Anda di halaman 1dari 11

Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No.

1), September 2022, 26-36

SEPSIS YANG DISEBABKAN KUMAN MULTIDRUG RESISTANT


Staphylococcus aureus PADA PASIEN POST COVID-19

Elsa Purnama Sari1, Irvan Medison1, Russilawati1


1
Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas,
RSUP dr. M. Djamil, Padang

ABSTRAK

Sepsis adalah adanya respon sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh yang dapat berkembang menjadi
sepsis berat dan syok septik. Sepsis dapat disebabkan berbagai jenis kuman, salah satunya yang menjadi
masalah kesehatan global utama adalah kuman Staphylococcus aureus resisten obat atau Multidrug
Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA). Laporan kasus ini membahas tentang seorang pasien yang telah
sembuh dari COVID-19 (post COVID-19) kemudian mengalami sepsis yang disebabkan MRSA
berdasarkan hasil pemeriksaan kultur darah. Pasien telah diberikan tatalaksana sesuai protokol sepsis serta
terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan pola sensitivitas kuman yaitu vankomisin dan amikacin.
Kondisi pasien makin memburuk dengan mengalami syok sepsis dan akhirnya meninggal dunia setelah 22
hari dirawat di RS dr. M. Djamil Padang.

Kata kunci: sepsis, MRSA, post COVID-19

ABSTRACT

Sepsis is a systemic response to infection in the body that can progress to severe sepsis and septic shock.
Sepsis can be caused by various types of germs, one of which is a major global health problem is multidrug-
resistant Staphylococcus aureus (MRSA). This case report discusses about a patient who had recovered
from COVID-19 (post COVID-19) and then developed sepsis caused by MRSA based on the results of a
blood culture. The patient was treated according to the sepsis protocol and antibiotic therapy based on the
results of culture and bacterial sensitivity patterns, namely vankomisin and amikacin. The patient's
condition worsened with septic shock and eventually died after 22 days of being treated at M. Djamil
Hospital, Padang.

Keyword: sepsis, MRSA, post COVID-19

Korespondensi: elsapurnamasari2007@gmail.com

26
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36

Pendahuluan Prevalensi infeksi MRSA berbeda


Sepsis berasal dari Bahasa Yunani di berbagai negara. Pada tahun 2014,
“sepo” yang artinya membusuk. Istilah persentase kejadian bakteremia oleh
seperti septicaemia, sepsis, toksemia dan MRSA di Eropa berkisar dari 0,9% di
bakteremia sering digunakan saling Belanda hingga 56% di Rumania,
tumpang tindih.1 Oleh karena itu dengan populasi rata-rata sebesar 17,4%.
dibutuhkan suatu standar untuk istilah Prevalensi MRSA menunjukkan variasi
tersebut dan pada tahun 1991, American di negara bagian utara sampai selatan
College of Chest Physicians (ACCP) dan Eropa, dengan angka kejadian lebih
Society of Critical Care Medicine tinggi di negara-negara Selatan
(SCCM) mengeluarkan suatu konsensus dibandingkan dengan negara-negara
mengenai Systemic Inflammatory Utara. Meskipun kasusnya telah
Response Syndrome (SIRS), sepsis, dan menurun dari waktu ke waktu, 7 dari 29
sepsis berat. Sindrom ini merupakan negara Uni Eropa masih melaporkan
suatu kelanjutan dari inflamasi yang lebih kurang 25% kasus bakteremia
memburuk dimulai dari SIRS menjadi disebabkan MRSA.5 Dalam periode 1
sepsis, sepsis berat dan septik syok.2 tahun (2011-2012), 12,3% dari semua
Sepsis adalah adanya respons sistemik infeksi yang didapat di rumah sakit di
terhadap infeksi di dalam tubuh yang Eropa disebabkan oleh S. aureus. Di
dapat berkembang menjadi sepsis berat Siprus, Italia, Portugal, dan Rumania,
dan syok septik.2 Sepsis berat dan syok lebih dari 60% infeksi S. aureus terkait
septik adalah masalah kesehatan utama infeksi yang didapat di rumah sakit dan
dan menyebabkan kematian terhadap diidentifikasi sebagai MRSA.5
jutaan orang setiap tahunnya.3 Penelitian Pannewick dkk. di Jerman
Sepsis dapat disebabkan berbagai menemukan 104 kasus infeksi
jenis kuman, salah satunya yang menjadi nosokomial yang disebabkan oleh
masalah kesehatan global utama adalah MRSA, yang terbanyak berasal dari
kuman Staphylococcus aureus resisten pasien neonatus (32), selanjutnya pasien
obat atau multidrug Resistant bedah (27), pasien penyakit dalam dan
Staphylococcus aureus (MRSA). Klinis luka bakar (masing-masing 10).6
pasien yang terinfeksi MRSA lebih Infeksi pada COVID-19 dapat
buruk dibandingkan dengan pasien yang disertai infeksi oleh bakteri terutama
terinfeksi S. aureus yang sensitif yang bersifat multidrug resisten.7
terhadap Metisilin (MSSA).4 S. aureus Langford dkk. melakukan penelitian
menyebabkan berbagai macam infeksi meta-analisis dan mendapatkan terjadi
yang berhubungan dengan kateter atau ko-infeksi bakteri sebesar 3,5% (95% CI
alat prostetik. Pemasangan kateter 0,4-6,7%) dan infeksi sekunder bakteri
intravena yang sehari-hari dilakukan sebesar 14,3% (95% CI 9,6-18,9%) pada
pada pasien bias menjadi port d’entry pasien COVID-19.8 Long COVID
kuman MRSA. Kemudian terjadi adalah gejala yang menetap selama 4-12
bakteremia S. aureus dan sering minggu sejak awitan COVID-19.9 Survei
menyebabkan infeksi metastasis seperti Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
endokarditis infektif (IE), artritis septik, pada 463 pasien menunjukkan 63,5%
dan osteomielitis. Bakteremia dapat pasien mengalami gejala long COVID-
menyebabkan komplikasi seperti sepsis 19. Tanda dan gejala tidak hanya berupa
dan syok septik. Oleh karena itu infeksi keluhan respirasi, tetapi juga dapat
akibat MRSA menjadi tantangan untuk ditemukan pada hampir seluruh organ
diatasi.5 tubuh.7 Oleh karena itu penulis tertarik
membahas kasus mengenai sepsis et

27
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36

causa MRSA pada pasien post COVID- Demam tidak tinggi dan tidak
19 mulai dari faktor risiko, penegakkan menggigil, bersifat hilang timbul. Saat
diagnosis dan tatalaksana penyakit. ini demam tidak ada. Nyeri tenggorokan
tidak ada. Ageusia tidak ada, anosmia
Laporan Kasus tidak ada. Mual ada, muntah tidak ada.
Pasien perempuan usia 56 tahun Penurunan nafsu makan tidak ada.
dirujuk dari RSUD Achmad Darwis
Suliki dengan keluhan utama sesak Tabel 1. Hasil Pemeriksaan
napas meningkat sejak 7 hari sebelum Laboratorium
masuk rumah sakit. Pasien berobat ke Parameter Hasil
RSUD Achmad Darwis Suliki dan Hb 13,0 g/dl
dirawat selama 11 hari. Pasien telah Leukosit 8.180/mm3
dilakukan pemeriksaan swab Trombosit 179.000/mm3
polymerase chain reaction (PCR) pada Hematokrit 38%
tanggal 18 Januari 2021 dengan hasil (+) Diff count 0/1/80/12/7*
CT 23 dan pasien dirujuk ke RSUP dr. GDS 180 mg/dl
M. Djamil karena mengalami desaturasi. Ureum 8 mg/dl
Kreatinin 0,5 mg/dl
Natrium 139 Mmol/L
Kalium 3,1 Mmol/L
Clorida 105 Mmol/L
Total Protein 6,4 g/dl*
Albumin 3,0 g/dl*
Globulin 3,4 g/dl*
Bilirubin total 0,5 mg/dl
Bilirubin direk 0,3 mg/dl
Bilirubin
0,2 mg/dl
Indirek
SGOT 22 u/dl
SGPT 14 u/dl
PT 10,2 detik
Gambar 1. Foto Toraks Antero- APTT 18,3 detik
Posterior pada tanggal 27 Januari 2021 D-dimer 1860 ng/mL*
di RSUP Dr. M. Djamil Padang Feritin 560 ng/mL*
IL-6 23 pg/Ml*
Pasien mengalami sesak napas Procalsitonin 0,14 ng/Ml*
yang meningkat sejak 7 hari yang lalu, pH 7,494*
sesak napas tidak menciut. Batuk pCO2 37,5
meningkat sejak 5 hari sebelum masuk pO2 65*
rumah sakit. Batuk berdahak, warna HCO3 29 mmol/L*
putih encer, bersifat hilang timbul. BE 5,9 mmol/L*
Batuk darah tidak ada. Demam sejak 5 SpO2 94,4*
hari sebelum masuk rumah sakit. PaO2/fiO2 108,3 mmHg*
*nilai laboratorium yang tidak normal

28
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36

Pasien tidak pernah menderita Novorapid 3 x 8 unit, injeksi Levemir 1


tuberkulosis sebelumnya. Pasien x 15 IU. Diet ML DD 1700 kkal.
memiliki riwayat Diabetes Mellitus Penatalaksanaan hiperkoagulopati
(DM) yang tidak terkontrol dan telah diberikan Heparin 1 x 5000 IU dan
mendapat terapi insulin. Riwayat dilakukan pemeriksaan PT, APTT, D-
hipertensi dan keganasan tidak ada. dimer setiap 3 hari. Pasien dilakukan
Keluarga tidak ada yang memiliki pemeriksaan foto toraks PA follow-up
riwayat tuberkulosis, DM, dan pada hari rawatan ke-10 tampak foto
hipertensi. Pasien adalah ibu rumah toraks kedua (Gambar 2) perbaikan dari
tangga dan tidak memiliki kebiasaan foto toraks pertama, sedangkan foto
merokok. toraks hari ke-14 (Gambar 3) dibanding
Pemeriksaan fisik didapatkan foto toraks ke dua didapatkan kesan
kesadaran compos mentis, tekanan darah perburukan.
130/70 mmHg, nadi 100 x/menit, nafas
31x/ menit, suhu 36,70C, saturasi 95%
terpasang oksigen non-rebreathing
mask 10 liter per menit. Pemeriksaan
fisik paru pada inspeksi didapatkan dada
kanan simetris dengan dada kiri (statis)
dan pergerakan dada kanan simetris
dengan dada kiri (dinamis). Pemeriksaan
foto toraks pasien pada awal datang ke
RS dengan kesan pneumonia bilateral
(Gambar 1). Pasien juga dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan hasilnya
terlampir pada Tabel 1.
Berdasarkan hasil anamnesis, Gambar 2. Foto toraks Antero-
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan Posterior diambil pada tanggal 5
penunjang, pasien didiagnosis dengan Februari 2021 (hari rawatan ke-10) di
COVID-19 terkonfirmasi klinis kritis RSUP dr. M. Djamil Padang
dengan ARDS berat + Hiperkoagulopati
+ DM tipe 2 terkontrol insulin. Pasien
mendapatkan terapi diet makan lunak
diet diabetes melitus (ML DD) 1700
kkal. Terapi oksigen high flow nasal
cannula (HFNC) flow 60 dan FiO2 90%,
IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf, Drip
Remdesivir 1 x 200 mg dalam 200 cc
Nacl 0,9% habis dalam 4 jam hari
pertama. Drip Remdesivir 1 x 100 mg
dalam 200 cc NaCl 0,9 % habis dalam 4
jam untuk hari ke 2 sampai hari ke 5 Drip
vitamin C 1 x 600 mg dalam 200 cc NaCl
0,9% habis dalam 4 jam, Drip Resfar 1 x
5000 mg dalam 200 cc NaCl 0,9% habis Gambar 3. Foto Toraks Antero-
dalam 4 jam, injeksi Dexametason 1 x 6 Posterior diambil pada tanggal 9
mg, Vitamin D 1 x 1000mg, Zinc 2 x 20 Februari 2021 (hari rawatan ke-14) di
mg, Paracetamol 3 x 500 mg. Terapi RSUP dr. M. Djamil Padang
untuk Diabetes Melitus diberikan injeksi

29
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36

Pasien dirawat di ruang HCU kultur urin dan kultur sputum serta
isolasi COVID-19 selama 12 hari, hari urinalisa untuk mencari sumber infeksi.
ke-13 pasien telah mengalami konversi 2 Pasien tidak dapat dilakukan
kali dan pasien di pindahkan ke ruang pemeriksaan foto toraks toraks karena
rawatan greenzone. Saat dipindahkan tidak transportable.
kondisi pasien masih sesak, frekuensi Hasil kultur sputum pasien no
napas 24 kali permenit terpasang masker growth. Hasil kultur darah tangan kiri
NRM 10 liter/menit dan saturasi 98%, dan tangan kanan 11 Februari 2021
vital sign lain dalam batas normal. didapatkan kuman Methicillin–resistant
Pasien mengalami perburukan pada hari Staphylococcus aureus (MRSA).
rawatan ke-16 (11 Februari 2021). Resisten terhadap antibiotik
Pasien sesak dan demam. Pemeriksaan benzylpenicillin, oxacillin, gentamicin,
fisik didapatkan kesadaran compos ciprofloxacin, levofloxacin,
mentis, tekanan darah 100/60 mmHg, moxifloxacin,
nadi 110 x/menit, nafas 28x/ menit, suhu trimethoprim/sulfamethoxazole. Sensitif
38,9o C, saturasi 97% terpasang oksigen terhadap erythromycin, clindamycin,
non rebreathing mask 10 liter per menit. vankomisin, tetracycline.
Pemeriksaan fisik paru pada inspeksi Hasil kultur urin pada tanggal 11
didapatkan dada kanan simetris dengan Februari 2021 adalah Klebsiella
dada kiri (statis) dan pergerakan dada pneumonia. Resisten terhadap
kanan simetris dengan dada kiri ampicillin, ampicillin sulbaktam,
(dinamis). Pada pemeriksaan palpasi cefazolin, ceftazidime, ceftriaxon,
simetris kiri sama dengan kanan dan cefepime, meropenem, gentamicin,
pemeriksaan perkusi sonor di kedua ciprofloxacin,
lapangan paru. Pada auskultasi terdengar trimethoprim/sulfamethoxazole. Sensitif
ronchi di kiri dan kanan paru, wheezing terhadap amikacin.
tidak ada.
Tabel 3. Hasil pemeriksaan urinalisa
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Parameter Hasil
Laboratorium 11 Februari 2021 Warna kuning
Parameter Hasil Kekeruhan Positif*
Hb 10,9 g/dL* Berat Jenis 1,019
Leukosit 1613/mm3* pH 5,0
Trombosit 118.000/mm3 leukosit 13-14/LBP*
Diffcount 0/0/15/79/2/4* eristrosit 13-15/LBP*
PT/APTT/INR 14,2 / 36,3 / 1,37* silinder negatif
D-dimer 8.059 ng/mL* Kristal negatif
Procalcitonin 2,82 ng/ mL* Epitel Positif*
*hasil laboratorium yang tidak normal
Yeast Positif*
Pasien dilakukan pemeriksaan Bakteri Positif*
darah rutin serta penanda inflamasi, Protein positif (+1)*
didapatkan hasil leukosit 1.613/mm3 dan Glucose negatif
procalcitonin 2,82 ng/ mL (Tabel 2). Bilirubin negatif
Pasien ditegakkan diagnosis sepsis et Urobilinogen positif
causa HAP dan diberikan terapi oksigen *hasil laboratorium yang tidak normal
15 lpm dengan NRM, dan antibiotik
kombinasi Injeksi Cefepime 3 x 2 g dan Hasil urinalisa pasien pada Tabel 3
Injeksi Gentamicin 2 x 160 mg. Pasien menunjukkan kesan infeksi saluran
dilakukan pemeriksaan kultur darah, kemih dengan tanda peningkatan

30
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36

leukosit dan eritrosit. Pasien ditegakkan satu tempat, bisa juga terdapat di
diagnosis sepsis et causa bakterimia tenggorokan, ketiak, rektum, inguinal,
yang disebabkan kuman MRSA dan atau perineum. Studi terbaru
infeksi saluran kemih yang disebabkan menunjukkan kolonisasi tenggorokan
kuman Klebsiella sehingga diberikan lebih sering daripada hidung oleh karena
antibiotik yang sensitif sesuai hasil itu jika hanya memeriksa hidung, tidak
kultur yaitu Vankomisin loading dose ditemukan kolonisasi kuman. Kolonisasi
1000 mg dan selanjutnya diberikan MRSA di nasal secara signifikan
Vankomisin 2 x 800 mg dan meningkatkan risiko terjadinya sepsis.10
dikombinasikan dengan Amikacin 1 x Sumber infeksi potensial adalah kateter
800 mg. Antibiotik Cefepime 3 x 2 g dan intravena, endokarditis, endovaskular,
Gentamicin 2 x 160 mg yang telah saluran pernapasan, jaringan lunak,
diberikan selama 6 hari dihentikan. sendi, saluran urinaria, dan
11
Hari rawatan ke 22, pasien peritoneum. Pasien ini tidak memiliki
mengalami syok sepsis, pasien tidak riwayat intubasi dan operasi,
sadar dan tekanan darah pasien 80/ pulse. kemungkinan sumber infeksi berasal
Pasien diberikan penatalaksanaan syok dari pemasangan kateter intravena
sepsis sesuai panduan. Pasien diberikan (infus).
resusitasi cairan dengan NaCL 0,9 % di Staphylococcus aureus adalah
loading 200 cc sebanyak dua kali, kuman gram-positif berbentuk bulat,
tekanan darah tidak naik, kemudian non-motil, pembentuk non-spora, dan
pasien diberikan vascon (norephinefrine) beberapa strain terkapsulasi. Isolasi
titrasi bertahap sesuai dosis koreksi. pertama dilakukan oleh Alexander
Pasien juga diberikan kortikosteroid Ogston selama investigasi kasus sepsis
yaitu injeksi Dexametasone 3 x 10 mg. dan infeksi luka pada tahun 1880.
Tekanan darah pasien tidak naik, pasien Pemeriksaan mikroskopis pada 88
tidak respon dengan terapi yang spesimen pus menunjukkan adanya
diberikan dan pasien meninggal dunia. coccus Gram-positif (S. aureus).
Munculnya strain MRSA virulen yang
Pembahasan resisten terhadap berbagai obat
merupakan masalah besar bagi
Pasien ini merupakan pasien yang kesehatan masyarakat. Resistensi ini
telah sembuh dari COVID-19, kemudian dipengaruhi beberapa faktor, di
mengalami sepsis yang disebabkan antaranya meningkatnya frekuensi
kuman MRSA. Faktor-faktor yang penggunaan antibiotik dalam
menyebabkan seseorang terinfeksi pengobatan penyakit serta penggunaan
kuman MRSA di antaranya penyakit antibiotik yang tidak sesuai pedoman.12
kronis, penggunaan narkoba suntikan, Pelepasan enzim β-laktamase oleh
riwayat rawat inap atau kunjungan rawat S. aureus adalah penyebab utama
jalan sebelumnya, riwayat penggunaan resistensi turunan penisilin dan penisilin,
antibiotik, dan kontak dengan orang sedangkan gen mecA (mengkode
yang terinfeksi MRSA.5 Pasien ini transpeptidase spesifik untuk produksi
adalah seorang wanita yang memiliki protein pengikat penisilin) bertanggung
faktor risiko yaitu memiliki penyakit jawab untuk resistensi metisilin. Gen
kronis DM. mecA berada pada kromosom MRSA
Tempat yang paling umum dari (SCCmec); tujuh jenis SCCmec telah
kolonisasi MRSA adalah nares anterior. diidentifikasi hingga saat ini. Ada tujuh
Staphylococcus aureus (termasuk jenis SCCmec (I – VII). Produksi protein
MRSA) sering berkoloni di lebih dari pengikat penisilin MRSA dianggap

31
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36

sebagai penyebab paling penting dari ini akan mempengaruhi beberapa organ
resistensi penisilin dan metisilin.12 dan sel seperti di hipotalamus yang
MRSA juga menunjukkan resistensi kemudian menimbulkan demam,
terhadap beberapa agen antimikroba, takikardi, dan takipneu. Terjadinya
termasuk; penisilin, metisilin, oksasilin, hipotensi dikarenakan mediator
sefoksitin, amoksisilin-klavulanat, inflamasi juga mempengaruhi dinding
amoksisilin-sulbaktam, kuinolon, pembuluh darah dengan menginduksi
makrolida, sefalosporin, tetrasiklin, dan proses sintesis Nitrit oxide (NO). Akibat
kloramfenikol.13 Hal ini disebabkan NO yang berlebih ini terjadi vasodilatasi
karena adanya gen selain gen mecA yang dan kebocoran plasma kapiler, sel-sel
terdapat di dalam kromosom SCCmec yang terkait hipoksia yang bila
yang menyebabkan bakteri memiliki berlangsung lama terjadi disfungsi
resistensi terhadap golongan obat organ, biasanya hal ini sering terjadi bila
lainnya.12 syok septik yang tidak ditangani dengan
Resistensi metisilin dapat baik.16 Selain respons inflamasi yang
ditentukan dengan deteksi berbasis PCR sistemik, sepsis juga menimbulkan
dari gen mecA serta resistensi terhadap kekacauan dari sistem koagulasi dan
cefoxitin. Gen mecA terutama fibrinolisis.17 Gomez dkk. melakukan
mengkodekan protein pengikat penisilin studi observasional terhadap sepsis et
(PBP-2A) yang bertanggung jawab atas causa MRSA pada tahun 2000-2004
jenis resistensi antimikroba ini.14 MRSA menemukan prediktor independen untuk
adalah biovar zoonosis virulen dari S. kematian adalah tingkat keparahan
aureus, yang menunjukkan kriteria penyakit saat awal datang, terapi empiris
spesifik sebagai tahan cefoxitin dan yang tidak adekuat, dan adanya
methicillin. Berbagai pola fenotipe dan komplikasi sepsis seperti syok sepsis,
molekuler dapat membedakan antara gagal ginjal akut, dan koagulopati
yang sensitif terhadap metisilin S. aureus intravaskular yang tersebar. Guilarde
(MSSA) dan MRSA.15 dkk. menemukan sepsis berat dan syok
Pasien ini terinfeksi MRSA dan sepsis menjadi faktor risiko independen
memberat dengan terjadinya sepsis. untuk kematian terkait dengan MRSA.
Perjalanan terjadinya sepsis merupakan Oleh karena itu perlu mengetahui faktor
mekanisme yang kompleks. risiko untuk membantu klinisi
Patofisiologi keadaan ini dimulai dari menentukan pasien yang berada dalam
adanya reaksi terhadap infeksi. Saat ini risiko tinggi agar lebih bisa ditatalaksana
sepsis tidak hanya dipandang sebagai lebih baik.11
respons inflamasi yang kacau tetapi juga Tata laksana dari sepsis
meliputi ketidakseimbangan proses menggunakan protokol yang dikeluarkan
koagulasi dan fibrinolisis. Hal ini oleh Society of Critical Care Medicine
merupakan mekanisme-mekanisme (SCCM) dan European Society of
penting dari patofisiologi sepsis yang Critical Care Medicine (ECCM) yaitu
dikenal dengan kaskade sepsis. “Surviving Sepsis Guidelines”.18
Makrofag, monosit, dan netrofil yang Komponen dasar dari penanganan sepsis
teraktivasi inilah yang melepaskan dan syok septik adalah resusitasi awal,
mediator inflamasi atau sitokin vasopressor/ inotropik, dukungan
proinflamasi seperti TNF-α dan IL -1β, hemodinamik, pemberian antibiotik
IL – 2, IL – 6, interferon gamma, platelet awal, kontrol sumber infeksi,
activating factor (PAF), dimana dalam pemeriksaan kultur dan radiologi.1,19
klinis akan ditandai dengan timbulnya Guideline tersebut merekomendasikan
gejala-gejala SIRS. Sitokin proinflamasi keadaan sepsis diberikan terapi cairan

32
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36

kristaloid minimal sebesar 30 ml/kgBB berhubungan dengan peningkatan risiko


dalam 3 jam atau kurang. Protokol ini kematian.3 Tindakan pemberian
menekankan pemeriksaan ulang klinis antibiotik kombinasi injeksi Cefepime 3
sesering mungkin dan pemeriksaan x 2 g dan Gentamicin 2 x 160 mg segera
kecukupan cairan secara dinamis (variasi diberikan pada pasien ini sebelum hasil
tekanan nadi arterial). Protokol ini kultur keluar.
menekankan bahwa klinisi harus Pemilihan antibiotik secara
melakukan teknik “fluid challenge” empiris pada bakteremia yang
untuk mengevaluasi efektivitas dan disebabkan MRSA memerlukan
keamanan dari pemberian cairan. Ketika beberapa pertimbangan di antaranya:
status hemodinamik membaik dengan profil pola kuman dan resistensi terhadap
pemberian cairan, pemberian cairan antibiotik lokal, faktor risiko untuk
lebih lanjut dapat dipertimbangkan. perjalanan klinis yang complicated,
Namun pemberian carian harus adanya komorbiditas, tindakan
dihentikan apabila respons terhadap intervensi, dan respons terhadap
pemberian cairan tidak memberikan efek antibiotik sebelumnya. Secara umum,
lebih lanjut. Maka dari itu, protokol ini pengobatan yang direkomendasikan
telah berubah dari strategi resusitasi untuk kasus bakteremia MRSA adalah
kuantitatif ke arah terapi resusitasi yang vankomisin atau daptomisin.5 Pasien ini
fokus terhadap kondisi pasien tersebut diberikan antibiotik yang sensitif sesuai
dengan dipandu pemeriksaan dinamis hasil kultur yang keluar yaitu
untuk mengevaluasi respon dari terapi Vankomisin 2 x 800 mg dan
tersebut.19 dikombinasikan dengan Amikacin 1 x
Penggunaan vasopressor yang 800 mg.
direkomendasikan adalah norepinefrin Vankomisin adalah antibiotik lini
untuk mencapai target MAP ≥65 mmHg. pertama untuk pengobatan sepsis et
Penggunaan cairan yang causa MRSA, ia memiliki onset aktivitas
direkomendasikan adalah cairan bakterisidal yang relatif lambat dan
kristaloid dengan dosis 30 ml/kgBB dan penetrasi yang buruk ke beberapa
diberikan dengan melakukan fluid jaringan. Kekhawatiran lain penggunaan
challenge selama didapatkan vankomisin dosis tinggi adalah potensi
peningkatan status hemodinamik nefrotoksisitas. Daptomisin dianggap
berdasarkan variabel dinamis sebagai agen lini pertama alternatif
(perubahan tekanan nadi, variasi volum untuk sepsis et causa MRSA. Moise dkk.
sekuncup) atau statik (tekanan nadi, laju membandingkan efektivitas vankomisin
nadi).3 dibandingkan dengan daptomisin dalam
Penanganan infeksi merupakan sebuah penelitian kohort retrospektif
komponen penting dalam penanganan multisenter tahun 2015 di 11 rumah sakit
sepsis. Penggunaan antibiotik di Amerika Serikat. Mereka menemukan
berspektrum luas sebaiknya disertai tingkat kegagalan terapi pada 170 pasien
dengan kultur dan identifikasi sumber sebesar 35% (59 pasien) yaitu 11 %
penularan kuman untuk meningkatkan untuk daptomisin dan 24% untuk
keefektifan penggunaan antibiotik. vankomisin (p=0,025). Pasien yang
Protokol terbaru merekomendasikan mengalami gagal ginjal akut sebesar 9%
bahwa penggunaan antibiotik harus dengan daptomisin dan 23% dengan
diberikan maksimal dalam waktu 1 jam. vankomisin (p=0,043). Tingkat
Rekomendasi ini berdasarkan berbagai kegagalan antara kelompok pasien yang
penelitian yang menunjukkan bahwa diberikan terapi dengan vankomisin
penundaan dalam penggunaan antibiotik tidak berbeda jauh dengan kelompok

33
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36

pasien dengan Daptomisin, tetapi tingkat Long COVID bisa menyerang


gagal ginjal akut ditemukan lebih rendah banyak organ selain paru, seperti
pada pasien dengan terapi Daptomisin.20 jantung, ginjal, otak, dan selain paru,
Pasien ini merupakan penyintas seperti jantung, ginjal, otak, dan
COVID-19 (post COVID-19), oleh pembuluh darah. Gejala sesak pada
karena itu perlu penilaian apakah pasien yang menetap disebabkan adanya
perburukan pada pasien ini diperberat inflamasi kronis, perubahan fibrotik
oleh gejala long COVID. Efek jangka jaringan paru, dan tromboembolisme
panjang dari infeksi COVID-19 belum vaskular paru. Pada saat mengalami
dapat dipahami dengan jelas. infeksi COVID-19, jantung bisa
Perpanjangan dari proses pemulihan mengalami miokarditis karena terjadi
gejala sisa dapat terjadi pada pasien yang hipoksemia dan proses inflamasi akibat
memiliki gejala ringan dan tidak invasi virus COVID-19 melalui reseptor
membutuhkan perawatan di rumah sakit. ACE-2.24 Hal ini dapat menyebabkan
Gejala sisa tersebut diterminologikan kerusakan miokardium, perikardium,
dengan post-acute COVID-19 syndrome dan sistem konduksi. Pada pemeriksaan
atau long COVID.21, 22 Belum ada autopsi terhadap 39 kasus kematian
definisi yang jelas untuk post-acute COVID-19, ditemukan virus pada
COVID-19 syndrome atau long COVID. jaringan jantung sebesar 62,5% pasien.
Secara umum istilah ini digunakan untuk Respons inflamasi menyebabkan
menjelaskan kumpulan penyakit pada kematian cardiomyocyte dan fibrosis
pasien yang telah sembuh dari COVID- jantung. Otot jantung yang mengalami
19 tetapi masih memiliki gejala dalam remodeling diduga memicu terjadinya
waktu kurang dari 6 bulan sejak aritmia, paling sering dalam bentuk atrial
terinfeksi COVID-19.23 fibrilasi dan bisa menyebabkan syok
Mekanisme terjadinya long pada pasien.25 Oleh karena itu diperlukan
COVID masih belum jelas. pemantauan multidisiplin dengan bagian
Kemungkinan ada 3 mekanisme yang jantung dalam menangani pasien long
terjadi: rendahnya respons antibodi COVID yang memiliki gangguan
terhadap infeksi SARS-CoV-2, respons jantung. Pemeriksaan elektrokardiografi
inflamasi yang memanjang, infeksi (EKG) pada minggu ke 4-12 dibutuhkan
berulang dari SARS-CoV-2.23 Gejala pada pasien yang mengalami komplikasi
yang muncul pada long COVID sangat dengan jantung. Selain itu pemeriksaan
bervariasi. Pasien bisa menunjukkan magnetic resonance imaging (MRI)
gejala non-spesifik seperti kelelahan, jantung dan nilai troponin juga
nyeri otot, gangguan tidur, batuk, sesak dibutuhkan pada kasus tertentu.9 Pada
napas, berdebar-debar, keringat malam pasien ini sebaiknya juga dilakukan
dan berbagai gejala organ yang spesifik pemeriksaan penelusuran untuk masalah
seperti orthopnea, kaki bengak, dan jantungnya, apakah terdapat kelainan
gagal jantung.21,22 Selanjutnya nyeri yang memperburuk kondisi pasien.
dada dan sesak napas yang berat
kemungkinan karena terjadi emboli Simpulan dan Saran
paru.9 Pasien post COVID-19 berisiko
tinggi untuk terjadinya infeksi bakteri Sepsis adalah adanya respons
dan jamur (pulmonary aspergillosis).23 sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh
Pasien ini merupakan pasien long yang dapat berkembang menjadi sepsis
COVID dengan gejala sesak napas. berat dan syok septik. Pada laporan
Perburukan pada pasien ini dapat kasus ini telah dilaporkan seorang pasien
diperberat oleh gejala long COVID. perempuan dengan long COVID-19

34
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36

yang mengalami pemburukan akibat B. Incidence, prevalence, and


sepsis yang disebabkan kuman MRSA. management of MRSA
Sumber infeksi pada pasien ini adalah bacteremia across patient
pemasangan kateter intravena yang populations-a review of recent
sering dilakukan pada pasien yang developments in MRSA
dirawat di rumah sakit. Pasien ini management and treatment. Crit
memiliki faktor risiko untuk terjadinya Care. 2017;21(1):211–4.
sepsis oleh MRSA yaitu usia tua (≥60 6. Pannewick B, Baier C, Schwab F,
tahun) dan DM. Pemeriksaan diagnostik Vonberg RP. Infection control
kultur darah tangan kanan dan tangan measures in nosocomial MRSA
kiri menunjukkan kuman penyebab outbreaks-Results of a systematic
adalah MRSA dan antibiotik yang dipilih analysis. PLoS One. 2021;16(4
adalah berdasarkan pola sensitivitas April):1–10.
kuman yaitu Vankomisin. Prediktor 7. da Silva Ramos FJ, de Freitas
independen untuk kematian pada sepsis FGR, Machado FR. Sepsis in
yang disebabkan MRSA yang dimiliki patients hospitalized with
pasien ini adalah syok sepsis. coronavirus disease 2019: how
Perburukan pada pasien post COVID-19 often and how severe? Curr Opin
juga perlu penilaian secara multidisiplin Crit Care. 2021;27(5):474–9.
apakah disebabkan gejala long COVID 8. Langford BJ, So M, Raybardhan
yang melibatkan banyak organ. S, Leung V, Westwood D,
MacFadden DR, et al. Bacterial
Daftar Pustaka
co-infection and secondary
infection in patients with COVID-
1. Mehta Y, Kochhar G. Sepsis and 19: a living rapid review and
septic shock. J Card Crit Care. meta-analysis. Clin Microbiol
2017;1(August):3–5. Infect. 2020;26(12):1622–9.
2. Mayr FB, Yende S, Angus DC. 9. Nalbandian A, Sehgal K, Gupta
Epidemiology of severe sepsis. A, Madhavan M V., McGroder C,
Virulence. 2014;5(1):4–11. Stevens JS, et al. Post-acute
3. Rhodes A, Evans LE, Alhazzani COVID-19 syndrome. Nat Med.
W, Levy MM, Antonelli M, Ferrer 2021;27(4):601–15.
R, et al. Surviving Sepsis 10. Vigil DI, Harden WD, Hines AE,
Campaign: International Hosokawa PW, Henderson WG,
Guidelines for Management of Bessesen MT. Risk of MRSA
Sepsis and Septic Shock: 2016. infection in patients with
Vol. 43, Intensive Care Medicine. intermittent versus persistent
Springer Berlin Heidelberg; 2017. MRSA Nares colonization. Infect
304–77 p. Control Hosp Epidemiol.
4. Tong SYC, Davis JS, 2015;36(11):1292–7.
Eichenberger E, Holland TL, 11. Lam SW, Bauer SR, Neuner EA.
Fowler VG. Staphylococcus Predictors of septic shock in
aureus Infections : Epidemiology , patients with methicillin-resistant
Pathophysiology , Clinical Staphylococcus aureus
Manifestations , and bacteremia. Int J Infect Dis.
Management. 2015;28(3):603– 2012;16(6):453–6.
61. 12. Algammal AM, Hetta HF,
5. Hassoun A, Linden PK, Friedman Elkelish A, Alkhalifah DHH,

35
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36

Hozzein WN, Batiha GES, et al. W, Levy MM, Antonelli M, Ferrer


Methicillin-resistant R, et al. Surviving Sepsis
staphylococcus aureus (MRSA): Campaign: International
One health perspective approach Guidelines for Management of
to the bacterium epidemiology, Sepsis and Septic Shock: 2016.
virulence factors, antibiotic- Vol. 45, Critical Care Medicine.
resistance, and zoonotic impact. 2017. 486–552 p.
Infect Drug Resist. 20. Moise PA, Culshaw DL, Wong-
2020;13:3255–65. Beringer A, Bensman J, Lamp
13. Algammal AM, El-Sayed ME, KC, Smith WJ, et al. Comparative
Youssef FM, Saad SA, Elhaig Effectiveness of Vancomycin
MM, Batiha GE, et al. Prevalence, Versus Daptomycin for MRSA
the antibiogram and the frequency Bacteremia with Vancomycin
of virulence genes of the most MIC >1 mg/L: A Multicenter
predominant bacterial pathogens Evaluation. Clin Ther.
incriminated in calf pneumonia. 2016;38(1):16–30.
AMB Express. 2020;10(1):1–7. 21. Menges D, Ballouz T,
14. Prenafeta A, Sitjà M, Holmes Anagnostopoulos A, Aschmann
MA, Paterson GK. Short HE, Domenghino A, Fehr JS, et
communication: Biofilm al. Burden of post-COVID-19
production characterization of syndrome and implications for
mecA and mecC methicillin- healthcare service planning: A
resistant Staphylococcus aureus population-based cohort study.
isolated from bovine milk in Great PLoS One. 2021;16(7 July):1–19.
Britain. J Dairy Sci. 22. Chen C, Haupert SR,
2014;97(8):4838–41. Zimmermann L, Shi X, Fritsche
15. Gajdács M. The concept of an LG, Mukherjee B. Global
ideal antibiotic: Implications for Prevalence of Post-Acute
drug design. Molecules. Sequelae of COVID-19 (PASC)
2019;24(5):1–5. or Long COVID: A Meta-
16. Irvan I, Febyan F, Suparto S. Analysis and Systematic Review.
Sepsis dan Tata Laksana Berdasar medRxiv. 2021;2019:1–15.
Guideline Terbaru. JAI (Jurnal 23. Al-Jahdhami I, Al-Naamani K,
Anestesiol Indones. Al-Mawali A. The post-acute
2018;10(1):62–4. COVID-19 syndrome (Long
17. Dewitte A, Lepreux S, Villeneuve COVID). Oman Med J.
J, Rigothier C, Combe C, Ouattara 2021;36(1):1–2.
A, et al. Blood platelets and sepsis 24. Xie Y, Xu E, Bowe B, Al-Aly Z.
pathophysiology: A new Long-term cardiovascular
therapeutic prospect in critical ill outcomes of COVID-19. Nat
patients? Ann Intensive Care. Med. 2022;28(3):583–90.
2017;7(1):1–18. 25. Mai F, Del Pinto R, Ferri C.
18. De Backer D, Dorman T. A COVID-19 and cardiovascular
Continuous Move Toward Better diseases. J Cardiol.
Care of Patients With Sepsis. 2020;76(5):453–8.
JAMA - J Am Med Assoc.
2017;317(8):807–8.
19. Rhodes A, Evans LE, Alhazzani

36

Anda mungkin juga menyukai