaman terhadap citra diri mereka. Dalam
teori pertahanan ego psikologi sosial, proyeksi didefinisikan sebagai mekanisme di mana
individu mengalihkan kelemahan, kekurangan, atau pikiran negatif mereka ke orang lain.
Dalam proyeksi, individu mungkin secara tidak sadar memandang orang lain sebagai
memiliki karakteristik atau sifat yang sama dengan yang mereka miliki, bahkan jika
kenyataannya tidak demikian. Proyeksi dapat membantu individu merasa lebih baik
tentang diri mereka sendiri dengan mengalihkan perhatian dari kelemahan atau
ketidakmampuan mereka ke orang lain. Namun, strategi ini juga dapat mengganggu
hubungan interpersonal dan memperburuk situasi yang mendasarinya.
Contohnya adalah : seseorang yang cenderung meremehkan atau mengejek orang lain
mungkin mengalihkan ketidakmampuan mereka sendiri ke orang yang mereka ejek.

3. Sublimasi adalah salah satu strategi pertahanan ego dalam psikologi sosial yang
melibatkan pengalihan energi emosional atau impulsif ke dalam tindakan yang lebih
positif atau produktif. Dalam teori ini, sublimasi didefinisikan sebagai transformasi
impuls atau dorongan tidak sadar menjadi perilaku yang lebih terarah dan memuaskan.
Misalnya, individu yang cenderung merasa marah atau frustrasi dapat menggunakan
sublimasi untuk mengalihkan emosi negatif mereka ke dalam kegiatan produktif, seperti
seni, olahraga, atau pekerjaan. Dalam kasus ini, sublimasi dapat membantu individu
mengatasi stres atau konflik internal dengan cara yang lebih positif. Namun, meskipun
sublimasi dapat memiliki efek positif pada kesejahteraan mental dan emosional individu,
strategi ini juga dapat digunakan untuk menghindari pengakuan dan pengolahan langsung
dari masalah emosional atau psikologis yang mendasari.

4. Represi: Represi adalah salah satu strategi pertahanan ego dalam psikologi sosial yang
melibatkan penekanan atau penghilangan dari kesadaran pikiran, perasaan, atau kenangan
yang menimbulkan kecemasan atau ketidaknyamanan. Dalam teori pertahanan ego
psikologi sosial, represi didefinisikan sebagai pengalihan atau penghilangan kesadaran
dari pikiran, perasaan, atau kenangan yang tidak diinginkan. Dalam kasus ini, individu
menggunakan represi untuk melindungi diri mereka dari emosi negatif dan menghindari
keterlibatan yang lebih dalam dengan trauma yang mendasarinya. Meskipun represi dapat
membantu individu mengatasi stres atau ketidaknyamanan yang berkaitan dengan pikiran
atau perasaan yang tidak diinginkan, strategi ini juga dapat berdampak negatif pada
kesehatan mental dan emosional individu jika tidak dikelola dengan baik.
Contoh : seseorang yang memiliki kenangan traumatis mungkin menggunakan represi
untuk menekan memori yang menyakitkan tersebut dari kesadaran mereka.

5. Identifikasi: Identifikasi adalah salah satu strategi pertahanan ego dalam psikologi sosial
yang melibatkan pengambilan karakteristik atau sifat-sifat dari orang lain atau kelompok
yang diidentifikasi sebagai model atau teladan. Dalam teori pertahanan ego, identifikasi
didefinisikan sebagai pengambilan sifat atau karakteristik dari orang lain yang dianggap
lebih kuat atau lebih mampu dalam mengatasi masalah atau konflik. Contoh : seorang
anak mungkin mengidentifikasi diri dengan ayahnya yang kuat dan sukses sebagai cara
untuk meningkatkan harga diri mereka dan mengatasi rasa tidak aman atau kecemasan.
Dalam kasus ini, identifikasi dapat membantu individu mengembangkan rasa diri yang
lebih positif dan meningkatkan kemampuan mereka untuk mengatasi stres atau konflik.
Namun, identifikasi yang berlebihan atau tidak seimbang dapat mengarah pada masalah
psikologis dan emosional yang serius, seperti kecenderungan untuk meniru perilaku atau
sikap orang lain secara berlebihan, atau kehilangan jati diri yang sehat.

6. Regresi adalah salah satu strategi pertahanan ego dalam psikologi sosial yang melibatkan
pengembalian pada perilaku atau pola pikir yang lebih primitif atau kurang matang
sebagai cara untuk mengatasi stres atau ketidaknyamanan. Dalam teori pertahanan ego,
regresi didefinisikan sebagai pengembalian pada perilaku atau respons yang kurang
matang atau lebih primitif ketika individu mengalami stres atau konflik.
Contohnya, seorang anak yang tidak mendapat perhatian atau kasih sayang yang cukup
dari orang tua mungkin mengalami regresi dengan menunjukkan perilaku yang lebih
kekanak-kanakan atau kurang matang, seperti menangis atau merengek-rengek.
Meskipun regresi dapat memberikan beberapa kenyamanan atau pengurangan stres pada
saat yang singkat, strategi ini dapat mengarah pada masalah psikologis dan emosional
yang serius jika terus berlanjut. Individu yang terjebak dalam pola regresi mungkin
mengalami kesulitan dalam mengatasi stres atau konflik secara matang atau produktif.

7. Penyangkalan adalah salah satu strategi pertahanan ego dalam psikologi sosial yang
melibatkan penolakan atau pengabaian terhadap informasi yang dapat menyebabkan
kecemasan atau ketidaknyamanan. Dalam teori pertahanan ego, penyangkalan
didefinisikan sebagai penghindaran dari kenyataan atau penolakan untuk menerima fakta
atau peristiwa yang tidak dapat diterima secara sosial atau pribadi.
Contohnya, seorang individu yang terus-menerus merokok dan tidak ingin berhenti
mungkin menggunakan penyangkalan sebagai cara untuk menghindari kenyataan bahwa
kebiasaannya merokok berdampak buruk pada kesehatannya. Meskipun penyangkalan
dapat memberikan beberapa kenyamanan atau pengurangan stres pada saat yang singkat,
strategi ini dapat mengarah pada ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau
mengambil tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki situasi. Penyangkalan juga
dapat berdampak negatif pada hubungan interpersonal, karena individu yang
menggunakan strategi ini mungkin sulit untuk berkomunikasi secara efektif atau
menangani masalah secara matang.

8. Rasionalisasi adalah salah satu strategi pertahanan ego dalam psikologi sosial yang
melibatkan pembuatan alasan atau penjelasan yang rasional untuk perilaku atau
keputusan yang tidak dapat diterima secara sosial atau pribadi. Dalam teori pertahanan
ego, rasionalisasi didefinisikan sebagai pembentukan argumen yang dapat membenarkan
perilaku atau keputusan yang mungkin bertentangan dengan nilai atau keyakinan pribadi
atau sosial.
Contohnya, seorang individu yang mungkin merokok secara teratur dan mengetahui
bahwa kebiasaannya merokok berdampak buruk pada kesehatannya dapat menggunakan
rasionalisasi untuk membenarkan perilakunya dengan alasan bahwa merokok adalah cara
untuk mengurangi stres atau karena merokok dapat membuatnya terlihat lebih maskulin
atau menarik. Meskipun rasionalisasi dapat memberikan beberapa kenyamanan atau
pengurangan stres pada saat yang singkat, strategi ini dapat mengarah pada
ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau mengambil tindakan yang diperlukan
untuk memperbaiki situasi. Rasionalisasi juga dapat berdampak negatif pada hubungan
interpersonal, karena individu yang menggunakan strategi ini mungkin sulit untuk
berkomunikasi secara efektif atau menangani masalah secara matang.

9. faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi pertahanan ego yang digunakan seseorang
Pemilihan strategi pertahanan ego oleh seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya:
1. Jenis dan tingkat stres yang dialami: Strategi pertahanan ego dipilih berdasarkan tingkat
stres yang dirasakan. Semakin tinggi tingkat stres, semakin mungkin seseorang akan
menggunakan strategi pertahanan ego yang lebih primitif dan tidak adaptif.
2. Kepribadian dan struktur diri: Faktor ini juga mempengaruhi pemilihan strategi
pertahanan ego seseorang. Individu dengan kepribadian yang kurang matang atau
memiliki struktur diri yang rapuh mungkin lebih cenderung menggunakan strategi
pertahanan ego yang tidak adaptif.
3. Pengalaman masa lalu: Pengalaman masa lalu seseorang dapat mempengaruhi cara
mereka menanggapi stres saat ini. Seseorang yang pernah mengalami trauma atau stres
berat di masa lalu mungkin lebih cenderung menggunakan strategi pertahanan ego yang
tidak adaptif.
4. Budaya dan lingkungan sosial: Faktor ini juga dapat mempengaruhi pemilihan strategi
pertahanan ego. Beberapa budaya mungkin mendorong individu untuk menggunakan
strategi pertahanan ego tertentu, sementara budaya lainnya mungkin mempromosikan
pengakuan terhadap kelemahan dan kesalahan sebagai cara untuk berkembang.
Jenis situasi atau masalah yang dihadapi: Jenis situasi atau masalah yang dihadapi
seseorang dapat mempengaruhi pemilihan strategi pertahanan ego. Situasi yang dianggap
lebih sulit atau mengancam citra diri seseorang mungkin lebih mendorong penggunaan
strategi pertahanan ego yang tidak adaptif.
1.6 Pengertian Psikoseksual
Freud (1856-1939) mengembangkan ide tentang teori psikoanalisis nya saat sedang bekerja
dengan pasien gangguan mental. Ia adalah dokter medis spesiallis neurologi. Ia menghabiskan
sebaian tahunnya di Wina, Austria, meskipun ia pindah ke London di akhir kariernya karena
kebijakan Nazi yang mendiskriminasi kaum Yahudi. Dalam tahap perkembangan, Freud
menyatakan bahwa manusia melalui 5 tahap perkembangan dan bahwa di setiap tahap kita
mengalami kesenangan di salah satu bagian tubuh lebih daripada bagian tubuh lain. Menurut
Freud, kepribadian dewasa kita ditentukan oleh cara kita menyelesaikan konflik antara sumber
kesenangan awal. Jika kebutuhan akan kesenangan pada setiap tahap tidak terpuaskan, seseorang
dapat terfiksasi atau terkunci pada tahap perkembangan teersebut. Freud lebih menekankan pada
motivasi seksual, tahapan-tahapannya ini disebut dengan psikoseksual yang merangkum 5 tahap,
yaitu: Oral, Anal, Phallic, Latency, Genital. Yang akan kami jelaskan secara singkat mengenai
tahap tersebut.
. Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling
terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud percaya kepribadian
yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-kanak dimana mencari kesenangan-
energi diri menjadi focus pada area sensitive seksual tertentu. Energy psikoseksual atau libido,
digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang perilaku.
Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia 5 tahun. Awal
perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan terus mempengaruhi
perilaku di kemudian hari.
Jika tahap psikoseskual selesai dengan sukses, hasilnya adalah kepribadian yang sehat. Jika
masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap yang tepat, fiksasi dapat terjadi. Fiksasi adalah
focus yang gigih pada tahap awal psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu akan
tetap “terjebak” dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang terpaku pada tahap oral mungkin
terlalu bergantung pada orang lain dan dapat mencari rangsangan oral melalui merokok, minum,
atau makan.

1.7 Tahap-tahap Psikoseksual


Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud

Dalam teori perkembangan Psikoseksual ini, Sigmund Freud membaginya menjadi beberapa tahapan
yaitu fase Oral, fase Anal, fase Phallic, fase Latent, dan fase Genital. Tahapan-tahapan ini telah dialami
oleh semua orang. Dibawah ini adalah penjelasan secara singkat tentang tahapan-tahapan
peerkembangan psikoseksual.

1. Fase Oral (mulut)


Fase oral adalah fase perkembangan yang terjadi pada tahun pertama dari kehidupan individu.
Pada fase ini daerah erogen yang paling peka adalah mulut, yang berkaitan dengan pemuasan
kebutuhan pokok seperti makanan dan air, fase oral berakhir saat bayi tidak lagi memperoleh
asupan gizi secara langsung dari ibunya. Pada masa ini libido didistribusikan ke daerah oral
sehingga perbuatan manghisap dan menelan menjadi metode utama untuk mereduksi
ketegangan dan mencapai kepuasan (kenikmatan). Karena mulut menjadi sumber kenikmatan
erotis, maka anak akan menikmati peristiwa meminum asi pada ibunya dan juga memasukkan
segala jenis benda ke dalam mulutnya, temasuk jempolnya sendiri.

2. Fase Anal
Tahap ini berada pada usia kira-kira 2 sampai 3 tahun. Pada tahap ini libido terdistribusikan ke
daerah anus. Anak akan mengalami ketegangan, ketika duburnya penuh dengan ampas
makanan dan peristiwa buang air besar yang dialami oleh anak merupakan proses pelepasan
ketegangan dan pencapaian kepuasan, rasa senang atau rasa nikmat. Peristiwa ini disebut erotic
anal.
Setelah melewati masa penyapihan, anak pada tahap ini dituntut untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan orang tua (lingkungan), seperti hidup bersih, tidak mengompol, tidak buang air
kecil / besar sembarangan. Orang tua mengenalkan tuntutan tersebut melalui latihan
kebersihan (toilet training).

3. Fase Phallic
Tahap ini berlangsung kira-kira usia 3 sampai 5 tahun anak mulai memperhatikan atau senang
memainkan alat kelaminnya sendiri. Dengan kata lain, anak sudah mulai bermasturbasi,
mengusap-usap atau memijit-mijit organ seksualnya sendiri yang menghasilkan kepuasan atau
rasa senang.
Pada masa ini terjadi perkembangan sebagai aspek psikologis, terutama yang terkait dengan
iklim kehidupan sosiopsikologis keluarga atau perlakuan orang tua kepada anak. Pada tahap ini,
anak masih bersikap “selfish” sikap mementingkan diri sendiri, belum berorientasi keluar, atau
memperhatikan orang lain.
Agar perkembangan anak pada tahap ini dapat berjalan dengan baik, tidak mengalami
hambatan, maka sebaiknya orang tua memperhatikan hal-hal berikut:
a. Orang tua memelihara keharmonisan keluarga.
b. Ibu memerankan dirinya sebagai seorang feminim, bersikap ramah, gembira dan
memberikan kasih sayang.
c. Ayah mampu memerankan dirinya sebagai figure yang menerapkan prinsip realitas
dalam menghadapi segala masalah hidup, tanpa melarikan diri dari masalah atau
bertindak berlebihan.
d. Ayah dan ibu memiliki komitmen yang tinggi dalam mengamalkan nilai-nilai agama
yang dianutnya.
4. Fase Latent
Tahap latensi berkisar antara usia 6 sampai 12 tahun (masa sekolah dasar). Tahap ini merupakan
masa tenang seksual, karena segala sesuatu yang terkait dengan seks dihambat atau ditekan.
Dengan kata lain masa ini adalah periode tertahannya dorongan-dorongan seks dan agresif.
Selama masa ini, anak mengembangkan kemampuannya bersublimasi (seperti mengerjakan
tugas-tugas sekolah, bermain olahraga dan kegiatan lainnya) dan mulai menaruh perhatian
untuk berteman (bergaul dengan orang lain).
Mereka belum mempunyai perhatian khusus kepada lawan jenis (bersikap netral) sehingga
dalam bermainpun anak laki-laki akan berkelompok dengan anak laki-laki, begitupun anak
perempuan. Bahkan anak merasa malu apabila anak disuruh duduk sebangku dengan teman
lawan jenisnya.
Tahap ini dipandang sebagai masa perluasan kontak social dengan orang-orang di luar
keluarganya. Oleh karena itu proses identifikasi pun mengalami perluasan atau pengalihan
objek. Yang semula objek identifikasi anak adalah orang tua, sekarang meluas kepada guru,
tokoh-tokoh sejarah atau para bintang (seperti film, music, dan olahraga).

5. Fase Genital
Tahap ini dimulai sekitar usia 12 atau 13 tahun. Pada masa ini anak sudah masuk usia remaja.
Masa ini ditandai dengan matangnya organ reproduksi anak. Pada periode ini, instink seksual
dan agresif menjadi. Anak mulai mengembangkan motif untuk mencintai orang lain atau mulai
berkembangnya motif altruis (keinginan untuk memperhatikan kepentingan orang lain).
Motif-motif ini mendorong anak (remaja) untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dan
persiapan untuk memasuki dunia kerja, pernikahan, dan berkeluarga. Masa ini ditandai dengan
proses pengalihan perhatian, dari mencari kepuasan atau kenikmatan sendiri kepada kehidupan
social orang dewasa dan berorientasi kepada kenyataan atau sikap altruis.
BAB III

PENUTUP
1.8 Kesimpulan
Dalam tahap perkembangan, Freud menyatakan bahwa manusia melalui lima
tahap perkembangan dan bahwa di setiap tahap kita mengalami kesenangan di salah satu
bagian tubuh lebih daripada bagian tubuh lain. tahapan-tahapannya ini disebut dengan
teori perkembangan psikoseksual yang merangkum lima tahap, yaitu :
Oral, Anal, Phallic, Latency, Genital.
Yang akan kami jelaskan secara singkat mengenai tahap tersebut. Tahap Oral yaitu, terjadi pada
anak dari lahir hingga usia 1½ tahun, dimana kesenangan bayi terpusat disekitar mulut seperti
mengunyah, menghisap, dan menggigit. Tahap Anal yaitu,terjadi pada anak usia 1½ hingga
3 tahun, dimana kesenangan anak terpusat pada anus sebagai fungsi pembuangan yang
berhubungan dengannya. Tahap Phallic yaitu, terjadi pada anak usia 3-6 tahun, dimana
kesenangan anak terpusat pada alat kelamin saat anak laki-lakidan perempuan menyadari
bahwa manipulasi diri itu menyenangkan. Seperti pada kasus Oedipus, Oedipus seorang anak
raja Thebes secara tidak sadar membunuh ayahnya dan menikahi ibunya. Tahap Latency yaitu,
tejadi pada anak usia 6 tahun hingga pada masa pubernya, dimana si anak menekan seluruh
minat seksual dan mengembangkan keterampilan sosial dan intelektual. Tahap Genital yaitu,
terjadi pada anak dalam masa puber hingga seterusnya, dimana tahap ini merupakan saat
kebangkitan seksual. Sumber kesenangan seksual sekarang didapat dari seseorang diluar
keluarga. Si anak mampu untuk mengembangkan hubungan cinta yang matang dan mampu
bertindak secara mandiri sebagai orang dewasa.
1.9 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih
fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih
banyak yang tentu nya dapat di pertanggung jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran
terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang
telah di jelaskan. Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan
lain akan saya jelaskan tentang daftar pustaka makalah
DAFTAR PUSTAKA

 Baumeister, R. F., & Heatherton, T. F. (1996). Self-regulation failure: An overview.


Psychological Inquiry, 7(1), 1-15.
 Kunda, Z. (1999). Social cognition: Making sense of people. MIT press.
 Baumeister, R. F., Dale, K., & Sommer, K. L. (1998). Freudian defense mechanisms and
empirical findings in modern social psychology: Reaction formation, projection,
displacement, undoing, isolation, sublimation, and denial. Journal of Personality, 66(6),
1081-1124.
 Vaillant, G. E. (1992). Ego mechanisms of defense: A guide for clinicians and researchers.
American Psychiatric Pub.
 Holmes, J. G. (1990). Repression. Annual Review of Psychology, 41(1), 497-523.
 Vaillant, G. E. (1992). Ego mechanisms of defense: A guide for clinicians and
researchers. American Psychiatric Pub.
 Cramer, P. (2000). Defense mechanisms in psychology today: Further processes for
adaptation. American Psychologist, 55(6), 637-646.
 Cramer, P. (2000). Defense mechanisms in psychology today: Further processes for
adaptation. American Psychologist, 55(6), 637-646.
 Cramer, P. (2000). Defense mechanisms in psychology today: Further processes for
adaptation. American Psychologist, 55(6), 637-646.
 Vaillant, G. E. (1992). Ego mechanisms of defense: A guide for clinicians and
researchers. American Psychiatric Pub.
 Cramer, P. (2000). Defense mechanisms in psychology today: Further processes for
adaptation. American Psychologist, 55(6), 637-646

Anda mungkin juga menyukai