Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN ILMU ANESTESI DAN MANAJEMEN NYERI JULI

FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

ANESTESI
LARYNGEAL MASK AIRWAY (LMA)

OLEH:
Sartika Akib
(10542 0048 08)

PEMBIMBING:
dr. HASNIH, Sp.An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU ANSTESI DAN MANAJEMEN NYERI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Sartika Akib

NIM : 10542 0048 08

Judul Referat : Anestesi Dengan Laryngeal Mask Airway (LMA)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Anestesi dan Manajemen Nyeri Fakultas Kedokteran Universitas Muhammaddiyah
Makassar.

Makassar, Juli 2014

Supervisor

dr. Hasnih, Sp.An

ii
DAFTAR ISI

I. SAMPUL HALAMAN……………………………..………………….. i

II. HALAMAN PENGESAHAN………………………………….…….. ii

III. DAFTAR ISI ............…………………………………………..…….. iii

LAPORAN KASUS ………………………………….........................….. 1

A. Pendahuluan……………………………………...............................….. 4

B. Anatomi Dan Fisiologi Jalan Napas Bagian Ata……………………….. 4

C. Jenis Alat Bantu Pengelolaan Jalan Napas …………………….…..….. 8

D. Jenis – Jenis Laryngeal Mask Airway (LMA)………………………... 11

E. Indikasi Dan Kontraindikasi Penggunaan LMA……….………………. 15

F. Keuntungan Dan Kerugian LMA…………………..……........……….. 17

G.Komplikasi Penggunaan LMA………………....……………………...…17

DAFTAR PUSTAKA

iii
PEMBAHASAN
LMA

A. PENDAHULUAN
Saluran pernapasan manusia terdiri dari kompleks yang mulai dari hidung
hingga paru-paru. Sistem ini terbagi menjadi saluran napas atas dan bawah secara
anatomis. Batasnya adalah laring. Laring sendiri terbagi atas tiga region anatomis, yaitu
supraglotis, glottis, dan subglotis. Supraglotis terdiri dari epiglotis, plika aripiglotis,
kartilago aritenoid, plika vestibular (pita suara palsu) dan ventrikel laringeal. Glotis
terdiri dari pita suara atau plika vokalis. Daerah subglotik memanjang dari permukaan
bawah pita suara hingga kartilago krikoid.
Pentingnya penatalaksanaan jalan nafas tidak dapat dipandang mudah. Seorang
dokter anestesi adalah orang yang paling mengerti dalam penatalaksanaan jalan nafas.
Kesulitan terbesar dari seorang dokter anestesi adalah bila jalan nafas tidak dapat
diamankan. Penatalaksanaan pasien dengan jalan nafas yang normal adalah kunci
penting dalam latihan penanganan pasien.1,3
Efek dari kesulitan respirasi dapat berbagai macam bentuknya, dari kerusakan otak
sampai kematian. Resiko tersebut berhubungan dengan tidak adekuatnya
penatalaksanaan jalan nafas pasien. Tujuan dari referat ini adalah mendiskusikan
penatalaksanaan anestesi dengan LMA.1,2
Terdapat beberapa alat bantu napas yang dapat digunakan dalam manajemen
jalan napas supraglotis. Alat-alat ini digunakan di daerah supraglotis sehingga tidak
invasive seperti alat bantu napas yang dimasukkan lebih dalam melewati supraglotis
(misal intubasi endotrakeal). Akan tetapi, tiap alat (device) tentunya memiliki kelebihan
dan kekurangannya masing-masing.

B. ANATOMI & FISIOLOGI JALAN NAFAS BAGIAN ATAS


1. Hidung
Jalan nafas yang normal secara fungsional dimulai dari hidung. Udara lewat
melalui hidung yang berfungsi sangat penting yaitu penghangatan dan
melembabkan (humidifikasi). Hidung adalah jalan utama pada pernafasan normal
jika tidak ada obstruksi oleh polip atau infeksi saluran nafas atas. Selama bernafas
tenang , tahanan aliran udara yang melewati hidung sejumlah hampir dua per tiga
dari total tahanan jalan nafas. Tahanan yang melalui hidung adalah hampir dua kali
bila dibandingkan melalui mulut. Ini menjelaskan mengapa pernafasan mulut
digunakan ketika aliran udara tinggi dibutuhkan seperti pada saat aktivitas berat. 1,3

Gambar 1 : dikutip dari kepustakaan 4


Inervasi sensoris pada mukosa berasal dari dua divisi nervus trigeminal.
Nervus ethmoidalis anterior menginervasi pada septum anterior, dinding lateral,
sedangkan pada area posterior di inervasi oleh nervus nasopalatina dari ganglion
sphenopalatina. Anestesi lokal dengan topikal cukup efektif memblokade nervus
ethmoidalis anterior dan nervus maksila bilateral.2
2. Faring
Faring meluas dari bagian belakang hidung turun ke kartilago krikoid
berlanjut sampai esofagus. Bagian atas atau nasofaring dipisahkan dengan orofaring
dibawahnya oleh jaringan palatum mole. Pinsip kesulitan udara melintas melalui
nasofaring kerena menonjolnya struktur jaringan limfoid tonsiler.2,3
Gambar 2 : dikutip dari kepustakaan 4
Lidah adalah sumber dari obstruksi pada orofaring, biasanya karena
menurunnya tegangan muskulus genioglosus, yang bila berkontraksi berfungsi
menggerakkan lidah kedepan selama inspirasi dan berfungsi sebagai dilatasi faring.3 5
3. Laring
Laring terbentang pada level Servikal 3 sampai 6 vertebra servikalis, melayani
organ fonasi dan katup yang melindung jalan nafas bawah dari isi traktus digestifus.
Strukturnya terdiri dari otot, ligamen dan kartilago. Ini termasuk tiroid, krikoid,
aritenoid, kornikulata dan epiglotis. Epiglotis, sebuah kartilago fibrosa, memiliki
lapisan membran mukus, merupakan lipatan glosoepiglotis pada permukaan faring
dan lidah. Pada bagian yang tertekan disebut velecula. Velecula ini adalah tempat
diletakkannya ujung blade laringokop Macinthos. Epiglotis menggantung pada
bagian dalam laring dan tidak dapat melindungi jalan nafas selama udema. 2,3
Gambar 3 : dikutip dari kepustakaan 4
Rongga laring meluas dari epiglotis ke kartilago krikoid dibagian bawah.
Bagian dalam dibentuk oleh epiglotis, gabungan apek kartilago arytnenoid, lipatan
aryepiglotis, Bagian dalam rongga laring adalah lipatan vestibuler cincin sempit dan
jaringan fibrus pada tiap sisinya. Ini perluasan dari permukaan anterolateral
aritenoid, sudut tiroid, dimana yang terakhir berikatan dengan epiglotis. Lipatan ini
adalah sebagai korda vokalis palsu, yang terpisah dari korda vokalis sesungguhnya
oleh sinus laringeal atau ventrikel. Korda vokalis yang sesungguhnya pucat, putih,
struktur ligamen melekat pada sudut tiroid bagian belakang. Celah triangular antara
korda vocalis saat glotis terbuka merupakan segmen tersempit pada orang dewasa.
Pada anak kurang dari 10 tahun, bagian tersempit adalah dibawah plika vocalis pada 6
2,3,5
level setinggi cincin krikoid.
Panjang rata-rata pembukaan glotis sekitar 23 mm pada laki-laki 17 mm pada
wanita. Lebar glotik adalah 6-9 mm tapi dapat direntangkan sampai 12 mm.
Penampang melintang glotis sekitar 60 – 100 mm2.3,5
Bidang pembahasan pada bab ini tidak memungkinkan membahas secara
mendetail aksi dari otot-otot laring, namun demikian otot-otot ini dapat
diklasifikasikan menjadi tiga group berdasarkan aksinya pada korda: abduktor,
adduktor, dan regulasi tegangan. Seluruh inervasi motorik dan sensorik pada otot-
otot laring berasal dari dua cabang nervus vagus yaitu nervus superior dan rekuren
laring.3
4. Trakea
Trakea adalah sebuah struktur berbentuk tubulus yang mulai setinggi Cervikal
6 columna vertebaralis pada level kartilago tiroid. Trakea mendatar pada bagian
posterior, panjang sekitar 10 – 15 cm, didukung oleh 16 – 20 tulang rawan yang
berbentuk tapal kuda sampai bercabang menjadi dua atau bifurkasio menjadi
bronkus kanan dan kiri pada thorakal 5 kolumna vertebaralis. Luas penampang
melintang lebih besar dari glotis, antara 150 – 300 mm2.2,5
Gambar 4 : Dikutip dari kepustakaan 4
Beberapa tipe reseptor pada trakea, sensitif terhadap stimulus mekanik dan
7
kimia. Penyesuaian lambat reseptor regang yang berlokasi pada otot-otot dinding
posterior, membantu mengatur rate dan dalamnya pernafasan, tetapi juga
menimbulkan dilatasi pada bronkus melalui penurunan aktivitas afferen nervus
vagus. Respon cepat resptor iritan yang berada pada seluruh permukaan trakea
berfungsi sebagai reseptor batuk dan mengandung reflek bronkokontriksi.5,6

C. JENIS ALAT BANTU PENGELOLAAN JALAN NAPAS


1. Endotrakeal Tube (ETT)

Gambar 5 : Dikutip dari kepustakaan 4


Pemasangan Endotracheal Tube (ETT) atau Intubasi adalah memasukkan
pipa jalan nafas buatan kedalam trachea melalui mulut. Tindakan Intubasi baru
dapat di lakukan bila : cara lain untuk membebaskan jalan nafas (airway) gagal,
perlu memberikan nafas buatan dalam jangka panjang, ada resiko besar terjadi
aspirasi ke paru.3,5,6
2. Nasogastrik Tube
Selang Nasogastrik atau NG tube adalah suatu selang yang dimasukkan
melalui hidung sampai ke lambung. Sering digunakan untuk memberikan nutrisi
dan obat-obatan kepada seseorang yang tidak mampu untuk mengkonsumsi
makanan, cairan, dan obat-obatan secara oral. Juga dapat digunakan untuk
mengeluarkan isi dari lambung dengan cara disedot.5,6,7

Gambar 7 : Dikutip dari kepustakaan 4


NasoGastric Tube digunakan untuk Mengeluarkan isi perut dengan cara menghisap
apa yang ada dalam lambung(cairan,udara,darah,racun), Untuk memasukan cairan
(memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi), membantu memudahkan diagnosa klinik
melalui analisa subtansi isi lambung, Menghisap dan mengalirkan untuk pasien
yang sedang melaksanakan operasi pneumonectomy untuk mencegah muntah dan
kemungkinan aspirasi isi lambung sewaktu recovery (pemulihan dari general
anaesthesia).5,6,78
3. Oropharyngeal Tube
Oropharyngeal tube adalah sebuah tabung / pipa yang dipasang antara mulut
dan pharynx pada pasien yang tidak sadar yang berfungsi untuk membebaskan jalan
napas. Pembebasan jalan napas dengan Oropharyngeal tube adalah cara yang ideal
untuk mengembalikan sebuah kepatenan jalan napas yang menjadi terhambat oleh
lidah pasien yang tidak sadar atau untuk membantu ventilasi.5,6,7

Gambar 7 : Dikutip dari kepustakaan 4


Oropharyngeal tube adalah alat yang terbuat dari karet bengkok atau plastik
9
yang dimasukkan pada mulut ke pharynx posterior untuk menetapkan atau
memelihara kepatenan jalan napas.5,7
Pada pasien tidak sadar, lidah biasanya jatuh kebagian pharynx posterior
sehingga menghalangi jalan napas, sehingga pemasangan Oropharyngeal tube yang
bentuknya telah disesuaikan dengan palatum / langit – langit mulut mampu
membebaskan dan mengedarkan jalan napas melalui tabung / lubang pipa. Dapat
juga berfungsi untuk memfasilitasi suction. Pembebasan jalan napas dengan
Oropharyngeal tube digunakan dalam jangka waktu pendek pada post anestesi.
Penggunaan jangka panjang dimungkinkan pada pasien yang terpasang endotrakeal
tube untuk menghindari gigitan pada selang endotrakeal.6,7,8
4. Laryngeal Mask Airway
Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi berhubungan dengan hilangnya
pengendalian jalan nafas dan reflex-reflex proteksi jalan nafas. LMA telah digunakan
secara luas untuk mengisi celah antara intubasi ET dan pemakaian face mask. LMA di
insersi secara blind ke dalam pharing dan membentuk suatu sekat bertekanan rendah
sekeliling pintu masuk laring.7,8
Gambar 8 : Dikutip dari kepustakaan 4
Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway, didesain untuk
memberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring untuk ventilasi spontan
dan memungkinkan ventilasi kendali pada mode level (< 15 cm H2O) tekanan positif.
Alat ini tersedia dalam 7 ukuran untuk neonatus, infant, anak kecil, anak besar, kecil,
normal dan besar.8,9
D. JENIS – JENIS LMA (Laryngeal Mask Airway) 10
Sampai saat ini berbagai jenis telah diproduksi dengan keunggulan dan tujuan
tertentu dari masin-masing jenis LMA.7,8
1. LMA KLASIK

Gamar 9 : Dikutip dari kepustakaan 4

Merupakan suatu peralatan yang digunakan pada airway management yang


dapat digunakan ulang dan digunakan sebagai alternatif baik itu untuk ventilasi
facemask maupun intubasi ET. LMA juga memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan difficult airway. Jika LMA dimasukkan dengan tepat maka tip
LMA berada diatas sfingter esofagus, cuff samping berada di fossa pyriformis, dan
cuff bagian atas berlawanan dengan dasar lidah. Dengan posisi seperti ini akan
menyebabkan ventilasi yang efektif dengan inflasi yang minimal dari lambung.9,10

2. LMA Fast Track

Gambar 10 : Dikutip dari kepustakaan 4

LMA Fastrach terdiri dari satu tube stainless steel yang melengkung
(diameter internal 13 mm) yang dilapisi dengan silicone, connector 15 mm, handle, 11
cuff, dan suatu batang pengangkat epiglotis. Perbedaan utama antara LMA clasic
dan LMA Fastrach yaitu pada tube baja, handle dan batang pengangkat
epiglottic.3,6,7,8

Nama lain dari Intubating LMA : Fastrach. Laryngeal mask yang dirancang
khusus untuk dapat pula melakukan intubasi tracheal. Sifat ILMA : airway tube-
nya kaku, lebih pendek dan diameternya lebih lebar dibandingkan cLMA. Ujung
proximal ILMA terdapat metal handle yang berfungsi membantu insersi dan
membantu intubasi, yang memungkinkan insersi dan manipulasi alat ini. Di ujung
mask terdapat ”pengangkat epiglotis”, yang merupakan batang semi rigid yang
menempel pada mask. ILMA didesign untuk insersi dengan posisi kepala dan leher
yang netral.7,8,10

Ukuran ILMA : 3 – 5, dengan tracheal tube yang terbuat dari silicone yang
dapat dipakai ulang, dikenal : ILMA tube dengan ukuran : 6,0 – 8,0 mm internal
diameter.7
ILMA tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien dengan patologi esofagus
bagian atas karena pernah dilaporkan kejadian perforasi esofagus. Intubasi pada
ILMA bersifat ”blind intubation technique”. Setelah intubasi direkomendasikan
untuk memindahkan ILMA. Nyeri tenggorok dan suara serak biasanya ringan,
namun lebih sering terjadi pada pemakaian ILMA dibandingkan cLMA. ILMA
memegang peranan penting dalam managemen kesulitan intubasi yang tidak
terduga. Juga cocok untuk pasien dengan cedera tulang belakang bagian cervical.
Dan dapat dipakai selama resusitasi cardiopulmonal.8,9,10

Respon hemodinamik terhadap intubasi dengan ILMA mirip dengan intubasi


konvensional dengan menggunakan laryngoscope. Kemampuan untuk insersi
ILMA dari belakang, depan atau dari samping pasien dan dengan posisi pasien
supine, lateral atau bahkan prone, yang berarti bahwa ILMA merupakan jalan nafas
yang cocok untuk insersi selama mengeluarkan pasien yang terjebak.8,9

ILMA merupakan alat yang mahal dengan harga kira-kira 500 dollar
12
America dan dapat digunakan sampai 40 kali.

3. LMA Proseal

Gambar 11 : Dikutip dari kepustakaan 4

LMA Proseal mempunyai 2 gambaran design yang menawarkan keuntungan


lebih dibandingkan LMA standar selama melakukan ventilasi tekanan positif.
Pertama, tekanan seal jalan nafas yang lebih baik yang berhubungan dengan
rendahnya tekanan pada mukosa. Kedua, LMA Proseal terdapat pemisahan antara
saluran pernafasan dengan saluran gastrointestinal, dengan penyatuan drainage tube
yang dapat mengalirkan gas-gas esofagus atau memfasilitasi suatu jalur tube
orogastric untuk dekompresi lambung.8,10

PLMA diperkenalkan tahun 2000. PLMA mempunyai “mangkuk” yang lebih


lunak dan lebih lebar dan lebih dalam dibandingkan cLMA. Terdapat drainage tube
yang melintas dari ujung mask, melewati “mangkuk” untuk berjalan paralel dengan
airway tube. Ketika posisinya tepat, drain tube terletak dipuncak esofagus yang
mengelilingi cricopharyngeal, dan “mangkuk” berada diatas jalan nafas. Lebih jauh
lagi, traktus GI dan traktus respirasi secara fungsi terpisah.10

PLMA di insersi secara manual seperti cLMA. Akhirnya saat insersi sulit
dapat melalui suatu jalur rel melalui suatu bougie yang dimasukkan kedalam
esofagus. Tehnik ini paling invasif tetapi paling berhasil dengan misplacement yang
kecil. 7,8

Terdapat suatu teori yang baik dan bukti performa untuk mendukung
gambaran perbandingan antara cLMA dengan PLMA, berkurangnya kebocoran gas,
13
berkurangnya inflasi lambung, dan meningkatnya proteksi dari regurgitasi isi
lambung. Akan tetapi, semua ini sepenuhnya tergantung pada ketepatan posisi alat
tersebut.8,9

Harga PLMA kira-kira 10 % lebih mahal dari cLMA dan direkomendasikan


untuk 40 kali pemakaian.10

Pada pasien dengan keterbatasan komplian paru atau peningkatan tahanan


jalan nafas, ventilasi yang adekuat tidak mungkin karena dibutuhkan tekanan
inflasi yang tinggi dan mengakibatkan kebocoran. Modifikasi baru, Proseal LMA
telah dikembangkan untuk mengatasi keterbatasan ini dengan cuf yang lebih besar
dan tube drain yang memungkinkan insersi gastric tube. Versi ini sering lebih sulit
untuk insersinya dan pabrik merekomendasikan dengan bantuan introduser kaku.9,10

Pada suatu penelitian, ProSeal LMA juga dapat digunakan dalam jangka
waktu panjang (40 jam) tanpa menyebabkan tekanan yang berlebihan dan kerusakan
mukosa hypopharing. Laporan terakhir, satu kasus injury nervus lingual telah
dilaporkan saat pemakaian ProSeal LMA. Sementara juga dilaporkan terjadi
hypoglossal palsies oleh karena pemakaian clasic LMA. Meskipun begitu
komplikasi tadi sangat jarang terjadi, frekwensi injury pada nervus cranialis dapat
dikurangi dengan cara menghindari trauma saat dilakukan insersi, menggunakan
ukuran yang sesuai dan meminimalisir volume cuff. Disarankan untuk membatasi
tekanan jalan nafas kurang dari 20 cmH2O selama inflasi paru dan untuk
menggunakan volume tidal yang kecil ( 6 – 10 ml/kgBB ).6,9

Ketika ProSeal LMA digunakan untuk periode memanjang, fungsi respirasi


harus dimonitor secara ketat dan tekanan intracuff harus diperiksa secara periodik
dan dipertahankan lebih rendah dari 60 cmH2O. Akhirnya resiko terjadinya inflasi
lambung harus secara aktif disingkirkan dengan mendengarkan daerah leher dan
abdomen dengan menggunakan stetoskop.7,8,9

4. Flexible LMA

14

Gambar 13 : Dikutip dari kepustakaan 4

Bentuk dan ukuran mask nya hampir menyerupai cLMA, dengan airway tube
terdapat gulungan kawat yang menyebabkan fleksibilitasnya meningkat yang
memungkinkan posisi proximal end menjauhi lapang bedah tanpa menyebabkan
pergeseran mask. Berguna pada pembedahan kepala dan leher, maxillo facial dan
THT. fLMA memberikan perlindungan yang baik terhadap laryng dari sekresi dan
darah yang ada diatas fLMA. Populer digunakan untuk pembedahan nasal dan
pembedahan intraoral, termasuk tonsilektomy. Airway tube fLMA lebih panjang dan
lebih sempit, yang akan menaikkan resistensi tube dan work of breathing. Ukuran
fLMA : 2 – 5. Insersi fLMA dapat lebih sulit dari cLMA karena flexibilitas airway
tube. Mask dapat ber rotasi 180 pada sumbu panjangnya sehingga masknya
mengarah ke belakang. Harga fLMA kira-kira 30 % lebih mahal dari cLMA dan
direkomendasikan untuk digunakan 40 kali.7,8,9

E. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI PENGGUNAAN LMA


Prinsipnya LMA dapat digunakan pada semua pasien yang bila dilakukan
anastesi dengan face mask dapat dilakukan dengan aman (kecuali penderita-penderita
yang memiliki kelainan oropharynx). LMA telah digunakan secara rutin pada prosedur-
prosedur minor ginekologi, orthopedi, bronkoskopi dan endoskopi. Prosedur yang lain
yang dapat menggunakan LMA antara lain ekstraksi gigi, adenotonsilektomy, repair
celah langitan, myringotomi, prosedur memasukkan pipa timpanostomy, dan operasi
mata. Akhir-akhir ini penggunaan LMA untuk penanganan jalan nafas sulit juga
meningkat.8,9
15
Indikasi Penggunaan LMA8,9,10
1. Alternatif face mask dan intubasi endotrakheal untuk penanganan jalan nafas
2. Penanganan airway selama anastesi umum pada :
a. Rutin ataupun emergency
b. Resusitasi luka bakar
c. Adenotonsilektomy
d. Resusitasi neonatal
3. Situasi jalan nafas sulit :
a. Penyelamatan jalan nafas
b. Membantu intubasi endotrakheal

Kontraindikasi Penggunaan LMA


Kondisi-kondisi berikut ini merupakan kontraindikasi penggunaan LMA : 8,9,10
1. Resiko meningkatnya regurgitasi isi lambung (tidak puasa)
2. Terbatasnya kemampuan membuka mulut atau ekstensi leher (misalnya artitis
rematoid yang berat atau ankilosing spondilitis), menyebabkan memasukkan LMA
lebih jauh ke hipopharynx sulit.
3. Compliance paru yang rendah atau tahanan jalan nafas yang besar
4. Obstruksi jalan nafas setinggi level larynx atau dibawahnya
5. Kelainan pada oropharynx (misalnya hematoma, dan kerusakan jaringan)
6. Ventilasi paru tunggal.

F. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN LMA


16
Keuntungan LMA dibandingkan Face Mask : 9,10
Bila dibandingkan dengan pemakaian dengan face mask maka LMA dapat
memberikan ahli anastesi lebih banyak kebebasan untuk melaksanakan tugas yang lain
(misalnya mencatat perjalanan anastesi, memasukkan obat-obatan dll) dan mengurangi
angka kejadian kelelahan pada tangan operator. Dengan LMA dapat memberikan data
capnography yang lebih akurat dan dapat mempertahankan saturasu oksigen yang lebih
tinggi. Kontaminasi ruangan oleh obat-obat anastesi inhalasi dapat dikurangi tetapi
dengan manipulasi yang lebih kecil terhadap jalan nafas. Cedera pada mata dan saraf
wajah dapat dihindari dibandingkan bila memakai face mask.

Keuntungan LMA dibandingkan dengan ETT : 9,10


Walaupun LMA tidak dapat menggantikan posisi ETT (khususnya pada
prosedur operasi yang lama dan yang memerlukan proteksi terhadap aspirasi) namun
LMA mempunyai berbagai kelebihan. LMA lebih mudah dimasukkan dan
mengurangi rangsangan pada jalan nafas dibandingkan ETT (sehingga dapat
mengurangi batuk, rangsang muntah, rangsang menelan, tahan nafas, bronchospame,
dan respon kardiovaskuler) adalah dua keuntungan yang dimiliki LMA dibandingkan
ETT. Level anastesi yang lebih dangkal dapat ditolenransi dengan menggunakan
LMA dibandingkan ETT. Ditangan yang terampil, penempatan LMA dapat lebih
mudah dan lebih cepat dibandingkan menempatkan ETT, sehingga lebih memudahkan
untuk resusitasi. Trauma pada pita suara dapat dihindari karena LMA tidak masuk
sampai ke lokasi pita suara. Insidens kejadian suara serak setelah penggunaan LMA
dapat dikurangi bila dibandingkan dengan pemakaian ETT.

G. KOMPLIKASI PENGGUNAAN LMA 8,9


1. Komplikasi Mekanikal (kinerja LMA sebagai alat) :
a. Gagal insersi (0,3 – 4%)
b. Ineffective seal (<5%)
c. Malposisi (20 – 35%)
17
2. Komplikasi Traumatik (kerusakan jaringan sekitar) :
a. Tenggorokan lecet (0 – 70%)
b. Disfagia (4 – 24%)
c. Disartria (4 – 47%)
3. Komplikasi Patofisiologi (efek penggunaan LMA pada tubuh) :
a. Batuk (<2%)
b. Muntah (0,02 – 5%)
c. Regurgitasi yang terdeteksi (0-80%)
d. Regurgitasi klinik (0,1%)
REFERENSI

18
1. Morgan GE, Mikhail MS: Airway Management. Clinical Anesthesiology 3 nd ed,
Lange Medical Books, New York, 2002.
2. Gomillion MC, Jung Hee Han : Magnetic Resonance Imaging a case of 2 years old
boy.Anesthesiology Problem-Oriented Patient Management Yao & Artusio’s, 6 th ed,
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA, 2008.
3. Morgan GE, Mikhail MS : Pediatric Anesthesia, Clinical Anesthesiology 3nd ed,
Lange Medical Books, New York, 2002.
4. http://emedicine.medscape.com/article/137362-overview. di akses tanggal 02 Juli
2014.
5. Afzal M : Airway Management In Pediatric Anesthesia: Laryngeal Mask Airway Vs
Endotracheal Tube. The Internet Journal of Anesthesiology 2007. Volume 13
Number 11.
6. O’neill B, Templeton JJ: The Laryngeal Mask Airway in Pediatric Patient; factors
affecting ease of use during insertion and emergence. Journal of Anesthesia &
Analgesia, Anesthesia Analg 1994; 78:659-662.
7. Messeeha Z, Ellyn G : 1954 Pediatric General Anastesi by Laryngeal Mask Airway
Without Intravenous Access. The Internet Journal of Anesthesiology 2007. Volume
13 Number 1.
8. Byhahn C, Meininger D, Zwissler B : Current Concepts of Airway Management in
The ICU and The Emergency Departement; Yearbok of Intensive Care and
Emergency Medecine, Vincent JL (ed), Springer, New York, 2006. P 377-399.
9. Allman KG, Wilson IH. Oxford Handbook of Anasthesia. Oxford University Pres
Inc, New York, 2001. P 368-369.
10. Fernandez JG, Tusman G: Pediatric Anesthesiology; Programming Pressure
Support Ventilation in Pediatric Patient in Ambulatory Surgery with a Laryngeal
Mask Airway. Journal of Anesthesia & Analgesia Anesth Analg 2007; 105:1585-
1591

Anda mungkin juga menyukai