Admin,+8 +alies
Admin,+8 +alies
ISSN : 2355-2158
Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD), Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia
Abstract:Dalam perkuliahan, pemahaman akan penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa
ilmiah sangatlah penting mengingat hampir semua tugas mahasiswa adalah menulis karya tulis ilmiah.
Dalam pembelajaran bahasa tulis, mahasiswa Tuli mengalami beberapa kendala, salah satunya adalah
memahami konsep bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa ilmiah seperti tata bahasa, penggunaan kata
sambung, word order, dan lain sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan
mahasiswa Tuli dalam mempelajari bahasa tulis untuk menunjang proses pembelajaran bahasa dengan
melibatkan konsep disability awareness dan memandang ketulian tidak dari sudut pandang klinis melainkan
dari sudut pandang sosial.
60
IJDS
Lintangsari, A. Poetri Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70 June 2014
perlakuan yang diberikan pada mahasiswa tuli kesadaran untuk memaksimalkan media
pun akan berbeda. Berikut adalah penjelasan maupun sarana (dalam hal ini adalah bahasa)
definisi ketulian berdasarkan kedua sudut yang memberikan kesempatan kepada
pandang tersebut.
masyrakat Tuli untuk terlibat dalam aktifitas
2.2 Ketulian dalam definisi klinis/patologis masyarakat hearing.
Secara umum ketika disabilitas dipandang
secara klinis/patologis maka disabilitas akan Dengan memandang ketulian dari sudut
dianggap sebagai sebuah penyakit dan pandang budaya maka akan memberikan
kecacatan sehingga dibutuhkan usaha pemahaman bahwa ketulian bukanlah sebuah
penyembuhan.Begitu pula dengan ketulian, kondisi kerusakan fisik melainkan kondisi
dalam definisi klinis/patologis ketulian sosiokultural yang selama ini mengabaikan
merupakan kondisi dimana seseorang tidak bisa identitas sosiokultural maysarakat Tuli terutama
mendengar dikarenakan mengalami gangguan dalam hal bahasa. Perubahan permaknaan
dalam organ pendengarannya. Samuel Kirk budaya tuli (patologis) menjadi Tuli
dalam bukunya yang berjudul Educating (sosiokultur) mengindikasi bahwa ketulian
Exceptional Children 12th Ed (2009) merupakan sebuah identitas budaya yang
menjelaskan bahwa istilah Tuli (Deaf) merujuk memiliki karakteristik tertentu, karena itu pula
pada kondisi dimana seseorang mengalami masyarakat Tuli memilih istilah Tuli daripada
ketidakmampuan untuk mendengar, sedangkan tuna rungu, karena tuna rungu mengindikasi
istilah kurang dengar (hard of hearing) adanya kekurangan atau kerusakan. Penelitian
merujuk pada semua istilah kehilangan ini akan memandang ketulian dari sudut
pendengaran. Ketulian didefinisikan dalam tiga pandang sosiokultur.
kategori, yang pertama adalah tingkat ketulian, 2.4 Perihal Ketulian dan Penguasaan
jenis ketulian dan usia ketika ketulian terjadi. Bahasa
Tingkat ketulian diukur dari kemampuan
Bahasa merupakan sebuah media
seseorang menerima suara yang diukur dalam
komunikasi utama yang menghubungkan
desibel. Kehilangan pendengaran antara 15-20
manusia yang satu dengan manusia yang lain.
desibel masih dianggap ringan, kehilangan
Dalam hal ketulian, bahasa merupakan salah
pendengaran tingkat ringan (20-40 desibel)
satu faktor yang menempatkan masyarakat Tuli
sampai sedang (40-60 desibel) dan kehilangan
dalam ekslusifitas dikarenakan pengembangan
pendengaran tingkat sedang hingga berat (60-80
dan sosialisasi bahasa isyarat belum menjadi
desibel) atau bahkan parah (lebih dari 80
perhatian utama.
desibel).
Dalam hal penguasaan bahasa, para ahli
2.3 Ketulian dalam definisi sosial budaya linguistik mengembangan hipotesis bahwa
Ketulian sebagaimana dipandang dari sudut semua manusia mempelajari bahasa dan semua
manusia memiliki kemampuan yang sama
pandang sosial budaya merupakan sebuah dalam mempelajari bahasa, begitu pula dengan
kondisi sosiokultural dimana terdapat Tuli. Penguasaan bahasa seseorang secara
pembatasan pengembangan kultur dan bahasa umum dipengaruhi oleh dua hal, yang pertama
yang merupakan identitas masyarakat tuli. adalah kemampuan bawaan (kecerdasan) dan
Ketulian dalam sudut pandang sosial dan kondisi lingkungan.
budaya merupakan sebuah entitas yang lahir Kemampuan manusia dalam penguasaan
bahasa secara umum dibedakan menjadi dua,
dari pengelompokan maysarakat berdasarkan
yaitu kemampuan reseptif dan kemampuan
kekayaan linguistik yang mana hal ini di ekspresif. Kemampuan reseptif selalu muncul
dominasi oleh maysarakat hearing (non-tuli). mengawali kemampuan ekspresif. Kemampuan
Definisi ketulian dalam sudut pandang sosial reseptif merupakan kemampuan seseorang
budaya tidak menitik beratkan pada kondisi untuk menerima, memahami dan mengolah
fisik yang mengalami hambatan dalam input bahasa baik oral maupun aural.
menangkap sinyal audio melainkan sebuah Sedangkan kemampuan ekspresif merupakan
kemampuan seseorang untuk mengekspresikan
kondisi sosiokultural yang menempatkan
input bahasa yang diterima baik melalui lisan
masyarakat tuli dalam ekslusifitas. Ekslusifitas maupun isyarat. Kemampuan ekpresif
tersebut terjadi dikarenakan belum adanya
61
IJDS
Lintangsari, A. Poetri Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70 June 2014
62
IJDS
Lintangsari, A. Poetri Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70 June 2014
63
IJDS
Lintangsari, A. Poetri Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70 June 2014
64
IJDS
Lintangsari, A. Poetri Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70 June 2014
dikutip dalam tulisan begitu juga dalam dengan kaidah penulisan bahasa Indonesia
penulisan daftar pustaka. seperti sistem, efektif, metode dan lain
2. Digunakan untuk menegaskan dan atau sebagainya.
mengkhususkan kata, huruf, kalimat atau
istilah. E. Penggunaan Tanda Baca
3. Digunakan untuk menuliskan istilah ilmiah, Tanda baca dan penggunaannya dapat
istilah serapan atau istilah asing. digunakan dalam beberapa hal yaitu:
1. Tanda Titik (.) digunakan untuk mengakhiri
C. Penulisan Kata kalimat, singkatan nama orang, singkatan
Penulisan kata terdiri dari beberapa hal yang sudah umum, singkatan gelar, pangkat
yaitu: dan jabatan.
1. Penulisan Kata Dasar yang ditulis sebagai 2. Tanda Koma (,) digunakan dalam unsur-
satu kesatuan sendiri. Penulisan kata unsur perincian atau pembilangan, untuk
turunan yang dilengkapi dengan imbuhan memisahkan kalimat setara yang didahului
ditulis serangkaian dengan kata dasarnya. dengan kata hubung seperti tetapi,
Kata ulang ditulis secara lengkap dengan melainkan dan lain sebagainya. Digunakan
menggunakan kata hubung. Gabungkan untuk memisahkan anak kalimat dan induk
kata yang lazimnya disebut sebagai kata kalimat apabila anak kalimat mendahului
majemuk, dituliskan serangkaian dengan induk kalimat. Digunakan dibelakang kata
unsure lainnya. atau ungkapan penghubung antarkalimat
2. Penulisan Kata Ganti ku dan kau yang ada yang terdapat pada awal kalimat. Tanda
pertalian dengan aku dan engkau, ditulis Koma juga harus digunakan pada kata-kata
serangkai dengan kata yang mengikutinya. seperti ouw, aduh, kasihan dan lainnya
Kata Ganti ku, mu, nya yang ada pertalian yang terdapat pada awal kalimat. Tanda
dengan aku, kamu dan dia ditulis Koma juga digunakan untuk memisahkan
serangkaian dengan kata yang petikan langsung dalam kalimat, digunakan
mendahuluinya. diantara nama dan alamat, bagian-bagian
3. Penulisan Kata Depan di, ke, dan dari alamat, tempat dan tanggal, serta nama
ditulis terpisah dari kata yang mengikuti, tempat dan wilayah yang ditulis berurutan.
kecuali jika berupa gabungan kata yang Tanda Koma juga digunakan untuk
sudah padu benar seperti daripada dan menceraikan nama yang dibalik pada
kepada. penulisan daftar pustaka, digunakan
4. Penulisan Partikel pun dituliskan dengan diantara nama seseorang dan gelar
cara dipisahkan dari kata yang akademiknya, digunakan untuk mengapit
mendahuluinya. keterangan tambahan dan keterangan
5. Penulisan Partikel per yang bisa bearti aposisi.
„mulai‟, „demi‟, dan „tiap‟ ditulis terpisah 3. Tanda Titik Koma (;) digunakan untuk
dari bagian-bagian yang mendampinginya. memisahkan kalimat yang setara di dalam
6. Penulisan Lambang Bilangan digunakan suatu kalimat majemuk sebagai pengganti
untuk menyatakan ukuran panjang, berat, kata penghubung.
isi, satuan waktu dan nilai uang. Selain itu 4. Tanda Titik Dua (:) digunakan pada akhir
juga digunakan untuk menandai nomor suatu pernyataan lengkap bila diikuti
jalan dan alamat. Penulisan lambing rangkaian atau pemerian.
bilangan dengan huruf dengan cara 5. Tanda Hubung (-) digunakan untuk
dipisahkan setiap angkanya (contoh: dua memperjelas hubungan antara bagian-
ratus tiga puluh lima). bagian ungkapan; merangkaikan se- dengan
kata yang berawalan huruf Kapital;
D. Penulisan Unsur Serapan merangkaikan ke- dengan angka penunjuk
Kata Serapan dapat dikelompokkan dalam bilangan tingkat; perangkai angka dengan
dua jenis. Pertama, kata serapan yang akhiran –an; dan untuk merangkaikan afiks-
sepenuhnya terserap dalam bahasa Indonesia awalan dengan kata yang berhuruf awal
namun tulisan dan ucapannya masih seperti huruf kapital.
bahasa aslinya, contohnya, reshuffle, shuttle 6. Tanda Pisah (--) digunakan untuk mengapit
cook, dan lain-lain. Kedua, kata serapan uang kata atau kalimat yang disisipkan sebagai
penulisan dan pengucapannya disesuaikan penjelasan.
65
IJDS
Lintangsari, A. Poetri Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70 June 2014
7. Tanda Petik (“….”) digunakan untuk dikarenakan belum ada pemahaman bahwa
mengapit kutipan langsung yang kurang bahasa Tulis dan bahasa Isyarat memiliki tata
dari lima baris; untuk menandai judul dan bahasa yang berbeda. Sehingga seringkali
mengapit kata atau istilah yang memiliki bahasa Tulis yang ditulis oleh mahasiswa Tuli
arti khusus. menghasilkan Tulisan yang tidak sesuai dengan
kaidah tata bahasa dalam bahasa tulis. Beberapa
Tanda Petik Tunggal („….‟) digunakan kesalahan yang terkait dengan tata bahasa
untuk mengapit kata bahasa Indonesia yang adalah penempatan Subjek, Predikat dan Objek
merupakan padanan kata bahasa asing yang yang seringkali terbalik. Contohnya adalah
dituliskan bersama-sama. sebagai berikut :
66
IJDS
Lintangsari, A. Poetri Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70 June 2014
67
IJDS
Lintangsari, A. Poetri Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70 June 2014
kalimat di usia dibawah 3 tahun. Sedangkan dan kalimat dalam rentang usia 3-9 tahun). Hal
kemampuan membaca dan menulis sebagian tersebut bukan semata mata dikarenakan ole
besar didapat pada rentang usia 3-9 tahun, faktor kognitif anak Tuli, namun dimungkinkan
bahkan ada 24% anak Tuli yang baru bisa karena media komunikasi sebagai media
membaca dalam rentang usia 9-18 tahun. reseptif bahasa belum dieksplorasi secara
maksimal, sehingga anak Tuli tidak
12 51% mendapatkan input bahasa sebanyak anak non
52% Tuli.
10 B. Media dan Komunikasi dalam
38% 40% Pembelajaran Bahasa
8 38%
38%
24% Dalam kategori ini, peneliti ingin
6 24% 24%
10% mengetahui media yang paling disukai oleh
4 14% mahasiswa Tuli di PSLD UB dalam
9% 9% 10% pembelajaran bahasa. Sebagaimana diketahui
2 5% 5% 5%
5% bahwa seluruh mahasiswa berkomunikasi
0% 0% secara oral dengan cara membaca bibir, dan
0
Tahu Tahu Mulai Mulai
sebagian besar menggunakan bahasa isyarat dan
tentang Kalimat Bisa Bisa juga bahasa tulis. Dalam hal pemenuhan
Kata Membaca Menulis kebutuhan dalam pembelajaran bahasa, tutor
bahasa harus memahami dan menggunakan 3
0-3 Tahun 3-6 Tahun 6-9 Tahun media komunikasi tersebut secara menyeluruh
9-12 Tahun 12-18 Tahun (oral, bahasa isyarat dan bahasa tulis), sehingga
mahasiswa Tuli mendapatkan input bahasa dari
Gambar 4. Kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif Mahasiswa berbagai macam media yang diharapkan dapat
Tuli memaksimalkan penguasaan bahasa mahasiswa
Tuli.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Berdasarkan hasil kuisioner, media
Roger Brown (1973), dapat diklasifikasikan penguasaan reseptif yang banyak diakses oleh
secara general bahwa kemampuan berbahasa mahasiswa Tuli adalah melalui membaca
anak non Tuli secara rata rata mulai memahami (71%), dan 24% melalui melihat gambar
kata tunggal di usia 1-1,6 tahun dan mulai sedangkan sisanya melalui media lainnya
memahami dan dapat menyusun kalimat semisal melalui media isyarat.
lengkap di usia 2,6 tahun (Tabel 2).
Apabila dibandingkan dengan penguasaan 71%
bahasa anak non Tuli, anak Tuli mengalami 15
keterlambatan 2 – 4 tahun dalam memahami 10
kata dan kalimat. Sebagaimana dapat dilihat 24%
pada tabel 2 dibawah ini. 5 5%
0
Tabel 2. Usia penguasaan bahasa anak non Tuli usia dini Kemampuan Reseptif
(Roger Brown, 1973)
Tahapan Umur Membaca Melihat Gambar Lain lain
Pra Bahasa (Mengoceh dan
0-1 tahun
menangis) Gambar 5. Identifikasi media penguasaan bahasa reseptif
Mengetahui Kata Tunggal 1-1,6 tahun
Menyusun Kalimat Awal 1,6 – 2 tahun Sedangkan dalam hal penguasaan bahasa
Menyusun Kalimat Pendek 2 – 2,6 tahun ekspresif, mahasiswa Tuli mengekspresikan
Menyusun Kalimat Lengkap 2,6-6 tahun bahasa yang mereka dapatkan dengan cara
menulis dan menggambar, dan sisanya dengan
Melalui penjelasan diatas, dapat cara lainnya seperti isyarat.
disimpulkan bahwa penguasaan bahasa anak
Tuli terhadap pengenalan kata dan kalimat
terlambat 2-4 tahun (anak non Tuli mengenal
kata dan kalimat dalam rentang usia 1-2 tahun,
sedangkan mahasiswa Tuli UB mengenal kata
68
IJDS
Lintangsari, A. Poetri Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70 June 2014
69
IJDS
Lintangsari, A. Poetri Vol. 1 Issue 1 pp. 60-70 June 2014
Daftar Pustaka
Brown, R. (1977). A First Language: The Early
Stage. USA: Harvard University Press.
70