Anda di halaman 1dari 6

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG) PRAJABATAN TAHUN 2023

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

SEMESTER I TAHUN AKADEMIK 2023/2024

Mata Kuliah : Pespektif Sosio Kultural dalam Pendidikan Indonesia

Hari, Tanggal : Sabtu, 13 Januari 2024

Program Studi : Bimbingan dan Konseling

Mahasiswa : Algipar refrindo wicaksono

NIM : 2313061522

Dosen : Drs. Yusmansyah, M. Si.

SOA L:

1. Jelaskan apa yang saudara ketahui tentang Persfektif Sosial Kultural dalam Pendidikan Indonesia.

2. Berdasarkan refleksi pada sekolah tempat Saudara PPL, coba jelaskan isu - isu pelaksanaan
Layanan Bimbingan dan Konseling berdasarkan Persfektif Sosial, Persfektif Budaya, Persfektif
Ekonomi, dan Persfektif Politik.

3. Jelaskan makna konsep ‘Scaffolding’ dan ‘Zone of Proximal Development (ZPD) dalam
pendidikan yang dikemukakan oleh Vygotsky’s.

4. Penerapan ‘Scaffolding’ pada ‘Zone of Proximal Development (ZPD) menentukan apa dan
bagaimana Pendekatan, strategi, metode, dan teknik yang akan digunakan dalam Layanan BK.
Jelaskan mengapa demikian.

5. Jelaskan apa kelebihan dan kekurangan pelaksanaan Layanan BK di sekolah tempat PPL saudara
bila menerapkan konsep ‘Scaffolding’ pada ‘Zone of Proximal Development (ZPD).
Jawaban

1. Menurut saya Apa itu sosiokultural dalam pendidikan?

Perspektif Sosiokultural dalam pendidikan mengacu pada pengaruh faktor sosial dan budaya yang
mempengaruhi pendidikan. Ini mencakup hal-hal seperti nilai, norma, kepercayaan, dan praktik yang
ada dalam masyarakat. Konsep ini berasal dari teori Vygotsky tentang perkembangan kognitif, di
mana ia berpendapat bahwa lingkungan sosial dan budaya memainkan peran penting dalam
perkembangan seseorang. Dalam pendidikan, pendekatan sosiokultural sering digunakan untuk
mengatasi kesenjangan belajar yang ada antara kelompok-kelompok sosial dan budaya yang berbeda.
Pendekatan ini menekankan pentingnya memahami budaya dan latar belakang siswa serta
menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan siswa.

Beberapa strategi yang digunakan dalam pendekatan sosiokultural termasuk penggunaan bahasa ibu
siswa dalam kelas, penggunaan konteks sosial dan budaya dalam materi pembelajaran, dan
penggunaan kolaborasi dalam pembelajaran antara siswa dan guru. Dengan mengambil pendekatan
sosiokultural, pendidikan dapat menjadi lebih inklusif dan efektif dalam memenuhi kebutuhan belajar
siswa dari berbagai latar belakang sosial dan budaya.

Perspektif Sosiokultural dalam Pendidikan Indonesia

Perspektif sosiokultural adalah suatu kerangka berpikir dalam sosiologi, antropologi, psikologi, dan
pendidikan yang mengacu pada hubungan antara individu dan lingkungannya. Selain itu, perspektif
ini menekankan pada pengaruh faktor sosial, budaya, dan historis terhadap pemikiran, perilaku, dan
pengalaman individu. Perspektif sosiokultural mengakui bahwa individu tidak dapat dipahami secara
terpisah dari lingkungannya, dan bahwa lingkungan sosial dan budaya dapat mempengaruhi cara
seseorang memandang diri mereka sendiri, orang lain, dan dunia di sekitarnya. Perspektif ini juga
menekankan bahwa individu tidak hanya memproses informasi dan belajar melalui interaksi dengan
lingkungan mereka, tetapi juga melalui interaksi dengan orang lain dalam lingkungan tersebut.

Dalam pendidikan, perspektif sosiokultural menekankan pentingnya konteks sosial dan budaya dalam
pembelajaran dan pengembangan siswa. Perspektif ini menekankan bahwa pengalaman belajar siswa
harus disesuaikan dengan lingkungan sosial dan budaya mereka agar menjadi lebih efektif dan berarti.
Pendekatan seperti pendekatan pembelajaran kooperatif dan penggunaan bahasa ibu siswa di kelas
adalah contoh strategi yang diterapkan dalam perspektif sosiokultural dalam pendidikan.

Faktor-faktor sosiokultural yang mempengaruhi pendidikan di Indonesia

Faktor-faktor sosial, budaya, ekonomi, dan politik memiliki peran penting dalam pengembangan
sistem pendidikan di Indonesia sejak masa penjajahan hingga masa kini. Berikut adalah beberapa
faktor yang mempengaruhi pendidikan di Indonesia yaitu Masa penjajahan, Keragaman budaya,
Keterbatasan ekonomi, Perubahan politik, Globalisasi .

2. Beberapa contoh isu layanan Bimbingan dan Konseling (BK) di SMAN 1 Bandar Lampung

- Dari perspektif sosial seperti:

Stigma terhadap Konseling:


Isu: Adanya stigma sosial terhadap penggunaan layanan BK di kalangan siswa karena
dianggap sebagai tanda kelemahan atau masalah pribadi. Serta guru BK masih dianggap polisi
sekolah

Dampak Sosial: Siswa mungkin enggan mencari bantuan atau konseling karena takut dicap
sebagai orang yang memiliki masalah atau membutuhkan bantuan eksternal.

Keterlibatan Orangtua:

Isu: Tingkat keterlibatan orangtua dalam mendukung layanan BK diSMAN 1 Bandar


Lampung masih rendah karena kurangnya pemahaman atau prioritas yang berbeda.

Dampak Sosial: Kurangnya dukungan dan kolaborasi dengan orangtua dapat mengurangi
efektivitas layanan BK, karena dukungan keluarga sangat penting dalam mempromosikan
perkembangan holistik siswa.

Ketidaksetaraan Sosial:

Isu: Ketidaksetaraan sosial, termasuk isu-isu gender, dapat muncul dan mempengaruhi
pengalaman siswa dalam lingkungan sekolah.

Dampak Sosial: Layanan BK harus memperhatikan dan menanggapi ketidaksetaraan sosial


untuk memastikan bahwa semua siswa merasa didukung dan dihargai.

- Salah satu isu yang muncul dalam pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling (BK) di
sekolah dari perspektif budaya adalah ketidaksesuaian nilai budaya. Ada beberapa Guru atau
Penyedia layanan BK tidak memahami atau menghormati nilai-nilai budaya siswa dengan
baik, ini dapat menciptakan kesenjangan antara penyedia layanan dan penerima layanan.
Bentakan Ketika melakukan layanan responsive terkadang memberikan stigma bagi Siswa-
siswi merasa tidak nyaman atau enggan membuka diri ketika konselor tidak memahami dan
menghormati aspek-aspek penting dari kebudayaan mereka. Ini bisa mencakup perbedaan
dalam norma-norma komunikasi, norma keluarga, atau bahkan norma kesopanan yang
mungkin berbeda antarbudaya. Akibatnya, layanan BK yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
budaya dapat mengurangi efektivitasnya dan menimbulkan hambatan bagi siswa untuk
mengambil manfaat penuh dari layanan tersebut. Dengan memperhatikan dan
mengakomodasi nilai-nilai budaya siswa, program BK dapat menjadi lebih inklusif dan
relevan untuk mendukung perkembangan siswa dari berbagai latar belakang budaya.
- Salah satu isu yang dapat muncul dalam pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling
(BK) di sekolah dari perspektif ekonomi adalah keterbatasan sumber daya. Adanya
keterbatasan jumlah guru BK yang hanya 4 orang sedangkan tanggung jawab setiap per
orangan di SMAN 1 Bandar lampung lebih dari 200 an bahkan ada yang memegang 300
siswa. Keterbatasan jumlah konselor atau fasilitas yang memadai dapat membatasi akses
siswa terhadap bimbingan dan konseling yang diperlukan. Siswa dari latar belakang ekonomi
rendah mungkin lebih rentan terhadap ketidaksetaraan dalam aksesibilitas layanan, karena
mereka memiliki keterbatasan finansial yang membatasi partisipasi mereka dalam kegiatan
bimbingan. Selain itu, aspek lain seperti seminar atau lokakarya yang dapat memberikan
manfaat tambahan bagi perkembangan siswa sulit diakses oleh siswa dari keluarga yang
mengalami kesulitan ekonomi. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan dan
mengatasi keterbatasan sumber daya ekonomi agar layanan BK dapat merata dan bermanfaat
bagi semua siswa, tanpa memandang latar belakang ekonomi mereka.
- Isu Budaya di SMAN 1 Bandar Lampung terhadap BK adalah Guru BK masih dianggap
sebagai tim pendisiplin yang tegas dan menakutkan, lalu ada BK disana belum mendapatkan
jam untuk masuk kelas, hal tersebut susah dikarenakan BK dianggap belum terlalu penting
untuk dikelas., selanjutnya guru BK di SMAN 1 Bandar Lampung masih menerapkan system
perancangan RPL dengan AKPD yang berjalan setiap ajaran tahun.
3. Konsep "Scaffolding" dan "Zone of Proximal Development (ZPD)" dalam pendidikan
diperkenalkan oleh psikolog Rusia Lev Vygotsky. Kedua konsep ini memiliki implikasi yang
penting dalam konteks layanan Bimbingan dan Konseling (BK).

Scaffolding:

Makna: Scaffolding atau kerangka adalah suatu metode di mana guru atau pembimbing
memberikan dukungan dan bantuan yang terstruktur kepada siswa selama proses belajar.
Dukungan ini diberikan secara bertahap dan disesuaikan dengan kemampuan siswa.
Implementasi dalam Layanan BK: Dalam konteks layanan BK, konsep scaffolding dapat
diaplikasikan dengan memberikan bantuan dan panduan yang tepat kepada siswa selama sesi
konseling. Konselor dapat memberikan dukungan berupa pertanyaan terbuka, teknik reflektif,
atau memberikan sumber daya yang membantu siswa mengatasi tantangan mereka.
Scaffolding memungkinkan siswa untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman
secara bertahap.
Zone of Proximal Development (ZPD):

Makna: ZPD adalah rentang antara kemampuan aktual siswa dan potensi maksimal mereka
dengan bantuan atau dukungan. Ini mencakup apa yang siswa dapat lakukan dengan bantuan
yang tepat, tetapi tidak dapat lakukan sendiri.
Implementasi dalam Layanan BK: Konselor dalam layanan BK dapat mengidentifikasi ZPD
siswa melalui observasi dan penilaian keterampilan serta potensi mereka. Dengan memahami
ZPD, konselor dapat merancang intervensi atau program yang sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa, memberikan tantangan yang sesuai dengan tingkat kemampuan mereka,
dan memastikan bahwa dukungan yang diberikan dapat meningkatkan kemampuan mereka.
Dalam praktek layanan BK, konsep-konsep Vygotsky membantu konselor memahami tingkat
perkembangan dan kebutuhan siswa secara lebih rinci. Scaffolding dan ZPD dapat
membimbing konselor dalam merancang strategi intervensi yang sesuai, memaksimalkan
potensi perkembangan siswa, dan memastikan bahwa dukungan diberikan dengan cara yang
memfasilitasi pertumbuhan yang optimal.

4. Penerapan "Scaffolding" pada "Zone of Proximal Development (ZPD)" dalam layanan


Bimbingan dan Konseling (BK) membutuhkan perhatian terhadap pendekatan, strategi,
metode, dan teknik yang digunakan. Berikut adalah beberapa contoh implementasi:

Pendekatan:

Keterlibatan Kolaboratif: Konselor dapat mengadopsi pendekatan kolaboratif, melibatkan


siswa dalam merencanakan tujuan dan strategi perkembangan. Ini menciptakan hubungan
saling keterlibatan di antara konselor dan siswa, memperkuat kepercayaan diri siswa dalam
mencapai tujuan mereka.

Strategi:
Pertanyaan Pemandu: Konselor dapat menggunakan strategi pertanyaan pemandu untuk
membimbing siswa secara bertahap dalam memecahkan masalah atau mengatasi tantangan.
Pertanyaan ini dirancang untuk merangsang pemikiran reflektif dan membantu siswa
mengidentifikasi solusi potensial.

Metode:
Kasus Model: Konselor dapat menggunakan metode kasus model, di mana mereka
menyajikan kasus atau skenario yang relevan dengan situasi yang dihadapi siswa. Melalui
diskusi, siswa dapat mengidentifikasi langkah-langkah yang dapat diambil dan memahami
konsep atau keterampilan yang diperlukan.

Teknik:
Penguatan Positif: Teknik penguatan positif dapat digunakan untuk memberikan umpan balik
positif terhadap usaha dan prestasi siswa. Ini dapat meningkatkan motivasi dan memperkuat
kompetensi siswa dalam mencapai tujuan mereka dalam ZPD.
Pemanfaatan Sumber Daya Tambahan:

Menggunakan Bahan Bacaan atau Sumber Daya Lainnya: Konselor dapat merekomendasikan
bahan bacaan, video, atau sumber daya lain yang sesuai dengan ZPD siswa. Sumber daya ini
dapat memberikan dukungan tambahan dan memfasilitasi pemahaman lebih dalam terhadap
topik atau keterampilan tertentu.
Perencanaan Bersama:

Pembuatan Rencana Tindakan Bersama: Konselor dan siswa dapat bekerja sama dalam
merencanakan langkah-langkah tindakan konkret yang dapat diambil untuk mencapai tujuan.
Ini melibatkan pemetaan perencanaan yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa dan
memberikan dukungan ketika diperlukan.
Dengan menerapkan pendekatan, strategi, metode, dan teknik ini secara holistik, konselor
dapat memberikan dukungan yang sesuai dengan ZPD siswa, menciptakan lingkungan di
mana mereka dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal sesuai dengan tingkat
perkembangan mereka.

5. Penerapan konsep "Scaffolding" pada "Zone of Proximal Development (ZPD)" dalam


Layanan Bimbingan dan Konseling (BK) di SMAN 1 Bandar Lampung memiliki kelebihan
dan kekurangan yang perlu dipertimbangkan.

Kelebihan:

Mempunyai aplikasi terkait untuk kedisiplinan yaitu ealearning SMAN 1 Bandar Lampung,
hal tersebut memudahkan guru BK untuk merekap kehadiran setiap minggu bulan dan tahun.
Pengembangan Kemampuan Optimal: Penerapan "Scaffolding" pada ZPD memungkinkan
siswa untuk mengembangkan kemampuan mereka secara optimal. Dukungan yang diberikan
sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, memastikan bahwa mereka dapat mengatasi
tantangan dengan bantuan yang sesuai.

Peningkatan Kepercayaan Diri: Melalui pemberian dukungan yang tepat, siswa dapat
mengalami peningkatan kepercayaan diri dalam mengatasi tugas-tugas atau masalah-masalah
yang sebelumnya mungkin dianggap sulit. Ini dapat memotivasi mereka untuk mengambil
inisiatif dalam pengembangan diri.

Peningkatan Keterlibatan Siswa: Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran dan pengembangan, penerapan konsep ini dapat meningkatkan keterlibatan
siswa. Mereka merasa didukung dan terlibat dalam merencanakan langkah-langkah menuju
tujuan mereka.

Personalisasi Pembelajaran: Konsep ini memungkinkan konselor untuk merancang strategi


dan intervensi yang disesuaikan dengan kebutuhan unik setiap siswa. Pendekatan yang
personal dan responsif dapat lebih efektif dalam mencapai tujuan perkembangan individual.

Kekurangan:

Waktu dan Sumber Daya:

Keterbatasan Waktu: Implementasi "Scaffolding" pada ZPD dapat membutuhkan waktu yang
signifikan, terutama jika konselor atau Guru BK di SMAN 1 Bandar Lampung harus bekerja
dengan banyak siswa secara individual, masalah satu belum kelar timbul berbagai masalah
lainnya yang terkadang harus menguras tenaga dan pikiran. Keterbatasan waktu mungkin
menjadi kendala.
Penyesuaian terhadap masalah dan program BK :

Kompleksitas Penyesuaian: Setiap siswa memiliki ZPD yang berbeda, dan penyesuaian yang
rumit mungkin diperlukan untuk memenuhi kebutuhan individual. Hal ini dapat menuntut
keterampilan konselor dalam merancang program yang sesuai dan memadai.

Ketergantungan pada Konselor:


Ketergantungan Siswa pada Dukungan Konselor, hal ini menunjukan Ketika siswa masih
bingung dalam pengambilan keputusan secara rasional, siswa identic dengan meminta saran
serta guru bk langsung memberikan saran dan arahan dengan hal yang belum dari hati, atau
masih terpaksa. Siswa yang terlalu terbiasa dengan dukungan konselor mungkin mengalami
kesulitan dalam mengembangkan kemandirian jika tidak dibimbing secara bertahap untuk
mengatasi tantangan secara mandiri.

Tantangan dalam Pengukuran dan Evaluasi:


Tantangan dalam Mengukur Kemajuan: Mengukur kemajuan siswa yang mengikuti ZPD
dapat menjadi tantangan. Evaluasi perkembangan mungkin memerlukan alat ukur yang lebih
kontekstual dan fleksibel.

Anda mungkin juga menyukai