Pengantar Modul 3
Peracikan obat merupakan aktivitas dengan risiko tinggi dalam
menyebabkan medication error. Salah satu faktor yang berperan dalam penentuan
risiko peracikan obat adalah aspek teknis. Seperti yang telah disampaikan pada
Modul 2, risiko dalam peracikan obat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu risiko teknis
dan risiko klinis. Risiko teknis berkaitan erat dengan segala aspek yang
berhubungan langsung dengan proses peracikan yang terlibat. Sedangkan risiko
klinis berkaitan erat dengan pencapaian tujuan terapi yang aman dan efektif.
Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan:
1. Mampu memahami aspek teknis yang berperan dalam penentuan risiko
peracikan obat
2. Mampu memahami aspek klinis yang berperan dalam penentuan risiko
peracikan obat
3. Mampu melakukan asesmen risiko terhadap resep racikan
1
secara mendalam. Dalam stAndar pelayanan kefarmasian yang ditetapkan
oleh menteri kesehatan, skrining resep harus dilakukan untuk memastikan
bahwa resep memenuhi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik,
dan persyaratan klinis.
Persyaratan administrasi dilakukan untuk menjamin keabsahan
resep dan kelengkapan data pasien. Persyaratan farmasetis dilakukan
untuk melihat kesesuaian sediaan yang ditulis dokter bagi pasien, dalam
resep racikan, tahap ini juga dilakukan untuk memastikan bahwa sediaan
yang akan diracik tidak berpotensi mengalami masalah berupa
ketidaksesuaian bentuk sediaan, ketidakcampuran, dan penurunan
stabilitas. Persyaratan klinis dilakukan untuk menjamin ketepatan
pemberian obat terhadap indikasi, dosis, durasi, efek samping yang
mungkin muncul, interaksi obat, polifarmasi, duplikasi, dan kontraindikasi.
Skrining resep yang tidak benar dapat menimbulkan risiko berupa
kegagalan formulasi, yang pada akhirnya juga berdampak pada risiko
terapi dan konsekuensi klinis. Contoh bentuk kegagalan formulasi akibat
skrining resep yang tidak benar adalah penurunan stabilitas dan fenomena
ketidakcampuran dalam sediaan yang diracik. Pemahaman Apoteker
mengenai sifat fisika kimia obat menjadi penting dalam menentukan
ketercampuran obat yang diracik, dan stabilitasnya.
Ketercampuran (kompatibilitas) bahan-bahan yang diracik juga perlu
ditinjau terhadap antar komponen, pengemas, dan alat peracik.
Ketidakcampuran (inkompatibilitas) merupakan fenomena ketidakcocokan/
ketidaksesuaian. Ketidakcampuran dikategorikan menjadi 3 jenis, yaitu
ketidakcampuran fisik, ketidakcampuran kimia, dan ketidakcampuran
terapetik. Ketidakcampuran dapat terjadi karena adanya interaksi antara
bahan yang satu dengan yang lain. Potensi ketidakcampuran dapat
diprediksi dengan melihat gugus fungsional dari masing-masing zat aktif
yang akan diracik.
Ketidakcampuran dapat berdampak pada sifat fisika kimia obat,
stabilitas produk, ketersediaan hayati, efektivitas terapi, dan keamanan.
Apabila dalam suatu resep racikan terdapat potensi ketidakcampuran yang
terdeteksi oleh apoteker, maka apoteker harus memikirkan solusi terbaik
2
untuk menyiapkan obat tersebut, atau apabila memang ketidakcampuran
tersebut tidak dapat teratasi dengan langkah-langkah praktis, apoteker
dapat berkomunikasi dengan dokter untuk mengubah resep sediaan
racikan yang berpotensi mengalami ketidakcampuran tersebut menjadi
sediaan terpisah.
Stabilitas sediaan racikan juga menjadi hal yang penting untuk
diperhatikan. Stabilitas suatu obat dimengerti sebagai kemampuan sediaan
farmasi untuk dapat mempertahankan sifat dan kualitasnya. Secara umum
stabilitas terbagi menjadi 5 jenis, yaitu stabilitas fisika, kimia, mikrobiologi,
terapetik, dan toksikologi. Stabilitas sediaan racikan tidak bisa disamakan
dengan sediaan farmasi produk jadi dari suatu pabrik. Stabilitas produk jadi
dari industri farmasi dapat diketahui karena telah dilakukan studi stabilitas
yang kemudian diperoleh waktu kadaluarsa. Sedangkan, sediaan racikan
belum terdapat studi stabilitasnya, sehingga tidak dapat diklaim kualitasnya
hingga waktu tertentu. Stabilitas sediaan racikan tidak dapat menggunakan
waktu kadaluarsa dari obat-obat yang diraciknya, namun beyond use date
(BUD).
b. Perhitungan bahan
Setelah apoteker memastikan bahwa tidak terdapat permasalahan
dari aspek farmasetik dan klinis untuk dilakukan peracikan, maka langkah
selanjutnya adalah menghitung jumlah bahan yang akan digunakan dalam
resep tersebut. Kesalahan peracikan yang tertinggi, disebabkan karena
kesalahan dalam perhitungan, seperti konversi satuan, pengenceran,
penulisan desimal, penghitungan salah, kurangnya pemahaman tentang
apa yang perlu dilakukan, dll. Penghitungan yang salah dapat
menyebabkan kesalahan di seluruh proses peracikan dan dapat
menyebabkan kesakitan hingga kematian pasien. Pokok bahasan tentang
konsep-konsep perhitungan yang sering terlibat dalam praktik peracikan
obat, akan dibahas pada modul 5.
Cara menghindari kesalahan dapat dilakukan dengan praktik rutin
dalam perhitungan dan pendidikan berkelanjutan (training). Selain itu, perlu
dilakukan verifikasi perhitungan oleh orang kedua. Perhitungan dilakukan
secara terpisah dan kemudian jawaban dibandingkan dan diperiksa
3
c. Penimbangan/pengambilan bahan
Bahan yang diperlukan dalam peracikan dapat berupa serbuk bahan
aktif (raw material) atau berupa suatu bentuk sediaan berlisensi. Tahap ini
juga menjadi tahap penting dan kritis dalam peracikan, karena kesalahan
dalam penimbangan atau pengambilan bahan, tentu akan mempengaruhi
kesesuaian dosis dan berdampak pada risiko terapi dan konsekuensi
klinis. Bahan berupa serbuk raw material harus ditimbang dengan neraca
yang terkalibrasi. Pengambilan bahan yang berupa bentuk sediaan
berlisensi harus dilakukan dengan teliti, terutama apabila sediaan tersebut
memiliki lebih dari 1 kekuatan yang tersedia.
Kesalahan dalam pengambilan obat tentu saja berdampak fatal bagi
pasien, karena pasien memperoleh obat yang tidak sesuai dengan
kebutuhannya. Kesalahan yang mungkin terjadi dalam penimbangan
adalah hasil penimbangan yang tidak sesuai sehingga dapat
mempengaruhi bobot sediaan akhir dan dosis obat. Kesalahan ini dapat
terjadi karena timbangan belum terkalibrasi, ketidaktelitian personel, atau
minimnya ketrampilan personil. Pemilihan timbangan yang tidak sesuai
pun juga dapat berpengaruh pada ketepatan penimbangan.
Kesalahan pengambilan obat berlisensi sering terjadi terutama jika
dua obat atau lebih memiliki penulisan atau penyebutan yang sama (look
alike sound alike – LASA) atau memiliki 2 atau lebih kekuatan yang
berbeda untuk satu bentuk sediaan. Contoh obat yang tersedia dalam
berbagai variasi kekuatan adalah tablet metilprednisolon. Tablet
metilprednisolon memiliki variasi kekuatan yaitu 4 mg, 8 mg, dan 16 mg
per tabletnya. Apabila pengambilan tidak teliti dapat terjadi kesalahan
pengambilan, menjadi kekuatan yang lebih besar atau lebih kecil sehingga
juga berdampak pada dosis obat yang diperoleh pasien. Contoh obat yang
memiliki penyebutan atau penulisan yang mirip sehingga sering terjadi
kesalahan adalah glimepiride dan glibenclamide. Contoh obat yang
memiliki kemasan mirip adalah salep Diprosone® dan krim Elocon®.
4
Gambar 3.1. Contoh obat-obat yang memiliki kemasan mirip
Pada tabel 3.1 Dapat diamat beberapa contoh obat yang masuk
dalam kategori LASA, Masih banyak obat-obat lain yang masuk dalam
kategori LASA, namun belum tertulis dalam tabel tersebut.
5
27 farBIVENT farMAVON
28 FARgesic PROgesic
29 gliBENCLAMide gliMEPIRide
30 Histapan Heptasan
31 IKAlep IVELip
32 Ikalep sirup Lactulac syrup KEMASAN MIRIP
33 Iliadin drop Iliadin spray KEMASAN MIRIP
34 KETOmed CUTImed
DEXAMETHASON
35 KETEROLAC AMPUL AMUL KEMASAN MIRIP
36 LExa Nexa
37 LOvask NOvask
38 meFINTer meTIFer
39 meRCILon meRISlon
40 Mertigo Nopres KEMASAN MIRIP
41 metFORMIN metRONIDAZOL
42 NICARdipine NIFEdipine
43 NATRIUM diklofenac KALIUM diklofenak
44 opiCEF opiCEL
45 Ozid ozEN
46 Ondansentron amp Citicoline amp KEMASAN MIRIP
47 phenYTOin venTOLin
48 PIRACEtam PARACEtamOL
49 PICYN ECOTRIXON KEMASAN MIRIP
50 plaVIX praDAXA
51 predniSONE predniSOLONE
52 REbone LACbon
53 sangoBION sangoBIAD
54 sulfaSALAzine sulfaDIAzine
55 spasMINAL spasMOMEN
56 THYrax TIAryt
57 TRIOfusin TUTOfusin
58 troLIP troLIT
59 TIARyt TROLit
60 VAScon VASacon
61 VENOSmil VERAPamil
62 VERTIZine CETERIzine
63 Vit b 1 amp Lidocain amp KEMASAN MIRIP
64 Ventoline Flexotide KEMASAN MIRIP
65 ziNKid ziSTic
6
ditimbang/diambil/diukur; dan, ketiga, ketika dikembalikan ke rak. Untuk-
obat-obat LASA sebaiknya diberi stiker penAnda untuk meberikan
peringatan bagi personel supaya lebih teliti. Selain itu, untuk menjamin
kebenaran penimbangan dan pengukuran, alat timbang dan alat ukur
harus dikalibrasi secara berkala.
d. Peracikan
Dalam proses peracikan, banyak faktor yang terlibat, seperti
ketersediaan prosedur peracikan, teknik pencampuran, alat yang
digunakan untuk meracik, dan tahap-tahap yang diperlukan. Alat yang
digunakan dalam meracik yang lazim ditemukan di fasilitas kefarmasian
adalah mortar-stamper dan tablet crusher/pulverizer/blender.
Proses peracikan yang dilakukan bisa jadi sangat sederhana, seperti
hanya melarutkan bahan, atau sangat kompleks seperti memerlukan
pengenceran dan pencampuran bertahap. Teknik peracikan dalam
peracikan juga berpengaruh pada kualitas sediaan, contohnya teknik
dalam membagi serbuk pada pembuatan pulveres. Untuk menjamin
keseragaman bobot, serbuk harus dibagi secara bertahap. Pada
pembagian serbuk dengan indeks terapi yang sempit, pembagian
dilakukan dengan menimbang serbuk satu persatu.
Kesalahan yang sering terjadi berkaitan dengan alat adalah tidak
rutin dikalibrasi (alat ukur dan timbang), salah memilih alat, dan kebersihan
yang tidak terjaga. Selain itu, teknik peracikan yang tidak tepat dapat
menyebabkan kegagalan formulasi. Cara menghindari kesalahan adalah
dengan memastikan seluruh alat terkalibrasi dengan rutin, alat yang
digunakan juga harus dalam kondisi bersih, melakukan proses peracikan
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Proses peracikan hendaklah
terdokumentasi dengan baik supaya apabila terjadi kesalahan dapat
ditelusuri.
e. Pengemasan
Kemasan sediaan racikan yang digunakan dapat membantu
menjaga stabilitas obat. Apoteker harus menjamin bahwa sediaan racikan
yang dihasilkan, dikemas dengan kemasan yang tepat. Semua bahan-
bahan yang akan diracik juga harus disimpan dan ditangani dengan cara
7
yang baik untuk mencegah kontaminasi silang dan kontaminasi mikrobia.
Pengelolaan penggunaan obat juga harus dilakukan sebaik mungkin
supaya obat-obat dengan waktu kadaluarsa tercepat digunakan terlebih
dahulu (FEFO).
Pemilihan kemasan untuk sediaan racikan dilakukan berdasarkan
sifat fisika kimia obat yang dikemas. Kemasan yang digunakan harus
bersifat netral, tidak berinteraksi secara fisika atau kimia dengan sediaan
yang dikemas. Hal – hal yang menjadi bahan pertimbangan dalam
pemilihan kemasan adalah netralitas, visibilitas, kekuatan, perlindungan
terhadap lembab, kemudahan penggunaan, dan ekonomis.
Kesalahan yang sering terjadi adalah pemilihan kemasan tanpa
mempertimbangkan aspek stabilitas sediaan yang diracik. Cara
menghindari kesalahan adalah dengan memahami betul aspek stabilitas
zat aktif yang diracik dengan melakukan pengkajian secara literatur atau
melakukan studi stabilitas langsung terhadap obat tersebut.
f. Pelabelan
Label harus memuat informasi yang jelas dan lengkap karena akan
dibaca oleh pasien. Beberapa informasi yang harus ada pada etiket adalah
nomor resep, tanggal penyiapan resep, nama pasien, obat yang diberikan,
aturan pemakaian, peringatan, penyimpanan, waktu kadaluarsa atau BUD
sediaan, dan apoteker yang menyiapkan. Contoh etiket dapat diamati pada
gambar berikut:
8
Nama Apotek
Alamat dan nomor telp apotek
No Resep: Tanggal:
Nama Pasien:
Obat:
Aturan pakai:
Gambar 3.2. Etiket untuk sediaan racikan yang diserahkan kepada pasien
9
perhitungan yang diperlukan dalam menyiapkan sediaan racikan, maka
semain tinggi pula risiko terjadinya kesalahan.
- Rendah
Perhitungan masuk dalam kategori risiko rendah apabila dalam
resep tidak terdapat proses perubahan satuan dari yang tertulis di
resep. Contohnya pada resep berikut:
10
Perhitungan masuk dalam kategori risiko tinggi apabila
melibatkan perubahan satuan atau unit dari yang tertulis dalam resep
maupun apabila terdapat perubahan satuan dari kategori yang
berbeda, contohnya dari satuan bobot (g) ke satuan volume (mL)
serta perhitungan yang melibatkan perubahan konsentrasi sediaan
(pengenceran/pemekatan). Contohnya pada resep berikut:
11
Proses peracikan merupakan parameter yang memiliki berbagai factor
dalam menimbulkan risiko kesalahan, yaitu terkait penggunaan alat, ada
tidaknya proses pengenceran/pemekatan, ada tidaknya pembagian menjadi
unit dosis tunggal, penggunaan alat pelindung diri khusus, dan jumlah
langkah yang diperlukan dalam peracikan.
- Alat yang digunakan
Peracikan dapat dilakukan dengan menggunakan alat
konvensional (mortar-stamper, beaker glass-pengaduk) maupun alat
khusus (tablet crusher/pulverizer/blender). Faktor alat peracikan yang
digunakan terbagi menjadi 2 kategori risiko, yaitu risiko rendah dan
tinggi. Peracikan memiliki risiko rendah apabila dilakukan dengan
menggunakan alat konvensional. Mortar dan stamper relatif lebih
mudah dibersihkan, dicuci, lalu dikeringkan dibandingkan dengan
blender. Sehingga risiko terjadinya kontaminasi silang antar bahan
rendah.
Peracikan menggunakan alat khusus, contohnya dengan
pulverizer rentan mengalami kontaminasi silang dengan bahan aktif
lainnya, karena sulit untuk dibersihkan. Pulverizer pada umumnya
hanya dibersihkan menggunakan kuas saja, padahal kuas yang
digunakan untuk membersihkan juga tidak rutin dibersihkan, sehingga
selain risiko kontaminasi silang, ada pula potensi kontaminasi
mikroba. Selain itu untuk obat-obat yang rentan teroksidasi dengan
katalisis logam dan panas, dapat mengalami instabilitas karena pisau
pada pulverizer terbuat dari logam dan dapat menimbulkan panas
ketika berputar. Sehingga peracikan memiliki risiko tinggi apabila
dilakukan dengan menggunakan alat khusus.
12
Gambar 3.3. Tablet crusher
- Proses pengenceran/pemekatan
Ada kalanya, apoteker diminta untuk melakukan kegiatan
pengenceran. Di rumah sakit atau puskesmas, pengenceran alkohol
atau kalium permanganate sering dilakukan. Namun, tidak dapat
dipungkiri bahwa adanya proses pengenceran atau pemekatan dalam
suatu peracikan, dapat berpengaruh pada risiko kesalahan. Tenaga
kefarmasian juga harus melakukan perhitungan terlebih dahulu
sebelum melakukan pengenceran. Proses pengenceran melibatkan
bahan pelarut/pengisi serta memerlukan proses lebih lama karena
lebih banyak tahapan, sehingga berisiko tinggi dalam menyebabkan
kesalahan dalam peracikan.
Pemekatan juga memperumit proses peracikan. Pemekatan
suatu campuran dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah pelarut
yang harus ditambahkan dalam suatu system, atau menghilangkan
(menguapkan) pelarut dari suatu sediaan cair. Proses ini tentu berisiko
terhadap kualitas produk, seperti kemungkinan perubahan
kemampuan dispersi suatu sistem, atau rusaknya obat karena
mengalami pemanasan saat pemekatan. Peracikan obat masuk dalam
kategori risiko rendah jika dalam prosesnya tidak melibatkan tahap
pengenceran/pemekatan. Sedangkan kategori tinggi apabila dalam
prosesnya melibatkan pengenceran/pemekatan
- Pembagian unit dosis tunggal
Sebagian besar sediaan racikan di Indonesia berupa pulveres
maupun kapsul. Pembuatannya dilakukan dengan menghaluskan dan
13
mencampur beberapa komponen obat menjadi satu, kemudian dibagi
menjadi beberapa unit dosis tunggal sesuai jumlah yang dikehendaki.
Proses pembagian ini sangat berkaitan erat dengan keseragaman
bobot dan keseragaman kadar obat dalam tiap unitnya.
Pada aspek ini, terdapat 2 kategori, risiko peracikan tergolong
rendah apabila dalam pembuatannya tidak ada tahap pembagian
campuran menjadi beberapa unit dosis tunggal, contohnya peracikan
salep yang hasilnya diserahkan dalam 1 pot salep. Sedangkan risiko
peracikan tergolong tinggi apabila terdapat proses pembagian
campuran menjadi beberapa dosis tunggal, contohnya pembuatan
pulveres dan kapsul.
- Penggunaan alat pelindung diri khusus
Penggunaan alat pelindung diri (APD) khusus diperlukan oleh
personil peracik saat meracik bahan-bahan yang berisiko terhadap
kesehatan personil. Contohnya pada peracikan obat-obat
mengandung antibiotic, hormone, dan sitostatik. Kesehatan personil
harus diperhatikan, sehingga apabila peracikan dilakukan dengan
APD khusus (hazmat, masker 2 lapis, masker N 95, masker nitril,
kacamata) atau peracikan melibatkan obat-obat mengandung
antibiotic, hormone, dan sitostatik, maka peracikan termasuk dalam
kategori risiko tinggi. Sedangkan apabila hanya menggunakan APD
stAndar (masker medis 1 lapis, sarung tangan) atau tanpa melibatkan
antibiotic, hormone, dan sitostatik, risiko peracikannya rendah
- Tahapan peracikan
Jumlah tahapan yang diperlukan dalam melakukan peracikan,
berpengaruh dalam penentuan risiko. Setiap tahapan peracikan,
memiliki kemungkinan terjadi kesalahan. Sehingga semakin banyak
tahap yang diperlukan, akan semakin tinggi pula risiko yang mungkin
terjadi. Dalam hal ini, tahap-tahap yang dimaksud adalah:
- Penimbangan - Pengenceran
- Pengukuran - Penggerusan
- Pengambilan - Pencampuran pelarutan
- Pemanasan - Pendispersian
14
- Pelelehan - Pembagian unit dosis
- Peleburan - Penyaringan
- Pemekatan - Pengayakan
Peracikan masuk dalam kategori risiko rendah apabila hanya
melibatkan 3 tahap dalam prosesnya. Peracikan masuk dalam kategori
sedang apabila melibatkan 4-5 tahap dalam prosesnya. Peracikan masuk
dalam kategori rumit apabila melibatkan 6 tahap atau lebih dalam
prosesnya.
15
Jumlah nilai dari keseluruhan parameter digunakan untuk menentukan
risiko akhir aspek teknis. Kategorisasi risiko aspek teknis adalah sebagai
berikut:
- Risiko rendah (skor 2) : apabila total poin 0 - 2
- Risiko sedang (skor 4) : apabila total poin 3 - 4
- Risiko tinggi (skor 6) : apabila total skor 5 - 7
Berikut adalah contoh kasus beserta pengisian kajian risiko aspek teknis:
Contoh sediaan racikan kapsul bagi seorang bapak usia 45 tahun yang
mendapat resep racikan sbb
R/ Parasetamol 500 mg No X
Diazepam 5 mg No X
mfla pulv da in caps No. X
S b d d 1 caps
16
Apakah dalam proses peracikan
melibatkan proses pembagian
menjadi unit dosis tunggal?
Penggunaan APD khusus
Apakah peracikan melibatkan
Ya = 1 Tidak = 0 0
obat-obat mengandung
antibiotic/hormone/ sitostatik?
Tahapan peracikan
Bagaimana tingkat risiko Sedang =
Tinggi = 1 Rendah = 0 0
berdasarkan jumlah tahapan 0,5
peracikan?
Total Skor 3
Hasil kajian risiko teknis menunjukkan total skor 3 (risiko sedang). Hasil
skor risiko teknis harus digabungkan dengan risiko klinis, sehingga
diperoleh risiko total.
17
Tipe A (dose-related)— reaksi yang umum terjadi dan merupakan
respon farmakologi normal, menyebabkan morbiditas yang signifikan
namun jarang menjadi berat. Reaksi ini dapat diatasi dengan mengurangi
dosis ataupun mempertimbangkan terapi alternatif lain. Contoh reaksi tipe
A: bronkospasme dari beta bloker,
Tipe B (non-dose related)—reaksi yang tidak dapat diprediksi, jarang
terjadi, dan tidak terkait dengan dosis atau aksi farmakologi obat dan
seringkali merupakan dampak reaksi alergi. Tipe ini dapat menyebabkan
morbiditas besar dan risiko kematian tinggi. Reaksi ini dapat diatasi dengan
menghentikan pemakaian obat dan mencegah penggunaan obat di
kemudian hari. Contoh reaksi tipe B: reaksi alergi anafilaksis karena
penggunaan penicillin, reaksi idiosinkratik: irreversible aplastic anemia
karena chloramphenicol.
Tipe C (dose-related and time-related)—reaksi yang terjadi setelah
pemakaian jangka panjang dan terkait dengan adanya kumulasi dosis.
Reaksi ini diatasi dengan mengurangi dosis yang telah digunakan jangka
panjang. Contoh tipe C: osteoporosis karena penggunaan steroid jangka
panjang,
Tipe D (time related)— merupakan reaksi yang terlambat, terdapat
jeda waktu setelah penggunaan obat. Reaksi yang jarang terjadi namun
terapinya sulit dilakukan. Contoh tipe D: efek teratogenik karena
penggunaan antikonvulsan, karsinogenesis
Tipe E (withdrawal)—reaksi yang terjadi segera setelah obat
dihentikan dan reaksi ini jarang terjadi. Reaksi tipe ini dapat diterapi
dengan pemberian kembali obat dan obat dihentikan perlahan. Contoh tipe
E: withdrawal syndrome karena penggunaan opiate ataupun
benzodiazepines, myochardial ischemia setelah penghentian terapi beta
bloker.
Tipe F (unexpected failure of efficacy)—reaksi ini terjadi ketika
terdapat kegagalan efikasi. Beberapa kejadian umum dikaitkan dengan
dosis, jarang diakibatkan karena interaksi obat. Reaksi tipe ini dapat diatasi
dengan meningkatkan dosis dan mempertimbangkan efek dari terapi
18
pendamping. Contoh tipe F: resistensi antimikrobia, berkurangnya dosis
kontrasepsi oral saat digunakan bersamaan dengan inducer enzim terkait.
Council of International Organizations of Medical Sciences
menyebutkan ADR dapat diklasifikasikan berdasarkan frekuensi kejadian:
- Very common > 1/10
- Common (frequent) >1/100 dan <1/10
- Uncommon (infrequent) >1/1000 dan <1/100
- Rare >1/10000 dan < 1/1000
- Very rare < 1/10000
b. Obat dengan indeks terapi sempit
Indeks terapi merupakan rentang dosis dimana obat efektif tanpa
menimbulkan efek samping yang tidak dapat ditangani. Obat dengan indeks
terapi sempit memiliki rentang dosis sempit antara dosis efektif dan dosis
toksik. Salah satu referensi menyebutkan indeks terapi sempit seringkali
secara klinis menyebabkan efek klinis yang merugikan dengan mudahnya
mengalami interaksi obat-makanan, interaksi obat-obat, ataupun kesalahan
kecil pada pemberian dosis. Obat-obat dengan indeks terapi sempit
memerlukan perhatian khusus dalam proses peracikan. Proses peracikan
akan meliputi proses pembagian obat sehingga akan mempengaruhi dosis
obat. Hal tersebut dapat berisiko menimbulkan toksisitas pada obat dengan
indeks terapi sempit. Daftar obat dengan indeks terapi sempit dapat
diakses.
2.2. Efikasi
Efikasi secara keseluruhan terkait dengan dosis, interaksi obat dan
penyakit, serta interaksi obat dan individu. Efikasi terkait dengan proses
peracikan lebih banyak bersinggungan dengan dosis. Proses peracikan
memegang peranan penting dalam proses pembagian dosis obat. Tentunya,
pengecekan keseragaman dosis tidak dapat dilakukan di praktek. Dosis yang
berkurang dapat menyebabkan obat menjadi tidak efektif. Interaksi antar obat
pada sediaan racikan juga akan mempengaruhi efikasi. Perilaku pasien terkait
ketaatan dalam mengkonsumsi obat akan mempengaruhi efektivitas terapi.
19
Oleh karena itu, perlu adanya perhatian khusus untuk obat-obat yang
dikonsumsi dalam jangka waktu panjang.
2.3. Dosis
Dosis dapat mempengaruhi keamanan dan efikasi. Bagaimana menilai
aspek klinis sediaan racikan terkait “dosis”? Kekuatan obat dapat menjadi cara
untuk menilai apakah sediaan racikan berisiko terhadap keseragaman dosis.
Kekuatan obat merupakan jumlah zat aktif dalam satu bentuk sediaan obat.
Kekuatan obat dapat dikuantifikasi dalam bentuk milligram (mg) ataupun gram
(g). Dosis merupakan jumlah obat dalam satu kali pemakaian. Dosis berlebih
dapat menimbulkan toksisitas, namun dosis kurang menyebabkan efek terapi
yang diinginkan tidak tercapai. Dosis sendiri bergantung pada banyak faktor
seperti usia, berat badan, fungsi fisiologis. Farmakope menyebutkan obat
dengan kekuatan 25 mg membutuhkan uji keseragaman dosis. Oleh karena
itu, pada penilaian aspek klinis akan menggunakan angka 25 mg sebagai
batasan. Obat dengan kekuatan kurang dari 25 mg membutuhkan perhatian
khusus dalam peracikan.
Paparan materi diatas menjadi dasar penilaian aspek klinis sediaan racikan.
Modul ini akan mencoba mengkompilasi aspek-aspek tersebut sehingga dapat
digunakan dalam proses penilaian aspek klinis sediaan racikan. Tim kami
mencoba membuat beberapa parameter yang perlu diperhatikan secara klinis,
yaitu:
2.4. Efek samping obat
Penilaian keamanan terkait ESO pada sediaan racikan akan kita coba
melalui beberapa langkah berikut:
a. Carilah ESO obat dalam sediaan racikan dengan kategori very common
dan common (melalui British National Formularium atau Drug Information
Handbook atau drugs.com)
b. Deteksi ESO yang Anda temui, apakah ESO yang ditemui masuk dalam
kriteria gawat darurat berdasarkan kriteria BPJS yang mengindikasikan
morbiditas dengan tingkat keparahan tinggi ataupun meningkatkan risiko
mortalitas. Berikut kriteria gawat darurat berdasarkan BPJS:
20
Tabel 3.4. Kriteria gawat darurat berdasarkan BPJS
Bagian Diagnosa
Bedah Abses cerebri
Abses submandibular
Amputasi penis
Anuria
Atresia ani (tidak dapat BAB sama sekali)
BPH dengan retensio urin
Cedera kepala berat
Cedera kepala sedang
Cedera tulang belakang
Cedera wajah dengan gangguan jalan nafas
Cedera wajah tanpa gangguan jalan nafas, antara lain : a. Patah
tulang hidung/nasal terbuka dan tertutup b. Patah tulang pipi
(zygoma) terbuka dan tertutup c. Patah tulang rahang (maxilla dan
mandibula) terbuka dan tertutup d. Luka terbuka daerah wajah
Cellulitis
Cholesistitis akut
Corpus alienum pada: intracranial. Leher, thorax, abdomen,
anggota gerak, dana tau genetalia
CVA bleeding
Dislokasi persendian
Drowning
Flail chest
Fraktur tulang kepala
Gastrokikis
Hanging
Hematothorax dan pneumothorax
Hematuria
Hemoroid grade IV (dengan tAnda strangulasi)
Hernia incarcerate
Hidrochepalus dengan TIK meningkat
Hirschprung disease
Ileus Obstruksi
Internal Bleeding
Luka Bakar
Luka terbuka daerah abdomen
Luka terbuka daerah kepala
Luka terbuka daerah thorax
Meningokel / myelokel pecah
Multiple trauma
Omfalokel pecah
Pankreatitis akut
Patah tulang dengan dugaan cedera pembuluh darah
Patah tulang iga multiple
Patah tulang leher
21
Patah tulang terbuka
Patah tulang tertutup
Periappendicullata infiltrate
Peritonitis generalisata
Phlegmon dasar mulut
Priapismus
Prolaps rekti
Rectal bleeding
Ruptur otot dan tendon
Strangulasi penis
Tension pneumothoraks
Tetanus generalisata
Torsio testis
Tracheo esophagus fistel
Trauma tajam dan tumpul daerah leher
Trauma tumpul abdomen
Traumatik amputasi
Tumor otak dengan penurunan kesadaran
Unstable pelvis
Urosepsi
Kardiovaskular Aritmia
Aritmia dan shock
Cor Pulmonale decompensata yang akut
Edema paru akut
Henti jantung
Hipertensi berat dengan komplikasi (hipertensi enchephalopati,
CVA)
Infark Miokard dengan komplikasi (shock)
Kelainan jantung bawaan dengan gangguan ABC (Airway
Breathing Circulation)
Kelainan katup jantung dengan gangguan ABC (airway Breathing
Circulation)
Krisis hipertensi
Miokarditis dengan shock
Nyeri dada
Sesak nafas karena payah jantung
Syncope karena penyakit jantung
Mata Benda asing di kornea mata / kelopak mata
Blenorrhoe/ Gonoblenorrhoe
Dakriosistisis akut
Endoftalmitis/panoftalmitis
Glaukoma: a. Akut b. Sekunder
Penurunan tajam penglihatan mendadak: a. Ablasio retina b.
CRAO c. Vitreous bleeding
Selulitis Orbita
Semua kelainan kornea mata: a. Erosi b. Ulkus / abses c.
Descematolis
22
Semua trauma mata: a. Trauma tumpul b. Trauma fotoelektrik/
radiasi c. Trauma tajam/tajam tembus
Trombosis sinus kavernosis
Tumororbita dengan perdarahan
Uveitis/ skleritis/iritasi
Paru-paru Asma bronchitis moderate severe
Aspirasi pneumonia
Emboli paru
Gagal nafas
Injury paru
Massive hemoptysis
Massive pleural effusion
Oedema paru non cardiogenic
Open/closed pneumathorax
P.P.O.M Exacerbasi akut
Pneumonia sepsis
Pneumathorax ventil
Reccurent Haemoptoe
Status Asmaticus
Tenggelam
Penyakit Demam berdarah dengue (DBD)
dalam Demam tifoid
Difteri
Disequilebrium pasca HD
Gagal ginjal akut
GEA dan dehidrasi
Hematemesis melena
Hematochezia
Hipertensi maligna
Keracunan makanan
Keracunan obat
Koma metabolic
Leptospirosis
Malaria
Observasi shock
THT Abses di bidang THT & kepala leher
Benda asing laring/trachea/bronkus, dan benda asing
tenggorokan
Benda asing telinga dan hidung
Disfagia
Obstruksi jalan nafas atas grade II/ III Jackson
Obstruksi jalan nafas atas grade IV Jackson
Otalgia akut (apapun penyebabnya)
Parese fasialis akut
Perdarahan di bidang THT
Syok karena kelainan di bidang THT
23
Trauma (akut) di bidang THT, Kepala dan Leher
Tuli mendadak
Vertigo (berat)
Syaraf Kejang
Stroke
Meningo enchepalitis
Oleh karena itu, apabila sediaan racikan memiliki ESO dengan kategori
common dan very common dan masuk kriteria gawat darurat akan dinilai 1
untuk menggambarkan risiko tambahan.
2.5. Indeks terapi, identifikasi apakah komponen zat aktif pada sediaan racikan
masuk ke dalam golongan indeks terapi sempit. Apabila termasuk indeks
terapi sempit akan dinilai 1 untuk menggambarkan risiko tambahan.
24
Berikut adalah matriks penilaian aspek klinis sediaan racikan:
Terdapat 5 aspek penilaian klinis, sehingga risiko terbesar terdapat pada poin 5.
Hasil skor penilaian aspek klinis digunakan untuk menghitung risiko total sediaan
racikan
Kami mencoba mengkategorikan sebagai berikut:
Risiko rendah (skor 2) : apabila total poin 0 - 2
Risiko sedang (skor 4) : apabila total poin 3 - 4
Risiko tinggi (skor 6) : apabila total poin 5
Contoh racikan dengan zat aktif tunggal: resep racikan cetirizine 10 mg 5 tablet
dibagi menjadi 10 bungkus pulveres, untuk penggunaan 10 hari:
Tabel 3.6. Kajian aspek klinis resep racikan cetirizine 10 mg 5 tablet dibagi menjadi
10 bungkus pulveres
Efek samping obat Ya = Tidak = 0 0
Apakah efek samping obat pada sediaan racikan 1 √
masuk ke dalam kriteria gawat darurat?
Index terapi Ya=1 Tidak=0 0
Apakah obat yang diracik masuk ke dalam indeks √
terapi sempit?
Penggunaan jangka panjang Ya=1 Tidak=0 0
Apakah sediaan racikan ditujukan untuk penggunaan √
25
jangka panjang?
Interaksi obat Ya=1 Tidak=0 0
Apakah ditemukan interaksi obat dalam satu sediaan √
racikan?
Dosis obat Ya=1 Tidak = 0 1
Apakah kekuatan obat yang akan diracik kurang dari √
25 mg?
Total skor 1
*ESO: mengantuk, pusing, mual, diare, nyeri perut, faringitis, batuk, Lelah, insomnia
26
masuk ke dalam kriteria gawat darurat? √
Index terapi Ya=1 Tidak=0 0
Apakah obat yang diracik masuk ke dalam indeks √
terapi sempit?
Penggunaan jangka panjang Ya=1 Tidak=0 0
Apakah sediaan racikan ditujukan untuk penggunaan √
jangka panjang?
Interaksi obat Ya=1 Tidak=0 0
Apakah ditemukan interaksi obat dalam satu sediaan √
racikan?
Dosis obat Ya=1 Tidak = 0 1
Apakah kekuatan obat yang akan diracik kurang dari √
25 mg?
Total skor 2
*ESO: Ataxia, disrupted sensory perception, drowsiness, epileptic attacks, impaired motor
ability, tremor
**ditemukan interaksi minor
Maka, racikan ini masuk dalam kategori risiko rendah, karena total skor risiko
tertinggi dari zat aktif penyusun yang diracik adalah 2.
Contoh racikan dengan penilaian aspek klinis zat aktif risiko sedang dan tinggi:
R/ Walfarin 5 mg No. XV
Clopidogrel 75 mg No. XV
mfla pulv da in caps No XXX
S 1 dd 1 cap
Untuk sediaan racikan dengan komposisi lebih dari satu zat aktif, maka penilaian
dilakukan untuk masing-masing zat aktif.
27
Apakah kekuatan obat yang akan diracik kurang dari √
25 mg?
Total skor 5
*ESO: perdarahan
**ditemukan interaksi monitor closely
Maka, racikan ini masuk dalam kategori risiko tinggi, karena total skor risiko
tertinggi dari zat aktif penyusun yang diracik adalah 5.
28
lingkupnya lebih sempit dibandingkan yang ada di StAndar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek.
Asesmen risiko peracikan ini harus dipertimbangkan betul risiko dan
manfaat dari pelayanan resep racikan. Manfaat dari dibuatnya sediaan racikan
diantaranya:
- Dapat disediakannya sediaan yang unik, sesuai dengan kebutuhan dosis,
komposisi dan bentuk sediaan bagi setiap pasien
- Dapat disediakan obat atau bentuk sediaan yang tidak ada di pasaran
- Memperbaiki kenyamanan pasien sehingga meningkatkan kepatuhan
dalam terapi
- Harga yang relatif lebih murah dibandingkan obat berlisensi.
Sedangkan risiko yang mungkin timbul diantaranya adalah:
- Ketidakpastian keamanan dan efikasinya
- Desain sediaan yang gagal menyebabkan sediaan tidak berkualitas dan
mengakibatkan rendahnya bioavailabilitas dan variasi kadar yang tinggi
- Risiko peracikan terjadi jika sistem tidak dapat menjamin sediaan yang
dihasilkan akan memenuhi spesifikasi yang diharapkan
Asesmen terhadap risiko baik klinis maupun teknis dilakukan oleh apoteker
sebelum melakukan peracikan sediaan. Keseimbangan risiko dan manfaat tidak
seperti perhitungan matematika tetapi dalam penentuannya mempertimbangkan
profesionalisme, tanggungjawab dan transparansi.
3.1. Meminimalkan Risiko Peracikan
a. Meminimalkan risiko klinis
Obat berlisensi yang diracik menjadi sediaan racikan akan
menghilangkan semua spesifikasi yang dijamin oleh industri, termasuk
diantaranya adalah efektivitas dari sediaan tersebut. Mayoritas pasien yang
menerima obat racikan adalah pasien yang rentan (bayi, anak-anak,
penderita stroke, dll) yang tidak menyadari proses pengobatan yang
ditempuhnya atau tidak dapat mengkomunikasikan keluhan yang terjadi
akibat obat yang diminumnya. Oleh karena apoteker harus mengambil
langkah pencegahan terhadap risiko klinis yang mungkin terjadi dengan
cara:
- Mengidentifikasi resep racikan yang mempunyai risiko terapi tinggi
29
- Melakukan asesmen risiko
- Mempertimbangkan terapi alternatif
- Review semua bukti yang tersedia terkait sediaan yang akan disiapkan
- Mengevaluasi toksisitas obat dan mempertimbangkan indeks terapi
- Melakukan monitor terhadap efek klinis, toksisitas dan adverse drug
reaction
- Mendokumentasikan semua masalah dan keberhasilan terapi untuk
referensi di masa mendatang
b. Meminimalkan risiko teknis
Selain risiko klinis, risiko juga bisa berasal dari aspek teknis.
Meminimalkan risiko teknis dapat dilakukan dengan beberapa cara
diantaranya:
- Menggunakan formula stAndar yang ada pada Formularium Nasional,
Martindale, Farmakope, artikel
- Jika tidak ditemukan formula stAndar maka sebaiknya menggunakan
formula yang sesederhana mungkin, menggunakan bahan-bahan yang
pharmaceutical grade dan pembawa stAndar
- Membatasi waktu penggunaan obat racikan (maksimum 28 hari jika
menggunakan pengawet dan 7 hari jika tanpa pengawet)
- Memastikan fasilitas dan peralatan peracikan sesuai dan memenuhi
stAndar dan tervalidasi/kalibrasi
- Memastikan peracik mempunyai ketrampilan yang diperlukan.
30
- Apakah telah dilakukan penilaian risiko bahwa sediaan racikan adalah
pilihan yang tepat untuk pasien?
- Apakah ada alternatif yang sesuai seperti obat berlisensi, apakah obat
berlisensi dapat disesuaikan dosisnya, adakah obat import yang bisa
digunakan?
- Bagaimana risikonya apabila pasien tidak diterapi dengan sediaan racikan
tersebut?
- Apakah zat aktif mempunyai indeks terapi sempit?
- Apakah formula stAndar atau yang telah direview dapat digunakan? Jika
tidak, apakah sifat fisika kimia zat aktif telah dipertimbangkan dan dilakukan
langkah peracikan untuk meminimalkan risiko dan kompleksitas? (Misalnya
memperpendek waktu penggunaan, memperhatikan penyimpanan sediaan)
- Apakah tersedia fasilitas dan peralatan yang sesuai dan terkalibrasi?
- Apakah asesmen kesehatan dan keamanan telah dilakukan?
- Apakah dilakukan monitoring terhadap keamanan dan efikasi sediaan
racikan? Apakah pasien juga dimonitor?
31
Desain risiko teknis dapat dilihat pada tabel 3.3 kajian aspek teknis
pada topik satu di atas. Sedangkan desain risiko klinis dapat dilihat pada
tabel 3.6 kajian aspek klinis pada topik dua di atas. Berdasarkan hasil yang
didapat pada kajian aspek teknis dan kajian aspek klinis kemudian
dijumlahkan akan menghasilkan risiko peracikan seperti terlihat pada
matriks di bawah ini.
Sedang (4)
32
Peracikan di rumah sakit dilakukan menggunakan alat pulverizer. Tahap-tahap
peracikan adalah
a. Siapkan bahan-bahan sesuai permintaan resep
b. Hancurkan dan campurkan tablet Parasetamol dan diazepam dengan
menggunakan pulverizer hingga halus dan homogen
c. Bagi serbuk menjadi 10 bagian, masukkan ke dalam kapsul
d. Masukkan ke dalam kemasan dan beri etiket
Hasil kajian risiko teknis menunjukkan total skor 3. Jadi risiko teknis resep di atas
masuk kategori risiko sedang (nilai 2).
33
Perhitungan risiko klinis
Untuk sediaan racikan dengan komposisi lebih dari satu zat aktif, maka penilaian
dilakukan untuk masing-masing zat aktif.
34
Maka, racikan ini masuk dalam kategori risiko rendah (nilai 2), karena total
skor risiko tertinggi dari zat aktif penyusun yang diracik adalah 2.
b. Pendekatan Leed
Pendekatan Leed ini dikeluarkan oleh Leed Teaching Hospital NHS
Trust di Inggris, instalasi farmasi mempunyai “katalog” sediaan racikan
yang secara periodik direview. Matriks yang digunakan pada pendekatan
Leed dapat dipelajari di bawah ini.
35
Alasan klinis digunakan:
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………….
Keseluruhan risiko:
36
Catatan:
Keseluruhan risiko = risiko teknis + risiko klinik
Seksi D. Persetujuan
Keputusan untuk meracik Ya / Tidak
TAnda tangan dan nama terang:………………………………….. Tanggal
:…………..
Seksi E. Preparasi
Lembar kerja pembuatan sediaan racikan obat harus dilampirkan sebelum obat
diracik.
37
Matriks Kajian Resep Racikan
Ketentuan umum:
- Lakukan kajian risiko pada masing-masing aspek: kualitas, efikasi dan keamanan, kesehatan dan keamanan (COSHH*)
- Risiko tertinggi pada aspek individual digunakan sebagai acuan penentuan risiko keseluruhan
- Racikan dengan risiko sedang dan tinggi perlu dilakukan monitoring/perhatian khusus terkait dengan kualitas dan efek klinis obat.
38
c. Form ‘Cek Alasan’
Di Jerman seorang apoteker wajib mengisi form ‘cek alasan’ sebelum
melakukan peracikan obat. Form ini dibuat untuk menjamin keamanan,
efektivitas dan kualitas sediaan racikan yang dibuat. Form ‘cek alasan’ ini
diisi baik untuk resep dokter maupun racikan self medication. Oleh karena
itu apoteker harus mempertimbangkan semua aspek sediaan. Di Jerman,
apoteker tidak boleh menganti zat aktif tanpa berkonsultasi kepada dokter,
tetapi bahan tambahan tidak demikian karena tidak mempunyai aktivitas
biologis. Walaupun demikian bahan tambahan yang ditambahkan harus
kompatibel dengan zat aktif, atau apabila tidak kompatibel harus
dipertimbangkan bahwa sediaan racikan tersebut masih bisa digunakan
sampai durasi terapi yang dimaksud.
39
bahan)
Apakah semua bahan kompatibel?
Jika tidak, tuliskan inkompatibilitasnya secara
khusus
5. Stabilitas dan waktu pakai
Apakah perlu penambahan buffer?
Apakah stabilitas mikrobiologi bisa
dipertahankan sampai waktu pemakaian?
Apakah sediaan cukup stabil sampai waktu
pemakaian?
6. Tambahan asesmen
40
Form Pendukung Keputusan Peracikan
Sediaan :…………………………………………………………………
Tanggal :…………………………………………………………………
Yang meracik :…………………………………………………………………
Menggunakan
formula lain
41
terpisah konfirmasi
Penggunaan
LAF yang
tepat
Memastikan
ada personel
terlatih dan
kompeten saat
peracikan
Konsultasikan
dengan
penulis resep
risiko dan
42
manfaat obat
Mencari terapi
alternatif
43
Refleksi Modul 3
Setelah Anda selesai mempelajari materi asesmen risiko pelayanan resep
racikan, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini. Unggah jawaban pada
bagian “refleksi modul 3”.
1. Apakah selama melakukan praktik peracikan obat, Anda pernah menemui
permasalahan dalam aspek teknis? Bagaimana cara Anda mengatasinya
pada saat itu? Bagaimana untuk mencegahnya di masa mendatang?
2. Bagaimana Anda menilai risiko klinis zat aktif dari sediaan racikan selama
Anda berpraktik selama ini? Bila Anda melakukan, apakah penilaian pada
modul ini dapat lebih membantu?
3. Lakukan penilaian risiko peracikan terhadap sediaan puyer, kapsul dan
sediaan liquid dengan frekuensi paling tinggi pada tempat praktek saudara.
Dari hasil tersebut, apa yang akan saudara lakukan dan sebutkan
alasannya!
Referensi
Batchelor HK, Marriott JF. Paediatric pharmacokinetics: Key considerations. Br J
Clin Pharmacol. 2015;79(3):395-404. doi:10.1111/bcp.12267
Bharate, S.S., Bharate, S.B., Bajaj, A.N., 2010. Incompatibilities of pharmaceutical
excipients with active pharmaceutical ingredients: a comprehensive review. J
Excip Food Chem 1, 3–26.
Bouwman-boer, Y., Fenton-may, V.I., Brun, P. Le, 2015. Practical Pharmaceutics:
An International Guideline for the Preparation, Care and Use of Medicinal
Products.
Convention, U.S.P., Usp, 2012. USP36 NF31, 2013: U. S. Pharmacopoeia
National Formulary. United States Pharmacopeial.
Drazen, J.M., Curfman, G.D., Baden, L.R., Morrissey, S., 2012. Compounding
Errors. N. Engl. J. Med. 367, 2436–2437.
https://doi.org/10.1056/NEJMe1213569
Duraković Z, Vitezić D. Pharmacodynamics and pharmacokinetics in the elderly.
Period Biol. 2013;115(4):517-520.
Jackson, M., Lowey, A., 2010. Handbook of Extemporaneous Preparation.
44
Pharmaceutical Press, London.
Lea-Henry TN, Carland JE, Stocker SL, Sevastos J, Roberts DM. Clinical
pharmacokinetics in kidney disease: Fundamental principles. Clin J Am Soc
Nephrol. 2018;13(7):1085-1095. doi:10.2215/CJN.00340118
Leguelinel-Blache G, Dubois F, Bouvet S, et al. Improving patient’s primary
medication adherence: The value of pharmaceutical counseling. Med (United
States). 2015;94(41):1-8. doi:10.1097/MD.0000000000001805
Newton, D.W., 2009. Drug incompatibility chemistry. Am. J. Health. Syst. Pharm.
66, 348–357. https://doi.org/10.2146/ajhp080059
Palleria C, Di Paolo A, Giofrè C, et al. Pharmacokinetic drug-drug interaction and
their implication in clinical management. J Res Med Sci. 2013;18(7):600-609.
Professional Practice StAndards, 2017. Pharm. Soc. Aust. URL
https://www.psa.org.au/practice-support-industry/professional-practice-
stAndards/ (accessed 5.18.20)
Rodighiero V. Effects of liver disease on pharmacokinetics. An update. Clin
Pharmacokinet. 1999;37(5):399-431. doi:10.2165/00003088-199937050-
00004
Setyani, W., Putri, D.C.A., 2019. Resep dan Peracikan Obat. Sanata Dharma
University Press, Yogyakarta.
Uetrecht J. Adverse Drug Reaction. Springer Verlag; 2010. doi:10.1097/00000441-
196911000-00008
Walker R, Whittlesea C. Clinical Pharmacy and Therapeutics. Elsevier; 2012.
http://repositorio.unan.edu.ni/2986/1/5624.pdf.
Wehling M. Drug Therapy for the Elderly. Springer Verlag; 2013.
doi:10.1017/CBO9781107415324.004
45