Anda di halaman 1dari 10

MO DUL

ORIENTASI BARU PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Oleh:
Dr. Happy Indira Dewi, S.T., M.T.

Untuk:

Mahasiswa Orientasi Barn Psikologi Pendidikan 2023


Magister Teknologi Universitas Muhammadiyah Jakarta

UNIVERSIT AS MUHAMMADIY AH JAKARTA

1
PAK DARMA
PERTEMUAN KE-
3
MAZHAB KONSTRUKTIVISME

Jean Piaget adalah ilmuwan dari Perancis, dia adalah pelopor Mazhab Konstruktivisme
yang berpendapat bahwa belajar dari dalam diri ('from within') memilih mana yang
bermakna. Penelitiannya dilakukan dengan cara melihat dan mengamati perubahan•
perubahan yang bersifat kualitatif selama proses perkembangan kognitif, terhadap anak•
anak yang tidak punya limpahan kasing sayang dari keluarga. Dia berhasil mengalihkan
perhatian masyarakat, yang awalnya hanya melihat belajar secara kuantitatif menjadi
kualitatif. Dalam perjalanannya teori ini mendapat kritik dari ilmuwan lainnya, seperti
Vigotsky dan Feuerstein. Kritik-kritik ini justru melengkapi teori konstruktivisme Piaget.
Pembahasan dimulai dengan mengutarakan terlebih dahulu teori Piaget, dan selanjutnya
mengutarakan kritik-kritik terhadap teori tersebut.
Pokok-pokok Pemikiran
Piaget
Beberapa pokok-pokok pemikiran Piaget adalah sebagai berikut, pertama Piaget
berpendapat bahwa seseorang pada dasamya dapat tumbuh, berkembang dan belajar dari
dalam dirinya (from within) inilah yang dinamakan konstruktivisme. Menurutnya,proses
belajar dari dalam dirinya ('from within') terjadi, karena manusia pada dasamya sudah
mempunyai pra konsep I konsep yang berupa skema, yang merupakan unit dasar dari
kognisi seseorang.
Kedua, Piaget membagi perkembangan kognisi manusia berdasarkan umur menjadi 4
tahap, yaitu sensori motorik ( 0-2 th),pre operasional (2-7 th), konkrit operasional (7-11
th) danformal operasional ( 11 th ke atas). Penjelasan dari penggolongan di atas adalah
sebagai berikut, pada tahap 'sensori motorik' ( 0-2 th), kemampuan anak terbatas pada
pengindraan rangsangan dan memberikan reaksi motoris. Piaget mengatakan pada tahap
ini kematangan (maturity) dan kesiapan (readiness) oleh lingkungan harus disesuaikan I
matching, kalau tidak matching akan terjadi 'mal-adjustment'. Lingkungan harus
mengadakan penyesuaian, menurut Piaget tidak mungkin anak usia 2 tahun bisa
membaca, dia butuh maturity dan readiness. Tahap 'pre operasional' (2-7 th),
perkembangan otak sangat sensitive melalui neuron-neuron sensoris dan motorik,
pendengaran, dan pengelihatan. Pada tahap ini akan terjadi interaksi antar neuron
yang cepat, apabila lingkungan mengambil peran. Seharusnya diusia ini ditandai
dengan kemampuan pemahaman yang terkait dengan peragaan-peragaan. Anak
sebaiknya harus paham secara kualitatif dan tidak abstrak. Bila mendapat lingkungan
yang baik, pada usia ini otak anak dapat berkembang secara optimal, dan terdapat
'jendela peluang bagi lingkungan' ('windows of opportunity'). Selanjutnya tahap
'konkret operasional' (7-11 th), adalah tahap dimana anak mempunyai kemampuan
pemahaman yang lebih nyata terkait peragaan pembelajaran. Anak-anak dapat berpikir
2
logis, namun masih cenderung konkret. Terakhir tahap 'formal operasional' ( 11 th ke
atas), menurut Piaget berkembang di atas umur 11

3
tahun. Pada masa operasional formal, anak-anak mulai dapat berpikir logis seperti orang
dewasa. Pada tahap ini anak dapat berpikir dari tingkat memori, pemahaman, sintesa•
evaluasi dan kreatif.
Ketiga, dalam mendiskrepsikan ke-4 tahap tersebut, Piaget menandai
adanya
perkembangan kualitatif yang berkaitan dengan kematangan (maturity) dan kesiapan
(readiness) yang menjadi kunci keberhasilan belajar.
Kelima, perkembangan struktur kognisi anak tergantung perubahan secara kualitatif,
dan tidak bisa berubah sesuai dengan ke-4 pentahapan tersebut.

Kritik Vigotsky dan Neo Piagetian serta Penyempurnaan Feuerstein


Perkembangan kognisi manusia berdasarkan umur Piaget, meskipun membawa
perubahan
ilmiah, tetapi juga menuai kritik dari ilmuwan lainnya, yaitu Vigotsky dan Feuerstein.
Vigotsky adalah ilmuwan dari Rusia, beberapa kritik Vigotsky terhadap Piaget adalah
pertama Piaget mengatakan struktur kognitif (pemahaman) manusia tetap, sedangkan
Vigotsky mengatakan struktur kognitif manusia mungkin saja bisa berubah. Kedua,
Piaget menganggap seluruh anak mengalami perkembangan kognisi yang sama, dan
mengabaikan peran lingkungan. Sedangkan Vigotsky berpendapat lingkungan sangat
berpengaruh terhadap perkembangan kognisi anak.
Ketiga, Piaget menggolongkan perkembangankognitif berdasarkan tahapan umur.
Piaget mengatakan harus menunggu kematangan dan kesiapan anak, serta hams cocok
antara
pengaruh luar dan perkembangan dalam dirinya (matching), dengat syarat bila
lingkungan kondusif. Vigotsky sependapat, tetapi dia mengingatkan Piaget bahwa
penggolongan usia bisa saja dapat berubah. Menurutnya penggolongan perkembangan
kognisi yang dibuat Piaget terlalu ketat. Vigotsky berpandangan mungkin saja anak
perkembangan kognisinya dapat lebih cepat penggolongan tersebut. Vigotsky
menjelaskan ada daerah yang dinamakan Zone Proximal Development (ZPD),
merupakan jarak antara tingkat perkembangan aktual (yang sudah tergali) seseorang
dengan tingkat perkembangan potensial (masih tersimpan). Pengaruh pada ZPD tak perlu
menunggu tahapan-tahapan seperti yang dikatakan Piaget. Teori Vygotsky menjadikan
seorang anak tertantang untuk melakukan aktivitas di atas tingkat perkembangan yang
dimiliki. Persyaratannya adalah, jangan sampai lingkungannya terabaikan. Konsep
Vigotsky ini membuka wawasan tentang perkembangan kognitif manusia yang
sekarang banyak diterapkan pada program akselerasi. Neo Piagetian mengasumsikan
pengembangan kognitif yang terbagi dengan pembedaan kualitatif. Tidak seperti Piaget,
yang ketat dengan pentahapan perkembangan kognitif berdasarkan umur, mereka
mendefinisikan langkah-langkah tersebut berdasarkan sistem pemprosesan informasi yang
dimiliki anak.
4
Reuver Feuerstein adalah murid Piaget yang menyempurnakan pendapat Piaget.
Feuerstein menyatakan apa yang dimaksud Piaget, sebagai perubahan kualitatif pada diri
seseorang dalam perkembangan kognitif tidak selamanya benar, karena struktur kognitif
bisa berubah. Feurstein Theory of Cognitive Modifability and Mediated Learning atau

5
Structural Cognitive Modifisibility (SCM) adalah kemungkinan perkembangan
positif bukan remediation tetapi perubahan of a structural nature (perubahan struktur
kognitif yang natural). Perubahan SCM terjadi melalui berbagai pengalaman belajar,
menggunakan sample orang yang kemampuan pemahamannya rendah ( low functional
adolescent). Pada anak-anak ini pengetahuan belajar dan apa yang terbaik dalam dirinya
belum tergali (learning potensial) dan kapasitas pembelajarannya (untapped capacity
of learner) juga belum tergali. Modifiability tidak tergantung umur/tingkat
perkembangan, namun lingkungan juga tidak sepenuhnya mempengaruhi,
ada kemungkinan perkembangan menjadi positif kalau terdapat pembelajaran yang
lebih baik.

Mediated Learning Experience (MLE) adalah media untuk mendapatkan


pengalaman belajar. Proses interaksi dari yang belajar dan yang mengajar, interaksinya
efektif dan menjadikan struktur kognitif berkembang dengan baik. Ada sekolah yang
menghadirkan suasana menyenangkan ketika belajar, setiap tindakan anak yang berbuat
baik dia dihargai oleh gurunya. Sedangkan Piaget berpendapat lingkungan yang
dikondisikan untuk menyesuaikan.

SOR dan SH OHR adalah 2 (dua) modalitas yang menentukan/determinan


perkembangan kognitif yaitu pertama, exposure langsung organisme terhadap
pengalaman yang dinamakan Stimulus Organism Respons (SOR) adalah model dari
Piaget, artinya manusia juga suatu organisme yang human, dimana kemanusiaannya
harus diperhatikan. Interaksi antara human dan lingkungannya melalui metode
kemanusiaan. Kedua, Interaksi Organisme dengan lingkungan melalui mediator
kemanusiaan Stimulus - Human - Organism - Human - Response (SHORR), adalah
media internal yang bermakna tentang konteks (dunia) yang alam. Manusia
manangapi dunia dengan bermakna, makna itu konstruk dari dalam dirinya sendiri.
Makna dari pembelajaran yang menyenangkan ini tidak diperhatikan oleh Piaget.
Pembelajaran terkait dengan senang/tergeraknya situasi, jika dilakukan dengan senang,
maka kemampuan belajar akan naik dengan sendirinya.

KETENTUAN
Ppt dikerjakan bahan wajib dari modul ibu uraian ...... (Dewi, 2023: hal.5) misalnya
kotak warna hitam. Kemudian buat tanda informasi yg mendukung modul ibu,
sumber dari buku tanda mis kotak warna merah (beri info semua sumbernya) dgn
APA style mis uraian..... (Nurjannah, 2023: hal.4). Jurnal Sinta kotak warna biru.
Jurnal internasional kotak warna hijau.
40
Mis.info dari modul gaya belajar.... (Dewi, 2023: hal.9). Lalu dari buku....(...). Lalu
dari jurnal Sinta jurnal Scopus dsb.
JURNAL INTERNASIONAL

Teori konstruktivisme kognitif dan sosial didasarkan pada epistemologi yang agak
mirip tetapi berbeda dalam sejauh mana interaksi sosial dipandang mempengaruhi
perkembangan kognitif individu. Piaget, mewakili pandangan konstruktivisme
kognitif, menyoroti Konstruksi pengetahuan individu sebagai respons terhadap
interaksi di dunia fisik, namun memandang Keutamaan perkembangan kognitif
individu sebagai tindakan yang relatif menyendiri dan terlepas dari konteks sosial
(Russel, 1993).

Mazhab konstruktivisme merupakan salah satu pendekatan dalam proses


pembelajaran yang berfokus pada peran aktif siswa dalam membangun pengetahuan
mereka sendiri. Teori konstruktivisme berpendapat bahwa siswa bukanlah penerima
pasif informasi, tetapi mereka secara aktif terlibat dalam pembelajaran,
mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman, refleksi, dan
interaksi.

Berikut ini adalah beberapa konsep kunci dalam mazhab konstruktivisme dalam
proses pembelajaran:

1. Pembelajaran adalah proses aktif: Dalam konstruktivisme, pembelajaran


dipandang sebagai proses aktif di mana siswa secara aktif terlibat dalam
memahami dan menginterpretasikan informasi. Mereka tidak hanya
"menerima" pengetahuan, tetapi mereka membangunnya sendiri melalui
interaksi dengan materi pembelajaran.

2. Pembelajaran berpusat pada siswa: Konstruktivisme menekankan pentingnya


memahami kebutuhan dan perspektif individu siswa. Guru berperan sebagai
fasilitator atau panduan, bukan sebagai sumber tunggal pengetahuan. Siswa
memiliki kontrol lebih besar terhadap proses pembelajaran mereka.

3. Pengalaman dan konteks: Siswa membangun pengetahuan mereka melalui


pengalaman pribadi dan interaksi dengan konteks mereka. Ini berarti bahwa
pembelajaran sebaiknya relevan dengan kehidupan sehari-hari dan
pengalaman siswa.
41
4. Pendekatan kolaboratif: Konstruktivisme mendorong kerja sama dan interaksi
antara siswa. Diskusi, proyek kelompok, dan pertukaran ide dianggap penting
dalam memfasilitasi pembelajaran.

5. Pembangunan pengetahuan melalui refleksi: Siswa diajak untuk


merenungkan apa yang mereka pelajari dan bagaimana mereka
memahaminya. Refleksi membantu mereka memahami proses pembelajaran
dan memperdalam pemahaman mereka.

6. Kesalahan dianggap sebagai bagian dari pembelajaran: Siswa diberi


kebebasan untuk membuat kesalahan dan dari kesalahan tersebut mereka bisa
belajar. Kesalahan dianggap sebagai langkah menuju pemahaman yang lebih
baik.

7. Keterkaitan dengan pengalaman sebelumnya: Konstruktivisme mengakui


bahwa siswa membawa pengetahuan dan pengalaman sebelumnya ke dalam
proses pembelajaran. Guru perlu membangun pada pengetahuan yang sudah
ada.

8. Evaluasi berfokus pada pemahaman: Evaluasi dalam mazhab konstruktivisme


tidak hanya berfokus pada mengingat fakta-fakta, tetapi juga pada
pemahaman konsep, kemampuan memecahkan masalah, dan penerapan
pengetahuan dalam konteks nyata.

Mazhab konstruktivisme dalam proses pembelajaran menekankan bahwa setiap


siswa unik, dan pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan dan gaya belajar
individu. Pendekatan ini mendorong siswa untuk menjadi pembelajar yang mandiri,
kritis, dan berpikir kreatif.

Kesimpulan tentang konstruktivisme dalam proses pembelajaran adalah bahwa


mazhab ini menekankan peran aktif siswa dalam membangun pengetahuan mereka
sendiri. Berikut beberapa poin penting yang bisa diambil sebagai kesimpulan:

42
1. Siswa adalah agen aktif dalam proses pembelajaran. Mereka tidak hanya
menerima informasi, tetapi juga terlibat dalam membangun pengetahuan
melalui interaksi dengan materi pembelajaran dan pengalaman pribadi.

2. Pembelajaran berpusat pada siswa, dengan guru berperan sebagai fasilitator


atau panduan. Guru membantu siswa mengeksplorasi, merenungkan, dan
memahami konsep.

3. Konteks dan pengalaman sebelumnya penting dalam pembelajaran. Materi


pembelajaran sebaiknya relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa.

4. Kolaborasi dan interaksi antara siswa ditekankan untuk memfasilitasi


pembelajaran.

5. Refleksi merupakan bagian penting dari proses pembelajaran, membantu


siswa memahami dan mendalamkan pemahaman mereka.

6. Kesalahan dilihat sebagai peluang untuk belajar dan tumbuh.

7. Evaluasi fokus pada pemahaman konsep, kemampuan pemecahan masalah,


dan penerapan pengetahuan dalam situasi nyata.

Dengan pendekatan konstruktivisme, tujuan utama adalah mengembangkan


pembelajar yang mandiri, kritis, dan berpikir kreatif. Siswa tidak hanya mengingat
fakta, tetapi mereka memahami konsep, mengembangkan keterampilan berpikir
yang kuat, dan mampu mengaplikasikan pengetahuan mereka dalam berbagai
konteks.

Komentar kelompok 2

Buat PPT yang bergambar, analisisnya yg bagus..


Bagian yg dikutip di scan
Nilai Final ketika UTS
Analisis kasus yg bagus PPT ibuk Lya
Kajian pustaka proposal tesis 25 referensi

UTS

43
Lokakarya masing-masing kelompok eksplor permasalahan yang ada sesuai dengan
lingkungan kerja masing-masing

Studi kasus masing-masing dilakukan secara individu

44

Anda mungkin juga menyukai