Anda di halaman 1dari 11

Indonesian Journal of Disability Studies

ISSN : 2355-2158

Identifikasi Kebutuhan Mahasiswa Tuli


Dalam Pembelajaran Bahasa Tulis
Alies Poetri Lintangsari

Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD), Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Abstract:Dalam perkuliahan, pemahaman akan penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa
ilmiah sangatlah penting mengingat hampir semua tugas mahasiswa adalah menulis karya tulis ilmiah.
Dalam pembelajaran bahasa tulis, mahasiswa Tuli mengalami beberapa kendala, salah satunya adalah
memahami konsep bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa ilmiah seperti tata bahasa, penggunaan kata
sambung, word order, dan lain sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan
mahasiswa Tuli dalam mempelajari bahasa tulis untuk menunjang proses pembelajaran bahasa dengan
melibatkan konsep disability awareness dan memandang ketulian tidak dari sudut pandang klinis melainkan
dari sudut pandang sosial.

Keywords: Mahasiswa Tuli, Pembelajaran Bahasa, Bahasa Ilmiah

bahasa tulis yang memadai sebagai bekal


1. Latar Belakang aktivitas perkuliahan.
PSLD sebagai pusat studi dan layanan yang
Universitas Brawijaya sebagai perintis mendampingi mahasiswa penyandang
kampus inklusif pertama di Indonesia disabilitas, memberikan pelayanan kelas bahasa
memberikan akses terbuka bagi penyandang bagi mahasiswa Tuli yang bertujuan
disabilitas yang ingin melanjutkan studi di memberikan tutorial untuk meningkatkan
Universitas Brawijaya. Sejalan dengan itu, kemampuan bahasa tulis mahasiswa Tuli.
sejak tahun 2012 Universitas Brawijaya telah Mengingat bahwa proses belajar dan
membuka program SPKPD (Seleksi mengajar sangat melibatkan kemampuan
Penerimaan Khusus Penyandang Disabilitas) mahasiswa dalam penguasaan bahasa Tulis dan
sebagai langkah affirmasi bagi mahasiswa mengingat bahwa tidak semua mahasiswa Tuli
penyendang disabilitas untuk dapat mengenyam memiliki kemampuan yang memadai dalam
pendidikan tinggi. Melalui program SPKDP menulis, maka penelitian ini bertujuan untuk
yang telah dilaksanakan selama 2 kali, mengidentifikasi permasalahan dan kesulitan
Universitas Brawijaya menerima sejumlah 33 yang dihadapi oleh mahasiswa Tuli sehingga
mahasiswa penyandang disabilitas yang dapat dirumuskan sebuah metode dan media
tersebar di berbagai fakultas di Universitas yang kemudian dapat dikembangkan untuk
Brawijaya. Dari 33 mahasiswa tersebut, 22 menjadi panduan bagi pengajar dalam
diantaranya adalah mahasiswa Tuli. Dapat memandu pembelajaran demi meningkatkan
disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa kemampuan bahasa Tulis bagi mahasiswa Tuli.
difabel di Universitas Brawijaya adalah
mahasiwa Tuli.
Mahasiswa Tuli tersebut berkuliah di
2. Dasar Teori
beberapa fakultas diantara fakultas ekonomi, 2.1 Perihal Ketulian
PTIIK (Program studi Teknologi Informasi dan
Istilah mahasiswa tuli (tuli)
Ilmu Komputer), Fakultas Ilmu Administrasi
mengindikasikan bahwa mahasiswa tidak
jurusan Ilmu Perpustakaan, dan Fakultas Ilmu
mampu memproses sinyal audio. Pada
Budaya program studi Seni Rupa. Dalam
dasarnya, seseorang yang dikatakan tuli dapat
perkuliahan, beberapa kesulitan dihadapi oleh
mendengar suara dalam frekuensi decibel
kedua belah pihak dalam proses pembelajaran,
tertentu. Dalam hal definisi, ketulian dapat di
baik mahasiswa Tuli dan juga dosen pengajar.
pandang dari dua sudut pandang, yaitu sudut
Perbedaan pola, cara dan media komunikasi
pandang klinis atau patologis dan sudut
merupakan salah satu faktor yang menghambat
pandang sosial budaya. Sebagaimana
proses belajar dan mengajar. Terlebih lagi tidak
perbedaan kedua sudut pandang tersebut maka
semua mahasiswa Tuli memiliki kemampuan

60
IJDS
Lintangsari, A. Poetri  Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70  June 2014

perlakuan yang diberikan pada mahasiswa tuli kesadaran untuk memaksimalkan media
pun akan berbeda. Berikut adalah penjelasan maupun sarana (dalam hal ini adalah bahasa)
definisi ketulian berdasarkan kedua sudut yang memberikan kesempatan kepada
pandang tersebut.
masyrakat Tuli untuk terlibat dalam aktifitas
2.2 Ketulian dalam definisi klinis/patologis masyarakat hearing.
Secara umum ketika disabilitas dipandang
secara klinis/patologis maka disabilitas akan Dengan memandang ketulian dari sudut
dianggap sebagai sebuah penyakit dan pandang budaya maka akan memberikan
kecacatan sehingga dibutuhkan usaha pemahaman bahwa ketulian bukanlah sebuah
penyembuhan.Begitu pula dengan ketulian, kondisi kerusakan fisik melainkan kondisi
dalam definisi klinis/patologis ketulian sosiokultural yang selama ini mengabaikan
merupakan kondisi dimana seseorang tidak bisa identitas sosiokultural maysarakat Tuli terutama
mendengar dikarenakan mengalami gangguan dalam hal bahasa. Perubahan permaknaan
dalam organ pendengarannya. Samuel Kirk budaya tuli (patologis) menjadi Tuli
dalam bukunya yang berjudul Educating (sosiokultur) mengindikasi bahwa ketulian
Exceptional Children 12th Ed (2009) merupakan sebuah identitas budaya yang
menjelaskan bahwa istilah Tuli (Deaf) merujuk memiliki karakteristik tertentu, karena itu pula
pada kondisi dimana seseorang mengalami masyarakat Tuli memilih istilah Tuli daripada
ketidakmampuan untuk mendengar, sedangkan tuna rungu, karena tuna rungu mengindikasi
istilah kurang dengar (hard of hearing) adanya kekurangan atau kerusakan. Penelitian
merujuk pada semua istilah kehilangan ini akan memandang ketulian dari sudut
pendengaran. Ketulian didefinisikan dalam tiga pandang sosiokultur.
kategori, yang pertama adalah tingkat ketulian, 2.4 Perihal Ketulian dan Penguasaan
jenis ketulian dan usia ketika ketulian terjadi. Bahasa
Tingkat ketulian diukur dari kemampuan
Bahasa merupakan sebuah media
seseorang menerima suara yang diukur dalam
komunikasi utama yang menghubungkan
desibel. Kehilangan pendengaran antara 15-20
manusia yang satu dengan manusia yang lain.
desibel masih dianggap ringan, kehilangan
Dalam hal ketulian, bahasa merupakan salah
pendengaran tingkat ringan (20-40 desibel)
satu faktor yang menempatkan masyarakat Tuli
sampai sedang (40-60 desibel) dan kehilangan
dalam ekslusifitas dikarenakan pengembangan
pendengaran tingkat sedang hingga berat (60-80
dan sosialisasi bahasa isyarat belum menjadi
desibel) atau bahkan parah (lebih dari 80
perhatian utama.
desibel).
Dalam hal penguasaan bahasa, para ahli
2.3 Ketulian dalam definisi sosial budaya linguistik mengembangan hipotesis bahwa
Ketulian sebagaimana dipandang dari sudut semua manusia mempelajari bahasa dan semua
manusia memiliki kemampuan yang sama
pandang sosial budaya merupakan sebuah dalam mempelajari bahasa, begitu pula dengan
kondisi sosiokultural dimana terdapat Tuli. Penguasaan bahasa seseorang secara
pembatasan pengembangan kultur dan bahasa umum dipengaruhi oleh dua hal, yang pertama
yang merupakan identitas masyarakat tuli. adalah kemampuan bawaan (kecerdasan) dan
Ketulian dalam sudut pandang sosial dan kondisi lingkungan.
budaya merupakan sebuah entitas yang lahir Kemampuan manusia dalam penguasaan
bahasa secara umum dibedakan menjadi dua,
dari pengelompokan maysarakat berdasarkan
yaitu kemampuan reseptif dan kemampuan
kekayaan linguistik yang mana hal ini di ekspresif. Kemampuan reseptif selalu muncul
dominasi oleh maysarakat hearing (non-tuli). mengawali kemampuan ekspresif. Kemampuan
Definisi ketulian dalam sudut pandang sosial reseptif merupakan kemampuan seseorang
budaya tidak menitik beratkan pada kondisi untuk menerima, memahami dan mengolah
fisik yang mengalami hambatan dalam input bahasa baik oral maupun aural.
menangkap sinyal audio melainkan sebuah Sedangkan kemampuan ekspresif merupakan
kemampuan seseorang untuk mengekspresikan
kondisi sosiokultural yang menempatkan
input bahasa yang diterima baik melalui lisan
masyarakat tuli dalam ekslusifitas. Ekslusifitas maupun isyarat. Kemampuan ekpresif
tersebut terjadi dikarenakan belum adanya

61
IJDS
Lintangsari, A. Poetri  Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70  June 2014

seseorang dalam berbahasa menandai kemampuan berbahasa ekspresif seorang Tuli


partisipasi aktif dalam komunikasi. yang tertuang dalam media isyarat dan media
Perkembangan kemampuan berbahasa tulis belum dapat mencapai hasil yang
reseptif seseorang dimulai sejak lahir ketika maksimal dikarenakan lingkungan sekitar yang
seorang bayi mulai mendengar berbagai macam mempengaruhi kemampuan berbahasa ekspresif
suara dan melihat berbagai macam isyarat. belum potensial dan tidak mendukung
Sedangkan perkembangan kemampuan penguasaan dan pengayaan bahasa seorang
berbahasa ekspresif terjadi setelah seseorang Tuli.
menguasai kemampuan berbahasa reseptif. Dapat disimpulkan bahwa, penguasaan
Tangisan seorang bayi misalnya yang bahasa reseptif seorang Tuli didapatkan melalui
mengindikasi rasa lapar atau rasa sakit media visual dan kemampuan bahasa ekspresif
merupakan sebuah manifestasi partisipasi aktif di ekspresikan melalui media isyarat dan tulis.
seseorang dalam sebuah komunikasi. Ketidakmampuan seorang Tuli dalam hal
Sebagaimana terlihat dalam tabel berikut bahwa literasi bukan disebabkan oleh kecerdasan
perkembangan kemampuan berbahasa reseptif ataupun kecacatan, namun dikarenakan tidak
dan ekspresif merupakan proses yang saling adanya mediasi yang memberikan kesempatan
berkelindang satu sama lain. bagi Tuli untuk mendapatkan input bahasa
sebagaimana yang didapatkan oleh orang yang
Tabel 1. Usia Perkembangan Bahasa Reseptif dan Ekspresif anak mendengar.
non Tuli
The Milestone of Language Development
Ketulian dapat terjadi sejak lahir dan
(taken from Stork & Widdowson, 1974) bersifat bawaan, atau terjadi ketika masa
Months Receptive Skills Expressive Skills pertumbuhan. Ketulian yang terjadi sebelum
Recognizes human masa penguasaan bahasa disebut sebagai
0-3 Reflect Sounds
voices prelingual deafness (ketulian prabahasa),
Learn to distinguish
3-6 affection from Babbling begins
sedangkan ketulian yang terjadi selama atau
scolding setelah penguasaan bahasa disebut sebagai
Increasing variety of postlingual deafness (ketulian pasca bahasa).
Responds to simple
6-9 sounds and Waktu ketulian sangatlah genting karena hal ini
words
reduplication berpengaruh pada komunikasi awal seorang
Responds to simple
9-12
comments
Uses first word anak, pemerolehan bahasa dan
Increasing responses 20 words (+), perkembangannya. Apabila ketulian bersifat
12- 18 to more complicated jargon, bawaan atau terjadi sejak lahir, seorang anak
sentences concatenation tidak akan memiliki pengalaman dalam
mengenali suara sehingga berdampak pada
Tabel 1 memformulasikan kemampuan kesulitan yang dialami dalam memahami dan
ekspresif seseorang melalui ekspresi lisan memproduksi sebuah ujaran. Apabila ketulian
misalnya kemampuan seseorang untuk terjadi sebelum masa penguasaan bahasa, maka
merespon dalam bentuk ocehan, reduplikasi proses komunikasi di pengaruhi oleh bahasa
kosakata, berbicara dalam kalimat yang dasar yang sempat diperoleh selama masa pra
terstruktur dan bisa dimengerti dan lain bahasa dan bagaimana seorang anak dapat
sebagainya. Dalam hal ketulian, kemampuan mengaksesnya untuk menunjang komunikasi
ekspresif seseorang tidak dapat diukur (Kirk et.al, 2009).
menggunakan kriteria tersebut, melainkan Ketulian yang terjadi setelah pemerolehan
diukur melalui kriteria kemampuan seseorang bahasa (postlingual deafness) memungkinkan
dalam mengekspresikan perasaan dan pikiran seorang anak memahami dan mengerti konsep
mereka melalui bahasa isyarat maupun bahasa tata bahasa yang bisa dikembangkan melalui
tulis. metode visual dan gestural setelah mengalami
Dalam hal penguasaan bahasa, seorang Tuli ketulian, namun apabila konsep tersebut belum
tidak diuntungkan dalam hal kondisi dipahami bahkan apabila ketulian terjadi setelah
lingkungan sekitar karena minimnya masa pemerolehan bahasa, maka proses
penggunaan bahasa isyarat. Padahal lingkungan pengenalan dan pemahaman konsep tata bahasa
sekitar merupakan faktor penting dalam akan lebih sulit.
penguasaan dan pengayaan bahasa. Sistim Ketulian akan menghambat penguasaan dan
eksklusifitas dalam pendidikan di Indonesia perkembangan seorang anak namun hal ini
juga memperburuk kondisi ini, sehingga bukan semata dikarenakan oleh kerusakan

62
IJDS
Lintangsari, A. Poetri  Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70  June 2014

organ pendengaran namun juga dikarenakan


tidak adanya lingkungan dan metode yang
3.1 Fokus Penelitian
mendukung sehingga anak Tuli dapat
memperoleh kesempatan yang sama dengan Fokus penelitian ini adalah
anak yang mendengar dalam hal perolehan mengidentifikasi kesulitan yang dialami oleh
bahasa. Ketulian akan menghambat sensor mahasiswa Tuli dalam mempelajari bahasa
pendengaran sehingga input bahasa melalui Tulis di kelas bahasa PSLD UB.
suara hampir tidak ada, sehingga media 3.2 Lokasi dan Partisipan penelitian
alternative adalah memaksimalkan sensor
lainnya khususnya visual. Maka tersedia tiga Lokasi penelitian dan pengembangan
alternative bagi anak Tuli untuk memperoleh modul pembelajaran bahasa adalah kelas bahasa
input bahasa yaitu melalui isyarat, membaca yang dilaksanakan di kantor PSLD UB.
dan membaca ujaran. Partisipan penelitian merupakan mahasiswa
Dapat ditarik kesimpulan bahwa minimnya Tuli yang mengikuti kelas bahasa.
penguasaan bahasa bagi anak Tuli bukan Teknik pengumpulan data dalam penelitian
semata mata dipengaruhi oleh kerusakan pada ini menggunakan beberapa teknik yang
indra pendengaran namun juga tidak adanya merupakan gabungan dari teknik pengumpulan
dukungan dari lingkungan sekitar untuk data kuantitaif dan kualitatif. Teknik
memberikan input bahasa melalui media lain pengumpulan data dilakukan melalui survey,
misalnya melalu isyarat, gestural teknik, observasi, dan tinjauan literature.
memberikan bahan bacaan yang mudah 1. Survey
dipahami serta memodifikasi pola komunikasi Teknik pengumpulan data melalui survey
dan metode pengajaran yang sesuai dengan pola dalam penelitian ini bertujuan untuk
komunikasi yang paling cocok bagi setiap anak mengetahui karakteristik ketulian mahasiswa
Tuli. Tuli di Universitas Brawijaya, mengetahui pola
komunikasi mahasiswa Tuli di Universitas
3. Metodologi Penelitian Brawijaya, dan untuk mengetahui media
pembelajaran apa yang paling digemari serta
Studi kasus merupakan salah satu metode sebagai salah satu media evaluasi kelas bahasa
penelitian kualitatif yang digunakan untuk di PSLD UB.
mengkaji seseorang, keluarga, kelompok sosial, 2. Observasi
institusi sosial, atau komunitas untuk Observasi dilakukan di dalam kelas sebagai
mengetahui hal – hal yang dianggap penting salah satu upaya pengumpulan data, data yang
secara mendalam (Latief, 2012). Penelitian ini terkumpul melalui teknik observasi adalah hasil
merupakan studi kasus yang menggunakan pembelajaran kelas bahasa yang akan menjadi
metode kualitif dan kuantitatif dalam dasar identifikasi permasalahan atau kesulitan
pengumpulan data dan dibahas secara kualitatif yang dialami oleh mahasiswa Tuli dalam
deskriptif. Subjek penelitian merupakan menulis. Salah satu teknik kelas observasi
mahasiswa Tuli yang berkuliah di Universitas adalah hasil test atau ujian yang dilakukan di
Brawijaya sebanyak 27 mahasiswa. Metode kelas bahasa.
pengumpulan menggunakan metode kuantitatif 3. Tinjauan Literatur
yaitu dengan cara menyebarkan kuisioner Teknik pengumpulan data melalui tinjauan
kepada 27 mahasiswa Tuli untuk literature bertujuan untuk mengumpulkan teori,
mengidentifikasi kesulitan dan halangan yang pendekatan, media dan pola komunikasi yang
dihadapi oleh mahasiswa Tuli dalam sesuai untuk diterapkan dalam kelas bahasa
mempelajari bahasa tulis. Pengumpulan data PSLD UB untuk meningkatkan pemahaman
juga dilakukan melalui metode kualitatif yaitu mahasiswa Tuli terhadap bahasa Tulis dan juga
observasi, tinjauan literatur, dan juga catatan meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa
lapang. Tuli.
Dalam bab pembahasan, akan dipaparkan
hal hal yang meliputi metodologi penelitian 3.3 Instrumen Penelitian
yang terdiri dari sumber data dan data, Dalam penelitian lebih bersifat kualitatif,
pengumpulan data, pengolahan data, dan data diasumsikan bersifat homogen, artinya
analisa hasil serta pembahasan. hanya ada satu jenis data, sehingga tidak
diperlukan metode sampling untuk mencari

63
IJDS
Lintangsari, A. Poetri  Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70  June 2014

representativeness. Dalam penelitian kualitatif, Data Analisis: Data analisis dijelaskan


peneliti merupakan instrumen utama dalam secara dekriptif kualitatif untuk menjelaskan
penelitian ini. Instrumen penelitian lainnya fenomena yang ditemukan melalui data output
yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dan untuk mencari jalan keluar dari
dengan teknik pengumpulan data yang permasalahan yang ada.
menggabungkan teknik pengumpulan kuantitaif
dan kualitatif, sebagaimana di jelaskan berikut 4. Hasil dan Pembahasan
ini:
1. Kuisioner digunakan sebagai instrumen 4.1 Kaidah Bahasa Tulis
dalam teknik pengumpulan data melalui Bahasa Tulis mempunyai perbedaan
survey. Kuisioner tersebut digunakan untuk karakteristik sangat jauh dengan bahasa lisan
mengukur penguasaan bahasa mahasiswa maupun bahasa isyarat. Dalam bahasa lisan
Tuli di Universitas Brawijaya yang meliputi maupun bahasa isyarat, eskpresi, intonasi, dan
beberapa kriteria yaitu identifikasi tingkat bahasa tubuh pembicara dapat membantu
dan jenis ketulian, identifikasi kemampuan memaknai arti sebuah ujaran. Untuk membantu
reseptif dan kemampuan expresif memaknai arti sebuah tulisan, penulis
mahasiswa Tuli, dan identifikasi kesulitan hendaknya menguasai tata cara penulisan agar
yang dihadapi mahasiswa Tuli dalam tulisannya dapat lebih mudah dipahami.
mempelajari bahasa. Dalam kaidah penggunaan bahasa tulis, ada
2. Borang observasi, lembar pre test, dan beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh
catatan lapangan merupakan instrument penulis, diantaranya adalah penggunaan huruf
yang digunakan dalam hal teknik capital atau huruf miring, tertib penulisan kata
pengumpulan data melalui observasi di dasar, bentuk dasar dan bentuk kata
dalam kelas. berimbuhan, serta aturan umum penggunaan
3. Dalam hal teknik pengumpulan data tanda baca seperti penggunaan tanda baca titik,
melalui tinjauan literature, instrumen yang koma, tanda seru dan lain sebagainya
di gunakan adalah catatan. sebagaimana dijelaskan dibawah ini :
A. Penggunaan Huruf Kapital
3.4 Analisis Data Beberapa penggunaan huruf kapital dalam
Data dalam penelitian ini terdiri dari data bahasa tulis adalah ;
kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitaif 1. Digunakan sebagai huruf unsur nama,
merupakan data yang di dapatkan dari metode singkatan, gelar, nama diri, hari, bulan,
survey untuk mengidentifikasi tingkat dan jenis tahun, kota dan negara.
ketulian, identifikasi kemampuan reseptif dan 2. Digunakan pada huruf pertama kalimat dan
kemampuan expresif mahasiswa Tuli, dan huruf pertama kutipan langsung.
identifikasi kesulitan yang dihadapi mahasiswa 3. Digunakan pada nama gelar kehormatan,
Tuli dalam mempelajari bahasa. Pengolahan keagamaan dan hal hal lain yang berkaitan
data kuantitaif dalam penelitian ini meliputi dengan kitab suci termasuk kata ganti untuk
beberapa tahapan yaitu: Tuhan.
1. Data Editing: merupakan proses 4. Digunakan untuk menuliskan unsure
pengecekan dan pengkoreksian data yang singkatan nama gelar, pangkat, sapaan, dan
telah terkumpul melalui penyebaran nama kekerabatan.
kuisioner untuk memastikan dan 5. Digunakan untuk menuliskan huruf awal
memverifikasi hasil perolehan kuisioner. nama buku, surat kabar, nama negara,
2. Data Coding: Proses penyusunan secara lembaga negara, dokumen resmi, dan nama
sistematis data mentah ( yang terdapat khas geografi.
dalam kuesioner) kedalam mesin pengolah 6. Digunakan dalam penulisan Karya Tulis
data. Ilmiah dalam hal penulisan judul laporan,
3. Data Entry: Kegiatan memindahkan data judul tugas akhir, dan lain sebagainya.
yang telah diubah menjadi kode ( data
coding ) ke dalam mesin pengolah data. B. Penggunaan Huruf Miring
4. Data Output: Data output dalam penelitian Huruf „miring‟ italic digunakan dalam hal
ini berupa data Univariat, yaitu analisis 1 hal berikut ini :
variabel dalam bentuk Tabel dan grafik. 1. Digunakan untuk menuliskan nama, judul
buku, makalah dan lain sebagainya yang

64
IJDS
Lintangsari, A. Poetri  Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70  June 2014

dikutip dalam tulisan begitu juga dalam dengan kaidah penulisan bahasa Indonesia
penulisan daftar pustaka. seperti sistem, efektif, metode dan lain
2. Digunakan untuk menegaskan dan atau sebagainya.
mengkhususkan kata, huruf, kalimat atau
istilah. E. Penggunaan Tanda Baca
3. Digunakan untuk menuliskan istilah ilmiah, Tanda baca dan penggunaannya dapat
istilah serapan atau istilah asing. digunakan dalam beberapa hal yaitu:
1. Tanda Titik (.) digunakan untuk mengakhiri
C. Penulisan Kata kalimat, singkatan nama orang, singkatan
Penulisan kata terdiri dari beberapa hal yang sudah umum, singkatan gelar, pangkat
yaitu: dan jabatan.
1. Penulisan Kata Dasar yang ditulis sebagai 2. Tanda Koma (,) digunakan dalam unsur-
satu kesatuan sendiri. Penulisan kata unsur perincian atau pembilangan, untuk
turunan yang dilengkapi dengan imbuhan memisahkan kalimat setara yang didahului
ditulis serangkaian dengan kata dasarnya. dengan kata hubung seperti tetapi,
Kata ulang ditulis secara lengkap dengan melainkan dan lain sebagainya. Digunakan
menggunakan kata hubung. Gabungkan untuk memisahkan anak kalimat dan induk
kata yang lazimnya disebut sebagai kata kalimat apabila anak kalimat mendahului
majemuk, dituliskan serangkaian dengan induk kalimat. Digunakan dibelakang kata
unsure lainnya. atau ungkapan penghubung antarkalimat
2. Penulisan Kata Ganti ku dan kau yang ada yang terdapat pada awal kalimat. Tanda
pertalian dengan aku dan engkau, ditulis Koma juga harus digunakan pada kata-kata
serangkai dengan kata yang mengikutinya. seperti ouw, aduh, kasihan dan lainnya
Kata Ganti ku, mu, nya yang ada pertalian yang terdapat pada awal kalimat. Tanda
dengan aku, kamu dan dia ditulis Koma juga digunakan untuk memisahkan
serangkaian dengan kata yang petikan langsung dalam kalimat, digunakan
mendahuluinya. diantara nama dan alamat, bagian-bagian
3. Penulisan Kata Depan di, ke, dan dari alamat, tempat dan tanggal, serta nama
ditulis terpisah dari kata yang mengikuti, tempat dan wilayah yang ditulis berurutan.
kecuali jika berupa gabungan kata yang Tanda Koma juga digunakan untuk
sudah padu benar seperti daripada dan menceraikan nama yang dibalik pada
kepada. penulisan daftar pustaka, digunakan
4. Penulisan Partikel pun dituliskan dengan diantara nama seseorang dan gelar
cara dipisahkan dari kata yang akademiknya, digunakan untuk mengapit
mendahuluinya. keterangan tambahan dan keterangan
5. Penulisan Partikel per yang bisa bearti aposisi.
„mulai‟, „demi‟, dan „tiap‟ ditulis terpisah 3. Tanda Titik Koma (;) digunakan untuk
dari bagian-bagian yang mendampinginya. memisahkan kalimat yang setara di dalam
6. Penulisan Lambang Bilangan digunakan suatu kalimat majemuk sebagai pengganti
untuk menyatakan ukuran panjang, berat, kata penghubung.
isi, satuan waktu dan nilai uang. Selain itu 4. Tanda Titik Dua (:) digunakan pada akhir
juga digunakan untuk menandai nomor suatu pernyataan lengkap bila diikuti
jalan dan alamat. Penulisan lambing rangkaian atau pemerian.
bilangan dengan huruf dengan cara 5. Tanda Hubung (-) digunakan untuk
dipisahkan setiap angkanya (contoh: dua memperjelas hubungan antara bagian-
ratus tiga puluh lima). bagian ungkapan; merangkaikan se- dengan
kata yang berawalan huruf Kapital;
D. Penulisan Unsur Serapan merangkaikan ke- dengan angka penunjuk
Kata Serapan dapat dikelompokkan dalam bilangan tingkat; perangkai angka dengan
dua jenis. Pertama, kata serapan yang akhiran –an; dan untuk merangkaikan afiks-
sepenuhnya terserap dalam bahasa Indonesia awalan dengan kata yang berhuruf awal
namun tulisan dan ucapannya masih seperti huruf kapital.
bahasa aslinya, contohnya, reshuffle, shuttle 6. Tanda Pisah (--) digunakan untuk mengapit
cook, dan lain-lain. Kedua, kata serapan uang kata atau kalimat yang disisipkan sebagai
penulisan dan pengucapannya disesuaikan penjelasan.

65
IJDS
Lintangsari, A. Poetri  Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70  June 2014

7. Tanda Petik (“….”) digunakan untuk dikarenakan belum ada pemahaman bahwa
mengapit kutipan langsung yang kurang bahasa Tulis dan bahasa Isyarat memiliki tata
dari lima baris; untuk menandai judul dan bahasa yang berbeda. Sehingga seringkali
mengapit kata atau istilah yang memiliki bahasa Tulis yang ditulis oleh mahasiswa Tuli
arti khusus. menghasilkan Tulisan yang tidak sesuai dengan
kaidah tata bahasa dalam bahasa tulis. Beberapa
Tanda Petik Tunggal („….‟) digunakan kesalahan yang terkait dengan tata bahasa
untuk mengapit kata bahasa Indonesia yang adalah penempatan Subjek, Predikat dan Objek
merupakan padanan kata bahasa asing yang yang seringkali terbalik. Contohnya adalah
dituliskan bersama-sama. sebagai berikut :

4.2 Identifikasi Kesalahan Penulisan oleh


Mahasiswa Tuli
Kesalahan lainnya yang kerap terjadi adalah
Mahasiswa Tuli mengandalkan kemampuan penggunaan tanda baca yang tidak sesuai
visual untuk memahami sebuah pesan dalam dengan kaidah bahasa tulis, bahkan ada
komunikasi begitu juga untuk menyampaikan beberapa mahasiswa yang tidak menggunakan
pesan melalui bahasa isyarat, gambar, atau tanda baca. Sebagaimana tulisan berikut ini
tulisan. Namun, dikarenakan ada perbedaan yang sama sekali tidak menggunakan tanda
tatabahasa antara bahasa isyarat dan bahasa baca.
tulis, dan juga penggunaan bahasa isyarat alam
dan BISINDO lebih digemari daripada SIBI,
maka, mahasiswa Tuli seringkali mengalami
beberapa kesulitan untuk memahami logika dan
struktur bahasa tulis.
Kecenderungan kesalahan penulisan datang Bahasa tulis yang ditulis oleh mahasiswa
dari mahasiswa yang berasal dari SLB yang Tuli memiliki struktur seperti bahasa lisan atau
tidak terbiasa dilatih untuk menulis sesuai bahasa isyarat. Penggunaan awalan dan
dengan kaidah bahasa Tulis, sedangkan imbuhan seringkali tidak digunakan atau tidak
mahasiswa yang berasal dari SMA Inklusi lebih sesuai dengan konteks. Sebagaimana terlihat
sedikit melakukan kesalahan dalam penulisan. pada tulisan dibawah ini;
Identifikasi kesalahan penulisan melalui
data yang didapat dalam kelas bahasa yang
berupa tugas. Dari tugas tersebut dapat
diketahui kecenderungan kesalahan yang
dilakukan oleh mahasiswa Tuli dalam
penulisan.
Pada dasarnya, kemampuan mahasiswa Tuli
dalam memahami bahasa tulis sangat bervariasi. Kesalahan yang paling fatal yang seringkali
Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal dilakukan oleh mahasiswa Tuli adalah menulis
diantaranya adalah asal sekolah apakah itu kalimat yang tidak sesuai dengan konteks dan
sekolah inklusif atau sekolah luar biasa. Ada bahkan artinya tidak bisa dimaknai.
kecenderungan bahwa mahasiswa Tuli yang Sebagaimana terlihat dalam tulisan dibawah ini;
berasal dari sekolah inklusif memiliki
kemampuan menulis yang lebih baik daripada
mahasiswa yang berasal dari sekolah luar biasa.
Pola komunikasi mahasiswa Tuli juga turut Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan
mempengaruhi kemampuan menulis. Kognitif, bahwa beberapa kesalahan penulisan yang
motivasi, pola pergaulan dan juga kondisi dialami oleh mahasiswa Tuli dilatarbelakangi
keluarga turut berperan dalam menunjang minimnya pengetahuan terkait dengan kaidah
mahasiswa Tuli dalam mempelajari bahasa bahasa Tulis. Minimnya metode dan media
Tulis. pengajaran bahasa Tulis juga menjadi latar
Beberapa kesalahan umum yang seringkali belakang minimnya kemampuan menulis
dilakukan oleh mahasiswa Tuli dalam menulis mahasiswa Tuli.
adalah kesalahan tata bahasa. Hal ini

66
IJDS
Lintangsari, A. Poetri  Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70  June 2014

4.3 Identifikasi Karakteristik Mahasiswa Berdasarkan hasil observasi kelas


Tuli ditemukan bahwa ada kecenderungan
keterbedaan kemampuan oleh mahasiswa Tuli
Identifikasi karakteristik pembelajar Tuli
yang bersekolah di SMA Inklusif dan
yang mengikuti kelas bahasa di PSLD UB
mahasiswa Tuli yang bersekolah di SMA LB.
dilakukan melalui survey dengan membagikan
Begitu pula jenis ketulian yang dibagi menjadi
kuisioner dengan beberapa variable untuk
dua yaitu pre lingual deafness dan post lingual
mengukur tingkat dan jenis kesulitan yang
deafness yang mempengaruhi proses
dihadapi oleh mahasiswa Tuli ketika mengikuti
penguasaan bahasa pertama oleh anak Tuli.
kelas bahasa di PSLD UB.
Berdasarkan temuan ini, dapat disimpulkan
Teknik yang digunakan adalah purposive
bahwa seharusnya kelas bahasa dibagi menjadi
(judgemental) sampling, teknik ini digunakan
2 bagian dengan mempertimbangkan jenis
untuk situasi khusus yang digunakan sebagai
ketulian, asal SMA dan juga kemampuan
media untuk menentukan orientasi tertentu.
berbahasa baik reseptif ataupun ekspresif.
Teknik ini berguna apabila peneliti ingin
Identifikasi kemampuan bahasa reseptif
melakukan investigasi lebih dalam. Partisipan
dan ekspresif
dalam survey ini adalah 21 mahasiswa Tuli dari
Kategori selanjutnya adalah identifikasi
total keseluruhan 22 orang. 1 orang mahasiswa
kemampuan bahasa reseptif dan kemampuan
menolak berpartisipasi dalam kegiatan ini.
ekspresif oleh mahasiswa Tuli. Sebagaimana
telah diilustrasikan dalam grafik dibawah ini,
A. Klasifikasi tingkat dan jenis Ketulian
bahwa semua mahasiswa Tuli berkomunikasi
Kategori pertama adalah klasifikasi tingkat
dengan cara membaca bibir, 86% menggunakan
dan jenis ketulian yang dialami oleh mahasiswa
bahasa isyarat secara aktif, dan 86% sering
Tuli di Universitas Brawijaya. Dari hasil
berkomunikasi dengan tulisan. Sehingga dapat
survey, ditemukan bahwa 43% mahasiswa Tuli
disimpulkan bahwa kemampuan reseptif
sejak lahir yang bisa dikategorikan sebagai pre
mahasiswa Tuli bergantung pada 3 media
lingual deafness. Sedangkan 57% mahasiswa
komunikasi, yaitu media oral (lips reading),
tuli di usia critical period yaitu usia 3-9 tahun
media isyarat, dan media tulis, begitu juga
yang masuk dalam kategori post lingual
kemampuan ekspresifnya.
deafness. Jenis ketulian yang dialami oleh
mahasiswa Tuli mempengaruhi proses
pemerolehan bahasa, begitu pula dengan 100%
25
riwayat pendidikan terdahulu. Dari hasil 86% 86%
20
kuisioner, dapat diketahui bahwa mahasiswa
15
Tuli sebesar 43% berasal dari SMA Inklusif
sedangkan sisanya (57%) berasal dari SMALB. 10 14% 14%
0%
5
0
43% 57%
20
0
0
a. b.
Sejak 3-9 c.
lahirtahun12-18
tahun
Pakai Tidak Pakai
Gambar 1. Umur Mulai Tuli mahasiswa Tuli UB

Gambar 3. Penggunaan media komunikasi oleh Mahasiswa


57% 43% Tuli
15
10
5 Dari hasil survey, diketahui bahwa
0 kemampuan reseptif bahasa mahasiswa Tuli
SMA SMA sebagian besar didapat pada usia 3-9 tahun,
LB Inklusif sebagian besar mahasiswa Tuli mulai
Gambar 2. Asal SMA Mahasiswa Tuli UB mengetahui kata dan kalimat pada umur 3-9
tahun, hanya 9% yang mengetahui kata dan

67
IJDS
Lintangsari, A. Poetri  Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70  June 2014

kalimat di usia dibawah 3 tahun. Sedangkan dan kalimat dalam rentang usia 3-9 tahun). Hal
kemampuan membaca dan menulis sebagian tersebut bukan semata mata dikarenakan ole
besar didapat pada rentang usia 3-9 tahun, faktor kognitif anak Tuli, namun dimungkinkan
bahkan ada 24% anak Tuli yang baru bisa karena media komunikasi sebagai media
membaca dalam rentang usia 9-18 tahun. reseptif bahasa belum dieksplorasi secara
maksimal, sehingga anak Tuli tidak
12 51% mendapatkan input bahasa sebanyak anak non
52% Tuli.
10 B. Media dan Komunikasi dalam
38% 40% Pembelajaran Bahasa
8 38%
38%
24% Dalam kategori ini, peneliti ingin
6 24% 24%
10% mengetahui media yang paling disukai oleh
4 14% mahasiswa Tuli di PSLD UB dalam
9% 9% 10% pembelajaran bahasa. Sebagaimana diketahui
2 5% 5% 5%
5% bahwa seluruh mahasiswa berkomunikasi
0% 0% secara oral dengan cara membaca bibir, dan
0
Tahu Tahu Mulai Mulai
sebagian besar menggunakan bahasa isyarat dan
tentang Kalimat Bisa Bisa juga bahasa tulis. Dalam hal pemenuhan
Kata Membaca Menulis kebutuhan dalam pembelajaran bahasa, tutor
bahasa harus memahami dan menggunakan 3
0-3 Tahun 3-6 Tahun 6-9 Tahun media komunikasi tersebut secara menyeluruh
9-12 Tahun 12-18 Tahun (oral, bahasa isyarat dan bahasa tulis), sehingga
mahasiswa Tuli mendapatkan input bahasa dari
Gambar 4. Kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif Mahasiswa berbagai macam media yang diharapkan dapat
Tuli memaksimalkan penguasaan bahasa mahasiswa
Tuli.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Berdasarkan hasil kuisioner, media
Roger Brown (1973), dapat diklasifikasikan penguasaan reseptif yang banyak diakses oleh
secara general bahwa kemampuan berbahasa mahasiswa Tuli adalah melalui membaca
anak non Tuli secara rata rata mulai memahami (71%), dan 24% melalui melihat gambar
kata tunggal di usia 1-1,6 tahun dan mulai sedangkan sisanya melalui media lainnya
memahami dan dapat menyusun kalimat semisal melalui media isyarat.
lengkap di usia 2,6 tahun (Tabel 2).
Apabila dibandingkan dengan penguasaan 71%
bahasa anak non Tuli, anak Tuli mengalami 15
keterlambatan 2 – 4 tahun dalam memahami 10
kata dan kalimat. Sebagaimana dapat dilihat 24%
pada tabel 2 dibawah ini. 5 5%
0
Tabel 2. Usia penguasaan bahasa anak non Tuli usia dini Kemampuan Reseptif
(Roger Brown, 1973)
Tahapan Umur Membaca Melihat Gambar Lain lain
Pra Bahasa (Mengoceh dan
0-1 tahun
menangis) Gambar 5. Identifikasi media penguasaan bahasa reseptif
Mengetahui Kata Tunggal 1-1,6 tahun
Menyusun Kalimat Awal 1,6 – 2 tahun Sedangkan dalam hal penguasaan bahasa
Menyusun Kalimat Pendek 2 – 2,6 tahun ekspresif, mahasiswa Tuli mengekspresikan
Menyusun Kalimat Lengkap 2,6-6 tahun bahasa yang mereka dapatkan dengan cara
menulis dan menggambar, dan sisanya dengan
Melalui penjelasan diatas, dapat cara lainnya seperti isyarat.
disimpulkan bahwa penguasaan bahasa anak
Tuli terhadap pengenalan kata dan kalimat
terlambat 2-4 tahun (anak non Tuli mengenal
kata dan kalimat dalam rentang usia 1-2 tahun,
sedangkan mahasiswa Tuli UB mengenal kata

68
IJDS
Lintangsari, A. Poetri  Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70  June 2014

43% 48% lingkungan terdekat juga sangat berperan


terhadap seberapa banyak bahasa dan informasi
10 yang diterima oleh mahasiswa Tuli.
9% Sebagaimana diketahui bahwa media
5
komunikasi mahasiswa Tuli mengandalkan
0 visual yaitu berupa membaca ujara, bahasa
Kemampuan Ekspresif isyarat dan bahasa tulis. Dari ketiga media
Menulis Melihat Gambar komunikasi tersebut, seluruh mahasiswa Tuli
Lain lain menggunakan media membaca ujaran, 86%
Gambar 6. Identifikasi media penguasaan bahasa eskpresif diantaranya menggunakan bahasa isyarat dan
86% menggunakan media tulisan untuk
Dalam hal penguasaan bahasa tersebut, berkomunikasi. Kendala yang kemudian
mahasiswa Tuli mengalami kesulitan dalam muncul adalah ketika pengajar yang
mambaca dan menulis. Kesulitan yang dihadapi mengajarkan bahasa tulis belum menguasai
mahasiswa Tuli ketika membaca adalah tidak bahasa isyarat sehingga informasi yang
memahami arti kata dan arti kalimat, hal ini disampaikan tidak sepenuhnya tersampaikan
berdampak pada kemampuan menulis, kepada mahasiswa Tuli. Penerjemah bahasa
dikarenakan sebagian besar (43%) mahasiswa isyarat dianggap sebagai salah satu cara untuk
Tuli tidak memahami arti kata dan kalimat mengatasi permasalahan tersebut, namun tidak
ketika membaca, sehingga mahasiswa Tulis semua penerjemah bisa menerjemahkan bahasa
juga kesulitan dalam menyusun kalimat ketika isyarat secara baik dan benar.
mereka menulis. Minimnya literature yang membahas
tentang teknis dan media pengajaran bahasa
43% 52% Tulis bagi mahasiswa Tuli juga menjadi salah
38%
satu faktor yang menyebabkan orang non Tuli
15 24% 24% kesulitan bagaimana cara mengajarkan bahasa
10 19%
5 Tulis bagi mahasiswa Tuli.
0 Berdasarkan pengalaman staff divisi
Kesulitan saat Kesulitan saat tutorial PSLD UB, motivasi mahasiswa Tuli
membaca menulis dalam mengikuti kelas bahasa semakin
Tidak arti paham kata Tidak paham arti kalimat menurun dikarenakan mereka memiliki banyak
tugas kuliah dan menganggap bahwa
Lainnya
pembelajaran bahasa tulis tidak terlalu penting.
Gambar 7. Kesulitan saat membaca dan menulis Dapat disimpulkan bahwa, kemampuan
ekspresif mahasiswa Tuli dalam menulis sangat
4.4 Identifikasi Kebutuhan Mahasiswa Tuli dipengaruhi oleh seberapa banyak informasi
dalam Mempelajari Bahasa Tulis terkait dengan bahasa Tulis yang diterima oleh
mahasiswa Tuli. Di dalam kelas PSLD sendiri,
Identifikasi kebutuhan mahasiswa Tuli yang menjadi kendala adalah minimnya
dalam mempelajari bahasa tulis berdasar pada kemampuan pengajar dan staff PSLD akan
paparan diatas terkait identifikasi kesalahan bahasa isyarat, belum adanya media dan metode
penulisan yang dilakukan oleh mahasiswa Tuli yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa Tuli
dan juga identifikasi karakteristik mahasiswa dalam pembelajaran bahasa. Motivasi dan
Tuli. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat kognitif mahasiswa Tuli juga sangat
diidentifikasi beberapa hal yang menjadi mempengaruhi proses pembelajaran bahasa
kebutuhan mahasiswa Tuli dalam mempelajari tulis bagi mahasiswa Tuli.
bahasa. Minimnya buku panduan terkait dengan
Harus diakui bahwa kemampuan ekspresif kaidah bahasa tulis yang ramah terhadap
mahasiswa Tuli ditentukan oleh kemampuan mahasiswa Tuli juga merupakan salah satu
reseptif mahasiswa Tuli tersebut dalam faktor yang menyebabkan ketidaktahuan
menerima informasi. Kemampuan reseptif mahasiswa Tuli akan aturan penulisan yang
tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal. Salah baik dan benar.
satunya adalah pola komunikasi dan media
komunikasi yang digunakan oleh mahasiswa
Tuli tersebut, kontribusi keluarga dan

69
IJDS
Lintangsari, A. Poetri  Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70  June 2014

5. Kesimpulan Persall, F. B. (2009). Writing Strategis for


Learners who are Deaf. Edmonton:
Dalam pembelajaran bahasa tulis bagin NorQuest College.
mahasiswa Tuli, ada beberapa kebutuhan
mahasiswa Tuli yang perlu disiapkan oleh kelas Rahimpour, D. M. (47). Developmental Stages
bahasa PSLD UB, diantaranya adalah : of Child Language. Journal of Faculty of
1. Media pembelajaran bahasa Tulis yang Letters and Humanities , 58-70.
menunjang kelas bahasa PSLD UB seperti
modul, buku panduan menulis ilmiah yang Samuel Kirk, J. J. (2009). Educating
dapat dipahami oleh mahasiswa Tuli, Exceptional Children 12th Ed. Boston:
lembar kerja dan standar penilaian. Houghton Mifflin Company.
2. Metode pembelajaran bahasa Tulis yang
menggunakan logika metode pembelajaran Saville-Troike, M. (2006). Introducing Second
bahasa kedua. Language Acquisition. New York:
3. Sarana komunikasi yang memadai yang Cambridge University Press.
sebaiknya dikuasai oleh pengajar kelas
bahasa PSLD UB yaitu dengan
menggunakan simultaneous
communication yang menggabungkan
ketiga media komunikasi yaitu membaca
ujaran, isyarat dan tulis.
4. Pemahaman akan pentingnya mempelajari
bahasa Tulis yang baik dan benar perlu
diterapkan bagi mahasiswa Tuli agar
mahasiswa Tuli termotivasi untuk dapat
mengikuti kelas bahasa dengan baik.

Proses assessment dan evaluasi yang


berkelanjutan untuk mengawal dan mengontrol
pembelajaran bahasa tulis.

Daftar Pustaka
Brown, R. (1977). A First Language: The Early
Stage. USA: Harvard University Press.

Dr. Idayu Astuti, M. O. (2011). Pakem Sekolah


Inklusi. Malang: Bayumedia.

Hernawati, T. (2007, Juni 1). Pengembangan


Kemampuan Berbahasa dan Berbicara
Anak Tuna Rungu . Volume 7 , pp. 101-
110.

Jan Van den Akker, Koeno Gravemeijer, Susan


Mc Kenney, Nienke Nieveen. Educational
Design Research.

Meredith D.Gall, Joyce P. Gall, Walter R. Borg.


(202). Educational Research : An
Introduction, 7th Ed. USA: longman.

70

Anda mungkin juga menyukai