Anda di halaman 1dari 18

PANCASILA SEBAGAI LANDASAN YURIDIS

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu


Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Tri Susilowati, S.H., S.Hum

Disusun Oleh :
Muhammad Nur Karim Al Ismariy (23110122)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS ILMU HUKUM
UNIVERSITAS DARUL ULUM ISLAMIC CENTRE SUDIRMAN
GUPPI (UNDARIS)
2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah


SWT, yang telah melimpahkan rahmat, karuania, dan pertolongan-Nya
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga
tetap senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas individu yang diberikan
oleh dosen pengampu guna mempelajari dan mengenal lebih dalam
mengenai materi Pancasila Sebagai Landasan Yuridis.
Adapun dalam menyelesaikan makalah ini saya menyadari bahwa
masih terdapat kekurangan dan kesalahan , hal itu disebabkan keterbatasan
kami , baik dalam pemahamannya, maupun refrensi yang dijadikan rujukan
dan sumber penyusunan makalah. Maka dari itu , diharapkan kepada
semua pihak agar memberikan saran dan kritik yang konstruksi terhadap
makalah ini, untuk perbaikan makalah dimasa mendatang.
Mudah – mudahan penyususnan makalah ini mendapat ridha Allah
SWT, serta kita semua dapat mengambil manfaat keilmuan yang terdapat
didalamnya.

Ungaran,5 November 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Apa pentingnya sebuah landasan bagi negara kita ?
B. Apa pengertian landasan yuridis?
C. Bagaimana penerapan landasan yuridis dalam pendidikan
pancasila di Indonesia?
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
C. LATAR BELAKANG

Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan. Dan
bila kita kembali kepada hakikat pendidikan maka pendidikan pada esensinya juga bertujuan
untuk membantu manusia menemukan hakikat kemanusiaannya. Proses humanisasi ini
adalah proses pembebasan, yaitu pembebasan manusia dari belenggu stuktur sosial, hegemoni
kekuasaan, cara pikir yang salah, doktrin tertentu dan sebagainya. Namun dalam kehidupannya
manusia membuat rule , aturan atau landasan hukum agar pendidikan itu berjalan sistematis dan
memenuhi harapan daripada tujuan pendidikan itu sendiri.

Dalam negara hukum seperti negara kita Indonesia ini, setiap tindakan pemerintahan
baik dalam pengaturan maupun dalam pelayanan harus berdasarkan atas hukum (peraturan
perundang-undangan), karena dalam negara – negara terdapat prinsip wetmatigheid van bestuur
atau asas legalitas. Asas ini menentukan bahwa tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan
oleh suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka segala macam aparat pemerintah
tidak memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi hukum
warga masyarakatnya.

Negara Republik Indonesia mempunyai berbagai peraturan perundang-undangan yang


bertingkat, mulai dari UUD 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Ketetapan, keputusan,
sampai peraturan daerah. Kesemuanya mengandung hukum yang patut ditaati, dimana UUD
1945 merupakan hukum yang tertinggi, sementara peraturan perundang-undangan yang lain
harus tunduk pada UUD 1945. Pendidikan sebagai salah satu bidang yang ditangani oleh
pemerintah, dalam pelaksanaannya tentunya harus berdasarkan pada peraturan perundang-
undangan. Begitu luas cakupan bidang pendidikan membuat begitu banyaknya peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya.

Di dalam pendidikan itu juga terdapat pendidikan pancasila , pancasila merupakan


dasar dan ideologi negara kita Indonesia. Dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila dapat menelusuri sejarah kita di masa lalu dan coba untuk melihat tugas-tugas yang
kita emban ke masa depan, yang keduanya menyadarkan kita akan perlunya menghayati dan
mengamalkan Pancasila. Sejarah di belakang telah dilalui dengan berbagai cobaan terhadap
Pancasila. Maka dari itu di perlukan nya pendidikan pancasila di antara masyarakat
, untuk mengetahui dasar-dasar negara dan untuk menumbuhkan rasa nasionalis di diri
masyarakat . Maka dari itu di dalam pendidikan pancasila itu memiliki landasan yuridis atau
hukum yang mengaturnya di perundang- undangan.

D. RUMUSAN MASALAH
Dari banyaknya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendidikan di negara
Indonesia, dapat kita temukan permasalahan yang perlu dikupas dalam makalah ini, yaitu :

A. Apa pentingnya sebuah landasan bagi negara kita ?


B. Apa pengertian landasan yuridis?
C. Bagaimana penerapan landasan yuridis dalam pendidikan pancasila di Indonesia?

E. TUJUAN PENULISAN

a. Untuk mengetahui dan menambah pengetahuan mengenai pengertian pancasila.


b. Untuk mengetahui arti penting sebuah landasan terutama landasan yuridis bagi negara.
c. Untuk mengetahui penerapan penting landasan yuridis dalam pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Arti Penting Sebuah Landasan Bagi Negara


Landasan adalah dasar tempat berpijak atau tempat di mulainya suatu perbuatan. Dalam
bahasa inggris, landasan disebut dengan istilah foundation yang dalam bahasa indonesia menjadi
fondasi. Landasan sendiri, bagaikan sebuah pijakan atau pondasi saat kita mendirikan sebuah
bangunan, bayangkan apabila landasan itu dibentuk tanpa sesuatu yang menguatkan. Dapat
diperkirakan, bangunan itu akan mudah untuk roboh dan hancur saat ada gangguan dari luar seperti
angin atau badai. Sama seperti sebuah negara, dibutuhkan landasan. Sebab tanpa landasan yang kuat
negara akan mudah dihancurkan oleh pihak luar. Oleh karena itu pancasila dijadikan dasar negara
Indonesia, yang telah disesuaikan dengan kepribadian bangsa Indonesia. Dengan adanya pancasila,
negara Indonesia akan menjadi sebuah negara yang kuat dan tidak mudah dihancurkan oleh negara
lain. Bila rakyat dan pemerintah bekerjasama mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan,
maka akan tercapai tujuan bangsa Indonesia sesuai dengan pembukaan UUD 1945.

B. Pengertian Landasan Yuridis


Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari. Sementara itu kata hukum
dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Aturan baku yang sudah disahkan oleh
pemerintah bila dilanggar akan mendapat sanski. Hukum atau aturan baku diatas tidak selalu dalam
bentuk tertulis. Kadang kala dapat berupa adat istiadat, bila hukum itu tertulis sudah jelas diyakini
dan teruji kebenarannya untuk ditaati. Landasan yuridis adalah landasan hukum yang mendasari
semua kegiatan pendidikan mengenai hak- hak yang penting seperti komponen struktur, kurikulum,
pengelolaan,pengawasan,dan
ketenangan. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala

lingkungan kehidupan.
Hubungan landasan yuridis dengan pendidikan itu sendiri sebagai berikut :
Landasan yuridis pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep peraturan
perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan Indonesia, yang menurut
Undang-Undang Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia,
Ketetapan MPR, Undang-Undang Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang,
peraturan pemerintah, Keputusan Presiden, peraturan pelaksanaan lainnya, seperti
peraturan Menteri, Instruksi Menteri, dan lain-lain.

C. Penerapan Landasan Yuridis Dalam Pendidikan


Sebuah pendidikan dapat berjalan lancar apabila segala aspek menyangkut
pendidikan itu terpenuhi. Dari segi pendanaan, fasilitas tempat belajar, guru atau dosen
pemberi materi, dan juga buku penunjang pendidikan tersebut. Bila salah satu aspek ada
yang tertinggal maka dapat dipastikan proses belajar tidak dapat berjalan seimbang.
Berikut akan dibahas tentang penunjang jalannya pendidikan :
1. Pendanaan Pendidikan
Walaupun dalam amandemen UUD RI 1945 pasal 31 ayat (4) telah menegaskan
bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan akantetapi dengan
berbagai alasan dan pertimbangan sampai saat ini APBN kita belum mencapai 20%. Di
daerah alokasi dana pendidikan yang masuk dalam APBD sangat bervariatif, tetapi
kebanyakan belum sampai 20% dari APBD. Yang memprihatinkan ada beberapa daerah
yang menggratiskan biaya pendidikan namun tidak diberangi dengan penambahan
anggaran di APBD dengan cukup. Menurut Sutjipto (2008:2) keadaan seperti ini akan
memperlebar disparitas mutu pendidikan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain
sehingga menjadi tempat persemaian yang subur dari masalah-masalah sosial di masa
depan. Pasal inilah yang sampai sekarangterus diperjuangkan oleh banyak pihak agar
pemerintah dan pemerintah daerah segera merealisasikannya.
Justru yang terjadi di hampir mayoritas pemerintah daerah berlomba-lomba untuk
memperjuangkan wacana pendidikan gratis. Namun dengan masuknya ranah politik dalam
dunia pendidikan nampaknya wacana itu menjadi nilai tawar dalam realisasinya antara
warga masyarakat dengan penguasa pemerintah daerah. Mestinya kebijakan pendidikan
gratis tidak hanya sekedar retorika politik guna melanggengkan kekuasaan, akan tetapi
perlu didukung dengan reliasasi anggaran pendidikan sesuai dengan amanat undang –
undang dasar yaitu minimal 20% dari APBN/APBD.
2. Kompetensi Guru / Konselor
Dalam proses belajar dan pembelajaran guru merupakan salah satu faktor utama
yang mengkondisikan terciptanya suasana yang kondusif. Proses transformasi ilmu dan
pengetahuan akan berjalan sesuai fungsinya apabila guru menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya secara profesional. Guru dituntut untuk memiliki kompetensi dan dedikasi
dalam menjalankan profesinya. Guru sebagai sebuah profesi pada masa sekarang ini
terjadi penguatan dalam kedudukan sosial dan eksternal, bahkan terjadi penguatan
kedudukan dalam hal proteksi jabatan dan diperkuat oleh Undang-Undang danstatus
hukum. Oleh karena itu secara logis muncul pula harapan dan keinginan agar terjadi
penguatan serupa dalam posisi internal profesi guru, dimana peningkatan kualifikasi dan
kompetensi guru bisa menjamin mutu pendidikan.
Hal lain yang tak kalah penting untuk dikaji adalah pengakuan eksistensi
konselor. Meskipun secara yuridis keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional
dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen,
pamong, tutor pamong belajar, widyaiswara, instruktur sebagaimana disebutkan dalam
pasal 1 ayat 6 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Juga
tercantum PP Nomor 28 Tahun 1990 pasal 27 ayat (2) dengan sebutan guru pembimbing.
Akan tetapi dari pasal-pasal tersebut, pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi
antara tenaga pendidik satu dengan yang lainnya itu, ternyata tidak dilanjutkan dengan
spesifikasi konteks tugas dan ekspektasi kinerja yang cermat, karena yang diatur dalam
pasal-pasal berikutnya hanyalah konteks tugas dan ekspektasi kinerja dari mayoritas
pendidik yang menggunakan pembelajaran sebagai kontek layanan. Hal tersebut dapat
dicermati pada pasal 39 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang berbunyi :
pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan
pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi.
Dengan spesifikasi kontek tugas dan ekspektasi kinerja yang hanya merujuk
kelompok pendidik yang menggunakan materi pembelajaran, maka konteks tugas dan
ekspektasi kinerja konselor yang tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks
layanan yang merupakan sosok layanan ahli yang unik yang berbeda dari sosok layanan
ahli keguruan meskipun sama-sama bertugas dalam setting pendidikan, tidak ditemukan
pengaturannya dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Banyak terjadi kejanggalan dan ketidakjelasan kebijakan dari pemerintah pusat tentang
profesi bimbingan dan konseling. Ketidakjelasan semakin dirasakan justru pada saat kita
sedang berupaya mereformasi pendidikan kita. Contoh kasus terbaru, ketika digulirkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), hingga saat ini sama sekali belum
memberikan kejelasan tentang bagaimana bimbingan dan konseling seharusnya
dilaksanakan. Dalam dokumen KTSP, kita hanya menemukan secuil informasi yang
membingungkan tentang bimbingan dan konseling yaitu berkaitan dengan kegiatan
Pengembangan Diri. Begitu juga, dalam kebijakan sertifikasi guru, banyak konselor dan
pengawas satuan pendidikan yang kebingungan untuk memahami tentang penilaian
perencanaan dan pelaksanaan konseling, karena format penilaian yang disediakan tidak
sepenuhnya cocok untuk digunakan dalam penilaian perencanaan dan pelaksanaan
bimbingan dan konseling. Tentunya masih banyak lagi kejanggalan-kejanggalan yang
dirasakan di lapangan, baik yang bersifat konseptual-fundamental maupun teknis
operasionalnya.
Ketidakjelasan kebijakan tentang profesi bimbingan dan konseling pada tataran
pusat ini akhirnya mengimbas pula pada kebijakan pada tataran di bawahnya (messo dan
mikro), termasuk pada tataran operasional yang dilaksanakan oleh para konselor di
sekolah. Jadi, kalau ada pertanyaan mengapa Bimbingan dan Konseling di sekolah kurang
optimal, maka kita bisa melihat sumber permasalahannya, yang salah-satunya adalah
ketidakjelasan dalam kebijakan pemerintah terhadap profesi bimbingan dan konseling.
Jika ke depannya, bimbingan dan konseling masih tetap akan dipertahankan sebagai

bagian dari sistem pendidikan nasional, kiranya perlu ada komitmen dan good will dari
pemerintah untuk secepatnya menata profesi konseling, salah satunya dengan berupaya
melibatkan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) selaku wadah yang
menaungi para konselor dan para pakar konseling untuk duduk bersama merumuskan

bagaimana sebaiknya kebijakan konseling untuk hari ini dan ke depannya.


3. Desentralisasi Pendidikan
Pemberian aksentuasi kepada pemerintah daerah dalam Undang-Undang
Sisdiknas, diharapkan nantinya pengembangan pendidikan di tingkat lokal akan lebih
efektif jika dikembangkan oleh pemerintah daerah bersama kelompok masyarakat. Sebab
jenis kompetensi yang dibutuhkan oleh masing-masing daerah, berbeda satu sama lain.
Itulah sebabnya pasal 50 ayat (4) disebutkan bahwa pemerintah kabupaten / kota
berkewajiban mengelola satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal. Jika setiap
pasal dalam Undang-Undang Sisdiknas tersebut dapat dilaksanakan secara baik dan
konsekuen, maka lambat laun kemelut-kemelut yang mengitari dunia pendidikan kita
selama ini dapat di atasi dan diantisipasi. Oleh karena itu, untuk merealisasikan semua itu
memerukan dukungan dan kerja sama dari semua pihak, baik yang terlibat langsung
maupun tidak. Selain itu, otonomi juga berimplikasi pada pengembangan pendidikan
keagamaan di Indonesia. Otonomi pendidikan ini lebih ditekankan pada pembentukan
strategi dalam menghadapi tantangan modernitas. Munculnya otonomi daerah sekaligus
otonomi pendidikan memberikan kerja keras bagi pemerintah daerah dalam menentukan
arah pendidikan ke depan.
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam hal otonomi pendidikan adalah
mewujudkan organisasi pendidikan di seluruh kabupaten / kota yang lebih demokratis,
transparan, efisien, accountable, serta mendorong partisipasi masyarakat. Dalam konteks
otonomisasi pendidikan, pembelajaran yang berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan
hendaknya sudah menjadikan pemerintah pada posisi sebagai fasilitator dan bukan
pengendali. Sehingga, pemetaan utama pembelajaran adalah guru sebagai pengajar dan
murid sebagai yang belajar. Murid atau peserta didik hendaknya diberi hak untuk
mendapatkan pengajaran yang sesuai dengan pilihannya dan diperlakukan sesuai dengan
potensi dan prestasinya. Semangat desentralisasi pendidikan yang sementara ini dianggap
merupakan konsep yang baik dalam pengelolaan pendidikan perlu didukung dan dimaknai
secara benar. Pemerintah daerah sebagai pihak yang menerima pelimpahan wewenang
tidak hanya mengedepankan haknya tetapi juga yang lebih penting adalah melaksanakan
kewajiban yang melekat pada wewenang yang diberikan dengan kesungguhan hati.
Managemen berbasis sekolah sebagai bentuk pelaksanaan otonomi pendidikan di tingkat
sekolah juga harus selalu didorong untuk dapat terwujud.

Peranan Pancasila Dalam Pembangunan Pendidikan wajib belajar 9 tahun di


Negara Indonesia :
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Berdasarkan filsafat pancasila bahwa pancasila sila ke-1 peranannya yaitu sebagai
basis kemanusiaan/penjelmaan dari sila ke-2, 3, 4, dan 5. Yang memiliki makna
ketuhanan yang berkemanusiaan yang membangun, memelihara dan mengembangkan
persatuan Indonesia yang berkerakyatan dan berkeadailan. Peranan sila pertama dengan
dunia pendidikan sangat erat kaitannya. Dalam kegiatan belajar-mengajar siswa akan
diajarkan berbagai macam ilmu mulai dari penjaskes, Pkn (pancasila dan
Kewarganegaraan), kesenian, biologi, fisika dan lainnya salah satunya agama. Dalam
pendidikan agama akan dibahas lebih dalam lagi mengenai ajaran agama tentunya sesuai
dengan agama yang dianut oleh masing-masing siswa. Sehingga ditegaskan bagi setiap
warga Indonesia terutama bagi warga yang sudah berkeluarga itu mengharuskan untuk
menyekolahkan anaknya. Karena sekolah sebagai salah satu sarana untuk pengembangan
diri. Tetapi masih saja banyak warga Indonesia yang tidak menjalankan perintah ini
dengan alasan tidak mampu dalam membiayai anaknya. Oleh sebab itu keseimbangan
antara pendidikan dunia maupun agama itu sangatlah berarti dalam kehidupan setiap
manusia. Sehingga dengan tolak ukur bahwa pendidikan itu sangat penting bagi suatu
bangsa maka
pemerintahan melaksanakan sekolah gratis wajar 9 tahun.
Negara Indonesia adalah Negara berkembang sehingga harus belajar banyak
pengalaman dari Negara yang sudah maju seperti Amerika, Jepang, Rusia, Inggris dan
Negara lainnya. Seperti yang kita ketahui bahwa Negara-negara tersebut memiliki
kemajuan teknologi yang sudah sangat canggih. Hal tersebut tak luput dari sumber daya
manusianya yang berkualitas. Sehingga peran pendidikan sangat penting karena sebagai
sarana dalam mengembangkan potensi dari setiap warga Negara. Oleh karena itu,
pemerintah Indonesia mengadakan program wajib belajar 9 tahun bagi warganya, yang
tentunya tujuan dari kegiatan ini yaitu menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas sehingga dapat mengankat derajat bangsa Indonesia menjadi lebih tinggi.
Peran dari bidang pendidikan adalah menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas
serta menjadikan siswanya memiliki akhlak yang baik. Karena seperti yang kita ketahui
bahwa soft skill saat ini sangat diutamakan dalam dunia pekerjaan. Tentunya soft skill
adalah tolak ukur utama yang mendukung akademis kita. Ilmu yang kita dapat dalam
pendidikan (wajar 9 tahun) sangat bermanfaat dalam kehidupan kita di masa yang akan
datang. Tentunya jika kita lulus dengan akademis yang bagus maka kita akan terpakai
oleh perusahaan. Namun sekarang ini indikasi yang dinilai oleh setiap perusahaan adalah
soft skill kita selanjutnya baru akademis. Dapat dianalogikan bahwa jika kita rajin maka
kesuksesaan mudah untuk diraih dan sebaliknya jika kita malas maka kesuksesaan akan
lebih susah untuk diraih. Oleh sebab itu pendidikan sangat diharuskan sekali karena
memberikan peranan yang sangat penting baik itu untuk diri sendiri, orang lain ataupun
Negara. Untuk diri sendiri keuntungan yang didapat adalah ilmu, untuk orang lain kita
bias mengajarkan ilmu yang kita ketahui kepada orang yang masih awam dan untuk
Negara jika kita pintar maka kita akan mengangkat nama baik Negara kita di dunia
internasional.

2. Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab


Pendidikan memainkan peranan penting dalam pengembangan kemampuan dan
pembentukan karakter yang menjadi landasan utama bagi terciptanya manusia Indonesia
yang mampu hidup dalam zaman yang selalu berubah.Sistem pendidikan nasional harus
dapat memberi pendidikan dasar bagi setiap warga negara Republik Indonesia, agar
masing-masing memperoleh sekurang-kurangnya pengetahuan dan kemampuan dasar,
yang meliputi kemampuan membaca, menulis dan berhitung serta menggunakan bahasa
Indonesia, yang diperlukan oleh setiap warga negara untuk dapat berperanserta dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Maka diharapkan Setiap warga negara mengetahui hak dan kewajiban pokoknya
sebagai warga negara serta memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan diri
sendiri, ikut serta dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat, dan memperkuat
persatuan dan kesatuan serta upaya pembelaan negara. Pengetahuan dan kemampuan ini
harus dapat diperoleh dari sistem pendidikan nasional. Hal ini dimaksudkan untuk
memberi makna pada amanat Undang-Undang Dasar 1945, BAB XIII, Pasal 31 ayat (1)
yang menyatakan, bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran". Warga
negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan pada tahap manapun dalam perjalanan
hidupnya, meskipun sebagai anggota masyarakat ia tidak diharapkan untuk terus-menerus
belajar tanpa mengabdikan kemampuan yang diperolehnya untuk kepentingan masyarakat.
Pendidikan dapat diperoleh, baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun jalur
pendidikan luar sekolah.
Pembelajaran pancasila di sekolah dasar menjadi sangat penting, karena
mengingat pancasila menrupakan jiwa dari seluruh rakyat Indonesia. Hal ini mengandung
makna bahwa di dalam pancasila mengandung jiwa yang luhur, nilai-nilai yang luhur dan
sarat dengan ajaran moralitas. Dengan adanya program pemerintah yaitu program wajub
belajar 9 tahun dapat memberikan pengajaran tentang makna dan dasar-dasar Pancasila.
Pembelajaran di sekolah dapat memberikan informasi bagaimana melaksanakan

kewajiban dan Hak-hak yang dimiliki sesuai dengan koridor yang seharusnya. Manusia itu
dilahirkan mempunyai hak yang tidak dapat dirampas dan dihilangkan. Hak-hak itu harus
dihormati oleh siapapun. Golongan manusia yang berkuasa tidaklah diperkenankan
memaksakan kehendaknya yang bertentangan dengan hak seseorang.
3. Sila Persatuan Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan
dengan keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatu kesatuan yang bersifat
sistematis. Sila Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Kesatuan Yang Maha
Esa dan Kemanusian Yang Adil dan Beradab serta mendasari dan dijiwai sila Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan dan
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Persatuan dalam sila ketiga ini meliputi
makna persatuan dan kesatuan dalam arti idiologis, ekonomi, politik, sosial budaya dan
keamanan. Nilai persatuan ini dikembangakan dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia
yang senasib. Nilai persatuan itu didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang
bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Perwujudan Persatuan Indonesia
adalah manifestasi paham kebangsaan yang memberi tempat bagi keberagaman budaya
atau etnis yang bukannya ditunjukkan untuk perpecahan namun semakin eratnya
persatuan, solidaritas tinggi, serta rasa bangga. Kita ketahui bersama bahwa Negara
Indonesia adalah Negara yang sedang berkembang. Dibutuhkan sumber daya masyarakat
yang bagus untuk membuat Indonesia menjadi semakin berkembang. Dibutuhkan pula
persatuan yang erat antar sesama warganegara. Dengan adanya pendidikan maka dapat
dijadikan sarana untuk meningkatkan persatuan dengan pola pikir pancasila yang selalu
diterapkan dilingkungan pendidikan. Sila “Persatuan Indonesia” harus dijadikan sebagai
dasar persatuan dikalangan intelektual dan harus selalu diterapkan dalam lingkungan
pendidikan, terutama saat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
yang dicanangkan dalam program Wajib Belajar 9 Tahun.
4. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan atau Perwakilan
Wajib belajar 9 tahun yang merupakan salah satu program yang gencar di
galangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS). Diwajibkan setiap
warga Negara untuk bersekolah selama 9 tahun, pada jenjang pendidikan dasar yaitu dari
tingkat kelas 1 sekolah dasar (SD) / Madrasah Diniyah (MI) hingga kelas 9 sekolah
menengah pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTS). Seperti kita ketahui
bersama Pendidikan merupakan satu aspek penting untuk membangun bangsa. Hampir
semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam
Program Pembangunan Nasional. Sumber daya manusia yang bermutu yang merupakan
Produk Pendidikan dan merupakan kunci keberhasilan suatu Negara. Mendiknas
menargetkan wajib belajar 9 tahun kepada seluruh anak Indonesia, tanpa kecuali.
Berdasarkan sila keempat Pancasila “Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat

Kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” :


Semua kebijakasanaan pemerintah harus berdasarkan kebutuhan rakyat. Semua
kebijaksanaan yang pemerintah buat harus berdasarkan kesepakatan rakyat (yang diwakili
oleh wakil rakyat di parlemen).
Salah satu kebijaksanaan tersebut adalah Program Wajib Belajar 9 tahun yang
telah diberlakukan pada tahun 2009. Banyak pendapat pro-kontra yang tersebar di tengah-
tengah masyarakat luas. Program Wajib Belajar 9 Tahun harus merupakan program
bersama antara pemerintah, swasta dan lembaga-lembaga sosial serta masyarakat. Upaya-
upaya untuk menggerakkan semua komponen bangsa melalui gerakan nasional dengan
pendekatan budaya, sosial, agama, birokrasi, legal formal perlu dilakukan untuk
menyadarkan mereka yang belum memahami pentingnya pendidikan dan menggalang
partisipasi masyarakat untuk mensukseskan program nasional tersebut. Sebagai
masyarakat yang baik kita harus ikut berpartisipasi dan ikut serta dalam mendukung wajib
belajar 9 tahun, karena program ini sangat baik untuk meningkatkan kesadaran dan
tanggung jawab kita semua terhadap masa depan generasi penerus bangsa yang
berkualitas serta upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

5. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Seiring perkembangan jaman, perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan
semakin tidak dapat dikendalikan juga. Pendidikan menjadi hal terpenting yang harus
diperhatikan oleh setiap orang tua, agar anak-anak mereka menjadi anak-anak yang
mampu bersaing dengan lingkungan yang ada saat ini. Tapi terkadang masalah ekonomi
menjadi hambatan bagi para orang tua untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Dalam
hal ini, peran serta pemerintah sangat diperlukan. Salah satu program pemerintah dalam
meningkatkan pendidikan di Indonesia adalah dengan mengadakan program wajib belajar
9 tahun ( WAJAR 9 tahun ). Hal ini diharapkan dapat meningkatkan pendidikan di
Indonesia. Selain itu, pemerintah pun memberikan bantuan-bantuan bagi dalam bidang
pendidikan, seperti memberikan BOS ( Biaya Operasional Siswa ). Hal ini diharapkan
agar setiap warga negara Indonesia bisa mendapatkan pendidikan seperti yang tertera pada
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 sampai 5, yang berbunyi :
1. “ Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan “.
2. “ Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib

membiayainya “.
3. “ Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional
“.
4. “ Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-jkurangnya 20% dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah “.
5. “ Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan manusia “.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan diwajibkannya Program WAJAR 9 tahun ini,
semakin memperjelas mengenai peranan sila ke-5 Pancasila dalam mewujudkan salah satu
tujuan negara, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan
pendidikan secara layak dan adil untuk setiap warga Negara Indonesia.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pelaksanaan atau penerapan dari peraturan perundangan mengenai pendidikan di


negara kita belum berjalan seturut dengan 5 sila dasar pancasila. Maksudnya adalah banyak
dari peraturan perundangan mengenai pendidikan yang masih belum 100% terpenuhi atau
terjalankan. Pendidikan di Indonesia masih terbilang minim. Banyak calon generasi penerus
bangsa yang bahkan sampai sekarang belum bisa merasakan bangku pendidikan. Peraturan
perundangan di Indonesia mengenai pendidikan juga masih belum berjalan lurus. Banyak
penyimpangan di dunia pendidikan akibat peraturan perundangan yang disalah-gunakan oleh
lembaga-lembaga tinggi di Indonesia. Akibatnya tentu berdampak pada calon generasi
penerus bangsa yang mengunyah bangku pendidikan di Indonesia.

B. Saran

Supaya yuridis pendidikan di Indonesia seturut dengan 5 sila pancasila, maka harus
ada keseimbangan antara masyarakat dan pemerintah yang membuat peraturan perundangan
mengenai pendidikan. Dalam hal ini berarti masyarakat harus pandai menuntut haknya
secara benar di hadapan pemerintah tanpa harus melakukan orasi liar yang merugikan
banyak pihak. Begitu pula dengan pemerintah, pemerintah harus bisa meminimalisasi
konsekuen dari peraturan perundangan mengenai pendidikan yang telah dibuat. Bukan
hanya semata-mata karena kepentingan pribadi, namun peraturan perundangan yang dibuat
pemerintah tentu harus berdampak baik bagi masyarakat Indonesia. Supaya yuridis
pendidikan di Indonesia berjalan sesuai UUD 1945 dan Pancasila
kedamaian dalam kehidupan manusia tanpa kekerasan. seperti yang dimaksudkan oleh
Paulo freire, proses pendidikan secara hirarki diharapkan untuk mencapai koentisasi humanisasi,
yakni pembebasan dalam memanusiakan manusia, atau pendidikan seutuhnya.sebagai pelaksana
dan penegak hukum yang diciptakan oleh legislatif akan melaksanakan dan menerapkannya
secara konsekwen tanpa ada penyimpangan.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Pendidikan Tinggi Depdiknas. 2008, Penataan Pendidikan Profesional Konselor


dan Layanan Bimbingan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung : BK UPI.

Made Pidarta. 2004, Managemen Pendidikan Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta

Made Pidarta. 2007, Landasan Kependidikan : Stimulus Ilmu Bercorak Indonesia,


Jakarta : Rineka Cipta

Muhammad Ali. 2007, Guru Dalam Proses BelajarMengajar, Jakarta : Rineka Cipta
Nana Syaodih S. 2009, LandasanPsikologi Proses Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta
Prayitno, 2009, DasarTeoridanPraksisPendidikan, Jakarta :KompasGramedia.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan


Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang


Guru. Satjipto Rahardjo, 1996, Ilmu hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/05/peranan-pancasila/ (30/12/2010 20:40)

http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?mnorutisi=5&vnomor=14 (28/09/2010 17:38)

Undang-Undang Dasar 1945, BAB XIII, Pasal 31 ayat (1)


Ineu’s, 2012, Pengertian Landasan, Bandung ; Blogger
Buzz.

Anda mungkin juga menyukai