Shandy Aura1
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya,Jl. Ahmad Yani No.117, Jemur
Wonosari, Kec. Wonocolo, Kota SBY, Jawa Timur 60237.
e-mail: 05010422017@student.uinsby.ac.id
Abstract: This article discusses the problems associated with the practice of ijtihad in the
Islamic legal tradition. Ijtihad refers to the attempts at legal interpretation and reasoning
undertaken by scholars to deal with contemporary issues that are not specifically regulated in the
primary legal sources of Islam. Furthermore, this article reviews challenges and constraints in the
practice of ijtihad, such as limited knowledge, differences in interpretation, and legal authority.
Limited resources, diverse understandings, and differences of opinion between scholars can hinder
an effective and consistent ijtihad process. In the face of challenges and changing times, efforts to
understand and overcome issues related to ijtihad can encourage the development of Islamic legal
thought that is dynamic and relevant to the needs of Muslim communities. By deepening
understanding and considering different challenges and perspectives, it is expected to advance
discussions around ijtihad and generate constructive renewal in the practice of Islamic law.
Keywords: Ijtihad, Islamic Law
Abstrak: Artikel ini membahas tentang problematika yang terkait dengan praktik
ijtihad dalam tradisi hukum Islam. Ijtihad merujuk pada upaya interpretasi dan
penalaran hukum yang dilakukan oleh para ulama untuk menghadapi isu-isu
kontemporer yang tidak diatur secara spesifik dalam sumber hukum utama Islam.
Selanjutnya, artikel ini mengulas tantangan dan kendala dalam praktik ijtihad,
seperti keterbatasan pengetahuan, perbedaan interpretasi, dan otoritas hukum.
Keterbatasan sumber daya, pemahaman yang beragam, dan perbedaan pendapat
antara ulama dapat menghambat proses ijtihad yang efektif dan konsisten. Dalam
menghadapi tantangan dan perubahan zaman, upaya untuk memahami dan
mengatasi masalah-masalah yang terkait dengan ijtihad dapat mendorong
pengembangan pemikiran hukum Islam yang dinamis dan relevan dengan
kebutuhan masyarakat Muslim. Dengan memperdalam pemahaman dan
mempertimbangkan tantangan dan perspektif yang berbeda, diharapkan dapat
memajukan diskusi seputar ijtihad dan menghasilkan pembaruan yang konstruktif
dalam praktik hukum Islam.
Kata kunci: Ijtihad, hukum Islam
Pendahuluan
1
Sugiyono, Dr. "Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif,
kualitatif dan R&D." (2013).
mengidentifikasi kontribusi baru yang dapat dibawa ke dalam
penelitian lebih lanjut.
3
Ahmad Hanany Naseh, “Ijtihad Dalam Hukum Islam,” An-Nur 4, no. 2
(2012): 248–59.
Seorang mujtahid harus memiliki pemahaman yang mendalam
tentang sumber-sumber hukum Islam, termasuk Al-Qur'an,
Hadis, dan prinsip-prinsip hukum Islam. Mereka harus
mempelajari dan menguasai teks-teks klasik serta memahami
konteks historis dan lingkungan di mana teks-teks itu
diturunkan.
2. Memahami berbagai masalah yang di ijma’ kan
Memahami masalah-masalah yang telah diijma'kan membantu
ulama untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran hukum
Islam. Dengan mengetahui ijma', ulama dapat menghindari
penafsiran yang bertentangan dengan pandangan yang telah
diterima secara luas oleh komunitas ulama.
3. Memahami Ushul Fiqh
Ushul fiqh membantu para mujtahid dalam memahami sumber-
sumber hukum Islam, seperti Al-Qur'an, Hadis, qiyas (analogi),
ijtihad (penalaran), dan istihsan (preferensi hukum). Dengan
memahami ushul fiqh, para mujtahid dapat mengenali dan
menerapkan metode-metode penafsiran yang tepat untuk
mencapai pemahaman hukum yang akurat.
4. Memahami qiyas
Qiyas memungkinkan para mujtahid untuk menerapkan hukum
Islam dengan fleksibilitas dalam menjawab kebutuhan dan
perubahan zaman. Dalam situasi yang belum diatur secara
langsung oleh teks-teks agama, qiyas memungkinkan para
mujtahid untuk menemukan solusi yang sesuai dengan prinsip-
prinsip hukum yang ada. Ini membantu mencegah kekakuan
dalam penerapan hukum dan memastikan bahwa hukum Islam
tetap relevan.4
5. Memahami nasikh dan mansukh
Memahami nasikh dan mansukh penting bagi para
mujtahid.5Hal tersebut dapat membantu mereka dalam
menafsirkan dan mengaplikasikan hukum Islam dengan benar.
4
Sholehah, Muslimatush. "Urgensi Ijtihad Dalam Hukum Islam." (2017). hlm.
4
5
Iman, Fauzul. "Ijtihad dan Mujtahid." Al Qalam 21.100 (2004): 1-30.
Pemahaman tentang nasikh dan mansukh membantu para
mujtahid untuk menginterpretasikan ayat-ayat Al-Quran dan
hadis-hadis dengan benar. Mereka dapat melihat hubungan dan
keterkaitan antara ayat atau hadis yang dihapuskan dan yang
menggantikannya. Ini memungkinkan mereka untuk
memberikan penafsiran yang akurat dan koheren terhadap teks-
teks agama.
Macam-macam Ijtihad
1. Ijma’
Ijma' merujuk kepada kesepakatan para ulama Muslim
terkemuka dalam suatu masa tertentu mengenai suatu masalah
hukum yang belum diatur secara tegas dalam teks-teks agama,
seperti Al-Qur'an dan Hadis.6
2. Qiyas
Qiyas adalah metode penalaran analogi dalam hukum Islam.7
Metode ini digunakan untuk membandingkan atau
menghubungkan suatu situasi yang belum tercakup dalam teks-
teks agama dengan situasi yang serupa yang telah diatur dalam
hukum Islam. Dengan melakukan qiyas, hukum yang berlaku
dalam situasi serupa dapat diterapkan pada situasi yang belum
diatur secara langsung.
3. Istihsan
Istihsan adalah metode penalaran hukum yang didasarkan pada
prinsip keadilan atau preferensi.8 Dalam istihsan, seorang
mujtahid dapat menggunakan pertimbangan kebijakan atau
6
Tohari, Chamim. "KONSEP IJMA’ DALAM USHUL FIQH DAN KLAIM
GERAKAN ISLAM 212." Aqlam: Journal of Islam and Plurality 4.2 (2019).
7
Fuad, Mahsun. "Ijtihad Ta’lili sebagai Metode Penemuan Hukum Islam
(Telaah dan Perbandingannya dengan Analogi Hukum positif)." Jurnal
Hermeneia\Vol-3-No-1-2004 (2004).
8
Kisdiyanti, Adinda Ayu, and Ashif Az Zafi. "PENDEKATAN TEOLOGIS
DALAM MEMAHAMI MAKSUD SYARIAT DAN HUKUM YANG
TIDAK DISEPAKATI." INCARE, International Journal of Educational
Resources 1.1 (2020): 45-60.
keadilan untuk mengambil keputusan hukum yang berbeda
dengan yang dihasilkan melalui qiyas atau pendekatan lainnya.
4. Maslahah Mursalah
Maslahah mursalah merujuk kepada prinsip kemaslahatan
umum atau kepentingan umum. Dalam konteks hukum Islam,
prinsip ini memungkinkan mujtahid untuk mengeluarkan fatwa
atau keputusan hukum yang didasarkan pada pertimbangan
kemaslahatan umum, meskipun tidak ada rujukan langsung
dalam teks-teks agama.
5. ‘Urf
Urf mengacu pada kebiasaan atau praktik yang lazim di
masyarakat. Dalam hukum Islam, urf dapat dijadikan sumber
hukum yang relevan dalam situasi di mana tidak ada teks agama
yang secara khusus mengaturnya. Kebiasaan atau praktik yang
telah diakui dan diterima oleh masyarakat dapat menjadi dasar
untuk mengambil keputusan hukum.
6. Istishab
Istishab adalah prinsip keberlanjutan hukum. Prinsip ini
berpendapat bahwa suatu keadaan hukum yang telah berlaku
akan tetap berlaku kecuali ada bukti atau perubahan yang
meyakinkan untuk mengubahnya. Istishab menekankan pada
prinsip kelangsungan dalam menerapkan hukum yang telah ada.
Problematik Ijtihad
Problematika dalam konteks ijtihad mengacu pada
tantangan dan isu-isu yang dihadapi oleh para mujtahid dalam
proses penalaran hukum Islam. Berikut adalah beberapa
problematika yang sering terkait dengan ijtihad:
1. Kompleksitas Teks Agama
Para mujtahid dihadapkan pada tantangan dalam mengakses
dan menganalisis sumber-sumber hukum Islam yang
tersedia. Meskipun sumber-sumber utama, seperti Al-
Qur'an dan Hadis, tersedia, tetapi pemahaman yang
komprehensif dan akses terhadap literatur hukum Islam
yang luas bisa menjadi sulit. Teks-teks agama, seperti Al-
Qur'an dan Hadis, sering kali memiliki bahasa dan gaya
penulisan yang kompleks. Memahami konteks historis,
budaya, dan bahasa yang tepat dapat menjadi tantangan bagi
para mujtahid. Penafsiran yang berbeda-beda dapat timbul
sebagai hasil dari kompleksitas ini.
2. Keragaman Pendapat Ulama
Islam memiliki sejarah panjang dengan beragam pendapat
dan mazhab hukum. Tantangan muncul ketika para
mujtahid dihadapkan pada perbedaan pendapat dalam
memahami teks-teks agama dan menerapkannya dalam
konteks kontemporer antara ulama yang berbeda. Islam
memiliki tradisi hukum yang kaya dengan beragam
pendekatan dan interpretasi yang dikembangkan oleh
berbagai mazhab dan ulama. Para mujtahid perlu memahami
keragaman ini dan menghadapi tantangan harmonisasi atau
penyeimbangan pendapat yang berbeda.
3. Relevansi Kontemporer
Hukum Islam dikembangkan dalam konteks sejarah
tertentu, dan mungkin tidak secara langsung mengatasi isu-
isu kontemporer. Para mujtahid perlu menghadapi
tantangan dalam menghubungkan hukum Islam dengan
masalah dan isu-isu yang muncul dalam masyarakat modern,
seperti teknologi, ekonomi, dan sosial.
4. Perubahan Sosial
Perubahan sosial yang cepat dan kompleks dapat menjadi
tantangan dalam menafsirkan hukum Islam. Isu-isu seperti
perubahan dalam struktur keluarga, peran wanita dalam
masyarakat, dan perubahan nilai-nilai sosial memerlukan
pemikiran yang mendalam dan kontekstual dalam ijtihad.
Para mujtahid perlu mempertimbangkan perubahan sosial
yang terjadi dalam masyarakat dan nilai-nilai universal yang
diakui secara global. Mereka harus memahami dinamika
sosial dan bagaimana menghadapi isu-isu seperti hak asasi
manusia, kesetaraan gender, dan pluralisme dalam kerangka
hukum Islam.
5. Konflik Nilai dan Interpretasi
Hukum Islam seringkali melibatkan interpretasi dan
penafsiran terhadap prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam.
Tantangan muncul ketika terdapat konflik antara nilai-nilai
yang dianggap penting dalam masyarakat modern dengan
interpretasi tradisional terhadap hukum Islam. Menemukan
keseimbangan yang tepat dalam menghadapi konflik ini
adalah salah satu problematika ijtihad.
6. Keterbatasan Pengetahuan dan Sumber Daya
Para mujtahid seringkali menghadapi keterbatasan
pengetahuan dan sumber daya dalam melakukan penelitian
dan analisis hukum Islam. Keterbatasan pengetahuan, para
mujtahid memiliki keterbatasan pengetahuan karena sejauh
mana mereka dapat memahami dan menguasai berbagai
aspek ilmu agama dan hukum Islam. Meskipun mereka telah
mendapatkan pendidikan yang luas dalam bidang ini,
pengetahuan mereka tetap terbatas. Teks-teks agama dan
sumber-sumber hukum Islam yang sangat kaya memerlukan
pemahaman yang mendalam dan kontekstual yang terus
berkembang seiring waktu. Keterbatasan sumber daya,
seperti waktu, akses terhadap literatur dan penelitian, serta
akses ke para ulama dan cendekiawan lainnya, juga dapat
menjadi kendala dalam proses ijtihad. Terkadang,
keterbatasan sumber daya ini dapat menghambat upaya para
mujtahid dalam memperoleh pemahaman yang
komprehensif dan mendalam tentang suatu masalah, serta
dapat membatasi cakupan dan kualitas ijtihad yang
dilakukan.
7. Peran dan Kredibilitas Para Mujtahid
Para mujtahid dihadapkan pada tantangan terkait peran dan
kredibilitas mereka dalam masyarakat. Terkadang ada
pertanyaan tentang legitimasi otoritas mereka dalam
mengeluarkan fatwa atau keputusan hukum. Para mujtahid
berperan dalam memberikan pedoman hukum kepada
masyarakat Muslim. Dengan menggunakan pengetahuan
dan pemahaman mereka tentang sumber-sumber hukum
Islam, mereka mengeluarkan fatwa (pendapat hukum) untuk
menjawab pertanyaan dan menyelesaikan masalah hukum
yang dihadapi oleh umat Muslim. Peran ini membantu umat
Muslim dalam menjalankan agama mereka dengan baik.
Kesimpulan
Ijtihad sebagai proses interpretasi dan aplikasi hukum Islam
memiliki tantangan yang kompleks. Para mujtahid perlu
mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk konteks sosial,
politik, etika, kemaslahatan, dan keterbatasan pengetahuan dan
sumber daya dalam melakukan ijtihad mereka. Proses ijtihad tidak
hanya bergantung pada pemahaman teks-teks agama, tetapi juga
melibatkan pertimbangan nilai-nilai moral, tujuan syariah, dan
kepentingan masyarakat.
Penting bagi para mujtahid untuk mempertahankan
independensi dan integritas dalam menjalankan ijtihad mereka.
Mereka perlu memahami bahwa ijtihad bukanlah sekadar
pengulangan pandangan masa lalu, tetapi juga merespons tantangan
dan isu-isu kontemporer dengan relevansi dan ketepatan. Para
mujtahid harus mempertimbangkan nilai-nilai Islam yang mendasari
hukum, mengakui perubahan sosial yang terjadi, dan
mengintegrasikan perspektif etika dan kemaslahatan dalam
pengambilan keputusan. Dalam melakukan ijtihad, para mujtahid
juga harus menghormati warisan intelektual Islam dan
mengembangkannya secara kritis. Mereka harus membuka dialog
dan konsultasi dengan sesama ulama dan cendekiawan, serta
memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat Muslim.
Keberagaman pendapat dan interpretasi dalam ijtihad perlu diterima
sebagai suatu realitas.
Kesimpulannya, problematika ijtihad adalah fenomena yang
kompleks dan bervariasi. Para mujtahid dihadapkan pada berbagai
tantangan, namun juga memiliki peran yang signifikan dalam
memberikan pedoman hukum dan menjawab isu-isu kontemporer.
Dalam melaksanakan ijtihad, mereka harus mempertimbangkan
nilai-nilai etika, kemaslahatan umum, serta memahami pengaruh
politik dan konteks sosial. Dengan demikian, ijtihad dapat menjadi
instrumen yang relevan dalam menghadapi tantangan zaman dan
menerapkan prinsip-prinsip hukum Islam dengan tepat dan adil.
Daftar Pustaka
Ahmad Hanany Naseh, “Ijtihad Dalam Hukum Islam,” An-Nur 4, no. 2 (2012):
248–59.
Faishal Agil Al Munawar and Mirwan, “Ijtihad Jama’i (Ijtihad Kolektif)
Perspektif Ulama Kontemporer,” Istidlal: Jurnal Ekonomi Dan
Hukum Islam 4, no. 2 (2020): 127–37.
Fuad, Mahsun. "Ijtihad Ta’lili sebagai Metode Penemuan Hukum Islam
(Telaah dan Perbandingannya dengan Analogi Hukum
positif)." Jurnal Hermeneia\Vol-3-No-1-2004 (2004).
Iman, Fauzul. "Ijtihad dan Mujtahid." Al Qalam 21.100 (2004): 1-30.
Kisdiyanti, Adinda Ayu, and Ashif Az Zafi. "PENDEKATAN TEOLOGIS
DALAM MEMAHAMI MAKSUD SYARIAT DAN HUKUM
YANG TIDAK DISEPAKATI." INCARE, International Journal of
Educational Resources 1.1 (2020): 45-60.
Sholehah, Muslimatush. "Urgensi Ijtihad Dalam Hukum Islam." (2017).
Sugiyono, Dr. "Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif
dan R&D." (2013).
Tohari, Chamim. "KONSEP IJMA’ DALAM USHUL FIQH DAN KLAIM
GERAKAN ISLAM 212." Aqlam: Journal of Islam and Plurality 4.2
(2019).