Anda di halaman 1dari 21

Proyektif Grafis (R)

Dosen Pengampu : Etik Darul Muslikah, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Disusun oleh :

Kelompok 10

Syarif Maulana 1512100286


Sofia Diana H.K 1512100290
Nadyah Wahyu E 1512100292
Wisnu Prima Atmaja 1512100277
Fendrian Achmad F 1512100301
Fitriani Rahma R 1512100284

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA

TAHUN 2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3

1.1 Latar Belakang............................................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 5

2.1 Definisi Proyeksi Menurut Para Ahli............................................................. 5

2.2 Konsep Apersepsi...........................................................................................7

2.3 Konsep Apersepsi Distorsi........................................................................... 10

2.4 Jenis Tes Proyektif....................................................................................... 14

BAB III PENUTUP............................................................................................... 19

3.1 Kesimpulan...................................................................................................19

3.2 Saran.............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 20

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Psikologi adalah ilmu yang berkaitan dengan pemahaman perilaku manusia, pola
pikir, dan berbagai aspek psikis lainnya. Salah satu konsep yang sangat penting
dalam bidang psikologi adalah proyeksi. Proyeksi merujuk pada mekanisme
pertahanan psikologis yang digunakan oleh individu untuk mengatasi perasaan,
pikiran, atau impuls yang sulit untuk diterima oleh diri mereka sendiri. Konsep ini
telah menjadi salah satu inti dalam teori-teori psikologis dan terus
diperbincangkan oleh para ahli psikologi.1

Proyeksi memiliki dampak yang signifikan dalam pemahaman berbagai aspek


psikologi, seperti personalitas, interaksi sosial, dan kesehatan mental. Oleh karena
itu, penting bagi para mahasiswa psikologi untuk memiliki pemahaman yang kuat
tentang konsep proyeksi ini. Selain itu, pemahaman yang mendalam mengenai
proyeksi akan membantu mahasiswa dalam menganalisis dan memahami perilaku
individu serta masalah psikologis yang mereka hadapi.

Dalam konteks ini, makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang
komprehensif mengenai proyeksi dalam psikologi. Makalah ini akan membahas
konsep dasar proyeksi, menjelaskan apa yang dimaksud dengan apersepsi, serta
menguraikan konsep apersepsi distorsi. Selain itu, makalah ini juga akan
mengulas berbagai jenis tes proyektif yang digunakan dalam bidang psikologi
untuk menggali lebih dalam tentang pemikiran dan perasaan individu.

Dengan memahami konsep proyeksi dan penerapannya dalam tes proyektif,


mahasiswa psikologi akan memiliki landasan yang kuat dalam memahami
perilaku manusia, mengidentifikasi potensi masalah psikologis, dan merancang
strategi intervensi yang sesuai. Dengan demikian, makalah ini diharapkan dapat
memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang proyeksi dalam psikologi,
yang akan menjadi dasar penting dalam pembelajaran dan praktik di bidang
psikologi.

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi proyeksi menurut berbagai ahli psikologi?
2. Bagaimana konsep apersepsi dijelaskan dalam bidang psikologi?
3. Bagaimana konsep apersepsi distorsi berhubungan dengan proyeksi dalam
konteks psikologi?
4. Apa saja jenis-jenis tes proyektif yang digunakan dalam psikologi?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Menganalisis berbagai definisi proyeksi yang dijelaskan oleh ahli-ahli
psikologi untuk memahami perbedaan pendekatan mereka terhadap
konsep ini.
2. Menguraikan konsep apersepsi dan menjelaskan bagaimana hal ini
berperan dalam pemahaman perilaku manusia serta kaitannya dengan
mekanisme proyeksi.
3. Menyelidiki konsep apersepsi distorsi dan mengidentifikasi bagaimana
perbedaannya dari apersepsi biasa serta implikasinya dalam pemahaman
proyeksi dalam konteks psikologi.
4. Mendokumentasikan berbagai jenis tes proyektif yang digunakan oleh
psikolog untuk menggali lebih dalam tentang pemikiran dan perasaan
individu serta menganalisis kegunaan dan aplikasi masing-masing tes
dalam penelitian dan praktik psikologi.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Proyeksi Menurut Para Ahli


Sigmund Freud pertama kali memperkenalkan gagasan mengenai mekanisme
pertahanan pada abad ke-19. Kemudian, putrinya, Anna, lebih lanjut
mendefinisikan mekanisme pertahanan sebagai sumber daya tak sadar yang ego
dapat gunakan untuk mengurangi stres internal seseorang. Freud mengungkapkan
bahwa kecemasan neurosis muncul ketika individu merasa ketidakselarasan antara
dorongan atau rangsangan seksual yang bawaan dan pemahaman mereka tentang
hal tersebut. Dalam konteks ini, kecemasan neurosis tampaknya berfungsi sebagai
cara untuk memproyeksikan perasaan ketidakselarasan ini ke lingkungan luar.
Orang belajar menggunakan mekanisme ini untuk melindungi diri dari konflik
internal mereka. Proyeksi adalah salah satu jenis mekanisme pertahanan. Ini
terjadi ketika seseorang memproyeksikan perasaan, perilaku, atau pikiran mereka
ke orang lain. Mereka biasanya melakukannya tanpa sadar.2

Proyeksi terjadi apabila seorang melemparkan sebagian dari suatu dalam


dirinya seperti perasaan, pikiran, dan sentimen kepada suatu di luar dirinya, yang
bisa berupa objek, subjek ataupun situasi (Bateman dan Holmes, 1995.)

Sigmund Freud menjelaskan bahwa proyeksi merupakan mekanisme


pertahanan yang digunakan untuk bertahan melawan dorongan yang mengganggu
(Costa, 2017). Dorongan yang mengganggu tersebut bisa berupa nafsu, agresif
atau dorongan yang tidak diterima lainnya oleh diri. Dorongan itu masih
terekspresikannya menggunakan cara yang tidak terlalu mengancam sekaligus
mengurangi kecemasan. Freud percaya bahwa sebenarnya mekanisme pertahanan
diri ini selalu beroprasi di dalam bawah sadar namun intensitasnya berfluktuasi
dan tidak dapat berhenti di dalam kepribadian. (Stoddard, 2003)

Menurut Healy, Bronner dan Brouer (dalam Abt dan Bellak, 1959)
mendefinisikan istilah proyeksi serupa dengan apa yang disampaikan oleh Freud
yaitu proses defensif di bawah kekuasaan prinsip kenikmatan. Ego akan

5
melampiaskan terus menerus dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan yang
tidak disadari ke dunia luar. Karena bila muncul dalam kesadaran akan menyakiti
dan membuat ego menjadi tercela. Untuk itu orang melakukan proyeksi.

Ada tiga jenis proyeksi :

1. Proyeksi Komplementer

Ini terjadi ketika seseorang mengasumsikan bahwa orang lain sudah


memiliki keyakinan yang sama dengan mereka.

2. Proyeksi Komplementari

Di sini, seseorang mengasumsikan bahwa orang lain memiliki tingkat


kemampuan yang sama dengan diri mereka.

3. Proyeksi Neurotik

Ini terjadi ketika seseorang menyerahkan perasaan atau emosi yang


tidak diinginkan kepada orang lain.

Dalam karya ilmiah berjudul "On The Defense Neuropsychoses" (1896), Freud
menyatakan bahwa proyeksi adalah sebuah proses pertahanan yang berasal dari
dorongan, perasaan, dan sentimen seseorang terhadap lingkungan luar atau orang
lain. Proses ini berfungsi sebagai mekanisme pertahanan yang memungkinkan
individu untuk tidak menyadari adanya fenomena yang tidak diinginkan tersebut
dalam diri mereka sendiri. Selain Freud, tokoh lain yang menggunakan istilah
proyeksi adalah Healy, Bronner , dan Bowers (1948), yang men-definisikan
proyeksi sebagai “Proses defensif di bawah pengaruh prinsip kesenangan (=
pleasure principle) yang mendorong harapan-harapan dan ide-ide yang tidak
disadari ke dunia luar, yang bila dibiarkan merembes keluar ke kesadaran akan
menyakitkan ego.

6
2.2 Konsep Apersepsi
Proses pembelajaran adalah salah satu komponen penting dalam lingkungan
sekolah yang melibatkan berbagai unsur, seperti tujuan, materi, metode, guru, dan
siswa. Keberhasilan pendidikan sangat bergantung pada kemampuan pelaksana
pendidikan, yaitu guru, dalam merancang dan melaksanakan tugas mereka dengan
baik, seperti memberikan pengajaran, menilai kinerja siswa, dan mengevaluasi
perkembangan mereka.

Selain itu, komunikasi yang efektif antara guru dan siswa adalah hal yang
penting dalam proses pembelajaran, baik di dalam maupun di luar kelas. Secara
khusus, dalam konteks pembelajaran di dalam kelas, sebelum menyampaikan
materi pelajaran, guru perlu memberikan rangsangan awal yang disebut sebagai
apersepsi. Ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa dan membuat mereka tertarik
terhadap materi yang akan diajarkan.

Meskipun pelaksanaan apersepsi dianggap penting untuk meningkatkan


kualitas pembelajaran, pada kenyataannya, di banyak sekolah, masih ada beberapa
kendala yang dihadapi. Beberapa masalah meliputi minimnya pemahaman guru
tentang bagaimana menyusun apersepsi, kurangnya variasi dalam pelaksanaan
apersepsi, dan kesulitan dalam menyesuaikan apersepsi dengan materi pelajaran
yang akan diajarkan. Kualitas pelaksanaan apersepsi ini memiliki dampak
langsung pada proses pembelajaran dan dapat mempengaruhi motivasi belajar
siswa.

Ketika guru mampu melaksanakan apersepsi dengan baik, maka proses


pembelajaran dapat berjalan dengan efektif, dan siswa akan lebih bersemangat
untuk belajar. Dengan demikian, peran guru dalam menyusun dan memberikan
apersepsi menjadi faktor kunci dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang
produktif dan memotivasi siswa untuk belajar. Apersepsi adalah suatu konsep
dalam proses pengajaran yang berkaitan dengan cara menghubungkan materi
pelajaran baru dengan pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman sebelumnya
yang dimiliki oleh siswa. Istilah ini berasal dari kata "apperception," yang
merujuk pada interpretasi pikiran, yakni menggabungkan dan mengasimilasi

7
pengamatan berdasarkan pengalaman yang telah ada, sehingga memungkinkan
pemahaman dan penafsiran yang lebih baik.

Tujuan utama dari penggunaan apersepsi adalah untuk mempersiapkan pikiran


siswa dan mengaktifkan pengetahuan yang sudah ada dalam diri mereka. Hal ini
bertujuan agar siswa dapat lebih mudah memahami dan mengaitkan informasi
baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam praktik
pengajaran, apersepsi dilakukan dengan memberikan pengenalan atau rangsangan
awal yang relevan dengan topik yang akan dipelajari. Melalui apersepsi, siswa
menjadi lebih siap untuk menghadapi materi pembelajaran baru dan dapat
membangun pemahaman yang lebih mendalam.

Selain itu, penerapan konsep apersepsi juga dapat meningkatkan keterlibatan


siswa dalam proses pembelajaran. Ini membantu siswa mengembangkan
pemahaman yang lebih baik serta kemampuan berpikir kritis, sehingga mereka
dapat merespons materi pelajaran dengan lebih efektif. Dengan demikian,
apersepsi menjadi salah satu strategi yang penting dalam mendukung proses
pembelajaran yang lebih efisien dan efektif.

Dalam bidang psikologi, konsep apersepsi merujuk pada proses di mana


individu menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan, pengalaman, dan
pemahaman sebelumnya. Ini adalah bagian penting dari cara individu memahami
dunia dan merespons informasi yang mereka terima. Apersepsi mengakui peran
pengalaman sebelumnya, subjektivitas, pengaruh emosi, motivasi, dan
perkembangan kognitif dalam proses pemahaman. Dalam psikologi, pemahaman
tentang apersepsi membantu kita memahami bagaimana individu merespons dunia
di sekitar mereka dan mengembangkan pemahaman mereka tentang situasi, serta
memproses informasi baru berdasarkan pengetahuan sebelumnya. Ini juga relevan
dalam pendidikan dan komunikasi interpersonal.

Menurut Dewey, untuk mempermudah pelaksanaan apersepsi terdapat


beberapa konsep sebagai berikut:

1. Pemberian deskripsi secara singkat dengan memberi informasi singkat

mengenai isi pelajaran yang akan diajarkan

8
2. Mengeksplorasi atau mengungkapkan kembali materi yang telah diberikan

dengan menanyakan seputar materi yang telah diberikan sebelumnya

3. Relevansi materi yang ditanyakan dengan materi yang akan diajarkan

4. Asosiasi atau penghubungan materi yang telah diajarkan dengan materi

yang akan diajarkan.

Setelah terdapat konsep yang dapat dilakukan, ada pula langkah-langkah


yang dapat dilakukan menurut Herbart. Menurut Herbart, sesuatu yang diketahui
digunakan untuk memahami sesuatu yang belum diketahui. Karena apersepsi
dapat mempengaruhi minat dan perhatian untuk sesuatu, Herbart menganjurkan
langkah-langkah sebagai berikut:

1. Kejelasan

Kejelasan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan guna


memperdalam pengertian. Dalam langkah ini guru cenderung lebih aktif
dalam memberi materi dan murid secara pasif menerima materi.

2. Asosiasi

Asosiasi dapat dilakukan dengan memberi kesempatan untuk


menghubungkan pengertian baru dengan pengalaman lama. Anak-anak
cenderung lebih aktif.

3. Sistem

Dalam langkah ini bahan baru ditempatkan dalam hubungannya dengan


hal-hal lain. Ini hanya mungkin, jika bahan itu telah dipahami sepenuhnya.

4. Metode

Langkah ini menunjukkan bahwa guru dapat memberikan tugas untuk


dikerjakan. Kemudin guru dapat memperbaiki dengan memberi petunjuk bila
perlu.

9
2.3 Konsep Apersepsi Distorsi
Distorsi appersepsi adalah fenomena di mana seseorang mengalami
penyimpangan dalam cara mereka memahami suatu stimulus. Hal ini terjadi
karena faktor-faktor internal seperti dorongan, kebutuhan, harapan, emosi,
memori, dan kerangka berpikir memengaruhi cara seseorang melihat dan
menginterpretasikan informasi. Dalam banyak kasus, seseorang mungkin tidak
menyadari bahwa mereka sedang memasukkan unsur subyektif ke dalam
pemahaman mereka tentang suatu situasi atau cerita. Distorsi appersepsi
seringkali terjadi ketika seseorang cenderung fokus pada aspek negatif dari diri
mereka sendiri karena situasi atau konteks tertentu.

Bentuk distorsi appersepsi dapat bervariasi dalam derajatnya, dan penggunaan


TAT dalam konteks klinis sering mengungkapkan berbagai tingkat distorsi
tersebut. Penting untuk diingat bahwa bentuk-bentuk distorsi ini tidak selalu
muncul dalam bentuk yang murni, dan seringkali berinteraksi satu sama lain.
Berikut beberapa bentuk distorsi appersepsi, mulai dari yang paling rendah hingga
yang paling tinggi dalam derajat distorsi :

1. Eksternalisasi

Istilah eksternalisasi merujuk pada fenomena yang biasanya digunakan dalam


konteks klinis untuk memudahkan deskripsi tentang suatu proses yang sering
terjadi. Ini dilakukan karena sulit untuk membuat seseorang menyadari proses-
proses yang terjadi dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu, kita menggunakan
stimulus terkait dengan hal yang ingin kita ketahui, dan kemudian meminta orang
tersebut untuk menceritakannya kepada orang lain (eksternalisasi). Proses
eksternalisasi ini terkait dengan pola gambaran yang direpres secara ringan, yang
memiliki efek keseluruhan yang mudah diingat. Ketika seseorang menghadapi
stimulus tertentu, kadang-kadang stimulus tersebut memicu kembali ingatan
terhadap sesuatu yang sebelumnya telah direpres.

Dalam bahasa psikoanalisis, kita mengatakan bahwa proses menceritakan suatu


kisah, seperti yang terjadi dalam tes TAT, termasuk dalam wilayah preconscious,
artinya proses ini tidak disadari saat muncul tetapi dapat dengan mudah diakses.

10
Misalnya, pada kartu gambar TAT nomor 5, seseorang mungkin menceritakan
kisah tentang seorang ibu yang marah pada anaknya karena lambat mengerjakan
PR. Saat ditanya lebih lanjut, mereka mungkin secara spontan mengakui bahwa
ini mencerminkan hubungan mereka dengan ibu mereka.

2. Sensitisasi

Sensitisasi adalah salah satu bentuk distorsi appersepsi yang dapat muncul
dalam berbagai contoh, dengan tingkat sensitivitas yang berbeda. Beberapa
contohnya termasuk:

a. Sensitivity Neurotic
Merupakan penciptaan persepsi tentang sesuatu yang mungkin tidak
muncul secara objektif. Misalnya, seorang anak yang selalu menganggap
bahwa dia pasti akan dimarahi oleh ibunya jika dia terlambat pulang
sekolah, meskipun sebenarnya tidak selalu terjadi demikian. Ini terjadi
karena anak tersebut memiliki kecenderungan untuk mengantisipasi
kemarahan meskipun situasinya tidak selalu sesuai dengan itu.
b. Objectivation
Bentuk ini mengacu pada persepsi yang lebih sensitif atau responsif
terhadap stimulus yang ada saat itu. Ini didasarkan pada asumsi bahwa
objek yang sesuai dengan pola atau pola yang sudah ada sebelumnya akan
lebih mudah dipahami daripada yang tidak sesuai. Misalnya, dalam
membaca, kata-kata yang sudah dikenal sebelumnya lebih mudah
dipahami karena mereka cocok dengan pola yang sudah ada.
c. Autistic Perception
Ini adalah penyesuaian realitas di mana ego mencari kepuasan
pengganti jika kepuasan yang sebenarnya tidak ada. Ini muncul ketika ego
meningkatkan efisiensi kognitifnya dalam merespons situasi darurat untuk
memenuhi kebutuhan. Ini terutama terjadi dalam upaya memenuhi
dorongan dasar yang sederhana, seperti kebutuhan akan makanan. Ketika
lapar, seseorang mungkin memikirkan makanan secara berlebihan, bahkan
hingga melihat atau mencium makanan lebih sering.
d. Mekanisme Mote-Beam

11
Menurut Ichheiser, ini menjelaskan distorsi persepsi sosial yang terjadi
dalam kelompok minoritas. Ini menggambarkan bagaimana seseorang
menyadari adanya sikap yang tidak diharapkan dalam kelompok minoritas,
meskipun mereka tidak menyadari bahwa sikap tersebut ada dalam diri
mereka sendiri. Ini terjadi karena seseorang tanpa sadar melakukan seleksi
dan distorsi appersepsi, termasuk sensitisasi kesadaran yang tidak disadari
dan adanya sifat dalam diri sendiri yang mungkin terlibat dalam berbagai
mekanisme pertahanan.

3. Simple Projection

Simple Projection bukanlah masalah klinis yang signifikan karena sering terjadi
dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat dijelaskan melalui contoh-contoh yang
diberikan.

4. Proyeksi

Proyeksi ini adalah apersepsi distorsi yang bertaraf tinggi derajatnya. Awalnya
proyeksi dikembangkan dengan psikoanalisa pada kelainan psikosis dan defense
neurotik tertentu. Pada proyeksi ini akan didapatkan perasaan dan sentimen yang
tidak disadari dan tidak diterima oleh ego. Perasaan tersebut dapat dipahami
ketika merasa “sadar” dengan teknik terapi.

 Beberapa kasus yang mengandung apersepsi distorsi :

1. Hipnosis

Hipnosis berawal dari penurunan fungsi persepsi subjek secara sedikit demi
sedikit dan di akhiri persepsi suara penghipnotis. Proses appersepsi ini sama
dengan ketika orang yang siap untuk tidur. Menurut teori Ferenczi tentang
hipnosa : Seorang penghipnosis mewakili image orang tua yang suatu saat akan
menidurkan anaknya atau menyuruhnya untuk tidur. Kepatuhan pada saat
dihipnotis menunjukan bahwa ingatan yang tidak disadari pengaruh dalam
mengontrol perilaku. Ingatan persepsi subjek pada penghipnotis apperceptively
distorts dengan stimulus yang muncul, contoh : bila subjek diminta untuk merasa
bahagia dan tertawa, lalu subjek mengingat situasi bahagia dan tertawa pada masa

12
lalu.

2. Gejala Massa

Menurut teori Freud : Tiap orang mengintroyeksi massa atau kelompok sebagai
faktor transitory ke dalam ego dan super ego. Apersepsi tentang massa ini
dipengaruhi yang sifatnya mengontrol melalui memori-memori. Contohnya :
Hukuman yang tanpa di adili.

3. Tranference

Keadaan tranference ini dianggap pada situasi yang dimana pasien distort
apersepsinya terhadap analisis dengan menguatkan image dulu tentang orang tua
dan figur yang penting dimasa awal hidupnya.

4. Intepretasi

Pada saat tahap intepretasi dalam terapi sebenarnya mengandung sejumlah


distorsi apersepi, yaitu penjelasan tentang adanya hubungan antara kejadian
peristiwa pada awal kehidupan dengan ingatan yang di persepsi.

13
2.4 Jenis Tes Proyektif
Tes projektif adalah suatu cara untuk mengevaluasi kepribadian dan aspek
mental lainnya dengan menggunakan stimulus yang ambigu dan tidak terstruktur.
Pendekatan ini didasarkan pada ide bahwa orang yang sedang dinilai cenderung
mengungkapkan pemikiran dan perasaan mereka melalui tes ketika materi yang
disajikan tidak jelas dan mendorong imajinasi mereka untuk aktif berpartisipasi
dalam prosesnya.

Metode penilaian seperti tes proyektif secara tradisional ditempatkan dalam


kerangka teori psikoanalitik, yang menganggap bahwa karakteristik kepribadian
adalah hal yang stabil dan sangat dipengaruhi oleh dorongan-dorongan tak sadar.
Namun, dalam psikoanalisis, ide tersebut tetap menyatakan bahwa isi dari
ketidaksadaran dapat diidentifikasi melalui berbagai prosedur.

Penting untuk dicatat bahwa dalam tes proyektif, responden dianggap tidak
mengetahui tujuan dari item-item yang mereka hadapi. Hal ini berarti bahwa tes
proyektif dianggap lebih sulit untuk dimanipulasi oleh responden dibandingkan
dengan metode evaluasi psikologis lainnya, terutama yang bergantung pada
laporan diri. Beberapa menggambarkan tes proyektif sebagai teknik evaluasi yang
menyembunyikan tujuannya.

Meskipun tes proyektif telah dikritik oleh psikolog dari berbagai orientasi
teoritis, terutama dari segi metodologis, penting untuk diakui bahwa penggunaan
tes proyektif selama bertahun-tahun telah menghasilkan tingkat sistematisasi yang
tinggi dalam banyak kasus, dengan tes Rorschach sebagai contoh yang paling
terkenal.

Namun, keefektifan tes proyektif telah diseriuskan dipertanyakan ketika dilihat


dari hasil meta-analisis yang telah dilakukan dalam konteks ini. Ada berbagai
jenis tes proyektif yang digunakan dalam evaluasi psikologis. Tes ini didasarkan
pada penggunaan rangsangan yang tidak terstruktur dan ambigu. Mereka
dirancang untuk mengungkapkan pemikiran, perasaan, dan kebutuhan yang
mungkin tidak terungkap dalam tes psikologis lainnya.

Jenis-jenis tes proyektif sebagai berikut :

14
1) Tes Rorschach

Dikembangkan oleh Hermann Rorschach pada tahun 1921, tes ini


menggunakan sepuluh lembar kertas berisi bintik-bintik tinta simetris yang
ambigu. Orang yang dievaluasi diminta untuk menjawab pertanyaan "Apa ini?"
untuk setiap lembar kertas. Interpretasi tes ini dapat mencakup analisis jumlah
tanggapan, frekuensi jawaban tertentu, dan dominasi konten tertentu. Ini dapat
memberikan wawasan tentang psikopatologi, seperti depresi. Tes Rorschach juga
dikenal dengan tes bercak tinta Rorschach, teknik Rorschach, atau tes bercak tinta)
adalah tes psikologi yang meminta subjek untuk menulis atau menyebutkan
gambar-gambar berupa bercak tinta (inkblot), dan kemudian dianalisis dengan
menggunakan interpretasi psikologis, algoritme kompleks, atau keduanya.
Beberapa psikolog menggunakan tes ini untuk mengetahui karakter dan emosional
seseorang. Tes Rorschach telah digunakan untuk mendeteksi masalah-masalah
psikologis seperti gangguan pikiran, terutama dalam kasus ketika pasien enggan
menyatakan proses berpikir mereka secara terbuka
2) Tes BAUM.

Psikotes "Baum Test" atau yang lebih dikenal dengan "Tree Test" adalah tes
kepribadian yang dikembangkan oleh Karl Koch yang kemudian dipublikasikan
pertama kali pada tahun 1959. Dalam tes ini, peserta tes diminta untuk
menggambar sebuah pohon. Perintah menggambar pohon ini bisa bervariasi.
Adakalanya diminta menggambar pohon tertentu seperti pohon apel, pohon
mangga, dll, pohon tanpa buah, pohon merambat, pohon besar, ataupun sebuah
pohon dengan kriteria yang diinginkan penguji. Namun, rata-rata peserta tes
dibebaskan untuk menggambar pohon apapun yang berbatang kayu dan memiliki
dahan. Gambar pohon yang dilarang biasanya dicantumkan dalam soal seperti
bambu, tebu, pisang, kelapa, dan semak/rerumputan. Fungsi dari tes ini adalah
untuk menilai karakter dan kepribadian seseorang. Hal ini dapat diketahui dari
bentuk gambar, kelengkapan gambar, kerapian, cara menggambar, dan dari aspek-
aspek lainnya.

3) Tes Apperception Tematik (T.A.T.)

15
Dikembangkan oleh Henry Murray, tes ini terdiri dari 31 lembar, di mana 20
lembar yang dipilih sesuai dengan jenis kelamin dan usia individu yang dievaluasi.
Gambar-gambar dalam tes ini lebih terstruktur daripada tes Rorschach dan
menggambarkan adegan yang berkaitan dengan tema seperti keluarga, ketakutan,
seks, atau kekerasan. Orang yang dievaluasi diminta untuk membuat cerita yang
mencakup masa lalu, masa kini, dan masa depan berdasarkan gambar tersebut.
Thematic Apperception Test atau yang lebih dikenal dengan TAT ini merupakan
tes proyeksi . Adapun pengertian dari Thematic itu sendiri adalah tekhnik untuk
menyelidiki dinamika kepribadian seseorang dalam intrelui penonal (dalam
lingkungannya ) sedangkan arti persepsi adalah proses yang mencakup semua
persepsi yang dipengaruhi oleh dorongan yang bersifat selektif clan personal atau
dengan kata lain pengamatan yang disadari . Adapun pengertian dari TAT itu
sendiri adalah : "Tekhnik untuk mengetahui dinamika kepribadian yang tampak
dalam appersepsi atau hubungan interpersonal ".Dengan menggunakan TAT dapat
diketahui tentang lingkungan seseorang.
4) Tes HTP
House Tree Preson (HTP) Test merupakan tes psikologi yang dikembangkan
oleh John Buck pada tahun 1948, yang kemudian dikembangkan lagi oleh Warren
1992. Tes ini meminta peserta tes untuk menggambar rumah, pohon dan orang
pada satu bidang kosong. Melalui tes ini didapatkan analisis tentang informasi
mengena karakteristik dan kepribadian dan alaisis hubungan dan interaksi dengan
orang lain, khususnya keluarga. Alasan ketiga objek yaitu rumah, pohon dan
orang digunakan sebagai analisis adalah bahwa ketiga objek tersebut paling
dikenal oleh diapapun dan hampir semua orang mampu menggambar ketiga objek
tersebut. Sementara ketiga objek ini dapat menstimulasi verbalisasi yang jujur dan
bebas.
5) Make-a-Picture-Story Test.

Hampir mirip dengan kedua tes di atas dan terdiri dari material yang
menggambarkan anak – anak dan hubungannya dengan semua figur termasuk
teman – temannya. Tes ini bermanfaat dalam mengungkap struktur sikap anak

16
terhadap orang dewasa dan temannya sekaligus juga mengevaluasi masalah yang
kemungkinan bisa timbul.

6) Tes Warteg
Psikotes gambar lainnya yang akan sering kamu jumpai saat proses rekrutmen
adalah tes Warteg. Menurut Gestalt Theory, tes ini diperkenalkan pertama kali
oleh oleh psikolog Austria-Jerman bernama Ehrig Wartegg antara tahun 1920-an
hingga tahun 1930-an. Berbeda dengan tes-tes gambar sebelumnya, pada tes
Wartegg kamu akan diberikan selembar kertas yang berisikan delapan kotak
dengan gambarnya masing-masing seperti berikut:

7) Tes Tematik Anak-Anak

Terdiri dari tes Blacky dan Pata Negra, yang dikembangkan oleh Gerald
Blum dan Louis Corman. Tes ini dirancang khusus untuk anak-anak dan
menggunakan gambar binatang (Blacky adalah anjing dan Pata Negra adalah
babi) sebagai stimulus untuk membicarakan diri mereka dan keluarga mereka.

8) Teknik Ekspresif atau Grafis

Dalam jenis teknik ini, individu yang dievaluasi diminta untuk menggambar
sesuatu berdasarkan instruksi dari evaluator. Contoh-contoh tes dalam
kategori ini termasuk Tes Rumah-Pohon-Orang (HTP) dari Buck, Tes Gambar
Orang dalam Hujan Abramson, Tes Gambar Keluarga Corman, Tes Gambar
Pohon Koch, dan Tes Gambar Sosok Manusia Machover.

9) Teknik-teknik Asosiatif

17
Dalam teknik ini, individu diminta untuk memberikan respons terhadap
stimulus tertentu. Contoh tes dalam kategori ini termasuk Tes Asosiasi Kata,
yang meminta individu untuk menghubungkan kata-kata yang diberikan
dengan kata pertama yang terlintas dalam pikiran mereka. Tes Kalimat Tidak
Lengkap adalah jenis tes lain yang meminta individu untuk melengkapi
kalimat-kalimat yang diberikan. Tes Desideratif atau Bestiary dari Zazzo,
misalnya, menganalisis ketakutan akan kematian dan mekanisme pertahanan
berdasarkan jawaban atas pertanyaan "Apa yang ingin Anda ubah jika Anda
berhenti memiliki bentuk manusia?"

Tes proyektif ini berfungsi sebagai alat yang dapat memberikan wawasan
mendalam tentang psikologi individu, meskipun kadang-kadang interpretasi tes
ini dapat menjadi subjektif dan kurang terstruktur dibandingkan dengan metode
evaluasi psikologis lainnya. Meskipun ada kritik terhadap penggunaan tes
proyektif, penggunaannya telah menghasilkan sistematisasi yang signifikan dalam
beberapa jenis tes ini. Namun, penting untuk tetap kritis dan berhati-hati dalam
menginterpretasikan hasil tes proyektif.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tes proyektif adalah alat yang digunakan dalam evaluasi psikologis untuk
mengungkapkan pemikiran, perasaan, dan kebutuhan yang mungkin tidak
terungkap dalam tes psikologis lainnya. Jenis-jenis tes proyektif melibatkan
penggunaan stimulus ambigu dan tidak terstruktur, seperti gambar atau kata-kata,
dan memungkinkan individu yang dievaluasi untuk meresponsnya dengan cara
yang mengungkapkan aspek-aspek tertentu dari kepribadian mereka. Interpretasi
hasil tes proyektif bisa subjektif dan memerlukan keahlian khusus. Selain itu,
keefektifan tes ini telah dipertanyakan dalam beberapa penelitian meta-analisis.
Oleh karena itu, dalam penggunaannya, perlu dilakukan dengan hati-hati dan
sebaiknya dikombinasikan dengan metode evaluasi psikologis lainnya untuk
memastikan hasil yang lebih akurat.

3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah bahwa profesional psikolog yang
menggunakan tes proyektif harus memiliki pelatihan yang memadai dalam
interpretasi dan analisis hasil tes ini. Selain itu, tes proyektif sebaiknya digunakan
sebagai bagian dari pendekatan evaluasi yang lebih komprehensif, yang mencakup
berbagai metode psikologis untuk memahami dengan lebih baik kepribadian dan
karakteristik mental individu yang dievaluasi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Diah, K., & Cahyaning, S. (2019). Pengantar Psikologi Proyektif. UMMPress.

Fadillah, F., & Tarigan, M. (2021). Uji Validitas Pada Tes Proyeksi Gambar
Berstimulus: The Doodle Test. Psikobuletin: Buletin Ilmiah Psikologi,
2(2), 104-117.

Jamaluddin, D., Ratnasih, T., Gunawan, H., & Paujiah, E. (2020). Pembelajaran
daring masa pandemik Covid-19 pada calon guru: hambatan, solusi dan
proyeksi. LP2M.

Nastiti, D. (2019). Psikologi Proyeksi (Pengantar Memahami Kepribadian Secara


Akurat). Umsida Press, 1-116.

PUTRA, L. P. S. S. (2011). PENGARUH DISTORSI KOGNITIF TERHADAP


PERILAKU BULLYING PADA REMAJA (Doctoral dissertation,
University of Muhammadiyah Malang).

Raganiz, A. A., & Sumaryati, S. (2021). Dimensi Etis Pelaksanaan Kursus Tes
Psikologis (Psikotes). Jurnal Filsafat Indonesia, 4(1), 65-71.

Satria, I., & Kusumah, R. G. T. (2019). Analisis Keterkaitan Motivasi Dan


Apersepsi Terhadap Hasil Belajar IPS. Indonesian Journal of Social
Science Education (IJSSE), 1(1), 114-123.

Saidah, K., Primasatya, N., Mukmin, B. A., & Damayanti, S. (2021). Sosialisasi
Peran Apersepsi untuk Meningkatkan Kesiapan Belajar Anak di Sanggar
Genius Yayasan Yatim Mandiri cabang Kediri. Dedikasi Nusantara: Jurnal
Pengabdian Masyarakat Pendidikan Dasar, 1(1), 10-16.

Lubis, R. (2008). TAT (Thematic Apperception Test).

Diah, K., & Cahyaning, S. (2019). Pengantar Psikologi Proyektif. UMMPress.


https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/6799/3/123911068_BAB%20II.pdf

20
Diah K , Cahyaning S. (2019), Pengantar Psikologi Proyektif. Penerbit
Universitas Muhammadiyah Malang.

Dra. Dwi Nastiti, Msi. (2019), Buku Ajar Mata Kuliah PSIKOLOGI
PROYEKSI (Pengantar Memahami Kepribadian Secara Akurat). Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo Jl. Mojopahit No 666B Sidoarjo, Jawa Timur.

21

Anda mungkin juga menyukai