ALFADIANSYAH
F1D118026
ALFADIANSYAH
F1D118026
i
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Nilai Faktor Keamanan dan Probabilitas Longsor Lereng Tambang ..... 10
Tabel 2 Penelitian terdahulu........................................................................... 26
Tabel 3. Jadwal rencana kegiatan penelitian ................................................... 27
Tabel 4. Ringkasan metode penyelesaian masalah .......................................... 30
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iv
I.PENDAHULUAN
1
alat, menunggu alat, menunggu survey, menunggu ripping, membersihkan alat,
istirahat & makan, ganti shift, slippery, dan lainnya. Breakdown time terbagi atas:
breakdown schedule, breakdown unscheduled, dan accident.
PT Bintang Sukses Energi telah menetapkan target produksi overburden
removal (BCM) dan coal expose (MT) tahunan, untuk mempermudah dalam
mencapai target produksi maka target produksi tahunan tersebut dibagi lagi
menjadi target produksi quarterly, monthly dan weekly. Dalam pembuatan
rencana penambangan Kwartal I tahun 2024 harus mempertimbangkan target
produksi dan kemampuan unit yang tersedia.
Oleh karena hal tersebut maka penulis akan melakukan penelitian
perencanaan penambangan jangka pendek (short term mine planning) pada
Kwartal I Tahun 2024 di PT Bintang Sukses Energi dengan tujuan untuk
membuat sequence (tahapan penambangan), merencanakan kebutuhan dan
kapabilitas alat, dan merencanakan penjadwalan penambangan pada Kwartal I
tahun 2024.
2
3. Produktivitas alat, gali muat dan angkut diambil berdasarkan handbook
perusahaan penyedia alat tersebut;
4. Jam kerja yang digunakan dalam perhitungan kapabilitas produksi
disesuaikan dengan kalender hari kerja pemerintah;
5. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini terbatas hanya pada aspek
teknis di pit X PT Bintang Sukses Energi dan tidak mempertimbangkan
faktor lainnya;
6. Dalam pembuatan desain pit dan disposal menggunakan ketetapan
geometri jenjang rekomendasi dari perusahaan;
7. Pembuatan desain tahapan penambangan (sequence) dan penjadwalan
penambangan menggunakan Software Tambang, sedangkan untuk
perencanaan kebutuhan alat gali muat dan angkut menggunakan
Software Microsoft Excel.
1.5 Manfaat
1. Manfaat Bagi Perguruan Tinggi
a. Menjadi tambahan referensi perihal perencanaan penambangan
batubara;
b. Menjalin kerjasama yang baik antara ruang lingkup akademisi dengan
ruang lingkungan kerja.
2. Manfaat Bagi Perusahaan
a. Mendapatkan rekomendasi kebutuhan alat gali muat dan alat angkut
untuk merencanakan tahapan penambangan pada Kwartal I tahun
2024 PT Bintang Sukses Energi;
b. Mendapatkan rekomendasi rencana desain pit pada Kwartal I tahun
2024 PT Bintang Sukses Energi;
c. Mendapatkan rekomendasi rencana desain kapasitas disposal (waste
balance) untuk merencanakan tahapan penambangan pada Kwartal I
tahun 2024 PT Bintang Sukses Energi.
3. Manfaat Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa dapat menyajikan pengalaman-pengalaman dan data yang
diperoleh selama kegiatan penelitian ke dalam sebuah Laporan Tugas
Akhir;
b. Mahasiswa dapat mengenal dan membiasakan diri dengan suasana
kerja yang sebenarnya sehingga dapat membangkitkan etos kerja yang
baik dan memperluas wawasan dunia kerja;
c. Mahasiswa mendapat gambaran langsung tentang kondisi langsung
aktivitas industri penambangan khususnya penambangan batubara.
3
II.TINJAUAN PUSTAKA
4
Manurut Martadinata dan Sepriadi (2019) fungsi perencanaan tergantung
dari jenis perencanaan yang digunakan dalam sasaran yang dituju, tetapi secara
umum fungsi perencanaan antara lain :
1. Pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan dalam
pencapaian tujuan.
2. Perkiraan terhadap masalah pelaksanaan, kemampuan, harapan, hambatan,
dan kegagalan yang mungkin terjadi.
3. Usaha untuk mengurangi ketidakpastian.
4. Kesempatan untuk memilih kemungkinan terbaik.
5. Penyusunan urutan kepentingan tujuan.
6. Alat pengukur atau dasar ukuran dalam pengawasan dan penilaian.
7. Cara penggunaan dan penempatan sumber daya secara berdaya guna dan
berhasil guna.
Dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 1827 menjelaskan bahwa
perencanaan tambang paling kurang terdiri atas :
1. Pengoptimalan tambang/batas akhir penambangan yang digambarkan
dalam bentuk model endapan dengan memasukkan geometri dan dimensi
lereng atau bukaan tambang dengan mempertimbangkan Break Even
Stripping Ratio/Incremental Margin atau Break Even Cut Off Grade/Dollar
Index sesuai dengan karakteristik endapan dengan pengambilan data untuk
modifying factor paling kurang 5 (lima) tahun;
2. Sistem dan metode penambangan yang sesuai dengan kondisi spasial dan
geoteknik, endapan, pertimbangan lingkungan tambang, dan teknologi
penambangan;
3. Desain penambangan yang menggambarkan geometri dan dimensi bukaan
tambang, geometri dan dimensi, serta kapasitas timbunan berdasarkan
kajian daya dukung dasar timbunan, desain jalan tambang, dan SR atau
COG;
4. Rencana produksi dan umur tambang yang diuraikan pertahun dalam
bentuk tabel;
5. Tahapan penambangan dan penimbunan batuan penutup dimulai tahapan
land clearing sampai pengangkutan komoditas tambang ke stockpile;
6. Kemajuan tambang per tahun sampai akhir umur tambang yang mencakup
peta rencana kemajuan tambang yang menggambarkan elevasi bukaan
tambang, elevasi timbunan batuan penutup, geometri dan dimensi bukaan
tambang, geometri dan dimensi timbunan, desain jalan tambang, posisi
fasilitas penampungan dan pengelolaan air tambang (sump dan settling
5
pond), dan saluran penyaliran dengan skala yang dapat dicetak dalam
ukuran paling kurang kertas A3;
7. Kebutuhan peralatan utama dan peralatan pendukung penambangan
sampai akhir umur tambang yang meliputi kebutuhan pertahun (jumlah,
jenis, dan kapasitas peralatan), kesesuaian pemilihan alat penambangan
dengan tingkat produksi, kesesuaian alat penambangan dengan tipe
endapan dan daya dukung tanah, unjuk kerja peralatan, dan jam kerja
efektif;
8. Rencana sarana dan prasarana pertambangan;
9. Perencanaan kegiatan pemberaian batuan yang meliputi pemilihan metode
pemberaian batuan berdasarkan sifat fisik dan mekanik batuan dan analisis
struktur geologi massa batuan serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; dan/atau
10. Dalam hal menentukan metode pemberaian batuan mempertimbangkan
paling kurang :
a) metode gali bebas (free digging) untuk batuan yang memiliki nilai
Uniaxial Compressive Strength (UCS) kurang dari 1,5 MPa dengan
Geological Strength Index (GSI) kurang dari 50 (lima puluh) atau
kecepatan seismik massa batuan kurang dari 450 (empat ratus lima
puluh) m/s;
b) metode garu (ripping) untuk batuan yang memiliki nilai UCS 1,5 - 40
MPa dengan GSI 50 - 70 atau kecepatan seismik massa batuan antara
450 – 1650 m/s;
c) metode pengeboran dan peledakan (Drilling and Blasting) untuk batuan
yang memiliki nilai UCS lebih dari 40 MPa dengan GSI lebih dari 70
atau kecepatan seismik masa batuan lebih dari 1650 m/s; serta
mempertimbangkan reaktivitas batuan, batuan panas (hot rock/hot
ground), bahaya kelistrikan, ground reactivity, jumlah dan spesifikasi
peralatan, geometri dan dimensi pola peledakan, jenis bahan peledak,
fragmentasi hasil peledakan, rencana pemantauan efek peledakan yang
paling kurang terdiri atas ground vibration, air blast, fly rock, dan fumes;
11. Kajian daya dukung dasar timbunan daya dukung tanah, hidrologi,
hidrogeologi, struktur geologi, litologi, dan rekomendasi untuk tindak lanjut
terhadap hasil kajian;
12. Rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap hasil kajian tersebut meliputi
daya dukung dasar timbunan (ground bearing capacity) berupa tekanan
maksimum yang dapat diaplikasikan ke dasar timbunan;
6
13. Peta rencana kemajuan tambang dilengkapi dengan tabel yang berisi : tahun
kemajuan tambang; lokasi, luas, dan elevasi blok; lokasi, luas, dan elevasi
blok; jarak angkut; dan jumlah overburden, komoditas, dan stripping ratio;
14. Rencana kemajuan tambang dapat dilengkapi simulasi yang
menggambarkan kondisi sebenarnya sampai akhir umur tambang;
15. Rencana Stockpile dilengkapi dengan kajian daya dukung dasar timbunan,
kapasitas, perencanaan penyaliran, jenis, dan ketebalan material bedding;
16. Rencana fasilitas penampungan dan pengelolaan air tambang
mempertimbangkan sifat fisik dan kimia dari material di dasar dan dinding
fasilitas penampungan, debit air tambang, dan laju pengendapan sedimen;
17. Rencana bangunan sarana dan prasarana pertambangan lokasinya
mempertimbangkan daya dukung (ground bearing capacity) berupa tekanan
maksimum yang dapat diaplikasikan ke dasar bangunan serta daya dukung
batas (ultimate bearing capacity) berupa tekanan minimum yang
menyebabkan keruntuhan geser (shear failure) pada tanah pendukung
secara cepat kebawah;
18. Rencana pelabuhan mencakup lokasi, stockpile, metode dan peralatan
pemuatan dan pembongkaran, dan fasilitas penunjang pelabuhan, dan
sistem pengelolan air permukaan.
8
Gambar 1. Lebar jenjang kerja
(sumber: Purwaningsih dan mamas, 2017)
Gambar 1 diatas mengilustrasikan Lebar jenjang atau bench width (Bw)
adalah: dua kali radius penggalian (menggali dan memuat) ditambah jarak garis
tengah alat dan jalan dump truck. Lebar jenjang dinyatakan dengan notasi :
Bw = 2R + C + C1 + L ...................................................... (2.1)
Keterangan:
Bw = Lebar jenjang (m)
R = Digging radius dari alat muat (m)
C = Jarak sisi jenjang atau broken material ke garis
tengah rel (m)
L = lebar yang disediakan untuk faktor keamanan,
biasanya sebesar dump truck (m)
Pada penambangan lereng dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu
lereng tunggal, lereng inter-ramp dan lereng keseluruhan. Lereng tunggal (single
slope) merupakan lereng yang dibentuk oleh satu jenjang atau terbentuk oleh
crest dan toe. Lereng keseluruhan (overall slope) merupakan lereng yang dibentuk
oleh keseluruhan jenjang yang Kemiringan ini diukur dari crest paling atas
sampai dengan toe paling akhir dari front penambangan. Kemiringan lereng
sangat dipengaruhi oleh karakteristik batuan dan kegiatan peledakan. Pada
gambar 2 dibawah ini mengilustrasikan overall slope angle.
9
Safety bench dapat disebut juga jenjang penangkap (catch bench) dan
dapat merujuk pada berm. Fungsi dari safety bench atau berm ini adalah untuk
mengumpulkan material tanah yang jatuh dari bench diatasnya dan menahannya
agar tidak terjadi longsoran yang fatal. Sebagai tambahan pada jenjang
penangkap, tumpukan material bongkahan (berm) biasanya sering terdapat di
sepanjang crest. Terdapatnya tumpukan tersebut maka akan terbentuk suatu
saluran antara tumpukan dan kaki lereng (toe) untuk menangkap batuan yang
jatuh. Impact zone merupakan area yang terkena dampak dari jatuhan material.
Semakin tinggi bench maka semakin lebar catch bench yang diperlukan. Pada
gambar 3 dibawah ini mengilustrasikan catch bench.
10
(Probability of Failure) adalah tingkat kemungkinan suatu lereng berpotensi
longsor akibat nilai dari satu atau lebih parameter geoteknik yang menyimpang
dari perhitungan faktor keamanan lereng (FK ≤1). Nilai faktor keamanan bisa
dilihat pada tabel 1 diatas.
b) Geometri Jalan Angkut
Menurut Halawa (2021), bahwa Perencanaan jalan angkut melihat dari
alat angkut ukuran terbesar yang digunakan untuk merencanakan geometri jalan
yang ideal. Lebar jalan dipengaruhi oleh jumlah jalur dan lebar alat angkut yang
digunakan, rancangan tikungan dipengaruhi oleh sifat membelok alat angkut
sedangkan kelandaian jalan (grade) akan dipengaruhi oleh daya alat angkut
sendiri. Dengan rancangan teknis jalan angkut yang direncanakan, maka
diharafkan fungsi, umur dan pelayanan jalan akan maksimum. Alat angkut ini
pun juga akan mempengaruhi rencana konstruksi jalan angkut karena setiap alat
angkut mempunyai kapasitas (berat dan daya angkut) yang bervariasi sehingga
perlu penyesuaian antara alat angkut dengan rencana kostruksi jalan. Semakin
lebar jalan angkut, akan semakin aman dan lancar untuk lalu lintas
pengangkutan. Umumnya jalan angkut pada tambang dibuat untuk jalur tunggal
dengan satu atau dua arah. Untuk menghitung lebar jalan angkut dibagi menjadi
dua, yaitu lebar jalan angkut lurus dan lebar jalan angkut tikungan.
Termuat dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 1827 menjelaskan
bahwa Jalan pertambangan merupakan jalan khusus yang dibuat untuk kegiatan
pertambangan dan berada di area proyek atau area pertambangan, terdiri jalan
tambang dan jalan penunjang (ilustrasi pada gambar 4).
11
tanah mekanis dan unit penunjang lainnya dalam kegiatan
pengangkutan tanah penutup, bahan galian, dan kegiatan penunjang
penambangan.
b) Jalan penunjang adalah jalan yang dibuat untuk jalan teransportasi
orang atau barang di dalam suatu area pertambangan untuk
mendukung operasi pertambangan atau penyediaan fasilitas
pertambangan.
c) Jalan masuk adalah jalan yang digunakan untuk memasuki area
tambang permukaan dan tabang bawah tanah.
1. Lebar jalan angkut
Menurut standar AASHTO (American Association of State Highway and
Transportation Officials) untuk perhitungan lebar jalan minimum pada jalan lurus
dengan jalur ganda atau lebih harus ditambah dengan setengah lebar alat angkut
pada bagian tepi kiri dan kanan jalan.
Lmin = (n×Wt) + [(n+1)(0.5×Wt)] ......................................... (2.2)
Keterangan :
L = Lebar Jalan Angkut maksimum (m)
n = Jumlah Jalur yang Digunakan
Wt = Lebar Alat Angkut (m)
Lebar jalan angkut pada tikungan selalu lebih besar dari pada lebar jalan
pada jalan lurus. Untuk jalan dua jalur, lebar jalan minimum pada tikungan
dihitung dengan mendasarkan pada :
C = Z = 0,5 (U + Fa +Fb) .................................................. (2.3)
W=n(U+Fa+Fb+Z)+C ........................................................ (2.4)
Keterangan :
W = lebar jalan angkut pada tikungan atau tikungan, (meter)
U = lebar jejak ban, (meter)
n = jumlah jalur
Fa = jarak as ban depan dengan bagian depan truk, (meter)
Fb = jarak as ban belakang dengan bagian belakang truk, (meter)
C = jarak antara dua truk yang akan bersimpangan, (meter)
Z = jarak sisi luar truk ke tepi jalan, m b. Lebar Jalan Angkut
,,,,,,,Pada Tikungan, (meter)
2. Kemiringan jalan angkut
Kemiringan suatu jalan biasanya dinyatakan dalam persentase, dimana
kemiringan 1% merupakan kemiringan permukaan yang menanjak atau
menurun 1 meter secara vertikal dalam jarak horizontal 100 meter. Kemiringan
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
12
∆h
Grade (%) = × 100% ...................................................... (2.5)
∆x
Keterangan :
h : Beda tinggi antara dua titik yang diukur (meter)
x : Jarak datar antara dua titik yang diukur (meter)
3. Jari-jari dan superelevasi
Jari-jari atau radius tikungan jalan angkut merupakan jari-jari dengan lintas
perlengkungan yang dibentuk oleh alat angkut ketika menikung atau membelok,
dimana besarnya dipengaruhi oleh nilai superelevasi maksimum, koefisien gesek
melintang dan kecepatan rencana yang ditetapkan.
VR 2
Rmin = ............................................................. (2.6)
127( emax+f )
Keterangan :
e = Superelevasi maksimum pada tikungan jalan (m/m)
f = Koefisien gesekan samping maksimum
V = Kecepatan rencana (km/jam)
R= Radius lengkung minimum tikungan (m)
4. Kemiringan melintang
Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan
terhadap bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut mempunyai bentuk
30 Cross Slope (a) penampang melintang cembung. Dibuat demikian dengan
tujuan untuk mempelancar penirisan. Apabila turun hujan atau sebab lain,
maka air yang ada pada permukaan jalan akan segera mengalir ketepi jalan
angkut, tidak berhenti dan mengumpul pada permukaan jalan. Jalan tambang
yang baik memiliki kemiringan melintang 40 mm/m. Menurut Sukirman dalam
buku Pemindahan Tanah Mekanis tahun 2005, jalan produksi yang baik
memiliki kemiringan melintang 40 mm/m. Hal ini berarti setiap 1 meter jarak
mendatar terdapat beda tinggi 40 mm atau 4 cm. Hal ini penting karena air yang
menggenang pada permukaan jalan angkut akan membahayakan kendaraan
yang lewat dan mempercepat kerusakan jalan.
13
kapasitas penimbunan batuan penutup, dan tata waktu. Urutan penimbunan
batuan penutup disajikan dalam bentuk peta yang dilengkapi dengan penampang
melintang (cross section) dan tebel yang berisi : (kemajuan dan arah penimbunan)
dan (lokasi, luas, elevasi, dan kapasitas timbunan).
Pada Lampiran V KEPMEN ESDM NO. 1827 Tahun 2018 untuk pedoman
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan mineral dan batubara,
ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada kegiatan penimbunan batuan
penutup, yaitu:
1. Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi dalam
melakukan penimbunan batuan penutup mengutamakan pengisian kembali
lubang bekas tambang dengan mempertimbangkan aspek konservasi mineral
dan batubara;
2. Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi melakukan
penimbunan batuan penutup berdasarkan kajian:
a) geoteknik;
b) geokimia batuan penutup; dan
c) hidrologi yang termasuk di dalamnya pengendalian erosi dan sedimentasi.
3. Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi melakukan
penimbunan batuan penutup di luar bekas tambang berdasarkan kajian
jarak aman terhadap bangunan perumahan penduduk, fasilitas umum,
badan perairan umum, lahan pertanian dan perkebunan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. Sebelum dilakukan penimbunan batuan penutup di area penimbunan,
dilaksanakan tahapan yang meliputi:
a) pembersihan vegetasi; dan
b) pengupasan dan pengelolaan lapisan tanah zona pengakaran.
Dalam KEPMEN ESDM NO. 1827 mengklasifikasikan penimbunan batuan
penutup menjadi penimbunan batuan penutup di luar bukaan tambang (out pit
dump) dan penimbunan batuan penutup di dalam bukaan tambang (in pit dump),
yakni sebagai berikut:
1. Penimbunan batuan penutup di luar bukaan tambang (out pit dump)
a) penimbunan batuan penutup tidak boleh ditempatkan pada area yang
terdapat sumber daya dan/atau cadangan mineral atau batubara;
b) dalam hal penimbunan batuan penutup ditempatkan pada area yang
terdapat sumber daya mineral dan batubara maka menyampaikan
kajian teknis kepada Kepala Inspektur Tambang;
14
c) kajian teknis paling kurang mencakup alasan pemilihan lokasi
penimbunan, luasan, jumlah dan keterdapatan sumber daya,
sensitivitas harga komoditas tambang;
d) lereng tunggal pada timbunan batuan penutup memiliki geometri dan
dimensi dengan rasio vertikal terhadap horizontal sebesar 1:2
(kemiringan 50% (lima puluh persen)) atau berdasarkan kajian teknis;
e) dalam hal nilai faktor keamanan lereng timbunan dengan menggunakan
kohesi dan sudut gesek residual tidak memenuhi nilai dalam studi
kelayakan maka berdasarkan hasil kajian teknis yang paling kurang
mencakup geometri dan dimensi lereng timbunan, umur pakai
timbunan, faktor keamanan lereng, upaya penguatan timbunan,
rencana pemantauan, dan tindak lanjut serta analisis risiko;
f) tempat penimbunan batuan penutup memiliki daya dukung yang
memadai terhadap timbunan batuan penutup;
g) area penimbunan batuan penutup terlebih dahulu dilakukan
pengupasan tanah pucuk;
h) dilarang menimbun batuan penutup pada area bekas kolam, bekas alur
sungai, dan rawa kecuali dilakukan berdasarkan hasil kajian teknis;
i) timbunan batuan penutup dengan sistem bottom up dilakukan
pemadatan menggunakan compactor secara bertahap atau
menggunakan alat angkut dengan rasio tebal layer tidak lebih dari 1/3
tinggi alat angkut atau berdasarkan hasil kajian teknis;
j) dalam hal penimbunan batuan penutup dengan sistem curah, dilakukan
berdasarkan hasil kajian teknis kestabilan timbunan, kepadatan
timbunan, dan rekomendasi sudut lereng;
k) area penimbunan batuan penutup memiliki sistem penyaliran dan/atau
pengelolaan air yang mampu mengalirkan debit air larian puncak;
l) area kerja penimbunan batuan penutup memiliki luasan yang memadai
untuk operasional peralatan yang digunakan;
m) kajian teknis tersebut disampaikan kepada Kepala Inspektur Tambang.
15
dengan area kerja aktif sekurang kurangnya 3 (tiga) kali tinggi total
timbunan atau berdasarkan hasil kajian teknis;
c) dalam hal lereng timbunan dengan menggunakan kohesi dan sudut
gesek residual tidak memenuhi faktor keamanan dalam studi kelayakan
maka berdasarkan hasil kajian teknis yang paling kurang mencakup
geometri dan dimensi lereng timbunan, umur pakai timbunan, faktor
keamanan lereng, upaya penguatan timbunan, rencana pemantauan,
dan tindak lanjut serta analisis risiko;
d) hasil kajian teknis disampaikan dalam laporan khusus kepada Kepala
Inspektur Tambang;
Pada dasarnya batuan penutup ditempatkan di dalam WIUP baik secara
out pit dump maupun in pit dump. Selain itu, dijelaskan dalam KEPMEN ESDM
NO. 1827 tahun 2018 bahwa batuan penutup juga bisa ditempatkan di luar
WIUP, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. dalam hal dilakukan penempatan batuan penutup di luar WIUP karena tidak
tersedianya area yang cukup maka wajib mematuhi ketentuan peraturan
perundangundangan dan memenuhi persyaratan:
a) keberlanjutan umur tambang;
b) perlindungan lingkungan;
c) sudah dilakukan pemasangan tanda batas WIUP; dan
d) memiliki kajian teknis penimbunan.
2. kajian teknis tersebut paling kurang mencakup:
a) perencanaan penimbunan batuan penutup dan pelaksanaan
penimbunan batuan penutup; dan
b) analisis risiko.
3. hasil kajian teknis tersebut disampaikan kepada Kepala Inspektur Tambang;
4. dalam hal lokasi penempatan batuan penutup di luar WIUP bukan
merupakan WIUP lain maka dijadikan wilayah proyek;
5. dalam hal lokasi penempatan batuan penutup berada pada WIUP lain maka
membuat perjanjian kerja sama antar pemegang IUP;
6. perjanjian kerjasama tersebut disampaikan kepada Kepala Inspektur
Tambang.
Menurut Bargawa (2018), menyatakan bahwa pada umumnya luas daerah
yang diperlukan untuk waste dump adalah dua sampai tiga kali daerah
penambangan (pit). Hal ini disebabkan oleh:
1. Material yang telah dibongkar (loose meterial) berkembang 30-45%
dibandingkan dengan material insitu;
2. Sudut kemiringan untuk setiap dump umumnya lebih landau dari pit;
16
3. Material pada umumnya tidak dapat ditimbun setinggi kedalaman dari pit.
Menurut bargawa (2018), jenis dump dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Valley fill atau crest dump
a) Dapat diterapkan di daerah yang mempunyai topografi curam;
b) Elevasi puncak (dump crest) ditetapkan pada awal pembuatan dump.
Truk membawa muatan ke elevasi ini dan membuang muatan ke lembah
dibawahnya. Elevasi crest ini dipertahankan sepanjang umur tambang;
c) Dump dibangun berdasarkan angle of repose;
d) Dumping akan mulai pada kaki dari dump final sehingga pada awal
proyek jarak pengangkutan truk lebih panjang.
2. Terraced dump yaitu timbunan yang dirancang ke atas (dalam lift)
a) Dapat diterapkan jika topografi tidak begitu curam pada lokasi
timbunan;
b) Timbunan dirancang dari bawah keatas. Tinggi tiap lift biasanya 20-40
m;
c) Lift-lift berikutnya terletak dibelakang sehingga sudut keseluruhan
(overall slope angle) mendekati yang dibutuhkan untuk reklamasi.
Menurut bargawa (2018), ada beberapa parameter rancangan waste
dump, yaitu sebagai beriku:
1. Angle of repose: batuan kering ROM umumnya mempunyai angle of repose
antara 34-37 derajat. Sudut ini dipengaruhi oleh tinggi dump,
ketidaktraturan bongkah batuan, kecepatan dumping. Pengukuran dapat di
buat pada sudut lereng yang ada di daerah tersebut;
2. Faktor pengembangan (swell factor): faktor pengembangan pada umumnya
pada batuan keras antara 30-45%. Satu kubik insitu akan mengembang
menjadi 1,3-1,45 meter kubik material lepas. Sedangkan material dapat
dipadatkan sekitar 5-15%. Material yang ditimbun menggunakan dump truck
akan menjadi lebih kompak daripada material yang ditimbun oelah ban
berjalan (belt conveyor stacked);
3. Tinggi lift (jarak setback): umumnya 15-40 meter dan hanya berlaku untuk
dump yang dibangun ke atas. Rancangan jarak setback dirancang
sedemikian rupa sehingga sudut kemiringan keseluruhan rata-rata (average
overall slope angle) adalah 2H:1V (27o) sampai 2,5H:1V (22o) untuk
memudahkan reklamasi;
4. Jarak dari pit limit: jarak minimum adalah ruangan yang cukup untuk suatu
jalan antara pit limit dan kaki timbunan (dump toe). Kestabilan pit akibat
dump harus diperhitungkan jarak yang sama atau lebih besar dari
17
kedalaman pit akan mengurangi resiko yang berhubungan dengan kedtabilan
lereng pit;
5. Limpasan air hujan dirancang menjauhi crest. Truk harus menggunakan
tenaga mesin untuk menuju crest dan bukan meluncur bebas. Hal ini juga
akan mengurangi resiko kendaraan yang diparkir meluncur jatuh dari
puncak waste dump (crest).
Menurut bargawa (2018), penaksiran volume dapat dilakukan dengan
memakai beberapa cara antara lain:
1. Penampang horizontal
a) Ukur luas daerah pada lantai (toe) dan puncak (crest) dari setiap lift. Rata-
rata adalah luas lift;
b) Tinggi lift memberikan dimensi ke tiga untuk menaksir volume tiap lift;
c) Jumlahkan volume untuk tiap lift untuk memperoleh volume total dump.
2. Penampang vertikal
a) Buat beberapa penampang melintang dengan jarak yang sama melalui
dump;
b) Ukur luas tiap penampang;
c) Luas ini dianggap sama hingga setengah jalan ke penampang berikutnya
pada kedua sisi untuk memperoleh dimensi ke tiga dan volume untuk
setiap penampang;
d) Jumlahkan volume tiap-tiap penampang untuk memperoleh volume total
dump.
3. Rancangan dump menggunakan cara coba-coba (trial and error)
a) Rancanglah dump secara coba-coba dan taksir volume. Bandingkan
dengan volume dump yang diperlukan;
b) Sesuaikan rancangan dan ukurlah kembali sampai volume yang
diinginkan dicapai, umumnya dicoba antara 2-3 kali.
19
d) Stripipping ratio (nisbah pengupasan)
Nisbah pengupasan atau stripping ratio adalah perbandingan antara
volume lapisan tanah penutup yang akan digali dengan jumlah tonase batubara
yang akan diambil. Stripping ratio merupakan salah satu faktor yang sangat
menetukan ekonomis tidaknya pengambilan suatu cadangan batubara. Semakin
besar nilai stripping ratio, berarti semakin banyak overburden yang harus digali
untuk mengambil batubara, sehingga cost atau biaya yang diperlukan juga
semakin besar. Berikut rumus perhitungan stripping ratio:
Tanah Penutup (bcm)
𝑆𝑡𝑟𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = ...................................... (2.8)
Batu Bara (ton)
Keterangan:
Bcm : Bank Cubic Meter yang menandakan besar volume
tanah dalam kondisi asli atau tak terganggu
22
Kb x Fb x Sf x Eff x 3600
Qes = ...................................................... (2.14)
𝐶𝑡
23
2.3 Perencanaan Penjadwalan Penambangan
Setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi pasti
melaksanakan program peningkatan produktivitas. Dalam melaksanakan
aktivitas perusahaan harus melakukan penjadwalan produksi yang baik.
Perusahaan berproduksi berdasarkan job order dituntut untuk selalu dapat
memenuhi permintaan konsumen pada waktu yang telah disepakati. Namun
banyaknya jenis produk yang dipesan oleh para konsumen dapat selesai dalam
waktu bersamaan seringkali membuat kesulitan pihak perusahaan dalam
melakukan penjadwalan produksi terhadap prioritas jenis produk yang harus
diproduksi terlebih dahulu. Selama ini produk-produk yang dipesan oleh
konsumen dapat dipenuhi oleh perusahaan, baik dari segi kualitas maupun
kuantitas namun membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga apabila tidak
direncanakan dengan baik akan mengecewakan konsumen atau pembeli.
Menurut Bargawa (2018), penjadwalan produksi didasarkan pada jumlah
cadangan di daerah konsensi pertambangan setelah dikurangi dengan faktor
kehilangan yaitu: 3,5% pada saat penggalian dan pengangkutan, 1% pada tahap
crushing dan 0,5% pada saat conveyor loading ke barge dan kontrak penjualan
batubara.
Menurut Perhusip (2021), Penjadwalan tambang merupakan bentuk-bentuk
penambangan (mineable geometris) yang menunjukan bagaimana suatu pit akan
ditambang dari titik awal hingga bentuk akhir pit. Tujuan umum dari pembuatan
tahapan penambangan adalah untuk membagi seluruh volume yang ada dalam
pit kedalam unit-unit perancangan yang lebih kecil (panel/strip) sehingga mudah
di tangani.
Kegiatan penjadwalan bertujuan untuk mengurangi ataupun meminimalisir
keterlambatan dari suatu pekerjaan sehingga dapat diselesaikan dalam kurun
waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ada. Penjadwalan juga dapat
meningkatkan produktivitas dari masing-masing alat dan mengurangi waktu
menganggur (idletime). Semakin besar tingkat produktivitas suatu alat maka
akan semakin kecil waktu tunggu yang dimiliki. Oleh karena itu, perusahaan
akan lebih diuntungkan dengan penghematan biaya produksi dan dapat menjadi
strategi perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pasar
Penjadwalan produksi tambang dinyatakan dalam periode waktu tertentu
meliputi data tonase batubara, overburden, dan pemindahan material total dari
tambang tersebut. Prinsip dasar penjadwalan produksi adalah memaksimumkan
NPV (net present value), ROR (rate of return). Dengan perkataan lain dapat
menghasilkan sejumlah material dengan biaya semurah mungkin. Selama proses
penjadwalan, evaluasi dilakukan terhadap sasaran produksi batubara, jadwal
24
pengupasan tanah penutup, dan strategi pemenuhan target kualitas batubara
dan material yang ditambang.
Asumsi awal yang diperlukan untuk menentukan penjadwalan produksi adalah :
1) Sasaran produksi dapat berubah berdasarkan waktu;
2) Penjadwalan sering dibuat untuk mengevaluasi strategi perubahan
batubara.
Asumsi tersebut dapat mempengaruhi jadwal pengupasan tanah penutup
atau overburden untuk mendapatkan coal expose. Mesikipun tidak ada definisi
yang digunakna secara universal mengenai bagaimana penjadwalan produksi
berbeda dengan perencanaan tambang jangka pendek. Istilah penjadwalan
produksi umumnya digunakan untuk menentukan peralatan produksi dari blok-
blok penambangan dari pit dengan dasar jam ke jam kerja atau shift ke shift kerja.
Normalnya penjadwalan produksi digambarkan untuk periode kurang dari atau
sama dengan sebulan, dengan menekankan apa yang harus dicapai dalam
beberapa rentan waktu tertentu. Rencana produksi harus dikerjakan dengan
batasan dari perencanaan jangka pendek dan diperbaharui setiap hari atau lebih
sering untuk mengakomodasi perubahan ketersediaan peralatan dan blok-blok
penambangan bahan galian dan waste baru yang disiapkan untuk ditambang.
Saat ini penjadwalan produksi jauh lebih berguna dari sebelumnya karena
kemampuan perusahaan tambang untuk memisahkan material yang ditambang
dalam blok-blok penambangan menjadi beberapa produk untuk dipindahkan ke
tempat berbeda yang sudah direncanakan sebelumnya. Sehingga kegiatan
penambangan bisa terjadwal dengan baik dan harapannya mampu memenuhi
target prosuksi yang telah di tetapkan oleh perusahaan.
25
2.5 Penelitian Terdahulu
Tabel 2 Penelitian terdahulu
26
III.METODOLOGI PENELITIAN
1 2 3 4
1 Studi literatur
2 Orientasi lapangan
3 Pengumpulan data
Pengolahan dan
4
analisis data
5 Penyusunan laporan
Presentasi hasil
6 penelitian dan
evaluasi
(Sumber: Penulis)
3.3 Bahan dan Peralatan
Pada penelitian ini tidak digunakan bahan apapun, sedangkan peralatan
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Alat tulis lengkap, digunakan untuk untuk mencatat semua data yang telah
didapatkan;
2. Helm safety, safety shoes dan safety vest, digunakan untuk melindungi diri
dari bahaya di area penambangan;
3. GPS (global positioning system), digunakan untuk menentukan posisi,
mengambil koordinat lokasi dan melakukan tracking;
27
4. Smarthphone, digunakan untuk timer/stopwatch dan untuk mengumpulkan
dokumentasi di lapangan sebagai data pendukung penelitian;
5. Laptop, digunakan sebagai perangkat untuk mengolah data, menyimpan data,
dan pembuatan laporan;
6. Software Tambang dan Software Microsoft excel, Microsoft Word digunakan
untuk pengolahan, analisis data dan pembuatan laporan hasil penelitian.
30
3. Bagaimanakah a. Rencana penjadwalan penambangan
penjadwalan dimulai dari bagian pit dengan
penambangan untuk pertimbangan jarak terdekat dengan
mencapai target produksi penimbunan disposal dan run of mine
pada Kwartal I tahun (ROM);
2024 di PT Bintang b. Rencana penjadwalan disesuaikan dengan
Sukses Energi?. kemampuan alat yang ada;
c. Rencana penjadwalan ini dilakukan secara
berkesinambuangan dan harus
mempertimbangankan akses baik untuk
aktivitas penimbunan disposal dan coal
getting.
(Sumber: Penulis)
31
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Irwandi. 2014. Batubara Indonesia. Penerbit Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Bargawa, W.S. 2008. Penjadwalan Produksi (Mine Scheduling) Pada Perancangan
Teknis Penambangan Batubara Secara Tambang Terbuka. Prosiding
seminar Nasional FTM UPNVY. Yogyakarta: (221-230)
Bargawa, W.S. 2018. Perencanaan Tambang. Yogyakarta : Kilau Book
Bombang, H., Muh, D, B., Tommy, T. 2020. Estimasi Cadangan Batubara
Tertambang dengan Menggunakan Metode Triangular Grouping pada Pit
6 PT Arini Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur.
Jurnal Terknologi Mineral FT UNMUL. Volume 8
Buku Pegangan dan Panduan Foreman & Supervisor Edisi Pertama. 2006.
Panduan Lapangan Untuk Foreman dan Supervisor. Jakarta : BUMA
Caterpillar. (2017). Caterpillar Performance Handbook Edition 47. Peoria:
Caterpillar Inc.
Depari, A, A., Sakdillah., hamzah, U. 2020. Perhitungan Overburden dan
Cadangan Batubara pada Pit di Area B III-S Warute South di PKP2B PT
Antang Gunung Meratus Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Hulu
Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan. Jurnal Teknologi FT
UNMUL. Volume 8
Depari, C, R, A., Maulana, Y., Diana, P. 2019. Realisasi Kegiatan Penambangan
Terhadap Rencana Sekuen Penambangan Bulan Agustus 2018 di Pit 1
Utara Bangko Barat. Jurnal Pertambangan. Volume 03
Desmawita., E, Ibrahim., A, K, Affandi. 2020. Estimasi Volume Endapan Batubara
Berdasarkan Batas Tambang Menggunakan FEM dan IDW. Jurnal
Pertambangan. Volume 4
Firdaus, S.A.,Et,al.2017. Perencanaan Tahapan Penambangan Bulanan Pada
Tambang Terbuka Batubara Metode Open Pit. Jurnal Geosapta. (8-15)
Fikri, M, N., Siti, H. 2021. Perencanaan Teknis Sequence Penambangan Guna
Menunjang target Produksi padan Kuartal II Tahun 2020 PT Duta alam
Sumatera. Jurnal Teknik Patra Akademika. Volume 12
Halawa, A. 2021. Analisis Geometri Jalan Angkut Guna Meningkatkan Cycletime
dan Produktivitas Alat Angkut pada Kegiatan Pengupasan Overburden dari
Front Pengupasan ke Disposal Area pada Kegiatan Penambangan
Batubara. Jurnal sains dan Teknologi. Volume 16
Hariyadi, Sundek. 2018. Kajian Teknis Penambangan Batubara pada PT Mega
Global Energy Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal Geologi
Pertambangan. Volume 1. No 23
Hustrulid, W., Kuctha, M., Martin, R. 2013. Open Pit Mine Planning and Design
Volume 1 Fundamental Third Edition. Leiden : Balkema.
Indrajaya, F., Ayu, L, N., Neny, S. 2019. Perancangan Sequence Penambangan
Batubara pada PT XYZ Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Geomine.
Volume 7.
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor
1827 K/30/MEM/2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik
Pertambangan yang Baik.
Martadinata, M, A, J., Sepriadi. 2019. Pemodelan Desain Pit Batubara dengan
Menggunakan Software Minescape 4.119. Jurnal Teknik Patra Akademik.
Volume 10
Perhusip, M., Waterman, S, B., Tedy, A, C. 2021. Simulasi Rancangan Teknis dan
Penjadwalan Penambangan dengan Metode Block strip Mining. Jurnal
Geosapta. Volume 7
Purwaningsih, D. A., Mamas. 2017. Rancangan Teknis Desain Push Back Pada
Penambangan Batubara Pit 10 Dan Pit 13 PT Kayan Putra Utama Coal
Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Jurnal Geologi
Pertambangan : 13-27.
32
IV.PENUTUP
Demikian proposal penelitian tugas akhir ini kami ajukan, sebagai bahan
pertimbangan bagi Bapak/Ibu Pimpinan PT Bintang Sukses Energi untuk dapat
menerima kami dalam melaksanakan penelitian. Sangat besar harapan kami
semoga Bapak/Ibu Pihak perusahaan sudi kiranya memberikan pengarahan dan
bimbingan dalam pelaksanaan penelitian tugas akhir saya ini. Atas perhatian dan
bantuannya, kami ucapkan terima kasih.
33
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Alfadiansyah
Tempat, tanggal lahir : Parit Culum, 20 Juni 2000
Alamat : Kel. Parit Culum I, Kec. Muara Sabak Barat, Kab.
Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi
Nomor : 0857-6505-5229
Telpon/WhatsApp
Email : Alfadiansyah72@gmail.com
PELATIHAN/SERTIFIKASI
▪ Sekolah Relawan “Menumbuhkan Jiwa Kemahasiswaan Millenial Menuju
Indonesia Jaya” (Tahun 2020)
▪ Pelatihan Teknologi Keselamatan Tambang Batubara Bawah Tanah (Berbasis
Online) oleh Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Bekerjasama dengan
Mitsui Matsushima Resources CO., LTD. (Tahun 2021)
▪ Online Course “Leadership and Entreprenuership KMMI” Universitas Gadjah
Mada (Tahun 2021)
▪ Magang di Perusahaan Batubara selama 2 bulan “Aktivitas Penambangan dan
Pengukuran Volume Overburden Serta Pembuatan Peta Foto Udara” (Tahun
2021)
▪ Training Online “Pemetaan Menggunakan Drone Tingkat Dasar Angkatan 27 “
oleh Indonesia Mapping Community (Tahun 2022)
▪ Training Online “Pemetaan Menggunakan Drone Tingkat Dasar Angkatan 28”
Indonesia Mapping Community (Tahun 2022)
▪ Online Bootcamp “Leaders Academy Indonesia (LeadID) Batch 8” oleh
Pemimpin.id berkolaborasi dengan Indika Foundation (Tahun 2023)
▪ Sertifikasi BNSP “Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi
Jenjang 3” oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Direktoral Jenderal Bina Konstruksi (Tahun 2023)
PENGALAMAN ORGANISASI
▪ Kepala Divisi Internal Himpunan Mahasiswa Teknik Pertambangan Universitas
Jambi (2021-2022)
▪ Relawan aktif Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Tanjung Jabung Timur
(2020-Sekarang)
▪ Pengurus komunitas Word Cleanup day (2022-sekarang)
34