Sepsis Mrsa
Sepsis Mrsa
ABSTRAK
Sepsis adalah adanya respon sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh yang dapat berkembang menjadi
sepsis berat dan syok septik. Sepsis dapat disebabkan berbagai jenis kuman, salah satunya yang menjadi
masalah kesehatan global utama adalah kuman Staphylococcus aureus resisten obat atau Multidrug
Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA). Laporan kasus ini membahas tentang seorang pasien yang telah
sembuh dari COVID-19 (post COVID-19) kemudian mengalami sepsis yang disebabkan MRSA
berdasarkan hasil pemeriksaan kultur darah. Pasien telah diberikan tatalaksana sesuai protokol sepsis serta
terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan pola sensitivitas kuman yaitu vankomisin dan amikacin.
Kondisi pasien makin memburuk dengan mengalami syok sepsis dan akhirnya meninggal dunia setelah 22
hari dirawat di RS dr. M. Djamil Padang.
ABSTRACT
Sepsis is a systemic response to infection in the body that can progress to severe sepsis and septic shock.
Sepsis can be caused by various types of germs, one of which is a major global health problem is multidrug-
resistant Staphylococcus aureus (MRSA). This case report discusses about a patient who had recovered
from COVID-19 (post COVID-19) and then developed sepsis caused by MRSA based on the results of a
blood culture. The patient was treated according to the sepsis protocol and antibiotic therapy based on the
results of culture and bacterial sensitivity patterns, namely vankomisin and amikacin. The patient's
condition worsened with septic shock and eventually died after 22 days of being treated at M. Djamil
Hospital, Padang.
Korespondensi: elsapurnamasari2007@gmail.com
26
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36
27
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36
causa MRSA pada pasien post COVID- Demam tidak tinggi dan tidak
19 mulai dari faktor risiko, penegakkan menggigil, bersifat hilang timbul. Saat
diagnosis dan tatalaksana penyakit. ini demam tidak ada. Nyeri tenggorokan
tidak ada. Ageusia tidak ada, anosmia
Laporan Kasus tidak ada. Mual ada, muntah tidak ada.
Pasien perempuan usia 56 tahun Penurunan nafsu makan tidak ada.
dirujuk dari RSUD Achmad Darwis
Suliki dengan keluhan utama sesak Tabel 1. Hasil Pemeriksaan
napas meningkat sejak 7 hari sebelum Laboratorium
masuk rumah sakit. Pasien berobat ke Parameter Hasil
RSUD Achmad Darwis Suliki dan Hb 13,0 g/dl
dirawat selama 11 hari. Pasien telah Leukosit 8.180/mm3
dilakukan pemeriksaan swab Trombosit 179.000/mm3
polymerase chain reaction (PCR) pada Hematokrit 38%
tanggal 18 Januari 2021 dengan hasil (+) Diff count 0/1/80/12/7*
CT 23 dan pasien dirujuk ke RSUP dr. GDS 180 mg/dl
M. Djamil karena mengalami desaturasi. Ureum 8 mg/dl
Kreatinin 0,5 mg/dl
Natrium 139 Mmol/L
Kalium 3,1 Mmol/L
Clorida 105 Mmol/L
Total Protein 6,4 g/dl*
Albumin 3,0 g/dl*
Globulin 3,4 g/dl*
Bilirubin total 0,5 mg/dl
Bilirubin direk 0,3 mg/dl
Bilirubin
0,2 mg/dl
Indirek
SGOT 22 u/dl
SGPT 14 u/dl
PT 10,2 detik
Gambar 1. Foto Toraks Antero- APTT 18,3 detik
Posterior pada tanggal 27 Januari 2021 D-dimer 1860 ng/mL*
di RSUP Dr. M. Djamil Padang Feritin 560 ng/mL*
IL-6 23 pg/Ml*
Pasien mengalami sesak napas Procalsitonin 0,14 ng/Ml*
yang meningkat sejak 7 hari yang lalu, pH 7,494*
sesak napas tidak menciut. Batuk pCO2 37,5
meningkat sejak 5 hari sebelum masuk pO2 65*
rumah sakit. Batuk berdahak, warna HCO3 29 mmol/L*
putih encer, bersifat hilang timbul. BE 5,9 mmol/L*
Batuk darah tidak ada. Demam sejak 5 SpO2 94,4*
hari sebelum masuk rumah sakit. PaO2/fiO2 108,3 mmHg*
*nilai laboratorium yang tidak normal
28
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36
29
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36
Pasien dirawat di ruang HCU kultur urin dan kultur sputum serta
isolasi COVID-19 selama 12 hari, hari urinalisa untuk mencari sumber infeksi.
ke-13 pasien telah mengalami konversi 2 Pasien tidak dapat dilakukan
kali dan pasien di pindahkan ke ruang pemeriksaan foto toraks toraks karena
rawatan greenzone. Saat dipindahkan tidak transportable.
kondisi pasien masih sesak, frekuensi Hasil kultur sputum pasien no
napas 24 kali permenit terpasang masker growth. Hasil kultur darah tangan kiri
NRM 10 liter/menit dan saturasi 98%, dan tangan kanan 11 Februari 2021
vital sign lain dalam batas normal. didapatkan kuman Methicillin–resistant
Pasien mengalami perburukan pada hari Staphylococcus aureus (MRSA).
rawatan ke-16 (11 Februari 2021). Resisten terhadap antibiotik
Pasien sesak dan demam. Pemeriksaan benzylpenicillin, oxacillin, gentamicin,
fisik didapatkan kesadaran compos ciprofloxacin, levofloxacin,
mentis, tekanan darah 100/60 mmHg, moxifloxacin,
nadi 110 x/menit, nafas 28x/ menit, suhu trimethoprim/sulfamethoxazole. Sensitif
38,9o C, saturasi 97% terpasang oksigen terhadap erythromycin, clindamycin,
non rebreathing mask 10 liter per menit. vankomisin, tetracycline.
Pemeriksaan fisik paru pada inspeksi Hasil kultur urin pada tanggal 11
didapatkan dada kanan simetris dengan Februari 2021 adalah Klebsiella
dada kiri (statis) dan pergerakan dada pneumonia. Resisten terhadap
kanan simetris dengan dada kiri ampicillin, ampicillin sulbaktam,
(dinamis). Pada pemeriksaan palpasi cefazolin, ceftazidime, ceftriaxon,
simetris kiri sama dengan kanan dan cefepime, meropenem, gentamicin,
pemeriksaan perkusi sonor di kedua ciprofloxacin,
lapangan paru. Pada auskultasi terdengar trimethoprim/sulfamethoxazole. Sensitif
ronchi di kiri dan kanan paru, wheezing terhadap amikacin.
tidak ada.
Tabel 3. Hasil pemeriksaan urinalisa
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Parameter Hasil
Laboratorium 11 Februari 2021 Warna kuning
Parameter Hasil Kekeruhan Positif*
Hb 10,9 g/dL* Berat Jenis 1,019
Leukosit 1613/mm3* pH 5,0
Trombosit 118.000/mm3 leukosit 13-14/LBP*
Diffcount 0/0/15/79/2/4* eristrosit 13-15/LBP*
PT/APTT/INR 14,2 / 36,3 / 1,37* silinder negatif
D-dimer 8.059 ng/mL* Kristal negatif
Procalcitonin 2,82 ng/ mL* Epitel Positif*
*hasil laboratorium yang tidak normal
Yeast Positif*
Pasien dilakukan pemeriksaan Bakteri Positif*
darah rutin serta penanda inflamasi, Protein positif (+1)*
didapatkan hasil leukosit 1.613/mm3 dan Glucose negatif
procalcitonin 2,82 ng/ mL (Tabel 2). Bilirubin negatif
Pasien ditegakkan diagnosis sepsis et Urobilinogen positif
causa HAP dan diberikan terapi oksigen *hasil laboratorium yang tidak normal
15 lpm dengan NRM, dan antibiotik
kombinasi Injeksi Cefepime 3 x 2 g dan Hasil urinalisa pasien pada Tabel 3
Injeksi Gentamicin 2 x 160 mg. Pasien menunjukkan kesan infeksi saluran
dilakukan pemeriksaan kultur darah, kemih dengan tanda peningkatan
30
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36
leukosit dan eritrosit. Pasien ditegakkan satu tempat, bisa juga terdapat di
diagnosis sepsis et causa bakterimia tenggorokan, ketiak, rektum, inguinal,
yang disebabkan kuman MRSA dan atau perineum. Studi terbaru
infeksi saluran kemih yang disebabkan menunjukkan kolonisasi tenggorokan
kuman Klebsiella sehingga diberikan lebih sering daripada hidung oleh karena
antibiotik yang sensitif sesuai hasil itu jika hanya memeriksa hidung, tidak
kultur yaitu Vankomisin loading dose ditemukan kolonisasi kuman. Kolonisasi
1000 mg dan selanjutnya diberikan MRSA di nasal secara signifikan
Vankomisin 2 x 800 mg dan meningkatkan risiko terjadinya sepsis.10
dikombinasikan dengan Amikacin 1 x Sumber infeksi potensial adalah kateter
800 mg. Antibiotik Cefepime 3 x 2 g dan intravena, endokarditis, endovaskular,
Gentamicin 2 x 160 mg yang telah saluran pernapasan, jaringan lunak,
diberikan selama 6 hari dihentikan. sendi, saluran urinaria, dan
11
Hari rawatan ke 22, pasien peritoneum. Pasien ini tidak memiliki
mengalami syok sepsis, pasien tidak riwayat intubasi dan operasi,
sadar dan tekanan darah pasien 80/ pulse. kemungkinan sumber infeksi berasal
Pasien diberikan penatalaksanaan syok dari pemasangan kateter intravena
sepsis sesuai panduan. Pasien diberikan (infus).
resusitasi cairan dengan NaCL 0,9 % di Staphylococcus aureus adalah
loading 200 cc sebanyak dua kali, kuman gram-positif berbentuk bulat,
tekanan darah tidak naik, kemudian non-motil, pembentuk non-spora, dan
pasien diberikan vascon (norephinefrine) beberapa strain terkapsulasi. Isolasi
titrasi bertahap sesuai dosis koreksi. pertama dilakukan oleh Alexander
Pasien juga diberikan kortikosteroid Ogston selama investigasi kasus sepsis
yaitu injeksi Dexametasone 3 x 10 mg. dan infeksi luka pada tahun 1880.
Tekanan darah pasien tidak naik, pasien Pemeriksaan mikroskopis pada 88
tidak respon dengan terapi yang spesimen pus menunjukkan adanya
diberikan dan pasien meninggal dunia. coccus Gram-positif (S. aureus).
Munculnya strain MRSA virulen yang
Pembahasan resisten terhadap berbagai obat
merupakan masalah besar bagi
Pasien ini merupakan pasien yang kesehatan masyarakat. Resistensi ini
telah sembuh dari COVID-19, kemudian dipengaruhi beberapa faktor, di
mengalami sepsis yang disebabkan antaranya meningkatnya frekuensi
kuman MRSA. Faktor-faktor yang penggunaan antibiotik dalam
menyebabkan seseorang terinfeksi pengobatan penyakit serta penggunaan
kuman MRSA di antaranya penyakit antibiotik yang tidak sesuai pedoman.12
kronis, penggunaan narkoba suntikan, Pelepasan enzim β-laktamase oleh
riwayat rawat inap atau kunjungan rawat S. aureus adalah penyebab utama
jalan sebelumnya, riwayat penggunaan resistensi turunan penisilin dan penisilin,
antibiotik, dan kontak dengan orang sedangkan gen mecA (mengkode
yang terinfeksi MRSA.5 Pasien ini transpeptidase spesifik untuk produksi
adalah seorang wanita yang memiliki protein pengikat penisilin) bertanggung
faktor risiko yaitu memiliki penyakit jawab untuk resistensi metisilin. Gen
kronis DM. mecA berada pada kromosom MRSA
Tempat yang paling umum dari (SCCmec); tujuh jenis SCCmec telah
kolonisasi MRSA adalah nares anterior. diidentifikasi hingga saat ini. Ada tujuh
Staphylococcus aureus (termasuk jenis SCCmec (I – VII). Produksi protein
MRSA) sering berkoloni di lebih dari pengikat penisilin MRSA dianggap
31
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36
sebagai penyebab paling penting dari ini akan mempengaruhi beberapa organ
resistensi penisilin dan metisilin.12 dan sel seperti di hipotalamus yang
MRSA juga menunjukkan resistensi kemudian menimbulkan demam,
terhadap beberapa agen antimikroba, takikardi, dan takipneu. Terjadinya
termasuk; penisilin, metisilin, oksasilin, hipotensi dikarenakan mediator
sefoksitin, amoksisilin-klavulanat, inflamasi juga mempengaruhi dinding
amoksisilin-sulbaktam, kuinolon, pembuluh darah dengan menginduksi
makrolida, sefalosporin, tetrasiklin, dan proses sintesis Nitrit oxide (NO). Akibat
kloramfenikol.13 Hal ini disebabkan NO yang berlebih ini terjadi vasodilatasi
karena adanya gen selain gen mecA yang dan kebocoran plasma kapiler, sel-sel
terdapat di dalam kromosom SCCmec yang terkait hipoksia yang bila
yang menyebabkan bakteri memiliki berlangsung lama terjadi disfungsi
resistensi terhadap golongan obat organ, biasanya hal ini sering terjadi bila
lainnya.12 syok septik yang tidak ditangani dengan
Resistensi metisilin dapat baik.16 Selain respons inflamasi yang
ditentukan dengan deteksi berbasis PCR sistemik, sepsis juga menimbulkan
dari gen mecA serta resistensi terhadap kekacauan dari sistem koagulasi dan
cefoxitin. Gen mecA terutama fibrinolisis.17 Gomez dkk. melakukan
mengkodekan protein pengikat penisilin studi observasional terhadap sepsis et
(PBP-2A) yang bertanggung jawab atas causa MRSA pada tahun 2000-2004
jenis resistensi antimikroba ini.14 MRSA menemukan prediktor independen untuk
adalah biovar zoonosis virulen dari S. kematian adalah tingkat keparahan
aureus, yang menunjukkan kriteria penyakit saat awal datang, terapi empiris
spesifik sebagai tahan cefoxitin dan yang tidak adekuat, dan adanya
methicillin. Berbagai pola fenotipe dan komplikasi sepsis seperti syok sepsis,
molekuler dapat membedakan antara gagal ginjal akut, dan koagulopati
yang sensitif terhadap metisilin S. aureus intravaskular yang tersebar. Guilarde
(MSSA) dan MRSA.15 dkk. menemukan sepsis berat dan syok
Pasien ini terinfeksi MRSA dan sepsis menjadi faktor risiko independen
memberat dengan terjadinya sepsis. untuk kematian terkait dengan MRSA.
Perjalanan terjadinya sepsis merupakan Oleh karena itu perlu mengetahui faktor
mekanisme yang kompleks. risiko untuk membantu klinisi
Patofisiologi keadaan ini dimulai dari menentukan pasien yang berada dalam
adanya reaksi terhadap infeksi. Saat ini risiko tinggi agar lebih bisa ditatalaksana
sepsis tidak hanya dipandang sebagai lebih baik.11
respons inflamasi yang kacau tetapi juga Tata laksana dari sepsis
meliputi ketidakseimbangan proses menggunakan protokol yang dikeluarkan
koagulasi dan fibrinolisis. Hal ini oleh Society of Critical Care Medicine
merupakan mekanisme-mekanisme (SCCM) dan European Society of
penting dari patofisiologi sepsis yang Critical Care Medicine (ECCM) yaitu
dikenal dengan kaskade sepsis. “Surviving Sepsis Guidelines”.18
Makrofag, monosit, dan netrofil yang Komponen dasar dari penanganan sepsis
teraktivasi inilah yang melepaskan dan syok septik adalah resusitasi awal,
mediator inflamasi atau sitokin vasopressor/ inotropik, dukungan
proinflamasi seperti TNF-α dan IL -1β, hemodinamik, pemberian antibiotik
IL – 2, IL – 6, interferon gamma, platelet awal, kontrol sumber infeksi,
activating factor (PAF), dimana dalam pemeriksaan kultur dan radiologi.1,19
klinis akan ditandai dengan timbulnya Guideline tersebut merekomendasikan
gejala-gejala SIRS. Sitokin proinflamasi keadaan sepsis diberikan terapi cairan
32
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36
33
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36
34
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36
35
Laporan Kasus Syifa’ MEDIKA, Vol.13 (No. 1), September 2022, 26-36
36