Anda di halaman 1dari 105

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asfiksia Neonatorum adalah kegawat daruratan bayi baru lahir berupa
depresi pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi
(Varney, 2008). Disamping itu asfiksia neonatorum merupakan salah satu faktor
terpenting kematisn pada masa neonatal. World Health Organization (WHO)
memprakirakan 3% (3,6 Juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia dan
hampir 1 juta (27,8%) bayi ini meninggal. Di Indonesia dari seluruh kematian
bayi sebanyak 57% meninggal pada masa neonatal dengan penyebab kematian
neonatal di Indonesia adalah asfiksia neonatorum sebesar 27%, berat badan lahir
rendah (BBLR) 29. Selanjutnya menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa 78,5% dari kematian neonatal terjadi
pada umur 0-6 hari kehidupan dengan penyebab kematian utama adalah Asfiksia
Neonatorum 41%, diikuti oleh berat badan lahir rendah 22% dan infeksi sebesar
7% (SDKI, 2012; WHO, 2013)
Hingga saat ini Asfiksia Neonatorum masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang perlu mendapat perhatian khusus di Propinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT). Data dari Dinas Kesehatan Propinsi NTT melaporkan bahwa pada
tahun 2015 terjadi 909 kasus kematian nonatal. Dari seluruh kematian neonatal
tersebut kematian yang disebabkan oleh asfiksia neonatorum sebanyak 264 kasus
(29,1%). Kematian neonatal tertinggi di seluruh NTT antara lain Kabupaten
Manggarai sebanyak 87 kasus kematian yang disebabkan oleh Asfiksia
Neonatorum sebanyak 23 kasus (26,4%), sedangkan yang terendah di kabupaten
Sumba Tengah sebanyak 10 kasus dan kematian yang disebabkan oleh Asfiksia
Neonatorum sebanyak 4 kasus (40,0%).
Angka kejadian Asfiksia Neonatorum di Wilyah kerja Dinas Kesehatan
Kota Kupang terjadi kematian neonatal sebanyak 30 kasus, penyebab kematian
neonatus antara lain disebabkan oleh asfisia neonatorum sebanyak 10 kasus
(33,3%). Angka ini lebih tinggi dari angka rata-rata propinsi (29,1%). Perhatian

1
terhadap upaya penurunan kematian neonatal yang disebabkan oleh Asfiksia
Neonatorum menjadi penting karena menurut hasil SDKI tahun 2012 kematian
neonatal di Propinsi NTT memberi kontribusi terhadap 58% kematian bayi
(Dinkes Propinsi NTT, 2015)
Tingginya kasus kematian Asfiksia Neonatorum dapat diakibatkan oleh
kinerja yang kurang memadai hal ini disebabkan karena kurangnya motivasi diri
bidan untuk meningkatkan kinerja dalam penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum.
Menurut Sutrisno (2012) untuk dapat menghasilkan kinerja bidan yang baik bidan
harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan motivasi kerja yang baik
khususnya dalam penanganan Asfiksia Neonatorum yang memerlukan intervensi
segera guna meminimalkan morbiditas dan mortalitas pada masa neonatal.
Berdasarkan profil data pada Dinas Kesehatan Kota Kupang tahun 2016 jumlah
bidan di Wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang sebanyak 150 orang bidan.
Secara umum masalah yang ditemukan yakni masih banyak bidan yang belum
mengikuti pelatihan manajemen asfiksia neonatorum sebanyak 107 orang (71,3%)
dan yang sudah mengikuti pelatihan asfiksia neonatorum dan BBLR berjumlah 43
orang (28,7%). Dampak dari kurangnya pelatihan dapat mempengaruhi kinerja
bidan dalam penatalaksanaan asfiksia neonatorum dan BBLR.
Motivasi bidan untuk pelatihan mandiri manajemen asfiksia neonatorum
masih sangat kurang disebabkan karena selain tugas pokok sebagai bidan juga
merangkap tugas yang lain hal ini disebabkan karena masih terdapat kekurangan
tenaga dipuskesamas berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa bidan di
puskesmas. Alasan yang lain yakni bidan dipuskesmas masih sangat terbatas pada
poliklinik KIA. Rendahnya motivasi bidan dalam melakukan pelatihan mandiri
manajemen asfiksia maka dapat menyebabkan Kurangnya keterampilan
pelaksanaan langkah-langkah alur resusitasi asfiksia neonatorum merupakan hal
yang seringkali menjadi penyebab kematian neonatal karena terlambat mengambil
keputusan untuk merujuk, dan terlambat memberikan prosedur atau tindakan.
Untuk menghasilkan kinerja yang baik bidan harus memiliki pengetahuan,
keterampilan, motivasi kerja melalui ante natal care yang berkualitas dan lebih
khususnya dalam penanganan Asfiksia Neonatorum yang memerlukan intervensi

2
segera guna meminimalkan mortalitas dan morbiditas pada masa neonatal.Upaya
meningktakan kinerja salah satu faktor pendukung adalah pendidikan,
keterampilan, dan fasilitas kesehatan yang masih sangat terbatas di tempat
pelayanan pertama terutama di puskesmas masih sangat kurang yang akan
mempengaruhi kinerja petugas untuk melakukan praktek mandiri guna
meningkatkan keterampilan dan kemampuan bidan.
Berdasarkan data pada latar belakang penulis tertarik melakukan penelitian
mengenai “Analisis Faktor yang mempengaruhi kinerja bidan dalam penanganan
Asfiksia Neonatorum pada Puskesmas Rawat Inap di Wilayah Kerja Dinas
Kesehatan Kota Kupang”.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan data pada latar belakang dapat di identifikasi masalah yang
berhubungan dengan faktor yang mempengaruhi kinerja bidan dalam
penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum sebagai berikut:
1.2.1 Proporsi Kematian Neonatus akibat Asfiksia Neonatorum di Kota
Kupang tahun 2015 sebanyak 33,3% lebih tinggi dari nilai rata -
rata propinsi pada periode yang sama (29,1%) berdasarkan data
profil Dinas Kesehatan propinsi Nusa Tenggara Timur.
1.2.1. Proporsi Keterampilan dan pengetahuan bidan masih rendah
(28,7%) dalam penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum
1.2.2. Motivasi bidan untuk melakukan pelatihan mandiri manajemen
langkah-langkah resusitasi Asfiksia Neonatorum masih kurang.
1.2.3. Penelitian ini baru pertama kali dilakukan di Kota Kupang

1.3 Pembatasan Masalah


Penulis membatasi masalah penulisan ini pada analisis faktor kinerja bidan
dalam penanganan Asfiksia Neonatorum yang meliputi faktor internal bidan,
faktor organisasi yaitu kepemimpinan dan fasilitas penanganan Asfiksia
Neonatorum pada saat proses persalinan. Kinerja bidan dalam penanganan

3
Asfiksia Neonatorum dapat dinilai berdasarkan standar asuhan praktek kebidanan
dalam penanganan Asfiksia Neonatorum.

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka
penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut “Faktor
apa saja yang berhubungan dengan kinerja bidan dalam penanganan Asfiksia
Neonatorum pada puskesmas rawat inap diwilayah kerja Dinas Kesehatan Kota
Kupang?”.

1.5 Tujuan Penelitian


1.5.1 Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengalisis faktor yang
mempengaruhi kinerja bidan dalam penanganan Asfiksia
Neonatorum pada Puskesmas Rawat Inap pada wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kota Kupang.

1.5.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan faktor individu bidan (masa kerja, umur,
ketrampilan, pendidikan), faktor psikologi (motivasi), faktor
organisasi (supervisi, sistem penghargaan, fasilitas) terhadap
kinerja bidan dalam penanganan Asfiksia Neonatorum pada
puskesmas rawat inap PONED di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kota Kupang.
2. Menganalisis hubungan faktor individu (masa kerja, umur,
ketrampilan, pendidikan), faktor psikologi (motivasi), faktor
organisasi (supervise, sistim penghargaan, fasilitas) terhadap
kinerja bidan dalam penanganan Asfiksia Neonatorum pada
puskesmas rawat inap PONED di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kota Kupang.

4
3. Menganalisis faktor yang paling dominan terhadap kinerja bidan
dalam penanganan Asfiksia Neonatorum pada puskesmas rawat
inap PONED di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang.

1.6.1. Manfaat Penelitian


1.6.1. Manfaat Secara Teori
Diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan dapat
berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia Pendidikan
sekaligus sebagai referensi dalam mengembangkan kemampuan
untuk penanganan kasus asfiksia neonatorum ditinjau dari sudut
pandang kinerja petugas pelaksana asuhan asfiksia neonatorum.
1.6.2. Manfaat Secara Praktis
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi didunia perguruan tinggi dan sebagai
evidancebased kinerja bidan yang berkompeten dalam
penanganan asfiksia neonatorum.
2. Bagi Dinas kesehatan kota kupang
Sebagai bahan masukan bagi Pengambil Keputusan atau
Pembuat kebijakan untuk perencanaan pengembangan kedepan
serta dapat mempertimbangkan dalam penilaian kinerja bidan
sebagai pelaksana asuhan bayi baru lahir dengan asfiksia
neonatorum.
3. Bagi Puskesmas
Sebagai bahan evaluasi kinerja bidan dalam penanganan asfiksia
neonatorum.
4. Bagi Bidan
Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas
bidan dalam penanganan asfiksia neonatorum di puskesmas
rawat inap PONED

5
5. Bagi Peneliti
Menambah wawasan penulis mengenai wacana nilai kinerja
bidan khususnya untuk selanjutnya dijadikan sebagai acuan
dalam penanganan asfiksia neonatorum.
6. Bagi peneliti lain
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau
dikembangkan lebih lanjut, serta sebagai referensi terhadap
penelitian yang sejenis.

6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Kepustakaan

2.1.1. Konsep Kinerja

2.1.1.1. Pengertian

Kinerja merupakan catatan keluaran hasil pada suatu jabatan atau seluruh
aktivitas kerja juga merupakan kombinasi antara kemampuan dan usaha untuk
menghasilkan kinerja yang baik. Seseorang yang memiliki kemampuan, kemauan,
usaha serta dukungan dari lingkungan. Kemauan dan usaha akan menghasilkan
motivasi kemudian setelah ada motivasi seseorang akan menampilkan perilaku
untuk bekerja.
Menurut Mangkunegara (2009) Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya
berdasarkan tingkat keberhasilan suatu kinerja meliputi aspek kuantitatif dan
kualitatif.
Menurut Robbins (2007) kinerja adalah hasil evaluasi terhadap pekerjaan
yang dilakukan oleh karyawan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. Kinerja merupakan catatan keluaran hasil pada suatu fungsi jabatan
atau seluruh aktivitas dalam suatu periode atau waktu tertentu.
Dessler (2009) kinerja atau prestasi karyawan adalah prestasi aktual
karyawan dibanding dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi
kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan
sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan
dengan standar yang dibuat.
Kinerja adalah suatu keadaan yang berkaitan dengan keberhasilan
organisasi dalam menjalankan misi yang dimilikinya yang dapat diukur dari
tingkat produktivitas, kualitas layanan, responsivitas, responsibilitas, dan

7
akuntabilitas. Pengembangan manajemen kinerja (PMK) bidan adalah suatu upaya
peningkatan kemampuan manajerial adan kinerja bidan disaranan pelayanan
kesehatan untuk mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu.
Manajemen kinerja adalah usaha yang berkaitan dengan kegiatan atau
program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi untuk
merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan karyawan. Secara teknis
program ini memang harus dimulai dengan menetapkan tujuan dan sasarannya
yang akan menjadi obyek adalah kinerja daripada manusia itu sendiri maka bentuk
yang paling umum adalah kinerja dalam bentuk produktivitas sumber daya
manusia.
Kinerja adalah proses pencapaian tugas yang diberikan kepada seseorang
dan hasil yang dicapai seseorang dalam melakukan tugas spesifik atau aktivitas
dalam suatu periode atau waktu tertentu. Perilaku seseorang akan menentukan
hasil kerjanya (Robbins, 2006). Kinerja merupakan catatan keluaran hasil pada
suatu fungsi jabatan atau seluruh aktifitas kerja dalam periode tertentu. Kinerja
juga merupakan kombinasi antara kemampuan dan usaha untuk menghasilkan apa
yang dikerjakan. Untuk menghasilkan kinerja yang baik seseorang memiliki
kemampuan, kemauan, usaha serta dukungan dari lingkungan. Kemauan dan
usaha akan menghasilkan motivasi kemudian setelah ada motivasi seseorang akan
menampilkan perilaku untuk bekerja.
Kinerja adalah kelakuan atau kegiatan yang berhubungan dengan tujuan
organisasi, dimana organisasi tersebut merupakan keputusan dari pimpinan.
Dikatakan bahwa kinerja bukan outcome, konsekuensi atau hasil dari perilaku
atau perbuatan. Tetapi kinerja adalah perbuatan atau aksi itu sendiri, disamping itu
kinerja adalah multidimensi sehingga untuk beberapa pekerjaan spesifik
mempunyai beberapa bentuk komponen kerja yang di buat dalam batas hubungan
variasi dengan variable lain. Kinerja dengan prestasi kerja yaitu proses melalui
organisasi yang mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kinerja
adalah hasil yang dicapai karyawan dalam melaksanakan sesuatu pekerjan dalam
sutau organisasi. Penampilan kerja atau sebagai bagian dari profisiensi kerja
adalah menyangkut apa yang dihasilkan seseorang dari perilaku kerja. Tingkat

8
sejauh mana seseorang berhasil menyelesaikan tugasnya disebut profesi Individu
di tingkat prestasi kerja disebut produktif, sedangkan prestasi kerjanya tidak
mencapai standar disebut tidak produktif.

2.1.2. Tujuan Kinerja


1. Untuk perbaikan hasil kinerja pegawai baik secara kualitas ataupun
kuantitas.
2. Memberikan pengetahuan baru dimana akan membantu pegawai dalam
pemecahan masalah yang kompleks dengan serangkaian aktifitas yang
terbatas dan teratur, melalui tugas sesuai tanggung jawab yang
diberikan organisasi.
3. Memperbaiki hubungan antar personal pegawai dalam aktivitas kerja
dalam organisasi.
2.1.3. Model Teori Kinerja
Untuk mengetahui faktor yan mempengaruhi kinerja personal, dilakukan
kajian terhadap teori kerja. Secara teori ada tiga kelompok variabel yang
mempengaruhi perilaku atau kinerja yaitu: variabel individu, variabel organisasi
dan variable psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi
perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja personal. Perilaku
yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas
pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran atau suatu jabatan atau
tugas.
Menurut model atau teori (Gibson at al., 2006) menyampaikan model teori
kinerja dan melakukan analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi
perilaku dan kinerja adalah individu, perilaku, psikologi dan organisasi. Variabel
individu terdiri dari; kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografi.
Kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
kinerja individu. Variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada
perilaku dan kinerja individu, variabel psikologis terdiri dari persepsi, sikap,
kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel banyak dipengaruhi oleh keluarga,
tingkat social, pengalaman kerja sebelumnya. Variabel psikologis seperti sikap,

9
kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks, sulit diukur dan sukar
mencapai kesepakatan tentang pengertian dari variabel, karena secara individu
masuk dan bergabung dengan organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang
budaya dan keterampilan yang berbeda satu dengan lainnya. Model atau Teori
Kinerja Gibson menyampaikan model teori kinerja, meliputi :
1. Variabel individu dikelompokan pada sub variabel kemampuan dan
keterampilan, latar belakang dan demografis merupakan faktor utama
yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu.
2. Variabel psikologi terdiri dari sub variabel persepsi, sikap, kepribadian,
belajar dan motivasi. Variabel ini dipengaruhi oleh keluarga, tingkat
sosial pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.
3. Variabel organisasi, mempunyai efek tidak langsung terhadap perilaku
dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam sub
variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain
pekerjaan. Sub Variabel imbalan akan berpengaruh untuk meningkatkan
motivasi kerja yang pada akhirnya secara langsung akan meningkatkan
kinerja individu.
Kinerja dari Gibson Adapun uraian dari masing-masing Sub Variabel dari
kerangka model, antara lain:
a. Sub Variabel :
Keterampilan dan Kemampuan Fisik serta Mental Pemahaman tentang
keterampilan dan kemampuan diartikan sebagai suatu tingkat pencapaian individu
terhadap upaya untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan efisien.
Pemahaman dan keterampilan dalam bekerja merupakan suatu totalitas diri
pekerja baik secara fisik maupun mental dalam menghadapi pekerjaannya.
Keterampilan fisik didapatkan dari belajar dengan meningkatkan skill dalam
bekerja. Keterampilan ini dapat diperoleh dengan cara pendidikan formal dalam
bentuk pendidikan terlembaga maupun informal, dalam bentuk bimbingan dalam
bekerja, media-media pengembangan keterampilan ini dapat dilakukan dalam
bentuk training.

10
Variabel Individu
1. Kemampuan dan keterampilan: fisik dan mental
2. Latar Belakang: keluarga, tingkat sosial, dan pengalaman
3. Demografis: umur, etnis, dan jenis kelamin
Variabel Organisasi:
1. Sumber daya
2. Kepemimpinan
3. Imbalan
4. Struktur Desain pekerjaan
5. Supervisi
6. Rekan kerja
Variabel Psikologis:
1. Persepsi
2. Sikap
3. Kepribadian
4. Belajar
5. Motivasi

a. Sub Variable Individu, Kemampuan


Perilaku Individu (Apa yang Dikerjakan) Kinerja (Hasil yang Diharapkan)
diartikan sebagai kemampuan berfikir pekerja kearah bagaimana seseorang
bekerja secara matang (matur) dalam menghadapi permasalahan pekerjaan yang
ada. Tingkat pematangan mental pekerja sangat dipengaruhi nilai-nilai yang ada
dalam diri individu. Nilai–nilai ini berkembang dalam diri individu didapatkan
dari hasil proses beiajar terhadap lingkungannya dan keluarga pada khususnya.
b. Sub Variabel Latar Belakang:
Keluarga, Tingkat Sosial dan Pengalaman. Sebuah unit interaksi yang
utama dalam mempengaruhi karakteristik individu adalah organisasi keluarga.
Hal demikian karena keluarga berperan dan berfungsi sebagai pembentukan
sistem nilai yang akan dianut oleh masing–masing anggota keluarga. Dalam hal
tersebut keluarga mengajarkan bagaimana untuk mencapai hidup dan apa yang

11
seharusnya kita lakukan untuk menghadapi hidup. Hasil proses interaksi yang
lama dengan anggota keluarga menjadikan pengalaman dalam diri anggota
keluarga.

c. Sub Variabel Demografis:


Umur, Jenis Kelamin dan Etnis. Hasil kemampuan dan keterampilan
seseorang sering kali dihubungkan dengan umur, sehingga semakin lama umur
seseorang maka pemahaman terhadap masalah lebih dewasa dalam bertindak. Hal
umur juga berpengaruh terhadap produktivitas dalam bekerja. Tingkat
pematangan seseorang yang didapat dari bekerja sering kali berhubungan dengan
penambahan umur. Disisi lain pertambanan umur seseorang akan mempengaruhi
kondisi fisik seseorang. Etnis diartikan sebagai sebuah kelompok masyarakat yang
mempunyai ciri-ciri dan karakter yang khusus. Biasanya kelompok ini
mempunyai sebuah peradaban tersendiri sebagai bagian dari cara berinteraksi
dengan masyarakatnya, Masyarakat sebagai bagian dari pembentukan nilai dan
karakter individu.
Maka pada budaya tertentu mempunyai sebuah peradaban yang nantinya
akan mempengaruhi dan membentuk sistem nilai seseorang. Pengaruh jenis
kelamin dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang akan
dikerjakan. Pada pekerjaan yang bersifat khusus misalnya mencangkul dan
mengecor tembok maka jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
kerja. Akan tetapi pada pekerjaan yang pada umumnya dapat dikerjakan semua
orang maka jenis kelamin tidak memberikan pengaruh terhadap hasil kerja. Ada
pekerjaan yang secara umum lebih baik dikerjakan oleh laki-laki akan tetapi
pemberian keterampilan yang cukup memadai pada wanitapun mendapatkan hasil
pekerjaan yang cukup memuaskan. Ada sisi lain yang positif dalam karakter
wanita yaitu ketaan dan kepatuhan dalam bekerja. Hal ini mempengaruhi kinerja
secara personal.

12
d. Sub Variabel Persepsi.
Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu
mengorganisasikan dan menginterpretasikan impresi sensori-nya supaya dapat
memberikan arti kepada lingkungan sekitarya. Meskipun persepsi sangat
dipengaruhi oleh pengobyekan indra maka dalam proses ini dapat terjadi
penyaringan kognitif atau terjadi modifikasi data. Persepsi diri dalam bekerja
mempengaruhi sejauh mana pekerjaan tersebut memberikan tingkat kepuasan
dalam dirinya.
e. Sub Variabel Sikap dan Kepribadian
Merupakan sebuah itikat dalam diri seseorang untuk tidak melakukan atau
melakukan pekerjaan tersebut sebagai bagian dan aktivitas yang menyenangkan.
Sikap yang baik adalah sikap dimana dia mau mengerjakan pekerjaan tersebut
tanpa terbebani oleh sesuatu hal yang menjadi konflik internal. Ambivalensi
sering kali muncul ketika konflik internal psikologis ini muncul. Perilaku bekerja
seseorang sangat dipengaruhi oleh sikap dalam bekerja. Sedangkan sikap
seseorang dalam memberikan respon terhadap masalah dipengaruhi oleh
kepribadian seseorang. Kepribadian ini dibentuk sejak lahir dan berkembang
sampai dewasa. Kepribadian seseorang sulit dirubah karena elemen kepribadian
(id, ego, superego) dibangun dari hasil bagaimana dia belajar saat dikandungan
sampai dewasa. Dalam hubungannya dengan bekerja dan bagaimana seseorang
berpenampilan diri terhadap lingkungan, maka seseorang berperilaku. Perilaku ini
dapat dirubah dengan meningkatkan pengetahuan dan memahami sikap yang
positif dalam bekerja (asertifness).

f. Sub Variabel Belajar.


Belajar dibutuhkan seseorang untuk mencapai tingkat kematangan diri.
Kemampuan diri untuk mengembangkan kreativitas dalam bekerja sangat
dipengaruhi oleh usaha belajar. Maka belajar merupakan sebuah upaya ingin
mengetahui dan bagaimana harus berbuat terhadap apa yang akan dikerjakan.
Proses belajar dapat dilakukan oleh pekerja pada saat mengerjakan pekerjaan.

13
g. Sub Variabel Struktur dan Desain Pekerjaan.
Merupakan daftar uraian pekerjaan mengenai kewajiban-kewajiban
pekerja dan mencakup kualifikasi artinya merinci pendidikan dan pengalaman
minimal yang diperlukan bagi seorang pekerja untuk melaksanakan kewajiban
dari kedudukannya secara memuaskan. Desain pekerjaan yang baik akan
mempengaruhi pencapaian kerja seseorang Menurut Handoko, faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi kerja karyawan yaitu: motivasi, kepuasan kerja, tingkat
stress, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi. Desain pekerjaan, aspek
ekonomi, teknis dan perilaku karyawan. Selain itu pula kinerja seseorang
karyawan juga dipengaruhi oleh dukungan organisasi, kemampuan dan
keterampilan individu.
Kinerja juga dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor sebagai berikut:
Sistem kompensasi, interaksi sosial antar organisasi dan supervisi. Tinggi
rendahnya kinerja seorang pegawai ditentukan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhinya baik secara langsung ataupun tidak langsung. Anwar Prabu
Mangkunegara (2009) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pencapaian
kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).
2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Mangkunegara (2009) Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan


kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor antara lain:

Ad. 1. Faktor Kemampuan (ability)


Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + Skill). Artinya, pegawai yang
memiliki IQ rata-rata (IQ 110–120) dengan pendidikan yang memadai untuk
jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka ia
akan lebih mudah mencapai prestasi kerja yang diharapkan. Oleh karena itu,
pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the
right man on the right place, the right man on the right job).

14
Ad. 2. Faktor Motivasi (motivation)
Motivasi diartikan sebagai suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan
terhadap situasi kerja dilingkungan organisasi. Situasi kerja yang dimaksud
mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, kebijakan pimpinan, pola
kepemimpinan kerja, dan kondisi kerja.
Sendow (2007) ada 6 kriteria pokok untuk mengukur kinerja pegawai
sebagai berikut:
1. Kualitas Kerja/Quality of work. Merupakan tingkat sejauh mana suatu
proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau
mendekati tujuan yang diharapkan. Kualitas kerja adalah kualitas kerja
yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya
yang tinggi pada gilirannya akan melahirkan penghargaan dan
kemajuan serta perkembangan organisasi melalui peningkatan
pengetahuan dan keterampilan secara sistematis sesuai tuntutan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang pesat.
2. Kuantitas /Quantity yaitu jumlah kegiatan yang dihasilkan atau
terselesaikan.
3. Waktu /Timelines tingkat sejauh mana penggunaan kegiatan
diselesaikan pada waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan
koordinasi output serta waktu yang tersedia untuk kegiatan tersebut.
Ketepatan waktu yaitu berkaitan dengan sesuai atau tidaknya waktu
penyelesaian pekerjaan dengan target waktu yang direncanakan. Setiap
pekerjaan diusahakan untuk selesai sesuai dengan rencana agar tidak
mengganggu pada pekerjaan yang lain.
4. Sumber daya organisasi (Cost ecffectveness) sejauhmana tingkat
penggunaan sumberdaya organisasi yang dimaksimalkan untuk
mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit
penggunaan sumberdaya.
5. Pengawasan (need for supervision) sejauhmana seseorang pekerja
dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan

15
pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang
diinginkan.
6. Interpersonal impact sejauh mana karyawan memelihara harga diri
dengan baik dan kerja sama dengan rekan kerja dan bawahan.

Faktor- Faktor yang mempengaruhi Kinerja menurut Gibson (2009 )yaitu


antara lain:
1. Faktor Individu
 Masa Kerja
Masa kerja adalah kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja
disuatu tempat (Tarwaka,2010). Masa kerja merupakan salah satu alat yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang, dengan melihat masa kerjanya bisa dapat
mengetahui telah berapa lama seseorang bekerja serta berkaitan erat dengan
pengalaman-pengalaman yang telah didapat selama menjalankan tugas.
Mangkunegara (2007) masa kerja merupakan lama seseorang berada
dalam pekerjaan meskipun prestasi kerja seseorang itu bisa ditelusuri dari prestasi
kerja sebelumnya, tetapi sampai saat ini belum dapat diambil kesimpulan yang
meyakinkan hasil riset menunjukkan bahwa suatu hubungan yang positif antara
senioritas dan produktivitas pekerjaan. Masa kerja yang diekspresikan sebagai
pengalaman kerja, tampaknya menjadi perihal yang baik terhadap produktivitas
karyawan. Studi juga menunjukkan bahwa senioritas berkaitan negatif dengan
kemangkiran. Masa kerja berhubungan negatif dengan keluar masuknya karyawan
dan sebagai salah satu peramal tunggal paling baik tentang keluar masuknya
karyawan.

Hasibuan (2010) masa kerja adalah lamanya kerja dalam perusahaan .


Masa kerja dapat dilihat dari berapa lama tenaga kerja mengabdikan dirinya untuk
perusahaan dan bagaimana hubungan antara perusahaan dengan tenaga kerjanya.
Menurut (Setyaningsih, 2007) masa kerja sering juga disebut senioritas adalah
sejumlah masa bekerja karyawan secara terus menerus dalam suatu organisasi.

16
 Keterampilan atau Pelatihan
Keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti cakap, mampu, dan
cekatan. Iverson (2001) mengatakan keterampilan membutuhkan pelatihan dan
kemampuan dasar yang dimiliki setiap orang dapat lebih membantu menghasilkan
sesuatu yang lebih bernilai dengan lebih cepat. Robbinson (2000) mengatakan
keterampilan dibagi menjadi 4 kategori yaitu:
 Basic Literacy Skill : Keahlian dasar yang sudah pasti harus
dimiliki oleh setiap orang seperti membaca, menulis, berhitung
serta mendengarkan.
 Technical Skill: Keahlian secara teknis yang dapat melalui
pembelajaran dalam bidang teknik seperti mengoperasikan
computer dan alat digital lainnya.
 Interpersonal Skill : Keahlian seseorang dalam memecahkan
masalah dengan menggunakan logika atau perasaannya.
 Problema Solving : Keahlian seseorang dalam memecahkan
masalah dengan menggunakan logika atau perasaanya.
Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan menurut Notoadmodjo
(2007) yang mengatakan bahwa keterampilan merupakan aplikasi dari
pengetahuan sehingga tingkat keterampilan seseorang berkaitan dengan tingkat
pengetahuan. Pengetahuan dipengaruhi oleh:
a. Tingkat Pendidikan.
Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pengetahuan yang
dimiliki sehingga seseorang akan lebih mudah dalam menerima dan
menyerap hal-hal baru tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Wardoyo (2012) mengatakan terdapat pengaruh yang cukup kuat antara
tingkat pendidikan dan pengetahuan dengan keterampilan sesorang tentang
petolongan pertama pada suatu masalah.

17
b. Umur
Ketika umur seseorang bertambah maka akan terjadi perubahan pada fisik
dan psikologi sesorang. Semakin cukup umur seseorang akan semakin
matang dan dewasa dalam berpikir dan bekerja.

c. Pengalaman
Pengalaman dapat dijadikan sebagai dasar untuk menadi lebih baik dari
sebelumnya dan sebagai sumber pengetahuan untuk memperoleh sesuatu
kebenaran. Pengalaman yang pernah didapat seseorang akan
mempengaruhi kematangan seseorang dalam berpikir dalam melakukan
sesuatu hal. Semakin lama seseorang bekerja pada suatu pekerjaan yang
ditekuni maka akan semakin berpengalaman dan keterampilan kerja akan
semakin baik. Sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
ketrmpilan secara langsung yaitu:
 Motivasi
Merupakan sesuatu yang membangkitkan keinginan dalam diri
seseorang untuk melakukan berbagai tindakan. Motivasi inilah yang
mendorong seseorang bisa melakukan tindakan sesuai prosedur yang
sudah diajarkan.
 Pengalaman
Merupakan suatu hal yang memperkuat kemampuan seseorang dalam
melakukan sebuah tindakan (keterampilan). Pengalaman membangun
seseorang untuk melakukan tindakan- tindakan dimasa lampaunya.
 Keahlian
Keahlian yang dimiliki seseorang akan membuat terampil dalam
melakukan akan membuat seseorang mampu melakukan sesuatu sesuai
dengan yang sudah diajarkan.
 Pelatihan
Pelatihan adalah upaya untuk meningkatkan pengetahuan seseorang
termasuk bidan agar mempunyai kecerdasan tertentu. Pengertian lain
dari pelatihan adalah suatu perubahan pengertian dan pengetahuan atau

18
keterampilan yang dapat diukur. Berdasarkan definisi tersebut dapat
diketahui bahwa aktivitas pelatihan harus mempunyai tujuan dan
metode untuk mengawasi apakah tujuan telah tercapai, sehingga akan
terlihat perubahan sikap, perilaku, dan pengetahuan.
Tujuan dilakukan pelatihan terutama untuk memperbaiki efektifitas
pegawai dalam mencapai hasil yang telah ditetapkan, dapat dicapai
dengan cara pengembangan. Pelatihan diselenggarakan dengan maksud
untuk memperbaiki penguasaan keterampilan dan teknik-teknik
pelaksanaan pekerjaan tertentu, terinci, dan rutin, sedangkan
pengembangan mempunyai ruang lingkup lebih luas dalam
pengembangan terdapat peningkatan. Latihan akan membentuk dasar
dengan menambah keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan
untuk memperbaiki prestasi dalam jabatan sekarang atau
mengembangkan potensinya untuk masa yang akan datang. Pelatihan
mampu mengubah keadaan sehingga menjadi menguntungkan,
misalnya dengan pelatihan seseorang dapat melakukan hal-hal yang
belum bisa dilakukan atau melakukan perubahan tanggung jawab.
Pelatihan diberikan untuk mempersiapkan karyawan baru tentang
kegiatan yang akan dilaksanakan dan meningkatkan keahlian karyawan
lama.

 Pendidikan
Pendidikan berasal dari bahasa Inggris education. Pendidikan
menurut Ki Hajar Dewantara adalah merupakan proses pembudayaan suatu
usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi-generasi baru dalam
masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi dengan maksud
memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju kearah
keluhuran hidup kemanusiaan. kecakapan-kecakapan fundamental secara
intelektual dan emosional kearah alam dan manusia. Dalam undang-undang
Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (SISDIKNAS). Purwanto (2007) memberikan batasan umum

19
bahwa: Pendidikan adalah pengalaman yang dengan pengalaman itu,
seseorang atau kelompok orang dapat memahami seseuatu yang
sebelumnya tidak mereka pahami. Pengalaman itu terjadi karena ada
interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungannya. Interaksi
itu menimbulkan proses perubahan (belajar) pada manusia dan selanjutnya
proses perubahan itu menghasilkan perkembangan (development) bagi
kehidupan seseorang atau kelompok dalam lingkungannya.
Menurut kamus besar Bahasa, Pendidikan sangat mempengaruhi
kemampuan dari seseorang terutama untuk pekerjaan yang membutuhkan
keahlian dan keterampilan khusus. Berawal dari kondisi-kondisi aktual dari
individu yang belajar dan lingkungan belajarnya. Pendidikan adalah
normatif, artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal- hal yang baik atau
norma-norma yang baik dan merupakan suatu proses pencapaian tujuan,
artinya pendidikan berupa serangkaian kegiatan bermula dari kondisi-
kondisi aktual dan individu yang belajar, tertuju pada pencapaian individu.

 Umur
Umur dan kategor menurut Depkes usia kronologis adalah perhitungan
usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai dengan waktu
perhitungan usia. Usia mental adalah perhitungan usia yang didaptakan dari
taraf kemampuan mental seseorang menurut WHO
Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan
suatu benda atau makluk baik yang hidup maupun yang mati Dep. Kes. RI.
(2009)
Jenis perhitungan umur atau usia;
 Usia kronologis adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat
kelahiran seseorang sampai dengan waktu perhitungan usia
 Usia mental adalah perhitungan usia yang didapat dari taraf
kemampuan mental seseorang.
 Usia biologis adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan
biologis yang dimiliki seseorang

20
Kriteria baru kelompok usia menurut WHO di Jenewa (2017) tentang kualitas
kesehatan dan harapan hidup rata-rata manusia diseluruh dunia menetapkan
kriteria baru kelompok usia yang membagi kehidupan manusia kedalam lima
kelompok sebagai berikut;

 Usia 0-17 tahun : anak-anak dibawah umur


 Usia 18-65 tahun : pemuda
 66-79 tahun : setengah baya
 80-99 tahun : orang tua
 100 tahun ke atas : orang tua berusia panjang.

2. Faktor Psikologis
Motivasi
Motivasi merupakan hasil interaksi antara individu dan situasinya,
setiap manusia mempunyai motivasi yang berbeda antara yang satu dengan
yang lain dan dirumuskan sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran dan
berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam
mengejar sesuai tujuan berkaitan erat dengan kinerja dan kepuasan kerja.
Dalam perilaku organisasi motivasi merupakan kemauan yang kuat untuk
berusaha ke tingkat yang lebih tinggi atau lebih baik untuk mencapai tujuan
organisasi, tanpa mengabaikan komampuan untuk memperoleh kepuasan
dalam pemenuhan kebutuhan pribadi.

3. Faktor Organisasi
 Supervisi
Supervisi adalah suatu proses kemudahan sumber-sumber yang
diperlukan staf untuk menyelesaikan tugastugasnya. Departemen Kesehatan Rl
mendefinisikan pengertian supervisi sebagai suatu kegiatan pembinaan,
bimbingan, atau pengawasan oleh pengelola program terhadap pelaksana ditingkat
administrasi yang lebih rendah dalam rangka menetapkan kegiatan sesuai dengan
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Fungsi ini sangat penting di pelayanan
kebidanan mengingat bidan bekerja dengan tujuan memenuhi kebutuhan dasar

21
manusia. Supervisi sama dengan pengawasan dalam tujuan-tujuan memperbaiki
dan meningkatkan kinerja guru, berfungsi sebagai monitoring, kegiatannya
memiliki fungsi manajemen serta berorientasi pada tujuan pendidikan.
Perbedaannya adalah kepengawasan lebih berkaitan dengan sejauhmana rencana
yang telah ditetapkan tercapai.

Kurniawati (2011), bahwa kinerja bidan dipengaruhi oleh faktor organisasi


yaitu supervisi oleh bidan koordinator. Menurut Erawati (2013), juga mendukung
bahwa kinerja pegawai berhubungan dengan supervisi, lingkungan kerja dan
insentif sebagai faktor pendorong motivasi. Supervisi yaitu pelaksanaan
monitoring mencakup mengamati, mengawasi dan membimbing kegiatan-
kegiatan yang telah dilakukan oleh bidan dan meningkatkan kinerja dari bidan
sehingga tujuan program kesehatan ibu dan anak (KIA) dapat tercapai dapat
diukur dengan indikator pelaksanaan supervisi yang dilakukan oleh bidan
koordinator KIA di wilayah puskesmas meliputi keteraturan pelaksanaan
supervisi, indikator dalam pelaksanaan supervisi (kelengkapan sarana dan
prasarana, kelengkapan pencatatan dan pelaporan)
Hubungan Supervisi dengan Kinerja Kegiatan pokok supervisi pada
dasarnya mencakup empat hal yang bersifat pokok hal inilah yang akan membantu
dalam memantau kinerja karyawan. Supervisi yang tidak terlaksana dengan baik
maka karyawan akan bekerja tidak terpantau dan dapat menyebabkan hasil kerja
yang tidak sesuai dengan tugas yang diberikan. Hal ini juga dapat terjadi pada
bidan, dimana bidan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya tidak
dipantau atau tidak dilakukan supervisi dengan baik, maka akan dapat
menurunkan kinerja bidan.
Supervisi yang dilaksanakan oleh bidan koordinator KIA dengan
memantau kelengkapan alat partus, alat pemeriksaan ibu hamil, alat pemeriksaan
bayi, alat cek labroratorium sederhana, kelengkapan obat- obatan, kelengkapan
laporan PWS-KIA, kelengkapan register kohort ibu dan bayi, kelengkapan
laporan imunisasi, kelengkapan status KB, kelengkapan formulir surat keterangan
lahir, surat keterangan kematian ibu dan bayi dan formulir rujukan.

22
Sedangkan tujuan supervisi antara lain adalah:1)Menilai pelaksanaan kerja apakah
sesuai dengan perencanaan, 2)Memeriksa hasil kerja, 3) Meningkatkan kinerja.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia prinsip supervisi kebidanan


adalah sebagai berikut.

a. Supervisi dilakukan sesuai struktur organisasi.

b. Supervisi memerlukan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan hubungan


antar manusia dan kemampuan menerapkan prinsip manajemen dan
keterampilan.

c. Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas dan terorganisir dan dinyatakan


melalui petunjuk, peraturan, atau kebijakan, uraian tugas, dan standar.

d. Supervisi adalah proses kerja sama yang demokratis antara supervisor dan
bidan pelaksana.

e. Supervisi menggunakan proses manajemen termasuk menerapkan misi,


falsafah, tujuan, dan rencana spesifik untuk mencapai tujuan.

f. Supervisi menciptakan lingkungan yang mendukung komunikasi yang efektif,


merangsang kreatifitas, dan motivasi.

7. Supervisi mempunyai tujuan utama atau akhir yang memberi keamanan, hasil
guna, dan daya guna pelayanan kebidanan yang memberikan kepuasan pasien,
bidan dan manajer.

 Sistem Penghargaan/ Reward


Nawawi (2005) Penghargaan atau reward adalah usaha untuk
menumbuhkan perasaan diterima (diakui) dilingkungan kerja yang menyentuh
aspek kompensasi dan aspek hubungan antara para pekerja yang satu dengan
yang lainnya.
Simamora (2004) Penghargaan adalah insentif yang mengaitkan bayran
atas dasar untuk dapat meningkatkan produktivitas para karyawan guna
mencapai keunggulan yang kompetitif. Pendapat para ahli dapat

23
menyimpulkan bahwa suatu penghargaan adalah imbalan yang diberikan oleh
pihak perusahaan atau pimpinan kepada karyawannya agar dapat bekerja
dengan motivasi tinggi dan berprestasi dalam mencapai tujuan dengan kata
lain pemberian penghargaan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas
karyawan sebagai dorongan agar bekerja dengan lebih baik dan
membangkitkan motivasi sehingga dapat mendorong kinerja karyawan
menjadi lebih baik. Menurut Mahsun (2006), jenis-jenis penghargaan pada
dasarnya ada dua tipe penghargaan yaitu:

a. Penghargaan sosial/Social Reward


Penghargaan sosial/Social reward adalah pujian dan pengakuan diri
dari dalam dan luar organisasi, yang merupakan faktor extrinsic
reward yang diperoleh dari lingkungannya, seperti financial materi,
dan piagam penghargaan.

b. Penghargaan psikis/Psychic reward


Penghargaan psikis adalah instrinsic reward yang datang dari dalam
diri seseorang, seperti pujian, sanjungan, dan ucapan selamat yang
dirasakan pegawai sebagian bentuk pengakuan terhadap dirinya dan
mendatangkan kepuasan bagi dirinya sendiri. Mangkunegara (2006)
juga berpendapat sama bahwa ada faktor intrinsik dan ekstrinsik yang
mempengaruhi seseorang dalam bekerja. Termasuk fakotr instrinsik
adalah prestasi yang dicapai, pengakuan, dunia kerja tanggung jawab,
dan kemajuan. termasuk didalamnya adalah hubungan interpersonal
antara atasan dan bawahan, tehnik supervise, kebijakan administrasi,
kondisi kerja, dan kehidupan pribadi.
c. Tujuan penghargaan /Reward
Sistem penghargaan organisasional adalah semua yang dihargai dan
diinginkan sumber daya manusia yang mampu dan mau diberikan oleh
instansi atau perusahaan sebagai ganti atas kontribusi yang diberikan
sumber daya manusia tersebut. Didalamnya terbagi lagi menjadi
berbagai penghargaan finansial dan non-finansial meskipun uang

24
adalah alat yang sangat besar pengaruhnya bagi karyawan dan
produktivitas dampak dari penghargaan nonfinancial juga sama berarti
bagi karyawan. Secara luas sistem penghargaan diciptakan untuk
menarik, menahan, dan memotivasi kinerja karyawan.
Namun tujuan yang lebih penting didalamnya adalah keadilan atas
persamaan yang biasa dicapai dengan setidaknya tiga dimensi berikut:

a. Kesamaan Internal : Berdasarkan harga dari apa yang diberikan


karyawan bagi perusahaan.

b. Kesamaan Eksternal: Disesuaikan dengan pembayaran raya-rata


perusahaan lainnya.

c. Kesamaan Individual : Pembayaran yang adil sesama individu yang


melakukan pekerjaan yang sama atau serupa.

Mahsun (2006) Penghargaan/Reward dapat mengubah seseorang dan


memacu untuk peningkatan motivasi terdapat tiga alternatif norma
pemberian penghargaan atau reward agar dapat digunakan untuk
memacu motivasi dan produktivitas pegawai, yaitu :

- Kesesuaian tujuan
Setiap organisasi publik pasti mempunyai tujuan yang hendak
dicapai. Sedangkan setiap individu dalam organisasi mempunyai
tujuan individual yang sering tidak selaras dengan tujuan
organisasi dengan demikian penghargaan atau reward harus
diciptakan sebagai jalan tengah agar tujuan organisasi dapat
dicapai tanpa mengorbankan tujuan individual, dan sebaliknya
tujuan individual dapat tercapai tanpa harus mengorbankan tujuan
organisasi.
- Keadilan.
Penghargaan/Reward harus dialokasikan secara proposional
dengan mempertimbangkan besarnya kontribusi setiap individu
dan kelompok dengan demikian siapa yang memberikan kontribusi

25
tinggi maka rewardnya juga akan tinggi, sebaliknya siapa yang
memberi kontribusi yang rendah maka penghargaan juga akan
rendah.
- Kemerataan
Penghargaan/Reward juga harus di distribusikan secara merata
bagi semua pihak (individu/kelompok) yang telah menyumbangkan
sumber dayanya untuk tercapainya produktivitas.

 Fasilitas atau Sumber Daya Peralatan


Sumber daya atau peralatan merupakan salah satu faktor pendukung yang
tidak boleh dilupakan dalam pelayanan adalah faktor sarana atau alat dalam
pelaksanaan tugas pelayanan. sarana pelayanan yang dimaksud disini adalah
segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai
alat utama atau pembantu dalam pelaksanaan praktek. Dalam suatu masyarakat
maju dengan peralatan serba canggih, kegiatan dalam kehidupan manusia makin
tergantung menyadari hal tersebut maka peralatan kerja yang ada harus senantiasa
kepada adanya peralatan, meskipun hanya sebagian dipelihara sesuai dengan
standar prosedur dan metodenya serta dijaga kesiap gunaannya (ready for use),
sebab kalau tidak ada maka gangguan pada sarana kerja dapat mempengaruhi
pelaksanaan pekerjaan bahkan dapat mengakibatkan fatal.
Alat adalah sarana yang membantu manusia melakukan pekerjaan dengan
lebih berkeahlian, efisien atau efektif jika seorang manusia mengendalikannya,
teknologi akan dipergunakan sebagai sebuah alat. Alasan yang selalu dipakai
sehingga kerja melayani alat daripada alat melayani kerja biasanya ialah : 1)
investasi menghemat waktu, 2) meningkatkan produktivitas baik barang ataupun
jasa, 3) kualitas produk yang lebih baik/terjamin, 4) lebih mudah/sederhana dalam
gerak para pelakunya, 5) menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang
mempergunakan, 6) menimbulkan perasaan puas pada orang-orang yang
berkepentingan sehingga dapat mengurangi sifat emosional mereka.
Faktor-faktor pendukung pelayanan yang cukup penting untuk
diperhatikan adalah sarana yang ada untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan

26
layanan. Sarana terbagi dua yaitu sarana kerja dan fasilitas, sedangkan sarana
kerja sendiri meliputi : peralatan, perlengkapan dan alat bantu. sarana fasilitas
meliputi gedung dengan segala kelengkapannya, fasilitas komunikasi dan
kemudahan lain.
Arikunto (2008) juga berpendapat fasilitas dapat disamakan dengan sarana
yang ada di puskesmas. Menurut Mulyasa (2005) dalam manajemen yang
dimaksud dengan sarana pendidikan dan pelatihan adalah peralatan dan
perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses
pendidikan dan pelatihan seperti ruangan khusus, meja, kursi, tempat tidur,
manikin atau pantom serta alat-alat dan media pengajaran. Lebih lanjut
menerangkan bahwa prasarana adalah fasilitas yang secara tidak langsung
menunjang jalannya proses pengajaran jika dimanfaatkan secara langsung untuk
proses belajar mengajar. sedangkan bila di tinjau dari fungsi dan peranannya
dalam proses belajar mengajar, maka sarana pendidikan dapat dibedakan
menjadi:

1. Alat Peraga
Alat peraga adalah alat yang digunakan secara langsung dalam
proses belajar mengajar. Alat peraga adalah semua alat pembantu
pendidikan dan pengajaran, dapat berupa benda ataupun perbuatan
dari yang tingkatannya paling konkrit sampai ke yang paling
abstrak yang dapat mempermudah pemberian pengertian
(penyampaian konsep) kepada peserta didik pada penggunaannya
maka alat peraga dapat dibedakan menjadi 2, yaitu; 1) Alat peraga
langsung, yaitu jika menerangkan dengan menunjukkan benda
sesungguhnya. 2) Alat peraga tidak langsung, yaitu jika mengadakan
penggantian terhadap benda sesungguhnya. Benda tiruan (miniatur),
atau bagan disamping pembagian ini ada lagi alat peraga atau
peragaan yang berupa perbuatan atau kegiatan yang dilakukan.

27
2. Media Pengajaran
Media adalah alat bantu yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan
guna mencapai tujuan pengajaran. Media merupakan sesuatu yang
bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran,
perasaan dan kemauan sehingga dapat mendorong terjadinya proses
belajar oleh karena itu penggunaan media secara kreatif akan
memungkinkan untuk belajar lebih baik dan dapat meningkatkan
perform sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
3. Standar Operasional Prosedur (SOP)
Atmoko (2011), standar operasional prosedur (SOP) merupakan suatu
pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai denga
fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan
indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai tata
kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan.
Standar Operasional Prosedur (SOP) atau yang sering disebut sebagai
prosedur tetap (protap) adalah penetapan tertulis mengenai apa yang
harus dilakukan, kapan, dimana dan oleh siapa dan dibuat untuk
menghindari terjadinya variasi dalam proses pelaksanaan kegiatan oleh
pegawai yang akan mengganggu kinerja organisasi (instansi
pemerintah) secara keseluruhan.
SOP memiliki manfaat bagi organisasi antara lain Peraturan Menteri
Pemberdayaan Aparatur Negara (PERMENPAN
No.per/21/M-Pan/11/2008):
1. Sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam
menyelesaikan pekerjaan khusus, mengurangi kesalahan dan
kelalaian.

2. SOP membantu staf menjadi lebih mandiri dan tidak tergantung


pada intervensi manajemen, sehingga akan mengurangi
keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari.

28
3. Meningkatkan akuntabilitas dengan mendokumentasikan
tanggungjawab khusus dalam melaksanakan tugas.

4. Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan memberikan


pegawai. cara konkret untuk memperbaiki kinerja serta membantu
mengevaluasi usaha yang telah dilakukan.

5. Menciptakan bahan-bahan training yang dapat membantu pegawai


baru untuk cepat melakukan tugasnya.

6. Menunjukkan kinerja bahwa organisasi efisien dan dikelola dengan


baik.

7. Menyediakan pedoman bagi setiap pegawai di unit pelayanan


dalam melaksanakan pemberian pelayanan sehari-hari.

8. Menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas pemberian


pelayanan.

9. Membantu penelusuran terhadap kesalahan-kesalahan prosedural


dalam memberikan pelayanan. menjamin proses pelayanan tetap
berjalan dalam berbagai situasi.

2.1.5. Indikator Kinerja


Indikator Kinerja menurut Mangkunegara (2009) mengemukakan bahwa
indikator kinerja yaitu :
1. Kualitas, Kualitas kerja adalah seberapa baik seorang karyawan
mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan.
2. Kuantitas, Kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang pegawai bekerja
dalam satu harinya. Kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan kerja
setiap pegawai itu masing-masing.
3. Pelaksanaan tugas, pelaksanaan tugas adalah seberapa jauh karyawan
mampu melakukan pekerjaannya dengan akurat atau tidak ada kesalahan.

29
4. Tanggungjawab; Tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah kesadaran
akan kewajiban karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan
perusahaan.

2.1.6. Syarat Penilaian Kinerja


Terdapat dua syarat utama yang diperlukan guna melakukan penilaian
kinerja yang efektif yaitu :
1. Adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara obyektif
2. Adanya obyektivitas dalam proses evaluasi
Sedangkan dari sudut pandang kegunaan kinerja Sondang Siagian (2002)
bagi individu penilaian kinerja berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal
seperti kemampuan, ketelitian, kekurangan dan potensinya yang bermanfaat untuk
menentukan tujuan, rencana, dan pengembangan karirnya. Sedangkan bagi
organisasi hasil penilaian kinerja sangat penting yang berkaitan dengan
penga,bilan keputusan tentang hal seperti identifikasi kebutuhan program
pendidikan dan pelatihan, rekrutmen, promosi.

2.1.7. Metode Penilaian Kinerja


Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh siapapun yang mengetahui dengan
baik kinerja dari karyawan secara individual. Menurut Gomes (2003) terdapat
beberapa metode dalam mengukur kinerja yaitu:
1. Metode Tradisional
Metode ini merupakan metode tertua dan paling sederhana untuk
menilai prestasi kerja dan diterapkan secara tidak sistematis maupun
sistematis. Yang termasuk dalam metode tradisional adalah:
a. Metode Penilaian yang dilakukan oleh atasan atau supervisor
untuk mengukur karakteristik
b. Metode penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan
antara seorang pegawai dengan pegawai lainnya.
c. Metode penilaian dengan cara mengurutkan peringkat dari yang
terendah sampai yang tertinggi berdasarkan kemampuan yang
dimilikinya.

30
d. Metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan yang
berkenaan dengan orang/ karyawan/ pegawai yang dinilainya.
2. Metode Modern.
Metode ini merupakan perkembangan dari metode tradisional dalam
menilai prestasi kerja. Yang termasuk dalam metode modern ini adalah;
a. Metode Assessment yaitu metode yang dilakukan dengan
pembentukan tim penilai khusus.
b. Management by objective; metode ini pegawai langsung diikut
sertakan dalam perumusan dan pemutusan persoalan dengan
memperhatikan kemampuan bawahan dalam menentukan sasaran
yang ditekankan pada pencapaian sasaran

31
2.1.8. Kerangka Teori Kinerja
Kerangka Konsep Pengembangan Manajemen kinerja Bidan dan Perawat
Pengembangan Manajemen Kinerja untuk Bidan dan Perawat di Puskesmas
Sebagai sub sistem Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

QA

Pelayanan non
Pasien dalam kesehatan
Gedung
Pelayanan
Medik

Pelayanan Asuhan
kesehatan Kebidana
Pasien luar
gedung n
Asuhan
Keperawa
t-an

Uraian
tugas
Monitoring
dan Standarisasi
Bimbingan

Indikator
kinerja
Penanganan
Pengembangan Manajemen Kinerja (PMK) bidan dan perawat
penyimpangan Diskusi
an Refleksi
kasus

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Kinerja Bidan dan perawat. Depkes RI 2004

32
2.2. Bidan

2.2.1. Pengertian tentang Bidan

Berdasarkan keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


900/MenKes/SK/VII/2002 disebutkan bahwa bidan adalah seorang wanita yang
telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan
persyaratan yang berlaku. Siswa yang mengikuti pendidikan bidan adalah siswa
yang telah lulus sekolah perawat kesehatan dan dari jalur umum yaitu lulusan
Sekolah Menengah Umum. Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor: 369/Menkes/SK/III/2007 Bidan adalah seorang perempuan
yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi
diwilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi
untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk
menjalankan praktik kebidanan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


HK.02.02/Menkes/149/1/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan,
dinyatakan bahwa Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk
memberikan pelayanan yang meliputi: a. Pelayanan kebidanan; b. Pelayanan
kesehatan reproduksi perempuan; dan c. Pelayanan kesehatan masyarakat.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan:
Berpegang teguh pada; 1. Filosofi, etika profesi dan aspek legal. 2.
Bertanggungjawab dan mempertanggungjawabkan keputusan klinis yang
dibuatnya. 3. Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan
mutakhir. 4. Menggunakan cara pencegahan universal untuk penyakit, penularan
dan strategis dan pengendalian infeksi. 5. Melakukan konsultasi dan rujukan yang
tepat dalam memberikan asuhan kebidanan. 6. Menghargai budaya setempat
sehubungan dengan praktik kesehatan, kehamilan, kelahiran, periode pasca
persalinan, bayi baru lahir dan anak. 7. Menggunakan model kemitraan dalam
bekerja sama dengan kaum wanita/ibu agar mereka dapat menentukan pilihan

33
yang telah diinformasikan tentang semua aspek asuhan, meminta persetujuan
secara tertulis supaya mereka bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri. 8.
Menggunakan keterampilan mendengar dan memfasilitasi. 9. Bekerjasama dengan
petugas kesehatan lain untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada ibu dan
keluarga. 10. Advokasi terhadap pilihan ibu dalam tatanan pelayanan.
Peningkatan kinerja bidan adalah suatu upaya peningkatan kemampuan
managerial dan kinerja bidan disarana atau institusi pelayanan kesehatan untuk
mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu.

2.2.2. Tugas dan Wewenang Bidan

Profesi kebidanan secara nasional mempunyai tugas, tanggung jawab dan


wewenang bidan dalam menjalankan prakteknya berwenang untuk memberikan
pelayanan terhadap kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, pelayanan
kesehatan reproduksi perempuan dan leuarga berencana.

1. Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi antara lain; penyuluhan dan


konseling; pemeriksaan fisik; pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
pertolongan persalinan normal; pelayanan ibu nifas normal.
2. Pelayanan kebidanan kepada bayi meliputi antara lain; Pemeriksaan bayi baru
lahir; perawatan tali pusat; pencegahan anemi; inisiasi menyusui dini dan
promosi air susu ibu eksklusif; resusitasi pada bayi baru lahir dengan
asfiksia; penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
pemberian minum dengan sonde /pipet; perawatan bayi; resusitasi pada bayi
baru lahir; Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas
pemerintah; dan pemberian penyuluhan.
3. Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan berwenang untuk memberikan
imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah.
4. Kewenangan bidan: Bimbingan senam hamil, lakukan episiotomy; penjahitan
luka episiotomi; kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan,
dilanjutkan dengan perujukan; pemberian obat bebas, uterotonika untuk
postpartum dan manajemen aktif kala tiga; pemberian surat keterangan

34
kelahiran; dan pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti
melahirkan.
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan berwenang untuk memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat
kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan
kondom; memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah dengan supervisi dokter; memberikan penyuluhan atau konseling
pemilihan kontrasepsi; melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di
fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah; dan memberikan konseling dan
tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil.
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat berwenang
untuk melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu
dan bayi; melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan melaksanakan
deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual
(IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)
serta penyakit lainnya.
Bidan harus memiliki kualifikasi untuk mengerjakan semua asuhan
kehamilan yang normal (sesudah dokter ahli obstetri menangani semua kelainan
yang terjadi atau potensial terjadi), mengawasi persalinan serta melangsungkan
proses kelahiran normal dan merawat ibu postpartum serta bayi baru lahir yang
normal. Terdapat beberapa standar yang dipersyaratkan sehingga seorang Bidan
dapat diakategorikan sebagai Bidan Berkualitas. Syarat bidan berkualitas antara
lain meliputi :
1. Mempunyai pengalaman dan masa kerja minimal 2 tahun
2. Mengikuti program pelatihan di pendidikan formal selama 6 bulan
3. Mempunyai peran sebagai guru yang setiap tahunnya mengajar 12
siswa.
Bidan berkualitas ini antara lain diukur dengan indikator pelaksanaan
praktek profesionalnya. Pengertian profesional sendiri pada dasarnya merupakan
suatu bentuk pekerjaan yang spesifik (khusus), membutuhkan pendidikan khusus,

35
etika yang jelas (kode etik), dukungan pengetahuan, pelatihan dan orientasi utama
memberikan pelayanan kebidanan.
Praktik kebidanan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga, dan masyarakat) sesuai
dengan kewenangan dan kemampuannya. Peran bidan sebagai pelaksana dapat
dibedakan menjadi tiga kategori tugas, antara lain tugas mandiri, tugas
kerjasama, dan tugas merujuk. Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Repubik
Indonesia nomor 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Kebidanan,
Perilaku Professional Bidan antara lain meliputi :
1. Berpegang teguh pada filosofi, etika profesi dan aspek legal.
2. Bertanggungjawab dan dan mempertanggungjawabkan keputusan klinis
yang dibuatnya.
3. Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan
mutakhir.
4. Menggunakan cara pencegahan universal untuk penyakit, penularan dan
strategis dan pengendalian infeksi.
5. Melakukan konsultasi dan rujukan yang tepat dalam memberikan asuhan
kebidanan.
6. Menghargai budaya setempat sehubungan dengan praktik kesehatan,
kehamilan, kelahiran, periode pasca persalinan, bayi baru lahir dan anak.
7. Menggunakan model kemitraan dalam bekerja sama dengan kaum
wanita/ibu agar mereka dapat menentukan pilihan yang telah
diinformasikan tentang semua aspek asuhan, meminta persetujuan secara
tertulis supaya mereka bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri.
8. Menggunakan keterampilan mendengar dan memfasilitasi.
9. Bekerjasama dengan petugas kesehatan lain untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan kepada ibu dan keluarga.
10. Advokasi terhadap pilihan ibu dalam tatanan pelayanan.
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 836/Menkes/VI/2005
Tentang Pedoman Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat dan Bidan, pada
hakekatnya pelayanan keperawatan dan kebidanan dalam sistem pelayanan

36
kesehatan merupakan proses pelayanan profesional yang diberikan oleh tenaga
perawat dan bidan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik
yang sehat maupun yang sakit, berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan dan
kebidanan yang ada.
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sitem pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (terregister) yang dapat
dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan. Pelayanan kebidanan
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang diarahkan untuk
mewujudkan kesehatan keluarga, sesuai dengan kewenangan dalam rangka
tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Sasaran pelayanan kebidanan
adalah individu, keluarga, dan masyarakat meliputi upaya peningkatan,
pencegahan, penyembuhan dan pemulihan. Pelayanan kebidanan dapat dibedakan
menjadi:
1. Layanan primer merupakan layanan bidan yang sepenuhnya menjadi
tanggung jawab bidan.
2. Layanan kolaborasi merupakan bentuk layanan yang dilakukan oleh bidan
sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau
sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
3. Layanan rujukan merupakan layanan yang dilakukan oleh bidan dalam
rangka rujukan ke sistem layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu
pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam menerima rujukan dari dukun
yang menolong, juga layanan oleh bidan ke tempat atau fasilitas pelayanan
kesehatan lain secara horizontal maupun vertikal atau meningkatkan
keamanan dan kesejahteraan.
Pengembangan Manajemen Kinerja Bidan, diharapkan dapat menjamin
seluruh bidan mempunyai tanggung jawab yang jelas dan memahami akuntabilitas
mereka dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Diharapkan
Bidan secara terus menerus belajar untuk meningkatkan pemahaman dan
kemampuan pribadi; merubah model mental dalam praktik keperawatan dan
kebidanan melalui struktur yang sistimatis dalam penerapan standar kebidanan.

37
Komponen utama yang menjadi kunci dalam Pengembangan Manajemen
Kinerja Bidan adalah penerapan Standar, yang meliputi Standar Profesi, Standar
Operasional Prosedur (SOP), dan pedoman-pedoman yang digunakan oleh bidan
di sarana pelayanan kesehatan. Standar kebidanan bermanfaat sebagai acuan dan
dasar bagi bidan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan bermutu sehingga
setiap tindakan dan kegiatan yang dilakukan berorientasi pada budaya mutu.
Selain hal tersebut standar dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan,
dapat meningkatkan motivasi dan pendayagunaan staf, dapat digunakan untuk
mengukur mutu pelayanan kebidanan, serta melindungi masyarakat atau klien dari
pelayanan yang tidak bermutu.
Pengembangan Manajemen Kinerja Bidan, diharapkan dapat menjamin
seluruh bidan mempunyai tanggung jawab yang jelas dan memahami akuntabilitas
mereka dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Diharapkan
Bidan secara terus menerus belajar untuk meningkatkan pemahaman dan
kemampuan pribadi merubah model mental dalam praktik kebidanan melalui
struktur yang sistimatis dalam penerapan standar kebidanan. Komponen utama
yang menjadi kunci dalam Pengembangan Manajemen Kinerja Bidan berupa
penerapan Standar, yang meliputi Standar Profesi, standar operasional prosedur
(SOP), dan pedoman-pedoman yang digunakan oleh perawat dan bidan di sarana
pelayanan kesehatan.
Standar keperawatan dan kebidanan bermanfaat sebagai acuan dan dasar
bagi perawat dan bidan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan bermutu
sehingga setiap tindakan dan kegiatan yang dilakukan berorientasi pada budaya
mutu. Selain hal tersebut standar dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi
pekerjaan, dapat meningkatkan motivasi dan pendayagunaan staf, dapat
digunakan untuk mengukur mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan, serta
melindungi masyarakat/klien dari pelayanan yang tidak bermutu. Indikator kinerja
bidan merupakan variabel untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan kegiatan
dalam waktu tertentu. Indikator yang berfokus pada hasil asuhan kebidanan
kepada pasien dan proses pelayanannya disebut indicator klinis. Indikator klinis

38
adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi
kualitas asuhan pasien yang berdampak terhadap pelayanan.

2.2.3. Tujuan Peningkatan Kinerja Bidan

Peningkatan kinerja dapat dilakukan dengan banyak hal dapat dilakukan


dengan penilaian kinerja merupakan sarana untuk mengetahui kompetensi yang
dimiliki oleh karyawan sehingga menjadi acuan secara substansial untuk
meningkatan kinerja dengan adanya beberapa tujuan antara lain:
1. Meningkatkannya pengetahuan dan keterampilan bidan.
2. Meningkatkannya kepatuhan penggunaan standar dalam melakukan
pelayanan kebidanan.
3. Meningkatkannya kemampuan managerial pelayanan kebidanan.
4. Meningkatkannya pelaksanaan monitoring kinerja bidan berdasarkan
indikator kinerja yang disepakati.
5. Meningkatkannya kegiatan diskusi refleksi kasus kebidanan
6. Meningkatkan mutu asuhan kebidanan.
7. Meningkatkannya kepuasan pasien terhadap pelayanan kebidanan.

2.2.4. Manfaat Peningkatan Kinerja Bidan


Peningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan yang dimaksud dengan
manfaat yang sangat berhubungan erat dengan kemampuan mengatasi masalah
kesehatan secara tepat dan benar, maka dapat ditetapkan beberapa manfaat
peningkatan kinerja bidan sebagai berikut:
1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk
prestasi.
2. Untuk mengukur kinerja bidan dalam menyelesaikan tugas.
3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan
kebidanan
4. Sebagai alat untuk melihat kekurangan dan meningkatkan kemampuan
bidan selanjutnya

39
5. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan
bidan.

2.2.5. Komponen Pendukung Peningkatan Kinerja Bidan


Pada dasarnya kinerja menekan ada yang dihasilkan dari fungsi-fungsi
suatu pekrejaan apa yang keluar (out come) apabila lebih lanjut apa yang terjadi
dalam suatu pekerjaan adalah suatu proses yang mengolah masukan menjadi out
put (hasil kerja) maka komponen-komponen pendukung peningktan kinerja bidan
antara lain :

1. Standar merupakan komponen utama meliputi standar profesi, standar


operasional prosedur dan pedoman yang digunakan bidan di sarana
pelayanan kesehatan.
2. Uraian tugas adalah seperangkat fungsi, tugas dan tanggungjawab yang
dijabarkan dalam suatu pekerjaan yang dapat menunjukan jenis spesifikasi
pekerjaan.
3. Indikator kinerja bidan adalah variabel untuk mengukur prestasi suatu
pelaksanaan kegiatan dalam waktu tertentu yang berfokus pada hasil
asuhan kebidanan dan peningkatan pelayanan indikator klinis.
4. Diskusi refleksi kasus adalah metode yang merefleksikan pengalaman
klinis bidan dalam menerapkan dan uraian tugas.
5. Kegiatan kinerja yang telah disepakati dan dilaksanakan monitoring
meliputi pengumpulan data dan analisis terhadap indikator secara periodik.

2.2.6. Prinsip-prinsip Peningkatan Kinerja Bidan


Mengantisipasi tingkat kebutuah yang semakin bermutu terhadap
pelayanan kebidanan terutama perubahan-perubahan yang cepat dalam
perkembangan diperlukan tenaga bidan yang berkualitas. Maka ada bebrapa
prinsip-prinsip peningkatan kinerja bidan antara lain

1. Komitmen atau tanggungjawab yaitu setiap bidan yang berkomitmen


melaksanakan peningkatan kinerja bidan secara optimal.

40
2. Kualitas yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia kebidanan
meliputi kinerja dan hasil pelayanannya dan dapat diterapkan dalam
kinerja sehari-hari sehingga akan mencitrakan pelayanan kebidanan yang
baik.

3. Kerja tim merupakan dorongan kerja sama kelompok antara tenaga


kesehatan.

4. Pembelajaran kelanjutan dimana setiap individu meningkatkan


pengetahuan dan ketampilan sehingga dapat mengikuti perkembangan
iptek.

5. Efektif dan efisien dapat meningkatkan kinerja bidan sesuai standar dan
uraian tugas serta diikuti dengan monitoring.

2.2.7. Strategi dalam Meningkatkan Kinerja Bidan


Sedarmayanti (2014) Secara umum strategi adala proses penentuan
rencana pimpinan untuk memperbaiki pelaksanaan kinerja. Strategi peningkatan
kinerja adalah cara atau rencana untuk mengupayakan meningkatan kemampuan
yang dimiliki oleh bidan agar dapat mencapai tujuan secara maksimal sesuai
dengan kemampuan kinerja yang sudah ditetapkan. Untuk itu ada beberapa
strategi dalam meningkatkan kinerja sebagai berikut:
1. Membangun komitmen merupakan suatu langkah awal yang menentukan
untuk keberhasilan penerapan kinerja bidan.

2. Melibatkan stakeholder atau pihak terbaik diharapkan dapat memberikan


dukungan yang nyata baik moril maupun materiil.

3. Mengelola sumber daya, sumber dana dan fasilitas ditingkatkan untuk


mengoptimalkan keberhasilan peningkatan kinerja bidan.

4. Profesionalisme dilaksanakan sesuai evidence dan perencanaan yang


matang serta diimplementasikan berdasarkan pedoman pelayanan
kesehatan yang terkait.

41
5. Desentralisasi disesuaikan dengan kondisi daerah dan otonomi. Diagnosis
dapat dilakukan secara informal oleh setiap individu

6. Pelatihan dapat membantu manajemen yang tepat › Tindakan untuk


mencapai hasil maksimal

2.2.8. Aspek-Aspek yang Menentukan Faktor Internal dan Eksternal


Faktor internal adalah kondisi atau perkembangan yang terjadi dalam
lingkungan masyarakat yang bersangkutan yang mendorong perubahan sosial.
Faktor eksternal merupakan suatu keuntunagan organisasi untuk berkembang dan
terkandang juga menjadi penghambat keberhasilan sebuah organisasi (Siagan,
2005). Adapun beberapa aspek yang menetukan faktor internal dan eksternal
antara lain:
1. Streng atau kekuatan (Tempat strategis, Biaya terjangkau, Pelayanan cepat
dan tepat, Tempat bersih dan nyaman, Menerapkan asuhan kasih sayang ibu)
2. Weakness atau kelemahan Perilaku
3. Opportunity atau kesempatan
4. Treatmed atau ancaman
Bidan terancam karena adanya indikator kinerja dapat digunakan untuk
mengukur kinerja bidan pada tatanan klinis karena indikator tersebut
merupakan variabel yang mengukur perubahan baik langsung maupun
tidak langsung. Indikator input merujuk pada sumber yang diperlukan
untuk melaksanakan aktivitas alat atau fasilitas, informasi dan dana serta
peraturan.
Indikator proses adalah memonitoring tugas dan kegiatan yang dilakukan.
Indikator output mengukur hasil yang meliputi cakupan termasuk
pengetahuan, sikap dan perubahan perilaku, Indikator outcomes digunakan
untuk menilai perubahan atau dampak suatu program, perkembangan
jangka panjang.

42
2. 3. Asfiksia

2.3.1. Pengertian Asfiksia Neonatorum

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir dilahirkan


tidak segera bernafas atau gagal napas spontan dan teratur segera setelah
dilahirkan jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-
KR,2008). Asfiksia Neonatorum adalah kegawat daruratan bayi baru lahir berupa
depresi pernafasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi.
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2003)

2.3.2. Fisiologi

Oksigen sangat penting untuk keidupan sebelum dan sesudah persalinan.


Selama didalam rahim, janin mendapatkan oksigen dan nutrien dari ibu dengan
mekanisme difusi melalui plasenta yang berasal dari ibu diberikan kepada darah
janin. Sebelum lahir alveoli paru bayi menguncup dan terisi oleh cairan. Paru
janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan CO₂
(Karbon dioksida) sehingga paru tidak perlu diperfusi atau dialiri darah dalam
jumlah besar. Setelah lahir bayi tidak berhubungan dengan plasenta lagi dan akan
segera bergantung kepada paru sebagai sumber utama oksigen. Oleh karena itu
maka beberapa saat sesudah lahir paru harus segera terisi oksigen dengan
pembuluh darah paru harus berelaksasi untuk memberikan perfusi pada alveoli
dan menyerap oksigen untuk diedarkan keseluruh tubuh,

Reaksi bayi pada masa transisi normal, biasanya bayi baru lahir akan
melakukan usaha untuk menghirup udara kedalam paru. Hal ini mengakibatkan
cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan inerstitial diparu, sehingga oksigen
dapat dihantarkan kearteri pulmonal dan ibu menyebabkan arteriol berelaksasi.
Jika keadaan ini terganggu maka areriol pulmonal akan tetap konstriksi dan
pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen sehingga tidak dapat

43
memberikan perfusi ke organ tubuh yang penting seperti otak, jantung, ginjal dan
organ vital lain. Bila keadaan ini berlangsung lama maka akan terjadi kerusakan
jaringan otak organ lain yang dapat menyebabkan kematian atau kecacatan.

2.3.3. Patofisiologis.

Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak bernapas spontan dan teratur
segera setelah lahir. Sering kali seorang bayi yang mengalami gawat janin
sebelum persalinan akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini
berkaitan dengan kondisi ibu, masalah talipusat, dan plasenta atau masalah pada
bayi selama atau sesudah persalinan.

Perubahan yang terjadi pada saat bayi Asfikisa yaitu pada bagian
Pernapasan. Pernapasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika bayi baru
lahir kekurangan oksigen pada periode awal bayi yang mengalami napas cepat
(rapit breathing) yang disebut gasping primer. Setelah periode awal akan diikuti
dengan keadaan bayi tidak bernapas (apnu) yang disebut apnu primer. Pada saat
ini frekuensi jantung mulai menurun namun tekanan darah masih tetap bertahan.
Bila keadaan ini berlangsung lama dan tidak dilakukan pertolongan pada bayi
baru lahir maka bayi kan melakukan usaha napas megap-megap yang disebut
gasping sekunder dan kemudian masuk kedalam periode apnu sekunder. Pada saat
ini frekuensi jantung semakin menurun dan tekana darah semakin menurun dan
dapat menyebabkan kematian bayi bila tidak segera ditolong. Sehingga setiap
kasus apnu harus dianggap sebagai apnu sekunder dan segera dilakukan resusitasi.

2.3.4. Etiologis.
Asfiksia pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh 3 faktor antara lain
faktor ibu, faktor bayi, dan faktor plasenta dan tali pusat.
1. Faktor Ibu
Hipoksia ibu, dapat terjadi karena hipoventilisasi akibat pemberian obat
analgetika atau anastesia dalam sehingga akan menimbulkan hipoksia janin
dengan segala akibatnya gangguan aliran darah uterus. Menguranginya aliran
darah pada uterus akan menyebabkan kekurangan pengaliran O 2 ke plasenta dan

44
janin. Misalnya: gangguan kontraksi uterus (hiportemi, hipotoni, tetani uterus
akibat penyakit / obat), hipotensi mendadak pada ibu akibat perdarahan, hipertensi
akibat penyakit eklamsia.
Keadaan ibu yang dapat mengakibatkan aliran darah ibu meliputi melalui
plasenta berkurang sehingga aliran oksigen ke janin bekurang akibatnya akan
mengakibatkan gawat janin dan akan berlanjut sebagai asfiksia bayi baru lahir
antara lain:

1. Preeklampsia dan eklampsia


2. Perdarahan ante partum abnormal (plasenta previa dan solusio plasenta)
3. Partus lama atau partus macet
4. Demam sebelum dan selama persalinan
5. Infeksi berat (malaria, sifilis,TBC, HIV)
6. Kehamilan lebih bulan atau serotinus (≥ 42 minggu kehamilan)

2. Faktor Bayi
Keadaan bayi yang dapat mengalami asfiksia walaupun kadang- kadang
tanpa didahului tanda gawat janin.
1. Bayi kurang bulan atau prematur (kurang dari 37 minggu kehamilan)
2. Air ketuban bercampur mekonium
3. Pemakaian alat anastesi (analgetika yang berlebihan pada ibu)
4. Trauma yang terjadi pada persalinan (perdarahan intracranial)
5. Kelainan congenital pada bayi (hernia diafragmatika, stenosis saluran
pernafasan, hipoplasia.
3. Faktor plasenta dan talipusat
Keadaan plasenta atau talipusat yang dapat mengakibatkan asfiksia bayi
baru lahir akibat penurunan aliran darah dan oksigen melalui talipusat bayi.
1. Infark plasenta
2. Lilitan talipusat
3. Pusat pendek
4. Simpul talipusat
5. Prolaps talipusat

45
6. Haematom plasenta

2.3.5. Klasifikasi Asfiksia Neonatorum

1) Tanpa asfiksia dengan nilai skor APGAR 10


2) Sedikit asfiksia dengan Skor APGAR 7-9 dalam hal ini bayi dianggap
sehat tidak memerlukan tindak istimewa.
3) Asfiksia sedang dengan Skor APGAR 4-6 pada pemeriksaan fisik akan
terlihat frekuensi jantung kurang dari 120 kali permenit atau lebih dari
160 x / menit, tonus otot kurang baik sianosis, reflek iritabilitas tidak
ada.
4) Asfiksia berat skor APGAR 0-3 pada pemeriksaan fisik ditemukan
frekuensi jantung kurang dari 100 x / menit, tonus otot buruk, sianosis
berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.

2.3.6. Tanda dan Gejala Klinis

Asfiksia neonatorum pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan


kardivaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaraya :

1) Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung


2) Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel
jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
3) Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap
tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah
mengalami gangguan.
Gejala klinis :
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam
periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti,
denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang
secara berangsur-angsur berkurang dan bayi memasuki periode apnu primer.

46
Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara lain meliputi
pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
1. Pernafasan megap-megap yang dalam
2. Denyut jantung terus menurun atau meningkat lebih dari normal.
3. Tekanan darah mulai menurun
4. Bayi terlihat lemas (flaccid)
5. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
6. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
7. Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolic)
8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
9. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler

2.3.7. Penilaian Bayi Baru Lahir (BBL)


Penilaian bayi setelah lahir sangat penting dilakukan dengan jalan
mendapatkan bayi ke arah penolong agar dapat mengamati, lakukan penilaian
cepat dalam 0 menit, apakah bayi bernafas, indikasi ini menjadi dasar keputusan
untuk tindakan resusitasi, penilaian harus segera sehingga keputusan resusitasi
tidak berdasarkan penilaian kondisi penampilan atau Apperance, denyut nadi atau
Puls, meringis atau Grimace, gerakan atau activity, pernapasan atau Respiration
APGAR Score) tetapi cara APGAR untuk menilai kemajuan kondisi BBL pada
saat 1 menit dan 3 menit setelah kelahiran.

2.3.8. Penanganan Asfiksia Noenatorum


Prinsip dasar penanganan Asfiksia Neonatorum pada semua bayi baru
lahir dengan lambat menangis spontan segera setelah lahir kehidupannya.

1 Memberi lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernafasan
tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan.

2. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan


usaha nafas lemah

47
3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.

4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.

2.3.9. Tindakan Umum

Berbagai langkah yang harus diperhatikan dalam melaksakan perawatan


gawat darurat obstetrik dan neonatal guna menstabilisasi keadaan secara cepat dan
tepat waktu dengan mengoptimalkan kondisi akan sangat membantu dalam sistem
pelayanan gawat darurat dan rujukan kesehatan kefasilitas kesehatan yang
kompleks. Elemen-elemen penting dalam menstabilkan keadaan bayi baru lahir
antara lain:

1. Pengawasan Suhu jaga kehangatan tubuh

Pencegahan kehilangan panas yaitu mekanisme pengaturan suhu tubuh


pada bayi baru lahir belum dapat berfungsi sempurna sehingga pencegahan
terhadap kehilangan panas dengan tidak membiarkan bayi kedinginan agar tidak
memperoleh kondisi asifiksia. Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir
antara lain; Evaporasi adalah penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh
bayi sendiri. Konduksi adalah kehilangan panas tubuh bayi dengan permukaan
yang dingin. Konveksi adalah kehilangan panas tubuh bayi terpapar udara sekitar
yang lebih dingin. Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi
ditempatkan didekat benda-benda yang mempunyai suhu lebih rendah dari suhu
tubuhnya.

2. Pembersihan Jalan Nafas

Pembersihan saluran nafas bagian atas dari lender dan cairan amnion letak
kepala harus lebih rendah untuk memudahkan dan melancarkan keluarnya lendir.
Bila terdapat lendir kental yang melekat ditrakea dan sulit dikeluarkan dengan
penghisapan biasa, dapat digunakan laringoskop neonatal

3. Rangsangan Untuk Menimbulkan Pernafasan

48
Rangsangan atau stimulasi pada bayi asfiksia dilakukan dengan
mengrimgkan dan biasanya cukup untuk memulai respirasi efektif. Rangsangan
taktil diberikan dengan menggosok telapak kaki atau menggosok punggung untuk
bisa memicu suatu aliran udara secara spontan pada bayi asfiksia untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dalam tubuhnya. Tujuan dari rangsangan adalah:

1) Sebagian besar dapat dilakukan dengan penghisapan lendir dan cairan


amnion melalui nasofaring.
2) Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung
3) Rangsangan taktil dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki
bayi menekan tendon achilles.

2.3.10 Tindakan Khusus


Asfikisa sedang (skor apgar 4-6)

1. Melakukan stimulasi dalam waktu 30-60 detik bila tidak timbul pernafasan
spontan maka ventilisasi aktif harus segar dilakukan
2. Cara ventilisasi aktif yaitu dengan meletakkan kateter O 2 intranasal dan O2
dialirkan dengan aliran 1-2 1/menit
3. Memberikan posisi dorsoflkeis kepala pada bayi
4. Lakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut secara teratur
disertai gerakan dagu keatas da ke bawah dalam frekuensi 20x/menit sambil
memperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen
5. Jika tidak ada hasil yang diperlihatkan oleh bayi maka lakukan ventilisasi
mulut ke mulut. Ventilisasi dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20 –
30 x/menit sambil memperhatikan gerakan pernafasan spontan yang timbul.
Penilaian dan Langkah – Langkah Resusitasi BBL
Langkah – Langkah Penilaian resusitasi : Bayi tidak menangis, tidak bernafas
atau megap – megap, sambil menilai lakukan hal ini
1. Letakkan bayi di atas perut ibu atau dekat perineum
2. Selimuti bayi
3. Pindahkan bayi ke tempat resusitasi

49
Langkah Awal (Dilakukan Dalam 30 Detik):
1. Jaga bayi tetap hangat
2. Atur posisi bayi
3. Isap lendir
4. Keringkan dan rangsang taktil
5. Reposisi
6. Penilaian apakah bayi menangis atau bernafas spontan atau teratur ?
Bila Tidak
Lakukan Ventilasi:
- Pasang sungkup, perhatikan lekatan
- Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dinding dada
bayi
- Bila dada bayi mengemabang, lakukan ventilasi 20 kali dengan
tekanan 20 cm air dalam 30 detik
- Penilaian apakah bayi menangis atau bernafas spontan dan teratur ?
Bila Ya, lakukan perawatan bayi baru lahir

Bila Tidak, Setelah ventilasi selama 2 menit tidak berhasil, siapkan


rujukan tetap dilanjutkan ventilasi, evaluasi tiap 30 detik. Perhatikan
apakah bayi menangis atau bernafas spontan dan teartur ya atau tidak.

Bila Ya, Asuhan Bayi Pasca Resusitasi


- Jaga bayi agar tetap hangat
- Lakukan pemantauan
- Konseling
- Pencatatan

Asfiksia Berat (skor apgar 0-3)


1. Memperbaiki ventilasi paru dengan memberikan O2 dengan tekanan dari
intermiten / melakukan intubasi endotrakeal.

50
2. Meletakkan Katter dalam trakea, O2 diberikan dengan tekanan tidak lebih
dari 30 cm H2O untuk mencegah kemungkinan terjadinya inflasi paru
berlebihan yang dapat menimbulkan rupture alveoli
3. Memberikan antibiotika profilaksi pada bayi yang mendapat tindakan
pemasangan kateter
4. Asfiksia yang disertai asidosis paru perlu diberikan bikar bonas natrikus
dengan dosis 2-4 mEg/kgbb atau larutan bikarbonas natrikus 7,5 %
ditambah dengan glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4,l/kgbb (kedua obat ini
disuntikan secara intravena dengan perlahan-lahan melalui umbilikalis)
5. Jika setelah 3x inflasi tidak ada perbaikan pernafasan maka harus segera
masase jantung eksternal dengan frekuensi 80-100 x/menit. Dilakukan
dengan cara 1 kali ventilisasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding
toraks.
Bila Tidak, Bila bayi tidak bisa dirujuk dan tidak bisa bernafas spontan setelah 20
menit, pertimbangkan untuk menghentikan tindakan resusitasi, Konseling
dukungan emosional Pencatatan bayi meninggal.

2.3.11. Standar Asuhan Praktik Kebidanan Penanganan Asfiksia


Noenatorum

Standar pada dasarnya adalah menuntut pada tingkat ideal yang dapat
dicapai. Selanjutnya standar sebagai pernyataan deskripif tentang tingkat
penampilan yang dipakai untuk kualitas struktur, proses dan hasil. Standar dapat
diukur dengan menggunakan suatu indikator. Standar praktik kebidanan
penanganan asfiksia neonatorum meliputi :

 Standar 1 : Metode asuhan

Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan


dengan langkah pengumpulan data dan analisis data, menegakkan
diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Mengenali masalah dengan meninjau riwayat antepartum dan riwayat

51
intrapartum pada bayi selama atau sesudah persalinan yang mengalami
asfiksia.

 Standar 2 : Pengkajian

Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara


sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan
dianalisis, yaitu dengan melihat faktor – faktor penyebab asfiksia baik
dikaji dari faktor keadaan ibu, tali pusat dan keadaan bayi.

 Standar 3 : Diagnosis kebidanan

Diagnosis kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah


dikumpulkan dengan definisi operasional diagnosis kebidanan dibuat
sesuai dengan hasil analisis kebidanan dan dirumuskan secara sistematis.
Dengan merumuskan diagnosis kebidanan, diketahui bahwa bayi baru
lahir mengalami asfiksia (berat, sedang, ringan) untuk menentukan
langkah – langkah penanganan asfiksia neonatorum.

 Standar 4 : Rencana asuhan

Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosis kebidanan.


Rencana asuhan disesuaikan diagnosis atau dengan temuan yang ada pada
bayi dengan asfiksia neonatorum yaitu antisipasi bayi baru lahir (BBL)
mengalami kehilangan panas, letakkan bayi dalam posisi yang benar,
bersihkan jalan nafas, nilai bayi (usaha bernafas, frekuensi denyut jantung,
warna kulit), lakukan resusitasi.

 Standar 5 : Tindakan

Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan diagnosis, rencana dan


perkembangan bayi. Dilakukan secara sistematis sesuai rencana pada
penanganan bayi dengan asfiksia neonatorum yaitu mengantisipasi BBL
kehilangan panas, meletakkan bayi dalam posisi yang benar,

52
membersihkan jalan nafas, nilai bayi (usaha bernafas, frekuensi denyut
jantung, warna kulit), lakukan resusitasi.

 Standar 6 : Partisipasi klien

Keluarga dilibatkan dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan


pemulihan kesehatan. Melibatkan keluarga untuk memutuskan tindakan –
tindakan kemungkinan yang terburuk pada bayi dengan Asfiksia
Neonatorum.

 Standar 7 : Pengawasan

Monitor atau pengawasan terhadap BBL dilaksanakan secara terus


menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan bayi. Mengawasi
tindakan manajemen asfiksia apakah sudah sesuai prosedur tetap atau
standar dalam penanganan Asfiksia Neonatorum.

 Standar 8 : Evaluasi

Evaluasi asuhan kebidanan penanganan Asfiksia Neonatorum


dilaksanakan terus menerus sesuai dengan rencana dan tindakan kebidanan
yang telah dirumuskan. Evaluasi dilaksanakan pada tiap tahapan
pelaksanaan asuhan penanganan Asfiksia Neonatorum sesuai standar.
Mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan secara sistematis sesuai
standar penanganan Asfiksia Neonatorum.

 Standar 9 : Dokumentasi

Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi


asuhan kebidanan penanganan Asfiksia Neonatorum karena merupakan
bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan. Mendokumentasikan
semua tindakan asuhan pelayanan penanganan Asfiksia Neonatorum untuk
tindak lanjut berikutnya sesuai dengan permasalahan yang masih ada.

53
2.4. Kajian Penelitian yang Relevan
Kajian merupakan suatu proses pemahaman yang komprehensif dari
peneliti tentang pengetahuan yang pernah ditulis oleh orang lain dalam bidang
yang menjadi konsepnya, kemudian dianalisis, dikonstruksikan dengan temuan-
temuannya itu harus relevan dengan permasalahan penelitian yang akan
dilakukan.
Tabel 2.1 Kajian Penelitian yang Relevan

Faktor- faktor yang


Setyana Sri mempengaruhi kinerja Hasil analisis kinerja bidan dalam
1. bidan dalam asuhan penerapan standar asuhan kebidanan
Suberketi, 2014
kebidanan ibu bersalin. ibu bersalin fisiologis kurang.

Analisis faktor- faktor


yang berhubungan
2. Triredjeki, 2012 dengan kinerja bidan
desa dalam penanganan
Menunjukkan adanya hubungan
asfiksia neonatorum.
bersama-sama antara pengetahuan dan
Faktor-faktor yang
motivasi dengan kinerja bidan desa
berhubungan dengan
dalam penanganan asfiksia
Rina Listyowati, kinerja bidan didesa
3. neonatorum.
dalam pelayanan
2007
penanganan asfiksia
neonatorum.

Ada hubungan yang signifikan antara


Kriti Mohan, P.C. pengetahuan dengan kinerja, motivasi
Clinical Profile Of Birth
4. Mishara, D.K. dengan kinerja dalam penatalaksanaan
Asphyxia In Newborn
Singh, 2013 asfiksia neonatorum.

5. Assessment Of
Ezenduka.P.O. Knowledge, Attitude, And The significant presence of certain
Ndie,EC, Oburoh, Practice Of Nursing antenatal and natal factors were severe
ET, 2016 Management Of Birth anemia (23%, p value <0.01) PIH,
Asphyxia In Federal eclampsia (10%, p value <0.05) drug
Medical Centre Asaba, intake in mothers (10%, p value <0.05),

54
Obstructed labour (10%, p value <0.05)
and fetal distress (58%, p value
Delta State-Nigeria.
<0.001).

Revealed that of the respondents had at


The Role Of Creatine least one training in neonatal
Mishra Asit Kinase-Mb As A Marker resuscitation while had two trainnings
Kumar,2017 To Identify And Correlate periods. He respondents had neonatal
6.
With The Severity Of resucitation training had no training
Birth Asphyxia In Term while there was no response from of the
Neonate respondents

Estimation of CK-MB in association


with history and clinical features in the
neonates can help in distinguishing an
asphyxiated from non-asphyxiated
Risk factors of birth
7. Hafiz Muhammad neonate with a reasonable degree of
asphyxia
Aslam, 2014 accuracy whose birth details are not
well recorded and help in subsequent
management.

Out of total 240 neonates, 123 were


“cases” and 117 were “control”. Mean
maternal age in “case” group was 24.22
± 3.38 while maternal age of control
group was 24.30 ± 4.04. Significant
antepartum risk factors were maternal
age of 20–25 (OR 0.30 CI 95% 0.07-
1.21), booking status (OR 0.20 CI 95%
0.11-0.37), pre-eclampsia (OR 0.94 CI
95% 0.90-0.98) and primigravidity (OR
Characteristics of
2.64 CI 95% 1.56-4.46). Significant
Asphyxia Neonatorum in
Erni Yusnita Intrapartum risk factors were breech
8. Luwuk, Banggai Regency,
Lalusu, 2015 presentation (OR 2.96 CI 95% 1.25-
Indonesia
7.02), home delivery (OR 16.16 CI 95%
3.74-69.75) and maternal fever (OR
10.01 CI95% 3.78-26.52). Significant
Fetal risk factors were resuscitation of
child (OR 23 CI 95% 31.27-1720.74),
pre-term babies(OR 0.34 CI 95% 0.19-
0.58), fetal distress (OR 0.01 CI 95%
0.00-0.11) and baby weight (OR 0.13 CI
95% 0.05-0.32).

55
The result shows that there was about
57% female of neonates, 42% babies
with low birth weight and increased to
50% in cases of severe asphyxia. For
the mother characteristics: about 51%
mother whose Asphyxia neonates with
Treatment outcomes of
low level of education, 77% was not
neonatal asphyxia at a
9. A. Sepeku, working, and 55% with low level of
National Hospital In Dar
MS.2011 income. Out of neonates admitted to
Es Salaam, Tanzania.
the neonatal unit during the study
period, 40 (21.1%) suffered from
neonatal asphyxia. Of those who had
neonatal asphyxia, 25 were males
(62.5%) and 15 were females (37.5%).

Among the top four research questions,


two relate to generation of demand for
facility care at birth with specific
Setting Research mechanisms (such as transport and
Priorities To Reduce communication schemes, or financial
Almost One Million incentives and conditional cash
10. Deaths From Birth transfers). The other two top ranked
Joy E.Lawn,2015
Asphyxia By 2015 priorities relate to use of community
cadres and the roles they might
effectively play—for example,
screening for complications or
supportive transfer to facilities and
companionship at birth.

56
2.5. Kerangka Berpikir
2.5.1. Kerangka Teori

Faktor Individu :
1. Kemampuan dan
Ketrampilan
2. Latar belakang
keluarga
3. Masa Kerja
4. Demografi:
- Pendidikan
- Lingkungan
- Sosial budaya
- Umur
- Jenis kelamin

Faktor Psikologis;
1. Persepsi Kinerja Bidan
2. Sikap dalam penatalaksanaan
3. Kepribadian
4. Belajar Asfiksia Neonatorum
5. Motivasi
6. Kepuasan kerja

Faktor Organisasi;
1. Sumber daya
2. Struktur organisasi
3. Desain pekerjaan
4. Kepemimpinan
5. Sistem
penghargaan
6. Fasilitas
7. Supervisi

Gambar 2.2. Kerangka teori

57
Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Bidan dalam penatalakasanaan
Asfiksia Neonatorum modifikasi teori perilaku Gibson (1994), Mangkunegara
(2007) dan Notoatmojo (2007)

2.5.2. Kerangka Konsep


Variabel Independent

Faktor Individu

 Usia
 Pendidikan
 Masa kerja
 Ketrampilan

Variabel Dependent
Faktor Psikologi
Kinerja bidan dalam Penanganan
 Motivasi
asfiksia neonatorum

Faktor Organisasi

 Supervisi
 Fasilitas
 Sistem
penghargaan

Gambar 2.3. Kerangka Konsep

2.6. Hipotesis Penelitian

Hipotesa adalah sarana penelitian ilmiah yang sangat penting karena


merupakan instrumen kerja dari teori sebagai hasil deduksi dari teori hipotesa
lebih spesifik sifatnya sehingga lebih siap diuji secara empiris. Siswanto et all,
(Metodologi Penelitian Kedokteran, 2004). Berdasarkan kerangka konsep
penelitian maka dapat dibuat suatu hipotesis penelitian :

58
Hipotesis nihil (HO) bila tidak ada hubungan yang signifikan antara
variabel faktor individu, psikologi, organisasi tehadap penanganan asfiksia
neonatorum. Hipotesis alternatif (HA) adanya hubungan yang signifikan antara
faktor individu dan psikologi, faktor organisasi terhadap penanganan Asfiksia
Neonatorum. Berdasarkan kerangka konsep penelitian maka dapat dibuatkan
suatu hipotesisi penelitian sebagai berikut:
1. Ada hubungan faktor individu (Umur, Masa Kerja, Keterampilan,
Pendidikan) terhadap kinerja bidan dalam penanganan Asfiksia
Neonatorum di Puskesmas Rawat Inap pada wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kota Kupang.
2. Ada hubungan faktor psikologi (motivasi) dengan kinerja bidan dalam
penanganan Asfiksia Neonatorum di Puskesmas Rawat Inap pada wilayah
kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang.
3. Ada hubungan antara faktor organisasi (Supervisi, Fasilitas dan
Penghargaan) dengan kinerja bidan dalam penanganan Asfiksia
Neonatorum di Puskesmas Rawat Inap pada wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kota Kupang.
4. Ada pengaruh secara simultan antara faktor Individu, Psikologi dan
faktor Organisasi terhadap kinerja bidan dalam penanganan Asfiksia
Neonatorum di Puskesmas Rawat Inap pada wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kota Kupang.

59
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain penelitian cross
sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi atara faktor-
faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan
data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini,
variabel yang termasuk faktor risiko yaitu faktor individu, psikologis dan
organisasi, sementara variabel yang termasuk efek yaitu kinerja bidan dalam
penangan asfiksia neonatorum, yang diobservasi sekaligus pada waktu yang sama.

3.2. Populasi Dan Sampel


3.2.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Machfoedz, 2007).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua bidan yang bertugas pada kamar
bersalin di empat Puskesmas Rawat Inap dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kota Kupang, yaitu sebanyak 170 orang.
3.2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010).
1. Jenis Sampel
Menurut Notoadmojo (2012), pada umumnya hanya ada dua jenis sampel
yaitu sampel-sampel probabilitas atau sering disebut sampel acak (random
sample) dan sampel-sampel nonprobabilitas (non probability samples). Jenis
sampel dalam penelitian ini adalah random sample atau sampel acak.
2. Besar Sampel
Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan rumus minimal sample zise (Lemeshow, 2007) sebagai berikut:

60
n =Z2 . N . P . Q
D2 (Nx1)+Z2. P . Q
Keterangan:
n = besar sampel
N = jumlah populasi
Z =standar deviasi normal 1,96
D = derajat ketepatan yang digunakan 90% atau 0,1
P = Proporsi target populasi adalah 50% atau 0,5
Q = proporsi tanpa atribut 1- P = 0,5

Perhitungan jumlah populasi (N) = 170 maka besar sampel sesuai rumus
adalah
n= 1,96².170.0,5.0,5
0,1².(170)+1,96².0,5.0,5
n= 163.268
2,6604
n= 61.36 dibulatkan menjadi 61

Untuk penentuan sampel teknik ini hampir sama dengan simple random

sampling namun penentuan sampelnya memperhatikan strata (tingkatan) yang ada

dalam populasi. populasi adalah bidan di Puskemas Bakunase, Puskesmas Pasir

Panjang, Puskesmas Sikumana, dan Puskesmas Alak berjumlah 124 bidan

dengan menggunakan rumus Slovin dan tingkat kesalahan 5% diperoleh besar

sampel adalah 95

Jumlah sampel yang diambil berdasarkan masing-masinng puskesmas

tersebut ditentukan kembali dengan rumus n = (Populasi bidan pada ruang rawat

inap / jumlah populasi keseluruhan jumlah bidan pada puskesmas Rawat Inap

PONED) x jumlah sampel yang ditentukan antara lain:

61
a. Puskesmas Bakunase 22/124 x 95 = 16,85 dibulatkan menjadi 17

b. Puskesmas Sikumana 21/124 x 95 = 16,08 dibulatkan menjadi 16

c. Puskesmas Pasir Panjang 15/124 x 95 = 11,5 dibulatkan menjadi 12

d. Puskesmas Alak 21/124 x 95 = 16,08 dibulatkan menjadi 16

Maka Jumlah a+b+c+d (17+116+12+16 = 61). Jumlah sampel dari empat


puskesmas PONED dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang
sebanyak 61 bidan yang akan dijadikan sebagai responden dalam penelitian.
Adapun kriteria dalam penentuan responden sebagai berikut; 1) Kriteria
Eksklusi dimana responden tidak memenuhi kriteria - kriteria dalam penentuan
sampel. Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek
penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai
sampel (Azis, 2007). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini; (a) belum pernah
mengikuti pelatihan asfiksia neonatorum (b) Tidak bertugas diruang bersalin (c)
Tidak bersedia untuk menjadi responden 2) Kriteria Inklusi merupakan kriteria
dimana subjek penelitian dapat mewakili sampel yang memenuhi syarat sebagai
sampel. Kriteria Inklusi dalam penelitian ini yaitu : (a) Semua bidan yang sudah
mengikuti pelatihan asfiksia neonatorum (b) Bidan yang bertugas diruang bersalin
Puskesmas PONED (c) Bersedia menjadi responden
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Simple Random
Sampling, dimana setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama
untuk menjadi sampel penelitian (Ridwan, 2013). Random kemudian dilakukan
pada 170 bidan di empat Puskesmas rawat inap, dengan menggunakan lotre untuk
mendapatkan 61 sampel.

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian adalah Puskesmas


Bakunase, Puskesmas Alak, Puskesmas Sikumana dan Puskesmas Pasir panjang.

62
Waktu yang akan di gunakan untuk melakukan penelitian adalah 3 bulan sejak
Januari 2018 sampai dengan Maret 2018.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian


Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Operasional
No. Variable Definisi Operasional Pengukuran & Skala Data
Kriteria Objektif
Variabel Dependen
1. Kinerja Bidan Suatu upaya Wawancara Nominal
peningkatan dengan
kemampuan menggunakan
manajerial disarana kuesioner dengan
pelayanan kesehatan kriteria obyektif:
untuk mencapai  Tidak
pelayanan yang baik : 1
bermutu.  Baik : 2

Variabael Independen
1 Umur Umur responden dari Wawancara Nominal
awal kelahiran dengan
sampai pada saat menggunakan
penelitian kuesioner dengan
ini dilakukan. kriteria obyektif:
 < 30
tahun : 1
 >30 tahun:
2
2 Masa Kerja Masa kerja adalah Wawancara Nominal
lamanya bekerja, dengan
berkaitan erat dengan menggunakan
pengalaman- kuesioner dengan
pengalaman yang kriteria obyektif:
telah didapat selama  < 10
menjalankan tugas tahun : 1
dan yang  >10 tahun :
berpengalaman 2
dipandang lebih
mampu dalam
pelaksanaan tugas.
3 Keterampilan Pemahaman tentang Wawancara Nominal
keterampilan atau dengan

63
kemampuan sebagai menggunakan
suatu tingkat kuesioner dengan
pencapaian individu kriteria obyektif:
terhadap upaya untuk Tidak Mahir :1
menyelesaikan Mahir : 2
pekerjaannya dengan
baik dan efisien.

4 Pendidikan Jenjang sekolah Wawancara Nominal


formal terakhir yang dengan
ditamatkan oleh menggunakan
bidan. kuesioner dengan
kriteria obyektif:
 Diploma : 1
 S1 dan S2 : 2
5 Motivasi Suatu konsep yang Wawancara Nominal
memberikan dengan
kekuatan dalam diri menggunakan
bidan yang diukur kuesioner dengan
berdasarkan aspek kriteria obyektif
pengetahuan, Tidak setuju : 1
keterampilan, dan Setuju : 2
sikap.

6 Supervisi Sebagai suatu Wawancara Nominal


kegiatan pembinaan dengan
bimbingan atau menggunakan
pengawasan oleh kuesioner dengan
pengelola program kriteria obyektif:
terhadap pelaksana Tidak setuju
ditingkat  Setuju
administrasi yang
lebih rendah dalam
rangka menetapkan
kegiatan sesuai
dengan tujuan dan
sasaran yang telah
ditetapkan.

7 Fasilitas Peralatan dan Wawancara Nominal


kelengkapan yang dengan
secara langsung menggunakan
dipergunakan dan kuesioner dengan
menunjang proses kriteria obyektif:
pelatihan. 1. Tidak setuju
2. Setuju

64
8 Sistem Insentif yang Wawancara Nominal
mengaitkan dengan dengan
Penghargaan
pembayaran atas menggunakan
dasar untuk kuesioner dengan
meningkatkan kriteria obyektif:
produktivitas bidan 1. Tidak setuju
guna mencapai 2. Setuju
keunggulan yang
kompetitif.

3.5. Jenis Data, Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian


3.5.1 Jenis Data
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu
data yang disajikan dalam bentuk kata verbal bukan dalam bentuk angka dan
kuantitatif yaitu jenis data yang dapat diukur atau dihitung secara langsung, yang
berupa informasi atau penjelasan yang dinyatakan dengan bilangan atau berbentuk
angka (Sugiyono, 2010) :
1. Data kualitatif :
Data kualitatif dalam penelitian ini yaitu gambaran umum obyek
penelitian, meliputi gambaran umum Kota Kupang.
2. Data Kuantitatif :
Data kuantitatif dalam penelitian ini berupa distribusi jumlah tenaga
kesehatan di Puskesmas Bakunase, Puskesmas Alak, Puskesmas
Sikumana dan Puskesmas Pasir Panjang, serta data hasil wawancara
dengan menggunakan kuesioner.

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data


1. Data Primer
Metode dalam pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan jalan
mencatat seluruh elemen yang menjadi obyek observasi dalam pengambilan
sampling menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yang diperoleh
melalui sumber data primer dalam penelitian ini adalah bidan yang bertugas di
kamar bersalin. Data ini diperoleh dengan menggunakan teknik observasi dan
kuesioner yang berpatokan pada varibael terkait.

65
1. Observasi
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara
langsung obyek yang diteliti
2. Wawancara
Merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab
langsung dengan responden yang telah dipilih sebagai obyek untuk
mengumpulkan data
3. Kuesioner
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.
Jenis kuesioner yang penulis gunakan adalah kuesioner tertutup yaitu
kuesioner yang sudah disediakan jawabannya adapun alasan penulis
menggunakan kuesioner tertutup adalah:
a. Kuesioner tertutup memberikan kemudahan kepada responden
dalam memberikan responden dalam memberikan jawaban.
b. Kuesioner tertutup lebih praktis
c. Keterbatasan waktu dan biaya.
2. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data-data yang dapat diperoleh
dari Dinas Kesehatan Kota Kupang tahun 2017, berupa jumlah bidan yang bekerja
di empat Puskesmas rawat inap di Kota Kupang. Data sekunder juga di peroleh
dari masing-masing Puskesmas, terkait jumlah bidan yang berkerja di kamar
bersalin. Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dibagikan pada
bidan yang bertugas di kamar bersalin di empat Puskesmas rawat inap dalam
wilayah kerja Dinkes Kota Kupang.
Pilihan Jawaban Bobot Nilai
Sangat Setuju/ sangat baik 2
Setuju /baik 1
Tabel 3. 5 Ukuran Alternatif Jawaban Kuesioner
Untuk menilai variabel X dan variabel Y maka dibuat analisis yang
digunakan berdasarkan rata-rata dari masing-masing variabel. Nilai rata-rata

66
diperoleh dengan menjumlahkan data keseluruhan dalam setiap variabel kemudian
dibagi dengan jumlah responden. Setelah di peroleh rata-rata dari masing-masing
variabel kemudian dibandingkan dengan kriteria yang peneliti tentukan
berdasarkan nilai terendah dan nilai tertinggi dari hasil kuesioner. Untuk variabel
X terdapat 53 pernyataan. Nilai tertinggi variabel X adalah 3 sehingga 2x53 =106,
sedangkan nilai terendah adalah 1 sehingga 1x 53 = 53. Atas dasar nilai tertinggi
dan terendah tersebut maka dapat ditentukan rentang yaitu nilai tertinggi
dikurangi nilai terendah dibagi jumlah kriteria. Dengan demikian dapat ditentukan
variabel Y terdapat 8 pernyataan nilai tertinggi variabel Y adalah 2 sehingga
(2x8=16) sedangkan nilai rendah adalah 1x8=8. Atas dasar nilai tertinggi dan
terendah tersebut maka dapat ditentukan masing-masing variabel.
Berdasarkan nilai tertinggi dan terendah maka dapat ditentukan rentang
interval yaitu nilai tertinggi dikurangi nilai terendah dibagi jumlah kriteria.
Dengan demikian dapat ditentukan interval masing-masing variabel adalah:
1. Kriteria untuk menilai variabel independen (X)
(106 - 53) = 53 jadi 53: 3 = 17,66 maka penulis tentukan nilai sebagai
berikut:
a. Nilai 38 – 73, dirancang untuk kriteria tidak baik
b. Nilai 73,3 - 100, dirancang untuk kriteria sangat baik
2. Kriteria untuk menilai faktor psikologi.
3. Kriteria untuk menilai faktor organisasi (X2)
(69-23) = 46 : 3=15,3 maka penulis tentukan nilai sebagai berikut:
a. nilai 18- 33,6 dirancang untuk kriteria tidak bermanfaat
b. nilai 34 – 49,3 dirancang untuk tidak baik
c. nilai 49,3 – 84,6 dirancang untuk baik
d. nilai 85- 120,3 dirancang untuk sangat baik

3.5.3. Teknik Analisa Data

67
Analisis data dilakukan dengan program komputer. Data yang terkumpul
dalam penelitian ini dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat.
1. Analisa Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian
pada umumnya analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan prosentase dari
setiap variable (Notoatmodjo, 2010). Penentuan prosentase (P) terhadap variabel
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

P= f x 100%

Keterangan:n
P = Prosentase
f = Frekuensi
n = Jumlah seluruh observasi

2. Analisa Bivariat
Tujuan analisis bivariat adalah untuk melihat ada tidaknya hubungan
antara masing-masing variabel independen (faktor individu, faktor psikologi dan
faktor organisasi) dengan variabel dependen (kinerja bidan dalam penanganan
asfiksia neonatorum). Untuk menguji hipotesis dilakukan analisis komputer
dengan uji regresi logistic berganda dengan menggunakan program SPSS (Sistem
Product and Service Solusion) dengan tingkat kepercayaan α = 0,05.

3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat adalah analisis untuk menguji hubungan antara
variabel independen (faktor individu, faktor psikologi dan faktor organisasi)
secara simultan dengan variabel dependen (kinerja bidan dalam penanganan
asfiksia neonatorum) dengan menggunakan analisa regresi logistic berganda
dengan tingkat kemaknaan p< 0,05. Untuk mengetahui variabel atau faktor
dominan yang mempengaruhi variabel terikat dilihat dari nilai koefisien regresi
(ß). Analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistic berganda dengan
rumus yang digunakan sebagai berikut:

Y=
68
Keterangan
Y = Variabel terikat (kinerja bidan dalam penanganan asfiksia
neonatorum)
Xi = Variabel bebas /independent (faktor individu, faktor organisasi
dan faktor psikologis)

(i = 1,2,3,…, k )

3.5.4. Etika Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan etika penelitian, yang
meliputi (Hidayat, 2007):
1. Informed consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed
consent tersebut diberikan sebelum penelitian dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi responden. Tujuannya adalah supaya subjek
mengerti maksud dan tujuan penelitian. Jika subjek bersedia, maka
responden harus menandatangani lembar persetujuan, jika responden tidak
bersedia, maka peneliti harus menghormati hak responden.
2. Anonimity (tanpa nama)
Dalam penggunaan subjek penelitian dilakukan dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang akan disajikan.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi
maupun masalah-masalah lainnya yang berhubungan dengan responden.
Hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

69
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Kota Kupang merupakan pusat pemerintahan di Provinsi NTT yang terletak
di bagian tenggara Provinsi. Secara astronomis, Kota Kupang terletak antara: 10º
36’ 14’’-10º 39’ 58’’ Lintang Selatan dan 123º 32’ 23’’- 123º 37’ 01’’ Bujur
Timur. Kota Kupang yang memiliki luas 180,27Km2. Berdasarkan wilayahnya,
batas-batas Kota Kupang adalah; sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan
Kupang Tengah dan Tabenu Kabupaten Kupang, sebelah barat berbatasan dengan
Kecamatan Kupang Barat dan Selat Semau, sebelah Utara berbatasan dengan
Teluk Kupang, serta sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kupang Barat
dan Nekamese.
Kota Kupang memiliki iklim kering yang dipengaruhi oleh angin
muson.Dalam setahun musim kemarau relatif lebih panjang dari pada musim
penghujan.Pada tahun 2016 temperatur udara terendah adalah 22,7ºC yang terjadi
pada bulan Agustus sedangkan temperatur tertinggi adalah 34,6ºC pada bulan
April. Curah hujan tertinggi adalah 308 mm pada bulan Desember dengan jumlah
hari hujan sebanyak 24 hari (BPS, 2017).
Dinas Kesehatan Kota Kupang memiliki 10 Puskesmas Induk antara lain;
Puskesmas Pasir Panjang, Puskesmas Oebobo, Puskesmas Oepoi, Puskesmas
Oesapa, Puskesmas Penfui, Puskesmas Kupang Kota, Puskesmas Sikumana,
Puskesmas Bakunase, Puskesamas Alak, Puskesmas Manutapen, Puskesmas
Naioni.
Dinas Kesehatan Kota Kupang Memiliki 4 Puskesmas Rawat Inap yaitu
Puskesmas Bakunase, Puskesmas Sikumana, Puskesamas Pasir Panjang,
Puskesmas Alak. Tenaga kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari
merupakan tenaga yang dibutuhkan, termasuk bidan yang bertugas di kamar
bersalin.

70
Tabel 4.1 Distribusi Tenaga Kesehatan di Puskesmas Bakunase
No. Jenis Tenaga Jumlah
Ketenagaan
1. Dokter Umum 4
2. Dokter Gigi 2
3. Apoteker -
4. Asisten Apoteker 3
5. Analis 2
6. Bidan 26
7. Perawat 15
8. Perawat Gigi 2
9. Ahli Gizi 3
10. Ahli Sanitarian 2
11. Ahli Kesehatan Masyarakat 1
12. Promkes 2
Total 62
Sumber: Dinkes Kota Kupang, 2007

71
Tabel 4.1 Menunjukan bahwa, jumlah tenaga kesehatan terbanyak di
Puskesmas Bakunase adalah bidan sebanyak 26 orang, dan yang paling sedikit
adalah ahli kesehatan masyarakat dan promkes masing-masing 1 orang.

Tabel 4.2 Distribusi Tenaga Kesehatan di Puskesmas Sikumana


No. Jenis Tenaga Jumlah
Ketenagaan
1. Dokter Umum 4
2. Dokter Gigi 2
3. Apoteker -
4. Asisten Apoteker 3
5. Analis 2
6. Bidan 38
7. Perawat 15
8. Perawat Gigi 2
9. Ahli Gizi 3
10. Ahli Sanitarian 2
11. Ahli Kesehatan Masyarakat 1
12. Promkes 1
Total 71
Sumber: Dinkes Kota Kupang, 2017

Tabel 4.2 Menunjukan bahwa, jumlah tenaga kesehatan terbanyak di


Puskesmas Sikumana adalah bidan dsebanyak 38 orang, dan yang paling
sedikit adalah ahli kesehatan masyarakat dan promkes masing-masing 1
orang.

72
Tabel 4.3 Distribusi Tenaga Kesehatan di Puskesmas Alak
No. Jenis Tenaga Jumlah
Ketenagaan
1. Dokter Umum 4
2. Dokter Gigi 1
3. Apoteker -
4. Asisten Apoteker 2
5. Analis 2
6. Bidan 27
7. Perawat 13
8. Perawat Gigi 3
9. Ahli Gizi 2
10. Ahli Sanitarian 1
11. Ahli Kesehatan 1
12. Masyarakat -
Promkes
Total 56
Sumber: Dinkes Kota Kupang,2017
Tabel 4.3 Menunjukkan bahwa, jumlah tenaga kesehatan terbanyak adalah
bidan sebanyak 27 orang, dan paling sedikit adalah dokter gigi, ahli
sanitarian, dan ahli kesehatan masyarakat masing-masing 1 orang.

73
Tabel 4.4 Distribusi Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pasir Panjang
No. Jenis Tenaga Jumlah
Ketenagaan
1. Dokter Umum 4
2. Dokter Gigi 2
3. Apoteker -
4. Asisten Apoteker 3
5. Analis 2
6. Bidan 33
7. Perawat 17
8. Perawat Gigi 2
9. Ahli Gizi/nutrisionis 2
10. Ahli Sanitarian 2
11. Ahli Kesehatan Masyarakat 1
12. Promkes 1

Total 69
Sumber: Dinkes Kota Kupang, 2017

Tabel 4.4 Menunjukkan bahwa, jumlah tenaga kesehatan terbanyak adalah


bidan sebanyak 33 orang, dan yang paling sedikit adalah ahli kesehatan
masyarakat dan promkes masing-masing 1 orang.

4.2 Analisis Univariat

74
Analisis univariat dalam penelitian ini meliputi distribusi responden
berdasarkan karakteristiknya.
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik bidan pada
puskesmas rawat inap PONED dalam wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kota Kupang 2018
No. Variabel Frekwensi (n) Persentase (%)
1. Umur
< 30 tahun 14 23,0
≥30 tahun 47 77,0
Total 61 100
2. Pendidikan
Diploma 42 68,9
S1/S2 19 31,1
Total 61 100
3. Masa Kerja
< 10 23 37,7
≥10 38 62,3
Total 61 100
4. Motivasi
Tidak setuju 38 62,3
Setuju 23 37,7
Total 61 100
5. Penghargaan
Tidak pernah 50 82
Pernah 11 18
Total 61 100
6. Supervise
Tidak setuju 32 52,5
Setuju 29 47,5
Total 61 100
7. Fasilitas
Kurang puas 7 11,5
Puas 54 88,5
Total 61 100
8. Keterampilan
Kurang mahir 24 39,3
Mahir 37 60,7
Total 61 100
9. Kinerja Bidan
Kurang Baik 17 27,9
Baik 44 72,1
Total 61 100
Sumber: Data Primer, 2018

75
Table 4.5 menunjukkan bahwa karakteristik berdasarkan umur, paling
banyak responden berumur ≥ 30 tahun sebanyak 47 orang (77,0%) dan yang
paling sedikit berumur <30 tahun sebanyak 14 orang (33,0%). Berdasarkan
pendidikan, responden berpendidikan diploma sebanyak 42orang (68,9%) dan
yang berpendidikan S1/S2 sebanyak 19 orang (31,1%). Berdasarkan masa
kerjanya, responden dengan masa kerja ≥10 tahun sebanyak 38 orang (62,3%)
dan yang masa kerjanya <10 tahun 23 orang (37,7%). Berdasarkan motivasi,
responden menyatakan tidak setuju sebanyak 38 orang (62,3%) dan yang
menyatakan setuju sebanyak 23 orang (37,7%).
Berdasarkan penghargaan, yang menyatakan tidak pernah mendapatkan
penghargaan sebanyak 50 orang (82%) dan yang menyatakan pernah
mendapatkan penghargaan sebanyak 11 orang (18%). Berdasarkan supervise,
yang menyatakan tidak pernah disupervisi sebanyak 32 orang (52,5%) dan yang
pernah disupervisi 29 orang (47,5%). Berdasarkan fasilitas, yang menyatakan
puas 54 orang (88,5%) dan yang menyatakan kurang puas 7 orang (11,5%).
Berdasarkan keterampilanya, 37 orang (60,7%) masuk dalam kategori mahir dan
24 orang (39,3%) masuk dalam kategori kurang mahir. Berdasarkan penilaian
kinerja, yang masuk dalam kategori baik sebanyak 44 orang (72,1%) dan yang
masuk dalam kategori kurang baik 17 orang (27,9%).

4.3 Analisis Bivariat

Analisis pada penelitian ini menggunakan Uji Chi-square yang digunakan


untuk melihat besar risiko yang dilambangkan dengan nilai OR (Odds Ratio)
untuk mengetahui hubngan dari masing - masing variable independen baik dari
faktor invidu, faktor psikologi dan faktor organisasi terhadap variabel dependen
yaitu kinerja bidan dalam penanganan asfiksia neonatorum. Analisis ini dilakukan
untuk mengetahui kemaknaan hubungan signifikan antara variable independen
dan variabel dependen dengan P value < 0.05.

76
Tabel 4.6 . Hubungan Antara Faktor Umur Dengan Kinerja Bidan Dalam
Penanganan Asfiksia Neonatorum Pada Puskesmas Rawat Inap
Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang tahun 2018

Umur Kinerja Bidan Total OR P value

Baik % Tidak % n %
Baik

≥30 Tahun 37 78,8 10 21,2 47 77,0 4,57 0,035

<30 Tahun 7 50 7 50 14 23,0

Total 44 72,1 17 27,9 61 100

Sumber: Data Primer 2018

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa, dari 14 orang yang berumur <30 tahun
yang memiliki kinerja tidak baik sebanyak 7 orang (50%) dan yang kinerja baik 7
orang (50%). Sedangkan dari 47 orang pada kelompok umur ≥30 tahun yang
memiliki kinerja tidak baik 10 orang (21,2%) dan memiliki kinerja baik 37 orang
(78,8%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara umur dengan kinerja bidan dengan P.Value =0,035 (P<0,05) dan nilai OR
= 4,57, artinya bidan yang berusia ≥30 tahun berpeluang sebanyak 4,57 kali
memiliki kinerja baik dalam penanganan asfiksia neonatorum dibandingkan
dengan bidan yang berusia <30 tahun.

77
Tabel 4.7 Hubungan Antara Faktor Pendidikan dengan Kinerja Bidan dalam
Penanganan Asfiksia Neonatorum Pada Puskesmas Rawat Inap Di
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang tahun 2018

Pendidikan Kinerja Bidan Total OR P.


Value
Baik Tidak
Baik
n % n % n %
S1/S2 17 89 2 11 19 31,1 1,78 0.024
Diploma 27 64 15 36 42 68,9
Total 44 72,1 17 27,9 61 100
Sumber: Data Primer 2018
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa, dari 42 orang yang berpendidikan Diploma
memiliki kinerja tidak baik 15 orang (36%), dan yang memiliki kinerja baik
sebanyak 27orang (64%), pada kategori pendidikan S1/S2 19 orang yang
memiliki kinerja tidak baik 2 orang (11%), dan yang memiliki kinerja baik
sebanyak 17orang (89%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara pendidikan dengan kinerja bidan dengan P.Value =0,042
(P<0,05) dan nilai OR 1,78 artinya bidan yang memiliki pendidikan S1/S2
berpeluang sebanyak 1,78 kali memiliki kinerja baik dalam penanganan asfiksia
neonatorum dibandingkan dengan bidan yang memiliki pendidikan Diploma.

78
Tabel 4.8 Hubungan Antara Faktor Masa Kerja dengan Kinerja Bidan
dalam penanganan Asfiksia Neonatorum pada puskesmas rawat
inap di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang tahun 2018
Masa Kerja Kinerja Bidan Total OR P.
Baik Tidak Value
Baik
n % n % n %
≥10 Tahun 31 81,6 7 18,4 38 62,3 1,5 0,034
<10 Tahun 13 56,5 10 43,5 23 37,7 7
Total 44 72,1 17 27,9 61 100
Sumber: Data Primer 2018
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa, dari 23 orang yang masa kerja <10 tahun
memiliki kinerja tidak baik sebanyak 10 orang (43,5%) dan yang memiliki kinerja
baik sebanyak 13 orang (56,5%). Responden yang masa kerja ≥10 tahun yang
memiliki kinerja tidak baik sebanyak 7orang (18,4%), dan yang memiliki kinerja
baik sebanyak 31 orang (81,6%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kinerja bidan dengan P.Value
=0,034 (P<0,05) dan nilai OR 1,57,artinya bidan yang memiliki masa kerja ≥10
tahun berpeluang sebanyak 1,57 kali memiliki kinerja baik dalam penanganan
asfiksia neonatorum dibandingkan dengan bidan yang memiliki masa kerja <10
tahun.
Tabel 4.9 Hubungan Antara Faktor Motivasi dengan Kinerja Bidan dalam
Penanganan Asfiksia Neonatorum pada Puskesmas Rawat Inap di
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang tahun 2018
Motivasi Kinerja Bidan Total OR P.
Value
Baik Tidak
Baik
n % N % n %

Setuju 13 56,5 10 43,5 20 32,8 0,33 0,043


Tidak setuju 31 81,6 7 18,4 41 67,2
Total 44 72,1 17 27,9 61 100
Sumber: Data Primer 2018

79
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa, dari 41 orang yang menyatakan tidak
setuju sebanyak 31 orang (81,6%) kategori kinerja baik, dan menyatakan tidak
setuju sebanyak 10 orang (81,6%) kategori kinerja tidak baik. Sedangkan
responden menyatakan setuju10 orang (43,5%) kategori kinerja tidak baik, dan
sebanyak 13 orang (56,5%) kategori kinerja baik menyatakan setuju. Hasil uji
statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi
dengan kinerja bidan dengan P.Value =0,043 (P<0,05) dan nilai OR 0,33 artinya
bidan yang memiliki motivasi dengan pernyataan setuju berpeluang sebanyak 0,33
kali memiliki kinerja baik dalam penanganan asfiksia neonatorum, dibandingkan
dengan bidan yang memiliki motivasi dengan pernyataan tidak setuju.

Tabel 4.10 Hubungan Antara Faktor Penghargaan dengan Kinerja Bidan


dalam Penanganan Asfiksia Neonatorum Pada Puskesmas
Rawat Inap di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang
tahun 2018
Penghargaan Kinerja Bidan Total % OR P.
Value

Baik Tidak
Baik
n % n % n %
Pernah 5 40 6 60 11 18 0,11 0,029
Tidak Pernah 39 78 11 50 50 82
Total 44 17 61 100
Sumber: Data Primer 2018
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa dari 50 orang menyatakan tidak pernah
menerima penghargaan, yang berkinerja tidak baik sebanyak 11 orang (22%), dan
yang berkinerja baik pada pernyataan tidak pernah sebanyak 39 orang (78%).
Responden yang memberi pernyataan pernah mendapatkan penghargaan sebanyak
11 orang yang berkinerja tidak baik sebanyak 6 orang (54,5%), dan yang
berkinerja baik sebanyak 5 orang (45,5%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara penghargaan dengan kinerja bidan dengan

80
P.Value =0,029 (P<0,05) dan nilai OR 0,11 artinya bidan yang pernah
mendapatkan penghargaan berpeluang sebanyak 0,11 kali memiliki kinerja baik
dalam penanganan asfiksia neonatorum dibandingkan dengan bidan yang tidak
pernah memiliki penghargaan.

Tabel 4.11 Hubungan Variabel Superfisi dengan Kinerja Bidan dalam


Penangan asfiksia Neonatorum Pada Pusekesmas Rawat Inap di
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang tahun 2018
Supervisi Kinerja Bidan Total OR P.
Value
Baik Tidak
Baik
n % n %

Setuju 25 86,2 4 13,8 29 47,5 4,63 0,020


Tidak Setuju 19 59,4 13 40,6 32 52,5

Total 44 72,1 17 27,9 61 100


Sumber: Data Primer 2018
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa, dari 32 orang memberikan pernyataan
tidak setuju terdapat13 orang (40,6%) kinerja tidak baik, dan yang kinerja baik 19
orang (59,4%). Sedangkan 29 orang yang memberi pernyataan setuju dengan
kinerja tidak baik 4 orang (13,8%) dan yang berkinerja baik sebanyak 25 orang
(86,2%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara supervisi dengan kinerja bidan dengan P.Value = 0,020. (P<0,05) dengan
nilai OR 4,63,artinya bidan yang setuju dengan supervisi berpeluang sebanyak
4,63 kali memiliki kinerja baik dalam penanganan asfiksia neonatorum,
dibandingkan dengan bidan yang tidak setuju dengan supervisi.

81
Tabel 4.12 Hubungan variabel Fasilitas dengan Kinerja Bidan dalam
Penanganan Asfiksia Neonatorum pada Puskesmas Rawat Inap
Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang tahun 2018.
Fasilitas Kinerja Bidan Total OR P.
Value
Baik Tidak
Baik
n % n % n %

Puas 41 75,9 13 24,1 54 88,5 4,20 0,66


Kurang 3 42,9 4 57,1 7 11,5
Puas
Total 44 72,1 17 27,9 61 100
Sumber: Data Primer 2018
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa, 7 orang menyatakan kurang puas dengan
fasilitas dengan pernyataan kinerja tidak baik sebanyak 4 orang (75,1%), dan yang
kinerja baik 3 orang (24,1%). Sedangkan pernyataan puas dengan fasilitas
sebanyak 54 orang dengan kinerja tidak baik sebanyak 13 orang (24,1%), dan
menyatakan puas dengan kinerja baik sebanyak 41 orang (75,9%). Hasil uji
statistik menunjukkan bahwa, tidakada hubungan yang signifikan antara fasilitas
dengan kinerja bidan dalam penanganan asfiksia neonatorum, dengan P.Value =
0,66 (P > 0,05)

82
Tabel. 4.13 Hubungan variabel Keterampilan dengan Kinerja Bidan dalam
Penanganan Asfiksia Neonatorum pada Puskesmas Rawat Inap
di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang tahun 2018.
Keterampilan Kinerja Bidan To OR P.
tal Value
Baik Tidak
Baik
n % n % n %

Mahir 31 83,8 6 16,2 37 60,7 4,64 0,012


Kurang 13 54,2 11 45,8 24 39,3
mahir
Total 44 72,1 17 27,9 61 100
Sumber: Data Primer 2018
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa, 24 orang memiliki keterampilan kurang
mahir dengan kinerja tidak baik 11 orang (45,8%), dan yang kinerja baik 13 orang
(54,2%). Responden dengan keterampilan mahir 37orang dengan kinerja tidak
baik 6 orang (16,2%), dan yang kinerja baik 31 orang (83,8%). Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara keterampilan dengan
kinerja bidan dengan P.Value = 0,012. (P<0,05) dengan nilai OR 4,64, artinya
bidan dengan keterampilan mahir berpeluang sebanyak 4,64 kali memiliki kinerja
baik dalam penanganan asfiksia neonatorum, dibandingkan dengan bidan dengan
keterampilan tidak mahir.

4.4 Analisis Multivariat

Analisis multivariate dilakukan dengan menggunakan Uji Regresi Logistic


sederhana untuk melihat hubungan variabel independen (Umur, Pendidikan,
Masa Kerja, Keterampilan, Motivasi, Penghargaan, Supervisi, dan Fasilitas)
terhadap variabel dependen yang akan diuji secara simultan atau bersamaan.

83
1. Seleksi Bivariat
Hasil seleksi bivariat variabel independen dengan variabel dependen
dengan menggunakan uji Chi-Square dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.14 Hasil Seleksi Bivariat
No. Nama Variabel P
1. Umur 0,035*
2 Pendidikan 0,042*
3. Masa kerja 0,034*
4. Motivasi 0,034*
5. Penghargaan 0,029*
6. Supervisi 0,020*
7. Fasilitas 0,66
8. Keterampilan 0,012*
Keterangan : Tanda (*) variable lolos seleksi p<0,25

Tabel 4.14 menunjukan bahwa, variabel yang dapat dimasukkan kedalam


model multivariat dengan nilai p<0,25 yaitu variabel umur (P=0,035), pendidikan
(P=0,042), masa kerja (P=0,034), motivasi (P=0,034), penghargaan (P=0,029),
supervisi (P=0,020), keterampilan (P=0,012), sedangkan variabel fasilitas tidak
dapat dimasukkan kedalam tahap multivariat karena memiliki nilai P>0,05.

2. Pemodelan Multivariat
Setelah melewati tahap seleksi bivariat diperoleh 7 (tujuh) variabel yang
dapat dimasukkan kedalam model multivariat yakni variable Umur, Pendidikan,
Masa kerja, Motivasi, Penghargaan, Superfisi, Keterampilan. Hasil akhir analisis
multivariat secara bersamaan dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.

84
Tabel 4.15 Pemodelan Akhir Regresi Logistik berganda antara variable
Analisis Multivariat
No. Nama Variabel ß P OR 95% CI for
Value
EXP (B)

Lower Upper

1. Umur 1.643 0,038 5.171 1.096 24.390


2. Supervisi 1.539 0,045 4.660 1.033 21.022
3. Penghargaan -2.325 0,007 0.098 0.018 0.532
4. Keterampilan 1.699 0,021 5.469 1.294 23.123
Keterangan : *Signifikan P Value (<0,25)
Tabel 4.15 menunjukan bahwa, yang memiliki hubungan bermakna saat
dilakukan analisis secara bersama - sama dengan p value (0,25) adalah umur
(0,038), supervisi (0,045), penghargaan (0,007), dan keterampilan (0,021). Dari ke
empat variabel tersebut di atas maka faktor yang paling berpengaruh signifikan
terhadap kinerja bidan dalam penanganan asfiksia neonatorum adalah variabel
keterampilan karena faktor ini mempunyai nilai Odd Ratio sebesar 5,469.

4.5 Pembahasan
4.5.1 Analisis Hubungan Faktor Umur dengan Kinerja Bidan dalam
Penanganan Asfiksia Neonatorum
Umur diartikan dengan lamanya keberdaan seseorang diukur dalam satuan
waktu dipandang dari segi kronologik individu normal yang memperlihatkan
derajat perkembangan anatomis dan fisiologi yang sama. Umur adalah lama
waktu hidup atau ada sejak dilahirkan (Hoetomo, 2005). Umur adalah usia
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat ulang tahun. Umur
sangat berpengaruh terhadap proses kematangan seseorang dalam menghadapi
suatu perkembangan. Menurut Hurlock jika umur dihubungkan dengan kinerja
seseorang maka semakin bertambah umurnya akan semakin bertambah baik
kinerjanya.

85
Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel pengaruh umur terhadap
kinerja bidan dalam penanganan asfiksia neonatorum pada puskesmas poned di
Kota Kupang menunjukkan bahwa dari 14 orang (23%) yang berumur <30 tahun
yang memiliki kinerja tidak baik sebanyak 7 orang (50%) dan yang kinerja baik 7
orang (50%) sedangkan dari 47 orang (77%) pada kelompok umur ≥30 tahun
yang memiliki kinerja tidak baik 10 orang (21,2%) dan memiliki kinerja baik 37
orang (78,8%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara umur dengan kinerja bidan dengan P. Value =0,035 (p.<0,05)
dan nilai OR = 4,57 berarti peluang bagi bidan 4,57 kali bidan yang memiliki
kinerja baik pada usia ≥ 30 tahun dibandingkan dengan responden yang umur<30
tahun maka ada hubungan pengaruh faktor umur terhadap kinerja bidan.
Penelitian ini sejalan dengan Hernawati (2006), yang menyatakan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kinerja bidan di Kabupaten
Bekasi. Dari hasil uji statistik di dapatkan ada hubungan yang signifikan antar
variabel umur dengan kinerja bidan, hal ini diperkuat dengan P Value: 0,039.
Pada penelitian yang dilakukan Guswanti (2008) di Kabupaten Ogan Ilir
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara faktor umur dengan
kinerja bidan, dimana bidan yang berumur <25 tahun berpeluang sebanyak 3,327
kali untuk memiliki kinerja kurang dibandingkan dengan bidan yang berumur >25
tahun.
Muchlas (2004) menyatakan bahwa, semakin tua seseorang maka
pengetahuannya semakin meningkat, semakin berpengalaman dan semakin
bijaksana dalam pengambilan keputusan. Sedangkan, menurut Yani (2008) yang
menyatakan bahwa usia merupakan daya tarik tersendiri untuk melakukan
pelayanan kesehatan karena kebanyakan ibu - ibu hamil merasa nyaman secara
psikis jika berinteraksi dengan bidan yng usianya lebih tua. Selain itu bidan yang
usianya lebih tua, emosinya stabil dan lebih sabar dalam mengambil keputusan.
Hal ini di buktikan dengan hasil penelitian yang menunjukan umur >30 tahun
kinerjanya 80%.

86
4.5.2 Analisis Hubungan Faktor Pendidikan dengan Kinerja Bidan dalam
Penanganan Asfiksia Neonatorum
Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang (2006), menyatakan bahwa
“Pendidikan adalah usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan
jalan membina potensi - potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta
dan budi nurani) dan jasmani (panca indera serta keterampilan-keterampilan)”.
Sedangkan Ahmad (2001), menyatakan bahwa “Pendidikan itu merupakan
kegiatan proses belajar mengajar yang sistem pendidikannya senantiasa berbeda
dan berubah-ubah, dari masyarakat yang satu kepada masyarakat yang lain”.
Dari beberapa definisi tentang pendidikan diatas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk menyiapkan peserta didik
agar mampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara menyeluruh dalam
memasuki kehidupan dimasa yang akan datang (Suryono, 2009).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 42 orang (68,9%) yang
berpendidikan Diploma memiliki kinerja tidak baik 15 orang (36%); yang
memiliki kinerja baik sebanyak 27orang (64%). Sedangkan pendidikan S1/S2 19
orang (31,1%) yang memiliki kinerja tidak baik 2 orang (11%), memiliki kinerja
baik. Sebanyak 17 orang (89%). Berdasarkan hasil uji statistik Variabel ini
berhubungan signifikan dengan kinerja bidan P.Value=0,042 (P.value<0,05) dan
nilai OR 1,78 menunjukkan bahwa bidan berpendidikan S1/S2 yang memiliki
peluang sebesar 1,78 kali memiliki pengetahuan lebih baik dibandingkan dengan
responden yang memiliki pendidikan Diploma. Maka ada hubungan faktor
pendidikan terhadap kinerja bidan dalam penanganan asfiksia neonatorum.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Endah Purwaningsih
(2015) di Puskesmas Kabupaten Klaten peneliti terdahulu menyatakan adanya
hubungan yang signifikan antara pendidikan bidan dalam pelayanan penanganan
neonatus dengan masalah asfiksia neonatorum. Hasil menunjukkan bahwa ada
pengaruh tingkat pendidikan terhadap kinerja karyawan dengan p-value < α 0.005
dengan hubungan pengaruh bersama sebesar 25,40% dan sumbangan pengaruh
langsung tingkat pendidikan terhadap kinerja bidan sebesar 6,5%.

87
Pendapat peneliti Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang diperlukan untuk pengembangan diri. Menurut peneliti perbedaan
tingkat pendidikan menyebabkan perbedaan pengetahuan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan, semakin mudah mereka menerima metode baru, serta mudah
mengembangkan pengetahuan dan teknologi, sehingga akan meningkatkan
produktivitas yang pada akkhirnya akan meningkatkan kualitas dan kinerja
pelayanan.

4.5.3 Analisis Hubungan Faktor Masa Kerja dengan Kinerja Bidan dalam
Penanganan Asfiksia Neonatorum
Masa kerja adalah lamanya seorang karyawan menyumbangkan tenaganya
pada perusahaan tertentu. Sejauh mana tenaga kerja dapat mencapai hasil yang
memuaskan dalam bekerja tergantung dari kemampuan, kecakapan dan
keterampilan tertentu agar dapat melaksanakan pekerjaanya dengan baik. Masa
kerja merupakan hasil penyerapan dari berbagai aktivitas manusia, sehingga
mampu menumbuhkan keterampilan yang muncul secara otomatis dalam tindakan
yang dilakukan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Masa kerja seseorang
berkaitan dengan pengalaman kerjanya. Bidan yang telah lama bekerja pada
puskesmas tertentu telah mempunyai berbagai pengalaman yang berkaitan dengan
bidangnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 23 orang (37,7%) yang masa
kerja <10 tahun memiliki kinerja tidak baik sebanyak 10 orang (43,5%); yang
memiliki kinerja baik sebanyak 13 orang (56,5%). Sedangkan responden yang
masa kerja ≥10 tahun yang memiliki kinerja tidak baik sebanyak 7 orang (18,4%);
yang memiliki kinerja baik sebanyak 31 orang (81,6%). Berdasarkan hasil uji
statistik menunjukkan bahwa masa kerja ini berhubungan signifikan dengan
kinerja bidan dalam penanganan asfiksia neonatorum dengan P.Value =0,034.
(P.v<0,05) dengan nilai OR 1,57 berarti bahwa bidan yang masa kerja ≥10 tahun
memiliki peluang 1,57 kali bidan berkinerja baik maka ada pengaruh faktor masa
kerja terhadap kinerja bidan dalam penanganan asfiksia neonatorum.

88
Adanya hubungan antara kinerja bidan dan lamanya masa kerja dalam
penelitian ini, sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Salsa (2009) yang
menyebutkan bahwa, ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan
kinerja bidan dengan P value= 0,046.Dari 13 bidan dengan masa kerja baru
dengan kinerja bidannya baik ada 8 orang (61,5%) dan dari 27 bidan dengan masa
kerja lama dengan kinerja kurang ada 16 orang (59,3%). Penelitian ini sesuai
dengan teori Hernawati (2007) yang menyatakan bahwa semakin lama seseorang
bekerja pada suatu organisasi semakin berpengalaman dia, sehingga kecakapan
kerjanya semakin baik.
Ravianto (2011) menyatakan bahwa, masa kerja seseorang tidak mudah
dicatat melalui survei, oleh sebab itu tingkat umur sering dianggap sebagai
indikator masa kerja. Sehingga ia mendefinisikan bahwa masa kerja adalah umur
pada tahun berlaku dikurangi umur pada saat mulai kerja. Sinungan (2012)
menyatakan bahwa masa kerja atau lama kerja umumnya merupakan lamanya
seseorang bekerja dalam bidang kegiatan yang sama ataupun beda, yang biasanya
diukur dengan waktu. Bidan dengan masa kerja yang lama telah melewati proses
tahapan karir yang panjang pula. Tahapan karir atau career stage menurut
(Sinungan, 2012) merupakan pola karir atau proses yang telah dilewati seseorang
selama ia bekerja. Dalam proses kerja seorang tentunya telah melewati
serangkaian tahap tertentu, baik yang menyenangkan ataupun tidak. Semakin
banyak tahapan yang telah mereka lewati akan semakin membantu dalam
merencanakan karirnya dan memecahkan masalah yang mungkin terjadi dalam
perjalanan karirnya.
Masa kerja disebutkan sebagai penyebab meningkat kinerja bidan karena
dengan masa kerja yang lama sudah tentu seorang bidan akan mendapatkan mutu
kerja yang lebih baik dalam hal ini penanganan asfiksia neonatorum (Siswanti,
2011). Mereka yang berpengalaman dipandang lebih mampu dalam pelaksanaan
tugas, makin lama masa kerja seseorang kecakapan mereka akan lebih baik,
karena sudah menyesuaikan dengan pekerjaannya.
Semakin banyak bidan yang memiliki masa kerja atau jam terbang yang
lama akan berdampak besar pada peskesmas dengan semakin baiknya kinerja

89
yang dihasilkan karena mereka telah terlatih, dimana hal tersebut kecil sekali
kemungkinan didapat dari bidan yang masa kerjanya singkat atau baru. Salsa
(2009)
Pendapat peneliti menyatakan bahwa semakin tinggi masa kerja bidan,
maka semakin banyak pengalaman kerja yang dimiliki, karena pengalaman kerja
merupakan pengetahuan praktis yang didapat seseorang dari hasil observasi dalam
menghadapi suatu peristiwa dalam hal ini penanganan asfiksia neonatorum. bidan
dengan masa kerja yang lebih lama cenderung menunjukkan kepuasan kerja yang
tinggi dibandingkan dengan bidan yang masa kerjanya masih singkat atau baru,
dan jaminan yang didapat dari puskesmas pun semakin baik pula.

4.5.4 Analisis Hubungan Faktor Motivasi dengan Kinerja Bidan dalam


Penanganan Asfiksia Neonatorum
Motivasi merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong seorang
karyawan untuk bekerja. Motivasi adalah kesediaan individu untuk mengeluarkan
upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi. Motivasi merupakan suatu
dorongan dengan ciri-ciri seseorang melakukan pekerjaan dengan baik dan kinerja
yang tinggi. Kebutuhan akan berprestasi tinggi merupakan suatu dorongan yang
timbul pada diri seseorang untuk berupaya mencapai target yang telah ditetapkan,
bekerja keras untuk mencapai keberhasilan dan memiliki keinginan untuk
mengerjakan sesuatu secara lebih lebih baik dari sebelumnya. Motivasi
merupakan salah satu faktor kunci untuk bekerja dan mencapai kinerja yang
tinggi. Kegiatan memotivasi berkaitan dengan sejauh mana komitmen seseorang
terhadap pekerjaannya dalam rangka mencapai tujuan. Bidan yang memiliki
motivasi terhadap suatu pekerjaan yang rendan atau tinggi akan memiliki
komitmen terhadap pelaksanaan penyelesaian pekerjaannya (Stephen, 2011).
Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel pengaruh motivasi terhadap
kinerja bidan dalam penanganan asfiksia neonatorum pada puskesmas poned di
Kota Kupang menunjukanbahwa dari 38 orang (62,3%) yang menyatakan tidak
setuju terhadap kinerja dengan pernyataan tidak baik 7 orang (18,4%);
menyatakan baik 31 orang (81,6%) Sedangkan responden menyatakan setuju 23

90
(37,7%) menyatakan tidak baik 10 0rang (43,5%)yang menyatakan baik pada
pernyataan setuju sebanyak 13 orang (56,5%). Berdasarkan hasil uji statistik
menunjukkan bahwa motivasi berhubungan signifikan dengan kinerja bidan
dengan P.Value = 0,034. (P.v<0,05) dengan nilai OR 0,33 berarti lebih banyak
bidan menyatakan tidak setuju dengan motivasi dibandingkan dengan bidan
menyatakan setuju terhadap kinerja bidan dalam penanganan asfiksia neonatorum.
Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Nining (2006) yang
menyatakan terdapat hubungan antara motivasi dengan kinerja bidan dengan
Pvalue= 0,000. Kinerja bidan baik cenderung terdapat pada bidan dengan motivasi
baik (86,3%) dan kinerja bidan kurang baik cenderung terdapat pada bidan dengan
motivasi kurang baik (13,7%). Motivasi mempunyai arti mendasar sebagai
inisiatif penggerak perilaku seseorang secara optimal, hal ini disebabkan karena
motivasi merupakan kondisi internal, kejiwaan dan mental manusia seperti aneka
keinginan, harapan, kebutuhan, dorongan dan kesukaan yang mendorong individu
untuk berperilaku kerja untuk mencapai kepuasan atau mengurangi
ketidakseimbangan.
Penelitian ini sesuai dengan teori Notoatmodjo (2001) yang mengatakan
bahwa, Motivasi atau motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang
menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan kegiatan tertentu guna mencapai
suatu tujuan. Motif tidak dapat diamati, yang dapat diamati adalah kegiatan atau
mungkin alasan - alasan tindakan tersebut. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan Ramisis (2002), yang menyatakan ada hubungan
antara motivasi dengan kinerja Bidan dengan Pvalue= 0,057.
Teori motivasi berprestasi menegaskan manusia bekerja didorong oleh
kebutuhan berprestasi, afiliasi, kekuasaan dan tanggung jawab. Kebutuhan
berprestasi tercermin dari keinginan bersahabat, memperhatikan aspek antar
pribadi, bekerja sama, empati dan efektif dalam bekerja. Motivasi kerja sangat
besar pengaruhnya terhadap kinerja seseorang. Seorang karyawan akan bekerja
secara maksimal, memanfaatkan kemampuan dan keterampilannya dengan
bersemangat, manakala ia memiliki motivasi kerja yang tinggi.

91
Motivasi kerja tersebut akan tampak jelas dalam bentuk keterlibatan kerja.
Mereka yang memiliki motivasi kerja tinggi akan lebih terlibat dibanding mereka
yang memiliki motivasi kerja rendah. Banyak pendapat para ahli yang
menerangkan keterkaitan antara motivasi kerja dan kinerja, diantaranya
disampaikan oleh Riggio, (2003), dengan teori achievement motivation, dimana
pencapaian kinerja seseorang sangat dipengaruhi oleh motivasinya untuk
memenuhi kebutuhan- kebutuhan (needs).
Berdasarkan pendapat peneliti menyatakan bahwa motivasi merupakan
kondisi internal, kejiwaan, dan mental seseorang yang dapat mendorong perilaku
kinerja individu dalam mencapai kepuasan di mulai dari dorongan dari dalam diri
dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Motivasi dapat digunakan sebagai strategi
untuk meningkatkan kinerja pegawai puskesmas dalam hal ini bidan, sebab
efektifitas kinerja tergantung pada motivasinya.

4.5.5 Analisis Hubungan Faktor Penghargaan dengan Kinerja Bidan dalam


Penanganan Asfiksia Neonatorum
Gibson (2006) menyatakan bahwa penghargaan adalah sesuatu yang
diberikan manajer kepada para karyawan setelah mereka memberikan
kemampuan, keahlian dan usahanya kepada organisasi, penghargaan juga dapat
berupa upah, alih tugas promosi, pujian dan pengakuan. Sedangkan menurut
Simamora (2007) terdapat dua kondisi yang harus dipenuhi jika menghendaki
karyawan merasa imbalan-imbalan yang mereka terima terkait dengan kinerja.
Pertama hubungan antara kinerja dan imbalan-imbalan semestinya kelihatan
dengan jelas pada anggota-anggota organisasi, kedua tingkat kepercayaan yang
memadai haruslah ada antara para karyawan dengan manajemen organisasi.
Uang barangkali merupakan penghargaan yang paling sering diberikan
dalam organisasi dan diberikan dalam berbagai bentuk dan pada berbagai basis.
Gaji bonus, kenaikan merit dan rencana - rencana pembagian keuntungan adalah
indikasi dari beberapa cara dimana uang digunakan sebagai penghargaan
ekstrintik. Termasuk daftar imbalan-imbalan ekstrinsik yang tersedia adalah hal-
hal seperti pengakuan dan pujian dari atasan, promosi, tunjangan pelengkap

92
seperti asuransi pensiunan, tempat kerja yang representatif dan imbalan-imbalan
sosial seperti kesempatan untuk menjumpai banyak orang baru.
Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel pengaruh penghargaan
terhadap kinerja bidan dalam penanganan asfiksia neonatorum pada puskesmas
poned di Kota Kupang menunjukan bahwa dari 50 orang (82%) menyatakan tidak
pernah menerima penghargaan yang berkinerja tidak baik sebanyak 11 orang
(22%); yang berkinerja baik pada pernyataan tidak pernah sebanyak 39 orang
(78%). Sedangkan responden yang memberi pernyataan pernah sebanyak 11
orang (18%) yang berkinerja tidak baik sebanyak 6 orang (54,5%); yang
berkinerja baik sebanyak 5orang (45,5%). Berdasarkan hasil uji statistik
menunjukkan bahwa penghargaan berhubungan signifikan dengan kinerja bidan
dengan P.Value = 0,029. (P.v<0,05) dengan nilai OR 0,11 berarti lebih banyak
bidan menyatakan tidak pernah mendapatkan Penghargaan dibandingkan dengan
bidan yang pernah mendapatkan penghargaan dalam penanganan asfiksia
neonatorum.
Penelitian ini sejalan dengan wawan (2007), dengan menunjukan hasil
analisis hubungan menggunakan uji rank-spearman diperoleh p value sebesar
0,003 (p < 0,05) ada hubungan bermakna antara penghargaan dengan kinerja
bidan dalam penanganan asfiksia neonatorum. Kinerja bidan baik cenderung
terdapat pada bidan dengan kompensasi baik (81,5%) dan kinerja bidan kurang
baik cenderung terdapat pada bidan dengan kompensasi kurang baik (64,3%).
Suatu kompensasi akan dapat meningkatkan atau menurunkan kinerja atau
memotivasi karyawan. Jika para karyawan berpersepsi kompensasi mereka tidak
memadai, kinerja dapat menurun drastis. Program-program dalam pemberian
penghargaan sangatlah penting untuk mendapatkan perhatian yang sungguh -
sungguh karena mencerminkan adanya usaha organisasi atau perusahaan untuk
mempertahankan kinerja sumber daya manusia.
Menurut peneliti, seseorang yang sudah bekerja dengan mengabdikan
tenaga, waktu, dan pengetahuan dan keterampilan akan mengharapkan
penghargaan baik itu bersifat financial maupun non financial. Gaji atau upah
adalah imbalan yang berasal dari pekerjaan dapat digunakan untuk memotivasi

93
prestasi kerja, dengan imbalan atau penghargaan yang baik karyawan akan
termotivasi untuk mencapai tingkat prestasi yang lebih tinggi. Penghargaan akan
berpengaruh terhadap kinerja seseorang dalam melakukan pekerjaan yang
akhirnya secara langsung mempengaruhi perstasi kerja.

4.5.6 Analisis Hubungan Faktor Supervisi dengan Kinerja Bidan dalam


Penanganan Asfiksia Neonatorum
Supervisi didefinisikan sebagai pengukuran secara keseluruhan untuk
menjamin bahwa personil dapat meningkatkan aktifitas secara efektif dan lebih
kompeten terhadap pekerjaannya. Supervisi adalah salah satu upaya pengarahan
dengan pemberian petunjuk dan saran, setelah menemukan alasan dan keluhan
pelaksana dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi (DepKes RI, 2015).
Hasil penelitian menunjukkan bahwadari 32 orang (52,5%) memberikan
pernyataan tidak setuju terdapat13 orang (40,6%) kinerja tidak baik; dan yang
kinerja baik 19 orang (59,4%). Sedangkan 29 orang (47,5%) yang memberi
pernyataan setuju dengan kinerja tidak baik 4 orang (13,8%) dan yang berkinerja
baik sebanyak 25 orang (86,2%). Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan
bahwa supervisi ini berhubungan signifikandengan kinerja bidan dalam
penanganan asfiksia neonatorum dengan P.Value = 0,020. (P.v<0,05) dengan nilai
OR 4,63 berarti bidan menyatakan setuju memiliki peluang 4,63 kali untuk
mendapatkan supervisi dibandingkan dengan bidan yang tidak setuju dengan
supervise dalam penanganan asfiksia neonatorum.
Supervisi merupakan suatu upaya pembinaan dan pengarahan untuk
meningkatkan gairah serta prestasi kerja dan yang bertanggung jawab
melaksanakan supervisi adalah atasan (supervisor) yang memiliki kelebihan
dalam organisasi.Atasan yang dimaksud mulai dari Bidan koordinator yang
berperan untuk melakukan supervisi bagi bidan harus lebih memperhatikan bidan
dalam melaksanakan tugasnya sehingga memberikan kesempatan kepada bidan
untuk menyampaikan permasalahan yang dihadapai bidan dalam melaksanakan
pelayanan kebidanan dalam hal ini penanganan asfiksia neonatorum.

94
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kulas
(2012) yang meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan Kinerja
Bidan dalam penanganan Asfiksia Neonatorum di Puskesmas Kota Manado
menunjukan bahwa variabel Supervisi ada hubungan signifikan dengan kinerja
bidan, dengan P Value: 0,031. Yang artinya ada kecenderungan responden yang
kinerjanya baik mempunyai hubungan dengan persepsi supervisi bidan yang baik.
Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa, dari 43 responden yang
mendapatkan supervisi yang baik dari atasan mempunyai kinerja baik sebesar
90,7% (39 orang) dan supervisi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
kinerja bidan di desa dalam pelayanan antenatal. Dimana bidan yang mendapatkan
supervisi mempunyai peluang 5 kali untuk mempunyai kinerja baik dibandingkan
dengan bidan yang tidak mendapatkan supervisi Ilyas (2010).
Pendapat peneliti pelaksanaan supervisi untuk memberikan arahan dan
bimbingan kepada bawahan secara langsung sehingga bawahan tersebut
berkinerja baik. Wajar bila personil yang tidak disupervisi berkinerja
buruk/kurang, ataupun supervisi dilaksanakan tapi unsur - unsur supervisi tidak
dilaksanakan sehingga supervisi yang dilaksanakan kurang bermanfaat.
Disamping itu yang tidak kalah pentingnya adalah hubungan yang harmonis
antara supervisor dengan personil yang disupervisi hendaknya perlu menjadi
perhatian pihak atasan. Hal ini menunjukan bahwa perlunya supervisi yang lebih
intensif dan kondusif baik oleh Puskesmas maupun Dinas Kesehatan Kota
Kupang dalam upaya meningkatkan kinerja bidan dengan memperhatikan unsur -
unsur dalam melaksanakan supervisi.
Oleh karena itu supervisi hendaknya dibuat senyaman mungkin sehingga
tidak ada kesenjangan antar supervisor dan bawahan. Supervisi yang dilakukan
hendaknya dilakukan lebih intensif, dengan fokus supervisi tersebut mencakup
menetapkan masalah dan prioritasnya, menetapkan penyebab masalah, prioritas
dan jalan keluarnya serta menilai hasil yang dicapai untuk menentukan tindak
lanjut. Menekankan kembali tugas dan kompetensi bidan di pada saat supervisi.

95
4.5.7 Analisis Hubungan Faktor Fasilitas dengan Kinerja Bidan Dalam
Penanganan Asfiksia Neonatorum
Fasilitas adalah “suatu bentuk pelayanan perusahaan terhadap karyawan
agar menunjang kinerja dalam memenuhi kebutuhan karyawan, sehingga dapat
meningkatkan produktivitas kerja karyawan” (Hapsari, 2008). Fasilitas kerja
adalah sarana dan prasarana untuk membantu karyawan menyelesaikan
pekerjaannya dan membuat karyawan bekerja lebih produktif. Kendala yang
sering ditemukan dalam institusi rumah sakit ataupun puskesmas adalah kendala
fasilitas kerja yang kurang memadai yang mengakibatkan kinerja bidan juga
menurun. Kesediaan fasilitas sangat mempengaruhi kinerja seseorang, fasilitas
merupakan penunjang kelancaran, seperti pelengkapan dan peralatan kerja, serta
jaminan keselamatan kerja (Husnan, 2012).
Notoatmodjo (2008) menyatakan bahwa, kesediaan sumber daya dan
sarana merupakan faktor pendukung seseorang untuk berperilaku (termasuk
kinerja). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nining (2011)
yang menyimpulkan bahwa, ada hubungan yang bermakna antara fasilitas dengan
kinerja bidan dalam penanganan asfiksia. Hasil penelitian diperoleh bahwa
proporsi bidan yang mempunyai sarana lengkap berkinerja baik sebanyak 95,5%
(21 orang), dan analisis hubungan menunjukkan hubungan yang signifikan antara
fasilitas dengan kinerja bidan dengan P Value 0,002 (p<0,05).
Untuk meningkatkan kinerja bidan dalam penanganan asfiksia
neonatorum, fasilitas harus sesuai dengan baik dari segi kuantitas dan kualitasnya.
Tidak cukup atau kurang layaknya peralatan yang dimiliki oleh para bidan dapat
mengganggu tugasnya terutama pada penanganan asfiksia neonatorum.
Departemen Kesehatan (2011) menyatakan bahwa salah satu komponen
penting dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah sarana kesehatan
yang mampu menunjang upaya kesehatan baik tingkat individu maupun
masyarakat.
Dalam penelitian yang dilakukan Suryani (2014) diperoleh bahwa fasilitas
kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja bidan Puskesmas
Wonoboyo di Kabupaten Tumanggung. Pemberian fasilitas yang lengkap juga

96
dijadikan salah satu pendorong untuk bekerja. Fasiltas kerja merupakan sebuah
bentuk pelayanan terrhadap bidan didalam menunjang kinerjanya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 7 orang (11,5%) menyatakan kurang
puas dengan fasilitas dengan pernyataan kinerja tidak baik sebanyak 4 orang
(75,1%); yang kinerja baik 3 orang (24,1%). Sedangkan pernyataan puas dengan
fasilitas sebanyak 54 orang (88,5%) dengan kinerja tidak baik sebanyak 13 orang
(24,1%); responden yang menyatakan puas dengan kinerja baik sebanyak 41
orang (75,9%).Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa fasilitas tidak
berhubungan signifikan dengan kinerja bidan dalam penanganan asfiksia
neonatorum dengan nilai P.Value = 0,66 (P.>0,05).
Berdasarkan pendapat peneliti menyatakan bahwa fasilitas kesehatan pada
puskesmas rawat inap PONED diwilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang.
sudah sesuai dengan kebutuhan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya
cukup memadai sesuai kebutuhan. Kemudian berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan pada empat puskesmas rawat inap PONED tidak ada hubungan yang
signifikan dengan kinerja bidan dalam penanganan asfiksia neonatorum.

4.5.8 Analisis Hubungan Faktor Keterampilan dengan Kinerja Bidan Dalam


Penanganan Asfiksia Neonatorum

Keterampilan adalah kemampuan secara teknis atau praktik dalam suatu


bidang pekerjaan yang di jalani. Wanda (2011) menyatakan bahwa, keterampilan
adalah keberadaan dari pengetahuan tentang suatu lingkungan tertentu,
pemahaman tentang masalah yang timbul dari lingkungan tersebut dan
keterampilan untuk memecahkan masalah. Keterampilan adalah kemampuan
seseorang menerapkan pengetahuan ke dalam bentuk tindakan. Keterampilan
seorang bidan diperoleh melalui pendidikan dan latihan.
Bermaknanya hubungan antara keterampilan dan kinerja bidan dalam
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudarmanto (2009),
yang menemukan bahwa ada hubungan yang antara keterampilan dengan kinerja
bidan puskesmas di Surakarta. Dari hasil uji statistik di dapatkan ada hubungan

97
yang signifikan antar keterampilan dengan kinerja bidan, hal ini diperkuat dengan
P Value: 0,015.
Pemahaman tentang keterampilan diartikan sebagai suatau tingkat
pencapaian individu terhadap upaya untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan
baik dan efisien dalam bekerja merupakan suatu totalitas diri pekerja baik secara
fisik maupun mental dalam menghadapi pekerjaanya.
Keterampilan adalah kecakapan yang spesifik yang dimiliki seseorang
berhubungan dengan penyelesaian tugas secara cepat dan tepat. Pada dasarnya
masing-masing individu mempunyai kemampuan mental dan keterampilan fisik
dibutuhkan untuk keberadaan kerja yang memadai. Keterampilan bidan dalam
penanganan asfiksia neonatorum diantaranya adalah bidan perlu mengetahui
sebelum dan sesudah bayi lahir, apakah bayi mempunyai risiko asfiksia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 24 orang (39,3%) memiliki
keterampilan kurang mahir dengan kinerja tidak baik 11 orang (45,8%); kinerja
baik 13 orang (54,2%). Sedangkan responden mahir 37 orang (60,7%) dengan
kinerja tidak baik 6 orang (16,2%); kinerja baik 31 orang (83,8%). Berdasarkan
hasil uji statistik menunjukkan bahwa keterampilan berhubungan signifikan
dengan kinerja bidan dalam penanganan asfiksia neonatorum dengan P.Value =
0,012. (P. Value <0,05) dengan nilai OR 4,64 berarti ada peluang 4,64 kali untuk
bidan mendapatkan keterampilan mahir dibandingkan dengan bidan yang tidak
mahir dalam penanganan asfiksia neonatorum.
Menurut peneliti sesuai dengan hasil analisis menyatakan bahwa ada
hubungan yang signifikan factor ketrampilan bidan terhadap kinerja bidan dalam
penanganan bayi asfiksia neonatorum. Namun masih terdapat juga bidan yang
kurang mahir dan memiliki kinerja tidak baik dalam melakukan penanganan bayi
baru lahir dengan asfiksia neonatorum pada puskesmas PONED dalam wilayah
kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang. Hasil penelitian menunjukkan keterampilan
mendukung teori dalam rangka meningkatkan kinerja seorang bidan, maka salah
satu faktor penunjang adalah tingkat keterampilan bidan itu sendiri. Apabila
bidan yang mempunyai keterampilan baik maka kinerjanyapun juga baik.

98
Semakin tinggi tingkat keterampilan seorang bidan maka dapat meningkat pula
kinerjanya dalam penanganan asfiksia neonatorum.

99
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Rawat Inap dalam
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang tentang Faktor yang berhubungan
dengan kinerja bidan dalam penanganan Asfiksia Neonatorum, dapat disimpulkan
bahwa :
1. Ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kinerja bidan dipuskesmas
rawat inap di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang.
2. Ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kinerja bidan
dipuskesmas rawat inap di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang.
3. Ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kinerja bidan
dipuskesmas rawat inap di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang.
4. Ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan kinerja bidan
dipuskesmas rawat inap di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang.
5. Ada hubungan yang signifikan antara penghargaan dengan kinerja bidan
dipuskesmas rawat inap di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang.
6. Ada hubungan yang signifikan antara supervisi dengan kinerja bidan
dipuskesmas rawat inap di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang.
7. Tidak ada hubungan yang signifikan antara fasilitasdengan kinerja bidan
dipuskesmas rawat inap di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang.
8. Ada hubungan yang signifikan antara keterampilan dengan kinerja bidan
dipuskesmas rawat inap di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang.

5.2 Implementasi Konsekuensi Logis dari Kumpulan Penelitian


5.2.1 Saran Teoritis

Meningkatnya pemahaman tentang pentingnya dukungan faktor individu,


psikologis dan organisasi sosial terhadap kinerja bidan terutama dalam upaya
menangani asfiksia neonatorum.

100
5.2.2 Saran Praktis
a. Bagi Kepala Puskesmas:
Sesuai dengan hasil penelitian ini, bahwa ada hubungan masa kerja
dan kinerja bidan dalam penganagan asfiksia neonatorum, maka Kapus
diharapkan dapat mempertimbangkan pembagian jadwal piket yang di dalam
setiap shift terdapat bidan senior bersama dengan bidan junior.

b. Bagi Dinas Kesehatan Kota Kupang:


Sesuai dengan hasil penelitian ini, bahwa ada hubungan keterampilan,
penghargaan dan supervise terhadap kinerja bidan dalam penaganan asfiksia
neonatorum, maka Dinkes diharapkan dapat dapat memberikan pelatihan
keterampilan, penghargaan dan monev berkala terhadap para bidan yang bertugas
Puskesmas.
c. Bagi peneliti lain:
Peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian tentang faktor-faktor
lain yang mempengaruhi kinerja bidan dalam penanganan asfiksia neonatorum
dengan jenis kuantitatif dan atau kualitatif.

101
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu pendekatan Praktik.Jakarta:


Rineka Cipta.

Alimul Hidayat. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Dan Tehnik Analisis Data.
Surabaya: Salemba.

Azwar Syaifuddin 2009, Sikap Manusia dan teori pengukurannya. Pustaka


pelajar. Yogyakarta

Danim, 2012, Motivasi Kepemimpinan dan efektifitas. PT. Rineka Cipta. Jakarta

Depkes RI. 2001. Pelatihan Asuhan Persalinan Normal. Buku Acuan. Jakarta.

Depkes RI 2002. Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar. Jakarta.

Depkes RI 2003. Dasar – Dasar Asuhan Kebidanan. Jakarta : Depkes RI

Dinkes 2016. Profil Kesehatan Kota Kupang

Depkes RI. 2006. Modul Belajar Pelatihan Keterampilan Manajerial Sistem


Pengembangan Dan Manajemen Kinerja Klinis. Jakarta

Dessler, Gary 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta

Dharma,Surya.2004.Manajemen Kinerja,Falsafah,Teori dan Penerapannya.


Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Gibson, James L, John M, Ivancevich,James H, Donnelly J.2010, Organisasi


Perilaku Struktur Proses. Bina Rupa Aksara Publiser. Jakarta.

Gomes.2003. Manajemen SDM. Yogyakarta

Hidayat Azis. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Edisi I. Jakarta:Salemba


Medika

Handoko TH. 2002. Manajemen Personalia dan Sumber daya manusia. Edisi 2
Jogyakarta

102
Ilyas Yaslis.2005. Kinerja, Teori dan Penelitian. Liberty: Yogykarta.

Machfoedz. 2007. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan dan


Kebidanan. Fitramaya: Yogyakarta

Mulyadi, John S, 2001. Sistem Perencanaan Pengendalian Management.


Penerbit Salemba 4, edisi 2. Yogyakarta

Mangkunegara. 2006. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Cetakan ke II.:


PT Refika Aditama. Bandung

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2010. Evaluasi Kinerja SDM. Refika


Aditama. Bandung.

Marmi . 2011. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.


Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.2007.

-----------Paket Pelatihan PONED. 2008. Jakarta : JNKKR

-----------Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta: RinekaCipta

Pusdiknakes Depkes RI. 2003. Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta: Pengurus


Pusat IBI.

Purwadianto, A. 2000. Kedaruratan Medik. Jakarta :Bina Rupa Aksara.

Robbins, 2006. Prilaku Organisasi. Konsep. Kontroversi. Dan Aplikasi. Jakarta:


Prehallindo.

Ruky.2000. Sistem Manajemen Kinerja. Cetakan ke II. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.

Riyanto.2011. Metode Penelitian Kesehatan.Yogyakarta: Nuha Medika

103
Rivai,Veithzal. Manajamen Sumber Daya Manusi Untuk Perusahaan, Dari Teori
Ke Praktek. PT.Rajagrafindo Persada: Jakarta.

Sailendra, Annie. 2015. Langkah-Langkah Praktis Membuat SOP. Cetakan


Pertama. Trans Idea Publishing, Yogyakarta

Sandjaja B dan Heriyanto. 2006. Panduan Penelitian. Cetakan kedua.


Jakarta:Prestasi Pustaka.

Sudarmanto.2009 Kinerja dan Pengembangan SDM. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Saefuddin. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:


BinaPustaka

Siagian Sondang. 2002. Manajemen SDM. Jakarta: Bumi Aksara

Soekitjo.2005. Metode Penelitian Kesehatan.Jakarta: Penerebit Rineka Cipta

Simamora, Hendry. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia.STIE YKPN:


Jogjakarta.

Sendow.2007.Pengukuran Kinerja Karyawan. Gunung Agung: Jakarta.

Sutrisno, Hadi.2009.Manajemen Sumber Daya Manusia. Andi Offset:


Yogyakarta.

Sedarmayanti, 2014, Manajemen strategi, Bandung Rafika Aditama.

Tarwarka, 2014, Dasar pengetahuan Ergonomic dan Aplikasi di tempat kerja.


Harapan Press: Surakarta

Tohardi, Ahmad. 2002. Pemahaman Praktis Management Sumber Daya


Manusia, Cetakan I, Penerbit CV. Mandar Maju, Universitas Tanjung
Pura, Bandung.

Teori Supervisi Kepemimpinan oleh sapparudin pada buku yang diterbitkan tahun
2007.

Wong L Donna. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4.Jakarta:


EGC

104
Jurnal Manajemen Kesehatan analisis kinerja bidan praktek dalam pelaksanaan
Asfiksia neonatorum diwilayah Puskesmas Kabupaten Lumajang Jawa
Timur, volume 9 nomor 1 Maret 2013

105

Anda mungkin juga menyukai