Anda di halaman 1dari 6

PENUGASAN BLOK 2.

WAWANCARA MENDALAM KELUARGA DENGAN PENYAKIT KRONIK


(STROKE)

Disusun oleh :

Garda M. Asyfaq Ubaidil Wadud

22711067

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2023/2024
A. LATAR BELAKANG dan TUJUAN
Penyakit kronik adalah suatu kondisi dimana terjadi keterbatasan pada
kemampuan fisik, psikologis atau kognitif dalam melakukan fungsi harian atau kondisi
yang memerlukan pengobatan khusus dan terjadi dalam beberapa bulan. Salah satu
penyakit yang tergolong dari penyakit kronik adalah stroke. Stroke merupakan keadaan
yang muncul karena adanya gangguan peredaran darah di otak yang mengakibatkan
terjadinya kematian jaringan otak sehingga menyebabkan seseorang menderita
kelumpuhan bahkan kematian. Stroke dapat menyebabkan lumpuh sebagian tubuh,
kehilangan keseimbangan, kehilangan pengelihatan, kehilangan pendengaran, tidak
mampu untuk memahami kata-kata hingga kesulitan bicara. Di Indonesia juga terjadi
peningkatan prevalensi penyakit stroke.
Tujuan dari penulisan ini mengetahui aspek biopsikososialspiritual yang ada
pada masalah keluarga miskin dengan penyakit kronis (stroke). Mengetahui juga
mengenai peran keluarga, isu-isu kemanusiaan seperti kemiskinan yang dapat
memberikan refleksi diri.

B. METODE PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara wawancara mendalam. Saya


melakukan wawancara dengan anak dari penderita stroke, karena keterbatasan
berbicara pada pasien stroke. Observasi juga dilakukan pada pengumpulan data. Saya
melakukan pengamatan secara langsung mengenai keadaan rumah pasien, lingkungan
sekitar pasien, sikap dalam menjawab.

C. HASIL TEMUAN OBJEKTIF

Wawancara mendalam dan observasi ini saya lakukan di Dusun Wringin Desa
Purwobinangun Kecamatan Pakem. Daerah tersebut merupakan daerah yang dekat
dengan Gunung Merapi yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani.
Selain petani juga bekerja sebagai pedagang di Pasar yang hal tersebut juga dilakukan
oleh yang saya wawancarai. Keluarga tersebut merupakan keluarga yang berjuang
merawat orang tuanya yang terkena gejala stroke. Sebagai seorang anak yang selalu
berbakti kepada orang tuanya maka perlu untuk selalu membantu dalam hal
merawatnya dalam kesehariannya.

Wawancara mendalam ini mengenai aspek biopsikososialkulturalspiritual pada


keluarga dengan penyakit kronis. Penyakit kronis yang saya ambil adalah stroke.
Narasumber dari wawancara ini adalah Mbah Ginem. Beliau merupakan warga dari
Dusun Wringin Desa Purwobinangun Kecamatan Pakem. Usia Mbah Ginem sekitar 65
tahun, dan untuk pendidikan akhirnya beliau tidak berada pada bangku sekolah. Dalam
mewawancarai ini, saya mewawancarai seorang anaknya yakni Mbak Epi. Saya
mewawancarai Mbak Epi karena keterbatasan berbicara akibat terkenanya strok dari
Mbah Ginem. Mbak Epi ssalah satu anaknya yang sekarang berusia 35 tahun. Dari
informasi yang saya dapatkan alhamdulillah Mbak Epi bisa menceritakan dengan rinci
dan baik sehingga saya bisa mendapatkan banyak pelajaran hidup yang banyak sekali.

Awal dari penyakit stroke yang diderita oleh Mbah Ginem adalah dari
hipertensi. Kondisi hipertensi itu sering tidak di kontrol oleh dokter, maupun terkontrol
oleh yang lain, lama kelamaan kondisi tersebut menjadikan gejala stroke. Gejala stroke
yang dialami oleh beliau adalah tidak bisa berjalan dan untuk tangan kananya juga tidak
bisa bergerak. Dari kondisi tersebut menurut Mbak Epi juga tidak ada riwayat penyakit
dari keluarga, namun keluarga juga ada riwayat dari hipertensi. Dilihat dari kesehatan
lainnya misalnya gula, ginjal maupun asam urat masih tergolong baik dari hasil
pemeriksaan per bulan yang beliau lakukan.

Kondisi tersebut membuat Mbah Ginem selalu melakukan kontrol untuk


tensinya. Kontrol tersebut dilakukan oleh dokter dengan bantuan BPJS dari pemerintah.
Selain kontrol dari dokter beliau juga melakukan pengobatan dari alternatif.
Pengobatan alternatif yang beliau lakukan dengan ketok saraf. Menurut pandangan
beliau untuk ketok saraf ini dilakukan untuk memperbaiki pergerakan kaki dari beliau.
Jadi ketika beliau ini ketika penyakit strokenya tambah parah oleh anaknya akan diantar
untuk pengobatan alternatif, dan untuk penurunan tensinya menggunakan obat yang
sudah ditentukan oleh dokter.

Terdapat suatu cerita juga dari Mbak epi mengenai kontrol kesehatan dari beliau
juga biasanya sering dengan dokter, dan beliau juga telah mendapatkan BPJS untuk
setiap kontrolnya. BPJS tersebut digunakan untuk kontrol ibunya ke puskesmas, tidak
bisa langsung ke Rumah Sakit, karena butuh surat rekomendasinya. Pada suatu saat,
waktu meminta surat rekomendasi dari puskesmas ditolak karena, Mbak Epi tidak
membawa pasiennya yakni Mbah Ginem. Peristiwa tersebut membuat gaduh di
puskesmas yang akhirnya ada seseorang yang bisa membantu untuk mendapatkan surat
rekomendasinya. Mulai dari peristiwa tersebut Mbak Epi akhirnya melakukan
memeriksakan Mbah Ginem dengan dokter yang ada di sekitar desanya dengan biaya
yang murah.

Aspek Sosial juga berpengaruh dalam keadaan beliau yang terkena gejala
stroke. Beliau dulunya adalah seorang pedagang sayuran yang selalu melakukan
aktivitasnya dengan mandiri. Setelah pulang dari pasar juga beliau melanjutkan
aktivitasnya di rumah dengan mencuci pakaian, memasak, dan membersihkan rumah,.
Dari aktivitas sosial dengan tetangganya juga baik, beliau sering bercengkrama dengan
orang lain dengan baik. Tetapi, kondisi sekarang beliau terkena penyakit stroke dapat
menghambat aktivitas sosial ekonominya. Beliau dengan kondisi tersebut sekarang
tidak bisa beraktivitas seperti biasa. Beliau tidak bisa berdagang lagi ke pasar. Aktivitas
beliau sehari-harinya makan dan tidur saja. Ketika beliau ke kamar mandi juga butuh
pegangan, namun waktu beliau sakit parah biasanya memakai pampers atau biasanya
dalam jalannya dibantu oleh anaknya. Tetangga juga memiliki peran yang penting,
kondisi rumah beliau yang berada di desa terlihat dukungan juga dari tetangganya.
Tetangga biasanya memberikan makanannya seperti singkong kepada beliau. Selain itu,
dukungan juga hadir pada saat beliau berada di depan rumahnya dengan kursi roda.
Tetangga beliau biasanya menemaninya. Dukungan tersebut merupakan dukungan
yang baik untuk bisa membuat beliau tetap semangat dalam menjalani kehidupannya.
Dari kondisi psikologis dari Mbak epi selaku anaknya beliau tetap sabar
menghadapi orang tuanya dengan penyakit stroke. Menurut pandangan dari Mbak Epi
sendiri membantu atau merawat orang tua adalah suatu kewajiban yang harus dijalani.
Merawat orang tua menurutnya sudah menjadi keharusan yang harus dijalani oleh anak-
anaknya. Selain Mbak Epi yang merawat, beliau juga dibantu oleh saudara lainnya,
yang alhamdulillah memiliki pemahaman dan sifat yang sama mengenai kewajiban
dalam merawat orang tua.

Budaya setempat juga berpengaruh untuk pengobatan stroke yang dilakukan.


Kebiasaan dari penduduk daerah tersebut yakni ketika seorang tersebut terkena stroke
maka nantinya akan dilakukan pengobatan alternatif saja. Namun, menurut pandangan
dari Mbak Epi adalah Untuk menurunkan tensi beliau tetap menggunakan dokter.
Namun, untuk memperbaiki aktivitas ibunya yakni Mbah Ginem perlu dilakukan untuk
pengobatan alternatif yang dilakukan.

Untuk Kondisi aktivitas sehari-hari juga berpengaruh dalam kondisi saat ini.
Kondisi dalam beribadah dalam kesehariannya juga berpengaruh. Waktu masih sehat
beliau adalah masyarakat yang tergolong sering beribadah dengan baik di masjid seperti
halnya sholat 5 waktu. Kegiatan lain misalnya melakukan pengajian juga beliau sering
jalani. Pada Kondisi sekarang dari Mbah Ginem yang mengalami gejala stroke, untuk
sholatnya itu kadang lupa, namun kondisi ini selalu menjadi pengingat untuk anaknya
yakni Mbak Epi agar selalu menjalankan sholat dalam kesehariannya. Jadi, misalnya
sudah masuk sholat dzuhur Mbak Epi mengingatkan dengan mengajak sholat dzuhur.
Namun, kadang juga sering mengaku sudah melakukan sholat dzuhur karena tadi juga
terjadi masalah terhadap memorinya. Beliau juga ditanya juga mengerti maksudnya
namun dalam menjawabnya juga susah, namun dari Mbak Epi sampaikan beliau lebih
mengerti masalah uang, ketika yang dibicarakan adalah uang beliau lebih mengerti.

Harapan Keluarga dan Mbak Epi dengan kondisi Mbah Ginem saat ini yang
mengalami gejala stroke adalah beliau tetap sabar, dan harapannya walaupun tidak bisa
kembali dalam keadaan normal seperti dahulu, Kalau ibunya yakni Mbah Ginem dalam
kesehariannya sudah mau makan beliau sudah alhamdulillah. Menurutnya harapannya
itu tipis namun beliau tetap bertekat untuk selalu menjaganya dalam kondisi apapun
dan selalu berdoa atas kesembuhan dari Ibunya.
D. REFLEKSI DIRI

Dari wawancara yang saya lakukan, saya mendapatkan pelajaran yang banyak
sekali. Pelajaran tersebut sangat berharga bagi kehidupan saya. Pelajaran mengenai
pentingnya selalu sabar dalam menghadapi segala hal. Dan pelajaran bagaimana kita
selalu bersyukur dalam segala hal, nikmat kesehatan adalah utamanya.

Selain itu, juga sikap seorang anak yakni Mbak epi yang selalu merawat Mbah
Ginem, adalah pelajaran besar yang dapat kita pelajari yakni seorang anak yang selalu
merawat orang tuaya dengan sabar. Kondisi tersebut juga sesuai dengan firman Allah
SWT dalam Al-Quran yakni pada Surat An-Nisa ayat 36:

َ ْ‫ش ْيئًا ۖ َوبِ ْال َوا ِلدَي ِْن إِح‬


‫سانًا‬ َ ‫ّللا َو َل ت ُ ْش ِر ُكوا بِ ِه‬
َ َ ‫َوا ْعبُدُوا‬

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan


sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak … ”

Dengan ayat tersebut sudah patutnya sebagai anak haruslah berbuat baik dengan
cara ketika sakit maka harus dirawat. Saya berdoa semoga Mbah Ginem bisa sembuh
dari penyakitnya ataupun bisa diringankan penyakitnya, sehingga bisa beraktivitas
dengan baik. Untuk Mbak Epi juga bisa terus sabar dalam merawat orang tuanya.
E. KESIMPULAN
Dari wawancara tersebut kehidupan juga perlu adanya aspek
biopsikososialkulturalspiritual di dalamnya. Allah sudah menganugerahkan kita
kesehatan yang baik maka kita sebagai hamba yang baik harus bisa menjaganya.
Pelajaran dari wawancara ini harus kita renungkan, supaya dalam menjalani kehidupan
bisa berjalan dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai