Oleh: Layar Mutiara (050663096) PENDAHULUAN Pelacuran di Indonesia dianggap sebagai kejahatan terhadap kesusilaan atau moral dan melawan hukum. Pelacuran dapat didefinisikan sebagai kegiatan secara langsung atau terbuka yang dimana pelakunya tersebut memasrahkan pribadinya ke dalam perzinahan dengan tidak dimilikinya suatu ikatan suci yaitu perkawinan (Alam & Amir ilyas, 2018). Praktik pelacuran biasanya melibatkan perempuan sebagai aktor utamanya, sehingga menimbulkan stigma negative. Padahal adapula perempuan yang terlibat dalam praktik pelacuran diakibatkan keterpaksaaan. Perempuan sering sebagai korban dari eksploitasi seksual dalam praktik prostiusi, terbukti dari maraknya perdagangan perempuan dengan iming-iming pekerjaan namun kenyataanya menjadikan perempuan sebagai wanita pekerja seks yang dilakukan oleh mafia-mafia prostitusi. Masalah Pelacuran adalah masalah yang rumit, oleh karenanya masalah ini membutuhkan perhatian khusus dari semua pihak. Pelacuran bukan hanya masalah individu akan tetapi sudah menjadi masalah social. Ini terbukti dari semakin banyaknya aborsi yang disebabkan hubungan seks diluar pernikahan, lokalisasi pelacuran dan seperti diskotik dan tempat-tempat penginapan. Dari uraian latar belakang masalah tersebut, penulis ingin membahas teori viktimisasi dalam pelacuran yang kemungkinan melatarbelakangi maraknya praktik pelacuran. PEMBAHASAN Viktimisasi merupakan suatu kajian dari viktimologi, yang membahas mengenai proses penimbulan korban. Menurut Sahetapy, viktimisasi adalah sebagai penderitaan, baik secara fisik maupun psikis atau mental berkaitan dengan perbuatan pihak lain. Terdapat 3 teori viktimisasi, yang pertama adalah Teori Terpaan Gaya Hidup yang dirumuskan oleh, Hindelang, Gotfredson dan Garofalo (1978) yang menjelaskan bahwa gaya hidup dan aktivitas-aktivitas seseorang akan mudah untuk menjadi korban dari suatu kejahatan. Kemudian pada tahun 1979 muncullah Teori Aktifitas Rutin oleh Cohen dan Felson mereka berpendapat hal yang mempengaruhi tingkat kejahatan melalui pemusatan tiga unsur utama yaitu: (1) pelaku yang termotivasi (motivated offenders), (2) target yang sesuai (suitable target), dan (3) ketiadaan pengamanan yang memadai (absence of capable guardians). Kemudian gabungan dari kedua teori tersebut adalah munculnya teori Model Viktimisasi Pilihan Struktural yang dikemukakan oleh Meier dan Miethe (1993) yang menekankan pada pentingnya faktor kedekatan fisik korban (calon korban), paparan dengan lingkungan resiko tinggi viktimisasi kriminal, daya tarik sasaran kejahatan, serta ketiadaan pengawasan. Viktimisasi pelacuran di Indonesia apabila di analisis dengan model teori terbaru yaitu Teori Model Viktimisasi Pilihan maka dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Faktor kedekatan dengan calon korban, Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ulfiah & Hannah 2018, menemukan beberapa variasi mekanisme perekrutan para mafia pelacuran yaitu dengan, kedua mendekati orang tua calon korban dan berpura-pura memacari calon korban. Model pendekatan terhadap orang tua ini paling efektif dilakukan terutama dengan berpura pura meminjami tidak mampu secara ekonomi. b. Paparan dengan lingkungan resiko tinggi viktimisasi criminal Pada zaman sekarang model-model pelacuran memiliki banyak variasi, meskipun tidak sama tetapi memiliki motif yang hampir sama, yaitu motif ekonomi sehingga para mafia-mafia pelacuran banyak mencari korbannya di wilayah kantong-kantong kemiskinan. c. Daya tarik sasaran kejahatan Model pendekatan menjanjikan pekerjaan dengan gaji besar sering dimanfaatkan oleh pelaku perdagangan anak untuk pelacuran, baik sebagai mucikari maupun sebaga teman korban. Model ini paling efektif dilakukan terutama terhadap calon korban yang berasal dari keluarga yang kemampuan ekonominya rendah. d. Ketiadaan pengawasan Peran pemerintah yang kurang tegas terhadap mafia-mafia pelacuran, hukum yang kurang melindungi terhadap kelompok rentan, dan kurangnya kepedulian dari masyarakat sekitar juga turut menjadi sebab maraknya praktik pelacuran PENUTUP Terdapat teori viktimisasi dalam pelacuran yang kemungkinan melatarbelakangi maraknya praktik pelacuran yaitu faktor kedekatan fisik korban (calon korban), paparan dengan lingkungan resiko tinggi viktimisasi kriminal, daya tarik sasaran kejahatan, serta ketiadaan pengawasan. DAFTAR PUSTAKA Alam AS & Amir Ilyas. 2018. Kriminologi Suatu Pengantar: Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Darmawam, M. Kemal. 2022. Teori Kriminologi. Tangerang: Universitas Terbuka. Mustafa, Muhammad. 2021. Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang, dan Pelanggaran Hukum. Jakarta: Kencana. Ulfiah & Neng Hannah. Prostitusi Remaja dan Ketahananan Keluarga. Psikoislamedia Jurnal Psikologi. Volume 3 Nomor 2. 2018