Anda di halaman 1dari 21

KLIPING

BERBURU DAN MERAMU

Nama Kelompok :

1. Arif Akmal P.N


2. Satria Agile I.
3. Allan Maulana
4. Joan Arif M

Kelas : XII G

SMP NEGERI 1 SAMPANG


TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur sudah selayaknya kita panjatkan pada Illahi Robbi, karena
atas rahmat dan karuni-Nya, Kami mampu menyelesaikan penyusunan Laporan
Observasi tentang “Masa Berburu dan Meramu Makanan Tingkat Sederha” ini.
Sholawat dan salam Alloh semoga selamanya tercurah limpahkan pada Nabi
Besar Muhammad SAW. Kepada keluarganya, para Shohabatnya, dan semoga
sampai pada kita semua selaku umatnya.
Dalam proses penyusunan makalah ini banyak sekali rintangan dan
kesulitan yang kami hadapi, akan tetapi dengan banyaknya bantuan yang
diberikan dari berbagai pihak, proses penyusunan makalah ini mejadi cukup
mudah, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu Kami
ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses pembutan
makalah ini.
Layaknya sebuah pribahasa Tak ada gading yang tak retak, kami sadari
bahwa dalam penyusunan dan penyajian makalah ini tidak terlepas dari kesalahan
dan kekurangan, baik daei segi penulisan, isi maupun redaksi. Oleh karena hal
tersebut, besar harapan kami agar para pembaca semua berkenan menyampaikan
kritik serta saran yang membangun agar kesalahan-kesalahan yang kami buat bisa
diperbaiki sehingga kedepannya akan menjadi lebih baik.
Akhir kata, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami selaku penyhusun
Laporan ini maupun bagi pemca pada umumnya.

Sampang, 23 November 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................................................i
Kata Pengantar..............................................................................................................................ii
Daftar Isi......................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Keadaan Bumi Pada Kala Pleistosen..................................................................................2
2.1.1 Indohesi............................................................................................................................2
2.2 Lewat Umum.......................................................................................................................8
2.3 Penelitian Manusia Purba....................................................................................................8
2.4 Megan Tropus.....................................................................................................................9
2.5 Phitekan Tropus...................................................................................................................9
2.6 Homo Erektus....................................................................................................................10
2.7 Kapak Perimbas.................................................................................................................11
2.4.1 Alat Serpih......................................................................................................................12
2.5.1 Kehidupan Berkelompok................................................................................................13
2.5.2 Perkembangan Budaya Masyarakat Pemburu................................................................14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................................................17
Daftar Pustaka.............................................................................................................................18
Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada tahun 1839, Charles Lyell memberikan nama pleistosen untuk jaman geologi
yang mengikuti jaman pliosen. Jaman ini dimulai dari awal kuarter hingga kira-kira
11.000 tahun yang lalu. Jaman pleitosen didefinisikan dengan dasar bahwa lapisan
sedimen mengandung 90% hingga 100% dari
fauna yang masih hidup.
Gunung tengah atlantik masih terus mekar dengan kecepatan 2 cm pertahun pada
jama ini. Karena pendeknya waktu pleistosen, tektonik yang terjadi belum banyak
merubah morfologi dan struktur bumi. Namun demikian perubahan tektonik yang terjadi
yang terkait dengan perkembangan dan pencairan lempeng es di daerah kutub telah
sangat berpengaruh pada perubahan muka laut yang menyertainya.
Pada kala pleistosen, zona penujaman jawa pindah ke selatan, kearah samudera
india. Mulai terbentuk gunung api kuarter, termasuk merapi, merbabu, lawu, ungaran,
yang sebagian masih hingga holosen. Susut laut yang mulai terjadi sejak pliosen terus
berlangsung hingga pertengahan pleistosen awal. Dijawa tengan susut laut ini disertai
dengan pengangkatan dari pegunungan kendeng. Akibatnya laut yang terletak diantara
kendeng dan
pegunungan selatan ( yang telah terangkat sejak pliosen ) dimana daerah sangiran
terletak berubah menjadi lautan tertutup dan kemudian menjadi daerah rawa. Pengangkatan
yang terus berlangsung segera diikuti oleh erosi, dan hasil erosi tersebuit masuk ke
cekungan rawa tersebut diatas yang kemudian menghadilkan endapan lempung hitam
( formasi pucangan ). Pengisian terus menerus dari rawa tersebut berakibat daerah tersebut
menjadi daratan dengan sungai yang mengalir diatasnya (Sartono, 1976). Pengangkatan
kendeng tersebut juga berakibatterbentuknya endapan teras yang bertingkat-tingkat
sepanjang lembah sungai, misalnya aliran Bengawan Solo diantara Ngawi dan Cepu
(Sartono, 1976).

1.2 Rusmusan Masalah


1. Apa yang terjadi pada Zaman Pleistosen ?
2. Apa saja alat-alat yang dibuiat pada Zaman Pleistosen ?
3. Bagaimana Kondisi kehidupan pada Zaman Pleistosen ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Keadaan Bumi pada Kala Pleistosen


Manusia pertama kali muncul di dunia adalah pada tahap zaman Neozoikum,
yaitu kala Pleistosen sekitar 3 juta tahun yang lalu. Kala Pleistosen merupakan aman
termuda dari keseluruhan tahapan zaman dari terbentuknya bumi, dan di perkirakan
berproses dalam waktu yang cukup singkat, yaitu dari 3 juta sampai dengan 10.000
tahun yang lalu.
Meskipun sudah di anggap stabil, kala Pleistosen masih diwarnai sejumlah
peristiwa alam yang besar yang dapat mengubah kehidupan manusia sewaktu-waktu,
seperti :
1. Meluasnya es ke sebagian permukaan bumi
2. Munculnya daratan-daratan baru dari dasar laut karena permukaan air laut
yang turun
3. Adanya perubahan iklim
4. Letusan gunung berapi yang sangat besar
5. Muncul dan tenggelamnya sungai-sungai dan danau
Kerasnya fenomena alam ikut mengembangkan otak manusia purba. Alam
memang menyediakan cukup makanan pada masa ini seperti air, hewan, umbi-
umbian, dan tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat bagi tubuh, tetapi manusia harus
berupaya untuk memperolehnya.
Merek lalu membuat alat-alat dari batu seperti kapak genggam dengan berbagai
bentuk, alat-alat dari kayu, alat-alat dari tulang binatang seperti flakes (alat
serpih), pisau, serta pancing utuk menangkap ikan. Dari bentuk awal yang sederhana
sampai ke bentuk yang lebih rumit. Dengan demikian, manusia menjadi terlatih dan
selalu mengembangkan akalnya dan mengasah kemampuan otaknya. Tidak
mengherankan, volume otak manusia mengalami perubahan terus-menerus ke arah
yang lebih sempurna sebagaimana tercermin dari hasil-hasil budaya mereka.
Masa berikutnya adalah kala Holosen, yang berlangsung sekitar 10.000 tahun
yang lalu sampai sekarang. Pada masa ini tingkat kecerdasan manusia sudah mengalami
kemajuan. Hal ini terlihat dari perkembangan kemampuan dan hasil-hasil budayanya
hingga pada akhirnya mendukung mereka menerapkan pola hidup menetap, bercocok
tanam, dan membuat barang-barang dari logam.

2.1.1 Indohesi
Pada ribuan tahun yang lalu, kondisi alam Indonesia berbeda dibanding dengan
masa sekarang. Memasuki kala pleistosen, secara umum kondisi alam sudah stabil,
2
kecuali Indonesia bagian timur. Selama kala pleistosen berlangsung jaman es (Glasial),
dimana es di kutub sering meluas. Hal ini berarti daratan di bumi mencapai wilayah
yang paling luas. Jaman es terjadi empat kali yaitu Gunz, Mindel, Risz dan Wurm.
Sedangkan jaman interglasial terjadi sebanyak tiga kali. Jaman interglasial merupakan
jaman diantara dua jaman es, dimana es di kutub yang mencair menyebabkan
sebagian besar permukaan bumi diliputi perairan.
Jaman es timbul karena suhu bumi tidak tetap. Suhu yang turun mendadak
membawa akibat permukaan es meluas, sehingga bagian barat Indonesia bersatu
dengan Asia. Sedangkan bagian timur bersatu dengan Australia. Sebaliknya jika suhu
naik, es akan mencair yang berakibat daratan penghubung tenggelam dan terbentuk
paparan Sahul dan paparan Sunda. Perubahan geografis ini akan mempengaruhi
perkembangan flora dan fauna di wilayah Indonesia. Adapun perubahan bentuk
kepulauan Indonesia disebabkan oleh gerakan pengangkatan, kegiatan gunung berapi
dan turunnya permukaan air laut pada masa glasial.
Kepulauan Indonesia terletak di daerah tropis. Pada masa pleistosen, telah
dikenal musim hujan dan kemarau. Musim hujan pertama berlangsung dan diikuti
dengan terbentuknya hutan di daerah semenanjung Malaya, Kalimantan, Philipina dan
Sulawesi Utara. Jullius Schuster menyelidiki lapisan bumi di trinil dan menemukan
fosil tumbuhan. Dari fosil tersebut, ternyata ada yang masih hidup sampai sekarang di
Jawa. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pada jaman pleistosen di Jawa
memiliki temperatur 6 – 8 ° C lebih rendah dibanding masa sekarang.
Istilah proto sejarah atau sejarah awal sering digunakan dalam literatur lama
yang berkaitan dengan periodisasi sejarah. Proto sejarah mencakup kurun waktu
sejak adanya manusia sampai ditemukannya bukti tertulis. Penggunaan konsep pra
sejarah menimbulkan kesan bahwa bangsa Indonesia tidak memiliki sejarah. Padahal
sejak adanya manusia, sejarah manusia sudah mulai berlangsung. Oleh karena itu,
penggunaan konsep proto sejarah sebagai ganti konsep prasejarah dimaksudkan
untuk menghindari kesan demikian.
Berdasarkan geologi yaitu ilmu yang mempelajari tarikh / lapisan kulit bumi,
maka jaman sejarah awal dibedakan atas empat masa yaitu:
1. Arkhaikum
Arkhaikum atau jaman tertua berlangsung kurang lebih 2.500 juta
tahun. Jaman ini ditandai kondisi kulit bumi masih panas sekali, sehingga tidak
ada kehidupan sedikitpun. Baru pada akhir jaman ini mulai nampak ada
kehidupan yang sangat lamban perkembangannya.
2. Palaeozoikum (primer)
Palaeozoikum atau jaman hidup tua berlangsung selama kurang lebih
340 juta tahun. Kondisi bumi masih belum stabil, dimana iklim masih
3
berubah-ubah dan curah hujan yang tinggi. Jaman ini ditandai dengan
munculnya kehidupan yang dimulai dengan tumbuhan tingkat rendah (misal
ganggang dan lumut), makhluk hidup bersel satu, hewan kecil tidak bertulang
belakang sampai jenis ikan dan permulaan amphibi dan reptil.
3. Mesozoikum (sekunder)
Mesozoikum atau jaman kehidupan tengah berlangsung sekitar 140 juta
tahun. Kondisi bumi ditandai dengan iklim dan curah hujan yang mulai stabil,
namun temperatur masih sering berubah. Perkembangan kehidupan makin
pesat. Jumlah dan jenis ikan, amfibi dan reptil bertambah. Bahkan pada
pertengahan jaman ini, jenis reptil mencapai bentuk yang sangat besar, misal
dinosaurus panjangnya 12 meter, atlantosaurus lebih dari 30 meter. Juga
ditemukan jenis brontosaurus dan peteranodon. Oleh karena itu jaman
mesozoikum sering disebut jaman reptil. Pada masa ini juga mulai nampak
jenis burung dan berbagai macam hewan mamalia tingkat rendah.
4. Neozoikum (Kenozoikum)
Neozoikum atau jaman hidup baru berlangsung kurang lebih 60 juta
tahun sampai sekarang. Keadaan bumi makin membaik dan perubahan iklim
yang stabil memungkinkan berbagai jenis kehidupan dapat berkembang pesat.
Binatang ukuran besar secara lambat laun berkurang dan hewan mamalia
mulai berkembang pesat. Jaman neozoikum dibedakan atas :
a. Tersier
Jaman tersier sering disebut jaman ketiga yang ditandai dengan
jenis hewan menyusui mengalami perkembangan pesat. Sebaliknya
jenis reptil raksasa secara perlahan berkurang. Kehidupan jenis primat
mulai nampak yaitu kera dan kera manusia. Jaman tersier dapat
dibedakan atas masa Palleosen, Eosen, Oligosen, Miosen dan Pliosen.
Pada masa pliosen, 10 juta tahun yang lalu telah hidup hewan
Gigantropus (kera manusia raksasa). Hewan ini ditemukan di bukit
Siwalik, kaki Himalaya dan di dekat Simla (India Utara). Disamping itu
hidup pula kera manusia dari selatan (Austrolopithecus) yang
ditemukan di Afrika Selatan dan Afrika Timur. Di Indonesia, di daerah
Kalimantan Barat ditemukan hewan vertebrata yaitu Anthracotereum
dan Choeromeus (sejenis babi purba). Perkembangan ini berlangsung
pada masa Eosen.
b. Kuarter
Kuarter atau jaman keempat merupakan jaman yang sangat
penting dimana para ahli berpendapat bahwa jaman ini ditandai adanya
manusia. Jaman ini dimulai sejak 600.000 tahun yang lalu dan dapat
4
dibedakan atas :
1) dilluvium (jaman Pleistosen)
Jaman pleistosen berlangsung kira-kira 600.000 tahun. Selama
jaman pleistosen, es dari kutub utara sering meluas sehingga menutupi
daerah Eropa Utara, Asia Utara dan Amerika Utara (jaman glasial). Hal
ini disebabkan ukuran panas bumi yang tidak tetap. Jika ukuran panas
turun drastis, es mencapai bentangan yang sangat luas. Sebaliknya, jika
ukuran panas naik, maka es mencair dan permukaan air laut naik
(jaman interglasial). Perkembangan demikian di Indonesia akan
memunculkan paparan Sunda dan paparan Sahul. Jawa, Sumatra,
Kalimantan dan Malaysia Barat bergabung dengan benua Asia.
Kalimantan Utara, Philipina dan Formosa bergabung dengan benua
Asia. Sedangkan Sulawesi yaitu Minahasa, Sangir, Philipina bergabung
ke Asia. Antara Sulawesi dan Jawa Timur berhubungan melalui Nusa
Tenggara. Pada jaman ini ditandai dengan munculnya kehidupan
manusia sejarah awal.
Selain manusia, juga berkembang hewan berbulu tebal, misal
gajah purba (mamouth). Hewan berbulu tipis mengadakan migrasi ke
daerah tropis. Perpindahan ini menyebabkan hewan dengan ciri tertentu
akan mengelompok di daerah tertentu. Garis Wallace merupakan garis
yang membentang antara selat Makasar dan Lombok sebagai batas
hewanberciri Asiatis dan Australis. Migrasi manusia awal juga
berlangsung, dari Asia ke Indonesia sampai Australia
2) alluvium (jaman holosen)
Jaman holosen berlangsung sejak 20.000 tahun yang lalu sampai
sekarang. Kondisi bumi ditandai dengan sebagian besar es di kutub
mencair, sehingga permukaan laut naik. Dataran rendah sudah terisi air
kembali dan berubah menjadi laut dangkal. Di Indonesia ditandai
dengan terpisahnya Sumatra, Jawa dan Kalimantan dipisahkan laut
dangkal (laut Jawa). Wilayah Indonesia berubah menjadi kepulauan. Di
bagian barat terbentuk paparan Sunda dan daerah timur terbentuk
paparan Sahul. Selama holosen, ditandai dengan munculnya nenek
moyang manusia sekarang. Jenis manusianya sebangsa dengan kita
yang dinamakan homo sapiens atau manusia yang cerdas.

5
Pada tahun 1839, Charles Lyell memberikan nama pleistosen
untuk jaman geologi yang mengikuti jaman pliosen. Jaman ini dimulai
dari awal kuarter hingga kira-kira 11.000 tahun yang lalu. Jaman
pleitosen didefinisikan dengan dasar bahwa lapisan sedimen
mengandung 90% hingga 100% dari fauna yang masih hidup.
Gunung tengah atlantik masih terus mekar dengan kecepatan 2 cm
pertahun pada jama ini. Karena pendeknya waktu pleistosen, tektonik
yang terjadi belum banyak merubah morfologi dan struktur bumi. Namun
demikian perubahan tektonik yang terjadi yang terkait dengan
perkembangan dan pencairan lempeng es di daerah kutub telah sangat
berpengaruh pada perubahan muka laut yang menyertainya.
Pada kala pleistosen, zona penujaman jawa pindah ke selatan,
kearah samudera india. Mulai terbentuk gunung api kuarter, termasuk
merapi, merbabu, lawu, ungaran, yang sebagian masih hingga holosen.
Susut laut yang mulai terjadi sejak pliosen terus berlangsung hingga
pertengahan pleistosen awal. Dijawa tengan susut laut ini disertai dengan
pengangkatan dari pegunungan kendeng. Akibatnya laut yang terletak
diantara kendeng dan pegunungan selatan ( yang telah terangkat sejak
pliosen ) dimana daerah sangiran terletak berubah menjadi lautan tertutup
dan kemudian menjadi daerah rawa. Pengangkatan yang terus
berlangsung segera diikuti oleh erosi, dan hasil erosi tersebuit masuk ke
cekungan rawa tersebut diatas yang kemudian menghadilkan endapan
lempung hitam ( formasi pucangan ). Pengisian terus menerus dari rawa
tersebut berakibat daerah tersebut menjadi daratan dengan sungai yang
mengalir diatasnya (Sartono, 1976). Pengangkatan kendeng tersebut juga
berakibatterbentuknya endapan teras yang bertingkat-tingkat sepanjang
lembah sungai, misalnya aliran Bengawan Solo diantara Ngawi dan
Cepu (Sartono, 1976).
Pada masa jaman es, karena suhu udara rata-rata lebih
rendah dari sebelumnya, hal ini mengakibatkan bahwa zona vegetasi
bumi belahan utara berpindah keselatan lebihdari 2000 km dari posisi pra
jaman es. Di eropa selatan, daerah tundra yang sangat luas yang dialasi
permafrost ( tanah yang beku secara permanen), melempar jauh kearah

6
selatan lempengan es hingga sejauh tepian dari laut tengah. Pada daerah
seperti itu berkembang pesat fauna daerah dingin seperti rusa kutub
(reindeer), mammoth dan badak berbulu lebat.
Selama Pleistosen, perkembangan golongan mamalia sangat pesat,
mungkin akibat tersedianya relubg ekologi yang tepat. Muncul golongan
baru misalnya mammoth, badak berbulu tebal dan harimau bergigi
pedang. Satu hal yang sangat penting adalah bahwa muncul golongan
hominid yang terwakili oleh homo erectus, homo habilis dan akhirnya
homo sapiens. Kondisi iklim yang tidak terlalu basah pada pleistosen
menyukarkan pertumbuhan hutan lebat. Hutan yang ada bukan
merupakan hutan rimba, tetapi steppa.
Kondisi seperti ini berakibat berkembang pesatnya mamalia darat
golongan gajah yang berukuran besar seperti Stegodon trigonocephalus,
mastodon, mammoth. Golongan hominid mulai menggunakan peralatan
batu, mulai berburu dan berakibat punahya beberapa hewan perburuan.
1. Proses glasiasi, Berakibat pendangkalan air laut sehingga menjadi
daratan dan menjadi jembatan perpindahan hewan untuk bermigrasi
karena perubahan musim.
2. Proses interglasiasi / post glasiasi (pencairan kembali air laut) Berakibat
naiknya permukaan air laut daerah tropis menjadi lembab,
penyempitan wilayah jelajah fauna sehingga terjadi pengkerdilan
fauna tertentu
3. Proses pembentukan daratan karena tenaga endogen dan eksogen
4. Aktifitas vulkanisme Berakibat terbentuknya daratan-darataan baru dan
dapat merubah keadaan alam sebelumnya.
Pada kala pleistosen sebagian besar daratan ditutupi oleh es (divilium /
jaman es). Akibatnya banyak fauna yang bermigrasi. Inilah pembatasan antara
jaman tersier ke kala pleistosen ditandai dengan banyaknya fauna dan flora
tertentu dan digantikan dengan varietas baru yang disebabkan evolusi akibat
penyesuaian diri.
2.2 Dengan lewatnya jaman wurm, maka berakhirlah jaman divilium dan mulailah jaman
holosen (post glacial) tanda-tanda peninggalan jaman es dapat dilihat dari ditemukannya
fauna vertebrata Ngandong serta Pithecanthrorupus Soloensis dalam undak-undakan di

7
Bengawan Solo. Pada jaman post glasial es mencair kembali dan Paparan Sunda tergenang
kembali oleh laut Jawa serta laut Cina Selatan. Paparan Sahul juga tergenang oleh laut
Arafura dan semakin dalamnya laut di daerah Maluku. Dengan demikian pada Jaman wurm
daratan Indonesia terbagi oleh lautan yang terjadi pada zaman post glacial sehinnga
terbentuklah kepulau Manusia
2.3 Penelitian Manusia Purba
Sesungguhnya, kita bangsa Indonesia boleh bangga karena temuan- temuan
manusia-manusia purba di Indonesia. Dengan ditemukannya manusia-manusia purba di
Indonesia (khusunya di Jawa), membuat Indonesia menjadi terkenal dan penting bagi
penelitian sejarah kehidupan dan perkembangan manusia di masa lampau. Oleh karena
banyaknya temuan fosil manusia purba di Indonesia, maka Indonesia sering mendapat
julukan museum manusia purba dunia.
Peneliti pertama yang datang di Indonesia ialah seorang dokter Belanda bernama
Eugene Dubois. Di Jawa, ia berhasil menemukan fosil tengkorak manusia purba di dekat
desa Trinil, Ngawi, Jawa Timur (tahun 1889) yang diberi nama Pithecantropus Erectus.
Penelitian Eugene Dubois ini sangat menggemparkan dunia ilmu pengetahuan,
khususnya paleoantropologi dan biologi. Hasil penelitian tersebut kemudian
dipublikasikan ke luar negeri, sehingga mengakibatkan studi tentang manusia purba
lebih banyak lagi dilakukan oleh para ahli untuk menemukan fosil manusia purba di
Indonesia.
Berikutnya GHR. Von Koenigswald, pada tahun 1931-1933 berhasil menemu-
kan manusia purba di Ngandong (Kabupaten Blora) yang diberi nama Homo Soloensis.
Pada tahun 1936 Von Koenigswald berhasil menemukan fosil tengkorak kanak-kanak di
desa Perning dekat Mojokerto yang diberi nama Homo Mojokertensis. Selanjutnya, pada
tahun 1941 Von Koenigswald berhasil menemukan fosil rahang bawah yang sangat
besar yang kemudian diberi nama Megantropus Paleojavanicus.
2.4. Megan Tropus
Megantropus Paleo Javanicus, berasal dari kata mega : besar, Paleo : tua dan Java : Jawa,
yang berarti manusia besar/raksasa yang diperkirakan manusia pertama yang hidup di Jawa.
Megantropus diketemukan di Sangiran pada lapisan pleistosen bawah pada tahun 1941
oleh Von Koeningswald.
Ciri yang menonjol pada Meganthropus ialah rahangnya kuat dan gerahamnya besar-
besar dengan badan yang tegap. Rahangnya menunjukkan bahwa ia mempunyai otot-otot

8
kunyah yang sangat kukuh, dengan tulang pipi yang tebal, tonjolan kening yang menyolok
dan tonjolan belakang kepala yang tajam dan besar untuk otot-otot tengkuk yang kuat. Dagu
tidak ada pada Meganthropus. Makanan dimungkinkan terutama tumbuh-tum- buhan dan
buah-buahan. Hidupnya antara 2 hingga 1 juta tahun yang lalu.
2.5 Phitekan Tropus
Fosil jenis Pithecantropus ini ternyata paling banyak ditemukan di Indonesia, sehingga
dapat dikatakan bahwa kala pleistosen di Indonesia didominasi oleh manusia
Pithecantropus. Pithecantropus hidup di kala pleistosen awal, tengah, dan akhir. Sisa-
sisanya dapat ditemukan di Mojokerto, Kedungbrubus, Trinil, Sangiran, Sambungmacan,
dan Ngandong. Hidupnya di lembah-lembah atau di kaki pegunungan dekat perairan darat
di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang mungkin merupakan padang rumput dengan
pohon-pohon yang jarang. Pithecantropus mempunyai ciri-ciri antara lain tinggi tubuh
berkisar antara 165 - 180 cm dengan badan dan anggota badan yang tegap, tetapi tidak
setegap Meganthropus. Alat pengunyahnya juga tidak sehebat Meganthropus. Dagu belum
ada dan hidungnya lebar. Volume otaknya berkisar antara 750 - 1300 cc. Pithecantropus
hidup antara 2 juta -200.000 tahun yang lalu. Jenis-jenisnya antara lain:
Pithecantropus Mojokertensis, artinya manusia kera dari Mojokerto, ditemukan oleh
Von Koenigswald di Mojokerto tahun 1936 pada lapisan pleistosen bawah.
Pithecantropus Robustus, artinya manusia kera yang perkasa; ditemukan oleh Von
Koenigswald dan F.Weidenrich pada tahun 1939 ada pada lapisan pleistosen tengah di
lembah Bengawan Solo, Sangiran, Jawa Tengah.
Pithecantropus Erectus, (pithecos = kera; Erectus = berdiri tegak; manusia kera berjalan
tegak), artinya manusia kera yang berjalan tegak, yang ditemukan oleh Eugene Dubois pada
tahun 1890 di Kedung Brubus, Trinil, Ngawi di tepi sungai Bengawan Solo yang ada pada
lapisan pleistosen tengah. Jenis manusia ini mempunyai isi atau volume otak 900 cc. Duduk
kepalanya di atas leher, tulang keningnya menonjol ke muka, bagian hidung bergandeng
menjadi satu. Ciri-ciri lainnya, tulang dahinya lurus ke belakang, tulang kakinya sudah
cukup besar, gerahamnya masih besar.Tinggi berkisar antara 165 - 170 cm dan berat
badannya sekitar 100 kg.
Di daratan Asia, jenis Pithecantropus ini ditemukan di gua-gua di Chuokoutien, Peking,
Cina; maka dikenal dengan nama Pithecantropus/ Sinanthropus Pekinensis (manusia kera
dari Peking). Di Afrika ditemukan di Kenya dan dikenal dengan sebutan Austrolopithecus
Africanus. Pithecantropus masih hidup berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka

9
belum dapat memasak, jadi makanan dimakan tanpa terlebih dahulu dimasak. Mereka
tinggal di tempat-tempat terbuka dan selalu hidup berkelompok.
2.6 Homo Erektus
Jenis manusia Homo berasal dari lapisan pleistosen atas, lebih muda dari jenis-jenis
manusia sebelumnya. Homo mempunyai ciri-ciri yang lebih progresif dari pada
Pithecanthropus. Isi otaknya antara 1000- 1200 cc, dengan rata-rata 1350-1450 cc. Tinggi
tubuhnya juga bervariasi antara 130-150 cm, demikian pula beratnya antara 30-150 kg.
Otaknya lebih berkembang, terutama kulit otaknya. Bagian belakang tengkorak, juga
membulat dan tinggi, otak kecilnya sudah berkembang dan otot-otot tengkuk sudah banyak
mengalami reduksi. Ini disebabkan oleh alat pengunyahnya yang menyusut lebih lanjut, gigi
mengecil demikian pula rahang, serta otot-otot kunyahnya dan muka tidak begitu menonjol
lagi ke depan. Letak tengkorak di atas tulang belakang sudah lebih seimbang. Berjalan dan
berdiri lebih sempurna dan koordinasi otot sudah jauh lebih sempurna. Jenis ini antara lain:
Homo Soloensis, artinya manusia dari Solo, yang ditemukan di Ngandong lembah
sungai Bengawan Solo oleh Von Koenigswald pada tahun 1931- 1934.
Homo Wajakensis, artinya manusia dari Wajak, yang ditemukan di lembah sungai
Brantas, Wajak, Tulungagung, Jawa Timur oleh Eugene Dubois pada tahun 1889. Homo
Wajakensis hidup antara 25.000-40.000 tahun yang lalu.
2.7 Kemampuan Membuat Alat Kapak Perimbas
A. Kapak Perimbas di Asia Tenggara
Dalam budaya kapak perimbas dikenal istilah Oldowan, sebuah istilah para arkeolog
untuk menyebut kelompok alat-alat batu yang digunakan selama periode 2.6 Juta tahun
yang lalu hingga 1.7 juta tahun yang lalu. Apa yang di sebut kelompok budaya oldowan ini
diketemukan paling banyak di Afrika, Asia, Timur Tengah, dan Eropa.
Wilayah Afrika merupakan gudang data bagi budaya kapak perimbas. Banyak negara-
negara di Afrika sebagai tempat diketemukan kapak perimbas seperti Wilayah mesir,
Ethiopia, Kenya, Tanzania, dan di Afrika Selatan. Eropa juga telah menjadi rumah bagi
kapak perimbas. Alat batu ini diketemukan di Swedia, Portugal, Georgia, Bulgaria, Rusia,
Spanyol, Itali, Perancis, Jerman, Hungaria, Ceko, dan Inggris.
Di Kawasan Asia dan Timur Tengah, negara tempat diketemukan kapak perimbas ini
adalah Cina, Pakistan, Israel, Iran, Thailand, Indoneisa, Myanmar, dan Malaysia.
Meskipun kapak perimbas banyak diketemukan di hampir seluruh bagian dunia, ini tidak
berarti bahwa alat batu ini memiliki bentuk dan fungsi yang sama. Perbedaan antara bentuk

10
dan bahan dapat menunjukan variasi antar budaya.
Lebih lanjut, kapak perimbas yang diketemukan itu dapat juga memperlihatkan
bagaimana setiap kebutuhan secara spesifik dipenuhi dengan penggunaan alat yang mereka
punya berhadapan dengan kondisi dan kekayaan alam yang berbeda Paleolitik; berhubungan
dengan penamaan tingkat tradisi kebudayaan atas dasar teknik pembuatan alat batu dari
masa berburu dan mengumpulkan makanan.
Movius berpendapat bahwa di kawasan Asia Tenggara dan wilayah Asia Timur
memiliki perkembangan kebudayaan Paleolitik yang berbeda dengan corak kebudayaan
yang berkembang di bagian barat seperti di wilayah Eropa, di Afrika, di Asia Barat, dan
sebagian wilayah India, jika dilihat dari segi bentuk dan teknik pembuatan alat-alat batunya.
Begitu pula dengan jenis batuan yang digunakan untuk pembuatan kapak perimbas,
antara satu tempat dengan tempat lainnya berbeda-beda. Misalnya, menggunakan fosil kayu
banyak digunakan di Myanmar, batuan kuarsa di Punjab, Cina, dan juga Malaysia.
Sedangkan batuan kapur kersikan dan tufa kersikan sering ditemukan digunakan sebagai
bahan dasar pembuatan kapak perimbas di Indonesia.
B. Kapak Perimbas di Indonesia
Penelitian awal yang berkenaan langsung dengan tradisi paleolitik di Nusantara
dimulai pada tahun 1935, ketika Koenigsswald mendapati alat-alat batu prasejarah di
wilayah Punung (Pacitan), di daerah Kali Baksoko. Alat-alat batu tersebut masih kasar
dan teknik pembuatannya tergolong sederhana.
Koenigswald juga beranggapan kebudayaan batu pada masa Paleolitik yang
tersebar di wilayah Pacitan hampir sama dengan kebudayaan batu tua yang
berkembang di wilayah Eropa pada awal masa Paleolitik.
Temuan kapak perimbas di Pacitan ini membuat perhatian dan juga penelitian
terhadap artefak batu terutama kapak dari zaman Paleolitik di wilayah Indonesia mulai
bermunculan. Tempat temuan-temuan kapak perimbas di Indonesia eperti; di wilayah
Lahat (Sumatra Selatan), Kalianda (Lampung), Awangbangkal (Kalimantan Selatan),
Cabbege (Sulawesi Selatan), wilayah Sembiran dan Trunyan (Bali), di Batutring
(Sumbawa), di Wangka, Maumere, dan di Ruteng (Flores), dan di wilayah Atambua,
Kefanmanu, Noelbaki (NTT).
Dari semua tempat temuan kapak perimbas di nusantara, Punung (Pacitan)
merupakan daerah terkaya dan terpenting sebagai tempat diketemukannya kapak
perimbas di Indonesia. Kapak perimbas dari budaya Pacitan bahkan oleh Heekeren

11
dibagi dalam beberapa jenis atas dasar ciri-ciri pokok yang sudah digolongkan
Movious. Diantaranya:
Iron-heater Chopper (tipe setrika). Tipe ini bentuknya menyerupai setrika,
berpenampang cembung, dan memperlihatkan penyerpihan yang tegas.
a. Tortoise (tipe kura-kura). Tipe ini mempunyai penampang yang membulat
dengan permukaan bagian atas yang cembung dan meninggi.
b. Side scraper (tipe serut samping), Tipe ini bentuknya tidak teratur, tajamnya
dibuat pada sebelah sisi.
2.4.1 Alat Serpih
Alat serpih memiliki bentuk sangat sederhana dan berdasarkan bentuknya itu
diduga digunakan sebagai pisau, gurdi, dan alat penusuk. Dengan alat ini manusia purba
mengupas, memotong, dan juga menggali makanan. Alat serpih ini juga ditemukan oleh
Von Koenigswald pada tahun 1934 di daerah Sangiran (Surakarta). Tempat- tempat
penemuan lainnya di Indonesia antara lain: Cabbenge (Sulawesi Selatan), Maumere
(Flores) dan Timor. Alat-alat serpih sangat kecil dan berukuran antara 10-20 cm serta
banyak ditemukan pada goa-goa tempat tinggal mereka pada waktu itu.
Pada umumnya goa-goa tidak terganggu keadaannya, maka apa yang
ditinggalkan oleh manusia purba masih dapat ditemukan dalam keadaan seperti
ditinggalkan oleh penghuninya, sehingga goa-goa menjadi salah satu sasaran para ahli
untuk penelitian.
2.4 Kehidupan Sosial
22.5.1 Kehidupan Berkelompok
Kehidupan Manusia Purba pada masa bercocok tanam kadang lebih di kenal
dengan bahasa inggris yakni Food Producing, Setelah berlangsungnya kehidupan masa
berburu dan meramu lambat laun pola pikir manusia purba pun berubah, dari yang
dahulunya Food Gathering atau yang di kenal dengan Proses Mengumpulkan makanan
mengalami perubahan pola hidup menjadi Food Producing atau penghasil makanan. Lalu
manusia purba melakukan kegiatan Pertanian dan Juga perternakan setelah mereka
tinggal di kampung kecil yang biasanya dekat dengan Sumber air. (Baca Juga :
Kehidupan Masyarakat Prasejarah Indonesia). Manusia purba pada saat itu sudah tidak
lagi hidup dengan cara berpindah-pindah tempat, akan tetapi sudah mulai menetap(Semi
Nomaden). Masyarakat purba pertanian ini di perkirakan oleh para ahli Muncul pada
zaman Mesolitikum dan manusia pendukungnya merupakan homo sapiens yang berasal

12
dari rumpun proto melayu yang terlah bermigrasi atau pindah di indonesia. Sistem
irigrasi ladang mereka masih sangatlah sederhana dan juga masih bergantung dari
kesuburan tanah dan air hujan. bila tanah pertanian sudah di anggap tidak subur maka
mereka akan mencari tempat yang masih subur untuk melakukan pertanian. Tradisi
seperti ini masih banyak kita jumpai sampai saat ini di Indonesia, seperti contoh nya di
wilayah pedalaman sumatra, kalimantan dan juga papua.
Dari kampung kampung kecil itulah kemudian lambat laun terbentuklah desa-
desa yang masih sangat sederhana dengan pertanian sebagai basis perekonomianya. pada
masa ini sudah adanya pemimpin yang di pilih untuk memimpin suatu desa tersebut,
pemimpin pada masa itu biasanya di pilih berdasarkan kekuatan Fisik, kewibawaan dan
juga di segani serta mempunyai kemampuan dalam memecahkan masalah dengan baik.
pada masa bercocok tanam tingkat lanjut manusia purba yang sebelumnya masih semi-
menetap sudah berubah menjadi menetap(sedenter), tinggal berkelompok dii suatu
tempat menyerupai kampung dan mempunyai kemampuan untuk membuat peralatan
untuk menggosok-gosok sampai halus alat-alat yang di buatnya dari batu. Mereka juga
sudah memiliki kemampuan untuk membuat tembikar dan juga tentun yang sudah
semakin maju. Sebagian penemuan tembikar oleh para ahli, jika tembikar atau gerabah
pada beberapa tempat di gunakan sebagai bekal kubur, an juga sebagian lagi di temukan
warna hitam bekas api di bagian bawah tembikar, hal ini tentu saja menunjukan bahwa
manusia purba pada masa itu suah mengenal memasak makanan dengan menggunakan
tembikar. Sementara itu alat-alat batu pada masa itu yang sering di gunakan pada masa
itu adalah beliung persegi, belincung. Beliung persegi di gunakan untuk melubangi kayu
dan membuat ukiran. para ahli memperkirakan bahwa belincung di gunakan untuk
membuat perahu dari batang pohon. tiga alat tersebut di temukan di situs buni
bekasi, Jawa Barat.
Di akhir masa Manusia purba juga terlihat sudah ada kepercayaan terhadap
kekuatan yang melebihi kekuatan manusia, mereka sudah percaya terhadap hal-hal ghaib
ataupun Roh-roh orang yang telah meinggal dunia bisa mempengaruhi kehidupan
mereka. hal ini dapat kita lihat dari posisi tengkorak yang menghadap ke suatu Gunung
di dekat makan tersebut, Manusia purba pada saat itu percaya bahwa gunung di anggap
sebagai tempat tinggal para roh, agar roh-roh atau kekuatan tersebut melindungi mereka
dan tidak mendatangkan bahaya mereka melakukan peroses pemujaan atau upacara.
Manusia Purba pada masa itu juga telah membuat bangunan- bangunan besar di

13
tempat-tempat yang di yakini sebagai tempat tinggal Roh, Misalnya di Gunung Gunung
atau di Daratan Tinggi.
2.5.2 Perkembangan Budaya Masyarakat Pemburu
Masyarakat pemburu dan peramu (hunters and gathers) telah ada dipermukaan
bumi ini semenjak manusia ada. Mereka hidup tergantung kepada hasil alam. Hasil alam
itu berupa binatang buruan dan hasil hutan. Kehidupan masyarakat pemburu dan peramu
terbagi ke dalam kelompok-kelompok kecil sekitar 25 - 50 orang, dan terpencar satu
kelompok dengan kelompok lainnya. Pembagian kelompok kecil ini bertujuan untuk
memudahkan berpindah tempat yang sejalan dengan migrasi binatang buruannya.
"Berburu" adalah aktivitas masyarakat untuk mendapatkan binatang-binatang liar
dengan menggunakan tombak, pelempar lembing, busur dan panah, jaring dan
perangkap. Sedangkan "meramu" adalah aktivitas mengumpulkan bahan makanan dari
tanaman liar, baik berupa buji-bijian, buah-buahan, daun-daunan ataupun umbi-umbian.
Kedua aktivitas tersebut cenderung dilakukan secara bersama-sama pada kelompok
masyarakat yang kehidupannya masih sangat sederhana. Karena itu, mereka disebut
masyarakat pemburu dan peramu (hunters and gathers).
Pekerjaan berburu dominan dilakukan oleh laki-laki. Hal itu karena kegiatan
berburu memerlukan ketahanan fisik. Misalnya seperti perjalanan mencari binatang
buruan, berlari mengejar binatang buruan, melempar tombak atau memanah, atau
membawa hasil buruan. Sedangkan kaum wanita banyak menunggu kaum laki-laki di
perkampungan, mengurus anak, memasak, atau mengumpulkan bahan makanan di hutan
sekitar perkampungan.
Pendidikan masyarakat dilakukan oleh keluarga masing-masing. Anak laki-laki
dididik untuk mengikuti jejak ayahnya yaitu keterampilan berburu (menggunakan panah
dan tombak), mengenali, dan mengincar binatang buruan dan sebagainya. Anak
perempuan mengikuti jejak ibunya seperti keterampilan membersihkan bahan
makanan, memasak, memilih bahan makanan di hutan dsb.
Karakteristik perekonomian masyarakat pemburu dan meramu bertumpu pada
asas timbal balik dengan kerjasama intensif dari seluruh anggota. Prinsip hak milik
barang-barang yang digunakan untuk keperluan hidup merupakan milik bersama
(masyarakat). Hak istimewa bagi seseorang dalam kehidupan bersama hampir tidak ada,
sedangkan individu hanya dapat memanfaatkan sumberdaya alam saja untuk
kepentingannya. Pada masyarakat tanpa stratifikasi ini bukan berarti tidak ada perbedaan

14
(ketidaksamaan) diantara mereka. Perbedaan yang ada tampak dalam bentuk
perseorangan berupa prestise atau pengaruh sosial yang disebabkan faktor umur, jenis
kelamin, dan ciri pribadi menonjol yang dapat menaikan status sosial. Sebagai contoh
misalnya:
(1) Laki-laki cenderung mendapat kedudukan (status) lebih tinggi
dibandingkan wanita;
(2) Anggota masyarakat yang telah berusia lanjut akan mendapat
penghormatan dan penghargaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
anggota yang muda;
(3) Ciri pribadi yang menonjol seperti, kemahiran berburu,
kebijaksanaan, kegagahan, keberanian. Mereka akan menjadi anutan
masyarakat dan sebagai calon pemimpin kelompok.
Turunnya status sosial dalam kehidupan masyarakat ini, dapat dialami seseorang
berupa seringnya mengalami kegagalan berburu, dan berkurangnya keberanian atau
kegagahan. Jika status seseorang turun, ia akan digantikan oleh orang lain yang
mendapat status baru. Setiap individu di masyarakat pemburu-peramu senantiasa akan
mempertahankan statusnya. Sedangkan yang belum mendapat status tinggi akan
berusaha memperbaiki kemampuan dirinya untuk mendapat pengakuan masyarakat.
Status dalam kehidupan mereka merupakan prestise tersendiri dan merupakan
kebanggaan khusus. Naik atau turunnya status seseorang mudah mengalami perubahan.
Hal itu tidak terjadi seperti halnya pada masyarakat yang memiliki stratifikasi sosial
yang lebih jelas dan kompleks.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Beberapa perubahan iklim selama zaman es memiliki dampak yang besar pada
flora dan fauna. Seperti daerah kontinen mengalami kehilangan populasi besar, hewan
dan tumbuhan mengahadapi tingkatan stress yang tinggi akibat zaman es ini. Hasil dari
perubahan iklim yang drastis itu adalah pengurangan populasi, dan makan suplay
makanan yang habis.
Beberapa perubahan iklim selama zaman es memiliki dampak yang besar pada
flora dan fauna. Seperti daerah kontinen mengalami kehilangan populasi besar, hewan
dan tumbuhan mengahadapi tingkatan stress yang tinggi akibat zaman es ini. Hasil dari
perubahan iklim yang drastis itu adalah pengurangan populasi, dan makan suplay
makanan yang habis.

16
Daftar Pustaka

http://ilmusosial.net/keadaan-alam-pada-kala-pleistosen.html
http://penasejarah.com/pembentukan-kepulauan-indonesia/
http://www.sridianti.com/keadaan-alam-pada-kala-pleistosen.html
http://www.wacana.co/2009/11/kapak-perimbas/ http://genggaminternet.com/sejarah-
kehidupan-manusia-purba-pada-masa- bercocok-tanam/

17
LAMPIRAN

18

Anda mungkin juga menyukai