Anda di halaman 1dari 3

Peserta didik merupakan individu yang unik, memiliki keberagaman, dan mempunyai

ciri serta kekhasannya masing-masing. Sebagai seorang pendidik, guru


bertanggung jawab untuk meningkatkan kualitas masing-masing dari peserta didik.
Oleh karena itu, diperlukan strategi yang tepat dalam mendorong peserta didik
untuk bisa mencapai kualitas yang terbaik.

Dalam hal ini setidaknya ada tiga strategi yang bisa diterapkan, yaitu pembelajaran
berdiferensiasi atau developmentally appropriate practice (DAP); pembelajaran
yang responsif kultur atau culturally responsive pedagogy/teaching (CRT); dan
pembelajaran yang sesuai dengan level atau teaching at the right level (TaRL).

Developmentally Appropriate Practice (DAP)

Pembelajaran berdiferensiasi atau developmentally appropriate practice (DAP)


merupakan pendekatan dalam pembelajaran dengan mempertimbangkan keragaman
peserta didik. Dalam skema praktiknya pendekatan DAP akan memosisikan
peserta didik sebagai pemegang peranan utama dalam proses pembelajaran (student
centered learning). Sedangkan pendidik dalam pendekatan DAP akan hadir sebagai
fasilitator dan tidak lagi sebagai tokoh utama dalam pembelajaran.

Dalam pelaksanaannya strategi DAP ini dapat diwujudkan dalam tiga bentuk
diferensiasi, di antaranya yaitu (1) diferensiasi dalam lingkup konten/materi
pembelajaran; (2) diferensiasi dalam lingkup proses pembelajaran; dan (3)
diferensiasi dalam lingkup produk hasil belajar.

Culturally Responsive Teaching (CRT)

Baca juga:Sejarah Sunda Cirebon Bagian 4: Menghijaunya Luragung, Pajajaran, dan


Banten

Selain pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran yang mengakomodasi dan


menghadirkan muatan budaya/kultur atau culturally responsive teaching (CRT) juga
dianggap bisa memberikan pembelajaran yang bermakna kepada peserta didik. Hal
ini dikarenakan pembelajaran responsif kultur akan mengarahkan pembelajaran agar
lebih kontekstual dan dekat dengan kehidupan peserta didik.
Dalam pembelajaran yang responsif kultur seorang pendidik akan mengajak dan
mengondisikan peserta didik untuk bisa lebih mengenal, menghargai, dan akrab
dengan realitas alam-sosial mereka.

Hal ini pun senada dengan konsep “pembelajaran sesuai dengan kodrat alam” yang
digaungkan Ki Hadjar Dewantara. Dalam Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap
Merdeka II: Kebudayaan (2013) Ki Hadjar Dewantara menyebutkan bahwa
pendidikan nasional adalah pendidikan yang beralaskan garis-garis hidup bangsanya
(culrureel-nationaal) dan ditujukan untuk keperluan perikehidupan (maatschappelijk)
yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya agar dapat bekerja bersama-
sama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia.

Teaching at the Right Level (TaRL)

Kemudian, pengajaran sesuai level atau pengajaran pada tingkat yang benar
(teaching at the right level/TaRL) adalah pendekatan belajar yang tidak mengacu
pada tingkat kelas, melainkan mengacu pada tingkat kemampuan peserta didik itu
sendiri.

Fokusnya adalah membantu peserta didik dengan dasar membaca, memahami,


mengekspresikan diri, serta keterampilan berhitung sesuai dengan tingkat
kemampuannya. Teaching at the right level merupakan pendekatan pedagogis yang
memperhatikan level kemampuan berdasarkan evaluasi (asesmem diagnostik).

Baca juga:Review Novel 5 Cm, Kitabnya Para Pendaki Indonesia

Dalam penerapan pembelajarannya peserta didik bisa saja dikelompokkan


berdasarkan tingkat atau capaian belajarnya. Selanjutnya pendidik harus secara
konsisten mengukur kemampuan membaca, menulis, dan memahami. Jika dalam
prosesnya peserta didik tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka guru harus
menyiapkan program remedial.

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Prinsip Pembelajaran DAP,
CRT, dan TaRL: Sebuah Pengantar Umum", Klik untuk baca:
Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.comPrinsipnya hampir mirip
dengan developmentally appropriate practice (DAP), sama-sama membolehkan
adanya diferensiasi. Perbedaannya, jika dalam DAP berfokus ke "karakteristik"
peserta didik, sedangkan TaRL lebih berfokus ke level "kompetensi" peserta didik.

Inilah yang menjadikan TaRL berbeda dari pendekatan biasanya. TaRL dapat
menjadi jawaban dari persoalan kesenjangan pemahaman yang selama ini terjadi
dalam kelas.

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan
tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com

Anda mungkin juga menyukai