Anda di halaman 1dari 53

METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Perbedaan Mutu Pelayanan antara Pasien BPJS dan Non BPJS

di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

Dosen Pengampu :

1. Syamsiana., SKM., M.Kes

2. Irwandi Rachman, SKM., M.Kes

Dosen Praktisi :

Hudriani Jamal

Disusun Oleh :

Kelompok 1

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI KESEHATAN

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN & KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2023
ANGGOTA KELOMPOK 1

Nadia Zalsabila (210304500005)

Devinadona Putri Maraja (210304500022)

Hudzaifa Febrianti B (210304501021)

Ekawati Arif (210304501042)

Andi Fauzya Suci R (210304501046)

Nur Azisah (210304501066)

Nida Nabila (210304501069)

Husni Maghfira (210304501070)

Wulan Sari (210304502039)

Lorensia Rampa’ T.P (210304502042)

Andi Nur Alifah (210304502066)


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pelayanan kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan

hidup masyarakat. Pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas dapat

meningkatkan kesehatan dan kesejahteran hidup masyarakat. Mutu pelayanan

kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam dunia kesehatan. Dengan adanya

mutu pelayanan maka diharapkan setiap pelayanan kesehatan di seluruh wilayah

Indonesia dapat merata hingga setiap masyarakat dapat menggunakan layanan

kesehatan sesuai dengan kebutuhan yang diberikan. [1]

BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) adalah program jaminan

kesehatan nasional di Indonesia yang memberikan akses kesehatan yang terjangkau

bagi seluruh masyarakat Indonesia. Program ini didirikan pada tahun 2014 dan telah

memberikan manfaat bagi jutaan masyarakat Indonesia yang sebelumnya tidak

memiliki akses kesehatan yang memadai.

Dalam menjalankan program layanan kesehatan BPJS bekerjasama dengan

berbagai fasilitas kesehatan diantaranya: posyandu, pusksesmas, klinik, dan rumah

sakit untuk membantu pelayanan kesehatan masyarakat. Rumah sakit merupakan

salah satu sarana kesehatan dimana tempat melakukan penyelenggaraan upaya

kesehatan. Rumah sakit merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat

diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan, dalam hal ini

pasienlah yang mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas sehingga dapat

meningkatkan kepuasan pasien BPJS terhadap mutu pelayanan perawat di rumah

sakit.
Menurut data BPJS Kesehatan, pada tahun 2022 terdapat sekitar 248,77 juta

jiwa penduduk Indonesia yang terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan atau setara

dengan 90,73% dari jumlah penduduk Indonesia yang tercatat sebanyak 270,20 juta

jiwa. Kemudian pada tahun 2023 pada bulan juni Peserta Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencapai sekitar 93,6 persen dari penduduk

Indonesia. [2], [3]

Dengan melihat banyaknya warga Indonesia yang memilih untuk menjadi

peserta BPJS, pelayanan kesehatan yang bekerja sama dengan layanan jaminan

kesehatan tersebut harus sesuai dengan standard an kualitas yang baik sehingga dapat

memenuhi harapan masyarakat.

Namun, pada kenyataannya terdapat beberapa permasalahan dalam pelayanan

terhadap pasien BPJS di layanan kesehatan sehingga masyarakat banyak berpikir

untuk memilih pelayanan non BPJS dibandingkan menggunakan pelayanan kesehatan

yang di tanggung oleh BPJS. Salah satu permasalahan yang sering terjadi adalah

perbedaan biaya antara pasien BPJS dan non-BPJS. Pasien BPJS membayar biaya

yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien non-BPJS. Hal ini dapat

mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Dimana

diharapkan pelayanan kesehatan diberikan dapat merata malah sebaliknya dengan

adanya perbedaan biaya pasien non-BPJS mendapatkan layanan yang cepat

sedangkan dengan pasien non-BPJS membutuhkan waktu yang lama untuk

mendapatkan layanan kesehatan.

Selain itu, terdapat juga keterbatasan fasilitas dan tenaga medis di rumah sakit

yang melayani pasien BPJS. Rumah sakit yang melayani pasien BPJS seringkali

memiliki keterbatasan fasilitas dan tenaga medis. Perbedaan standar pelayanan juga

menjadi salah satu permasalahan dalam pelayanan antar pasien BPJS di rumah sakit.
Terdapat perbedaan standar pelayanan antara rumah sakit yang melayani pasien BPJS

dan non-BPJS. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan.

Tingginya jumlah pasien BPJS juga menjadi salah satu permasalahan dalam

pelayanan bersama pasien di rumah sakit. Jumlah pasien BPJS yang tinggi dapat

membuat rumah sakit kesulitan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas. Hal

ini pun menjadi keluhan bagi pasien BPJS karena seringkali merasa ditelantarkan oleh

rumah sakit tertentu dan kurangnya daya tanggap perawat dan dokter. Pasien BPJS

pun merasa dipersulit karena waktu administrasi lebih lama dibandingkan waktu

untuk mendapatkan layanan kesehatan.

Kepuasan pasien dapat dilihat dari mutu pelayanan yang diberikan oleh tenaga

kesehatan. Jika pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan maka kualitas

mutu pelayanan yang diberikan sangat baik, dan jika pasien merasa kurang puas

dengan pelayanan yang diberikan, maka kualitas mutu layanan yang diberikan tenaga

kesehatan kurang baik. Apabila kinerja layanan kesehatan yang diperoleh oleh pasien

pada suatu fasilitas layanan kesehatan sesuai dengan keinginan pasien, maka pasien

akan merasa puas dan akan selalu datang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan

tersebut. Pasien akan selalu mencari pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang

kinerja pelayanannya dapat memenuhi.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan

pelayanan mutu antara peserta BPJS dan non BPJS di Ruang Rawat Inap Rumah

Sakit.
C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Perbedaan Mutu pelayanan

pada pasien BPJS dan non BPJS di Rawat Inap Rumah Sakit

2. Tujuan Khusus

 Untuk mengetahui Perbedaan Mutu pelayanan mutu kesehatan terhadap

pasien BPJS pada Rumah sakit Rawat inap

 Untuk mengetahui Perbedaan Mutu pelayanan mutu kesehatan terhadap

pasien Non-BPJS pada Rumah sakit Rawat inap

 Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien pada peserta BPJS dan non

BPJS di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

D. MANFAAT

 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai referensi apabila diadakan

penelitian lebih lanjut.

 Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi

berbagai pihak khususnya kepada di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit,sehingga

dapat dijadikan referensi untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

sesuai harapan masyarakat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

2.1 Konsep Presepsi

2.1.1 Pengertian Presepsi

Menurut Robbins dan Judge (dalam Sudarsono, 2016) persepsi

merupakan proses seseorang menata serta mengintepretasikan efek-efek

sensorinya untuk memberi makna kepada lingkungannya.[4]Sedangkan

Persepsi merupakan aktivitas mengindera, mengintegrasikan dan

memberikan penilaian pada obyek-obyek fisik maupun obyek sosial dan

penginderaan tersebut tergantung pada stimulus fisik dan stimulus sosial

yang ada dilingkungannya (Young, 1956: 86; Walgito, 2003).

2.1.2 Persepsi Pasien tentang Pelayanan Kesehatan

Dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi

seluruh masyarakat Indonesia melalui suatu Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kepuasan pelanggan sangat

dipengaruhi oleh persepsi seseorang terhadap kualitas pelayanan, Seseorang

akan merasa puas atau tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan

sebagai akibat dari hal tersebut. Keinginan atau kesediaan pasien untuk

menggunakan pelayanan kesehatan akan sangat terpengaruh dalam skenario

ini.[5]

Persepsi sebagai suatu proses pengenalan atau identifikasi terhadap

sesuatu dengan menggunakan panca indera (Drever, 2010). Kesan yang


diterima individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang telah

diperoleh melalui proses berfikir dan belajar serta dipengaruhi oleh faktor

yang berasal dari dalam diri individu.

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pasien

Menurut Robbins dalam Hamidiyah (2012) Faktor-faktor yang

mempengaruhi persepsi adalah:

a. Pelaku Persepsi

Seseorang individu memandang pada suauty target dan

mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat

dipengaruhi oleh karakteristik-karakterisitik pribadi dari perilaku

persepsi individual itu.

b. Objek yang dipersepsikan

Karakteristik-karakteristik dalam target yang akan diamati dapat

mempengaruhi apa yang dipersepsikan.

c. Kesadaran Situasi

Kesadaran Situasi (SA) adalah keterampilan penting dalam

perawatan medis yang berkontribusi terhadap perawatan pasien dan

keselamatan pasien yang unggul. Dalam pengaturan rawat inap

seperti Unit Perawatan Intensif , perawat bertanggung jawab untuk

memantau dan mendeteksi perubahan kesehatan pasien secara

keseluruhan, menilai arah kesehatan pasien , dan mengambil

langkah-langkah yang diperlukan menuju peningkatan kesehatan

pasien secara berkelanjutan. [6]

2.14 Jenis Persepsi


Persepsi menurut Deddy Mulyana sebenarnya terbagi menjadi dua:

persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan juga persepsi terhadap

manusia atau sosial. Persepsi terhadap manusia merupakan yang kompleks

dan paling sulit, karena manusia memiliki sifat dinamis. Dari kedua jenis ini

persepsi memiliki berbagai perbedaan yaitu:

a) Persepsi terhadap objek melalui lambang-lambang fisik, sedangkan

untuk persepsi terhadap orang dapat melalui dengan lambang-

lambang yang verbal dan non verbal. Manusia merupakan yang lebih

efektif daripada kebanyakan objek dan sulit untuk diramalkan.

b) Persepsi terhadap objek dapat menanggapi sifat-sifat dari luar.

Sedangkan untuk persepsi terhadap manusia dapat berupa sebagai

sifat-sifat luar dan dalam (motif, perasaan, harapan, dan sebagainya).

c) Objek adalah suatu yang tidak bereaksi, sedangkan manusia sendiri

dapat bereaksi. Dengan kata lain, objek bersifat statis, sedangkan

untuk manusia memiliki sifat yang dinamis. Oleh karena itu, persepsi

terhadap manusia dengan cepat mudah berubah dari waktu ke waktu,

lebih cepat dibandingkan dengan persepsi terhadap objek.

2.2 Kualitas Mutu Pelayanaan

2.2.1 Pengertian Mutu Pelayanan

Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat

memuaskansetiap pemakai jasa pine kesehatan sesuai dengan tingkat

kepuasan Rata-rata seratapenyelenggaraannya sesuai dengan standar dan

kode Ethic profesi (Azrul Azwar,1996).

2.2.2 Pengukuran Kualitas Pelayanan


Kualitas pelayanan kesehatan adalah produk lahir dari interaksi dan

ketergantungan yang rumit antara komponen – komponen atau aspek

manajemen yang menyatu menjadi sebuah sistem. Menurut Nursalam

(2011), kualitas pelayanan dapat diukur menggunakan tiga variabel:

a) Input adalah segala sumber yang ada yang diperlukan untuk

melaksanakan kegiatan seperti tenaga, dana, obat fasilitas peralatan,

teknologi, organisasi dan informasi.

b) Proses adalah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan

konsumen (pasien dan masyarakat). Setiap tindakan korektif dibuat dan

meminimalkan resiko terulangnya keluhan atau ketidakpuasan pada

pasien lainnya.

c) Output adalah hasil pelayanan kesehatan atau pelayanan keperawatan,

yaitu berupa perubahan yang terjadi pada konsumen termasuk

kepuasan dari pasien.

2.2.3 Penilaian Kualitas Pelayanan

Menurut Parasuraman (2014) bahwa konsep kualitas pelayanan yang

berkaitan dengan kepuasan ditentukan oleh lima unsur yang biasa dikenal

dengan istilah kualitas pelayanan “RATER” (Responsiveness, Assurance,

Tangible, Empathy, dan Reliability)

Lebih jelasnya dapat diuraikan mengenai bentuk-bentuk aplikasi

kualitas pelayanan dengan menerapkan konsep “RATER” yang

dikemukakan oleh Parasuraman (2014) sebagai berikut :

a. Responsiveness (Ketanggapan): Suatu kebijakan untuk membantu dan

memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat


kepadapelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas

b. Assurance (Jaminan dan kapasitas): Pengetahuan, kesopansantunan,

dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa

percaya para pelanggan kepada peruahaan. Hal ini meliputi beberapa

komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi,

dan sopan santun.

c. Tangible (Bukti fisik): Kemampuan suatu perusahaan dalam

menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan

dan kemampuan sarana dan prasaran fisik perusahaanyang dapat

diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya. Hal ini meliputi

fasilitas fisik seperti gedung, gudang, dan lain-lain.

d. Empathy (Perhatian): Memberikan perhatian yang tulus dan

bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para

pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen.

Reliability (Keandalan): Kemampuan perusahaan untuk

memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara

akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan

pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang semua

untuk pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan

dengan akurasi yang tinggi.


2.3 Konsep Rumah Sakit

2.3.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Kesehatan et al., 2021). Rumah Sakit

adalah suatu organisasi yang dilakukan oleh tenaga medis professional yang

terorganisir baik dari sarana prasarana kedokteran, asuhan keperawatan yang

berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien

(Supartiningsih, 2017). Berdasarkan klasifikasi Rumah Sakit terdiri dari 2 macam

yaitu Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.[7]

Rumah Sakit Umum adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan

kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Sedangkan Rumah Sakit Khusus

adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu

jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis

penyakit.[8]

2.3.2 Fungsi Rumah Sakit


12
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia (2009) tentang rumah sakit,

rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Berdasarkan UndangUndang Republik

Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit umum mempunyai fungsi yaitu :.
a) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

b) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c) Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta pengaplikasian teknologi

dalam bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan

dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.3.3 Klasifikasi Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2014) Berdasarkan

jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit

Umum dan Rumah Sakit Khusus. Rumah Sakit Umum memberikan pelayanan

kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Khusus memberikan

pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan

disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Dalam

rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan,


13
rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan

kemampuan pelayanan Rumah Sakit. [9]

Klasifikasi Rumah Sakit umum terdiri atas :

a) Rumah Sakit umum kelas A

b) Rumah Sakit umum kelas B

c) Rumah Sakit umum kelas C


d) Rumah Sakit umum kelas D

Klasifikasi Rumah Sakit khusus terdiri atas :

a) Rumah Sakit khusus kelas A

b) Rumah Sakit khusus kelas B

c) Rumah Sakit khusus kelas C

2.4 Konsep Rawat Inap

2.4.1 Pengertian Pelayanan Rawat Inap

Instalasi rawat inap (opname) adalah istilah yang berarti proses perawatan

pasien oleh tenaga kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, di mana pasien

diinapkan di suatu ruangan di rumah sakit yang meliputi pelayanan kesehatan

perorangan yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan dan

rehabilitasi medik.[10]

Ruangan rawat inap berupa bangsal yang di huni oleh beberapa pasien

sekaligus, namun pada beberapa rumah sakit juga menyediakan kategori kelas untuk

ruangan rawat inap. Semakin tinggi kelas tersebut maka ruangan rawat inap akan

memiliki fasilitas dan pelayanan yang melebihi standar fasilitas dan pelayanan kelas

biasa. 14

2.4.2 Kualitas Pelayanan Rawat Inap

Menurut Jacobalis, (2000:57) kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap

rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, diantaranya adalah :


a) Penampilan keprofesian atau aspek klinis, aspek ini menyangkut pengetahuan,

sikap dan perilaku dokter dan perawat serta tenaga profesi lainnya.

b) Efisiensi dan efektifitas, aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya

di rumah sakit agar dapat berdaya guna dan berhasil guna.

c) Keselamatan pasien, aspek ini menyangkut keamanan dan keselamatan pasien.

[11]

2.5 Konsep BPJS

2.5.1 Definis BPJS

Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial kesehatan atau yang dikenal dengan

BPJS kesehatan merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan

program jaminan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Penyelanggaraan Jaminan Sosial (BPJS) merupakan badan hukum publik yang

diciptakan guna melaksanakan program jaminan sosial (Kementerian Kesehatan RI,

2013).

Berdasarkan uraian diatas Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial atau yang

dikenal dengan BPJS merupakan badan hukum yang dbentuk pemerinatah untuk

menyelenggarakan jaminan sosial bagi masyarakat.

2.5.2 Tugas atau Fungsi BPJS 15

BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

Jaminan kesehatan menurut undang-undang diselenggarakan secara nasional

berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar

peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.


Dalam melaksanakan fungsinya BPJS bertugas untuk:

a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta.

b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja.

c. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah.

d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta.

e. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial.

f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan

ketentuan program jaminan sosial.

g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada

peserta dan masyarakat.

2.5.3 Macam-macam Peserta BPJS

Sebagaimana disebutkan dalm peraturan BPJS nomor 1 tahun 2014 tentang

penyelengaraan jaminan kesehatan pasal 4, peserta BPJS kesehatan terdiri atas

peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan dan peserta bukan PBI

jaminan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

a) Peserta PBI

PBI (Penerima Bantuan Iuran) adalah peserta jaminan kesehatan bagi fakir
16
miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang

iurannya dibiayai pemerintah sebagai peserta Jaminan Kesehatan. Peserta PBI

adalah fakir miskin yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui

peraturan pemerintah.

b) Peserta Non PBI

Non PBI (Bukan Penerima Bantuan Iuaran) terdiri dari :


1. Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya termasuk warga negara

asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan anggota

keluarganya terdaftar sebagai pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota

Polri, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah Non-Pegawai Negeri, Pegawai

Swasta dan Pekerja yang tidak termasuk yang disebut diatas yang menerima

upah.

2. Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya termasuk warga negara

asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan anggota

keluarganya terdiri atas pekerja diluar hubungan dan pekerjaan atau kerja

mandiri dan pekerja yang tidak termasuk pekerja di luar hubungan kerja

yang bukan penerima upah. Bukan pekerja dan anggota keluarganya terdiri

dari investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis

kemerdekaan, janda,duda, atau anak yatim piatu dari veteran atau perintis

kemerdekaan dan bukan pekerja yang disebutkan diatas yang mampu

membayar iuran.

3. Jenis-jenis program BPJS

a) Jaminan Hari Tua (JHT)


17
b) Jaminan Kematian (JK)

c) Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

d) Jaminan Pensiun (JP)

2.5.4 Fasilitas BPJS

Beberapa Fasilitas BPJS sebagai berikut:

a) Fasilitas BPJS Kelas 1


BPJS Kelas 1 adalah kelas yang membayar iuran Rp150.000 per bulan

(untuk keanggotaan BPJS perorangan). Sementara itu untuk manfaat medis

yang didapatkan peserta kelas 1 kurang lebih sama dengan kelas lainnya.

b) Fasilitas BPJS Kelas 2

BPJS Kelas 2 adalah kelas yang membayar iuran Rp100.000 per bulan

(untuk keanggotaan BPJS perorangan). Manfaat yang diberikan sama

dengan BPJS kelas 3, hanya saja peserta akan mendapatkan kamar rawat

inap dengan kapasitas lebih sedikit,yaitu 3-5 orang.

c) Fasilitas BPJS Kelas 3

BPJS kelas 3 adalah kelas terendah. Biaya BPJS kelas 3 adalah sebesar

Rp 35.000 per bulan (untuk keanggotaan BPJS mandiri per orangnya).

Sedangkan untuk iuran peserta Penerima Bantuan Iuran

(PBI) akan dibayarkan oleh negara.

Mengenai fasilitas rawat inap yang disediakan untuk BPJS Kesehatan kelas

3, pasien mendapatkan kamar perawatan berkapasitas 4-6 pasien.

2.5.5 Manfaat Mnejadi Peserta BPJS

BPJS Ketenagakerjaan memiliki empat program utama, yaitu Jaminan

Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), 18


Jaminan Hari Tua (JHT), dan

Jaminan Pensiun (JP). Keempatnya memiliki segudang manfaat yang dibutuhkan

para pekerja demi meningkatkan kesejahteraan.


BAB III

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

A. LANDASAN TEORI

1. BPJS Kesehatan

a. Definis BPJS kesehatan

Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial kesehatan atau yang dikenal dengan

BPJS kesehatan merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan

program jaminan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Penyelanggaraan Jaminan Sosial (BPJS) merupakan badan hukum publik yang

diciptakan guna melaksanakan program jaminan sosial (Kementerian Kesehatan RI,

2013).

Berdasarkan uraian diatas Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial atau yang

dikenal dengan BPJS merupakan badan hukum yang dbentuk pemerinatah untuk

menyelenggarakan jaminan sosial bagi masyarakat.

b. Macam-macam peserta BPJS

Sebagaimana disebutkan dalm peraturan BPJS nomor 1 tahun 2014 tentang


19
penyelengaraan jaminan kesehatan pasal 4, peserta BPJS kesehatan terdiri atas

peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan dan peserta bukan PBI

jaminan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

1) Peserta PBI

PBI (Penerima Bantuan Iuran) adalah peserta jaminan kesehatan bagi fakir miskin
dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya

dibiayai pemerintah sebagai peserta Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir

miskin yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui peraturan

pemerintah.

2) Peserta Non PBI

Non PBI (Bukan Penerima Bantuan Iuaran) terdiri dari :

(a) Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya termasuk warga negara asing

yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan anggota

keluarganya terdaftar sebagai pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota

Polri, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah Non-Pegawai Negeri, Pegawai

Swasta dan Pekerja yang tidak termasuk yang disebut diatas yang menerima

upah.

(b) Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya termasuk warga negara asing

yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan anggota

keluarganya terdiri atas pekerja diluar hubungan dan pekerjaan atau kerja

mandiri dan pekerja yang tidak termasuk pekerja di luar hubungan kerja yang

bukan penerima upah. Bukan pekerja dan anggota


20 keluarganya terdiri dari

investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan,

janda, duda, atau anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan dan

bukan pekerja yang disebutkan diatas yang mampu membayar iuran.

(c) Jenis-jenis program BPJS

(1) Jaminan Hari Tua (JHT)


(2) Jaminan Kematian (JK)

(3) Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

(4) Jaminan Pensiun (JP)

(d) Hak dan kewajiban peserta

Dalam Kementerian RI (2014) dijelaskan terdapat dua hak dan kewajiban

bagi peserta antara lain:

(1) Setiap peserts BPJS mempunyai hak untuk mendapat identitas peserta,

mendapatkan nomor Virtual Account, memilih fasilitas kesehatan yang

bekerjasama dengan BPJS kesehatan, menyampaikan pengaduan kepada

fasilitas kesehatan atau BPJS kesehatan yang bekerja sama.

(2) Setiap peseta BPJS kesehatan diwajibkan membayar iuran, melaporkan

perubahan data kepesertaan dan melaporkan kerusakan atau kartu

identitas peserta jaminan kesehatan.

(e) Iuran Kepesertaan Jaminan Kesehatan

Iuran kepesertaan jaminan kesehatan wajib dibayarkan oleh setiap peserta

program jaminan kesehatan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya pada


21
Bank yang telah bekerjasama dengan BPJS kesehatan. Besaran iuran jaminan

kesehatan bagi peserta jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang- undangan (Kemenkes RI, 2014). Dengan ketentuan iuran sebagai

berikut :

(1) Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), jaminan kesehatan iuran
dibayarkan oleh pemerintah.

(2) Iuran bagi peserta pekerja penerima upah yang bekerja pada lembaga

pemerintah terdiri dari pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota

Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri

sebesar 5% dari gaji atau upah per bulan dengan ketentuan: 3% (tiga

persen), dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh

peserta.

(3) Iuran bagi peserta pekerja penerima upah yang bekerja di BUMN,

BUMD dan swasta sebesar 4,5 % (empat koma lima persen) dari gaji

atau upah per bulan dengan ketentuan 4% (empat persen) dibayar oleh

pemberi kerja dan 0,5% (nol koma limapersen) dibayar oleh peserta.

(4) Iuran untuk keluarga tambahan pekerja penerima upah yang terdiri dari

anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua, besaran iuran yang

harus dibayar sebesar 1% (satu persen) dari gaji yang diperoleh per

bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.

(5) Iuaran bagi kerabat lain dari penerima upah (seperti saudara kandung

atau ipar, asisten rumah tangga), peserta pekerja bukan penerima upah
22 pekerja adalah Rp 25.500,-
serta iuaran peserta bukan iuran peserta bukan

(dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per bulan dengan manfaat

pelayanan di ruang perawatan kelas II, Rp 59.500 (lima puluh sembilan

ribu lima ratus rupiah) per bulan dengan manfaat pelayanan diruang

pelayanan kelas I.

(6) Iuran jaminan kesehatan bagi Veteran, Perintis kemerdekaan, dan janda,
duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis kemerdekaan,

iuran ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima

persen) gaji pokok pegawai Negeri Sipil golongan III/a dengan masa

kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibiayai oleh pemerintah.

(7) Pembayaran iuran paling lambat pada tanggal 10 setiap bulan.

(f) Denda keterlambatan pembayaran iuran

Rifan (2014) mengemukakan akan terdapat denda apabila terdapat

keterlambatan pembayaran iuran.

(1) Keterlambatan pembayaran iuran oleh pemberi kerja selain penyelnggara

Negara untuk peserta pekerja penerima upah dikenakan denda

administratif sebesar 2% per bulan dari total iuran tertunggak paling

banyak untuk waktu 3 bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total

iuran yang tertunggak oleh pemberi kerja.

(2) Keterlambatan pembayaran iuran untuk peserta pekerja bukan penerima

upah dan peserta bukan pekerja dikenakan denda keterlambatan sebanyak

2% perbulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu

bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran.


23
2. Kualitas atau mutu pelayanan

a. Definisi Kualitas atau Mutu Pelayanan

Kualitas atau mutu pelayanan adalah suatu penelitian terhadap suatu pelayanan

kebutuhan konsumen sesuai dengan ilmu pengetahuan yang sudah diaplikasikan

dalam bentuk pelayanan. Arti kualitas menurut para ahli menyebutkan kualitas
pelayanan merupakan pengawasan yang berhubungan dengan kegiatan yang diatur

atau dipantau dalam pelayanan berdasarkan kebutuhan atau pandangan konsumen

(Nursalam, 2011).

Menurut (Sulistyo, 2015) Kualitas pelayanan adalah tingkat kesempatan

pelayanan, yang disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pelanggan

sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk, serta dilain pihak tata cara

penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik yang telah ditetapkan.

Kualitas pelayanan kesehatan adalah tingkat kesempatan pelayanan kesehatan,

yang disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasiensesuai dengan

kepuasan rata-rata penduduk, serta dilain pihak tata cara penyelenggaraannya sesuai

dengan standar dan kode etik yang telah ditetapkan (Immas et al, 2015)

Kualitas atau mutu pelayanan kesehatan adalah derajat dipenuhinya kebutuhan

masyarakat atau perorangan terhadap asuhan kesehatan yang sesuai dengan standar

profesi yang baik dengan pemanfaat sumber daya secara wajar, efisien, dan efektif

dalam keterbatasan kemampuan pemerintah dalam masyarakat, serta diselenggarakan

secara aman dan memuaskan pelanggan sesuai dengan norma dan etika yang baik

(Bustami, 2011).

Tjiptono (2018) menyatakan kualitas pelayanan 24


adalah ukuran seberapa baik

tingkat pelayanan yang diberikan mampu dan sesuai dengan ekspektasi pelanggan.

Jayaramane et al (2010) mengungkapkan bahwa kualitas pelayanan yang tinggi akan

mengakibatkan kepuasan pelanggan yang lebih baik yang selanjutnya berimbas pada

tingkat pendapatan di masa depan. Untuk itu banyak perusahaan berusaha

memiliki kualitas pelayanan yang unggul untuk bisa menjadi pemimpin dalam
persaingan pasar yang semakin ketat.

Menurut Assauri (2013) kualitas merupakan inti kelangsungan hidup sebuah

lembaga. Gerakan revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu

menjadi tuntutan yang tidak boleh diabaikan jika suatu lembaga ingin hidup dan

berkembang, Persaingan yang semakin ketat akhir-akhir ini menuntut sebuah

lembaga penyedia jasa/layanan untuk selalu memanjakan konsumen/pelanggan

dengan memberikan pelayanan terbaik. Para pelanggan akan mencari produk berupa

barang atau jasa dari perusahaan yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik

kepadanya.

Menurut Immas et al (2017) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa

dimensi keandalan dalam kategori baik, dimensi daya tanggap dalam kategori baik,

dimensi jaminan rumah sakit dalam kategori baik, dimensi empati dalam kategori

baik, dimensi berwujud dalam kategori baik.

b. Pengukuran kualitas pelayanan

Kualitas pelayanan kesehatan adalah produk lahir dari interaksi dan

ketergantungan yang rumit antara komponen – komponen atau aspek manajemen

yang menyatu menjadi sebuah sistem. Menurut Nursalam (2011), kualitas pelayanan
25
dapat diukur menggunakan tiga variabel:

1) Input adalah segala sumber yang ada yang diperlukan untuk melaksanakan

kegiatan seperti tenaga, dana, obat fasilitas peralatan, teknologi, organisasi dan

informasi.

2) Proses adalah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen

(pasien dan masyarakat). Setiap tindakan korektif dibuat dan meminimalkan


resiko terulangnya keluhan atau ketidakpuasan pada pasien lainnya.

3) Output adalah hasil pelayanan kesehatan atau pelayanan keperawatan, yaitu

berupa perubahan yang terjadi pada konsumen termasuk kepuasan dari pasien.

c. Penilaian Kualitas Pelayanan

Menurut Parasuraman (2014) bahwa konsep kualitas pelayanan yang

berkaitan dengan kepuasan ditentukan oleh lima unsur yang biasa dikenal dengan

istilah kualitas pelayanan “RATER” (Responsiveness, Assurance, Tangible,

Empathy, dan Reliability)

Lebih jelasnya dapat diuraikan mengenai bentuk-bentuk aplikasi kualitas

pelayanan dengan menerapkan konsep “RATER” yang dikemukakan oleh

Parasuraman (2014) sebagai berikut :

1. Responsiveness (Ketanggapan): Suatu kebijakan untuk membantu dan

memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepadapelanggan,

dengan penyampaian informasi yang jelas

2. Assurance (Jaminan dan kapasitas): Pengetahuan, kesopansantunan, dan

kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya

para pelanggan kepada peruahaan. Hal ini meliputi


26 beberapa komponen

antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi, dan sopan

santun.

3. Tangible (Bukti fisik): Kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan

eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana

dan prasaran fisik perusahaanyang dapat diandalkan keadaan lingkungan


sekitarnya. Hal ini meliputi fasilitas fisik seperti gedung, gudang, dan lain-

lain.

4. Empathy (Perhatian): Memberikan perhatian yang tulus dan bersifat

individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan

berupaya memahami keinginan konsumen.

5. Reliability (Keandalan): Kemampuan perusahaan untuk memberikan

pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.

Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan

waktu, pelayanan yang semua untuk pelanggan tanpa kesalahan, sikap

yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi.

3. Kepuasan

a. Definisi Kepuasan

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa yang muncul setelah

membandingkan antara persepsi terhadap kinerja atau hasil suatu produk atau jasa dan

harapan-harapan (Kotler, 2009).

Kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang timbul karena perbandingan

antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk yang sesuai dengan harapannya
27
(Nursalam, 2011).

Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja /

hasil yang dirasakan dengan harapannya. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari

perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah

harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan
akan puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan merasa puas

(Supranto 2016).

Kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan

antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu layanan produk dengan harapannya

yaitu kepuasan. Kepuasan pasien ini dapat tercipta melalui pelayanan yang baik oleh

para tenaga medis yang ada di instansi kesehatan. Dengan demikian bila pelayanan

kurang baik maka pasien yang merasa tidak puas akan mengajukan komplain pada

pihak rumah sakit. Komplain yang tidak segera ditangani akan mengakibatkan

menurunnya kepuasan pasien terhadap kapabilitas pelayanan kesehatan di rumah sakit

tersebut. Kepuasan konsumen telah menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis dan

manajemen (Dewi, 2016).

Hartono (2010) kepuasan pasien adalah suatu keadaan yang dirasakan oleh

seorang (klien/pasien) setelah ia mengalami suatu tindakan atau hasil dari tindakan

yang memenuhi harapan-harapannya.

Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

kepuasan pasien adalah suatu perasaan senang, puas karena terpenuhinya harapan atau

keinginan dalam menerima jasa pelayanan kesehatan.


28
Menurut hasil penelitian Damayanti (2017) dalam penelitianya menyatakan

pengguna BPJS akan merasa puas apabila mendapatkan pelayanan yang baik dan

sesuai harapan konsumen. Namun akan berbanding terbalik jika konsumen

mendapatkan pelayanan yang kurang memuaskan.

b. Cara Mengukur Kepuasan


Berbagai pengalaman tingkat kepuasan pasien menunjukkan bahwa upaya untuk

mengukur tingkat kepuasan pasien tidak mudah. Pengukuran kepuasan pasien

merupakan salah satu cara untuk mengukur penampilan rumah sakit dalam

memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Pemantauan pada pelayanan yang

diberikan kepada paien harus terus dilakukan. Kondisi ini dilakukan sebagai langkah

untuk melihat apakah pelayanan yang bermutu telah diberikan kepada pengguna jasa

rumah sakit atau belum. Penilaian kepuasan pasien didapatkan dari seluruh

pengunjung rumah sakit, baik pasien maupun keluarga. Pemantauan yang dilakukan

terus menerus merupakan bagian dari peningkatan pelayanan yang bermutu dan

berkesinambungan, demi tercapainya pelayanan kesehatan yang bermutu (Sumarto,

2019).

Menurut Nursalam (2011) ada beberapa cara untuk mengukur kepuasan

pelanggan, yaitu :

1) Keluhan dan saran

2) Survei kepuasan pelanggan

3) Sistem pembeli bayangan

4) Analisis kehilangan pelanggan 29

Menurut Nasikin (2016) tingkat kepuasan yang akurat sangat dibutuhkan dalam upaya

peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu, pengukuran tingkat kepuasan

pasien perlu dilakukan secara berkala, teratur, akurat, dan berkesinambungan.

Berdasarkan pengukuran tingkat kepuasan terdapat dua komponen penilaian yang

mempengaruhi tingkat kepuasan pasien, yaitu:


1) Komponen harapan pasien

Pengukuran harapan pasien dapat dilakukan dengan membuat kuesioner yang

berisi aspek-aspek layanan kesehatan yang dianggap penting oleh pasien.

Kemudian pasien diminta menilai setiap aspek, sesuai dengan tingkat kepentingan

aspek tersebut bagi pasien yang bersangkutan. Tingkat kepentingan diukur dengan

menggunakan skala Likert dengan graduasi kepentingan, misalnya: sangat penting,

cukup penting, penting, kurang penting, dan tidak penting. Bobot nilainya 1-

5. Skala 1 adalah tidak puas dan skala 5 adalah puas. Nilai rerata skala adalah nilai

skor (skor = jumlah n pengukuran dikatakan skala).

2) Komponen kinerja layanan kesehatan

Penilaian pasien terhadap kinerja juga dilakukan dengan menggunakan skala

Likert dengan menggunakan graduasi tingkat penilaian, misalnya: sangat baik,

cukup baik, baik, kurang baik, dan tidak baik. Bobot nilainya 1-5. Skala 1 adalah

tidak puas dan skala 5 adalah puas. Nilai rerata skala adalah nilai skor (skor =

jumlah n pengukuran dikatakan skala).

Pada kuisioner kepuasan pasien BPJS terdiri dari 4 alternatif jawaban yang

terdiri dari STP (Sangat Tidak Puas), TP (Tidak Puas), P (Puas), SP (Sangat Puas).
30
Dengan kategori penilaian tingkat kepuasan pasien BPJS kesehatan (Sugiyono,

2013) :

1) Puas jika > 75%-100%

2) Cukup puas jika 56%-75%

3) Kurang puas jika ≤ 55%


c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien.

Menurut Nursalam (2011) kepuasan dapat diukur berdasarkan beberapa

karakteristik yaitu:

1) Kualitas produk atau jasa.

Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa

produk atau jasa yang digunakan berkualitas.

2) Harga.

Harga yang dimaksut didalamnya adalah harga produk atau jasa.

Harga merupakan aspek penting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan

pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang

dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai

harapan yang lebih besar.

3) Emosional.

Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap

konsumen bila dalam hal ini pasien memilih institusi pelayanan kesehatan yang

sudah mempunya pandangan, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih


31
tinggi.

4) Kinerja.

Wujud dari kinerja ini misalnya: kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan

bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama keperawatn pada

waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan


pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan,

keramahan, dan kelengkapan perlatan rumah sakit.

5) Estetika.

Estetika merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh

pancaindra. Misalnya : keramahan perawat, peralatan yang lengkap dan sebagainya.

6) Karakteristik Produk.

Produk ini merupakan kepemilikan yang bersifat fisik antara lain gedung dan

dekorasi. Karakteristik produk meliputi penampilan bangunan, kebersihan dan tipe

kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.

7) Pelayanan.

Pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan.

Institusi pelayanan kesehatan dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan

kesehatan dianggap baik apabila dalam

memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien, kepuasan muncul

dari kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.

Misalnya : pelayanan yang cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan

pelayanan keperawatan. 32

8) Lokasi.

Lokasi meliputi letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek

yang menentukan pertimbangan dalam memilih institusi pelayanan kesehatan.

Umumya semakin dekat lokasi dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau,

mudahnya transpotasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi
pasien.

9) Fasilitas.

Kelengkapan fasilitas turut menentukan penilaian kepuasan pasien, misalnya

fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang

nyaman dan ruang kamar rawat inap. Walaupun hal ini tidak vital menentukan

penilaian kepuasan pasien, namun istitusi pelayanan kesehatan perlu memberikan

perhatian pada fasilitas dalam penyusunan strategi untuk menarik konsumen.

10) Komunikasi.

Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan

keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan- keluhan dari pasien dengan cepat

diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap

keluhan pasien.

11) Suasana.

Suasana, meliputi keamanan dan keakraban. Suasana yang tenang, nyaman,

sejuk, dan indah akan sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses

penyembuhannya. Selain itu tidak hanya pada pasien saja yang menikmati itu akan

tetapi orang lain yang berkunjung akan sangat senang33dan memeberikan pendapat

positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung instansi pelayanan kesehatan

tersebut.

12) Desain visual.

Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang

tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi ikut menentukan suatu kenyamanan klinis.
4. Pelayanan Rawat Inap

Pelayanan rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan rumah sakit dimana

penderita tinggal mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksanaan

pelayanan kesehatan atau rumah sakit pelaksanaan pelayanan kesehatan lain (Jati,

2009).

Rawat inap menurut Crosby dalam Nasution (2010) adalah kegiatan penderita

yang berkelajutan ke rumah sakit untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang

berlangsung lebih dari 24 jam. Secara khusus pelayanan rawat inap ditunjukan untuk

penderita atau pasien yang memerlukan asuhan keperawatan secara terus menerus

(Continous Nursing Care) hingga terjadi penyembuhan.

Loho dalam Ayunda (2009) mengidentifikasikan kegiatan rawat inap meliputi

pelayanan dokter, pelayanan keperawatan, pelayanan makanan, fasilitas perawatandan

lingkungan perawatan. Pelayanan rawat inap harus menerapkan prosedur yang jelas,

mudahn, dan terorganisir.

B. KERANGKA TEORI

34
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif pendekatan

rancangan cross sectional study. Populasi/objek peneletian yaitu semua pasien

kepesertaan BPJS dan pasien umum yang datang serta melakukan kunjungan dan

tercatat di unit rawat inap Rumah Sakit.

B. Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah dari keseluruhan objek (satuan-satuan individu) yang

karateristiknya hendak diduga (Ahmad, 2019). Pada penelitian ini populasi yang

digunakan penulis adalah semua pasien yang berkunjung di Rumah Sakit. Sampel

adalah bagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.

Dengan demikian sampel merupakan bagian dari populasi yang dijadikan subyek

penelitian (Ahmad, 2019). Untuk menetukan besarnya sampel dalam penelitian ini

digunakan rumus Lemeshow. Pengambilan sampel yang masih bisa di tolerir

umumnya digunakan 10% = 0,1. Teknik pengambilan sampel yang digunakan penulis

adalah accidental sampling. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan cara

mengambil responden yang kebetulan ada suatu tempat sesuai dengan konteks
35
penelitian. Alasan penulis memilih sampel dengan menggunakan teknik accidental

sampling karena anggota populasi bersifat heterogen, yaitu seluruh pasien yang

berobat ke Rumah Sakir, dan seluruh populasi memilki kesempatan yang sama untuk

menjadi objek sample.


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Unit Rawap Inap adalah salah satu instalasi layanan yang banyak dimanfaatkan oleh

pasien, baik pasien JKN maupun pasien umum. Pengelola fasilitas pelayanan kesehatan

sudah seharunya menerapkan layanan prima tanpa membedakan jenis pembiayaannya. Mutu

layanan rawat inap di suatu instansi kesehatan dapat diukur dengan melihat tingkat

kepuasannya. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbedabeda sesuai dengan

sistem dan nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan

dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap

kegiatan tersebut. Dengan demikian, kepuasan layanan kesehatan merupakan hasil evaluasi

yang menggambarkan seseorang atau perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau

tidak puas akan suatu layanan yang diberikan (Imelda et al., 2015).

Pasien JKN mempunyai kepuasan yang lebih rendah dibandingkan pasien umum. Hal ini

dikarenakan adanya pelayanan yang tidak efektif dan efisien. Berdasarkan fakta di lapangan,

masalah ketidakpuasan pasien yang terjadi adalah keterlambatan pelayanan dokter dan

perawat, dokter sulit ditemui, lamanya proses masuk rawat inap, keterbatasan obat dan

peralatan, ketersediaan sarana seperti toilet dan tong sampah, serta ketertiban dan kebersihan

rumah sakit. Banyaknya komplain dan penilaian yang kurang baik36dari peserta JKN terhadap

kualitas pelayanan kesehatan membuat konsumen merasa tidak puas. Mulai dari sistem yang

berbelit-belit, tidak ada batasan pembiayaan yang jelas, pembatasan obat, bahkan pelayanan

yang dinilai lama terhadap peserta JKN (Odi et al., 2019). Ketidakpuasan sarana dan

prasarana juga ditunjukan pada hasil penelitian Haerani et al (2018) dengan tingkat

ketidakpuasan mencapai 71,10%. Hal ini dikarenakan ruangan rawat inap yang panas.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan persepsi perbedaan pelayanan berbedaan dalam

hal kepuasan dapat disebabkan oleh beberapa faktor lain misalnya pada pasien BPJS waktu
tunggu yang lama sebelum mendapatkan pelayanan karena administrasi, prosedur pada

pasien BPJS yang kadang- kadang menyulitkan (proses sistem rujukan yang berjenjang) dari

pada pasien umum. Ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan. Pertiwi, (2017) yang

mengatakan terdapat perbedaan yang sifnifikan antara efektifitas dan efisiensi kelompok

BPJS dan kelompok umum dikarenakan adanya lembaga kesehatan jasa BPJS kesehatan yang

terbatas dan tidak fleksibel, dimana peserta BPJS hanya boleh memilih salah satu fasilitas

kesehatan untuk memperoleh rujukan dan tidak bisa ke fasilitas kesehatan lain, meski bekerja

sama dengan BPJS.

Dapat dilihat juga dari beberapa informasi langsung melalui media televisi, berita, radio,

koran, yang mengatakan bahwa beberapa rumah sakit membedakan pelayanan yang diberikan

kepada pasien BPJS dan NON BPJS (UMUM) bahkan beberapa rumah sakit menolak pasien

BPJS dengan alasan rumah sakit penuh berbeda halnya dengan pasien umum.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan menurut

Triwibowo, (2013), seperti: kualitas sarana fisik, jenis tenaga yang tersedia, obat, dana, dan

perlengkapan peralatan kesehatan serta proses pemberian pelayanan. Oleh karena itu untuk

peningkatan kualitas pelayanan faktor-faktor termasuk sumber daya manusia dan

profesionalisme diperlukan agar pelayanan yang bermutu dan pemerataan pelayanan dapat

dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk kinerja perawat seperti kemampuan,
37
keterampilan, kecekatan dan termasuk dalam kerapian, pelatihan-pelatihan yang pernah di

ikuti, pendidikan perawat, dan bahkan keuangan (gaji yang diterima, insentif atau jasa yang

diterima). Hal ini dapat mempengaruhi dalam mutu/ kualitas pelayanan keperawatan di

rumah sakit. Disebutkan bahwa jika sarana, tenaga, tidak sesuai dengan standar yang

ditetapkan maka sulitlah diharapkan mutu pelayanan yang baik.Ini dukung oleh penelitian

yang dilakukan oleh Hafid, (2014) yang mengatakan terdapat hubungan signifikan antar

kinerja perawat terhadap kepuasan pasien.


Menurut Yuniarti (2015) Kepuasan pasien sangat penting bagi penyedia layanan

kesehatan atau rumah sakit. Dengan meningkatkan kualitas kepuasan pelanggan maka rumah

sakit bisa bertahan dalam persaingan global, baik rumah sakit milik pemerintah atau swasta

sebaiknya lebih kompetitif. Pasien akan puas dengan layanan yang diberikan jika dalam

proses pemberian pelayanan selalu mengutamakan kepentingan pasien sehingga semua yang

diberikan sesuai dengan apa yang mereka harapkan atau persepsikan. Terpenuhinya

kebutuhan pasien akan mencerminkan tingkat kepuasan pasien. Kebutuhan pasien yang

sering diharapkan adalah keamanan pelayanan, harga dalam memperoleh pelayanan,

ketepatan dan kecepatan pelayanan kesehatan (Rama, 2011).

Kepuasan pasien merupakan nilai subjektif pasien terhadap pelayanan keperawatan yang

diberikan yang dinilai dari kesan pertama masuk ke rumah sakit. Ada beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi kepuasan pasien seperti pelayanan keperawatan yang kurang maksimal,

kolaborasi antara perawat dengan pasien kurang maksimal, ketanggapan perawat kurang,

komunikasi teraupetik yang kurang dilakukan oleh perawat dalam menyampaikan informasi

mengenai kondisi pasien, dan lama respon perawat terhadap keluhan pasien. Hal ini dapat

ditanggulangi dengan BHSP (Bina Hubungan Saling Percaya) yang merupakan dasar perawat

dapat lebih dekat dengan pasien sehingga mampu memantau dengan cepat masalah yang

terjadi pada pasien dan tanggap untuk memberikan perawatan yang sesuai. Perawat
38
diharapkan lebih profesional serta memberikan pelayanan dengan sepenuh hati dan selalu

bersikap ramah. Perawat juga harus memperhatikan semua tindakan-tindakan yang

berhubungan langsung dengan pasien, semua tindakan harus dilakukan sesuai dengan

prosedur yang sudah ditetapkan, karena setiap tindakan yang dilakukan perawat adalah untuk

menjaga pasien selama menjalani perawatan di Rumah Sakit (Wahyuningsih, 2020).

Hasil penelitian Putri et al., (2021) menunjukkan kepuasan responden dalam menilai

pelayanan di rumah sakit dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, beberapa factor yang dapat
mempengaruhi bisa jadi jenis kelamin, usia, pendidikan dan pekerjaan. Hal ini dapat menjadi

dasar bahwa dalam pelayanan harus memperhatikan hal-hal yang detail dan spesifik sehingga

hasil yang diberikan bisa optimal. Perempuan tidak mudah merasa puas terhadap pelayanan

yaitu dikarenakan tuntutan yang cukup tinggi untuk mendapatkan fasilitas yang membuat

merasa nyaman.

Salah satu usaha untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dan professional adalah

dengan mengembangkan metode asuhan keperawatan profesional (MAKP) yang

memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk

lingkungan untuk menopang pemberian asuhan keperawatan. sistem MAKP adalah suatu

kerangka kerja yang mengidentifikasi empat unsur yakni standar, proses keperawatan,

pendidikan keperawatan dan praktik keperawatan. Definisi tersebut berdasarkan prinsip-

prinsip nilai yang dipercayai dan akan membantu kualitas produksi atau jasa layanan

keperawatan, jika perawat tidak memiliki nilai-nilai tersebut sebagai suatu pengambilan

keputusan yang independent, maka tujuan pelayanan kesehatan (Keperawatan) dalam

memenuhi kepuasan pasien tidak akan dapat terjadi (Patoding & Sari, 2022). Menunjukkan

bahwa empathy berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepuasan pasien.

A. Kepuasan pasien BPJS pada mutu pelayanan rawat inap di RSUD Kota Kendari

Bukti fisik (tangible) adalah kemampuan suatu perusahaan


39 dalam menunjukan

eksistensinya kepada pihak eksternal. Cara berpenampilan dan kemampuan sarana

dan prasarana fisik instansi atau rumah sakit yang dapat diandalkan keadaan

lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh

pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik, (misal: gedung, gudang dan lain lain),

perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), serta penampilan

pegawainya.
Pada dimensi reliability sebagian besar responden menyatakan baik dan

merasa puas yaitu 20 orang (45,5%). Hal ini menunjukkan bahwa mutu pelayanan

dimensi reliability sudah memuaskan yang ditunjukkan dengan pernyataan setuju

responden bahwa petugas sigap dalam melayani pasien setiap saat, tidak berbelit-belit

dalam memberikan pelayanan.

Keandalan (Reliability) merupakan kemampuan instansi dalam melakukan

pelayanan sesuai dengan yang SOP.Kinerja instansi harus sesuai dengan harapan

konsumen yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua

konsumen tanpa kesalahan, dan sikap yang empati dan simpati.

Dimensi responsiveness menunjukkan bahwa sebagian besar responden

menyatakan baik dan merasa puas yaitu 17 orang (38,6%). Hal ini karena responden

sebagian besar menyatakan setuju dengan ketanggapan petugas dalam melayani setia

saat dan menyelesaikan keluhan pasien. Daya tanggap (responsiveness) yaitu

keinginan para karyawan atau staf membentu semua pelanggan serta berkeinginan dan

melaksanakan pemberian pelayanan dengan tanggap. Dimensi ini menekankan pada

sikap dari penyedia jasa yang penuh perhatian, cepat dan tepat dalam menghadapi

permintaan, pertanyaan, keluhan dan masalah dari pelanggan.

Dimensi assurances menunjukkan sebagian besar responden menyatakan baik


40
dan merasa puas yaitu 19 orang (43,2%). Hal ini karena responden menyatakan setuju

dengan pernyataan bahwa petugas terdiri dari perawat, dokter dan para medis lainnya

ramah dan sabar dalam melayani responden.

Dimensi empathy menunjukkan sebagian besar responden menyatakan baik

dan merasa puas yaitu 18 orang (40,9%). Hal ini karena responden responden

menyatakan setuju bahwa dokter dan perawat sangat perhatian kepada responden dan

memberikan pelayanan tidak membeda-bedakan pasien lainnya. Empathy adalah


karyawan atau staf mampu menempatkan dirinya pada pelanggan, dapat berupa

kemudahan dalam menjalin hubungan dan komunikasi termasuk perhatiannya

terhadap para pelanggannya, serta dapat memahami kebutuhan dari pelanggan.

B. Kepuasan pasien Non BPJS terhadap mutu pelayanan di ruang rawat inap di

RSUD Kota Kendari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden BPJS menyatakan

mutu pelayanan dimensi tangible baik dan merasa puas yakni 19 orang (43,2%). Hal ini

karena responden memilih menjadi pasien umum atau non BPJS agar mendapatkan

pelayanan yang maksimal oleh petugas dan terpenuhi sehingga responden merasa puas.

Dimensi reliability sebagian besar responden menyatakan baik dan merasa puas yaitu 21

orang (47,7%). Hal ini menunjukkan bahwa reliability semakin baik maka pasien akan puas

dengan pelayanan yang diberikan. Dimensi ini menunjukkan kemampuan rumah sakit dalam

memberikan pelayanan yang akurat dan handal dapat dipercaya, bertanggung jawab terhadap

apa yang dijanjikan, tidak pernah memberikan janji yang berlebihan dan selalu memenuhi

janjinya. Umumnya dimensi ini mencerminkan konsistensi dan kehandalan dari kinerja

petugasnya. Hal ini berkaitan dengan pertanyaan berikut ini, apakah pelayanan yang

diberikan dengan tingkat yang sama sesuai dari waktu ke waktu.

Pada dimensi responsiveness sebagian besar responden menyatakan


41 baik dan merasa

puas yaitu 20 orang (45,5%) karena pada awal masuk rumah sakit responden non BPJS tidak

mengalami kesulitan atau tidak lama dalam proses administrasi dan langsung dilayani dari

masuk di instalasi gawat darurat (IGD) hingga ke ruang rawat inap.

Daya tanggap (Responsiveness) suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan

pelayanan yang cepat dan tepat kepada konsumen, dengan menyampaikan informasi yang

jelas. Dimensi ini merupakan penilaian mutu pelayanan yang paling dinamis. Harapan
pelanggan terhadap kecepatan pelayanan cenderung meningkat dari waktu ke waktu sejalan

dengan kemajuan teknologi dan informasi kesehatan yang dimiliki oleh pelanggan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Susanti tentang kualitas pelayanan yang

diterima pasien BPJS dan non BPJS di Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit PKU

Muhamadiyah Gombong dimana hasil penelitian menunjukkan kualitas pelayanan kesehatan

terhadap lingkungan rumah sakit yang bersih, untuk pasien Non BPJS menyatakan bahwa

kualitas pelayanan kesehatan kenyataannya sebanyak 28 orang (80%) pasien mengatakan

baik, 7 orang (20%) pasien pasien mengatakan kurang baik.

Dimensi assurances sebagian besar responden menyatakan baik dan merasa puas yaitu

20 orang (45,5%). Hal ini menunjukkan bahwa mutu pelayanan dimensi assurance

berbanding lurus dengan kepuasan pasien dimana semakin baik pelayanan pelayanan

assurances maka responden puas dengan pelayanan yang diberikan. Assurances merupakan

dimensi mutu pelayanan berupa pengetahuan, kesopanan, keterampilan dalam memberikan

informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan didalam memanfaatkan jasa yang

ditawarkan, dan sifat petugas yang dapat dipercaya oleh pasien. Dimensi jaminan pelayanan

merupakan dimensi mutu pelayanan yang berupa adanya jaminan yang mencakup

pengetahuan dan ketrampilan petugas, kesopanan dan keramahan keramahan petugas,

kemampuan petugas dalam berkomunikasi, sifat dapat dipercaya


42 dan adanya jaminan

keamanan.

Pada dimensi empathy sebagian besar responden menyatakan baik dan merasa puas

yaitu 18 orang (40,9%). Hal ini menunjukkan bahwa responden merasa puas dengan

pelayanan yang memberi perhatian pada setiap keluhan dan petugas dalam pelayanan yang

sangat ramah.
Dimensi empathy adalah dimensi kualitas pelayanan yang berupa pemberian

perhatian yang sungguh-sungguh dari pemberi pelayanan kepada konsumen secara

individual. Empati terkait rasa kepedulian dan perhatian khusus staf kepada setiap pengguna

jasa, memahami kebutuhan mereka.

Perbedaan tingkat kepuasan pasien BPJS dan Non BPJS terhadap mutu pelayanan di

ruang rawat inap di RSUD Kota Kendari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai probability (p) dimensi tangible adalah

0,001 < α = 0,05 yang berarti ada perbedaan tingkat kepuasan pasien BPJS dan non BPJS

terhadap mutu pelayanan dimensi tangible. Adanya perbedaan antara kepuasan pasien BPJS

dan non BPJS pada dimensi tangble dikarenakan sebagian besar responden merasa puas

dengan pelayanan yang diberikan sebanyak 37 orang (42,0%).

Dimensi tangibles (buktifisik) menjelaskan berupa pelayanan dapat dilihat secara

fisik, fasilitas fisik (kelengkapan fasilitas), penampilan petugas kesehatan dan berpakaian

rapi, serta memperhatikan kebersihan ruangan. Dimensi wujud/ tampilan pelayanan meliputi

sarana prasarana yang perlu tersedia di suatu penyedia pelayanan kesehatan yang dapat

dilihat secara langsung oleh pasien meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana

komunikasi.
43
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Exda tentang pengaruh mutu pelayanan

kesehatan dengan tingkat kepuasan pasien rawat jalan peserta jaminan kesehatan nasional di

wilayah kerja Puskesmas Ngrampal, Kabupaten Sragen dengan hasil analisis menunjukkan

nilai t hitung sebesar 1,993 dengan nilai sig. 0,049 lebih kecil dari (< 0,05) yang artinya

tangibles berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien.


Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai probability (p) dimensi reliability adalah

0,001 < α = 0,05 yang berarti bahwa Ha diterima yang berarti bahwa ada perbedaan tingkat

kepuasan pasien BPJS dan non BPJS terhadap mutu pelayanan dimensi reliability. Adanya

perbedaan karena sebagian besar respon BPJS maupun non BPJS merasa puas dengan mutu

pelayanan dimensi reliability yang dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa pasien BPJS dan

non BPJS dan merasa puas karena reliability baik sebanyak 41 orang (46,6%).

Kehandalan (reliability) menunjukkan kemampuan untuk memberikan pelayanan

dengan sesuai janji yang ditawarkan. Penilaian ini berkaitan dengan ketepatan waktu

pelayanan waktu mengurus pendaftaran, waktu pengobatan/pemeriksaan, kesesuaian.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Arwanda tentang pengaruh mutu pelayanan kesehatan

terhadap kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Pura Tahun

2015 yang menunjukkan bahwa ada hubungan keandalan (reliability) terhadap kepuasan

pasien rawat inap di Rumah Sakit Pelabuhan Medan (Prima Husada Cipta).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai probability (p) dimensi responsiveness

adalah 0,001 < α = 0,05 yang berarti ada perbedaan tingkat kepuasan pasien BPJS dan non

BPJS terhadap mutu pelayanan dimensi responsiveness di Ruang Rawat Inap RSUD Kota

Kendari. Hal ini didukung oleh hasil penelitian bahwa sebagian besar responden pasien BPJS

dan non BPJS dan merasa puas karena responsiveness baik sebanyak
44 37 orang (42,0%).

Daya tanggap (responsiveness) adalah keinginan untuk membantu dan menyediakan

jasa yang dibutuhkan konsumen yang meliputi kejelasan informasi waktu penyampaian jasa,

ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan administrasi, kesediaan pegawai dalam membantu

konsumen, keluangan waktu pegawai dalam menanggapi permintaan pasien dengan cepat

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Pangarepan tentang hubungan antara mutu

pelayanan dengan kepuasan pasien di poliklinik penyakit dalam rumah sakit umum GMIM
Pancaran Kasih Manado yang menunjukkan terdapat hubungan antara daya tanggap dengan

kepuasan pasien di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum GMIM Pancaran Kasih

Manado.

Nilai probability (p) dimensi assurances adalah 0,000 < α = 0,05 yang berarti ada

perbedaan tingkat kepuasan pasien BPJS dan non BPJS terhadap mutu pelayanan dimensi

assurances di Ruang Rawat Inap. Hal ini didukung hasil penelitian bahwa pada dimensi

assurances sebagian besarresponden pasien BPJS dan non BPJS dan merasa puas karena

assurances baik sebanyak 39 orang (44,3%).

Jaminan menjelaskan bentuk jaminan atau kepastian rasa aman dan nyaman pada saat

pemeriksaan, bebas dari resiko atau kehilangan, keamanan fisik, bertanggung jawab atas

semua tindakan yang dilakukan, mampu meminimalkan terjadinya resiko/ efek samping,

menghargai hak pribadi pasien, meminta izin terlebih dahulu sebelum memeriksa, dan teliti

dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian susanti tentang kualitas pelayanan yang

diterima pasien bpjs dan non bpjs di poliklinik rawat jalan rumah sakit PKU Muhamadiyah

Gombong dimana hasil penelitian menunjukan bahwa adanya perbedaan kualitas pelayanan

yang diterima pasien BPJS dengan pasien Non BPJS dilihat dari persentase keduanya
45
berdasarkan dimensi Assurance 15,74%.

Nilai probability (p) dimensi empathy adalah 0,002 < α = 0,05 yang berarti ada

perbedaan tingkat kepuasan pasien BPJS dan non BPJS terhadap mutu pelayanan dimensi

empathy di Ruang Rawat Inap. Hal ini karena sebagian besar responden BPJS dan non BPJS

merasa puas dengan pelayanan yang diberikan hal ini didikung dengan hasil penelitian bahwa

responden pasien BPJS dan non BPJS dan merasa puas karena empathy baik sebanyak 36

orang (40.9%).
Kepedulian (empathy) berarti memberikan perhatian secara individual penuh kepada

pasien dan keluarganya, seperti kemudahan untuk menghubungi, kemampuan untuk

berkomunikasi, perhatian yang tinggi kepada pasien. Empati terkait dengan rasa kepedulian

dan perhatian khusus staf kepada setiap pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka, dan

memberikan kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para pengguna jasa ingin

memperoleh bantuannya. Peranan SDM kesehatan sangat menentukan mutu pelayanan

kesehatan karena mereka dapat langsung memenuhi kepuasan para pengguna jasa pelayanan

kesehatan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Lidiana tentang pengaruh mutu pelayanan

kesehatan dengan tingkat kepuasan pasien rawat jalan peserta jaminan kesehatan nasional di

Wilayah Kerja Puskesmas Ngrampal, Kabupaten Sragen dimana hasil penelitiannya

Analisis perbedaan pelayanan pasien BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) dan

pasien non-BPJS dalam rawat inap di rumah sakit dapat melibatkan beberapa aspek, seperti:

a. Akses Pelayanan:

Pasien BPJS biasanya memiliki akses lebih mudah ke fasilitas kesehatan yang bekerja

sama dengan BPJS. Pasien non-BPJS mungkin harus mengandalkan jaminan kesehatan

pribadi atau membayar secara langsung, yang bisa menjadi lebih mahal.

b. Biaya: 46

Pasien BPJS biasanya membayar biaya yang lebih rendah atau bahkan gratis di beberapa

kasus, tergantung pada jenis layanan yang diberikan. Pasien non-BPJS akan dikenakan

biaya penuh, yang bisa jauh lebih tinggi.

c. Waktu Tunggu:

Pasien BPJS mungkin menghadapi waktu tunggu yang lebih lama karena jumlah pasien

BPJS yang lebih banyak. Pasien non-BPJS mungkin mendapatkan perawatan lebih cepat,

tetapi dengan biaya yang lebih tinggi.


d. Pilihan Fasilitas:

Pasien BPJS terkadang dibatasi dalam pemilihan rumah sakit atau dokter yang bekerja

sama dengan BPJS. Pasien non-BPJS memiliki fleksibilitas lebih besar dalam memilih

fasilitas kesehatan.

e. Kualitas Pelayanan:

Kualitas pelayanan dapat bervariasi tergantung pada rumah sakit dan staf medisnya,

bukan hanya bergantung pada status BPJS atau non-BPJS pasien. Penting untuk dicatat

bahwa pengalaman pasien dapat berbeda-beda, tergantung pada rumah sakit, lokasi, dan

kasus individu. Untuk analisis yang lebih mendalam, perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut dan pengumpulan data terkait.

47
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Susanti tentang kualitas

pelayanan yang diterima pasien BPJS dan non BPJS di Poliklinik Rawat Jalan Rumah

Sakit PKU Muhamadiyah Gombong dimana hasil penelitian menunjukkan kualitas

pelayanan kesehatan terhadap lingkungan rumah sakit yang bersih, untuk pasien Non

BPJS menyatakan bahwa kualitas pelayanan kesehatan kenyataannya sebanyak 28

orang (80%) pasien mengatakan baik, 7 orang (20%) pasien pasien mengatakan

kurang baik. Dengan penelitian susanti tentang kualitas pelayanan yang diterima

pasien bpjs dan non bpjs di poliklinik rawat jalan rumah sakit PKU Muhamadiyah

Gombong dimana hasil penelitian menunjukan bahwa adanya perbedaan kualitas

pelayanan yang diterima pasien BPJS dengan pasien Non BPJS dilihat dari persentase

keduanya berdasarkan dimensi Assurance 15,74%. Penelitian Lidiana tentang

pengaruh mutu pelayanan kesehatan dengan tingkat kepuasan pasien rawat jalan

peserta jaminan kesehatan nasional di Wilayah Kerja Puskesmas Ngrampal,

Kabupaten Sragen dimana hasil penelitiannya Analisis perbedaan pelayanan pasien

BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) dan pasien non-BPJS


48 dalam rawat inap

di rumah sakit dapat melibatkan beberapa aspek, seperti: Akses Pelayanan: Pasien

BPJS biasanya memiliki akses lebih mudah ke fasilitas kesehatan yang bekerja sama

dengan BPJS.

B. Saran

1. Non bpjs harus selalu memerhatikan kepuasan pelayanan yang di terima oleh

pasiennya karna 20% pasien mangatakan kurang puas jadi untuk bagian Non

BPJS harus lebih memperhatikan.


2. Pelayanan kesehatan rawat jalan di puskesmas ngrampal, kabupaten Sragen harus

selalu di tingkatkan untuk kepuasan dan menjamin pasiennya nyaman akan

pelayanan pasien BPJS di puskesmas tersebut.

3. Dan untuk tenaga kesehatan agar dapat meningkatkan pelayanan kesehatan atau

ke pemerintah agar terus meningkatkan layanan kesehatan.

49
DAFTAR PUSTAKA

[1] D. Nakka Gasong, V. Agustina, and C. Valentina, “Hubungan Antara Kepuasan Pasien

BPJS Rawat Inap Terhadap Mutu Layanan Keperawatan Di Rumah Sakit Umum

Daerah Salatiga,” J. Keperawatan Muhammadiyah, vol. 8, no. 1, p. 2023, 2023.

[2] P. H. Untari and Sunartono, “Per Juni 2023, Peserta BPJS Kesehatan Capai 93 Persen

Penduduk,” Harian Jogja, Jakarta, 2023.

[3] A. Sopiah, “BPJS Kesehatan Targetkan 91% Warga RI Jadi Peserta di 2023,” CNBC

Indonesia, Jakarta, 2023.

[4] T. M. Batlajery and S. P. Soegijono, “Persepsi Kesehatan Dan Well-Being Penderita

Hipertensi Di Desa Ritabel,” Insight J. Pemikir. dan Penelit. Psikol., vol. 15, no. 1, p.

39, 2019, doi: 10.32528/ins.v15i1.1630.

[5] M. Amalia, C. B. I. Tulit, and Nursapriani, “Persepsi Kepuasan Pasien BPJS

Kesehatan dan Dimensi Kualitas Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah,” J. Pharm.

Heal. Res., vol. 4, no. 1, pp. 129–133, 2023, doi: 10.47065/jharma.v4i1.3028.

[6] J. Avalos, D. Roy, O. Asan, and Y. Zhang, “The influential factors on nurses’ situation

awareness in inpatient settings: A literature review,” Hum. Factors Healthc., vol. 1,

50
no. February, p. 100006, 2021, doi: 10.1016/j.hfh.2022.100006.

[7] Anifah, “Pengertian Rumah Sakit Umum,” J. eprints UMG, pp. 5–15, 2022.

[8] Kemenkes RI, “Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

340/Menkes/Per/Iii/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit,” Kementrian Kesehat.

Republik Indones., p. 116, 2010.

[9] O. World Health Organization, World Bank Group et al., “No 主観的健康感を中心
とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title,” World

Heal. Organ. World Bank Group, OECD, no. July, pp. 1–100, 2014

[10] B. V. K. Jaya, “Pembangunan Aplikasi Mobile Alat Bantu Dokter untuk Menangani

Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta (Doctoral dissertation,

UAJY).,” Lab. Penelit. dan Pengemb. FARMAKA Trop. Fak. Farm. Univ.

Mualawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, no. April, pp. 5–24, 2016.

[11] F. A. Winarso, E. Paselle, and S. Rande, “Kualitas pelayanan kesehatan pada unit

rawat inap Rumah Sakit TK.IV Kota Samarinda,” Adm. Negara, vol. 8, no. 1, pp.

8943–8952, 2020.

Nakka Gasong, David, Venti Agustina, and Clara Valentina. 2023. “Hubungan Antara

Kepuasan Pasien BPJS Rawat Inap Terhadap Mutu Layanan Keperawatan Di Rumah Sakit

Umum Daerah Salatiga.” Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 8(1):2023.

Sopiah, Anisa. 2023. “BPJS Kesehatan Targetkan 91% Warga RI Jadi Peserta Di 2023.”

CNBC Indonesia.

Untari, Pernita Hestin, and Sunartono. 2023. “Per Juni 2023, Peserta BPJS Kesehatan Capai

93 Persen Penduduk.” Harian Jogja.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Peserta BPJS Kesehatan.


51
http://www.jkn.kemkes.go.id. Diakses pada 6 November 2023.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peserta BPJS Kesehatan.

http://www.jkn.kemkes.go.id. Diakses pada 6 November 2023.

Rifan. 2014. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara: Ciputat.

Nursalam. 2011. Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep dan Praktek. Salemba

Medika: Jakarta.

Sulistyo., dan Prasetyo, H. 2015. Analisis Kepuasan Pasien Rawat Inap Ditinjau dari Dimensi
Kualitas Pelayanan di RS. Bhayangkara Semarang. Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis. 2

(2).

Immas A.H.P, Saryadi, dan Dewi, R.S, 2015. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap

Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit Islam Kota Magelang. Jurnal Ilmu Administrasi

Bisnis. 2 (3).

Kotler, K. 2009. Manajemen Pemasaran 1. Edisi ketiga belas. Erlangga: Jakarta.Parasuraman,

A. 2014. (Diterjemahkan oleh Sutanto) The Behaviorial Consequenses of Service

Quality.Prentince Hall : New Jersey.

Ayunda, P. 2009. Pengaruh Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien. Jurnal

Kesehatan 3 (5).

Linda, L., Haskas, Y., & Kadrianti, E. (2020). Perbedaan Persepsi Pengguna Jasa Bpjs Dan

Non Bpjs (Umum) Tentang Kualitas Pelayanan Keperawatan Dirsud Timika-Papua.

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 15(2), 139–143.

http://jurnal.stikesnh.ac.id/index.php/jikd/article/view/180

Praramadhani, N., & Susilawati. (2022). Perbedaan Tingkat Kepuasaan Pasien JKN dan

Pasien Umum Terhadap Mutu Pelayanan Unit Rawat Inap. Nautical : Jurnal Ilmiah

Multidisiplin Indonesia, 1(5), 427–433.

Saragih, A. A. A., Manalu, E. D., & Ariani, P. (2020). Analisis Perbedaan


52 Kualitas Pelayanan

pada Pelayanan Pasien BPJS dan Pasien Umum di Unit Rawat Inap RSUD Tuan

Rondahaim Pematang Raya. Jurnal Inovasi Kesehatan Masyarakat, 2(1), 144–152.

http://ejournal.delihusada.ac.id/index.php/JIKM/article/view/465/328

Zumria, Narmi, & Tahiruddin. (2020). Perbedaan Tingkat Kepuasan Pasien Bpjs Dan Non

Bpjs Terhadap Mutu Pelayanan Di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari. Jurnal

Ilmiah Karya Kesehatan, 1(1), 76–83.


53

Anda mungkin juga menyukai