Anda di halaman 1dari 10

PENATALAKSANAAN DARURAT TRAUMA JARINGAN LUNAK MULTIPLE

DAERAH MAKSILOFASIAL: DUA LAPORAN KASUS


Wilson Wijaya1, Garibaldi Silvanus Hendra2, Pebrian Diki Prestya3, Yashinta Rachmavita Moona4,
Endang Sjamsudin5
1,2,3,4
Residen Bedah Mulut dan maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran Bandung,
Indonesia
5
Staff Pengajar Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Padjadjaran Bandung, Indonesia

Abstrak
Pendahuluan: Trauma yang mengenai daerah maksilofasial dapat menyebabkan cedera
pada jaringan lunak dan dapat menimbulkan kerusakan yang berat. Perawatan luka pada
daerah maksilofasial harus segera dilakukan karena bukan hanya memperbaiki fungsi tapi
juga estetik. Tujuan laporan kasus ini adalah mendiskusikan dua kasus perawatan darurat
luka multiple pada daerah maksilofasial. Laporan kasus: Kedua kasus ini adalah trauma
jaringan lunak multiple pada wajah dan rongga mulut pasien laki-laki. Luka jaringan lunak
berupa hematoma, vulnus abrasivum dan vultus laseratum multiple diserta adanya
perdarahan. Perawatan darurat luka jaringan lunak meliputi debridemen, penjahitan primer
dan pedikel flap pada luka nasal dan penutupan luka. Simpulan: Trauma jaringan lunak
multiple pada daerah maksilofasial berpotensi timbulnya infeksi dan komplikasi yang dapat
mengganggu estetik. Perawatan darurat luka jaringan lunak harus segera dilakukan dengan
memperhatikan prinsip-prinsip perawatan luka akan mencegah infeksi dan dehisensi yang
mengganggu estetik wajah.
Kata Kunci: Trauma jaringan lunak, Maksilofasial, Darurat
Abstract
Introduction: Trauma that affects maxillofacial region can cause injury on soft and hard tissue or
facial bones. One of the most common trauma is laceration on the face that needs urgent treatment
when possible. Early wound repair decreases edema and prevents granulation and infection. Facial
injury should be treated before 6-8 hours to prevent infection. Case report 1: A 34 year-old male
patient came to Hasan Sadikin Public Hospital Emergency Department with chief complaint of
bleeding from mouth. From extra oral examination was found asymmetrical face, hematoma at
bilateral eyelid region, edema at bilateral cheek region and lacerated wound at submental region.
Intra oral examination shows lacerated wound at upper and lower lip. Case report 2: A 23 year-old
male patient came to Hasan Sadikin Public Hospital Emergency Department with chief complaint of
bleeding from mouth. Clinical examination showed asymmetrical face, left periorbital edema and
hematoma, lacerated wound at lower lip, nasolabial and nose region. Intraoral examination showed
dentoalveolar fracture of teeth 31-41 region accompanied with avulsion of teeth 31-41, lacerated
wound at lower vestible and gingiva. Treatment includes debridement of soft tissue, primary closure
and pedicle flap on nasal wound and wound closure.
Key words: Soft tissue trauma, Maxillofacial, Emergency
Pendahuluan tersering. Jika hal ini terus bertahan,
Trauma adalah luka atau cedera diperkirakan pada tahun 2020 proporsi
pada jaringan, disebut pula sebagai injury tahunan masyarakat yang meninggal atau
atau wound, dapat juga diartikan sebagai mengalami disabilitas dikarenakan
kerusakan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor akan
tindakan-tindakan fisik dengan meningkat hingga lebih dari 60%. Sebagai
terputusnya kontinuitas normal suatu akibatnya, kecelakaan kendaraan
struktur. Trauma juga diartikan sebagai bermotor akan menjadi penyebab utama
kejadian yang tidak terduga karena kontak nomor tiga penyakit dan trauma menurut
yang keras dengan suatu benda. Menurut versi World Health Organization
etiologinya trauma terbagi dua, yaitu (WHO).3
trauma yang disengaja (intentional injury) Trauma yang mengenai daerah
dan trauma yang tidak disengaja maksilofasial dapat menyebabkan cedera
(unintentional injury).1 pada jaringan lunak dan jaringan keras
Penyebab trauma maksilofasial atau tulang pembentuk wajah. Pada suatu
berbeda dari satu Negara dengan Negara penelitian yang dilakukan di Arab saudi,
lainnya bahkan antar daerah di dalam satu menunjukkan bahwa laki-laki (78,7%)
Negara. Semua itu dipengaruhi oleh sebagian besar mengalami fraktur
perbedaan sosial ekonomi, lokasi maksilofasial sedangkan pada perempuan
geografis, dan budaya di daerah tersebut. (21,3%). Hal ini dapat dikaitkan fakta
Beberapa penyebab dari trauma bahwa laki- laki sebagian besar terlibat
maksilofasial adalah kecelakaan lalu dalam pekerjaan luar, kegiatan sosial,
lintas, kekerasan rumah tangga, terjatuh, bepergian, profesi mengemudi, olahraga,
cedera saat olahraga, dan lain-lain.1-5 dan sebagainya. Mengenai distribusi usia,
Terpeleset dan terjatuh sering terjadi pada rentang usia adalah 3 sampai 67 tahun
anak-anak dan orang tua. Sementara dengan rata-rata usia 26 tahun. Penyebab
kekerasan dan kecelakaan lalu lintas dari fraktur maksilofasial yang paling
merupakan penyebab cedera pada sering terjadi adalah kecelakaan lalulintas
individu yang berusia 15-50 tahun.2 (89,8%), kemudian diikuti oleh jatuh
Studi terbaru mengatakan bahwa di (5,3%), serangan (1,5%), tembakan
Negara-negara maju, kasus kekerasan (1,1%), dan kecelakaan olahraga (0,8%).
mulai menjadi penyebab paling sering Pada penelitian tersebut menunjukan
dari trauma maksilofasial. Sementara di bahwa laki-laki merupakan jenis kelamin
Negara berkembang, kecelakaan lalu terbanyak yang mengalami trauma
lintas masih merupakan penyebab maksillofasial.4
Sistem klasifikasi Tscherne dan AO terinfeksi memiliki karakteristik adanya
dapat digunakan untuk eritema, kalor disekitar luka, jaringan
mengklasifikasikan kombinasi trauma menjadi lebih lunak, terdapat leukositosis
jaringan keras dan lunak. Kerusakan pada dan beberapa pasien mengalami demam.
jaringan lunak sendiri terbagi atas luka Penatalaksanaan luka yang baik akan
robek (vulnus laceratum), luka tusuk mencegah berkembangnya infeksi lebih
(vulnus punctum), luka gesek (vulnus lanjut. Perawatan luka yang baik sangat
abratio) dan hematoma. Anamnesis ditekankan mulai dari pembersihan luka,
mengenai riwayat terjadinya trauma dan debridement, hemostasis dan penutupan
pemeriksaan klinis yang menyeluruh luka. Faktor lokal dapat mempengaruhi
merupakan hal yang wajib dilakukan proses penyembukan luka di daarah
untuk mendapatkan diagnosis dan maksilofasial yaitu benda asing,
perawatan yang tepat. 5,6 insufisiensi vena, tekanan, iskemia atau
Laserasi wajah harus diperbaiki hipoksia jaringan, kontaminasi saliva,
secepat mungkin setelah kondisi umum jaringan parut dan hematoma. Faktor lokal
pasien memungkinkan. Perbaikan luka ini dapat memberikan pengaruh langsung
dini mengurangi edema dan mencegah terhadap penyembuhan luka, sedangkan
pembentukan jaringan granulasi dan secara tidak langsung penyembuhan luka
infeksi. Sebaiknya luka wajah harus dapat dipengaruhi oleh faktor sistemik
diperbaiki dalam waktu 6-8 jam sebelum antara lain kebiasaan merokok, diabetes
timbul infeksi. Perbaikan primer yang mellitus, penggunaan kortikosteroid,
aman pada daerah maksilofasial masih malnutrisi, kemoterapi, defisiensi vitamin,
bisa dilakukan setelah 1 atau 2 hari karena penyakit kronis dan kurangnya kolagen
suplai darah yang baik pada daerah sehingga membuat luka mudah
wajah.7 mengalami jejas.3
Salah satu kesulitan dan yang paling Beberapa Faktor lainnya yang dapat
penting dalam perawatan luka jaringan menyebabkan kegagalan pada
lunak adalah sering terjadinya infeksi penyembuhan luka diantaranya adalah
pada luka terbuka yang merupakan pintu penjahitan dan penutup luka yang terlalu
masuk (port d’entrée) kontaminasi ketat tanpa drainase yang memadai,
bakteri. Bakteri dapat menghasilkan kontaminasi bakteri ronga mulut pada
endotoksin dan metaloprotease yang dapat luka, perdarahan sekunder, terapi
menghancurkan matriks jaringan luka antibiotik yang tidak adekuat, tindakan
sehingga menyebabkan penyembuhan asepsis yang tidak tepat, dan perawatan
terhambat karena terjadi lisis. Luka yang luka secara kasar. Perbaikan kulit yang
tidak tepat, masih terdapatnya jaringan submental. Pemeriksaan intraoral
yang mati, masuknya benda asing, menunjukkan vulnus laceratum pada labii
gangguan vaskularisasi, infeksi, superior dengan ukuran 2x2x1 cm,
kurangnya istirahat dan terdapatnya kemudian pada labii inferior ukuran
pergerakan yang berlebihan pada luka 2x2x1cm, vulnus laseratum pada gingiva
dapat menghambat penyembuhan luka. regio 12-22 dengan ukuran 3x2x1 cm,
Faktor umum seperti usia tua, anemia, regio 32-44 dengan ukuran 5x2x2 cm
kekurangan vitamin C, penyakit sistemik dengan tepi irreguler dasar tulang, vulnus
seperti diabetes, hepatitis, terapi steroid laceratum pada palatum ukuran 5x1x1 cm
dapat menunda penyembuhan. Perawatan dengan tepi irreguler dasar tulang. Pada
luka jaringan lunak pada daerah pemeriksaan CT-scan kepala
maksilofasial sangat penting saat pertama menunjukkan diskonuitas maksila,
dijumpai di IGD maupun perawatan diskontinuitas parasimfisis, dan
definitif karena menyangkut masalah diskontinuitas dentoalveolar.
estetik daerah wajah.1 Tujuan penulisan
dua laporan kasus ini adalah menjelaskan
perawatan darurat luka jaringan lunak Gambar 1: Gambaran klinis luka ekstra dan intra
oral pada pasien setelum dilakukan tindakan
multiple pada daerah maksilofasial agar
terjadi penyembuhan yang baik.

Laporan Kasus
Kasus 1
Seorang laki-laki berusia 34 tahun
datang ke Instalasi gawat darurat (IGD)
RS Hasan Sadikin Bandung dengan
keluhan terdapat pendarahan pada mulut
akibat kecelakaaan lalu lintas 5 jam
sebelumnya. Pasien tidak mengalami
Gambar 2: Gambaran klinis luka ekstra dan intra
pingsan, mual dan muntah. Terdapat oral pada pasien setelah dilakukan tindakan
riwayat pendarahan dari mulut dan
hidung. Pemeriksaan ekstraoral
didapatkan wajah asimetris, hematoma
regio palpebra bilateral, oedema pada
Gambar 3: Gambaran CT-scan kepala tampak
bagian bukal sinistra dan dextra, serta garis fraktur pada tulang zigoma, maksila dan
mandibula
terdapat vulnus laceratum pada bagian
Gambaran CT-scan kepala vestibulum 31-41 dan gingiva gigi 31-41.
menunjukkan diskonuitas maksila, Perawatan luka jaringan lunak meliputi
diskontinuitas parasimfisis, dan debridemen, penjahitan primer dan
diskontinuitas dentoalveolar. Diagnosa pedikel flap pada luka nasal dan
pada kasus ini adalah fraktur Le Fort I, penutupan luka. Obat yang diberikan
Fraktur palatum tipe 2, fraktur adalah ceftriakson injeksi 1 gram
parasimfisis dextra, fraktur dentoalveolar intravena dan ketorolac injeksi 30 mg
pada gigi 12-22, 32-44 dan Vulnus intravena.
laseratum multipel pada bibir, gusi dan
mukosa palatal. Perawatan darurat luka
pada jaringan lunak meliputi
debrideman , penutupan luka primer pada
Gambar 4: Luka multipel pada hidung ,bibir atas
bibir ,gusi dan palatal, serta perawatan dan bawah sebelum dilakukan tindakan

darurat fraktur tulang dan dentoalveolar


dengan interdentar wiring. Obat yang
diberikan adalah ceftriakson injeksi 1
gram intravena, ketorolac injeksi 30 mg
intravena, dan omeprazole injeksi 40 mg
intravena.
Kasus 2
Pasien laki - laki usia 23 tahun datang
Gambar 5: Luka multipel pada hidung ,bibir atas
ke IGD Rumah Sakit Hasan Sadikin dan bawah setelah dilakukan perawatan
dengan keluhan perdarahan pada mulut.
Pembahasan
Pasien mengalami kecelakaan 4 jam
Kedua kasus ini terdapat luka
sebelum datang ke IGD. Anamnesa
terbuka multipel jaringan lunak yang
terdapat riwayat pingsan selama 5 menit
berpotensi timbulnya infeksi. Luka seperti
tetapi tidak ada mual dan muntah, terdapat
ini perlu perawatan darurat yang harus
riwayat pendarahan dari mulut dan
segera dilakukan. Penatalaksanaan luka
hidung. Pemeriksaan klinis menunjukkan
dimulai dari optimalisasi lingkungan dan
wajah asimetris, oedema dan hematoma
faktor-faktor yang mendukung
pada bagian periorbita sebelah kiri, vulnus
penyembuhan luka. Luka harus dilakukan
laseratum bibir bawah, nasolabial dan
debridemen dengan baik , menghilangkan
nasal. Pemeriksaan intraoral didapatkan
kotoran dan merapihkann tepian luka
fraktur dentoalveolar gigi 31-41 disertai
yang tidak beraturan yang dapat
avulsi gigi 31-41, vulnus laseratum pada
menghambat penyembuhan. Penutupan kulit dan menembus mukosa
atau penjahitan luka harus lapis demi lapis membutuhkan setidaknya 3 lapisan
sesuai dengan lapisan jaringan lunak dan penjahitan dengan 3 jenis benang , yaitu
tidak boleh terlalu tegang karena akan penjahitan lapisan mukosa mulut dengan
menimbulkan kontraktur jaringan yang benang yang bisa diseraf, lalu penjahitan
menyebabkan dehisensi. Luka yang lebar lapisan otot dengan benang yang dapat
atau terdapat kehilangan jaringan harus diserap oleh tubuh seperti PGA, yang
dilakukan perawatan kusus dengan diakhiri dengan penjahitan lapisan kulit
dilakukan flap atau disesksi agar tidak dengan jenis benang dan ukuran benang
terjadi ketegangan jaringan seperti pada yang menghasilkan trauma minimal, yaitu
kasus 2.3,7 nilon dengan ukuran 6-0 hingga 8-0.
Prinsip-prinsip bedah dan prinsip Jarum yang digunakan untuk penjahitan
penanganan luka yang sesuai standar luka jaringan lunak pada daerah
sangat penting dalam menentukan tingkat maksilofasial juga menjadi faktor penentu
keberhasilan perawatan luka. Luka harus hasil akhir penjahitan. Daerah mukosa dan
dibersihkan tanpa cedera atau cedera baru, otot digunakan jarum jenis tapered untuk
dan luka tidak boleh terkena bahan kimia menghindari perdarahan yang berlebihan
yang dapat menimbulkan kerusakan ketika penjahitan, sedangkan pada kulit
jaringan kecuali larutan antiseptik yang digunakan jarum jenis cutting, untuk
dapat ditoleransi oleh jaringan. Luka itu meminimalisir trauma pada jaringan
harus ditutup lapis demi lapis karena gaya yang digunakan saat menjahit
menggunakan alat dan bahan suturing lebih kecil dibandingkan dengan jarum
yang sesuai. Semua dead space harus jenis tapered.7,8
dihilangkan dan struktur vital harus Pada kasus trauma jaringan lunak
ditutup dengan jaringan yang yang tidak ditangani dengan teknik dan
tervaskularisasi dengan baik. Penyakit waktu yang tepat dapat berpotensi
penyerta pada pasien juga harus ditangani menimbulkan komplikasi, salah satunya
dengan baik dan dapat dikonsulkan berupa infeksi yang apabila tidak
dengan bagian lain sehingga mencapai ditanggulangi dengan segera dapat
perawatan yang holistik.3 menjadi kondisi dehisense. Dehisensi
Pada laporan kasus ini, ditemui dapat dicegah dengan mempertahankan
trauma jaringan lunak multipel pada pasokan darah pada luka,
daerah maksilofasial yang melibatkan mempertahankan tidak adanya
kulit, otot dan mukosa. Penatalaksanaan vasokontriksi, menajemen nyeri juga
trauma jaringan lunak yang melibatkan dapat mencegah vasokontriksi, dan
asupan oksigen untuk mempertahankan Mathog’s Atlas of Craniofacial Trauma.
undefined,
level oksigen hal ini dilakukan dalam https://www.semanticscholar.org/paper/
penanganan luka, sedangkan penangan Mathog%27s-Atlas-of-Craniofacial-
Trauma-Mathog-Carron/
post operatif adalah dengan memastikan 56ade8e4cfc95de714d0137cb5b74a3516
dffb55 (2012, accessed 26 November
luka tetap bersih, minimalisir tensile 2021).
strength, dan dressing luka untuk
2. da Nóbrega LM, Bernardino Í de M,
memeberikan efek barier terhadap bakteri Barbosa KGN, et al. Pattern of oral-
maxillofacial trauma from violence
dan kontaminasi.9 Keparahan infeksi yang against women and its associated factors.
terjadi bergantung dari lokasi, onset Dental Traumatology 2017; 33: 181–188.

trauma, jenis luka, kondisi umum pasien, 3. Sjamsudin E, Adiantoro S, International


Journal of Science and Research (IJSR).
dan lain sebagainya. Untuk Management of Multiple Soft Tissue
menanggulangi infeksi pada trauma Injuries in Oromaxillofacial Trauma:
Case Report - Count Search.
jaringan lunak, diperlukan International Journal of Science and
Research (IJSR), https://www.ijsr.net/
penatalaksanaan pembersihan mekanik
(accessed 8 January 2022).
dengan irigasi (umumnya dengan larutan
4. Al-Qahtani F, Bishawi K, Jaber M, et al.
NaCl 0.9% dan antiseptik seperti Maxillofacial trauma in the gulf
povidone iodine) dan debridement; countries: a systematic review. Eur J
Trauma Emerg Surg 2021; 47: 397–406.
penatalaksanaan obat-obatan dengan
5. Table 2 -AO classification for soft-tissue
antibiotik, diutamakan dengan antibiotik injury in exposed fracture...
spektrum luas terlebih dahulu; dan ResearchGate,
https://www.researchgate.net/figure/AO-
diakhiri dengan pembersihan luka dengan classification-for-soft-tissue-injury-in-
exposed-fracture-cases_tbl1_272889338
irigasi dan larutan antiseptik.10 (accessed 28 November 2021).

6. Ibrahim DA, Swenson A, Sassoon A, et


Kesimpulan al. Classifications In Brief: The Tscherne
Classification of Soft Tissue Injury. Clin
Trauma jaringan lunak multipel Orthop Relat Res 2017; 475: 560–564.
pada daerah maksilofasial berpotensi
7. Houle A, Markiewicz MR, Callahan N.
timbulnya infeksi dan komplikasi lainnya. Soft Tissue Trauma: Management of Lip
Injury. Oral and Maxillofacial Surgery
Perawatan darurat luka jaringan lunak Clinics of North America 2021; 33: 351–
yang baik dengan memperhatikan prinsip- 357.

prinsip perawatan luka akan mencegah 8. Bonanthaya K, Panneerselvam E, Manuel


S, et al. Oral and Maxillofacial Surgery
infeksi dan dehisensi yang mengganggu for the Clinician. Springer Nature, 2021.
estetik wajah.
9. Yao K, Bae L, Yew WP. Post-operative
wound management. Australian family
physician. 2013 Dec;42(12):867-70.
Daftar Pustaka
1. Mathog R, Carron M, Shibuya T. 10. Laumonier T, Menetrey J. Muscle injuries
and strategies for improving their repair.
J Exp Orthop 2016; 3: 15.

Anda mungkin juga menyukai